Diskusi Terfokus Pengen alan dan
Pengendalian Kawasan Rawan Longsor
DOKUMENTASI
&
ARSIP
BAPPENAS r/ Acc. No. t /.1*/-........?.P.:. tl ) 1
Class
:
.......1.+.*J.
checked,'.!i/.,'...'i..:.?*.;..
KATA PENGANTAR Pada pertengahan sampai dengan akhir Tahun 2000, telah terjadi beberapa bencana longlor di berbagai daerah di Indonesia. Daerah rawan bencana longsor memiliki ciri-liri yang khas. Dengan diketahuinya ciri-ciri daerah rawan longsor, maka dapat dibuai satu sistem pengendalian bencana longsor yang dapat mengurangi dampak bahaya bagi penduduk sekitar. Penataan ruang dapat diguiakan-sebagai instrumen untuk merencanakan pemanfaatan ruang di kawasan ini Aengan meipertimbangkan aspek geologis dan keberlanjutan sistem ekologi di dalamnya.
Untuk mensosialisasikan cara-cara pengenalan dan pengendalian kawasan rawan bntsor ini dibuat satu diskusi yang ditujukan untuk mendapatkan masukan bagi p"tiyrtunun pedoman penanganan daerah rawan longsor yang merupakan bagian dari'tugas Badan fooidinasi tata Ruang Nasional (BK:TRN). Kami berharap hasil oiri friiut n diskusi ini dapat memberikan manfaat dan dapat dijadikan bahan pertimbingan bagi pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan di kawasan rawan longsor.
Akhir kata, kami haturkan terima kasih kepada para narasumber dan peserta Jiifusi yang telah meluangkan wa6u untuk bersama-sama menggali berbagai petmasafafrin dan membeiikan rekomendasi untuk penyelenggaraan kegiatan diskusi pengenalan dan pengendalian kawasan longsor ini'
Jakarta, November 2001 Deputi Bidang Regional dan Sumberdaya Alam, BaPPenas
2,
,L+r/(--
Dedi M. Masykur Riyadi
Prosiding Diskusi Terfokus: Pengenalan dan Pengendalian Kawasan Rawan Longsor
DAFTAR ISI PENGANTAR DAFTAR ISI ............ Pendahuluan ........... Bab I. MTA
Bab
Bab
II.
i
ii
..........".""'
1
Kerangka Acuan Kerja.................,.....,..,.....r,..,.......,....'. 3
2.L, Latar Belakang ............. ...............'.." 2.2. Tujuan Kegiatan 2.3. Metodologidan Lingkup Kegiatan 2.4. Hasil Kegiatan 2.5. Susunan Acara Diskusi 2.6. Daftar Peserta
III.
3 3
4 4
4 5
Kesimpulan Hasil Pelaksanaan ..............
7
3.1. Resume Pembicara 3.2. Hasil Diskusi 3.3. PenutuP...............
7
I
9
Lampiran Makalah Bahan Diskusi A.
Pengenalan dan Pen$endalian Kawasan Rawan Longsor Ridwan Djamalluddin, Laboratorium TISDA BPPT
B. Pengenalan dan Pengendalian Kawasan Rawan Longsor Asep Effendi Direktomt Geologi Tata Lingkungan
dan Pengendalian Kawasan Rawan Longsor c. Pengenalan -Dwikorita Ka rnawa ti,l u rusa n Tekn ik Geolog i un ivercita s Gadia h Mada. D. Analisis Geomorfologis Kawasan Rawan Longsor dari Data
Penginderaan Jauh Satelit Wkanti Asriningrum, Peneliti pada Bidang Lingkungan, Pusat Pemanfaata n Peng inderaan Ja uh, UPAN.
Prosiding Diskusi Terfokus: Pengenalan dan Pengendalian Kawasan Ralan Longsor
BAB I PENDAHULUAN
Diskusi Terfokus Pengenalan dan Pengendalian Kawasan Rawan Longsor ini dilaksanakan pada tanggal 1 November 2001, sebagai rangkaian dari beberapa kegiatan perumusn strategi dan kebijakan pembangunan yang terkait dengan pe-nataan ruang oleh DireKorat Penataan Ruang, Pertanahan dan Lingkungan hid;t, BAppENiS. pada kesempatan tersebut, diambil tema terfokus berdasarkan Ue#rapa tinjauan kebutuhannya yaitu tema "Pengenalan dan Pengendalian Kawasan Rawan Longsof, perumusan Diskusi terfokus ini dimaksudkan untuk mencari masukan dalam upaya p"dor.n pembangunan di kawasan rawan longsor. Kegiatan perumusan pedoman pala kawasan rawan longsor di daerah ini .adalah bagian dari b"rUungunan -fegiatan 2001 Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional (BK|RN), terutama igenOa fEbmpok kerja III Tim Teknis BKIRN yang bertanggung jawab atas kegiatan Dukungan Sistem Penataan Ruang, yang salah satu tugasnya adalah memfasilitasi review sistem penataan ruang di daerah.
Acara ini dilaksanakan dengan maksud untuk mendapatkan masukan dari narasumber bagi rancnngan keb'ljakan dan strategi untuk mengenali dan
mengendalikan ka*asan rawan longsor yang akan dibuat. Dokumen ini diharapkan dapai menjadi masukan yang berharga bagi pemerintah daerah mengenai mempertimbangkan kawasan rawan longsor dalam pembangunan pehtingny. 'selain itu, dokumen ini juga dapat memberikan pedoman bagaimana daerali. kawasan p1wan longsor ini dikenati dan dikendalikan serta dimasukkan dalam penataan ruang daerah.
III Tim Teknis yang terkait, pusat pemerintah instansi beberapa BKTRN, perwakilan dari longsor, yang bencana terkena Kabupaten/Kota perwakilan dari BAPPEDA Diskusi terfokus ini dihadiri peserta yang terdiri dari para Anggota
perwakilan dari beberapa perguruan tinggi, LSM, dan asosiasi profesi.
Acara diskusi terfokus ini diawali dengan sambutan pembukaan oleh Kepala Biro Penataan Ruang, Pertanahan, dan Lingkungan Hidup Bappenas. Kemudian Acara dilanjutkan dengan pemapaftin dari para nara sumber yang terdiri dari: 1. Dr. Ridwan Djamaluddin, Direftorat Teknologi, Inventarisasi sDA, BPPT. 2. Ir. Asep Effendi, M.Appl.Sc, Direktorat GeologiTata Ungkungan 3. Dr. Dwikorita Karnawati , Jurusan Teknik Geologi UGM 4. Dra. Wikanti Asriningrum, Peneliti Geomorfologi' I-APAN. Acara ini dipandu oleh moderator: Dr. Kawik Sugiatna, Asisten Deputi V Urusan Pengembangan Wilayah, Kantor Menteri Negara Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri, selaku Anggota Pokja
III
BKTRN.
Prosiding Diskusi Terfokus: Pengenalan dan Pengendalian Kawasan Rawan Longsor
Nara sumber pertama, Dr. Ridwan Djamaluddin, memaparkan pentingnya informasi daerah rawan longsor di Indonesia. Nara sumber kedua, Ir. Asep Effendy,
M.Appl.Sc., memaparkan karakteristik daerah rawan longsor; pemicu, gejala dan
waktu terjadinya longsor; sefta upaya pencegahan yang dapat
dilakukan masyarakat. Sedangkan nara sumber ketiga, Dr. Dwikorita Karnawati, memaparkan mengenai pengenalan dan pengendalian kawasan rawan longsor dalam perencanaan pembangunan daerah dan mekanisme manajemen bencana longsor. Nara sumber terakhir Dra. Wikanti Asriningrum menyampaikan contoh-contoh citra satelit dan teknologi penginderaan yang dapat digunakan untuk mengenali dan menganalisis suatu kawasan rawan longsor. Acara diskusi terfokus ini kemudian dilanjutkan dengan forum diskusi tanya jawab. Hasil-hasil dari diskusi dan tanya jawab ini terdapat dalam Bab 3 Buku Prosiding Diskusi ini.
Diskusi terfokus ditutup oleh Kepala Biro Penataan Ruang, Pertanahan, dan Lingkungan Hidup, Bappenas, yang berharap agar setelah acara diskusi terfokus ini, pemerintah daerah dapat lebih mempertimbangkan aspek bencana longsor dalam penataan ruang di daerah dengan arahan dari instansi pusat terkait, disamping itu dinyatakan pula perlunya penyusunan pedoman pembangunan bagi kawasan rawan longsor.
Prosiding Diskusi Terfokus: Pengenalan dan Pengendalian Kawasan Rawan Longsor
BAB 2 KERANGKA ACUAN KERJA
2.I.
TATAR BELAKANG
Kecenderungan terjadinya korban fiiwa dan benda) akibat bencana alam di daerah rawan longsor (unstable lanQ dewasa ini semakin besar. Hal ini dapat disebabkan oleh banyak faktor. Berdasarkan data dari DireKorat Geologi Tata Lingkungan, dalam 5 tahun terakhir ini setidaknya telah terjadi sebanyak 422kali tanah longsor dengan korban tewas sebanyak 529 orang dan 3.898 bangunan rumah hancur (Kompas, 2 Desember 2000). Kenyataan bahwa sebagian besar dari wilayah daratan Indonesia berada dalam lintasan aktifitas pergerakan lempeng bumi menjadi penyebab bencana tanah longsor di banyak kawasan di Indonesia.
