HumanCapital n
Rp. 30.000,-
Achieving Human Capital Excellence
Journal
Work Climate:
apitalj
HC Journal Digital
na our l.c
COVER STORY
nc
w.huma
No. 32 n Tahun III n 15 Februari - 15 Maret 2014
ww om
n
Bagaimana Membangunnya?
Umpan Balik Sistem Penilaian Kerja
To Build Condusive Working Environment
Membangun Sales Culture
Foreword
HumanCapital Achieving Human Capital Excellence
Journal
Diterbitkan oleh PT. Menara Kadin Indonesia (Mki Corporate University) Patrons Anindya N. Bakrie, Burhan Uray, Tedy Djuhar, Putri Kus Wisnu Wardhani, Teddy Kharsadi Chief Editor (Penanggung Jawab) Syahmuharnis Executive Editor Yurnas Rachman Manager, Marketing & Promotion Ridwan Effendi Editorial & Business Dev. Executive Ratri Suyani Editorial Board Andedes Cipta, Bagas Wiharto, Dasmito Syah, Kristiadi, Lestari Suryawati Circulation & Advertisment Dedeh P, Hadi Ismanto, Peri Sonata, Siti Insaroh, Purwanti Alamat Redaksi / Sirkulasi / Iklan Menara Kadin Indonesia 24th Floor Jl. HR. Rasuna Said X-5 Kav. 2-3 Jakarta 12950 Indonesia Phone : (62-21) 5790 3840 Fax. : (62-21) 527 4443 Email :
[email protected] [email protected] Website : www.humancapitaljournal.com www.pt-mki.co.id Bank : Bank Mega Cabang Rasuna Said Jakarta. Rek. No. 010 2000 1100 3221 a/n PT Menara Kadin Indonesia Redaksi menerima artikel yang sesuai dengan visi dan misi Human Capital Journal. Redaksi berhak mengedit isi tulisan yang dikirim tanpa merubah maksud dan tujuannya. Dilarang memperbanyak/mengganda kan isi majalah tanpa izin dari pihak redaksi. ©Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Survei Iklim Kerja/Organisasi
I
klim kerja atau iklim organisasi ter masuk subyek kajian ilmiah yang sangat banyak dilakukan para ahli. Ini karena iklim kerja berkorelasi sa ngat erat dengan berbagai faktor kunci dari keberhasilan organisasi. Riset Dr. Denis dan kawan-kawan antara 20012004 mendapatkan adanya korelasi yang sangat kuat antara iklim organisasi dan reaksi karyawan seperti tingkat stress, tingkat absensi, dan komitmen serta partisipasi pegawai terhadap organisasi. Studi lain oleh Hart, Griffin et al. (1996) mendapatkan temuan bahwa iklim or ganisasi berperan terhadap 16% dari penyebab cuti ka rena sakit dan 10% dari laju ke luarnya pegawai dalam satu organisasi. Beberapa kajian lainnya mendukung adanya hubungan antara iklim organisasi dan berba gai faktor lainnya, seperti retensi pegawai, kepuasan kerja, tingkat kesehatan, kesiapan berkreasi, inovasi dan perubah an, dan sebagainya. Singkat kata, iklim kerja ternyata berdampak besar bagi banyak hal. Oleh karena perannya yang sangat penting tersebut, iklim kerja perlu ditumbuhkan, dikelola, dan diukur. Iklim kerja meru pakan indikator proses dari kepuasan karyawan (employee statisfaction), ke terikatan karyawan (employee engagement), kepuasan pelanggan (customer satisfaction), dan kinerja finansial organisasi. Dalam rangka manajemen iklim organisasi tersebut, banyak peru sahaan yang melaksanakan survey iklim kerja kepada pegawai-pegawainya. Apa saja komponen iklim kerja yang biasanya disurvey? Tidak ada kompo nen standar yang harus termaktub dalam daftar kuesioner survey, akan tetapi pada umumnya sebuah survey iklim kerja mencoba mengukur kepuas
an kerja (dengan komponen dukung an kepemimpinan, memperkuat su pervisor di lini depan, kualitas hidup, fokus terhadap pelanggan, sistem im bal jasa, tingkat keterikatan karyawan, pernyataan tentang nilai-nilai kerja, perilaku wajib) dan praktik manaje men (dari rekrutmen hingga terminasi). Dalam setiap komponen tersebut diaju kan sejumlah pertanyaan untuk meng gali persepsi karyawan terhadap selu ruh komponen utama dari survey iklim kerja.
Tentu saja semakin tinggi indeks atau score iklim kerja akan semakin baik bagi organisasi maupun karyawan. Kenda tipun tidak ada batas kritis (threshold) dari indeks iklim kerja, tapi indeks atau score iklim kerja minimal 70% dianggap batas aman. Idealnya, indeks iklim kerja di atas angka 70%. Cover story edisi Februari 2014 me ngupas topik iklim kerja ini secara cu kup dalam untuk memberikan landasan pengetahuan tentang iklim kerja dan bagaimana meningkatkannya. Selain soal iklim kerja, majalah edisi ini juga memuat banyak tulisan yang menarik dan penting lainnya. Sebagian besar tu lisan dan informasi yang ada dalam Human Capital Journal juga bisa dinikmati melalui internet, dengan alamat akses www.humancapitaljournal.com. Semoga bermanfaat. Selamat membaca. l Redaksi
Human Capital Journal n No. 32 n Tahun III
n
15 Februari - 15 Maret 2014 3
From Chief Editor
Person Fit
K
ecocokan atau kesesuaian antara pegawai dengan faktor-faktor penting dalam pekerjaan sangat menentukan seberapa puas dan terikat orang tersebut terhadap organisasi tempatnya bekerja. Pada gilirannya, kesesuaian tersebut akan meningkatkan kinerja orang tersebut maupun kinerja organisasi. Ada 4 kesesuaian yang sangat penting untuk mendu kung kepuasan, keterika tan, dan kinerja seorang pegawai. Pertama, kesesuaian antara seorang pegawai dengan organisasi tem patnya bekerja (personorganization fit) atau P-O fit. Kristof menulis dalam Personnel Psychology dengan judul “Person–organization fit: An integra tive review of its conceptualizations, measurement, and implications” (1996), apa yang disebut dengan kesesuaian dengan organisasi adalah kompatibilitas antara pegawai dan organisasi yang terjadi ketika (a) satu entitas menyediakan apa yang dibutuhkan pihak lain, (b) mereka berbagi karakteristik yang hampir serupa, atau (c) kedua-duanya (a dan b). Kesatuan yang tinggi mewarnai kesesuaian antara pegawai dan organisasi, ditunjukkan dengan adanya budaya organisasi yang kuat. Hal ini akan menghasilkan rasa saling percaya (trust) yang tinggi dan perasaan sesama sebagai komunitas korpo rat. Kesatuan yang kuat ini pada gilirannya akan berbuah manis bagi organisasi itu sendiri, termasuk rendahnya turnover, meningkatnya rasa bertang gung jawab sebagai warga Negara, dan komitmen terhadap organisasi. Teori memikat-menyeleksimempertahankan orang terbaik menegaskan bahwa seseorang tertarik bekerja untuk organisasi yang dinilainya memiliki kesesuaian antara dirinya dan organisasi. Kedua, kesesuaian antara orang dengan peker jaannya (person-job fit) atau P-J fit. Ini merujuk kepada kompatibilitas antara karakteristik pribadi 4 Human Capital Journal n No. 32 n Tahun III
n
dengan pekerjaan spesifik (Kristof-Brown & Guay, 2011). Perspektif komplementer menjadi fondasi kesesuaian orang dengan pekerjaan. Ini termasuk pandangan tradisional kesesuaian knowledge, skill, attitude (KSA) antara pegawai dengan pekerjaan nya. Ketiga, kesesuaian antara orang dengan kelom pok (person-group fit) atau P-G fit. Kesesuaian ini menjadi topik yang relatif baru terkait kesesuaian antara orang dengan lingkungannya. Karena relatif baru, riset tentang hal ini masih sangat terbatas un tuk menunjukkan kompatibilitas psikologis antara pekerja yang mempengaruhi outcome individual dalam situasi kelompok. Studi oleh Boone dan Hartog dalam buku “Human resource management, person–environment fit, and trust (2011), menun jukkan bahwa kesesuaian orang dengan kelompok sangat terkait dengan outcome yang berorientasi dengan kelompok, seperti kepuasan rekan kerja dan perasaan persatuan. Keempat, kesesuaian antara orang dengan orang (person-person fit) atau P-P fit, yaitu kesesuaian antara preferensi budaya individual dengan prefe rensi budaya rekan kerja lainnya. Ini terkait dengan hipotesa kesamaan-memikat yang mengatakan bahwa orang tertarik kepada orang lain berdasarkan nilai-nilai, sikap, dan pandangannya (Van Vianen, 2000). Yang paling banyak dikaji, antara lain, kese suaian hubungan mentor dengan mentee, antara supervisor dan anak buah, atau – bahkan – antara pelamar dan perekrut. Riset menunjukkan bahwa kesesuaian orang dengan supervisornya berkaitan erat dengan outcome terkait dengan supervisor, se perti kepuasan supervisor (Boone & Hartog, 2011). Keempat jenis kesesuaian di atas, bila bisa diperoleh, maka akan memberikan banyak manfaat bagi para pekerja, jajaran pimpinan, dan organisasi. Penting bagi sebuah organisasi untuk mempertim bangkan keempat kesesuaian ini dalam rekrutmen maupun penempatan (deployment) SDM pada tem pat yang paling sesuai. Untuk menghasilkan semua kesesuaian di atas, tentunya harus dimulai saat perusahaan merekrut pegawai. l Syahmuharnis
15 Februari - 15 Maret 2014
Human Capital Journal Edisi 32/Tahun III 15 Februari - 15 Maret 2014
3 FOreword Survei Iklim Kerja/Organisasi 4 From Chief Editor Person Fit 6
HC News Fitur Salary JobStreet.com Mudahkan Pencari Kerja
7
HC News Avaya Luncurkan IP Office 9.0 untuk Pasar Menengah
Contents
8 HC News Leadership Jadi Faktor Keberhasilan Supply Chain 10 HC News Leadership Jadi Faktor Keberhasilan Supply Chain 11 HC News Turning Your Goal Into Action Through Coaching
28 PRofile Evita Tagor Jadikan Pertamina sebagai Asian Energy Champion 30 Periscope Umpan Balik Sebagai Bagian tidak Terpisahkan dari Sistem Penilaian Kinerja Oleh Husen Suprawinata 33 Photo Gallery 12 Cover story Work Climate: Bagaimana Riset Pembuktiannya? Iklim kerja (Work Climate) merupakan faktor yang sangat menentukan tingkat stress, retensi, dan kinerja karyawan maupun organisasi. Berbagai riset menunjukkan korelasi positif dan signifikan dari iklim kerja yang tinggi dengan tingkat kepuasan karyawan dan pelanggan serta kinerja penjualan yang tinggi. 18 Menciptakan Iklim Kerja yang Positif 20 Apa Kata Mereka, Ary Ginanjar Agustian: Bekerja Bukan karena Keterpaksaan 22 Apa Kata Mereka, Rismarini : Terapkan Harmonisasi Sistem Kekaryawanan 24 Apa Kata Mereka, Bayuparmadi : Ciptakan Lingkungan Kerja yang Positif 26 Work Climate Oleh Dion Markimmer
34 Column: Business Management Drs. Eddie Priyono Cuaca 36
Column: Managerial & Leadership Brata Taruna Hardjosubroto Every Leader must be able to Build Conducive Working Environment (Setiap Pemimpin harus mampu untuk membangun kondisi kerja yang kondusif)
38 column : Success Motivation Gani Gunawan Djong Membangun Sales Culture
Human Capital Journal n No. 32 n Tahun III
n
15 Februari - 15 Maret 2014 5
Shailendra Soni, Principal Industri, APAC Enterprise Komunikasi, Frost & Sullivan HC News
Fitur Salary JobStreet.com Mudahkan Pencari Kerja JobStreet.com kini hadir dengan tampilan baru yang lebih modern dan fresh, dilengkapi dengan fitur-fitur unggulan terbaik yang sangat berguna bagi pencari kerja untuk mendapatkan pekerjaan yang diinginkan.
F
itur unggulan pertama adalah Halaman Pribadi (Personalized Page). Hala man Pribadi ini memudah kan pencari kerja untuk melihat pekerjaan yang sesuai, memberikan saran pekerjaan yang sesuai dengan kriteria, atau mencari pekerjaan lain nya, semua lengkap dengan informasi gaji yang diinginkan. Fitur unggulan kedua adalah Gaji yang Sesuai (Salary Matching). Sistem ini akan menyesuaikan pen cari kerja pada lowongan pekerjaan sesuai dengan gaji yang diinginkan. Menurut Farida Lim, Country Manager JobStreet.com Indonesia, Jobstreet.com adalah perusahaan pe
nyedia informasi lowongan kerja online pertama dan satu-satunya di Asia Teng gara yang menyediakan sistem infor masi Gaji yang Sesuai untuk membantu pencari kerja mendapatkan pekerjaan yang diinginkan dan yang paling penting, yang menawarkan gaji yang tepat. Ia menambahkan, “Sejak ada fitur Salary, pencari kerja di Jobstreet.com naik sekitar 70-80 persen,” ujar Farida dalam acara launching Website baru Jobstreet.com tanggal 6 Februari 2014 lalu di Nutz Culture, Jakarta. Kebanyakan pencari kerja merasa senang dengan adanya salary range tersebut sehingga pencari kerja bisa menyesuai kan salary harapan mereka dengan salary range dari perusahaan yang
6 Human Capital Journal n No. 32 n Tahun III
n
15 Februari - 15 Maret 2014
membuka lowongan kerja. Fitur Unggulan yang ke tiga adalah Iklan lowongan yang Informatif (Richer Job Ads). Kini informasi lengkap mengenai perusahaan dapat langsung ditemukan pada setiap iklan lowongan pekerjaan. Mulai dari informasi peta lokasi pekerjaan, gaji yang ditawarkan, hingga foto lingkungan perusahaan. Dengan berbagai fitur ini para pen cari kerja dapat melamar pekerjaan yang benar-benar mereka inginkan dan pihak perusahaan dapat me nemukan kandidat yang relevan dan serius untuk setiap lowongan. “Memang dengan adanya fitur ini, jumlah pelamar jadi menurun karena mereka memilih lokasi yang dekat dengan lokasi mereka tinggal. Tapi justru kualitas para pelamar naik,” tambahnya. Diakui Wibisono, Head of Marketing Jobstreet.com Indonesia, JobStreet.com selalu berupaya untuk selalu meningkatkan layanan dengan mengembangkan berbagai fitur yang dapat membantu mempertemukan pencari kerja dengan perusahaan. Hal ini secara tidak langsung da pat membantu pemerintah dalam mengurangi angka pengangguran di Indonesia, sesuai dengan visi dan misi dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. l Ratri Suyani
Avaya Luncurkan IP Office 9.0 untuk Pasar Menengah
A
vaya, perusahaan penyedia layanan jasa pada ko laborasi bisnis dan solusi komunikasi meluncurkan software terbaru, Avaya IP Otffice 9.0, dengan rancangan yang sama sekali baru untuk menyederhanakan cara perusahaan pasar menengah berkolaborasi dan berkomunikasi. Avaya IP Otffice 9.0 meru pakan platform software tunggal untuk berkolabo rasi dengan pilihan-pilihan penerapan yang sangat fleksibel untuk perusa haan-perusahaan dengan pengguna hingga 2.000 dan bisa pasang hanya dalam waktu satu jam. Peluncuran produk tersebut menjadi bagian dari investasi Avaya sebe sar US$2,5 miliar selama enam tahun terakhir untuk bertransformasi dari peru sahaan penyedia jasa telekomunikasi ke perusahaan software dan layanan yang fokus dalam menyediakan solu si-solusi kolaborasi dan komunikasi yang terbuka, mobile dan berpusat di cloud. Dengan lebih dari 12 juta peng guna di seluruh dunia yang sudah menginstal solusi ini, Avaya IP Office kini menyediakan platform yang kuat dengan biaya yang hemat bagi perusahaan skala menengah untuk tumbuh dengan memberikan biaya total kepemilikan 30% lebih rendah dibandingkan dengan solusi lainnya. Melalui integrasi yang erat, Avaya IP Office menawarkan pengalaman kolaborasi yang mulus dalam suara, video, dan mobilitas, sehingga mem
berikan akses yang aman dan mudah bagi pengguna dengan perangkat yang mereka pilih. Menurut Shailendra Soni, Principal Industri, APAC Enterprise Komunikasi, Frost & Sullivan, IP Office 9.0 juga terse dia dalam format virtual yang lengkap, sehingga memberikan pilihan penggu naan kepada pelanggan. “Ketika ditam-
bahkan ke pilihan-pilihan mobilitas yang ditingkatkan dan dukungan untuk komponen-komponen video dari solusi baru tersebut, kemampuan baru yang di umumkan pekan ini membuat IP Office 9.0 menjadi solusi yang sangat menarik bagi perusahaan-perusahaan di segmen pasar menengah,” papar Shailendra. Avaya IP Office 9.0 sendiri menawar kan: • Skalabilitas yang ditingkatkan dan disederhanakan – Software Avaya IP Office 9.0 dengan mudah dan hemat meningkat ke 2.000 pengguna (sebelumnya hanya 1.000 pengguna) di hingga 32 lokasi, memberikan nilai yang luar biasa dan biaya total dari kepemilikan yang rendah.
