HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DAN INTIMATE FRIENDSHIP PADA REMAJA Hartini Dian Kartika Program Studi Psikologi Universitas Brawijaya Malang
[email protected]
ABSTRACT This study was aimed to find relation between sense of humor and intimate friendship in adolescent. The sample of this studywere 100 adolescents, consist of 41 boys and 59 girls, age ranged from 15 until 18 years old. Method that used in this research was quantitative correlation. Data was analyzed by using Pearson’s correlation product moment. The result indicatedthat there was correlation between sense of humor and intimate friendship in adolescent. The result also shows that sense of humor and intimate friendship were positively related. As predicted, those who have great sense of humor were alsohaving good intimate friendship. Keywords:sense of humor, intimate friendship, adolescent ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara sense of humor dengan intimate friendship pada remaja. Sampel penelitian adalah remaja tengah, yang terdiri dari 41 laki-laki dan 59 perempuan yang berusia 15 hingga 18 tahun berjumlah keseluruhan 100 orang. Metode penelitian menggunakan metode kuantitatif korelasional.Data dianalisis dengan menggunakan korelasi product moment Pearson.Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara sense of humor dengan intimate friendship pada remaja. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sense of humor dan intimate friendship berkorelasi secara positif, yang menandakan bahwa semakin tinggi sense of humor seseorang, maka intimate friendshipnya juga akan tinggi. Kata kunci: sense of humor, intimate friendship, remaja PENDAHULUAN Latar Belakang Masa remaja seringkali dikaitkan dengan adanya perubahan pada diri remaja, terutama kelekatan pada orangtua di masa kanak-kanak mulai berangsur-angsur berkurang seiring dengan pertumbuhan menjadi seorang remaja. Memasuki usia remaja, maka seseorang akan mulai memiliki kedekatan fisik maupun emosi dengan teman sebayanya, sehingga secara sosial remaja akan banyak bergantung dengan temannya. Pertemanan (friendship) dalam usia remaja sangat penting karena dapat membantu memudahkan transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Ini juga merupakan kesempatan untuk memperoleh pengalaman yang akan membantu proses pengembangan identitas diri dan meningkatkan kemampuan remaja untuk bersosialisasi serta beradaptasi dengan lingkungannya. Sejalan dengan hal tersebut, teori hierarki kebutuhan milik Maslow (Hidayat, 2010) mengemukakan bahwa kebutuhan manusia yang berada pada tingkatan ketiga adalah kebutuhan akan cinta dan kasih sayang. Baik remaja, anak-anak, maupun orang 1
2 dewasa memiliki kebutuhan akan kasih sayang dan kebutuhan untuk bergabung dengan orang lain, seperti konsep manusia sebagai makhluk sosial yang juga tak akan lepas dari manusia lain. Terdapat beberapa batasan usia remaja yang pengelompokan umurnya berbeda-beda, namun dalam penelitian ini penulis menggunakan batasan usia remaja milik Desmita (2012) yang membagi batasan usia remaja menjadi tiga, yaitu remaja awal yang berusia antara 12 – 15 tahun, remaja pertengahan yang berusia 15 – 18 tahun, dan remaja akhir yang berusia antara 18 – 21 tahun. Sejalan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri remaja, mereka juga dihadapkan pada tugas-tugas yang berbeda dari tugas pada masa kanak-kanak. Sebagaimana diketahui, dalam setiap fase perkembangan, termasuk pada masa remaja, individu memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi. Apabila tugas-tugas tersebut