Intensifnya aKifitas manusia dalam merubah tatanan vegetasi dan geostruKur kawasan dengan alasan kepentingan ekonomi pada daerah hulu dan daerah tertentu yang seharusnya dilindungi keseimbangan ekosistemnya telah terbukti ikut mempertinggi tingkat kecelakaan pada daerah rawan longsor. Keadaan
ini berlangsung karena rendahnya tingkat kesadaran yang dimiliki
oleh
dan pemerintah disamping lemahnya law enforcemenf dalam pengawasan pembangunan dan pengembangan di kawasan rawan longsor ini. masyarakat
Belum tersedianya informasi yang lengkap dan akurat mengenai kawasan rawan longsor beserta peraturan dan penuntun, yang bisa dijadikan dasar dalam setiap aKifitas pembangunan atau pengembangan di kawasan rawan longsor, merupakan masalah yang sangai mendesdk uniuk segera disiapka;1, demi mencegah dan meminimalkan resiko jiwa dan dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh bencana longsor.
Penyusunan kebijakan dan strategi ini dilakukan untuk memberikan bantuan pemikiran pada pemerintah daerah yang sering tertimpa bencana tersebut. Pedoman khusus ini dapat dijadikan acuan bagi aKifitas pembangunan dan pengembangan wilayah yang berdasarkan rencana tata ruang bagi kawasan rawan longsor. Diharapkan dengan adanya kebijakan dan strategi ini pemerintah daerah dapat lebih mempertimbangkan unsur-unsur lingkungan dalam melaKanakan pengembangan wilayahnya. Pemanfaatan informasi yang berkaitan dengan parameter-parameter geologi dan dengan menggunakan teknologi informasi yang lebih maju dalam penyusunan tata ruang suatu kawasan rawan longsor merupakan suatu keharusan yang perlu dipertimbangkan dewasa ini.
2.2.
TUJUAN
Tujuan dilaksanakannya pmbuatan kebijakan dan strategi pengembangan wilayah di kawasan rawan longsor ini adalah untuk memberi informasi kepada pemerintah daerah mengenai pentingnya mempeftimbangkan kawasan rawan longsor dalam
3 Prosiding Diskusi Terfokus: Pengenalan dan Pengendalian Kawasan Rawan Longsor
pembangunan daerah. Selain itu, kebijakan dan strategi ini diharapkan dapat memberikan pedoman untuk mengenali dan mengendalikan kawasan rawan longsor ini dengan menggunakan instrumen-instrumen penataan ruang daerah.
2.3.
METODOLOGI DAN LINGKUP KEGIATAN
Pembuatan kebijakan dan strategi pengenalan dan pengendalian kawasan rawan
longsor ini dilakukan dengan cara:
(l)
Problem ldentifiation, berpijak pada
pengidentifikasian masalah-masalah yang ada; (2) Need Assessmen4 menilai dan menentukan tingkat kebutuhan-kebutuhannya dalam pelaksanaan pembangunan pada kawasan rawan longsor di daerah; (3) Diskusi untuk mendapatkan masukan dari nara sumber dan pemerintah daerah, sefta pihak-pihak terkait lainnya; dan (4) Formulasi ran@ngan kebijakan dan strategi pengembangan kawasan rawan longsor yang dapat menjadiacuan bagi pemerintah daerah.
2,4.
HASIL KEGIATAN
Hasil dari kegiatan ini adalah inventarisasi masukan, usulan, sumbangan pemikiran,
dan tanggapan lainnya terhadap kegiatan ini yang akan digunakan sebagai bahan informasi bagi Kelompok Kerja III, Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional dalam merumuskan suatu pedoman pembangunan yang bertema: Pengenalan dan Pengendalian Kawasan Rawan Longsor. Diharapkan pemerintah daerah dan pihakpihak terkait dalam pembangunan dapat memanfaatkannya sebagai pedoman
yang disertai dengan prinsip-prinsip yang praktis
dan
bermanfaat
bagi
kepentingan dan kondisi daerah masing-masing.
2.5.
SUSUNAN ACAM DISKUSI
Acara Reqistrasi Pembukaan
Pengantar Diskusi
Pemaparan
Pelaku
Waktu
Panitia
14.00 - 14.10
Kepala Biro Penataan Ruang, Pertanahan dan Lingkungan Hidup - Bappenas, Selaku Sekretaris Pokja 3 BKTRN Dr. Herru Darwanto Moderator Dr. Kawik Suoiana Pembicara pertama Dn Ridwan Dlbmaluddin Direktorat Teknolosi, Inventanlsasi SDA, BPPT. Pembicara kedua Ir. Asep Effendi, M.Appl.Sc, Direktont Geolooi Tata Linckunoan
L4.L0
-
L4.20
14.20
-
L4.30
14.30
-
14.50
14.50 - 15.10
Prosiding Oiskusi Terfokus: Pengenalan dan Pengendalian Kawasan Rawan Longsor
Pemaparan
Diskusi
Kesimpulan Diskusi
2.6 PokJa
Pembicara ketiga Dr. Dwikorita Karnawati, Jurusan Teknik Geologi UGM Pembicara keempat Dra. Wkanti Asriningrum, Peneliti Geomorfoloq i, UPAN, Seluruh Peserta Diskusi
15.10 - 15.30
Modentor Dr. Kawik Sugiana
16.50
15.30
-
15.50
15.50
-
16.50 17.00
PESERTA DISKUSI
-3
1.
BKTRN Bidang Dukungan Sistem Penataan Ruang
Direftur Penataan Ruang Wilayah Nasional, Dirjen Penataan Ruang dan Pengembangan Wilayah Dep. Kimpraswil
2. DireKur Bina Teknik, Dirjen Prasarana Wilayah, Dep. Kimpraswil 3. Direffiur Metropolitan, Dirjen Pengembangan Perkotaan Dep.Kimpraswil 4. DireKur Penatagunaan Tanah, Deputi II BPN 5. Direftur GeologiTata Lingkungan, Dirjen Geologi Sumber Daya Mineral 5. 7, 8.
Dep. Pertambangan dan Energi
DireKurToPografi,TNI-AD DireKur Kebijaksanaan Teknologi untuk Pengembangan wilayah BPPT
Kepala Pusat Data dan Perpetaan Badan Planologi Kehutanan,Dep. Perhutanan dan Perkebunan Kepala Pusat Pemetaan Deputi I Bakosurtanal 10. Asisten Deputi Urusan Sosial Budaya, Menteri Negara Lingkungan Hidup 11. Asisten DeputiV urusan Pengembangan Wilayah Kantor Menteri Negara Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri 12. Sekretaris Badan penelitian dan pengembangan Perhubungan Sekretariat Jenderal DeP. Perhubungan
9.
Instansi Pemerintah lainnYa
1. 2.
3.
:
DireKur Teknologi Pengelolaan SD Lahan dan Kawasan BPPT Kepala Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) Dep. Kesehatan
dan Kesejahteraan Sosial. Sekretaris Badan Koordinasi Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi
Pemerintah Daerah
1. Ketua Bappeda Kabupaten Bandung, Jawa Barat 2. Ketua Bappeda Kabupaten Garut, Jawa Barat 3. Ketua Bappeda Kabupaten Sumedang, Jawa Barat 4. Ketua Bappeda Kabupaten Semarang, Jawa Tengah 5. Ketua Bappeda Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah
6.
Ketua Bappeda Kabupaten Tulung Agung, Jawa Timur
Prosiding Diskusi Terfokus: Pengenalan dan Pengendalian Kawasan Rawan Longsor
7. Ketua Bappeda Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat 8. Ketua Bappeda Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah 9. Ketua Bappeda Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah 10. Ketua Bappeda Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah
11. Ketua Bappeda Kabupaten Kulon Progo, DIY.
Perguruan Tinggi
i.
Ketua Jurusan Teknik Geologi Institut Teknologi Bandung
2. Ketua Jurusan Teknik Geologi Universitas TrisaKi 3. Ketua Jurusan Geologi Universitas Pajajaran 4. Ketua Jutusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung 5. Ketua Jurusan Teknik Planologi Institut Teknologi Bandung 6. Ketua Jurusan Teknik Planologi Universitas Diponegoro 7. Ketua Jurusan Teknik Planologi Institut Teknologi Indonesia g. Ketua Jurusan Teknik Planologi universitas Indonusa Esa unggul 9. Ketua Jurusan Teknik Planologi Universitas Krisna Dwipayana
10. Ketua Jurusan Teknik Planologi Universitas TrisaKi 11. Ketua Jurusan Teknik Planologi Institut Teknologi Nasional Malang 12. Ketua Jurusan Teknik Planologi Univercitas Tarumanegara
Asosiasi Profesi
1. Ketua REI 2. Ketua Ikatan Ahli Perencana, Indonesia 3. Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Media Masa 1.
Kompas
2. 3. 4.
Suara Pembaharuan Republika Media Indonesia
Prosiding Diskusi Terfokus: Pengenalan dan Pengendalian Kawasan Rawan Longsor
BAB 3 KESIMPULAN HASIL PELAKSAN
3.1.
A./AN
RESUME PEMBICARA
pembicara
I: Dr. Ridwan Djamaluddin, DireKorat
Teknologi Inventarisasi SDA,
BPPT
Menurut Dr. Ridwan Djamaluddin, kawasan longsor dikenali setelah terjadinya longsor, walaupun di daerah tersebut mungkin pernah terjadi longsor ratusan tahun yan-g hlu. Salah satu permasalahan yang dihadapi adalah kawasan rawan longsor iOatan, bahwa umumnya daerah tersebut merupakan daerah pemukiman yang baik, misalnya dengan kondisi tanah yang subur dan ketersediaan air yang baik. Karena itu aspek keselamatan manusia dan keberlanjutan sistem ekonomi masyarakatnya menjadi hal yang sangat penting. Selain itu,.masyarakat seringkali tidali mau dipindahkan dari daerah rawan longsor, sedangkan pengetahuan masyarakat mengenai bahaya yang dihadapi sering kali sangat terbatas. Untuk itu masyarakat perlu diberikan informasi mengenai apa yang. harus diwaspadai sebelum terjadinya longsor dan apa yang harus dilakukan bila bencana longsor terjadi. Untuk mendetebi kawasan-kawasan rawan longsor, dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi citn satelit yang saat ini harganya sudah dapat dijangkau obh-femerintah daerah. Citra satelit ini dapat digunakan oleh. pemerintah daerah sebagai panduan awal dalam mengantisipasi kemungkinan bencana longsor di suatu kawasan. Pembicara
Ir.