• Virtualisasi - IP Of fice 9.0 menambahkan software tervirtualisasi yang menjalankan software VMware vSphere 4.x atau 5.x. Software IP Office sekarang dapat berjalan dalam mesin virtual, pada server yang terdedikasi, sebuah alat, atau kombinasi dari semua itu. Ini menambah fleksibilitas saat memungkinkan pelanggan untuk mencocokkan metode penerapan ke rencana infrastruktur dan tujuan mereka. • Pengelolaan yang diseder hanakan - IP Office Web Manager untuk Server Edition memberikan pandang an manajemen terkonsoli dasi dari solusi multi-situs IP Office melalui satu kali log-in ke URL tunggal. Web Manager memungkinkan akses ke berbagai server, serta manajemen pengguna solusi yang luas, dan penge lolaan yang disederhana kan serta memungkinkan perusahaan skala menengah untuk mengurangi biaya administratif. • Dukungan untuk Kantor Cabang - IP Office 9.0 dapat mendukung beberapa pilihan pemasangan di kantor cabang dengan biaya hemat: cabang mandiri atau cabang yang terhubung ke jaringan Avaya Aura® dalam mode cabang yang terdis tribusi dan terpusat ketika dikelola oleh Avaya Aura System Manager. Solusi kolaborasi midmarket, Avaya IP office mendukung berbagai macam perangkat– analog, digital, IP dan soft phone; PC, MAC; smart phone serta tablet Android dan iOS. Avaya IP Office kini tersedia di Mitra Jaringan Avaya Connect Channel. l
Ratri Suyani
Human Capital Journal n No. 32 n Tahun III
n
15 Februari - 15 Maret 2014 7
HC News
Leadership Jadi Faktor Keberhasilan Supply Chain
P
PM Manajemen selalu mendu kung peningkatan daya saing bangsa Indonesia dengan ilmu manajemennya. menggelar acara yang bertajuk PPM Meet&Greet de ngan topik “Membangun Daya Saing Dengan Supply Chain Yang Efektif” bersama narasumber John Paul, Managing Director iCognitive Pte Ltd. & Penulis Buku “Transformasi Rantai Suplai Dengan Model SCOR®: 15 Tahun Aplikasi Praktis Lintas Industri”, selaku buku yang dikupas dalam gelaran ini. Acara yang digelar tanggal 28 Januari 2014 lalu di Ruang Gather ing Gedung Bina Manajemen B ini mengupas tentang model Supply Chain Operations Reference (SCOR), sebuah bahasa rantai suplai, yang dapat digunakan dalam berbagai kon
teks untuk merancang, mendeskripsi kan, mengkonfigurasi dan mengkon figurasi-ulang berbagai jenis aktivitas komersial/ bisnis. Model SCOR dalam penerapannya cukup fleksibel dan dapat disesuaikan dengan upaya peningkatan produktivitas demi memenuhi kebutuh an konsumen. “Model ini merupakan yang paling banyak digunakan, jadi sudah menjadi referensi yang umum di dalam manajemen logistik” ujar Andi Ilham Said Ph.D Direktur Utama PPM Manajemen dalam sambutannya di awal acara PPM Meet&Greet ini. Senada dengan Andi Ilham Said, John Paul menjelaskan bahwa model SCOR bisa menghasilkan laba yang signifikan bagi perusahaan yang menggunakan model tersebut. Yang menjadi tantangan terbesar ketika sebuah perusahaan ingin menerapkan
8 Human Capital Journal n No. 32 n Tahun III
n
15 Februari - 15 Maret 2014
model tersebut adalah leadership. “Tidak akan mungkin semua berhasil jika pemimpinnya saja tidak mau komitmen. Bawahan tidak akan merasa nyaman bekerja jika atasan tidak komitmen dengan model yang akan diterapkan ini,” ujar John Paul. ia menegaskan, jangan berharap ada apresiasi dari bawahan bagi pemimpin yang tidak mau komitmen. Dewasa ini sedang sangat kritis bagaimana menangani logistik, ilmu ini bisa membantu kita dalam me manajemeni logistik di perusahaan kita, Erlinda N. Yunus, Core Faculty PPM Manajemen selaku host di acara tersebut menjelaskan. “Kaitan PPM yakni untuk menyebarkan dengan cara membuat buku atau menerje mahkan buku tepatnya dalam hal ini unit bisnis Pustaka Binaman Presindo mendapat hak untuk menerjemahkan buku yang dikarang oleh John Paul ini” ujarnya ketika ditanya singgungan PPM Manajemen dengan SCOR. l Ratri Suyani
ADVERTORIAL
MKI Corporate University Center of Excellence in Business, Leadership & Management
PROGRAM
CHRMP Certified Human Resources Management Professional 5 Days Intensive Course, In Class Assignments, and Paper Work after Inclass Program Moduls : Developed Based on Body of Knowledge in Global HR Certification Facilitators : Experienced Executives & Practitioners in HRM Examiners : Experts from MKI Corporate University & Kazian Global School of Business Management
G
lobalisasi ekonomi dan bisnis berdampak kepada kompetensi para profesional di berbagai bidang, termasuk mereka yang mengelola sumberdaya manusia (SDM). Untuk bisa bersaing di dunia bisnis, para praktisi dan eksekutif manajemen SDM perlu untuk memiliki kompetensi dalam manajemen SDM yang diakui secara luas. Bekerjasama dengan Kazian Global School of Business Management yang terafiliasi dengan Mahatma Gandhi University di India – pusat pembelajaran ilmu bisnis terkemuka di kawasan Asia – maka MKI Corporate University meluncurkan program Certified Human Resources Management Professional (CHRMP), di mana para lulusannya berhak mencantumkan gelar CHRMP di belakang namanya sebagai identitas profesional yang dimiliki. Para pemilik gelar CHRMP ini memiliki peluang lebih besar untuk mengembangkan karirnya dan bekerja secara global.
Program CHRMP dikembangkan mengacu kepada Body of Know ledge dari beberapa program Certified yang dikeluarkan oleh The HR Certification Institute, USA (hrci.org/global). Para peserta Program CHRMP tidak hanya diajarkan tentang berbagai subyek utama dalam siklus manajemen SDM (HR Cycle), melainkan juga bagaimana membangun dan menjalankan manajemen SDM secara lebih strategik. Peran strategik tersebut ditunjukkan dalam pengelolaan kompetensi dan kinerja SDM. Semakin disadari oleh perusahaan bahwa ada keterkaitan langsung antara pencapaian strategi dan sasaran perusahaan dengan pengelolaan kompetensi dan kinerja SDM. Program CHRMP mengintegrasikan kebutuhan riil di tempat kerja dengan perubahan paradigma yang sedang terjadi dalam dunia manajemen SDM saat ini dan di masa depan.
Tujuan dan Sasaran Program CHRMP
Team Fasilitator, Pembimbing, dan Penguji CHRMP
Program CHRMP bertujuan untuk menciptakan profesional manajemen SDM dengan penguasaan teori dan praktik yang memadai untuk menjalankan peran sebagai seorang profesional di bidang manajemen SDM. Sedangkan sasaran yang ingin dicapai adalah: Peserta mampu memahami lingkup kerja dan dinamika Manajemen SDM, mampu memahami pendekatan-pendekatan baru yang aplikatif, dan memiliki keterampilan memadai dalam manajemen SDM.
Team Fasilitator, Pembimbing, dan Penguji memiliki latar belakang pengalaman praktik dan konsultansi manajemen dengan penga laman minimal 15 tahun di berbagai perusahaan terkemuka. Semuanya memiliki gelar S-2 di dalam dan luar negeri, di samping S-1 dari perguruan tinggi terkemuka di Indonesia.
Peserta CHRMP Peserta Program CHRMP adalah profesional di bidang manajemen SDM, pengalaman kerja di bidang manajemen SDM minimal 5 tahun.
Informasi dan Pendaftaran
PT Menara Kadin Indonesia (MKI) (Learning, Consulting, Assessment Center, Research & HCJournal)
Proses Sertifikasi Proses sertifikasi CHRMP dilakukan dalam bentuk serangkaian pembekalan, penugasan, dan pengujian yang keseluruhannya memakan waktu sekitar 3 bulan. Sertifikasi diberikan oleh MKI dan Kazian.
Modul Program CHRMP Keseluruhan terdapat 9 Modul Pembelajaran dalam waktu 5 (lima) hari efektif
Penyerahan sertifikat CHRMP Sertifikat CHRMP akan diserahkan secara resmi melalui pos, kurir atau pola lain yang memungkinkan.
Biaya Program CHRMP Biaya program CHRMP adalah Rp 12 juta per peserta (di luar PPN). Biaya tersebut mencakup: biaya program training 5 hari, modul, bimbingan dan penilaian tugas in class dan paper pasca program training, makan siang dan snack selama program training, sertifikat CHRMP, dan biaya pengiriman sertifikat. Biaya tersebut tidak termasuk biaya transportasi dan akomodasi peserta selama program training CHRMP.
Gedung Menara Kadin Lantai 24 Jl. HR Rasuna Said, Jakarta Fax. (021) 527 4443. Email:
[email protected] Contact Person: Mrs. Dedeh, Ms Anti, Mrs. Iin, Mr. Hadi
(021)
Visit our Human Capital Portal www.humancapitaljournal.com Achieving Human Capital Excellence
HC News
Inovasi tidak Bisa Sendiri dan Harus Terintegrasi
S
etiap perusahaan yang ingin maju, dan tetap bertahan dalam industrinya, dituntut untuk mampu menghasilkan produkproduk yang memiliki nilai lebih dibandingkan pesaingnya. Selain itu, diperlukan sebuah pengembangan produk yang disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan pasar, sehingga secara komersial mampu memberikan kontribusi keuntungan bagi perusahaan. Inovasi itu sangat luas dan tentu nya harus saling terintegerasi, bukan hanya marketing, R & D, tapi juga operation dan sales. Karena inovasi tidak bisa bergerak sendiri, setelah semua faktor saling terintegerasi juga masih harus terkontrol dan diawasi. Menurut Patricia Tobing dari PT. Nestle Indofood Citarasa Indone sia, cara mengontrolnya adalah dengan menggunakan metode Go or No Go yang bisa diterapkan. “Bisa dilihat pada saat riset apakah market menerima atau tidak. Jika kita tetap Go padahal market tidak menerima itu bisa jadi metode yang salah, hal seperti itulah yang harus kita kontrol dan awasi,” ujar Patricia dalam acara gathering PPM Manajemen bekerjasama dengan GAPMMI de ngan tema “Superior Product Value Through Good Product Manage ment” tanggal 29 Januari 2014 lalu. Inovasi juga ternyata bisa berlaku bukan hanya untuk produk saja, tetapi bisa dalam lini proses, feature, sampai kepada estetika dari suatu produk. Ketika inovasi terjadi maka ada value yang bertambah untuk
konsumen, value tersebut dijabarkan oleh Wahyu T. Setyobudi dari PPM Manajemen terdiri dari functional, emotional, dan financial value. Se dangkan Pepey Riawati Kurnia – PPM Manajemen sebagai Koordinator PDMA Indonesia yang turut hadir digelaran ini menambahkan yakni unik bisa menjadi value tersendiri. Gathering PDMA Indonesia kali ini bekerjasama dengan GAPMMI dan merupakan kelanjutan dari gathering yang telah diadakan setahun sebelum nya. Gathering ini bertujuan untuk memperoleh gambaran terkini dalam industri makanan tanah air. Selain itu, gathering kedua ini akan mempererat kolaborasi antara PDMA Indonesia dengan GAPMMI di Indonesia guna meningkatkan daya saing melalui
10 Human Capital Journal n No. 32 n Tahun III
n
15 Februari - 15 Maret 2014
pengembangan produk yang relevan. Berbagai informasi mengenai kondisi serta tantangan terkini dalam industri farmasi diulas di setiap gathering PDMA Indonesia. Selain itu juga membahas kemajuan pengembangan produk di Indonesia dan bagaimana meme nangkan persaingan melalui proses pengembangan produk yang me menuhi konsep terkini untuk meng hasilkan produk yang berkualitas tinggi serta mampu bersaing di pasar. Turut hadir perwakilan praktisi dari industri, pemerintah, akademisi, sebagai bagian dari upaya terjalin nya hubungan harmonisasi antara A (Academic), B (Business), G (Government) untuk meningkatkan daya saing sebuah negara melalui kualitas produk yang dihasilkan. Sesung guhnya, pengembangan produk yang baik, melibatkan partisipasi organi sasi atau perusahaan secara menyelu ruh. l Ratri S
Turning Your Goal Into Action
Through Coaching
S
udah menjadi sebuah gaya hidup jika seorang eksekutif di luar negeri memiliki coach. Hal ini disebabkan pengaruh coach terhadap coachee yang luar biasa. Seorang coach yang terampil dan berpe ngalaman bisa mem bantu coachee mengeks plorasi sumber daya dan potensi yang dimilikinya. “Coach memberikan dukungan selama proses perubahan, mereka saling menyelaraskan pikiran, keyakinan, tujuan, dan tindakan untuk mencapai yang diinginkan,” ujar Ina Rizqie Amalia, MM, ACC, Founder & Director PT. Loop Indonesia dalam acara seminar “Coaching For
Corporate : Turning Your Goal Into Ac tion Through Coaching” yang diadakan tanggal 5 Februari 2014 lalu di Financial Club Jakarta. Hasil dari coaching menurut M Kurnia Siregar, SE, ACC, Founder & Director PT Loop Indonesia menjadi luar biasa. Coachee merasa lebih hidup, berenergi, merasa lebih penuh daya, lebih focus dan optimis untuk menjalankan proses pe rubahan dan mencapai tujuan yang diharapkan,” tutur Kurnia. Proses ini Ini yang membuat para eksekutif di luar membutuhkan coach agar karir mereka menjadi lebih baik. Dalam seminar tersebut, Ina dan
Kurnia menjelaskan berbagai hal seputar Corporate Coaching dengan tujuan para peserta yang hadir dapat mengetahui lebih dalam mengenai aplikasi coaching di perusahaan, dan memahami bahwa budaya coaching di perusahaan adalah sebuah seni dalam mengelola hubungan antar manusia ditempat kerja dengan mempercayai bahwa setiap orang memiliki potensi yang perlu dikem bangkan di area kerja dan kehidupan. Loop Indonesia juga memberi kan buku panduan praktis bertajuk “The Handbook of Corporate Coach ing” karya Ina Rizqie Amalia dan M. Kurnia Siregar yang berisi tentang : 1. Coaching in Corporate: Why, What and How: Apa itu Coaching, mengapa coaching dan bagaima na proses coaching di perusahaan atau organisasi. 2. People Development: What Do I need? Pendekatan-pendekatan dalam pengembangan tim pada perusahaan Coaching dan Training, Coaching dan Mentoring, Coaching dan Counseling dan bagaimana aplikasinya. 3. Leader As Coach. Bagaimana setiap pemimpin menjadi coach dalam pengembangan timnya, apa saja kompetensi yang harus dimi liki sebagai seorang coach dalam organisasi atau perusahaan. 4. Profesional Coach Competency based on ICF Kompetensi dasar yang harus dimi liki seorang Coach berdasarkan ICF (International Coach Federation). 5. How Do I start? Bagaimana memulai Coaching Program di Perusahaan? menjelaskan lang kah-langkah dan proses dalam membuat Coaching Program.l
Human Capital Journal n No. 32 n Tahun III
Ratri S
n
15 Februari - 15 Maret 2014 11
Cover Story
Work Climate: Bagaimana Riset Pembuktiannya?
12 Human Capital Journal n No. 32 n Tahun III
n
15 Februari - 15 Maret 2014
Cover Story
Iklim kerja (Work Climate) merupakan faktor yang sangat menentukan tingkat stress, retensi, dan kinerja karyawan maupun organisasi. Berbagai riset menunjukkan korelasi positif dan signifikan dari iklim kerja yang tinggi dengan tingkat kepuasan karyawan dan pelanggan serta kinerja penjualan yang tinggi.