berhasil diselesaikan dengan baik, maka akan tercapai kepuasan, kebahagiaan, dan penerimaan dari lingkungan. Seorang remaja yang berhasil memenuhi tugas perkembangannya akan tumbuh menjadi remaja yang aktif dan dapat bergaul dengan baik di lingkungan sosialnya. Keberhasilan individu memenuhi tugas-tugas itu juga akan menentukan keberhasilan individu memenuhi tugas-tugas perkembangan pada fase berikutnya (Retnowati, 2011).Salah satu tugas perkembangan remaja yang harus terpenuhi menurut Havighurst (Retnowati, 2011) adalah mencapai hubungan yang baru dan lebih matang dengan teman sebaya baik sesama jenis maupun lawan jenis. Pentingnya menjalin pertemanan (friendship) dalam kehidupan remaja tergambar dari bagaimana mereka tumbuh dan berkembang dengan membentuk karakter diri mereka yang terkadang tidak jauh berbeda dengan karakter dari teman-teman yang sering berinteraksi dengannya. Ketika mulai beranjak remaja, orangtua bukan lagi sosok utama yang dijadikan panutan. Sepanjang rentang usia akan digunakan untuk menemukan jati diri pada remaja, salah satunya dengan terlibat dalam hubungan pertemanan (friendship). Selain membantu proses pencarian jati diri, proses pertemanan (friendship) itu sendiri juga akan membantu individu untuk lebih diterima dalam kehidupan sosial. Kekuatan dan pentingnya pertemanan serta jumlah waktu yang dihabiskan dengan teman lebih besar di masa remaja dibandingkan dengan masa-masa lain sepanjang rentang kehidupan manusia. Remaja akan cenderung untuk memilih teman yang sama dengan mereka dalam gender, suku bangsa, dan dalam hal lain (Papalia, dkk., 2007). Penelitian Berndt dan Perry (Santrock, 2003) menyatakan yang paling konsisten pada penelitian atas pertemanan remaja dalam dua dekade terakhir adalah bahwa intimacy merupakan bagian yang paling penting dalam pertemanan. Menurut Santrock (2003),intimate in friendship secara sempit diartikan sebagai pengungkapan diri atau membagi pemikiran-pemikiran pribadi. Pengetahuan yang mendalam dan pribadi tentang teman juga digunakan sebagai ukuran keakraban, sedangkan kesamaan diartikan dalam umur, jenis kelamin, etnis, dan faktor-faktor lainnya. Proses intimate friendship terdapat perbedaan yang terjadi pada seseorang yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Anak perempuan ketika diminta untuk menggambarkan sahabat mereka, akan lebih mengartikannya ke arah percakapan yang akrab dan kepercayaan daripada anak laki-laki (Santrock, 2003).Sahabat seringkali digambarkan sebagai seseorang yang dapat membagi masalah, memahami, dan mendengarkan pada saat yang lainnya membicarakan tentang pemikiran dan perasaan pribadi.Hal ini berbeda dengan anak lakilaki.Anak laki-laki kurang dapat mengungkapkan masalah mereka secara terbuka, sebagai bagian dari sifat mereka yang maskulin dan kompetitif.Asumsi di balik perbedaan gender ini adalah bahwa anak perempuan lebih berorientasi pada hubungan antarpribadi (Santrock, 2003). Sejalan dengan hal tersebut, Pauriyal (2011) berpendapat bahwa pada anak yang beranjak dewasa, perempuan umumnya lebih mudah bergaul, kooperatif, mau