II: Ir. Asep Effendy, M.Appl.Sc,
DireKorat GeologiTata Lingkungan
Asep Effendy, M.Appl.Sc menyampaikan mengenai karakteristik daerah rawan
longsori pemicu, gejala dan waKu terjadinya longsor; serta upaya pencegahan yan-g daiat dilakukan masyarakat. Selain itu juga disampaikan 'bagan alir pedoman benianfaitan informasi gerakan tanah untuk penataan rua.n9'dan'matrik digunakan dapat gerakan tanah'yang daerah penggunaan lahan pengendalian sebigai salah satu lcuan untuk penataan ruang yang mempertimbangkan aspek kebencanaan dan untuk analisis dan penyesuaian tata ruang. Pembicara
III: Dr. Dwikorita Karnawati,
Jurusan Teknik Geologi UGM
menyampaikan mengenai latar belakang perlunya pengenalan dan pengendalian kawasan rawan longsor dalam perencanaan pembangunan daerah di Indonesia; penyebab tidak efeKifnya sistem mitigasi atau usaha pengendalian kawasan longsor; mekanisme manajemen bencana longsor; dan usulan materi panduan/pedoman praktis dalam pengenalan dan pengendalian
Dr. Dwikorita Karnawati antara lain
kawasan rawan longsor.
Pembicara IV: Dra.Wikanti
Asriningrum, Peneliti Geomorfologi dari
I-APAN
Dra.Wikanti Asriningrum menyampaikan contoh-contoh citra satelit dan teknologi penginderaan yang dapat digunakan untuk mengenali dan menganalisis suatu ia*lrun rawan longsor. Teknologi dan informasi tersebut saat ini sudah tersedia di gApAN. pemanfaatan data citra satelit yang ada tidak dikenakan biaya bila memiliki kerjasama dengan LAPAN dan sepanjang data diolah di LAPAN.
3.2.
HASIL DISKUSI
Wonosobo yang daerahnya merupakan salah satu kawasan rawan longsor, menghadapi masalah berkenaan dengan keengganan masyarakatnya untuk direalokasi ke daerah lain yang lebih aman di samping kenyataan seringnya terjadi longsor (14 kali dalam setahun pada tahun lalu) dan sekitar 60-700/o wilayah wonosobo merupakan daerah pegunungan sehingga lahan tempat tinggal terbatas keberadaannya. Untuk mengatasi
1. pemda Kabupaten
permiiatahan tersebut
-or.
Ridwan menyarankan
agar
pemda
menginformasikan kepada masyarakat hal-hal yang harus diwaspadai sebelum te6adi bencana dan yang harus dilakukan pada saat terjadinya bencana' Di
samping itu masyarakat juga perlu diajarkan metode pemantauan yang sederhina dan pra6is untuk mengantisipasi terjadinya longsor. Pihak Pemda Kabupaten Wonosobo juga mengharapkan para ahli dalam penanganan longsor agar datang ke daerah-daerah rawan longsor agar dapat menga?akan penelitian terhadap daerah tersebut dan memberikan informasi seca.a langsung kepada masyankat. Menanggapi hal tersebut, Ir. Asep menyatakai baliwa pihak DireKorat GeologiTata Lingkungan datang ke lokasi bencana longsor baik karena permintaan dari daerah bencana maupun bila memperoleh informasi seperti dari surat kabar mengenai adanya longsor di suatu daerah. Selain itu, bila terjadi bencana longsor, juga diadakan pemeriksaan terhadap daerahdaerah di sekitarnya yang rawan longsor untuk antisipasi dan tindakan preventif.
Z.
Berkenaan dengan pemaparan Dr. Dwikorita mengenai kurang terintegrasinya RTRW dan lemihnya peraturan yang mendukung usaha pengendalian long.sor sebagai salah satu akar permasalahan kurang efeKifnya sistem pengendalian
longsor, salah seorang peserta menanyakan bagaimana upaya yang harus dilakukan untuk mengatasi hal tersebut dilihat dari aspek hukum. Bahkan RTRW yang sudah terintegrasi juga belum menjamin sistem pengendalian longsor tersebut dilaksanakan secara efeKif.
hal tersebut Ir. Asep menyatakan bahwa
perencanaan pengenOatian longsor sebaiknya mengikuti tahapan yang telah dipaparkan iafam bagan peminfaatan informasi gerakan tanah untuk penataan ruang. Hal tersebut diharapkan dapat mendorong penguatan peraturan yang mendukung usaha pengendalian longsor. Dr. Dwikorita mengakui bahwa di samping lemahnya peraturan yang mendukung upaya pengendalian longsor, upaya
Menanggapi
Prosiding Diskusi Terfokus: Pengenalan dan Pengendalian Kawasan Rawan Longsor
penegakan hukumnya
(law enforcemen$ dalam pengendalian longsor juga
masih lemah.
Sedangkan Dr. Herry Darwanto menyatakan bahwa terdapat kaitan yang erat
antara penataan ruang dan kawasan rawan longsor, sehingga diperlukan perbaikan peraturan yang ada. Hasil diskusi ini juga akan ditindaklanjuti dengan penyusunan pedoman bagi daerah dan himbauan agar daerah melakukan perbaikan peraturan daerah mengenai kawasan longsor.
Berkenaan dengan pengendalian bencana secara umum,
Pusat
Penanggulangan Masalah Kesehatan Dep. Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial menyampaikan saran antara lain: (1) perlunya pemda memiliki kemampuan untuk membuat hazard analysis, (2) Satlak dan sarkolak perlu membuat ontingenq plan dalam penanganan ben@na, dan (3) perlunya dilakukan
tindali lanjut dari kegiatan diskusi ini dan perlunya DPRD on tingenq b udget untuk menga ntisipasi benca na.
menyiapkan
Informasi dari Badan Koordinasi Nasional (Bakornas) Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi adalah akan segera dibentuk kelompok kerja dan kelompok fakar untuk penanggulangan bencana. Sampaisaat ini ujung tombak penganganan bencana ada di daerah (satlak), hanya kita belum memiliki peta i'awin bencana pada tingkat yang lebih kecil/detail untuk dapat digunakan di deaerah. 5.
Dep. Kimpraswil menanggapi bahwa pemaparan belum menyentuh aspek preventif, sebagai contoh bila air adalah salah satu faKor pemicu terjadinya iongsor, masyarakat Perlu mengetahui bagaimana upaya pencegahan agar air tidal menjadi pemicu terjadinya longsor. Disampaikan pula bahwa salah satu sebab belum efeKifnya pglaksanaan sosialisasi adalah karena penggunaan
bahasa yang bersifat scirintific. Akan jauh lebih mudah bagi pemda clan
masya6kat untuk mengerti bila dikaitkan dengan konteks
kehidupan
masyarakat sehari-hari. Di samping itu koordinasi antar instansi terkait sangat diperfukan sejak tahap prepardn*s sampai tahap penanganan bencana yang telah terjadi. Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) melihat perlunya melibatkan guru-guru sekolah dalam sosialisasi pengendalian bencana longsor.
3.3. PENUTUP l. Seperti yang diharapkan
bersama, forum diskusi terfokus ini tidak berhenti begitu saja setelah dilaksanakan. Selanjutnya Pemerintah Daerah hendaknya lebih mempertimbangkan aspek bencana longsor dalam penataan ruang di
daerah dengan arahan dari instansi pusat terkait. Dan juga perlu disusun pedoman Pembangunan Kawasan Rawan Longsor untuk Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Prosiding Diskusi Terfokus: Pengenalan dan Pengendalian Kawasan Rawan Longsor
Z.
Akhir kata, diharapkan semoga laporan hasil seminar ini dapat bermanfaat dalam tahapan selanjutnya dari keseluruhan kegiatan perumusan Pedoman Pembangunan Kawasan Rawan Longsor.
ro Prosiding Diskusi Terfokus: Pengenalan dan Pengendalian Kawasan Rawan Longsor
LAMPIFL\N
Prosiding Diskusi Terfokrs Pengenalan dan Pengendalian Daerah Rawan Longsor
DISKUSI PANDUAN PEMBANGUNAN PENGENALAN DAN PENGENDALIAN KAWASAN RAWAN LONGSOR Ridwan Diamaluddinl
Ringkasan Secara geologi, daerah yang tidak stabil dapat dikenali dari kenampakan geologi dan geomorfoLgi Oaii infirmasi bawah pirmukaan yang mencakup struKur gerakan keterjadian fitofogi, disJmping ini dapat pula dipelajari. berdasarkan sejarah
tanati'Oi dalnh terseOut. Beberapa kenampakan geomorfologi yang dapat r.nginaif.tikan ketakstabilan anataia lain tebing terjal, tebing yang membentuk
rt nguh lingloran (semi circular scarps)' lereng yang berbentuk cekung-cembung dan permukaan yang tak beraturan (iTegular+urfaces), jenuh'aii (overaturatd sori). Selain kenampakan geomorfologi, yang iermutcaan yang dapat dijadikan indikasi ketakstabilan adalah kondisi 6"G.p. fehoni'eira lain vegetasi yang memperlihatlian batas-batas tegas akibat suatu lereng bergerak yang bergerak' ter-Gaap Uag-iun lain, dan arah tumbuh yang miring akibat lereng
tioi-r"-rSrvex siory),
Kenampakan geomorfologi dan kondisi vegetasi sepefti tersebut diatas dapat diamati iti tapa;gan dan terlihat jelas pula pada foto udara dan citra satelit unluf gerafan tanah ya,-ng berukuran relatif besar. Dalam pemetaan secara regional p"nlginuun foto ud'an- dan citra Satelit sangat membantu, terutama karena
icenSirpafan sinoptic (synoptic view) pada foto udara dan citra satelit' serta keteaediaan fanal infi merah yang sangat membantu untuk mengenali kondisi vegetasi dan kondisi keairan pada tanah; dengan semakin canggihnya teknologi, ketirsediaan foto udara dan dan citra satelit menjadi bermanfat baik karena semakin rincinya informasi yang dapat dihasilkan juga karena biayanya-secara relatif menjadi makin murah. Untuk memantau wilayah seluas Republik Indonesia, pemeban menggunakan foto udara dan citn satelit tentulah sangat mempercepat proses identifi kasi daerah rawan gerakan tanah.