I
klim kerja telah menjadi subyek riset dalam bidang manajemen dan psikologi yang sangat masif di dunia. Rupa nya, riset tentang iklim kerja sangat menarik perhatian ba nyak pakar. Temuan hasil riset tentang iklim kerja juga cukup beragam, dan kadang-kadang tidak semuanya seiring sejalan. Dalam banyak hal, iklim kerja organisasi kemudian sering tertukar dengan budaya or ganisasi. Tetapi, secara keseluruhan, para pakar manajemen dan psikologi sepakat sepenuhnya bahwa iklim kerja adalah faktor yang sangat penting dalam manajemen organisasi. Konsep iklim kerja telah ber-evolusi sejak referensi pertama tentang iklim organisasi pertama kali diangkat oleh Lewin, Lippitt, dan White dalam sebuah tulisannya berjudul “Patterns of Aggres sive behaviour in experimentally created ‘Social Climate’ ” dalam Journal of Social Psychology (1939). Artikel tersebut ter fokus kepada hasil eksperimen terhadap iklim sosial terhadap sejumlah kelompok remaja. Artikel tersebut memberi pene kanan kepada hubungan antara gaya kepemimpinan terhadap iklim kelom pok, yang dikenal dengan istilah iklim sosial (Social Climate). Istilah iklim kemudian muncul lagi dalam tulisan Fleishman “Leadership
climate, human relations training, and supervisory behaviour” dalam Personnel Psychology (1953), yang membahas pengembangan sikap kepemimpinan dan implikasinya melalui pengukuran skala perilaku. Dalam tulisan itu, Fleishman mendiskusi kan kon struksi
iklim kepemimpin an tetapi tidak menjelas kan konsep iklim organi sasi secara lengkap. Konsep iklim organisasi mulai dibahas secara komprehensif oleh Argyris dalam tulisan pada Administrative Science Quarterly dengan judul “Some problems in conceptualizing organizational climate: A case study of a bank” (1958). Dalam upaya mendiag nosa dinamika kelompok pada sebuah bank, Argyris memperkenalkan konsep iklim organisasi. Dalam paper yang dia tulis, Argyris memperkenalkan definisi iklim organisasi dalam bentuk kebijakan formal organisasi, kebutuhan, nilai-nilai, dan kepribadian karyawan. Tulisan ini
memicu kerancuan antara iklim organi sasi dan budaya organisasi dalam kajian organisasi sampai akhir 70-an. Buku The Human Side of Enterprise karya McGregor (1960) membuka cakrawala baru dalam ilmu manaje men karena mempelopori berbagai konsep tentang psikologi organi sasi dan industri. Dalam buku tersebut, McGregor membahas secara komprehensif konsep iklim manajerial (Managerial Climate). Dia menegas kan, iklim organisasi terutama ditentukan oleh asumsi manajerial dan hubungan antara manajer dengan para bawahannya. Konsep yang disampaikan McGregor tersebut sempat menimbulkan perdebatan. Pertama, McGregor tidak menjelaskan berbagai teknik untuk mengukur iklim organisasi. Kedua, yang diukur dengan sejumlah asumsi manaje rial bukanlah iklim, melainkan budaya organisasi. Iklim lebih ditentukan oleh persepsi ketimbang asumsi. Beberapa riset lain melengkapi munculnya kerangka awal dari iklim organisasi. Forehand dan Gilmer mem buat tulisan “Environmental variation in studies of organizational behaviour” dalam Psychological Bulletin (1964) dan mendefinisikan iklim organisasi sebagai sekumpulan karakteristik yang (1) menjelaskan sebuah organisasi dan membedakannya dengan organisasi
Human Capital Journal n No. 32 n Tahun III
n
15 Februari - 15 Maret 2014 13
Cover Story
lainnya, (2) relatif berumur panjang, asuransi dengan mengembangkan dua mate) di samping iklim organisasi dalam (3) mempengaruhi perilaku karyawan set dimensi berbeda, yakni untuk level hal pendekatan atribut individu. dalam organisasi. Gregopoulos menu manajerial dan level agen lapangan Pendekatan Terhadap Riset lis “Normative structure variables and perusahaan. Dari riset tersebut kon Iklim Organisasi organizational behaviour” dalam Human sep iklim organisasi bisa dimantapkan Relations (1963) dan mendefinisi konsep dan pengukurannya melalui 1. Multiple Measurement- Orgakan iklim organisasi sebagai struktur persepsi bersama dari anggota organi standar sikap dan perilaku normatif sasi. James dan Jones dalam Psychologi nizational Attribute Approach (MMOAA) yang menyediakan sebuah basis untuk cal Bulletin berjudul “Organizational Definisi yang paling cocok ten menginterpretasikan situasi dan tindak climate: A review of theory and research” tang iklim organisasi menggunakan an sebagai sumber dari tekanan dalam (1974) meninjau ulang seluruh kajian, mengarahkan aktifitas pegawai. definisi, kerangka konsep, dan pendekat pendekatan ini diberikan oleh Forehand dan Gilmar melalui tulisan “Environ Melalui riset ekstensif, Litwin dan an pengukuran iklim organisasi, dan Stringer dalam bukunya “Motivation and membaginya ke dalam 3 kategori utama. mental variation in studies of organiza tional behaviour” yang dimuat dalam organizational climate” (1966) mem Menurut mereka, seluruh riset terkait perkenalkan kerangka komprehensif dengan iklim organisasi bisa dibagi men Psychological Bulletin (1964). Mereka mendefinisikan iklim organisasi sebagai dari iklim organisasi. Mereka menye jadi 3 pendekatan. sebuah kumpulan karak diakan 6 dimensi dari iklim teristik yang (a) membe organisasi, yakni struktur Tabel 1. dakan sebuah organisasi organisasi, tanggung jawab, No Aspek Utama Uraian dengan organisasi lain sistem imbalan, risiko, keha I Dimensi Iklim Organisasi - Ukuran nya, (b) relatif berumur ngatan suasana, dan dukung panjang, dan (c) mempe an dalam bekerja. Kemudian, - Kompleksitas system ngaruhi perilaku anggota dalam buku lainnya, Litwin - Gaya kepemimpinan organisasi. Model MMOAA dan Stringer (1968) memberi - Pengarahan kepada tujuan bisa diintisarikan dalam penekanan kepada konsep II Desain Riset - Studi lapangan (Tabel 1) iklim organisasi dan penga Studi eksperimental Sebagai tindak lanjut ruhnya terhadap “faktor ke model yang disampaikan butuhan” dari motivasi yang III Prosedur Pengukuran - Persepsi individu Forehand dan Gilmar, tam disampaikan oleh McClelland, - Indeks sasaran paknya seluruh studi yang seperti kebutuhan terhadap berfokus kepada karakter kekuasaan/kewenangan, Pertama, MMOAA (Multiple istik organisasi atau kelompok termasuk kebutuhan untuk berprestasi, dan ke measurement-organizational attribute ke dalam bidang iklim organisasi. butuhan untuk berafiliasi. Mereka juga berusaha memantapkan operasionalisasi approach). Kedua, PMOAA (Perceptual Berbagai studi mendalam di bidang measurement-organizational attribute Psikologi Industri atau Perilaku Organi dari iklim melalui asesmen terhadap approach). Ketiga, PMIAA (Percepsasi tergolong MMOAA. Pendekatan persepsi dari anggota organisasi. Se tual measurement-individual attribute ini lebih digeneralisir sebagai kerangka menjak itulah konsep iklim organisasi approach). Setiap pendekatan tersebut konsepsi dan kurang derajat presisinya semakin menemukan bentuknya. memiliki banyak kajian terkait. Konsep untuk menghadirkan ukuran yang alam sebuah kajian lain iklim organisasi disusun secara terpi obyektif dari iklim organisasi. Kondisi nya, Schneider dan Bartlett sah berdasarkan pendekatan masingalamiah dan implikasi iklim organisasi menulis dalam Personmasing. Kategorisasi yang dibuat James cenderung hilang dalam rimba dimensi nel Psychology berjudul dan Jones menghasilkan rekonseptual dan parameter, yang dikembangkan dari “Individual differences and isasi dan pembedaan konstruksi dan berbagai bidang Psikologi Industri. organizational climate I: The research riset iklim organisasi. Rekomendasi plan and questionnaire development” James dan Jones adalah membedakan 2. Perceptual Measurements(1968), dan berusaha mengembangkan antara pendekatan atribut organisasi Organization Attribute Approach alat ukur iklim organisasi. Keduanya dan pendekatan atribut individu. Mereka (PMOAA) melakukan riset empiris ekstensif terha juga menekankan penggunaan ungkap Definisi pendekatan ini diberi dap karyawan perusahaan-perusahaan an iklim psikologis (Psychological Clikan oleh Campbell et al. dalam buku
Model MMOAA
D
14 Human Capital Journal n No. 32 n Tahun III
n
15 Februari - 15 Maret 2014
Cover Story
“Managerial behaviour, performance and effectiveness” (1970). Iklim organi sasi didefinisikan: sekumpulan atribut spesifik terhadap organisasi tertentu yang mungkin ditumbuhkan dari organisasi, dalam berhubungan dengan para anggota dan lingkungannya. Bagi anggota organisasi, iklim ada dalam bentuk sekumpulan sikap dan harapan dari anggota yang menjelaskan sebuah organisasi dalam bentuk karateristik statis dan outcome perilaku maupun outcome-outcome dari rencana konti jensi. Campbell mengusulkan 4 parame ter situasi organisasi, seperti a) properti struktural, b) karakteristik lingkungan, c) iklim organisasi, dan d) karateristik
situasi yang dirasakan anggota dengan situasi aktual dalam hal perilaku dan sikap para anggota organisasi. Cukup sulit juga untuk menetapkan hubungan langsung antara faktor-faktor obyektif lingkungan kerja dan persepsi para ang gota. Riset panjang yang dilakukan para ilmuwan tentang iklim organisasi menyimpulkan bahwa iklim organisasi yang diukur melalui persepsi mewakili sekumpulan respons terhadap prosesproses organisasi. Sementara karak teristik respons ditentukan oleh prosesproses psikologi. Buktinya, respons yang muncul dari para anggota organisasi tidak selalu menjadi outcome dari stimu
presentasikan konsep iklim organisasi sebagai sekumpulan persepsi umum dari individu terhadap lingkungan organisasi mereka. Sekumpulan persepsi tersebut pada dasarnya adalah hasil dari interak si antara individu dengan karakteristik organisasi. Schneider dan rekan-rekan memandang individu sebagai prose sor informasi dan input informasi yang dipergunakan adalah: a) kejadian dan karakteristik obyektif dari organisasi, b) karakteristik dari penerima informasi. Iklim organisasi adalah ibarat evalu asi menyeluruh dari berbagai kejadian berdasarkan interaksi antara keja dian yang sebenarnya (aktual) dengan persepsi anggota organisasi terhadap kejadian-kejadian tersebut. Dalam tulisan Tabel 2. lainnya, Schneider No Dimensi Faktor-faktor menguraikan persepsi I Dimensi Iklim Organisasi - Tanggung jawab individual terhadap iklim organ isasi adalah hasil dari - Independensi agen sebuah proses pem - Orientasi terhadap peraturan bentukan konsep, yang - Peluang untuk mengembangkan inisiatif didasarkan kepada individual observasi makro dari II Derajat Struktur yang Dinyatakan Dalam Posisi - Struktur organisasi organisasi. Konseptu - Struktur manajerial alisasi iklim organi sasi ini mirip dengan - Seberapa bagus supervisinya konsep PMOAA yang III Orientasi Kepada Imbal Hasil (Reward0 - Imbal hasil didiskusikan sebelum - Kepuasan umum terhadap orientasi kepada nya. Dalam kedua promosi berdasarkan prestasi pendekatan ini, iklim - Orientasi laba dan penjualan organisasi dipandang sebagai akumulasi dari IV Pertimbangan, Kehangatan, dan Dukungan - Dukungan manajerial seluruh persepsi yang - Kehangatan dan dukungan didasarkan kepada in teraksi antara persepsi peran formal. Mereka menampilkan 4 lus yang diberikan. individu dan lingkungan organisasi. dimensi dari iklim organisasi dan faktorKenyataannya, model yang diusul faktor yang ada di dalamnya seperti 3. Perceptual Measurement- Inkan Schneider dan kawan-kawan walau dalam (Tabel 2). dividual Attribute Approach mirip tetap saja memiliki sejumlah per Model PMOAA mengusulkan iklim (PMIAA) bedaan. PMOAA menekankan kepada organisasi adalah persepsi individu Pendekatan riset iklim organisasi ini iklim organisasi dari sudut pandang terhadap organisasi dan sekumpulan dimotori terutama oleh Schneider dan organisasi dan memberikan penekanan properti yang menentukan perilaku in rekan-rekan. Tahun 1972, melalui tulisan lebih besar terhadap atribut organisa dividu. Iklim kerja itu sendiri dimaknai “Toward specifying the concept of work sional. Di sisi lain, PMIAA fokus kepada sebagai sebuah variabel situasional atau climate: a study of Roman Catholic Dio iklim organisasi sebagai akumulasi sebagai pengaruh utama dari organisasi. cesan Priests” dalam Journal of Applied atribut individual yang mengabaikan Boleh jadi, terdapat perbedaan antara Psychology, Schneider dan Hall mem bagian organisasional.
Dimensi Dalam PMOAA
Human Capital Journal n No. 32 n Tahun III
n
15 Februari - 15 Maret 2014 15
Cover Story
Molar Climate Types
Human Relations Climate - Refers to shared perceptions of cohesion, morale, and human resource development. • Social system is perceived to have concern for employees. • Focus on developing positive working relationships among workers.
Open Systems Climate - Refers to shared perceptions of growth, resource acquisition, and external support. • Social system is perceived to emphasize an external focus and flexibility. • Focus on maintaining congruence with the changing environment.
Human Relations Climate - Refers to shared perceptions of cohesion, morale, and human resource development. • Social system is perceived to have concern for employees. • Focus on developing positive working relationships among workers.
Rational Goal Climate - Refers to shared perceptions planning and productivity. • Social system is perceived to have concern for planning and productivity to maintain position and according to changing trends. • Focus on producing outputs valued by environmental
External
Internal
Flexibility
Rigid
Banyak peneliti yang sepenuhnya mengabaikan tumpang tindih dimensi yang secara bebas diambil dari berbagai model iklim organisasi mengacu kepada 3 pendekatan di atas. Hal ini bisa terjadi karena mereka lebih terfokus kepada teknik pengukuran iklim organisasi dan mengabaikan sepenuhnya model kon septual dan konstruksi dari model itu sendiri. Tetapi, pengukuran hanya bisa dilakukan setelah model ditetapkan dan bila batasan-batasannya sudah benarbenar jelas. Dalam upaya membuat pembedaan yang nyata antara dimensi individu dan organisasi, James dan Jones memin ta untuk menggunakan istilah iklim organisasi hanya dalam kaitan atribut organisasi saja. Dalam hal atribut in dividual, mereka menggunakan istilah baru – iklim psikologis (Psychological
Climate). Iklim psikologis didefinisikan sebagai persepsi karyawan terhadap dampak psikologis dari lingkungan kerja terhadap dirinya (James & James, 1989). Tatkala karyawan dalam sebuah unit kerja atau organisasi setuju dengan persepsi mereka terhadap lingkungan kerja, maka persepsi bersama ini bisa diagregasikan dan disebut dengan iklim organisasi. Bagaimanapun, kendati persepsi-persepsi tersebut dibagi dan bisa diagregasikan di level unit kerja, persepsi-persepsi tersebut tetap menjadi milik pegawai dari unit kerja terse but. Jadi, setiap pegawai mengevaluasi lingkungan dan memaknai penerimaan mereka (iklim psikologis) dan bila persepsi-persepsi tersebut diagregasikan berdasarkan kesepakatan, maka hal itu bisa menjadi ukuran dari iklim organi sasi.