3 menegosiasikan konflik, dan menunjukkan perasaan saat ia bercerita dengan teman, misalnya. Sementara laki-laki bergaul dengan cara berbeda, mereka lebih cenderung bergaul dengan cara kompetitif, menguji kesetiaan teman, serta membandingkan kemampuan fisik dan ukuran. Namun demikian, pada penelitian terbaru milik Jones, dkk (Santrock, 2003) perbedaan jenis kelamin dalam pengungkapan diri tidak ditemukan pada remaja Afrika Amerika. Proses intimate friendship yang terjadi pada kelompok-kelompok remaja tidak terjadi begitu saja. Semua selalu melewati berbagai proses yang menyebabkan mereka memiliki kedekatan satu sama lain. Melalui proses intimate friendship pun remaja mulai belajar untuk lepas dari pemikiran egosentris yang mereka bawa dari masa kanak-kanak. Remaja mulai belajar untuk mengerti orang lain, mulai belajar membantu, dan juga belajar mengerti bahwa orang lain memiliki pemikiran yang terkadang tidak sejalan dengan pemikirannya. Dalam sebuah intimate friendship wajar jika terjadi sebuah perbedaan pendapat yang memicu terjadinya sebuah konflik bahkan membuat seseorang yang awalnya berteman baik tiba-tiba saja tidak saling menyapa, menjauh, atau bahkan ekstrimnya saling bermusuhan dan mencari teman lain yang memiliki satu pikiran. Terkadang diperlukan semacam ice-breaker untuk mengatasi hal semacam itu.Tingkat sense of humor seseorang menjadi faktor yang cukup penting ketika dua orang teman saling bermusuhan. Jika salah satu pihak tidak mau mengalah untuk membuat suasana menjadi cair, tentunya tidak akan tercipta sebuah kehangatan dalam hubungan pertemanan (friendship). Humor menjadi faktor yang penting, karena selain dapat mencairkan suasana, humor juga dapat membantu kesejahteraan fisik maupun psikologis masyarakat.Humor bahkan dapat membantu orang yang berduka karena kematian pasangan.Selain itu, humor memiliki manfaat fisik juga.Tertawa, telah terbukti baik untuk sirkulasi paru-paru dan otot (terutama di daerah sekitar perut), ditambah lagi humor membantu orang mengatasi rasa sakit dan kesulitan fisik (McGraw& Warren, 2011). Misalnya saja ketika seorang teman sedang sakit, lalu dijenguk oleh temannya maka rasa sakit yang dialami seseorang akan berkurang intensitasnya, sebab teman dapat memberikan dukungan secara moral bagi teman yang sedang kesusahan.Jika dikaitkan dengan friendship, maka hubungan yang baik tentu salah satunya didasari dengan keintiman (intimacy) dan komunikasi yang baik antara kedua belah pihak.Komunikasi yang baik itu dapat muncul dari sekedar lelucon-lelucon konyol, kemudian pihak yang lain menanggapi, sehingga komunikasi yang awalnya serius dan kaku berubah menjadi santai dan lebih menyenangkan. Humor sendiri sedikit banyak dapat menunjang remaja dalam hubungan sosial, sehingga mereka akan lebih diterima oleh lingkungan sekitarnya. Dewasa ini, ditemukan korelasi antara humor dengan berbagai bentuk hubungan dalam kehidupan sehari-hari, baik hubungan pertemanan (friendship) maupun hubungan dengan pasangan. Menurut penelitian milik Flamson & Barrett (2008), suatu lelucon berasal dari halhal tersirat yang berupa pengetahuan atau informasi “terenkripsi” serta ungkapan-ungkapan secara eksplisit. Maksud dari informasi terenkripsi adalah, informasi yang tidak bisa dengan mudah dipahami oleh orang lain yang tidak memiliki wewenang atau kode untuk mengetahui informasi tersebut. Mereka yang saling berbagi pengetahuan “terenkripsi” tadi akan memungkinkan untuk mendeskripsikan dan memahami lelucon yang dimaksud. Proses pemahaman pengetahuan terenkripsi tersebut dapat terjadi karena memiliki pengetahuan yang sama, atau dengan kata lain seseorang tersebut dapat diidentifikasikan sebagai teman atau pasangan yang cocok. Sehingga, dari hasil penelitian Flamson & Barett (2008) didapatkan bahwa hal yang membuat lelucon menjadi lucu bukan hanya isi dari lelucon tersebut, namun juga hubungan antara isi lelucon dengan pesan-pesan tersirat yang dikenali oleh pengirim dan penerima lelucon. Berangkat dari pengetahuan yang sama itulah yang mendasari sikap dan preferensi antara pengirim dan penerima lelucon.