di wilayah Indonesia untuk yang muncul akhir-akhir ini adalah beberapa wilayah klasik sudah tersedia. Masalah Informasi daerah rawan gerakan tanah
terjadinya gerak tanah di luar daerah 'klasik' tersebut. Untuk membantu mJsyarakat, pemerintah, dan tenaga informasi daerah ntwan gerakan tanah hendaknya tersedia secan sistematis dan mudah diakses. Salah datu metode yang dapat dilakukan adalah membangun basis data gerakan tanah menggunakan Sistem Informasi Geognafis (GlS-based landslide database), Basis data ini mencakup loksigeografis, waKu kejadian, ukuran, arahan gerakan, kondisi geologi,
'
Laboratorium Teknologi Invenbrisasi Sumber Daya Alam (Lab. Badan Pengkajian dan Penenpan Teknologi (BPP-f)
ISDA)
A-l
Prosiding Diskusi Terfokus: Pengenalan dan Pengendalian Kawasan Rawan Longsor
penggunaan tanah, kondisi seismisitas, kondisi keairan, curah hujan, dan lain-lain. informasi sangat membantu dalam mempelajari daerah rawan gerakan tanah berdasarkan sejarahnya; yang selanjutnya dapat digunakan untuk memprediksi kemungkinan kejadian gerakan tanah.
Wilayah Indonesia yang secara teftonik dan volkanik sangat aKif memang menciptakan pra-kondisi ying fttwan terhadap gerakgn tanah. Sebaliknya' dari dll) ionOiot uip"f pembentukan sumUer daaya alam (mineralisasl kesuburan tanah, pemukiman dan lokasi menjadi ini daerah kondisi ini mengguntungkan. Akibatnya efonomi yani padat. Oengan kondisi demikian, sangat sulit untuk
iegiatan mjmindahkan penduiuk. Tindakan yang sebaiknya . dilakukan adalah untuk mempersiapkan masyarakat dan pemerintah dan pemerintah setempat dan mengenafi daerah rawan gerakan tanah, memahami cara pengelolaan lahan, jika terjadi bencana. memlhami tindakan yang harus dilakukan
Prosiding Disku$ Terfokus: Pengenalan dan Pengendalian Kawasan Rawan Longsor
PdFndsd-
Pcngmd.lle K.tu.Rrt
L69s
OS l A$ffd, MA@lSc Dratldd G@lo9[ ldr Lr!1696 Dorlgu Eil!| da lrnbGd.y. frr|E
r
KARAKTERISTIK TANAH LO'IIGSOR
. Odffitedcr|fu.lFlr. uft . O&aihgmt.|qFLiaorno46 . O.narffirwta|cMp& (t&crruf8.!C*n
.R rfiERr3ix o/rEiali R^wata Lol{Gsof,
C, ririF.
lt yt
6 r€
:.ri!(il'mdl -(@hQ'2Sdffidr . ti@s lt a ffi lq' . F*lrt .Cd{rhcrdhffilTlg .0dUutffiat
6h
at!.9h?d
Odr
. Vlgtt.ti
lg.uida$o9tFbPtmt.tld .A$5ffibbrygial .3fudF(CrCiaC) . Omi pda.o&Darrya/ .rdo|l-Mff
tant-h8fl6 . OdFqgirnh/-r
. K.gffilit€a
'
. lds
F
o-tarr|brffiUi Odr-qrs|da(
GEJAIA TANAH LONGSOR
NMICU TANAH LONGSOR
. . . . . . .
. ll(is ldrit tf,N mcndr dd8rn intsdtrs > 100 ntu.t hr.i uli d*arh tllturt. . luiatr ldE| |€nr mtmvlsrurut{{nl &n8il inlcniitp i0 na r hd lEfi dacreh df,fn bdw tcdinq bdu !tt$t n{C. . I ;(iltE limi *deil *.h tichlq > 6. . \krupong rir rlri rdun di es loog. . I ielir r:ng tidll mFlilmtls kc{rlihn km8. (h '{fa5 I'r$.b lqo!. . ltml'.rhr hcho. I
.
Rctalan/rekahan
Kcriringan pohon tidak beratudn atau !€iaiat lereng. Timbulrrya mata tit baru €lau hila.rgnya nala eir lame. Gumpelan lanah sagat yang larlcrigar dtri ht ng. Kabcl lislrik kendo( ettu tcncang bahkan 3ampai putus. > arpb3bn). Suar, (ralhing Perubahan padr 3ttuttw bangu€n yang ada dialasnya (relak letal. mtmg, inlu susah 6buta. dan lanjain). lingtah lalu hewan yang aneh.
-
B-l Prosiding Diskusi Terfokus: Pengenalan dan Pengendalian Kawasan Rawan Longsor
PENGENALAN DAN PENGENDALIAN KA\/VASAN RAWAN LONGSOR Dwikorita Karnawatil
Rational.
pengenalan dan Pengendalian Kawasan Rawan Longsor perlu lebih dikaji dan dipertimbangkan dalam peren@naan pembangunan di berbagai wilayah di Indonesia, karena beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Sebagian besar wilayah di Indonesia merupakan daerah rawan bencana alam geologi, termasuk bencana longsoran. kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat dan aparat terhadap
2.
potensi terjad inya longsora n
3. b"*ty" icorUin jiwl
da
n a ntisipasinya.
dan kerugian yang diakibatkan oleh bencana alam
longsoran.
Malin meningkabrya laju perubahan penggunaan lahan yang dapat memicu
4,
terjadinya longsoran.
Akar Permasalahan Akar permasalahan yang diduga menyebabakan masih kurang efeftifnya sistem mitigasi abupun usaha pengenalan dan pengendalian kawasan rawan longsor dapat digambarkan dalam bagan air Gambar 1.
-
Oarl bagan alir tersebut terlihat bahwa akar permasalahan terjadinya
bencana adalah
1.
Z.
3.
:
Masih kurangnya terjangkgunya informasi yang lengkap dan akurat oleh
masyarakat Masyarakat yang sudah mengetahui kondisi kawasan daerahnya belum tentu sadar untuk beftindak menganUsipasi resiko longsoran. Masih lemahnya peraturan yang mendukung usaha pengendalian kawasan longsor.
Jadi aglr sistem mitigasi ataupun usaha pengenalan dan pengendalian. kawasan rawan-longsor dapat lebih efektif, maka ketiga akar permasalahan tersebut hasur dapat diatasi.
Mekanisme manajemen bencana longsor (termasuk pengenalan dan pengendalian kawasan rawan longsor). Mekanisme dalam manajemen bencana longsoran dapat digambarkan dengan skema di Tabel 1. Skema ini perlu untuk diloji/dicermati lebih lanjut guna lebih mengefeKifkan upaya mitigasi bencana longsor ( termasuk upaya pengenalan dan pengendalian. Kawasan rawan longsor). Selanjutnya beberapa contoh
permasatahan yang teridentifikasi dalam mekanisme manjemen bencana tersebut, beserta ususlan progrutm untuk upaya pengenalan dan pengendalian kawasan rawan longsor ditunjukan dalam fiabel 2). I Jurusan Teknik
@logi
Universibs Gadjah Mada
c-l
Prosiding Disku$ Terfokus: Pengenalan dan Pengendalian lGwasan Rawan Longsor
Usutan Materi Panduan: Pedoman Praktis Pengenalan dan Pengendalian Kawasan Rawan Longsor. Dasar Pemahaman Praktis. Apakah tanah longsor itu?
Longsoran adalah pengerakan massa tanah/batuan ke arah miring, pada massa mendatar a[au veftikal pada suJtu lereng. Jadi longsor dapat terjadi bnah, mass batuan, atau percampuran dari keduanya' Mengapa tanah longsor dapat terjadi? Pada prinsipnya longsor terjadi karena terganggunya kesetimbangan lereng
giya-gaya yang berasal dari dalam lereng (misal gaya akibat adanya pengaruh 'dan tekanin'aii pori di dalam tanah lereng) dan atau gaya-gaya gravitasi bumi, dan pembebanan yang i.ng Gr.t"l dari luar lereng (misal 9!!aran kendaraan 1996) Karnawati, L"rtiUitt.n pada lerengXghowdhuny, 1978 dan Bagaimana mekanisme terjadinya tanah longsor? umumnya terjadi dengan mekanisme sebagai berikut: Longsoran -sematin kar9n3 UertainUatr-nya gayi penyebab gerakan pada lereng, misalnya air t"t&"pny. air hujan ya-ng memicu pertambahan kenaikan tekanan pori di dalam lereng (Gambar 2) Semakin berkunngnya gaya penahan gerakan pada lereng' Kombinasi kedua mekanisme tersebut.
i.
2. 3.
Bagaimanakah kondisi kawasan yang rawan longsor?