16 Human Capital Journal n No. 32 n Tahun III
n
15 Februari - 15 Maret 2014
Belakangan, dalam tulisan lainnya dalam jurnal Organizational Behaviour and Human Performance berjudul “Psy chological climate: dimensions and re lationships of individual and aggregated work environment perceptions” (1979), James dan Jones mengidentifikasi 6 dimensi yang didasarkan kepada atribut individual dan dikategorikan sebagai iklim psikologis selain iklim organisasi. Adapun 6 dimensi dari atribut indi vidual tersebut adalah: a) fasilitasi dan dukungan kepemimpinan, b) kerjasama, keakraban, dan kehangatan unit kerja, c) konflik dan ambigu, d) spirit profe sional dan organisasional, e) tantangan, penghargaan terhadap pentingnya pekerjaan, dan keberagaman pekerjaan, dan f) kepercayaan timbal balik. Dalam beberapa riset selanjutnya, pendekatan berbasis atribut individual semakin
Cover Story
dianggap penting. Contohnya, Glick yang menulis dalam Academy of Management Review dengan judul “Conceptualizing and mea suring organizational and psychological climate: Pitfalls in multilevel research” (1985), menyampaikan kajian kritis nya terhadap teori, model konsep, dan pengukuran dari iklim organisasi dan iklim psikologi serta membahas isu level analisis. Ada juga Ryder dan Southey Southey yang menulis dalam Asia pacific Human Resource Management, berjudul “An exploratory study of Jones and James organizational climate scales” (1990), yang mengkaji penggunaan skala pengukuran yang disampaikan James dan Jones serta menetapkan validitas dimensi tersebut. Tanpa membedakan iklim organi sasi dengan iklim psikologis, secara umum jenis dari iklim kerja bisa dibagi dua, yaitu Iklim Kerja Umum (Global Climate) dan Iklim Kerja Spesifik (TacetSpecific Climate). Iklim kerja umum berkaitan dengan persepsi karyawan terhadap lingkungan kerja secara umum. Karena kompleksitas dari sisi teori dan pengukuran, maka iklim kerja umum ini tidak banyak direkomendasikan oleh para pakar. Sebagai gantinya, mereka merekomendasikan iklim kerja spesifik. Iklim kerja spesifik berkaitan dengan aspek tertentu dari iklim kerja, seperti keselamatan kerja, keadilan atau pe layanan. Intinya, mereka adalah faktor penentu iklim kerja yang lebih spesifik. Misalnya, iklim keadilan, iklim kesela matan kerja, iklim inovasi, iklim etika, iklim pelayanan, dan iklim kebera gaman. iset yang dilakukan oleh Joyce dan Slocum (1970 dan 1984) menyimpulkan bahwa beragam teori, definisi, model, dan pengukuran yang telah dihasilkan, baik untuk iklim organisasi maupun iklim psikologis memiliki pengaruh yang besar terhadap kinerja, sikap kerja, dan sebagainya. Bi
lamana pendekatan terhadap iklim kerja ini terpecah menjadi iklim organisasi dan iklim psikologis, maka hal itu me nyulitkan manajemen iklim organisasi untuk tujuan strategis dari organisasi. Itu sebabnya, Joyce dan Slocum melalui tulisan “Collective climate: Agreement as a basis for defining aggregate climates in organizations” dalam Academy Manage ment Journal (1984), memperkenalkan konsep iklim kolektif (Collective Climate) sebagai jawabannya. Iklim kolektif di dasarkan kepada persepsi multidimensi dari individu terhadap lingkungan kerja mereka. Konsep iklim kolektif ini telah dipelajari dari sudut pandang indi vidu, teknologi, demografi pekerja, dan interaksi kerja yang dibutuhkan. Karena dibangun atas dasar konsensus persepsi dari para anggota organisasi, maka kon sep iklim kolektif ini sangat bermanfaat menjadi jembatan antara kepentingan strategis organisasi dengan analisis di level individual. Iklim kolektif adalah persepsi anggota organisasi terhadap praktik organisasional tertentu. Organi sasi mempengaruhi persepsi melalui berbagai faktor, tetapi utamanya melalui
struktur, teknologi, dan sistem kontrol. Konsep iklim kolektif secara bersama-sama menyatukan iklim organ isasi dari sudut pandang organisasi, dan iklim psikologis yang didasarkan kepada persepsi individual terhadap praktikpraktik dan prosedur-prosedur organ isasional. Konsep strategis dari iklim kolektif agaknya lebih pas mewakili iklim organisasi yang sebenarnya. Lantas, bagaimana dampak iklim kerja terhadap banyak hal? Dari berba gai riset, iklim kerja berkaitan dengan berbagai outcome penting, baik outcome yang bersifat umum maupun outcome yang bersifat spesifik. Outcome umum bersifat umum dan lebar dalam hal fokus, yakni berkaitan dengan kinerja unit kerja atau komitmen organisasi. Adapun outcome spesifik berkaitan dengan faktor penentu iklim spesifik, seperti jumlah kecelakaan atau inovasi yang dihasilkan. Beberapa pakar bahkan mendefi nisikan outcome menjadi 4 kategori: outcome umum individual (seperti komitmen), outcome spesifik individ ual (seperti inovasi individu), outcome umum unit kerja atau organisasional
R
Human Capital Journal n No. 32 n Tahun III
n
15 Februari - 15 Maret 2014 17
Cover Story
(misalnya, kinerja departemen), dan outcome spesifik unit kerja atau organisasi (seperti tingkat kecelakaan kerja). Outcome umum individual dari iklim kerja termasuk sikap karyawan terhadap pekerjaan, seperti kepuasan kerja, komitmen, dan keinginan untuk ke luar. Banyak riset yang membuktikan bahwa keterkaitan dengan kepuasan kerja, komitmen, dan keinginan karya wan untuk bertahan. Umumnya sikap atau perilaku karyawan adalah outcome yang paling banyak dipelajari berkaitan dengan iklim kerja. Soalnya, sikap atau perilaku tersebut terkait dengan be ragam persepsi tentang iklim kerja. Iklim kerja juga berkaitan dengan perilaku umum individual, seperti perilaku kinerja, perilaku menjadi warga negara yang baik, dan sebagainya. Leh man dan Simpson dalam Journal of Applied Psychology menulis tentang
“Employee substance use and on-thejob behaviors” (1992) di mana mereka mengukur dampak dari iklim kerja dan faktor-faktor pribadi dalam kaitan antara substansi dan perilaku psikologis dalam bekerja (seperti selalu bermimpi, komitmen pada penyelesaian tugas, chatting berlebihan), perilaku fisik da lam bekerja (seperti pulang lebih cepat, istirahat terlalu lama, tidur saat kerja), perilaku antagonis (suka berargumen tasi, menyebar rumor). Mereka menemukan bahwa iklim kerja memiliki hubungan paling kuat terhadap perilaku psikologis, fisik, dan antagonis. Riset juga menyimpulkan kaitan erat antara iklim kerja secara umum dengan tingkat absensi karyawan, sering atau tidaknya sakit, dan keingin an untuk berpindah kerja. Iklim kerja secara umum berkaitan pula dengan kinerja individual, upaya maksimal da
lam bekerja, level stress dan kesehatan psikologis. Sebagai tambahan dari outcome global, kebanyakan riset tentang outcome individual berkaitan dengan iklim kerja etis spesifik. Misalnya iklim terkait isu sosial (keadilan, etika, dan iklim politik), iklim operasional (seperti iklim keselamatan kerja dan pelayanan), iklim terkait dengan dukungan atau keterlibatan organisasional (seperti iklim keterlibatan karyawan), dan iklim terkait fokus pembelajaran (seperti iklim pem belajaran, inovasi, dan training). Tak pelak lagi, iklim kerja memiliki dampak besar kepada kinerja indi vidual dan organisasi serta komitmen profesional pegawai kepada organisasi. Berbagai riset telah membuktikan hal itu. Maka, organisasi harus benar-benar membangun iklim kerja yang positif untuk kemajuan organisasi. l
Menciptakan Iklim Kerja yang Positif Menciptakan iklim kerja (work climate) yang positif bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Butuh langkah komprehensif membangun iklim kerja. Bagaimana strategi meningkatkan iklim organisasi?
K
ompetisi bisnis yang keras pada akhirnya meningkatkan tekanan kepada para manajer dan karyawan perusahaan di seluruh dunia. Globalisasi bisnis dan struktur organisasi yang kian kompleks menambah beban bagi para karyawan. Langgam bisnis masa kini mengharus kan pegawai dari organisasi berukuran besar untuk bekerja lintas team dan me nyampaikan laporan kepada beberapa manajer yang tersebar di banyak Negara dan departemen. Di sisi lain, perusa
haan berkepentingan untuk memacu produktifitas dan kinerja pegawai serta mempertahankan pegawai-pegawai terbaik. Riset menunjukkan meningkat nya tingkat frustrasi pegawai terha dap iklim organisasi mereka dalam beberapa tahun terakhir. Frustrasi pegawai tersebut sering berasal dari akibat kurang jelasnya peran dan tanggung jawab atau keterhubungan antar departemen. Sebagai informasi, hasil survey karyawan oleh Hay Group
18 Human Capital Journal n No. 32 n Tahun III
n
15 Februari - 15 Maret 2014
mendapatkan beberapa fakta berikut: - Hampir seperempat responden mengindikasikan kerjasama team antar departemen dalam organisasi
Cover Story
mereka tidak cukup memadai - Hampir sepertiga karyawan meng indikasikan bahwa manajer mereka tidak mengkomunikasikan tujuan dan sasaran secara jelas kepada seluruh anggota team - Lebih dari 40% laporan yang mereka buat tidak mendapatkan umpan balik yang jelas dan reguler dari manajer tentang seberapa bagus mereka mengerjakan pekerjaannya - Sebanyak 30% karyawan meng indikasikan bahwa mereka tidak memiliki otoritas yang cukup untuk melaksanakan pekerjaannya secara efektif Tak pelak lagi, perusahaan perlu untuk membangun iklim kerja yang positif, karena iklim kerja semakin pen ting perannya bagi terciptanya kepuasan dan produktifitas karyawan. Untuk bisa menciptakan iklim kerja yang positif, maka fungsi SDM harus benar-benar memperkuat kompetensi para manajer lini – mereka yang sesungguhnya me nentukan iklim kerja – dengan peralatan dan proses yang membantu mereka mengatasi masalah dan meningkatkan pemahaman mereka dalam menghilang kan frustrasi yang akan berujung kepada peningkatan turnover dan penurunan produktifitas pegawai.
Lantas, apa saja strategi untuk mem bangun iklim kerja yang positif? Meng acu kepada beberapa sumber, terdapat 6 dimensi untuk menentukan apakah iklim organisasi telah dibangun untuk kesuksesan yang membuat karyawan termotivasi dan terikat (engaged). Per tama, adanya kejelasan (clarity). Karya wan tahu tentang apa yang diharapkan dari diri mereka. Kedua, adanya standar (standard). Karyawan memiliki standar tujuan atau target kinerja yang menan tang namun bisa dicapai. Ketiga, tang gung jawab (responsibility). Karyawan diberikan otoritas untuk menyelesaikan tugas. Keempat, fleksibilitas (flexibility). Tidak ada aturan, kebijakan atau prosedur yang tidak diperlukan. Kelima, tersedianya sistem imbalan (rewards). Karyawan dihargai dan diberikan imbalan atas kinerjanya yang bagus. Keenam, komitmen team (team commitment). Seluruh orang merasa bangga menjadi bagian dari team. Untuk sukses mengimplementasi kan semua dimensi ini, unit SDM harus memainkan peran “strategic climate partner” untuk membantu para mana jer lini menciptakan lingkungan positif sehingga bisa meretensi karyawan yang bagus. Agar bisa melakukan hal ini, fungsi SDM harus membantu manajer
lini untuk memahami 3 hal penting berikut: 1) Korelasi antara iklim kerja yang negatif atau tidak konsisten dengan kemampuan karyawan mengerjakan pekerjaannya secara efektif; 2) Meng ubah perilaku atau sikap yang ber dampak buruk terhadap iklim kerja; 3) Faktor-faktor yang bisa dikontrol dan bisa merusak lingkungan kerja. Diperlukan proses praktik dan pemberian umpan balik secara kontinu untuk melembagakan gaya manaje men, khususnya pada waktu-waktu stress tinggi di mana sangat mudah bagi orang untuk kembali kepada perilaku lamanya. Bagaimanapun juga, seorang manajer SDM yang efektif selalu terlibat dan berinvestasi sampai manajer lini memahami betul peran mereka, menge nali perilaku negatif, dan mengimple mentasikan proses yang benar dalam membuat perubahan yang positif. Riset telah membuktikan, perusahaan yang menerapkan hal ini secara signifikan meningkatkan motivasi dan produktifi tas karyawan, mempertahankan talent terbaik, dan meningkatkan profitabilitas hingga 30%. Pada saat era perang mem perebutkan talent terjadi di berbagai industri dan Negara, sebuah iklim yang positif menjadi semakin penting bagi keberhasilan organisasi.
Human Capital Journal n No. 32 n Tahun III
n
15 Februari - 15 Maret 2014 19
Cover Story
Para manajer dan pimpinan or ganisasi dan unit kerja memiliki peran terbesar dalam pembentukan iklim kerja atau iklim organisasi. Berikut adalah beberapa hal penting yang perlu diperhatikan para manajer dan pimpin an organisasi dalam menciptakan iklim kerja yang positif: 1. Membangun sikap saling percaya (Trust) Kepercayaan merupakan faktor kunci dalam setiap hubungan, sehingga membangun lingkungan kerja yang sa ling percaya adalah penting untuk men
ciptakan lingkungan kerja yang positif. Saling percaya terkait dengan menger jakan apa yang Anda ucapkan dan bertindak sesuai dengan ucapan Anda. Ia terbangun dengan menunjukkan kepada para staf bahwa Anda handal, bertanggung jawab, dan akuntabel, serta para staf bisa mengandalkan konsistensi Anda. Anda juga harus membuat mereka paham bahwa Anda membutuhkan hal yang sama dari mereka. Tatkala ucapan dan tindakan ini sejalan, Anda telah memperkuat rasa saling percaya. Sebaliknya, tindakan yang tidak sejalan
dengan ucapan akan menghancurkan sikap saling percaya tersebut. Sayangnya, membangun saling per caya itu butuh waktu yang panjang, akan tetapi sangat rentan dan mudah untuk dihancurkan. Sekali rasa saling percaya itu hancur, akan sangat sulit untuk bisa terbangun secara utuh kembali. Maka nya, penting bagi pimpinan untuk men jaga sikap saling percaya ini. Termasuk saat harus berhadapan dengan situasi yang tidak nyaman. Jika Anda jujur dan terbuka menyampaikannya, hal itu akan membuat persoalan lebih mudah bagi banyak orang.