4 Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut mengenai hubungan antara sense of humor dengan intimate friendship pada remaja. Interaksi pada usia remaja lebih banyak terjadi dengan teman sebayanya dibandingkan dengan orangtua. Sejalan dengan hal tersebut, interaksi dengan teman sebaya akan semakin sering intensitasnya dan semakin akrab. Interaksi remaja dengan teman sebaya lebih besar intensitasnya dibandingkan dengan anak-anak. Proses interaksi pada anak-anak dengan teman sebayanya hanya terjadi ketika mereka berada di sekolah. Interaksi pada remaja perempuan lebih berkaitan dengan orientasi antar pribadi, dibandingkan dengan remaja laki-laki yang kurang dapat mengungkapkan masalah secara terbuka. Penulis membatasi subjek penelitian yang bergolongan usia remaja tengah, yaitu 15 – 18 tahun, sebab usiaremaja merupakan usia yang masih rentan terhadap segala perubahan yang terjadi pada dirinya. Mereka berada dalam masa peralihan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa, sehingga seringkali kondisi emosi para remaja belumlah stabil.Termasuk hal yang menarik pula jika dapat membahas lebih lanjut bagaimana interaksi antara remaja dengan teman sebayanya,serta bagaimanasense of humor berkaitan dengan intimate friendship pada remaja. KAJIAN PUSTAKA Sense of Humor Thorson & Powell (Kelly, 2002) menyatakan bahwa sense of humor terdiri dari beberapa elemen, termasuk pengakuan diri sebagai seorang yang humoris, pengakuan humor orang lain, apresiasi humor, kecenderungan untuk tertawa, memiliki perspektif yang memungkinkan untuk mengapresiasikekonyolan dalam kehidupan, dan menggunakan humor untuk mengatasi masalah. Menurut Thorson dan Powell (1997) ada empat aspek penting dalam sense of humor yaitu, humor production, coping with humor, humor appreciation, dan attitude toward humor. Lebih lanjut lagi, Harsono (2011) menjelaskan mengenai definisi dari masing-masing aspek humor tersebut menjadi sebagai berikut: a. Humor production Kemampuan untuk menemukan humor pada setiap peristiwa dan berhubungan dengan perasaan diterima oleh lingkungan. b. Coping with humor Bagaimana individu menggunakan humor untuk mengatasi emosional dan situasi yang mengandung stressful pada individu. c. Humor appreciation Kemampuan untuk mengapresiasikan humor yang dihubungkan dengan internal locus of controlseseorang, sebuah indikasi dari seberapa banyak individu mengapresiasikan setiap dari perilaku orang lain. d. Attitude toward humor Kecenderungan untuk tersenyum atau tertawa pada setiap situasi yang lucu. Aspek-aspek yang dikemukakan Thorson dan Powell tersebut disusun dalam sebuah skala yang disebut dengan Multidimensional Sense of Humor Scale (MSHS). Remaja Menurut Kartono (Andriyanto, 2012) masa remaja disebut pula sebagai penghubung antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa.Pada periode ini terjadi perubahan-perubahan besar dan esensial mengenai kematangan fungsi-fungsi rohaniah dan jasmaniah, terutama fungsi seksual.Selain itu, Rumini dan Sundari (Andriyanto, 2012) menjelaskan bahwa masa remaja
5 adalah masaperalihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek atau fungsi untuk memasuki masa dewasa. Berdasarkan beberapa pengertian remajayang telah dikemukakan para ahli, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa remaja adalah individu yang sedang berada pada masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa dan ditandai dengan perkembangan yang sangat cepat dari aspek fisik, psikis, maupun sosial. Menurut Kartono (Andriyanto, 2012), terdapat tiga batasan usia pada masa remaja yaitu: a. Remaja Awal (12 – 15 tahun) b. Remaja Pertengahan (15 – 18 tahun) c. Remaja Akhir (18 – 21 tahun) Kepribadian remaja pertengahan masih kekanak-kanakan tetapi pada masa ini timbul unsur baru yaitu kesadaran akan kepribadian dan kehidupan badaniah