Kondisi lahan/kawasan yang 61wan longsor dapat diuraikan sebagai
berikut: (sartono, 1975; Heath dan sarosa, 1988; Heath, dkk. 1988; Tjojudo, 1985; Sarosa 1992; dan Kamawati, t997, 2000, 2001): Kondisialamiah: 1. Kondisi lereng yang biasanya mempunyai kemiringan lebih dari dua puruh denjat (Gambar 3) 2, fonJisi 'tanah/ baluan penyusun lereng, umumnya lereng yang tersusn oleh (Gambar 3): ;. tumpukan mass tanah gembur/lepas-lepas yang menumpang di atas tanah/batuan yang lebih kedap dan kompak b. lapisan tanah/batuan yang miring searah dengan kemiringan lereng. 3. Adanya struftur geologi (misal kekar) yang miring searah dengan kemiringan lereng. StruKur geologi ini dapat merupakan bidang-bidang lemah, sehingga massa tanah sensitif bergerak di sepanjang bidang-bidang lemah tersebut. 4. Kondisi hidrologi lereng, terutama kondisi aquifer dan kedudukan muka airtanah dalam lereng. 5. Kondisi dinamika pada lereng yang dapat dipicu oleh: a. hujan (lamanya hujan dan curahnya) yang dapat mengakibatkan kenaikan tekanan air Porididalam tanah.
Prosiding Diskusi Terfokus: Pengenalan dan Pengendalian Kawasan Rawan Longsor
b.
c.
hilangnya penahan lateral dan penahan karena erosi/abrasi/pengikisan oleh air getaran gemPa bumi.
di bagian bawah lereng,
misal
Kondisi non alamiah:
Kondisi non alamiah ini umumnya mempengaruhi dinamika gaya-gaya dalam lereng dan merupakan pemicu terjadinya lonsoran. FaKor-faKor ini dapat berupa : 1. |ehran-getaran misalnya getran kendaraan atau getaran akibat penggalian
2,
pada lereng.
iler6mUannya pembebanan pada lereng, misal karena adanya konstruki bangunan atau meresapnya air dari permukaan'
3, ffilirgty. penahan pada'lereng karena penggalian di bagian bawah (bagian 4.
kaki) lereng.
ie.ilainya'longsor jarang terjadi karena salah satu kondisi di atas, tetapi lebih sering karena interaksi dari berbagai kondisi di atas'
Upaya Pengendalian Kawasan Rawan Longsor aagaimanakih upaya penanggulangan tanah longsor? Agar suatu sistem penanggutangan tanah longsor dapat efeftif diterapkan, maka haris dengan sistem fembirdayaan Masyarakat dan Aparat Setempat dan mempertimbangkan (Kamawati 2001): 1. hal-hil (kondisilyang menyebabkan longsoran terjadi 2.sumberdayayangsudahadauntuktindakanpenanggulangan ini 3. komponen-kompJnen yang akan terlebit dalam upaya penanggulangan a. sistem/teknologi penanggllangan ini dan dampaknya terhadap masyarakat dan lingkungan. Identifi kasi penYebab longsoran
(sebab-sebab) terjadinya longsoran lqpu! kombinasi keduanya. Metoda ldenUfikasi serta [ondisi alamiah, non alamiah
np"r6 telait diunikan di atas, kondisi
b".p;
lonOisypenyeUaU longsoran sebaiknya dilakukan dengan memberdayakan masyantat dan aparal ai daenn fttwan, tidak hanya dilakukan oleh pakar saja u.u'tnyu masyatakat atauPun aparat setempat sudah mempunyai dugaan awal sebab-slbab terjadinya longsoran. Dugaan ini perlu dikaji bersama oleh masyarakat sendiri dan apJrat ierta OiUantu oleh pakar/peneliti. Pemahaman dan kesadran akan penyebab terjadinya longsoran yang muncul langsung dari masyarakat, merupakan midal utama dalam upaya penangan longsoran se@ra efeffiif.
Prosiding Disku$ Terfokus: Pengenalan dan Pengendalian Kawasan Rawan Longsor
Gambar 2. Mekanisme terjadinya longsoran yang dipicu air hujan.
Air hujan yang meresap ke dalam air akan menambah beban massa tanah dan meningfatian tekanan air pori dalam tanah, sehingga massa tanah terdorong meluncur ke bawah lereng. yang Dalam identifikasi penyebab longsoran ini perlu dibedakan penyebab mana
yang merupakan akar permasalahan (penyebab awal) dan penyebab mana dan r.rlufrn akibat-akibat lanjut dari penyebab utama. Dengan diketahui OGOltinV. penyebab utama (akar permasalahan) oleh masyarakat dan apanb maka tindakan penanggulangan dapat diarahkan secara tepat dan tuntas sesuai dengan permasalahan Yang ada.
Identifikasi sumber daya yang dimiliki oleh daerah rawan longsor. juga Identifikasi sumber dlya yang telah dimiliki oleh daerah rawan longsor dilakukan oleh masyarakat sendiri, dengan didukung oleh aparat dan akademisi. Sumber daya ini dapat berupa sumber daya alam yang ada, sumber daya manusia,
dan sumber dana. Sumber daya ini perlu diketahui sejak awal, agar dalam penanggutangan nanti dapat dipilih metoda yang tepat guna, sesuai dengan kemarifuan ?aenh yang ada. Apabila teknologi yang terpilih terlalu mahal dan
kompleks, dikhawatirkan dengan sumber daya yang ada masyarakat dan aparat Udak dapat memelihara/dan merawat teknologi tersebut.
Komponen-komponen
apa sajakah yang akan terlibat dalam
penanggulangan ini?
Prosiding Disku$ Terfokus: Pengenalan dan Pengendalian Kawasan Rawan Longsor
upaya
Keterlibatan masyarakat, aparat, akademisi (peneliti dari multi disiplin, profesi dan misal geologi, pertanian, tet niL sipil, ilmu sosial, dsb), organisasi ini' instansi terkiit sangat penting dalam sistem penanggulangan longsoran Arahan Upaya Penanggulangan Longsoran'
uraian uerirut hanya merupakan arahan awal mengenai
p"nungguting.n longsoran. Rrahan
ini
upqyg
masih harus dikaji lebih lanjut oleh
dan kalangan akademisi' masyankat dan aparat setempa! beberapa instasi terkait menjadi: sistem penanggulangan bencana longsoran dapat dibedakan
A. B.
6.
Saat darurat(Energency'l 3 tahun) Jangka menengah [misal'aanm periode I tahun hingga 5 tahun) :anit
tiiniii,igu
A. Saat Darurat dengan aparat untrr tahap ini jelas peranan SATIAK gtgupun SATKORI-AK bersama penangan korban bencana' Akan setempat sangat p"n:tlng, terutama dalam hal meminimalkan potensi tetapi'untuk mengatisipaii terjadinya bencana usulan serta : pula perlu dilakukan i.riJainyu korban?an kerusakan berikutnya, 'mengantisipasi secara dini longsoran praKis p"t rnluk 1. Sosialisasi Pefunjuk praKis lereng yang rawan longsor,
O"*ii
dan memantau
2.
seq
menghindari bahaya tonlsorln Sosialisasi harus dapat disamapaikan leaflet secara sederhana ian muaan dipahami masyarakat desa' Contoh sosialisasi ini dapat dilihat pada Gambar 4' jalan dan bangunan Pemantauan rebkan-retakan tanah ataupun retakan pada daerah rawan longsoran selam musim hujan. Retakan ini akan kuda' berbentuf khas memanllng ataupun melengkung seperti apal pemantauan rebkan jugi narus dilakukan setiap hari selama musim hujan pada tanah-tanitr yang Oerdekatan dengan bangunan air ataupun, tanggul air, jalan kereta api, dan jalan raya'
BJangka Menengah
irjrun-rtura darihiOterm action ini adlah untuk mengkondisikan agar masyarakat ,ur:u" dengan kindisi alam yang ada. Hal ini dapat dilakukan dengan pemetaan
pada lokasi longsor. ulang daerafi rawan longsoran dJn pemasangan rambu-rambu
terpetakan sebagai daerah rawan gerakan dapat Untu-k daerah-daerah iang -tanaman budidaya akan tetapi pada prakteknya tidak dimanfaatkan untuk lahan rawan akan mudah untuk memindahkan suatu pemukiman yang berada di daerah selama hanya ke daerah yang aman. Mengingat longsonn terjadinya umumnya yang nujan din potensi terjaOinya dapat diminimalkan, maka masyarakat ingin Unggai di daenh tersebut perlu diberi bekal pengetahuan untuk
rutir
tetap
yang rawan longsor. Pedoman . praftis pemeliharaan mengeloia lingkungan -seUaTfnya -disebar luaskan keberbagai daerah rtrwan longsor, misal iingf-rngrn ini mitigasi bencana longsor. Namun sosialisai kalender mjtaul leaflet dan harus terus digalakan dengan melibatkan tetap praktis masih ini pengetaf,ran b"rin.n
bersama antara aparat pemerintah setempat dan masyarakat. prosiOinS Distusi Terfokus: Pengenalan dan Pengendalian Kawasan Rawan Longsor
Untuk daerah/kawasan berpotensi longsor yang belum
terlanjur
berkembang, sebaiknya ditetapkan sebagai daerah terlarang. Artinya, daerah permanen tersebut dapat dikembangkan sebagai pemukiman dan pusat aftivitas dengan diperkuat ini larangan Diharapkan yang mengundang banyak orang. peraturan penetapan Proses pelanggarnya. irufim/perituran dengan sangsi bagi
disarankan
juga mbinatjfan
masyarakat
dan
akademisi. Ditetapkannya
adanya suatu SEMPADAN LERENG, seperti halnya SEMPADAN sangat SUTCAI beru SEMPADAN PANTAI yang sebelumnya telah ditetapkan, sangat penting guna meminimalkan permasalahan lingkingan akibat longsoran. il*Vunglun bahwa ini makin banyak bermunculan. Perumahan tipe sederhana bukit atau lereng gunung yang rawan longsol t;rd;ihgun di lereng-lereng ini jauh ilarJngkati 6al ini terjadl karenl harga tanah pada lereng-leleng rawan lebih irunh, terutami yang letaknya relatif jauh dari.pust kota' Pembangunan p.rfotuin iung kurang memperhatikan aspek keselamatan dan kenyamanan lebih dikontrol oleh pemrintah, meskipun untuk a1ng.t
plotutiVnu[uir
benghunin'i
r-.-"
rtrfu
perumahan tife sangat sederhana. dan Dalam langka menengah ini diperlukan pula suatu teknologi sederhana berupa; misalnya ini tepat untuk meminimalkan reiiko longsoran, teknologi Pengaturan drainase lereng (Gambar 5) yang bernilai Penanaman vegetasi yang sesuai, dan diusahakan
1. 2. ekonomi 3. Pembuatan teras-teras
C.