2. Berkomuniasi secara positif dan terbuka. Dalam rangka menciptakan lingkungan kerja yang positif, setiap karyawan harus merasa dihargai. Cara nya, dengan lebih banyak mendengar dan menghargai apa yang disampaikan karyawan. Dengan cara itu menunjuk kan Anda mau mendengar dan meng hargai setiap orang. Salah satu aspek penting dari komunikasi secara terbuka adalah untuk bertemu dan berdiskusi dengan para staf membicarakan filosofi,
20 Human Capital Journal n No. 32 n Tahun III
n
15 Februari - 15 Maret 2014
nilai-nilai, misi, dan tujuan organisasi. Tanyakan ide dan pendapat mereka tentang bagaimana secara individu dan team untuk membantu unit kerja mewu judkannya. Kemudian pimpinlah diskusi di mana ide dan pemikiran mereka itu diterapkan dalam unit kerja. Setelah para staf menyampaikan ide-ide, giliran Anda untuk berbagi visi tentang bagaimana setiap orang bekerja bersama. Berbagi pandangan bahwa setiap orang bekerja bersama sebagai sebuah mata rantai, di mana setiap orang sama dan sederajat, ketimbang berbentuk piramid di mana manajer dan pimpinan ada di puncak dan para staf di bagian bawah. Sampaikan juga etika, nilai-nilai pribadi, komitmen terhadap pekerjaan dan fasilitas pendukung yang bisa Anda sediakan. 3. Berharap yang terbaik dari staf Ada konsep yang mengatakan bahwa orang akan berkinerja sesuai dengan apa yang diharapkan oleh orang lain. Sehingga, kalau Anda memiliki peng harapan yang tinggi terhadap staf, perlakukan mereka sebagai orang yang kompeten dan harapkan mereka untuk berfungsi seperti yang Anda yakini. Mereka akan tumbuh menjadi karyawan yang bagus sesuai yang diharapkan. Tetapi, jika Anda tidak mau memberikan tantangan lebih, memposisikan mereka sebagai karyawan biasa-biasa saja dan tidak mampu mengemban tugas, maka hasilnya adalah karyawan yang sesuai dengan sikap dan ucapan Anda itu. Seorang supervisor atau manajer yang hebat selalu memiliki pengharapan yang tinggi terhadap para staf dan memper lakukan mereka dengan baik. 4. Menciptakan semangat team Salah satu kebutuhan dasar manu sia adalah untuk merasa terikat ke pada sesuatu yang lebih besar dari diri sendiri, dan bagi banyak orang hal itu diperoleh dengan merasa sebagai bagian dari kelompok kerja yang mendukung. Sebagai supervisor atau manajer,
Cover Story
bagian dari pekerjaan Anda adalah menciptakan rasa persatuan di antara anggota team. Persatuan ini membantu anggota team untuk merasa dihargai. Sebagai hasilnya, mereka akan ingin untuk selalu bekerja, tidak malas, sehingga team akan berfungsi dengan mulus serta unit kerja menjadi lebih baik dalam mewujudkan misi dan tujuan dari organisasi Anda. Untuk mendorong perasaan team, Anda harus menyampaikan pesan bahwa setiap orang dalam team memainkan peran yang penting. Doronglah sikap bekerjasama ketimbang berkompetisi. Saat Anda membangun spirit dan identitas team, anggota team akan melihat diri mereka sebagai sebuah kelompok orang yang bekerja untuk tujuan bersama. 5. Berikan penghargaan dan apresiasi Berikan penghargaan dan apresiasi kepada setiap orang pada setiap kesem patan. Ketika menyampaikan ucapan apresiasi, usahakan untuk membuat nya sepersonal mungkin. Ketimbang hanya mengatakan sesuatu yang umum seperti good job, sebaiknya lebih spesifik tentang kualitas personal atau keahlian yang ditampilkan oleh anggota team da lam menjalankan tugas. Kenali kinerja dan sikap yang ekselen, dan berikan penghargaan kepada mereka yang layak mendapatkannya. 6. Berikan kredit dan ambil tanggung jawab Selalulah memberikan kredit atas ke berhasilan staf, dan ambillah tanggung jawab jika sesuatu tidak berjalan dengan baik. Sebagai bos, adalah tugas Anda untuk memastikan staf telah ditrain ing, mampu, dan kompeten. Jika karena beberapa sebab mereka gagal berkinerja sesuai harapan, adalah tanggung jawab Anda untuk memastikan bahwa mereka mendapatkan pengarahan dan training lebih lanjut sehingga mereka bisa berki
nerja di atas standar. 7. Bisa dihubungi Anda harus bisa dihubungi oleh staf dan pelanggan. Tunjukkan bahwa Anda bersedia dan senang untuk berbicara dengan orang dari berbagai level dan posisi. Juga, bersedialah selalu untuk mendengarkan apa yang mereka ingin sampaikan kepada Anda, dan mem validasi apa yang Anda dengarkan. Jika mereka punya kepedulian terhadap hal tertentu, katakan kepada mereka Anda akan mempelajarinya. Pastikan Anda akan menindaklanjutinya. Usahakan un tuk selalu bertindak sopan, sapa orang dengan namanya, mudah didekati, dan perlihatkan minat terhadap apa yang sedang terjadi. 8. Berikan sebuah lingkungan yang positif Sebisanya pastikan seluruh lingkungan fisik dari pekerjaan bersih, terang, atraktif, dan menarik. Usahakan, sebisanya, menggunakan penerangan alamiah, dan setiap staf memiliki ruang an untuk mengerjakan segala sesuatu. 9. Buat evaluasi staf sebagai pengalaman yang positif Salah satu tugas dari bos adalah melakukan evaluasi para staf. Hal ini seyogyanya menjadi sebuah pengalam an yang positif bagi staf, dan menjadi peluang yang bagus untuk memuji spirit kerjasamanya dan seluruh upayanya dalam melaksanakan pekerjaan dengan
ekselen. Juga waktu yang baik untuk berterima kasih atas kontribusinya dalam team. Andaipun Anda perlu mendiskusikan beberapa area yang perlu ditingkatkan, Anda tetap bisa membuat nya sebagai sebuah rapat yang positif dengan fokus kepada hal-hal yang bagus dan semua yang dikerjakannya dengan baik. Tuliskan dan diskusikan hal-hal penting yang perlu dilakukan untuk peningkatan kinerja staf. Misalnya, keahlian yang perlu dikembangkan da lam 6 bulan ke depan, pengetahuan baru yang perlu diperoleh dalam 6 bulan ke depan, apa yang ingin dikerjakan secara berbeda dibandingkan dengan kolega, dan apa saja bantuan yang diperlukan selama proses pengembangan tersebut. Rapat evaluasi juga menjadi peluang untuk menengok ulang situasi sulit yang pernah dialami staf dalam 6 bulan terakhir dan pastikan staf tetap bergerak maju setelahnya. Salah satu tugas manajer atau atasan adalah memberikan counseling terhadap karyawan yang tidak mencapai standar kinerja minimum. Selalulah menyam paikan ucapan yang positif, kendatipun menawarkan usulan yang konstruktif. Tatkala berhubungan dengan hal-hal negatif, pisahkan emosi dari isu, dan bicaralah hanya sesuai fakta. Lalu, tulis kan rencana kerja terkait perilaku baru yang harus dimiliki dan kapan diimple mentasikan. 10. Buatlah menyenangkan Setiap orang menginginkan suasana di mana setiap orang merasa gembira, sehingga buatlah tempat kerja Anda menyenangkan. Temukan alasan untuk merayakan secara bersama-sama, seper ti ulang tahun, kelahiran anak atau cucu, pindah ke rumah baru, dan sebagainya. Jika memungkinkan sediakan kue, dan pasang spanduk sederhana tentang tema perayaan. Tanyakan ke anak buah apa yang menyenangkan bagi mereka dan implementasikan sebisanya. l
Human Capital Journal n No. 32 n Tahun III
n
15 Februari - 15 Maret 2014 21
Cover Story
Apa Kata Mereka? Rismarini
Kepala Divisi Sumber Daya Insani Bank Syariah Bukopin (BSB)
Terapkan Harmonisasi Sistem Kekaryawanan
L
atar belakang yang berbeda antara karyawan sebuah bank konvesional yang digabungkan dengan karyawan bank induk yaitu Bank Bukopin awal nya menciptakan iklim kerja kurang kondusif. Hal ini diakui Rismarini, Kepala Divisi Sumber Daya Insani Bank Syariah Bukopin (BSB) ketika BSB dikonversikan menjadi BSB tanggal 9 Desember 2008 lalu. “Latar belakang terse but berpengaruh pada iklim kerja. Pada awalnya terjadi perbedaan sistem kerja, remunerasi, kedisiplinan, dan kebiasaan yang mewarnai iklim kerja yang ada,” ujar wanita yang biasa disapa Rini menjelaskan hal ini. Berbagai upaya dilakukan BSB untuk mencip takan dan meningkatkan iklim kerja. Di antara nya adalah dengan menciptakan dan mensosial isasikan budaya perusahaan yaitu trustworthy (amanah), responsive (tanggap), excellence
22 Human Capital Journal n No. 32 n Tahun III
n
15 Februari - 15 Maret 2014
(kualitas), caring (peduli), dan teamwork (kerjasama). “Budaya ini selalu disampaikan para Direksi dalam tiap kesempatan bertemu dengan para karyawan,” aku Rini. Upaya lain yang tak kalah penting adalah dengan menerapkan program Harmonisasi Sistem Kekaryawanan (HSK) yang bertujuan menciptakan iklim kerja karyawan. Program HSK ini dibangun dan diimplementasikan secara menyeluruh untuk pengaturan karya wan. Misalnya kedisiplinan. “Awalnya terjadi ketidakteraturan disiplin karyawan sehingga dibuat aturan yang jelas dan ditempelkan di ruangan para atasan. Aturan ini berdampak
Cover Story
Apa Kata Mereka? pada tunjangan yang akan diperoleh. Ternyata ini sangat efektif meningkatkan kehadiran karyawan,” papar Rini antusias. Selain itu disusun, dicetak Peraturan Peru sahaan yang bersifat baku dan kemudian disosialisasikan ke seluruh karyawan. Sejak awal berdiri BSB, HSK juga meliputi penye suaian pada perbedaaan sistem remunerasi yang terjadi karena perbedaan latar belakang asal karyawan. Melalui proses HSK diupaya kan sistem kekaryawanan tersebut menjadi satu sistem secara bertahap sesuai dengan kemampuan perusahaan, dan kini sudah tidak ada lagi perbedaan dan kesenjangan. Perbedaan remunerasi kini sudah diterapkan berdasarkan kompetensi, jabatan, dan hasil kinerja karyawan. Selain itu, perbedaan gap kompetensi yang ada selama ini “diisi” dengan training penugasan khusus dan kerjasama kelompok/ tim kerja. Selain itu juga dibangun sistem reward and punishment. Bagi karyawan ber prestasi akan diberikan penghargaan serta adanya pemberian bonus sesuai kinerjanya. Demikian pula dengan karyawan yang berpo tensi untuk berkarir, BSB membuka kesem patan yang sama. “Kami membuat sistem rekrutmen dan training untuk karyawan yang berpotensi. Saat ini perusahaan sudah berhasil meluluskan 2 angkatan Management Development Program (MDP), dan saat ini sedang memproses untuk MDP angkat an 3” jelasnya. Upaya berikutnya adalah penerapan Standar Operasional Pekerjaan (SOP). SOP dibuat dan dikonsolidasikan serta dan dijadikan sistem yang baku. “Jadi semua pekerjaan operasional yang ada, peran dan tanggung jawab karyawan sesuai dengan posisi menjadi lebih jelas dan lebih mudah untuk dievaluasi,” Rini mengemukakan hal ini. Hal lain adalah dengan membangun kebersamaan karyawan. Manajemen mem fasilitasi adanya BSB Club yang merupakan wadah kegiatan karyawan untuk penyaluran hobi seperti seni, olahraga dan kegiatan sosial lainnya. Acara kebersamaan setiap ulang tahun BSB dilakukan employee gathering, ada pula BSB News dan melibatkan
Manajemen memfasilitasi adanya BSB Club yang merupakan wadah kegiatan karyawan untuk penyaluran hobi seperti seni, olahraga dan kegiatan sosial lainnya. karyawan dalam program CSR. Untuk organisasi karyawan, manajemen memfasilitasi berdirinya Koperasi Karyawan BSB yang bertujuan untuk mensejahterakan anggotanya. BSB juga menjalin komunikasi antar karya wan dan dengan manajemen melalui sistem ko munikasi internal formal lewat fasilitas elektronik atau komunikasi langsung pertemuan dengan manajemen. “Acara ‘BSB Milik Kitaaa’ merupa kan ajang komunikasi langsung karyawan dengan manajemen, dimana karyawan dapat lebih dekat langsung berkomunikasi dengan Direksi,” tukas wanita berdarah Sumatera Barat – Sumatera Selatan sambil tersenyum. Di sisi lain, cara ini membuat para Direksi dapat langsung mende ngar dan menampung keluhan atau masukan dari karyawan dari level paling dasar. Diakui Rini, pengukuran iklim kerja secara kuantitatif saat belum pernah dilakukan oleh BSB, namun BSB optimis berbagai upaya yang dilakukan peru sahaan tersebut bisa meningkatkan iklim kerja karyawan. Kendati sudah banyak terjadi perubahan ke arah yang lebih kondusif untuk bekerja, namun diakui Rini masih ada area yang perlu diitingkat kan lagi. misalnya kepedulian dan kedisiplinan. “Hal ini merupakan hal yang sangat mendasar untuk lebih meningkatkan iklim kerja agar lebih optimal dalam mencapai target pekerjaan,” aku Rini ketika ditanya area mana saja yang perlu di tingkatkan. Tantangan BSB ke depan adalah lebih meningkatkan peran para atasan dalam menjaga konsistensi semangat kerja karyawan dengan memberikan contoh nyata. l Ratri Suyani Human Capital Journal n No. 32 n Tahun III
n
15 Februari - 15 Maret 2014 23
Cover Story
Apa Kata Mereka?
Bayuparmadi, HR Manager
Ciptakan Lingkungan Kerja yang Positif
M
emiliki lingkungan kerja yang positif menjadi dambaan setiap karya wan yang selalu ingin maju dan berkembang. Hal ini pula yang ingin dicapai oleh Bayuparmadi, HR Manager di sebuah perusahaan asing yang bergerak di bidang minyak dan gas. Menurut dia, untuk memi liki lingkungan kerja yang positif - selain hal-hal dasar yang harus dijalankan perusahaan berkaitan dengan perencanaan, pelaksaan, pengendalian kegiatan lingkungan kerja yang positif harus dengan aktif “diciptakan” terutama oleh para pemimpinnya. Dari hasil pengamatan dan pengalaman serta berbekal dari beberapa sumber bacaan, Bayu berpendapat bahwa selain beberapa hal yang bersifat fisik - misalnya ruangan tem 24 Human Capital Journal n No. 32 n Tahun III
n
15 Februari - 15 Maret 2014
pat bekerja, perlengkapan kerja dan hal-hal penunjang lainnya - ada hal-hal yang bersifat non fisik yang menjadi pendukung terciptanya lingkungan kerja yang positif. Beberapa hal
Cover Story
Apa Kata Mereka? tersebut diantaranya adalah dalam bentuk mengusahakan terciptanya: suasana keterbu kaan dan saling mempercayai dan komu nikasi yang bersifat positif, upaya-upaya yang mengarah kepada work life balance, pembentukan suasana “belajar” dan pengem bangan tim, saling menghargai dan memper cayai serta situasi yang menyenangkan. Menurutnya, keterbukaan harus dicip takan dan dimulai oleh para atasan. “Atasan harus sedapat mungkin terbuka dengan karyawannya terutama mengenai sitausi pe rusahaan secara umum agar karyawan me mahami situasi dan kondisi perusahaan dari waktu ke waktu. Sehingga informasi yang menyebar diantara para karyawan bukanlah berasal dari rumor belaka,” jelas Bayu. Para atasan juga harus menciptakan situasi kerja yang mendukung ke arah work life balanced. “Memang tidak mudah untuk meciptakan hal ini, karena work life balance sifatnya sangat pribadi,” tukasnya kembali. Diakuinya, setiap orang memiliki konsep work life balance yang berbeda-beda. Work life balance bukan ditentukan oleh jam atau waktu, tapi lebih kepada bagaimana seorang karyawan bisa menyeimbangkan semua aktivitasnya sesuai dengan hak dan kewa jiban yang melekat pada setiap tujuan dari aktivitas tadi. Perusahaan mempunya hak atas waktu yang kita punya terutama pada jam Kerja, keluarga juga mempunyai hak atas waktu yang kita punya, kita sendiri mempu nyai hak atas waktu yang kita punya. Kita harus dapat mengatur dan meyelaraskan hal tersbut. Contoh yang paling mudah adalah jangan membawa pekerjaan kantor ke rumah, dan sebaliknya jangan membawa permasalah an rumah ke kantor. Karena itu karyawan diharuskan mempunyai activity plan harian mingguan, bulanan bahkan tahunan yang jelas. “Jadi semua itu harus diatur. Kalau kita belum menyelesaikan pekerjaan hari ini (dan masih bisa dilanjutkan keesokan harinya), buatlah punch-list, catat hal-hal yang harus diselesaikan besok dan simpan catatan terebut di tempat kerja kita untuk di baca kembali keesokan harinya. Ketika kita