sendiri. Remaja mulai menentukan nilai-nilai tertentu dan melakukan perenungan terhadap pemikiran filosofis dan etis, sehingga akan timbul kemantapan pada diri sendiri. Rasa percaya diri pada remaja menimbulkan kesanggupan pada dirinya untuk melakukan penilaian terhadap tingkah laku yang dilakukannya.Selain itu pada masa ini remaja menemukan diri sendiri atau jati dirinya. Intimate Friendship Menurut Bickmore (1998) intimate friendship adalah sebuah hubungan yang memungkinkan masing-masing individu untuk bergantung pada teman, memiliki kesamaan minat atau saling berbagi pengalaman, dan juga memiliki kualitas dalam self disclosure yang membuat individu dapat saling terbuka membicarakan pemikiran dan perasaannya masing-masing. Lebih lanjut lagi, Sharabany (2008) menyatakan bahwa konsep intimate friendship terstruktur dari delapan dimensi, yaitu kejujuran dan spontanitas (frankness and spontaneity), kepekaan dan pengertian (sensitivity and knowing), kelekatan (attachment), eksklusifitas (exclusiveness), memberi dan berbagi (giving and sharing), penerimaan dan pengorbanan (taking and imposition), kegiatan yang sama (common activities), serta kepercayaan dan kesetiaan (trust and loyalty). Menurut Sharabany (2008) terdapat delapan dimensi dari intimate friendship, antara lain: a. Kejujuran dan spontanitas (frankness and spontaneity), merujuk pada hubungan yang meliputi keterbukaan dalam mengungkapkan kelebihan dan kelemahan diri serta memberi pendapat secara terus terang mengenai apa yang dilakukan oleh orang lain. b. Kepekaan dan pengertian (sensitivity and knowing), merujuk pada pengertian dan empati yang diimbangi dengan kesadaran untuk memahami teman. c. Kelekatan (attachment), merujuk pada kedekatan dan kecocokan yang menghasilkan perasaan keterkaitan terhadap teman. d. Eksklusifitas (exclusiveness), merujuk pada keunikan dalam suatu hubungan pertemanan yang menyebabkan tingkatannya lebih tinggi dibandingkan hubungan dengan orang lain. e. Memberi dan berbagi (giving and sharing), merujuk pada teman yang akan memberikan barang-barang secara material dan juga dukungan sosial. f. Penerimaan dan pengorbanan (taking and imposition), merujuk pada sikap mementingkan kepentingan teman di atas kepentingan pribadi serta menerima segala sifat yang dimiliki oleh teman, baik dan buruknya. g. Kegiatan yang sama (common activities), menunjukkan bahwa memiliki ketertarikan dalam hal yang sama dan menikmati waktu yang dihabiskan dalam kegiatan bersama. h. Kepercayaan dan kesetiaan (trust and loyalty), merujuk pada suatu kondisi dimana teman dapat menjaga rahasia dan akan saling membela satu sama lain dari ancaman luar.
6 Hubungan antara Sense of Humor dengan Intimate Friendship pada Remaja Salah satu faktor yang menentukan kualitas hubungan adalah adanya kedekatan atau intimacy. Seperti yang dinyatakan oleh Damon (Hidayat, 2010) bahwa tahapan pertemanan (friendship) pada usia remaja awal memiliki kedalaman yang lebih besar. Remaja menekankan dua karakteristik utama dalam pertemanan (friendship) mereka.Pertama dan terpenting adalah intimacy. Pertemanan (friendship) dinilai berkaitan dengan adanya saling pengertian dan berbagi pikiran, perasaan, dan rahasia lain. Remaja mencari kedekatan psikologi dan pengertian timbal-balik dari sahabatnya.Pertumbuhan intimacy pada masa remaja berhubungan dengan komitmen yang lebih dalam antara sahabat. Terlebih lagi, individu yang memiliki sense of humor yang tinggi menurut Setiawan (Puspita, 2007) dapat menambah penerimaan seorang individu terhadap individu lain dari segala usia. Umumnya sense of humor yang tinggi banyak dikaitkan dengan hubungan interpersonal yang baik.Sejalan dengan pendapat McGee (2009) yang menyatakan bahwa seseorang yang memiliki sense of humor yang bagus dianggap lebih atraktif dancocok untuk dijadikan rekan untuk jangka