yang tepat pada lereng
Jangka PanJang
Longtenn action diperlukan untuk melakukan pengedalian kawaasan rawan Selain karena secara terpidu berdasarkan pendekatan perlindungan .ekosistem. pemicu longsor, untuk bepakaj sudah memang alamiah kondisi lerengnya secara siitem tata air pada suatu ekosistem. Pada Ungsdran adalah tergganggunya -tatadisebabkan karena perubahan umumnya air saat ini gangguan sistem
G;;
plnggunrin iaian diatas lereng dan sekitarnya, misalnya . karena pembukaan suatu kawasan/daerah secaF. tidah terkontrol. Jadi |t",iplin pengembangan -fawasai
rawan longsoran se@ra tuntas tidak cukup dilakukan hanya ;.nggendalikan/ memperkuat/memperbaiki kesbbilan suatu lereng pada satu tot<si. penanganan perlotcasi atau pertitik longsoran hanyalah ibarat mengobati sakit kepala dengln pancebmol. Yang diobati hanyalah symtom?nya saja, bukan penyebab utama PenYakitnYa
fenjenaatian
;;;g;;
Penelitian perlu pula dilakukan untuk mengetahui penyebab dan memprediksi terjadinya longsoranan, serta menetakan teknologi yang praktis dan tepat guna. Dapat diprediksinya kondisi hujan yang memicu terjadinya longsoran, atan ingat membantu usaha peringatan dini berncana longsoran. Penelitian sosial untuk mjngeatahi dampak longsoran terhadap kehidupan sosial masyarakat perlu pula dilakulan. Hal ini dapat menunjang peningkatan pemahanan, kenyakinan dan tidakan masyarakat (Knowldge, Attr'tude and Pmctice dalam G'TZ, 2000i Oepen dan Hamacher, 2000 )m dalam uPaya penanggulangan longsoran'
Pendidikan/pemberdayaan masyarakat sangat perlu pula guna meningkatkan pemahaman masyarakat dalam usaha mencegah terjadinya longsoian dan meminimalkan dampak longsoran. Dengan pendidikan ini Prosiding Disku$ Terfokus: Pengenalan dan Pengendalian Kawasan Rawan Longsor
kewaspadaan masyarakat terhadap potensi bencana longsoran, serta kesadaran mereka dalam memelihara dan menata lingkungannya dapat ditingkatkan dan dipelihara. Pendidikan ini dapat dilakukan secara informal (semacam penyuluhan, pelatihan untuk pelatih dan tteater rakyat atau kesenia'n tradisional). Target dari progrctm pemberdayaan/pendidikan ini adalah generasi muda hingga generasi tua. Terjadinya targetnya mulal dari anak-anak sekolah (dapat disampaikan oleh guruguru) hingga tokoh-tookh/pemuka masyarakat dan aparat pemerintah di daerahdaerah yang rawan longsor. Peran mass media sangat vital pula. Telah terbuKi dari kejadian bencana
yarg lalu pemberitaan massa media berhasil meningkatkan keperdulian dan kewaspadaan masyarakat dalam menghadapi longsoran.
selain
usaha-usaha
di atas perlu pula diperkuat jaringan
komunikasi/kerjasama dengan beberapa instansi terkait yang berkompeten dalam hal survey dan penangaan bencana longsor.
Kesimpulan dan Saran Agar upaya pengendalian longsoran dapat diterapkan secara efeKif, maka pengendalian ini perlu dirumuskan bersama oleh masayarakat dan aparta upaya setermpat, dengan didukung oleh kalangan akademisi'(peneliti), organisasi profesi dan instansi y-ang berwenang, sistemataupun teknologi yang diterapkan dalam upaya pengendatian disarankan bersifat praKis dan tepat guna, sesuai dengan sumber daya yang telah ada didaerah lttwan longsor. Uraian dan bahasan yang disampaikan dalam makalah ini hanya merupakan salah satu sumbangan pemikiran dari akademisi. Hal ini perlu ditinjau dan dibahas lebih tanjut dan melibatkan kalangan masyarakat di daerah rawan longsor dan aparat setemPat.
Daftar Pustaka
Chowdhury R.N. 1978. Development in
Gst*hnial
Engineen:ng,
YoL22. Elsevier
ScienUfic Publishing Company, Amsterdam.
Environmenbl @mmuniatrbn for Sustainable Developmenl A Pnctial orienation. working Paper of the working Party on Development capention and Envircment. Divisision 44 , Environment Management, Water,energy, TnnsPort. Heath, W., Saroso,B,S., Dowling ,J.W.F 1988. Highway Slope Problems in Indonesia. Paper presented on the 2nd Internasional Conference on Geomachanis in Tropical Soils, Singapore ( unlublished ) Kamawati, D. 1996. Mdtanism of Rain-Inducd Land Sliding in Allophanic and Hattolsibiac fuils in Java. Ph.D Thesis. University of Leeds (unpublished). Kamawati.D. 1995. Mdtanism of Rain-Indud Land Slides in Java, Media Teknik No 3 Th )MII No. 1996 Kamawati, D. 1997. Natunl Slope Faiture on Weatherd Andsitic Ereccia in Sanigaluh Area,Indonesia. Proc. of The 46 Int Conf. On case Historis In Geoteachnical Engineering, Missouri , USA
GTZ,
2OOO,
Prosiding Diskud Terfokus: Pengenalan dan Pengendalian Kawasan Rawan Lonqsor
,
D.L997. Study on Mechanism of Rain'Induced Landsliding by Using Slope Hydrdynamic Numerical Model. Forum Teknik, Vol 20, No. 1 Januari
Karnawati
t997. Karnawati D. 2000. The Importance of Low Intensity Rainfall on Landslide Occunence, Forum Teknik Yol24 No. 1, March 2000. Karnawati D. 2000. Assesment on l4echanism of Rain-Induced Landslide by Slope Hydrodynamic Simulatbn. Proc. of Geo Eng 2000. Canberra, Australia Karnawati D. 2001 St'stem Penhgabn Dini Tanah Longsor. Makalah dalam Lokarkarya Nasional Pengembangan Sistem Peringatan Dini Sebagai upaya Pencegahan dan Pengurangan dampak Bencana Alam. Yogyakarta, 31 Januari 2001 .PSBA UGM dan PMI Kamawati D. 2001 Kondisi Lahan Rawan Longsor dan Upaya Penanggulangannya. Seminar Regional Lingkungan Kajian Penataan Lingklungan daerah Pasca Bencana Alam. Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Purworejo. Manfred Oepen and Winfried Hamacher. 2000 . Communiating the Envircnment, Peter Lang, Europaiscner Verlag der Wissenschaften. Sampurno. 1975. Gnlqi Daenh Longsonn Jawa Bant Paper presented on Peftemuan Ilmiah Tahunan IV Ikatan Ahli Geologi Indonesia (unpublished) Saroso, B.S. 1992. Ancaman Genlan Tanah pada Jaringan Jalan Jawa Bant Paper presented on the seminar aplikasi Sistem Informasi Geografi untuk Jaringan Jalan di Indonesia (unPublished) Tjojudo,s. 1985. Beberapa Kondisi Alam yang Menunjang Terjadinya Longsoran di Indonesia. Paper Dipresentasikan pada Konperensi Geoteknik Indonesia ke3 (unpublished)
Prosiding Diskusi Terfokus: Pengenalan dan Pengendalian Kawasan Rawan Longsor
ANALISIS GEOMORFOLOGIS KAWASAN RAWAN LONGSOR DARIDATAPENGINDERA.ANJAUHSATELIT|
ABSTRAK
Tanahlongsorataudenganistitah.Iaingerakantanah(massmovement,) yang dampalnya dapa! menggangu/merugikan yang tepat tentang aan miinbutkai bincana Oemr. Evaluasi longsor pada tanah penentuan f.rungkinln' i.tuf. dan,waktu teriadinya dan cepat' praktis yang 'b";;rrp" tingka{ kerentanan perlu metode
r"roiiniitii
merupakan
ir[rd;i
Identifikasidanklasifikasiparameter.penyebableaaayyltanah|ongsor potensi kere!7?n?nnva. Indonesia dipertukan untuk ii"iiiititi dan analisis relatff tinggi deigan tingkat mempunyai banyak kawasan longsor rce b ut da pa t n te la h a pog-n nn yu ka sa r. Pe nn a m ka re n a pe n au a u m ya iuaui-to penginderaan iauh p"r*iiiiu d",rgun memanfaatkan data diupayakan
satelitmela|uitahapkegiatan:analisisdatauntukidentifikesifaktor -iiryroii, zonasi tingkat kerentanan,
ienis genkan tanah, daninventarisasitanahlongsor.Pembangunan-datamultispektral,.,multi lis is n va ri an ptima ka n pema n fa a a n n ya.,.. Ha s il a nainformasi reso I us L aa n u tti-iii gerakan tanah, ditambah ^ disajikan dalam b";ifpefa kerentanan
insnrciisetai
i i
perubahan PenutuP
I.