pulang ke rumah, kita akan menjadi fokus dengan keadaan di rumah, hadir dalam situasi bersama keluarga,” tegas Bayu yang selalu menekankan hal ini kepada timnya. Tujuannya agar kita selalu fokus pada setiap kegiatan yang ada didepan kita. Tentu saja hal ini membutuhkan tingkat kedisi plinan yang cukup tinggi. Pengembangan tim melalui peningkatan kom petensi dan performance juga harus dilakukan agar lingkungan kerja menjadi salah satu tempat belajar yang baik dan ideal bagi karyawannya. Menghargai keberhasil “Atasan harus terbuka an tim tidak melulu dengan karyawan dengan uang, merayakan keberhasilan (celebration) perihal perusahaan agar juga bisa membuat tim karyawan memahami merasa dihargai. Ketika tim sedang malaksanakan kalau kondisi tugasnya, Bayu sendiri mengaku tidak ingin perusahaan seperti terlalu mengekang akan apa. Sehingga tidak apa yang akan karya wan lakukan. “Mereka terjadi rumor, dan lain bebas saja, mau mende sebagainya,” ngarkan lagu, ngobrol, ngopi bareng, asalkan pekerjaan selesai. Bisa dibayangkan kalau suasana tempat kerja seperti di kuburan, padahal waktu terpanjang didalam kehidupan kita dihabiskan di tempat kerja (8-10 jam). Engagement akan muncul ketika karyawan mendapatkan kesempatan untuk berkembang serta iklim kerja yang nyaman. Dengan diterapkan lingkungan kerja yang nyaman, Bayu menyadari ada dampak positif yang ia dan perusahaan rasakan yaitu tingginya produktivitas karyawan. “Tantangannya adalah kita tidak bisa memuaskan semua orang. Ada saja yang tidak suka dengan kondisi ini. Tapi justru dengan keterbukaan, semua jadi lebih enak dan membaik,” akunya. Tantangan lain yang ia hadapi adalah tidak semua orang punya kompetensi dan keinginan yang sama. Kunci suksesnya adalah listening. Listening membuat saya mendapatkan ilmu dan pengetahuan dan pemahaman, karena pada prinsipnya mendengarkan itu membuat orang lain menjadi senang,” imbuh Bayu. l Ratri Suyani
Human Capital Journal n No. 32 n Tahun III
n
15 Februari - 15 Maret 2014 25
Cover Story
Work Climate
A
pakah anda pernah mende ngar karyawan bercerita tentang kondisi perusahaan yang mendukung mere ka untuk bekerja dengan baik? Di tengah maraknya demo karyawan dan perselisihan hubungan indus trial, cukup banyak karyawan yang dapat menunjukan respon positif atas kondisi perusahaan. Respon positif ditunjukan karena karyawan merasa didukung untuk melakukan pekerjaannya dengan baik. Respon positif ini merupakan hasil persepsi atas kondisi yang dirasakan oleh kar yawan. Persepsi atas kondisi yang mereka rasakan di tempat kerja menurut Rei chers dan Scheinder muncul karena kebijakan, praktek-praktek dan prose dur-prosedur organisasional yang dirasa dan diterima oleh individuindividu dalam organisasi, ataupun persepsi individu terhadap tempatnya bekerja. Definisi ini kemudian disebut sebagai iklim kerja (Aluguro,2004). Iklim kerja tidak dapat dilihat atau diraba tetapi dapat dirasakan dan mempengaruhi segala sesuatu yang ada dalam organisasi. Sebagai bagian dari sebuah kehidupan di dalam iklim kerja, karyawan juga berkon tribusi terhadap pembentukan iklim kerja yang dihasilkan. Hal ini ter jadi karena setiap organisasi memi liki ciri-ciri khusus serta karyawan dengan karakteristik yang berbeda. Keadaan ini menghasilkan organisasi dengan corak, ragam dan budaya yang berbeda pula. Keberagaman ini membuat iklim kerja yang terbentuk juga berbeda. Iklim kerja tidak hanya dibentuk, tetapi juga bisa membentuk. Sebuah analogi yang bisa menjelaskan hal ini adalah bahwa ketika seseorang ting
organisasi. Suasana ini dapat dibentuk dengan kesediaan untuk mem bantu pekerjaan orang lain secara sukarela. Perlu dipastikan bahwa gal pada iklim tertentu, mereka akan bantuan ini diberikan setelah terbiasa dan terbentuk untuk menye tanggung jawab utama kita sudah suaikan diri dengan kondisi iklim selesai dikerjakan. Hasil dari pola tempat dia berada. Hal yang sama ini adalah organisasi terbebas dari juga berlaku apabila kita bekerja pada suasana saling mencurigai dan sebuah kondisi iklim kerja tertentu. saling memusuhi. Walaupun kita tidak terbiasa dengan 3. Empati iklim kerja tertentu, kita juga bisa Empati adalah kemampuan untuk terbentuk sesuai iklim kerja di sebuah merasakan keadaan emosional perusahaan orang lain, merasa Ada empat fak simpatik dan men tor yang mempe coba menyelesai ngaruhi pemben kan masalah, dan tukan iklim kerja, mengambil perspek yaitu : tif orang lain. Pera 1. Struktur Or saan ini membuat ganisasi kita lebih peka atas 2. Kebijakan dan apa yang dirasakan Praktik Mana oleh rekan kerja saat jerial berhubungan dalam 3. Teknologi sebuah pekerjaan Oleh 4. Lingkungan atau penyelesaian Dion Markimmer Eksternal sebuah tugas. Pada HR Practitioner Firstasia Consultants Keempat faktor akhirnya, empati tersebut merupa yang dibangun di kan faktor eksternal diluar karyawan antara karyawan akan membantu yang dapat mempengaruhi iklim membentuk iklim kerja yang kerja. Sebagai karyawan, anda juga menyenangkan. dapat membentuk iklim kerja yang Iklim kerja yang baik, harmonis baik untuk anda bekerja. Berikut serta rukun di antara orang-orang adalah beberapa hal yang dapat anda yang terlibat di dalam organisasi lakukan untuk membentuk iklim akan membantu organisasi mencapai kerja yang menyenangkan untuk anda tujuan yang hendak dicapai. De bekerja : ngan kata lain perlu kita memahami 1. Bangun suasana kebersabahwa iklim kerja tidak tercipta maan diantara sesama rekan dengan sendirinya, tetapi juga harus kerja. dikondisikan oleh orang-orang yang Kebersamaan ini bisa dilakukan ada dan terlibat di dalam organisasi dengan menghabiskan waktu tersebut. l bersama saat istirahat kerja atau diluar jam kerja. Setelah itu, kebersamaan akan terbentuk dan suasana yang menyenangkan akan terjadi di tempat kerja. Firstasia Consultants. 2. Saling kerjasama dan sikap Wisma 76 - 18th floor Jl. Letjen S. Parman Kav 76 Slipi, Jakarta Barat P: 62.21.536 66 618 | gotong royong antar anggota F: 62.21.536 77 666 | www.firstasiaconsultants.com
26 Human Capital Journal n No. 32 n Tahun III
n
15 Februari - 15 Maret 2014
U
Undangan 26 Maret 2014 Pukul 13.00-15.00 WIB
Menara Kadin Indonesia, Lt. 24, Kuningan, Jakarta
Kepada
Para Leaders, Managers & Entrepreneurs Kalimat “From Good To Great” pasti sudah pernah kita baca dan/atau dengar. Tetapi apakah mungkin sebuah perusahaan yang tengah mengalami kerugian dapat keluar dari permasalahan yang tengah dihadapi dan bahkan “From Bad to Great” ? Apa saja 4 faktor penyebab yang paling sering mengakibatkan perusahaanperusahaan masuk ke dalam lingkaran permasalahan yang sering tidak berujung dan mengakibatkan banyak perusahaan terpaksa gulung tikar? Apa saja 7 langkah untuk mengatasi faktor utama penyebab permasalahan yang akan dapat mengubah sebuah perusahaan yang sedang dalam kesulitan tidak saja bisa membereskan permasalahan-permasalahan yang dihadapi bahkan menjadi perusahaan yang berkinerja sangat bagus? Dan yang paling penting adalah bahwa anda akan mendapatkan pemahaman tentang bagaimana konsep TOTAL LEADER dari Leadership Management International akan dapat membantu perusahaan anda meningkatkan produktivitas, efektivitas kepemimpinan diri sendiri, kemampuan secara efektif memimpin organi sasi, dan penyusunan strategi secara efektif? Silahkan anda hadir dalam sesi Leadership Talks berdurasi 2-jam untuk dapat menyimak secara langsung dari SMI-LMI Certified Leadership Coach & Consultant di Indonesia yaitu Husen Suprawinata SE MM. Untuk setiap sesi jumlah peserta terbatas hanya 50 orang. Hubungi sekarang juga : Mrs. Tari / Ms. Puwanti / Mrs. Dedeh / Mrs. Iin / Mr. Hadi
5790 3840
(021)
Registration
or Fax. (021) 527 4443 Email:
[email protected] Visit our Human Capital Portal www.humancapitaljournal.com Achieving Human Capital Excellence
Profile Profile
Evita Tagor
Jadikan Pertamina sebagai Asian Energy Champion
M
engemban tugas sebagai Direk tur SDM salah satu perusahaan BUMN bukan perkara yang gampang. Namun Evita Tagor bertekad bisa menjadikan Pertamina sebagai Asian Energy Champion. “Pertamina sudah melakukan restrukturisasi besar-besaran sejak 4 tahun lalu untuk menjadi world class company sehingga kami menyiapkan semua nya,” ujarnya.
28 Human Capital Journal n No. 32 n Tahun III
n
15 Februari - 15 Maret 2014
Wanita berdarah Tapanuli Selatan ini memulai karir di PT Pertamina (Persero) tahun 1986 dan ditugas kan di Direktorat Keuangan sampai dengan tahun 2000 dengan berbagai jabatan. Kemudian menjadi Kepala Akuntansi Urusan Keuangan - Dit. PPDN (2000-2001), Manajer Risiko & Portofolio Keuangan - Dit. Hilir (2001-2004), Kepala Divisi Pendana an & Portofolio Anak Perusahaan - Dit. Keuangan (2004-2006), Deputi Direktur Perbendaharaan & Penda naan - Dit. Keuangan (2006-2008), Deputi Direktur Operasi Keuang an - Dit. Keuangan (2008), Deputi
Profile
Direktur Pendanaan & Manajemen Risiko - Dit. Keuangan (2008-2010), SVP Treasury & Corporate Finance - Dit. Keuangan (2010) dan Presiden Direktur PT Tugu Pratama Indone sia (2010-2012). Baru pada April 2012 lalu, ia diminta men jabat sebagai Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) Pertamina. Apa jawabannya ketika di minta untuk menjabat sebagai Direktur SDM di salah satu perusahaan BUMN terkemuka di Indonesia? Kaget dan merasa tidak yakin dirinya memiliki kemampuan untuk berada di posisi tersebut adalah jawaban pertama yang keluar. Namun ketika ia merasakan bahwa posisi yang diberikan kepadanya merupakan amanat bangsa Indonesia kepada dirinya, wanita lulusan dari Fakultas Ekono mi Universitas Indonesia tahun 1985 dan mendapatkan gelar Magister Manajemen dari Universitas Indonesia tahun 1998 ini akhir nya memutuskan untuk mengemban tang gung jawab tersebut. “Kaget sudah pasti. tapi kemudian saya memutuskan untuk menerima tawaran itu. Kemudian baru menceritakan hal ini kepada keluarga di rumah,” ujar Evita sambil tersenyum. Bersyukur, dukungan dari keluarga membuatnya semakin yakin dan percaya diri menjalakan tugas sebagai Direk tur SDM Pertamina. Banyak tantangan yang ia hadapi selama menjalakan tugas. Bermula dengan kondisi perusahaan yang sedang melakukan trans formasi secara besar-besaran yang dilakukan Pertamina membuat direktorat Human Resources (HR) Pertamina menghadapi berba gai tantangan yang semakin komplek baik jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini terkait dengan visi Pertamina untuk men jadi Asian Energy Champion sehingga HR harus berperan sebagai Strategic Business Partner (SBP). “Pertamina sudah melakukan restrukturisasi besar-besaran sejak 4 tahun lalu untuk menjadi world class company sehingga kami harus menyiapkan semuanya,” ujarnya. Untuk itu, ia dan seluruh tim di HR harus menyiapkan SDM yang sesuai kebutuhan dan bisa membantu Pertamina menjadi perusa haan energi terdepan di Asia. Selain harus menyiapkan SDM-nya, HR juga harus punya
succession planning yang jelas. “Harus kami akui bahwa BUMN itu memang unik, tapi suksesor tetap harus ada, minimal harus ada 3 suksesor untuk satu posisi dan pemilihan nya dengan melalui independent assessment,” akunya. Jika berdasarkan kamus kompetensi yang ada di Pertamina masih terdapat gap kompetensi, maka akan diberikan individual development program untuk mengisi kom petensi yang diperlukan. Banyak suka dan duka yang ia hadapi selama bekerja sebagai Direktur SDM. Tapi semua itu ia anggap sebagai tantangan yang harus ia jalankan dengan lapang dada dan senyum. Tantangan pertama adalah ketika bisnis mempunyai rencana berbeda dengan rencana HR sehingga HR harus bisa membe rikan pemahaman kepada orang-orang bisnis. Teknologi seperti sistem informasi adalah sebuah keharusan yang harus dimengerti HR. “Belum lagi harus memahami dan memberi kan informasi kepada perusahaan bahwa yang dia lakukan itu lazim atau tidak lazim, best practice atau non best practice,” imbuh Evita panjang lebar. l Ratri Suyani
“Pertamina sudah melakukan restrukturisasi besar-besaran sejak 4 tahun lalu untuk menjadi world class company sehingga harus kami menyiapkan semuanya”
Human Capital Journal n No. 32 n Tahun III
n
15 Februari - 15 Maret 2014 29
Periscope
Umpan Balik
Sebagai Bagian tidak Terpisahkan dari
Sistem Penilaian Kinerja Oleh Husen Suprawinata SE MM ScHK
B
anyak orang belum menyadari bahwa umpan balik yang diberikan pada saat yang tepat dan umumnya sedapat mungkin diberikan sesegera mung kin, merupakan cara paling efektif untuk dapat memperbaiki suatu kesalahan yang baru saja terjadi, menghindarkan pengulangan kesalahan yang sama, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para karyawan, dan bahkan dapat menjadi cara dalam meningkatkan produktivitas. Umpan balik yang diberikan segera setelah terjadinya suatu keadaan yang membutuhkan tin dakan korektif ataupun hanya sekedar pendapat tentang suatu kejadian akan lebih konstruktif dan mengena pada sasaran dibandingkan dengan um pan balik yang diberikan setelah beberapa waktu lamanya sejak kejadian. Pada banyak perusahaan mudah ditemukan karyawan-karyawan yang tidak pernah mengeta hui dengan pasti apakah mereka sungguh diang gap memiliki kinerja yang baik oleh para atasan mereka. Hal tersebut lebih sering disebabkan oleh kenyataan bahwa proses penilaian kinerja dilakukan sekali setahun, bukan ketika masalahmasalah terjadi, atau ketika ada kesempatan-kesempatan dimana ada karyawan-karyawan yang memberi kan kontribusi besar bagi perusahaan. Apalagi jika proses penilaian kinerja yang dilakukan hanya merupakan proses standar dan formalitas belaka. Pemberian umpan balik sesung guhnya merupakan sebuah cara paling efektif dan efisien dalam menciptakan komunikasi dua arah yang lancar antara atasan dan bawahan. Umpan balik yang diberikan dengan sema ngat membangun dan tidak sekedar berupa kritik, atau umpan balik yang
30 Human Capital Journal n No. 32 n Tahun III
n
15 Februari - 15 Maret 2014
diberikan secara tulus untuk sebuah kinerja yang bagus dan bukan sekedar formalitas, akan dapat menciptakan atmosfir dimana perbaikan berkelanjutan mudah untuk dilakukan. Seringkali para manajer atau atasan, kuatir dalam menyampaikan kritik bahkan kritik yang konstruktif sekalipun. Sebagai akibatnya, banyak permasalahan yang sesungguhnya dapat segera diatasi ketika baru dalam tahap awal, memerlukan upaya-upaya lebih besar karena terlanjur sudah berkembang menjadi lebih kompleks. Para karyawan juga dapat menjadi ter hambat perkembangan karir mereka karena kekurangan-kekurangan mereka tidak segera mendapatkan perhatian dan selain itu juga tidak tercipta budaya perusahaan untuk memberikan dan menerima atau meminta umpan balik, baik dari atasan kepada bawahan maupun sebaliknya. Pemberian umpan balik tentu saja tidak dimaksudkan untuk menggantikan sistem penilaian kinerja standar namun lebih dimak sudkan untuk dapat mendukung peningkatan
1) Umumkan bahwa pemberian umpan balik tidak tergantung pada struktur organisasi dan hirarki. Struktur organisasi merupakan pan duan untuk mengetahui alur komando dan tanggung jawab formal sehingga anda sebagai pimpinan perlu memberi kan pemahaman bahwa setiap orang diharapkan dapat memberikan/ menda patkan masukan dan/atau umpan balik ke dan dari siapa saja dalam perusahaan dan juga tanpa perlu menunggu waktuwaktu tertentu saja. Keterbukaan dan ker jasama antar departemen akan lebih mudah terjadi ketika tidak ada batasan-batasan hirarki maupun struktur organisasi dalam pemberian dan/atau permintaan umpan balik.
Periscope
kinerja dan produktivitas kerja pada saat pelak sanaan tugas. Pemberian umpan balik ini juga dapat merupakan bagian penting dari proses coaching maupun mentoring. Untuk dapat memaksimalkan pembe rian umpan balik dan menciptakan budaya dimana para karyawan siap menerima dan memberikan umpan balik, sebagai pimpin an ada beberapa langkah sebagai berikut dapat dipertimbangkan untuk dilakukan :
“Berikan dan/atau Dapatkan” Sepertinya sebuah daftar yang menyatakan hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan adalah cara paling mudah untuk mengingat
kan para karyawan namun sesungguhnya hal tersebut membuat para karyawan layaknya robot-robot dalam perusahaan yang terpaku pada instruksi-instruksi dan oleh karenanya tidak mempergunakan kreativitas maupun kemampuan menciptakan berbagai inovasi yang mereka miliki. Komunikasikan kepada para karyawan bahwa perusahaan meng harapkan sumbang saran dan umpan balik.