waktu yang panjang daripada individu dengan sense of humor rata-rata atau tidak memiliki sense of humor.Hal tersebut didukung oleh penelitian milik Flamson dan Barrett (2008) yang menyatakan bahwa teman yang akrab akan memiliki suatu pengalaman dan pemahaman yang sama mengenai lelucon ketika mereka berinteraksi, sehingga keakraban mereka dapat terlihat karena mereka saling berbagi pengalaman yang sama. Hal tersebut sejalan dengan penelitian milik Hutman (2012) yang menyatakan bahwa humor merupakan indikator yang menunjukkan bahwa dalam suatu kelompok terdapat interaksi atau pertukaran canda dan tawa yang digunakan untuk berhubungan satu sama lain. Pertukaran humor yang terjadi dalam interaksi tersebut menunjukkan bahwa masing-masing individu juga akan berbagi atau bertukar berbagai hal, misalnya saja saling bertukar cerita, berbagi pendapat mengenai suatu hal, dan sebagainya. Hipotesis Penelitian Terdapat hubungan antara sense of humor dengan intimate friendship pada remaja. METODE PENELITIAN Partisipan dan Desain Penelitian Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa di SMA Brawijaya Smart School Malang. Teknik pengambilan sampel dari populasidalam penelitian ini adalah non probability sampling dengan menggunakan teknik purposive sampling. Ciri sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah remaja yang bersekolah di SMA Brawijaya Smart School Malang yang berusia 15 – 18 tahun baik laki-laki maupun perempuan, berjumlah keseluruhan 100 orang, dengan perbandingan subjek laki-laki sebanyak 41 orang dan subjek perempuan sebanyak 59 orang. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif korelasional yang melihat hubungan antara variabel bebas yaitu sense of humor dengan variabel terikat yaitu intimate friendship.Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji asumsi klasik dan uji hipotesis yang dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 15 for Windows.Uji asumsi klasik yang dilakukan adalah uji normalitas dan uji linieritas, sedangkan uji hipotesis yang digunakan adalah dengan menggunakan korelasi Product Moment Pearson.Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala sense of humor adaptasi dari Multidimensional Sense of Humor Scale (MSHS) milik Thorson & Powell dan skala intimate friendship yang menggunakan dimensi dari Intimate Friendship Scale milik Sharabany.Dalam penelitian ini pengujian validitas
7 dilakukan dengan prosedur ketepatan validasi isi (content validity), yaitu validitas tampang dan validitas logis.Pengujian reliabilitas pada skala ini menggunakan reliabilitas Cronbach’s Alpha. Tabel 1. Uji Reliabilitas Skala Penelitian No.
Skala
1 2
Sense of Humor Intimate Friendship
Nilai Cronbach’s Alpha 0,901 0,974
Keterangan Reliabel Reliabel
Alat Ukur dan Prosedur Penelitian Penelitian ini menggunakan skala sense of humor yang terdiri atas 4 dimensi adaptasi dari Multidimensional Sense of Humor Scale milik Thorson & Powell,sedangkan skala intimate friendshippeneliti susun kembali dengan mengacu pada 8 dimensi skala intimate friendshipmilik Sharabany (1974) dan digunakan dalam penelitian Jones & Dembo (1989) yang terbagi menjadi dua sudut pandang, yaitu subjek menilai dirinya sendiri dan subjek menilai temannya.Tipe skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert dengan menggunakan aitem-aitem favorable dan unfavorable. Setelah dilakukan uji coba, untuk skalasense of humor menghasilkan 21 aitem diterima dari keseluruhan 24 aitem dan untuk skala intimate friendshipmenghasilkan 88 aitem diterima dari keseluruhan 104 aitem dengan korelasi aitem total ≥0,25. HASIL Berdasarkan hasil uji normalitas, pada variabel sense of humor diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,433, sedangkan pada variabel intimate friendship diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,417, dimana