lahan'
I
Pendahuluan
daerah yang memiliki secara mofografis Indonesia mempunyai banyak penduduk mengancam potensi terjadinya oe'ncani-tongsor. Bencana' tersebut -ii.gdd pengunungan dan ai rcmuah atau- lereng bawah gunung-api i"ig daerah berlereng terjal dengan strupur terutama pada tereng V..gG.l. ';;iu-;i;aspadai terutama jika terjadi hujan lebat.atau batuan tidak kompul benlana longsor dapat terjadi' hujan beberapa nari, ia'renu Oipat diperkirakan Tanahlongsorataugerakantanahmerupakanfenomenaa|amsebagai terus pada burmi ini' adanya proses geomorfik yang akan beilangsung dari akibat merupakan bencana bagi kelangsungan Gerakan tersebut pada ro-ndisi tertentu k;jadian tanan bngsor sering. menimbulkan banyak hidup manusia. tanah dibedakan menjadi kerugian materi Oan fbrUan manusia. Cerikan rayapan yang bergerak geraknya, misalnya beberapa tipe berdasarkan kecepatan
t;i:
B"b;;;
r
p-erencanaan_P^eT-bi?ili:i"sional Dipresentasikan di Badan pengendatian Kawasan oln
F,iig;nd."
dalam Rangka Diskusirerfokus:
l11L!111*i
l['
urreRur'eil' -etrrsoo' ffi i;,'i|,}t:;$r':tfhi:"n"9f ;:Hi,ii:l""eilffi Penelru paoa Drudrreffi :fX:::t,Tg'*.H:fl e-mail environ@cbn'net'id ,';ld,i;lp: 6ti0bbs, 70, Pekayon, Pasar Rebo, J -
D-l
n Pengendalian Daerah Rawan Longsor
radar banyak mengandung noise yang disebut spekle, sehingga
metode pengolahan dan elatraksi informasinya berbeda dengan metode yang diterapkan pada data optik. Kombinasi citra komposit radar dapat dilakukan secara multitemporal atau multi-kanal.
Fusi citra dapat berupa fusi multi-temporal, multi-sensor, atau multF resolusi. Penggabungan (fusi) citra akan memberi informasi lebih lengkap, jelas, dan tajam, serta meningkatkan ketelitian. Fusi data berupa mulfi-temporal, muldspeKral (single sensor dan multi-sensor) dan multFresolusi. Untuk analisis geomorfologis fusi multi-speftral (beberapa kanal) digunakan RGB 453 dan bebenpa kanal tunggal. Data tunggal digunakan karena seringkali melalui gradasi wama hitam putih atau tingkat keabuan maka identifikasi obyek menjadi lebih mudah. Pemilihan kanal dimaksudkan untuk menentukan jenis kanal yang sesuai dengan topik penelitian. Untuk analisis penutup lahan digunakan kombinasi 542 dan 432, Pada dasarnya semua kombinasi kanal dapat digunakan unh,rk analisis di daerah daratan, sehingga bebenpa kombinasi dapat diterapkan. penggabungan multi sensor dan multi resolusi dilakukan pada daerah tertutup awan yaitu dengan merging antara dha optik dan radar misalnya antara Landsat dan JERS.
Pada pengolahan data radar, fusi multi-temporal dapat digunakan untuk memperoleh kenampakan berwarna. Namun demikian, mempertahankan variasi rona dapat memberi keuntungan karena data radar direkam dengan interval keabuan yang lebar. Sistem perekaman data radar ke samping menguntungkan untuk interpretasi daerah dengan topografi kasar dan kelurusan (lineament)
Keuntungan inl bisa dimanfaatkan untuk mengenali bentuk dan gradien lereng. Analisis geomorfol€is dengan memanfaatkan data satelit penginderaan jauh didukung dengan meningkatnya teknologi piranti lunak pengolah citra dan gg. Selain itu peningkatan iumlah Oenduduk juga mendorong semakin oerlunya informasi tentang sumber daya alam dan informasi tentang daerah rtiwan bencana. KeteliUan studi spasial dengan citra satelit juga telah diakui oleh ahli pemetaan dengan alasan, teknik pembesaran citn dijital dengan komputer tidak akan mengurangi ketelitiann)ra.
3.
Analisis Geomorfologis Daerah Rawan Longsor
Analisis kawasan rawan longsor meliputi studi yang menyangkut permukaan bumi, Ada empat studi pemukaan bumi yaitu atmosfer, lithosfer, hidrosfer, dan biosfer. Studi mengenai atmosfer akan memberikan informasi seperti pnkiraan curah hujan. Sedangkan studi tentang hidrosfer memberikan informasi seperti perilaku pasang-surut tsunami dan sebagainya. Pada studi biosfer akan memberikan informasi kondisi vegetasi dan termasuk di dalamnya binatang dan manusia.
Analisis geomorfologis adalah studi pada bagian lithosfer, Ada empat
aspek geomorfologi yang digunakan untuk interpretasi yaitu morfologi, morfogenesa, morfokonologi, dan morfo-arnngemenf (van Zuidam, L979). Analisis morfologi memasukkan unsur morfografi, antara lain mengidentifikasi antara gunung, bukit, dan dataran, serta morfometri yaitu analisis kemiringan
Prosiding Diskud Terfokus Pengenalan dan Pengendalian Daerah Rawan Longsor
lereng dan ketinggian. Motfogenesa yaitu analisis proses geomorfologi dan geologi yang bekerja pada saat lampau dan saat sekarang. Morfokronologi yaitu analisis tentang hubungan antar berbagai bentuklahan dan prosesnya, sedangkan moffo-arangemenf, yaitu analisis susunan spasial dan korelasi dari berbagai bentuklahan dan prosesnya. Gerakan tanah disebabkan oleh tiga proses geomorfik yaitu endogenik, eksogenik, dan antropogenik. Proses endogenik berupa degradasi, agradasi, sedangkan prcses eksogenik berupa diastrofisme dan vulkanisme. Proses antropogenik adalah bentuk perilaku manusia dalam mengeloia lahannya. Ketiga prcses tersebut akan menghasilkan bentuklahan tertentu, di mana dalam prosesnya dipengaruhi oleh iklim, vegetasi, dan faKor eksternal lain. Manusia dalam mengeloia lahannya kadang menjadi faKor dominan terjadinya gerakan tanah.
Metode analisis gerakan tanah adalah dengan melakukan fusi data (multitemporal, multi-speKral, dan multi-resolusi). Kendala awan pada citra optik diatasi dengan data radar atau data yang berbeda tanggal perekaman. Analisis mufti-temponl digunakan untuk updating peta yang sudah tersedia. Sedangkan analisis untuk pembuatan peb, baru digunakan analisis geomorfologis untuk mengidentifikasi faKor-faktor penyebab gerakan tanah. FaKor yang dimaksud meliputi lereng (bentuk dan gradien), litologi, material tidak kompak, dan tanah. Ada tiga tahap kegiatan inventarisasi meliputi analisis data untuk identifikasifaktor penyebab, zonasi tingkat kerentanan, dan inventarisasigerakan tanah Metode masing-masing tahapan adalah:
faKor penyebab gerakan tanah Metode identifikasi gerakan tanah dan klasifikasi jenis gerakan tanah yang dipakai adalah pendekatan analisis geomorfologis yang dilakukan secara visual. Analisisnya meliputi genesis, kronologi, mofometri, morfografi, drainase, dan tipe material. Hasil analisisnya berupa unit bentuklahan detail berdasarkan parameter tersebut. Dalam setiap potigon/unit bentuklahan dianalisis dan dibuat deskipsi untuk masing-masing panmeter. Setiap unit bentuklahan memiliki homogenitas. Dalam kaitannya dengan longsor, maka setiap unit bentuklahan kemudian dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang bentuk dan gndien lereng, kondisi material, kondisi geologi (stntignfi, tipe batuan, dan struKur), dan tanah (s;truKur tanah).
Pertama,
idenUfi kasi
Kedua, zonasi tingkat kerentanan gerakan tanah Tingkat kerentanan gerakan tanah diklasifikasikan menjadi empat kelas yaitu kerentanan tinggi, menengah, rendah, dan Sangat rendah. Parameter yang digunakan adalah faKor penyebab gerakan tanah (proses eksogenik) hasil dari tahap pertama, penutup lahan (proses antropogenik), informasi/data gerakan tanah, dan peta tematik lain yang mendukung seperti peta geologi peta geomorfologi, peta curah hujan, dan peta gerakan tanah. Zonasi dilakukan
dengan teknik Sistem Informasi Geognfik (SIG) melalui skoring
dan
pembobotan. Metode yang digunakan adalah crossing bertingkat yaitu dengan melakukan beberapa penyilangan antar peta parameter. Parameter kemiringan
Prosiding Diskusi Terfokus Pengenalan dan Pengendalian Daenh Rawan Longsor
lereng, a$ivitas gerakan tanah, fase gerakan tanah, jaraknya dengan saluran drainase dan reservoar dipertimbangkan dalam penentuan zonasi.
Ketiga, inventarisasi gerakan tanah Inventarisasi dilakulon dengan memanfaatkan beberapa scene citra, kemudian digabung untuk mendapatkan hasil inventarisasi tingkat kabupaten dan
propinsi. Hasil kegiatan tahap pertama dan kedua dikerjalon pada setiap scene ijtra. Setiap scene citra digabung dan atau dikoping untuk mendapatkan inventarisasi per kabupaten dan propinsi. Hasil inventarisasi adalah peta kerentanan genkan tanah. Sebaiknya peta kerentanan gerakan tanah mencakup seluruh wilayah Indonesia dan dibuat sectlra sistematik, dalam arff skala, tah letak, isi, dan legendanYa.