2) Ciptakan atmosfir yang membuat para karyawan merasa nyaman untuk meminta umpan balik. Untuk dapat menciptakan atmosfir yang demikian akan diperlukan sikap anda sebagai pimpinan yang mendukung trans paransi dan komunikasi secara terbuka yang didasarkan pada fakta-fakta yang ada. Dengan demikian para karyawan akan merasakan bahwa permintaan dan/ atau pemberian umpan balik tidak saja diharapkan tetapi memang merupakan hak para karyawan dalam upaya-upaya untuk meningkatkan produktivitas dan kinerja mereka secara masing-masing maupun sebagai bagian dari kelompok kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan.
Meskipun pemberian maupun penerimaan umpan balik dapat dilakukan secara informal akan tetapi akan lebih maksimal manakala diada kan mekanisme pencatatan yang memungkinkan baik atasan maupun bawahan untuk mengikuti proses lanjutan setelah umpan balik diberikan dan/atau diterima sehingga efektivitas dari um pan balik dapat terukur. Dengan adanya perbaikan berkesinambungan melalui pemberian dan penerimaan umpan balik pada saat pelaksanaan pekerjaan, proses penilai an kinerja yang umumnya dilakukan pada setiap akhir tahun akan menjadi lebih mudah karena para karyawan memiliki kesempatan lebih besar untuk meraih sasaran-sasaran mereka. l
3) Gantikan daftar berupa “Do”s and “Don’t”s dengan sebuah ungkapan
Penulis adalah MKI Executive Partner, LMI Director & Certified Facilitator SMI Associate Partner & Certified Coach
Human Capital Journal n No. 32 n Tahun III
n
15 Februari - 15 Maret 2014 31
Periscope
32 Human Capital Journal n No. 32 n Tahun III
n
15 Februari - 15 Maret 2014
Photo Gallery
Training
Manager as HR Manager Bandung, 27 - 29 Januari 2014 Wisma PGN, Bandung Human Capital Journal n No. 32 n Tahun III
n
15 Februari - 15 Maret 2014 33
Column: Business Management
Cuaca
S
uatu hari, seorang manajer naik ke lan tai atas di kantornya untuk menghadap dan melaporkan hasil pekerjaan kepada direkturnya. Saat bertemu sekretaris direksi, diapun meminta ijin untuk menghadap Direktur tersebut, sambil berucap, “ Ibu, bagaimana cuaca di dalam, kira kira cerah kah buat saya untuk berdiskusi dengan beliau?” Dan sang sekretarispun menjawab, “Wah, sedang gelap, mendung dan nampaknya ada angin ribut, tapi kalau mau masuk juga, saya siap meminta ijin beliau, dan resiko sendiri ya, kalau tersengat petir di dalam.” Alhasil si manajerpun permisi untuk tidak menghadap saat itu, sambil titip pesan, tolong ibu kalau cuaca cerah saya dikabari, jadi saya bisa se cepatnya kesini. Gambaran yang sangat ekstrem dan menakutkan, seolah sang direktur adalah malaikat pencabut nyawa, yang berkarakter “lati geni” atau mempunyai lidah yang bisa mengeluar kan api saat marah. Cuaca, atau sering disebut sebagai climate di institusi, sebenarnya sangat diperlukan untuk membuat suatu aturan tidak tertulis dari tatakra ma, dan sistimatika menghargai dan menghormati atasan, tetapi ini bukanlah penerapan aturan feo dalisme yang extreme. Hal ini dikawatirkan akan menghambat komunikasi, keterbukaan dan pe nyampaian ide baru dari para talents. Sikap peng kultusan dan penghargaan berlebihan pada satu jabatan, akan membuat climate yang mencekam, perasaan tertekan dan ketakutan untuk menge mukakan pendapat.
Organizational Culture
Kultur yang ada disuatu organisasi ataupun korporasi, sebenarnya tercipta pada saat korpo rasi tersebut didirikan, yaitu ada diantara para founders yang pasti mempunyai tujuan, visi dan misi personel masing masing, disatukan menjadi satu karakter, prinsip kerja dan akhirnya menjadi behavior didalam korporasinya. Bisa dikatakan bahwa group of founders ini yang secara tidak langsung menciptakan dan menjalankan kultur yang pertama kalinya. Sangat dominan apa yang
34 Human Capital Journal n No. 32 n Tahun III
n
15 Februari - 15 Maret 2014
melatar belakangi yaitu situasi saat pendirian korporasi tersebut, dan menjadi kerangka visi misi korporasi pada waktu itu. Sebagai contoh, satu perusahaan penerbangan di USA, sejak awal pendiriannya sudah mena namkan filosofi hardwork, loyality, dan tujuan best customer sevices. Prinsip yang akan dicapai ini akan menjadi tolok ukur terciptanya kultur awal dari kehidupan korporasi, dan terbawa terus dari atas kebawah, akhirnya menjadi habits dari internal korporasi. Fred Luthan dalam bukunya “Organizational Behaviour” menyebutkan bahwa “Organizational Culture is a pattern of basic as sumptions that are taught to new personnel as the correct way to perceive, think and act on day to day basis. Some of the importants characteristics of organizational culture are observed behavioral regularities, norms, dominant values, philosophy, rules, and organizational climate.” Dominasi dari awal penciptaan kultur didalam korporasi ini, tentunya datang dari mayoritas para founders, dan diikuti selanjutnya oleh semua ta lents yang bergabung didalam korporasi, dan ber sama setiap harinya. Kultur yang baik akan men ciptakan climate atau iklim yang sehat di internal, dan mendorong produktivitas yang tinggi, seiring dengan semakin menaiknya demanding korporasi untuk segera mendapatkan hasil yang berupa mar gin, benefit, eksistensi, diakhiri dengan tingginya asset intangible, yaitu nama baik brand, korporasi dan pengakuan global terhadap keberadaannya. Kultur awal ini akan terus berkembang, bisa menjadi semakin kuat dan positif, tetapi seba liknya bisa menjadi lemah yang akhirnya men jadi negatif bagi pertumbuhan korporasi. Artinya, kultur dipastikan akan berubah sesuai berjalan nya waktu, dan ini tergantung dari majority yang me-manage korporasi sebagai penentu perubahan kultur, yang akhirnya terasa sebagai perubahan climate dioperasional.
Changing of The Culture
Salah satu grup band legendaris di negeri ini, harus kehilangan satu personelnya karena meninggal dunia. Dilanjutkan satu personel lagi
Oleh : Drs. Eddie Priyono. MM
mundur, karena ingin mempunyai kegiatan lain di luar musik. Jadi lah grup tinggal 2 orang, berinisiatif untuk merekrut dua personel lagi, mengisi kekosongan, dengan syarat talents yang bergabung harus mengerti warna musik mereka, mencintai grup. Suatu pergantian per sonel, dan manajer baru, tentu merubah climate di dalam grup. Peran manajer sangat urgent, untuk menjaga keseimbangan, penghargaan kepada se nior, dan menyangkut prosentasi dan remunerasi. Alhasil, satu lagi personel senior mundur, karena ketidak puasan dengan climate dan sistim yang ada, dan tersisalah satu personel senior. Waktu terus berlalu, penggemar grup tetap antusias dengan warna musik yang sama. Dan seharusnya grup berpikir untuk setidaknya mem buat satu album reunion, sebagai warisan mereka, menjaga loyalitas penggemar terhadap sang le genda yang pernah menguasai musik Indonesia. Ketika sang senior yang sudah ada di luar grup, meninggal dunia, sang legenda yang masih ada di dalam grup, tersedu, sedih, karena perubahan kultur telah memisahkan mereka untuk bermain bersama seperti masa lalu. Manajer grup tidak berhasil mempertahankan kebersamaan mereka, karena kultur, climate dan sistim yang tidak me mungkinkan mereka bersama berkarya. Mana jer, apalagi CEO adalah penyeimbangan untuk menjaga kultur dan climate yang sudah baik, dan memperbaikinya seandainya climate ‘merusak’ suasana kerja. Contoh kecil dari climate yang negatif, adalah komunikasi yang tidak kondusif, perasaan ketidak adilan, yang telah membuat grup harus bubar, berakhir dengan penyesalan dikemudian hari. Dalam bukunya, Fred Luthan menuliskan perlunya perubahan kultur dari satu korporasi, apabila diperlukan. “In some cases organizations
find that they must change their culture, in order to remain competitive and even survive in their environment.’ Apa yang terjadi pada grup di atas, perubahan yang mereka jalankan seharusnya lebih simple, karena hanya terdiri 4 personel, asalkan bisa dibicarakan dari hati ke hati, dengan semangat kebersamaan, dan tujuan mempertahankan diri di kompetisi yang berat dan situasi yang sudah berubah. Beberapa korporasi besar yang mau mengubah kultur karena pertimbangan bisnisnya, mempunyai beberapa kriteria prinsip yang harus didalami sebelum action : - Mission : What is our business? - Vision : What do we want to be? - Values : What do we believe and how will we act? - Goals : What will we accomplish in the long term? - Strategies: How will we get there? Barulah dari prinsip dasar tadi, dijabarkan da lam details parameter, Need, Management Commitment, Share Mindset, Employee Involvement, dan dilanjutkan dengan Focused Training dan Accountability. Betapa krusialnya kultur, dan pen tingnya climate yang baik, akan menentukan ter capainya tujuan korporasi, melalui peningkatan produktivitas kerja. Kita berharap cuaca di kamar kerja direktur di atas selalu cerah, manajer berse mangat untuk berdiskusi dengannya. Semoga. l Human Capital Journal n No. 32 n Tahun III
n
Penulis adalah Penasehat Lembaga Pusat Studi dan Komunikasi Pemerintahan (PUSKOPEM), Direktur PT. Victory Jaya Perkasa dan pendiri Yayasan Quantum Galaxi
15 Februari - 15 Maret 2014 35
Column: Leadership Series
Every Leader mus Conducive Worki
(Setiap Pemimpin harus mampu untuk m
S
etiap leader secara umum memi liki misi yang cukup seragam, yaitu mencapai sasaran kerja yang telah ditentukan oleh perusahaan atau in stitusi dimana mereka ditempatkan. Namun, sasaran kerja bukanlah ‘asal’ tercapai, namun harus dilengkapi dengan 3 aspek yang esensial. Aspek tersebut yaitu: sasar an kerja harus tercapai melalui produktifitas ter baik (efektif dan efisien), memiliki nilai dan daya saing yang tinggi. Seluruh aspek ini perlu dilaku kan secara konsisten, tidak hanya insidentil atau sekali-sekali. Bila dijabarkan lebih lanjut, maka ketiga as pek: produktifitas, nilai tambah dan daya saing perusahaan hanya akan dapat terwujud melalui leadership yang kuat dari jajaran pimpinannya. Bentuk leadership atau tindakan jajaran pimpin an dan leadership style akan sangat bervariasi dalam mewujudkan kondisi tersebut, bergan tung pada jenis dan bidang industri atau keg iatan institusi. Namun terdapat hal yang sama pada setiap bentuk organisasi, ialah peran leaders untuk menciptakan iklim dan kondisi kerja yang kondusif. Mengapa demikian? Seberapa pentingkah seorang leader untuk menciptakan kondisi kerja yang kondusif? Apa yang terjadi bilamana hal tersebut tidak dapat diwujudkan? Sangat mudah untuk dipahami rangkaian sebab akibat dari suatu tindakan, apakah akan menghasilkan sesuatu yang positif atau negatif. Agar suatu organisasi dapat mencapai sasaran kerjanya dengan 3 aspek tersebut di atas, maka harus didukung dengan perencanaan yang stra tegis, pengembangan kompetensi dan motivasi kerja yang tinggi serta kerja sama (team-work) yang kuat. Dan untuk itu semua, diperlukan leadership yang tepat dari seluruh jajaran pimpi nan.
36 Human Capital Journal n No. 32 n Tahun III
n
15 Februari - 15 Maret 2014
Sebagai awal proses terjadinya team-work, motivasi kerja dan pengembangan kompetensi karyawan, harus dimulai dari terbentuknya kon disi dan iklim kerja yang kondusif, dan budaya kerja yang menunjang kegiatan utama perusa haan. Kondisi kerja adalah bagian dari pemben tukan budaya suatu organisasi. Dengan kondisi kerja yang kondusif, maka akan terjadi hubun gan interpersonal antar karyawan yang baik, sehingga terjadi ‘chemistry’ kerja yang kuat. Proses ini adalah merupakan fondasi terjadinya team-work yang baik dari seluruh karyawan. Sebaliknya, bila kondisi kerjanya buruk dan tidak kondusif, maka akan terjadi konf lik yang tinggi, dan tentu saja akan berdampak pada team-work yang rendah dan kinerja yang ren dah. Akibat berikutnya ialah pada motivasi kerja setiap karyawan yang akan melemah. Jadi, kon disi kerja suatu organisasi akan sangat mempe ngaruhi kualitas team-work, sinergi kerja, motivasi karyawan, dan kemudian akan mem pengaruhi kinerja individu yang pada akhir nya mempengaruhi kinerja seluruh organisasi. Dengan demikian, siapakah yang bertanggung jawab untuk menciptakan atau membentuk kon disi kerja organisasi? Sudah pasti, para pimpinan perusahaan atau institusi itulah yang memegang peran penuh dalam membentuk kondisi kerja yang kondusif dan budaya kerja yang sejalan dengan kegiatan perusahaan. Proses membentuk kondisi kerja dan budaya kerja akan sangat bergantung pada kualitas leadership dari para pimpinan perusa haan. Pertanyaan berikutnya ialah, bagaimana bentuk leadership yang harus diaplikasikan oleh para pimpinan perusahaan? Bila perusahaan ingin memiliki nilai tambah produk dan services yang tinggi, serta mening katkan daya saing, maka harus senantiasa ter cipta kreatifitas, inovasi dan usaha yang keras
Oleh : Brata Taruna Hardjosubroto
st be able to build ing Environment
membangun kondisi kerja yang kondusif) dari seluruh karyawan. Agar dapat tercipta kreatifitas dan inovasi, diperlukan team-work dan sinergi kerja yang kuat diantara karyawan, baik secara horizontal maupun vertikal. Untuk itu, maka kondisi kerja harus kondusif. Hampir tidak mungkin dapat terjadi kreatifitas dan ino vasi yang berkualitas, bila hubungan kerja antar karyawan lemah akibat buruknya kondisi kerja. Beberapa bentuk leadership yang perlu di lakukan oleh para pimpinan ialah mulai dari terjadinya aspek yang sangat mendasar, ialah ‘Trust’ dan ‘Kredibilitas’ antara pimpinan terh adap karyawan. Hubungan atasan dan bawahan akan kuat bila para pimpinan mendapat keper cayaan penuh dari karyawan dan dinilai credible. Namun bila yang terjadi adalah sebaliknya, maka akan berdampak pada buruknya kondisi dan budaya kerja perusahaan. Trust dan Kredibilitas dapat terbentuk, bila para pimpinan memiliki integritas dan kejujuran yang baik, serta kompetensi yang kuat. Tahap berikutnya ialah kemampuan para pimpinan pada aspek komunikasi, leadership style yang te pat, bertindak fair/objective, kemampuan meng gambarkan potensi mendatang dengan cukup komprehensif, kemampuan problem solving dan pengambilan keputusan, melakukan pendele gasian dan performance management dengan efektif. Seluruh kegiatan leadership tersebut akan sangat berdampak secara langsung dan tidak langsung terhadap tercapainya 3 aspek di atas. Sebagai contoh, faktor komunikasi. Seorang leader harus memiliki kemampuan komunika si yang tinggi. Media komunikasi terdiri dari bentuk verbal, tertulis dan tindakan. Pada se tiap bentuk komunikasi, harus mampu untuk menimbulkan inspirasi, motivasi dan informasi yang jelas dan kuat bagi pendengarnya. Pimpin an yang mampu berpidato atau presentasi yang
inspiring, akan efektif menimbulkan atmosfir kerja yang positif dan motivasi yang tinggi. Se baliknya, bila presentasi disampaikan dengan destruktif, maka akan menimbulkan demotivasi dan suasana kerja yang negatif pula. Beberapa hal lain yang sangat disarankan bagi para leaders ialah melakukan hal berikut: • Berperilaku dan bertindak serius, fokus, na mun relax dan ramah. Perilaku yang cepat marah, atau memberi nada yang ‘mengancam’, meremehkan, ingin menang sendiri, konflik kepentingan, adalah bentuk tindakan yang akan berdampak pada terjadinya kondisi kerja buruk. Perilaku demikian menunjukkan ren dahnya tingkat leadership pimpinan, dan hal ini harus segera berubah. • Menghargai pendapat orang lain dan melaku kan komunikasi yang efektif, merupakan kunci untuk dapat mewujudkan kondisi kerja yang kondusif. Aspek komunikasi sangat kri tikal untuk terbentuknya proses mewujudkan kondisi kerja harmonis dan kondusif. • Pimpinan juga perlu untuk meluangkan wak tu dan terlibat aktif dalam kegiatan informal perusahaan. Tindakan ini akan mencairkan hubungan interpersonal dan menghilangkan formalitas sehari-hari yang dirasa stressfull, dan sangat banyak memberikan dampak positif. • Memberikan apresiasi dengan tulus pada set iap keberhasilan yang dicapai oleh tim kerja, baik terhadap bawahan langsung atau bukan. Bilamana perlu, rayakanlah keberhasilan tersebut secara proporsional. Saran atas perilaku dan tindakan tersebut, bila dilakukan secara konsisten, maka akan mewujudkan kondisi kerja harmonis dan kon dusif, yang akan meningkatkan kinerja. l
Human Capital Journal n No. 32 n Tahun III
n
Penulis adalah mantan Eksekutif IBM & Indosat Group, sekarang berprofesi sebagai Executive Coach dan Practice Leader MKI Corporate University. 15 Februari - 15 Maret 2014 37
Column : Success Motivation
Oleh : Gani Gunawan Djong, ICM, ICC
Membangun Sales Culture
D
engan tingkat persaingan bisnis yang semakin tinggi, tentunya setiap organisasi dari tahun ke tahun harus senantiasa meningkatkan kinerja bis nisnya. Dan ini tentu saja ujung-ujungnya adalah pada peningkatan volume bisnis dan peningkatan keuntung an. Untuk itu dibutuhkan suatu lingkungan atau budaya yang mewajibkan setiap anggota di organisasi tersebut mau “men jual” produk atau jasa, mulai dari seorang CEO hingga petu gas-petugas di tingkat terendah sekalipun, dan mulai dari mereka yang berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dalam transaksi penjualan. Konsep inilah yang dikenal sebagai sales culture (budaya menjual). Kita tentu bisa membedakan organisasi mana yang telah memiliki sales culture yang kuat dan sebaliknya atau bah kan yang tidak memilikinya sama sekali, dalam kegiatan kita sehari-hari ketika melakukan transaksi pembelian produkproduk maupun jasa-jasa yang kita butuhkan. Karena hanya melalui budaya menjual yang kuat akan mempengaruhi keputusan seorang pelanggan dalam mengambil keputusan untuk melakukan pembelian. Lantas bagaimana sebuah organisasi atau perusahaan dapat “membangun sales culture” yang sukses? Apa peranan divisi HR disini? Seberapa pahamkah para HR Professional tentang dunia “sales”? Kalau mengacu kepada konsep “sales culture” tersebut diatas, maka selayaknya para HR Profes sional justru harus memiliki konsep “berpikir yang berbeda” dalam menjalankan fungsinya. Sebagai contoh apakah para HR Professional benar-benar paham tentang tugas dan tanggung jawab para “sales people” didalam organisasinya. Bagaimana “sales team” organisasinya bisa mencapai target bisnisnya dan memberikan pelayanan dan memenuhi kebu tuhan pelanggannya? Ya mereka sekarang harus membuka mata dan telinga tentang peranan “sales culture” yang perlu dibangun didalam organisasinya jika ingin memberikan kon tribusi yang signifikan bagi kemajuan dan pertumbuhan bis nis perusahaannya. Ada tiga fungsi dan tanggung jawab divisi HR yang sangat berdampak terhadap seluruh “employee” di organisasinya termasuk “sales team” tentunya.