nilai tersebut lebih besar dari nilai α = 0,05 sehingga dapat dikatakan bahwa kedua variabel tersebut berdistribusi normal. Berdasarkan uji linieritas diperoleh nilai F sebesar 34,617 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 yang nilainya lebih kecil daripada 0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel sense of humor memiliki bentuk hubungan yang linier dengan variabel intimate friendship.Setelah uji asumsi terpenuhi, selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis menggunakan uji korelasi Product Moment Pearson. Berdasarkan hasil uji korelasi antara variabel sense of humor dengan intimate friendship ditemukan nilai korelasi sebesar sebesar 0,497 dan nilai signifikansi 0,000 yang menunjukkan bahwa antara kedua variabel tersebut memiliki korelasi yang signifikan.Analisis data dalam penelitian ini menggunakan SPSS 15.0 for Windows untuk membantu dalam uji hipotesis maupun uji asumsi. Selain melakukan uji korelasi pada subjek secara keseluruhan, peneliti juga melakukan analisis tambahan dengan menggunakan uji korelasi Product Moment Pearson pada masingmasing kelompok subjek, baik laki-laki maupun perempuan untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana korelasi antara sense of humor dengan intimate friendship apabila dilihat dari jenis kelamin.Hasil nilai korelasi yang didapat antara variabel sense of humor dengan intimate friendship pada subjek berjenis kelamin laki-laki sebesar 0,556 dan nilai signifikansi 0,000.Sedangkan pada subjek perempuan memperoleh nilai korelasi sebesar 0,547 dan nilai signifikansi 0,000. DISKUSI Berdasarkan hasil penelitian, hipotesis peneliti yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara sense of humor dengan intimate friendship pada remaja dapat diterima.Nilai korelasi yang ditemukan menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan di antara kedua variabel. Berdasar nilai korelasi tersebut, apabila sense of humor seseorang tinggi, maka
8 tingkat intimate friendship-nya pun akan cenderung tinggi. Sebaliknya, apabila sense of humor seseorang rendah, maka tingkat intimate friendship-nya pun akan cenderung rendah. Hal tersebut diperkuat oleh penelitian milik Hampes (Thorson, dkk., 1997) yang meneliti tentang korelasi antara intimasi, ekstraversi, dan Multidimensional Sense of Humor Scale pada subjek yang berstatus sarjana. Penelitian tersebut menemukan bahwa subjek yang memiliki intimacy tinggi juga memiliki sense of humor yang tinggi. Apabila dilihat berdasarkan perbedaan jenis kelamin, subjek berjenis kelamin laki-laki memiliki nilai korelasi yang lebih tinggi dibandingkan perempuan.Nilai korelasi antara variabel sense of humor dan intimate friendshipyang didapatkan dari subjek laki-laki maupun perempuan dalam penelitian ini tidak terlalu berbeda. Hal tersebut dapat disebabkan karena laki-laki dan perempuan cenderung sama dalam menilai apakah sebuah lelucon lucu atau tidak (Reiss, 2008). Perbedaan yang mencolok bukan dari bagaimana laki-laki dan wanita menilai suatu lelucon itu lucu atau tidak, melainkan lebih mengarah pada pengharapan mereka ketika merespon suatu hal yang dianggap lucu.Menurut Naranjo-Huebl (2013) humor pada laki-laki lebih sering ditandai dengan lelucon yang mengekspresikan agresi dan permusuhan, sedangkan perempuan lebih suka lelucon berupa permainan kata-kata dan cerita-cerita anekdot. Sedangkan untuk intimate friendship menurut Sharabany (2008), remaja perempuan umumnya menunjukkan level intimasi yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki, baik dengan sesama jenis maupun dengan lawan jenis. Hal ini disebabkan karena remaja perempuan telah mengembangkan intimate friendship di usia yang lebih awal dibandingkan laki-laki. Ko & Buskens (2011) juga berpendapat bahwa laki-laki dan perempuan diajarkan dan didorong untuk mengelola pertemanan