4. Contoh Pengenalan Kawasan Rawan longsor longsor di Sumatra Barat Daerah Sumaba Barat secara geomorfologis terdiri abs deretan gunungapi. Topografinya kasar yaltu beruPa pegunungan dan banyak dijumpai lereng tirjat. Permukiman berkembang di daerah lembah-lembah yang relatif sempit. Un-tuf permukiman di pedataman wilayahnya diketilingi oleh bukit terjal, sedangkan permukiman di daerah panbi datannnya relatif sempit dan berhadapan juga dengan lereng terjal. Secara umum Wilayah Sumatra Barat mempunyai tingkat kerentanan tinggi sampai rendah dengan sebagian besar mempunyai tingkat kerentanan tinggi. riaentr Tarusan Kabupaten Pesisir selatan, daerah permukiman berkembang di dataran alwial, dengan lereng terial di sebelah utara dan Sungai Tarusan. Daerah ini rentan terhadap longsor oleh karena adanya lereng yang terJal dan juga rentan banJir karena merupakan daerah- rendah dan meniadi muan limpasan permukaan dari daerah atasnya (Gambar 1). Dienh Malalo Kabupaten Tanah Datar terletak di daenh perbukitan dengan lereng yang terjal. Permukiman berkembang di lembah{embah dan sepanjang sungai. Daerah ini memang relatif subur tapi mempunyai risiko rentan terhaiap-longsor dan banjir. Dataran yang relatif luas adalah DaErah Padang
'
-
Panjang- (Gambar 2).
Daerah Talu Kabupaten Pasaman merupakan dataran alwial yang merupakan hasil endapan dari lereng gunung-api di sebelah baratnya. Permukiman berkembang di lereng{ereng lembah, sedangkan lembah yang paling rendah dimanfaatkan untuk lahan sawah dan kebun (Gambar 3).
Longsor di Jawa Daerah rentan longsor di Jawa Tengah seperti di daerah Semarang dan sekitarnya dapat dikelaskan dari tingkat Unggi, menengah, rendah, dan sangat rendah (Gambar 4). Delineasi antar Ungkat kerentanan dapat dilakukan dengan membeciakan tingkat kemiringan lereng dan lerapabn torehan. Melalui citra multi temporal, perubahan tingkat kerentanan dapat dipantau seperti terjadi di daerah Purworejo dan sekitarnya. Di daerah tersebut perubahan penutup lahan
Proslding oiskug Terfokus Pengenalan dan Pengendalian oaerah Rawan Longsor
rnemacu terjadinya tanah longsor yaitu berupa berkurangnya luas daerah hutan, dan bertambahnya luas dataran banjir (Gambar 5).
6. Penutup Data penginderaan jauh tersedia untuk seluruh wilayah Indonesia berupa dan radar. Kedua jenis data tersebut saling melengkapi untuk analisis optik data kerentanan tanah longsor. Pemanfaatan data citra satelit akan mempercepat penyediaan dan pemutakhiran peta kerentanan gerakan tanah di Indonesia.
Ana!isis geomorfologis dari data penginderaan jauh satelit dapat digunakan untuk mengendali/mengidentifikasi kawasan rawan longsor melalui faftor penyebabnya. Pembuatan peta khusus seperti peta kerentanan gerakan tanah yang diturunkan dari analisls geomorfologis sangat bermanfaat bagi masyarakat. Peta tersebut akan berguna pada kondisi sebelum, saat atau sesudah bencana longsor. Selain itu juga berguna sebagai pedoman dalam penyusunan ren@na penataan ruang daenh. Selain itu dapat disimpulkan bahwa analisis geomorfologis, khususnya tentang kawasan rilwan longsor, mempunyai peran dan terapan yang luas dan mendasar dalam pengelolaan sumber daya baik secara teknis maupun ekonomis.
Kepustakaan Damen, M.C.J.
t9fi.
Introdudion to fuilErosion by Water(preliminary edition). for Aerospace Suruey and Earth Sciences.
Intemational Institute
Enschede The Netherlands
kiencs, Landslide (preliminary Survey and Earth Sciences, for Aerospace edigon). Intemational Institute Enschede. The Netherlands Mantovari franco, Alessandro Pasuto, S. Silvano, and A. Zannoni. 2000. @lluting Oefrne Fttfine Hazard funarics of The Tessina Landslide. OaA Intemational Joumal of Applied Earth Observation and GeoUfori-nation.
Damen. M.CJ. L990. Envircnmenbl Earth
b
ITC Joumal. Enschede The Netherlands.
Van Westen, C J. 2000. Digital Geomorphological Landslide Hazard Mapping of Intemational Joumal of Applid Earth The Alpago Area. O&rwtion and @information, ITC Joumal. Enschede, The
Italy.
Netherlands
Van Zuidam R.A. L985. Aerial Photo'Interpretation in Ternin Analysis and @morphologic Mapping. ITC Enschede, The Netherlands Berstappen, H Th. 1983. Applied Geomorphology, Geomorphological Surueys for Environmental Development, Elsivier, Amsterdam. Voskuil R.P.G.A. t990 Introduction to Tetnin Analysis. ITC Ensched€, Netherlands.
Prosiding Diskusi Terfokus Pengenalan dan Pengendalian Daenh Rawan Longsor
ft
r
WASPADAILAH IfREN6-LEREN6 yANO RAWAN t0N6SoR
etsu pqugn r€ng lnrfing.Kg afdr Luar
._---d= a--
prodding Diak1g Terfokus Pengenalan dan Pengendalian Daerah Rawan Longsor
:
HINDARI AIR HERESAP KE DALAM LERENo +J UR DRAINASE LERENo a Suat parit untuk tneogatcrr; i 'jan menSEr;hi lereng b. Tarrcaphan bambu-barnbu p-=tubaqgi kedua ujun9ry6 l(e
dalam
Lcreng
r f,J .-
-:_..
.*. lgltqEn
\---
\
prosiding DiskusiTe,fokus Pengenalan dan Pengendalian Daenh Rawan Longsor
: '
*
Ul$ls,(S4$ffi
lii66gt{6tr
P.BaOt[r drn PaflOoCrntrn BmAtufudrLontl;
8H
l'.d,tn IrrFE a rrrr lF.t rrrt latr .
@ tr-.-, rrat.! @
r.t-El-Jil trt ea lry
!9sr I f-er rr..1 .an t-tr trrt h,jF ld5
@ffi.qr{# ft. ^birtrg{A ||.Htr{Jarra?lra 1...e a.r> 4,
6mbr
q
-\l
ullrvt
t9rr'rb)(^)UC
DBqtB[.>it$
[1if3^- w"'ri]ir. J..9t ' liat .rth t$* tlo aa6a lgt r
.ndrE-rtdrih rb.@rlst'.dF
;i-at
..-Lu t Fa. lrt!
.ldiru lihil-..iJrd lat *- l-tc _
l.+Fr^t
.l&Jtl * anq E Ja.il Lrda. aiE tatu l'Jj. r FA Fnt dd d-t.lr & lqi' djrai kut \ l*.ta3r Ldrhr.l&iu lat & .- tL,!| ka, t,rt!. k &3ra la.t
rlplib nlrls la $rLn5.c dtrF,r td* a&&r. sj,rf ti ,xr l|Nfi rri t-o . dtF
D-9 Pr.osiding DiskrJsi Terfokus Pengenalan dan Pengendalian Daenh Rawan Longsor
ttrFr--r
tltFffr O$:
r.
In
Aroe't.6,
frt|'dtfKARAKTERISTII( TAIIAH LONGSOR
LABTSG
ord(Ed G-bei ll| lilgkriori OFI! n€Dr9idi8ntrtallln
. D.dn b6t*Ue..rti 0xbb,IP.ta fafarl . Drdrf.Fr.nahF tFnm-|tn f.ri|rtrlFa . O.drr.rtErhf trf LlnFa, (.to5rf f.d.rt
TANAXTER'SIU OAERAX RAWA}I LO'{GSOR
qrtrria.r iqtJ
:.lhalP$m,fl -.rEqrGCD:Ea5ilb -@q'E-.E--4!E -EE -a-*!rrlr--iiFa .-t.tla5th.ln-D-FFEFT .hrriD.btt|F
.rn-irit .m'trr-ralLitt*tt #a.ljrIrr*t
PEMICU
.
TAMH LONGSOR
l6a srr awrr dop iaoalu> lo na/! hd dsrDrrlbiL . llstsr lcbt ra ocr/lcrtlu.ant dcofl h.'dtn> !0 anIl trri b3i drmh d.ot! ldtn tcdinlr b.t! Huja
b*i
logurghAd-
. CpF h6i;rnla dalt thhu> 6. . MannFn8 rirdri du! di 6lcEt: . GlLr pr3 tir* ncopahimfa bcerblb loj d LSi.!b.Mdle;: . FE b.h! b.!4,
.
$ea.
'*;:affr-rr'
. . l(ataanF|.a . . . bf||lr ,
Hrriltlrrftin a.E-nirriltF.riat|lr br'|ltstr*rl-l D.rrt-rt|ri-brld
GAALATAMI{ LONGSOR
. Ratrtrwtdch.n . loltirh0Jr Dolrcrubh b.rrtnn rbu t|irjr l.'rre. . InDdnyr nab rf ban, abu hlrttnyr tnai! d. brna. . Gurpabn triah ragr ytng brbmpar drri la|tnet . f$d bff( frxtd tu Lncane b.hkan $npd prrira. . S|,|n (rr0drg r lrplodon). . P.rubahu 9.d.- rtuttr brrErunan yang .dr d.lr|'tyr (ttbf nbh rirlE. tn[, tush.Ihrr.. .Ln bln ldn). . Iagrah bkrj hawrnyang analr