Talent Selection :
Dimana HR Professional berkolaborasi dengan para Sales Leader membahas tentang Job Description para “sales 38 Human Capital Journal n No. 32 n Tahun III
n
people” dan kemudian dapat melakukan “recruit” dan “keep” para “sales professional” yang memiliki hal-hal terbaik dalam kualifikasi, pengalaman dan kepribadian. Dengan demikian HR partner akan memastikan para “sales professional” ini merasa senang dengan keputusannya untuk bergabung dan mengembangkan karirnya di organisasi ini.
Professional Development
Sales Culture yang baik menempatkan nilai yang tinggi untuk “pelatihan dan pengembangan”, dan hanya melalui “kesempatan yang memadai” akan memberikan kepada para “sales professional” untuk menapak ke posisi “senior leader ship” di perusahaan yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi yang lebih besar bagi kesuksesan organisasi.
Performance Management
Peranan HR lainnya adalah bagaimana melakukan inisi atif untuk melakukan “retention” terhadap para “employee” dan tentu saja kepada “sales team”, karena kehilangan para “sales professional” akan mengakibatkan kehilangan juga pada “investasi dalam waktu dan uang” dari sisi perusahaan maupun “investasi waktu” bagi para pelanggan, dimana mereka akan lebih merasa nyaman karena memiliki “long term relationship” dengan para sales person yang selama ini menanganinya. Disini HR Professional bersama dengan para Sales Leader harus dapat menciptakan “performance mea surement” yang “meaningful dan motivational” untuk men capai produktivitas yang lebih besar namun sekaligus juga memberikan kepuasan kepada sales team. Melalui ke tiga hal tersebut diatas, maka “partnership” antara “HR Team” dan “Sales Team” di setiap organisasi ada lah sangat penting apabila ingin membangun “Sales Culture” di perusahaan mereka berkarya. Tidak ada “silo” dimana masing-masing departemen mengutamakan keberhasilan departemen masing-masing, namun sebaliknya mereka “ber partner” untuk membangun “professional” yang selanjutnya akan meningkatkan “kinerja bisnis” yang pada gilirannya nanti akan berdampak pada “company’s revenue”. Karena “sales culture” yang baik akan berfokus kepada “pelanggan” yang akan tetap ”setia” karena merasa “puas” dimana semua anggota tim di dalam organisasi itu dapat memahami “kebu tuhannya”. l Gani Gunawan Djong, Icm, Icc, Lmi/Smi, Senior Director
15 Februari - 15 Maret 2014
Human Capital Journal n No. 32 n Tahun III
n
15 Februari - 15 Maret 2014 39
Dapatkan Bundel Eksklusif
HC Journal
MKI Corporate University
Rp
Achieving Human Capital Excellence
35On0gk.o0s K0ir0im
Bundel 1 Human Capital Journal Tahun 2011-2012 (12 Edisi) Bundel 2 Human Capital Journal Tahun 2012-2013 (12 Edisi)
+
Tema yang dibahas dalam bundel eksklusif ini:
www.humancapitaljournal.com Hubungi: Andedes, Hadi, Iin, Purwanti, Dedeh.
(021)
Setiap perusahaan harus memilikinya sebagai referensi ilmu sumberdaya manusia yang sangat kaya. Bisa juga menjadi perfect gift untuk para relasi.
40 Human Capital Journal n No. 32 n Tahun III
n
5790 3840
15 Februari - 15 Maret 2014
1. Strategic Performance Management 2. Learning Organization : Konsep & Implementasi 3. Selamat Datang Era Knowledge Management 4. Leadership Development Challenges 5. The War for Talent 6. Strength Based Human Capital Management 7. Strategic HR Planning 8. Outsourcing, Illegal? 9. Salary Survey 2012 10. Strategi Rekrutmen 2012 11. Trend in Human Resources Information System 12. Training Evaluation
Menara Kadin Indonesia 24th Floor. Jl. HR. Rasuna Said X-5 Kav. 2-3, Jakarta 12950, Indonesia. Fax. : (62-21) 527 4443 Email :
[email protected]
F o rmulir B erlangganan Mohon diisi dengan huruf cetak
HumanCapital
Kepada Yth. Bagian Sirkulasi HUMAN CAPITAL JOURNAL Menara Kadin Indonesia 24th Floor. Jl. HR. Rasuna Said X-5 Kav. 2-3, Jakarta 12950
Achieving Human Capital Excellence
Ya, kami ingin berlangganan e- Magazine HUMAN CAPITAL JOURNAL :
Alamat pengiriman (
Nama Jabatan Alamat
Nama Alamat
: : :
Kota : Kode Pos : Nomor Telpon : Hand Phone : Facsimile : E-mail : Berlangganan mulai Edisi No : 3 bulan Rp. 75.000,- 1 tahun Rp. 300.000,-
Journal
sama dengan alamat di atas )
: :
Kota : Kode Pos
:
Pembayaran
6 bulan Rp. 150.000,2 tahun Rp. 550.000,-
Transfer ke Bank Mega Cabang Rasuna Said, Jakarta Rek. No. 010 2000 1100 3221 a/n PT Menara Kadin Indonesia
Beri tAnda X pada kotak yang disediakan. Nilai yang ditransfer ditambah dengan ongkos kirim. n
Setelah formulir ini diisi, harap di Fax atau email balik beserta bukti pembayarannya ke : Bagian Sirkulasi dan Pemasaran HUMAN CAPITAL JOURNAL, Menara Kadin Indonesia 24th Floor. Jl. HR. Rasuna Said X-5 Kav. 2-3, Jakarta 12950, Indonesia Phone : (62-21) 5790 3840. Fax. : (62-21) 527 4443. Email :
[email protected],
[email protected] www.pt-mki.co.id. www.humancapitaljournal.com
n
Harga langganan tidak termasuk ongkos kirim per eksemplar (Jakarta Rp. 8.000,Luar Jakarta sesuai tarif yang berlaku di TIKI/JNE) Contoh : Ongkos kirim berlangganan untuk 3 bulan di Jakarta = 3 x Rp. 8.000,- /ekp = Rp. 24.000,- Jumlah yang ditransfer : Rp. 75.000 + Rp. 24.000 = Rp. 99.000,-
PT Menara Kadin Indonesia > Learning > Consulting > Assessment Center > Research > HC Journal
M
enyediakan jasa Assessment Center untuk menda patkan kandidat terbaik menggunakan beragam metode terbaik di dunia. Laporan yang dihasilkan memuat informasi tentang potensi dan kompetensi kandidat untuk menduduki jabatan saat ini ataupun sebuah ja batan lebih tinggi di masa depan. Laporan juga memuat area pengembangan yang diperlukan bagi setiap kandidat. Jasa Assessment Center ini dilaksanakan oleh tenagatenaga asesor berpengalaman. Bukan hanya berpengalam an sebagai asesor, tetapi juga memiliki pengalaman panjang
dalam posisi manajerial dan eksekutif. Hasil Assessment Center ini akan menghasilkan orang yang tepat pada tempat yang tepat dan waktu yang tepat (the right man in the right place at the right time). Hubungi kami untuk layanan terbaik bagi keperhasilan organisasi Anda: Gedung Menara Kadin Lantai 24 Jl. HR Rasuna Said, Jakarta Fax. (021) 5274443 Email:
[email protected] Contact Person: Mrs. Dedeh, Mrs. Iin, Ms. Anti, Mr. Hadi Telp. 021 5790 3840
Human Capital Journal n No. 32 n Tahun III
n
15 Februari - 15 Maret 2014 41
Tim MKI
Syahmuharnis Winny, Agus M. Winny, Nandar
Strategic Competency Profiling
Career Development Management
Comprehensive Assessment Center Certification
HR for Non HR Manager
HR Audit
HR Bussines Partner
15
Talent Management
Training Identification dan Evaluation
Basic Human Resources Management (HRM for Beginner)
Finance for Non Finance
Compliance and Risk Management
Fraud Audit
Marketing Intellegence
23
24
25
26
Effective Personal Productivity
Dynamics of Personal Goal Setting
31
32
Syahmuharnis
2
Syahmuharnis, Husen Suprawinata
Syahmuharnis, Husen Suprawinata
Brata T. H
Brata T. H
Brata T. H
Ritha J. Nainggolan
Ritha, Galatia
Ritha J. Nainggolan
Ritha J. Nainggolan
Susi Muchtar
Syahmuharnis. Rum D Mutiara
3
2
2
2
4
3
2
2
2
3
2
2
2
Abah Rama, Syahmuharnis, dan Rum Data Mutiara Syahmuharnis
2
2
2
Syahmuharnis, Dasmito
Syahmuharnis
Syahmuharnis
2
2
2
3
1
2
2
3
2
2
2
3
2
4
5
Days
6.000.000
4.000.000
3.000.000
3.250.000
6.000.000
4.500.000
4.000.000
3.250.000
3.250.000
4.500.000
4.000.000
4.000.000
3.000.000
4.000.000
3.000.000
4.000.000
3.000.000
3.000.000
3.500.000
3.000.000
5.000.000
2.000.000
3.000.000
3.000.000
5.500.000
3.000.000
3.000.000
3.000.000
4.500.000
3.000.000
6.000.000
12.000.000
Fee
22 - 24
2-3
5-6
19 - 20
19 - 20
21 - 22
22 - 23
17 - 18
22 - 23 28 - 30
25 - 26 26 - 28
24 - 26
23 - 24
16-17
25 - 26
12 - 13
5-6
24 - 25
19 - 20
6-8 21 - 24
8 -9 13 - 14
11 - 13
14-15
23 - 25
29 - 30
23 - 24
10 - 11
3-4
8-9
10 - 11
4-5
17 - 18
26 - 27
13 - 14
6-7
11 - 12
23 - 24
11 - 12
12 - 13
19
3-4
17 - 18
28 - 29
6-8
22
25 - 27
23 - 24
26 - 27
23 - 25
17 - 18
9 - 13
7-8
23 - 25
21 - 22
23 - 24
10 - 11
3-4
21 - 22
8 - 10
24
2-3
7-8
15 - 16
8 - 11
14 - 18
Jul
2014
Jun
18 - 19
24 - 25
24
6-7
10 - 11
17 - 18
27 - 28
20 - 21
13 - 14
9-10
10 - 11
6-7
24 - 25
4-6
20
4-5
6-7
20
4-5
29 - 30
27 - 28
22
20 - 21
6-9
5-9
May
8-9
26 - 28
21 - 22
21 - 23
22 - 23
7 - 11
Apr
6-7
24 - 25
27 - 28
3-4
18 - 19
24 - 26
11 - 14 18 - 19
10 - 14
6-9
10 - 14
20 - 24
Mar
21 - 22
Peb
Jan
Pendaftaran :
Mrs. Tari / Iin / Dedeh / Ms.Purwanti / Mr.Hadi. Tel. (021)
Sept
22 - 23
8-9
15 - 16
25 - 26
11 - 12
4-5
11 - 12
23 - 24
29 - 30
9 - 11
25
3-4
4-5
25 - 26
16 - 17
9 - 12
15 - 19
Oct
28 - 30
21 - 22
27 - 28
20 - 23
13 - 14
29 - 31
30 - 31
16 - 17
9 - 10
27 - 28
23
7-8
22 - 24
27 - 28
27 - 29
21 - 22
13 - 17
Nov
4-6
3-4
18 - 19
20 - 21
18 - 19
17 - 18
27 - 28
13 - 14
10 - 11
6-7
10 - 11
24 - 25
4-6
20
4-5
3-4
18 - 19
11 - 14
10 - 14
Dec
16 - 18
9 - 10
8-9
2-3
8 - 10
10 - 11
11 - 12
4-5
2-3
22 - 23
18
2-3
22 - 23
15 - 17
16 - 17
15 - 19
5790 3840 | Fax. (021) 527 4443 | Email:
[email protected]
26 - 28
19 - 20
5-7
4-5
20 - 21
18 - 19
28 - 29
14 - 15
12 - 13
7-8
25 - 26
21
5-6
25 - 26
25 - 27
19 - 20
11 - 15
Aug
Agenda 2014
2014
Agenda 2014
Effective Supervisory Management Program
Leadership Development Program
29
30
Accounting for Non Accounting
Measuring & Managing Employee Engagement
22
Management Development Program (Soft skill Managerial), Star Program
Customer Engagement
21
27
Strength Based Human Capital Management (Human Sigma Approach)
20
28
Individual Performance Management with Balanced Scorecard
Performance Audit (Pertama di Indonesia)
18
19
Workload Analysis and Comprehensive Strategic Man Power Planning
Strategic Management
16
15 Februari - 15 Maret 2014
17
Rum D Mutiara dan Sapta Putra Y
Sapta Putra Y dan Rum D Mutiara
Syahmuharnis, Agus Mauludi
Yunisas, Agus M, dan Winny W
Syahmuharnis, Dasmito
Winny, Agus M, Rum D.Mutiara
Junisas
Winny, Agus M.
Mendesain Kurikulum Berbasis Kompetensi
How To Design MT Program
Rum D Mutiara
Compensation & Benefit System
Rum D Mutiara, Winny
Human Resources Management Professional (HRMP)
Competency Based Job Analysis & Job Evaluation
Tim MKI
Facilitator
Certified Human Resources Management Professional (CHRMP)
Training
> Learning > Consulting > Assessment Center > Research > HC Journal
PT Menara Kadin Indonesia
13
n
14
12
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
No
42 Human Capital Journal n No. 32 n Tahun III