dengan cara yang berbeda dimulai dari masa kanak-kanak. Remaja perempuan lebih menekankan pada interaksi yang intim dengan cara berbagi perasaan, sedangkan remaja laki-laki mempertahankan dan menjalin pertamanan melalui kegiatan yang sama. Variabel intimate friendship,ditemukan sebanyak 66% subjek menunjukkan tingkat intimate friendship yang sedang, yaitu pada subjek laki-laki sebesar 31% dan pada subjek perempuan sebesar 35%. Sedangkan 34% sisanya memiliki tingkat intimate friendship yang tinggi, yaitu pada subjek laki-laki sebesar 10% dan pada subjek perempuan sebesar 24%, serta tidak terdapat subjek penelitian yang memiliki intimate friendship dengan kategori rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Ko & Buskens (2011) yang menyatakan bahwa mencari teman merupakan bagian terpenting dalam kehidupan remaja di sekolah, selain itu menurut Sharabany (2008) intimate friendship sangat penting bagianak-anak, remaja, dan dewasa muda sebab menjadiempatidan berbagiperasaandengan orang lain, menjadiperhatian, percaya dan berkomitmen dengan orang lain, keterbukaan diri serta perhatian terhadap temanberkaitan dengan identitas diri, pengembanganself esteemyang positif, dan penyesuaiandiri yang lebih baik.Oleh karena itu, dalam penelitian ini tidak ada subjek yang memiliki intimate friendship dengan kategori rendah. Penelitian ini juga didapatkan bahwa tidak ada subjek yang memiliki sense of humor dan intimate friendship dengan kategori rendah.Sense of humor umumnya dimunculkan dengan respons tertawa.Pada masa remaja, mereka rata-rata tertawa sebanyak enam kali dalam sehari, berbeda dengan orang dewasa yang tertawa rata-rata hanya empat kali dalam sehari (Brain, 2012).Selain itu, menurut Novandi (2009) humor dapat terjadi karena dipengaruhi oleh faktor kognitif, psikis ataupun psikologis, dan juga motivasi individu pada saat stimulus diterima, kepribadian individu, dan keadaan sosial saat menerima stimulus tersebut.Jika dilihat dari penelitian ini yang menggunakan subjek remaja, menurut Piaget (Santrock, 2013) mereka umumnya telah memasuki tahapan pemikiran operasional formal dimana remaja mulai mampu untuk berpikir abstrak termasuk merespons humor dalam berbagai
9 kesempatan.Oleh karena itu, dalam penelitian ini tidak ada subjek yang memiliki sense of humor dengan kategori rendah. Menurut McGee & Shevlin (2009), orientasi humor yang tinggi berhubungan dengan rendahnya level kesepian, dan individu merasa bahwa dengan menjadi seseorang yang humoris akan lebih menarik secara sosial. Pendapat tersebut sejalan dengan Berk (2001) yang menyatakan bahwa fungsi humor secara psikologis antara lain adalah mengurangi kecemasan, mengurangi ketegangan, mengurangi stress dan depresi, mengurangi kesepian, meningkatkan self-esteem, mengembalikan harapan dan energi, serta memberi semangat dan kontrol. Selain secara psikologis, dalam komunikasi sosial humor dapat berfungsi untuk menyampaikan pesan implisit yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi orang lain dalam berbagai cara serta meredakan ketegangan di antara orang-orang yang terlibat konflik. Hal inilah yang menyebabkan mengapa tidak ada subjek yang memiliki sense of humor dan intimate friendship rendah. Menurut Pauriyal (2011) memasuki masa remaja, teman memainkan peran yang penting dalam membentuk perilaku seseorang.Hal utama dan terpenting adalah intimacy. Kebutuhan akanintimacy akan meningkat secara intensif selama masa remaja awal, hal inilah yang memotivasi remaja dalam mencari teman dekat. Menurut Buhrmester (Pauriyal, 2011), kapasitas untuk membentuk kedekatan dan intimatefriendship selama masa remaja berhubungan dengan keseluruhan kompetensi sosial dan penyesuaian secara emosional oleh remaja. Sementara itu, humor di sisi lain juga dapat memperlancar hubungan sosial dengan orang lain. Menurut Apte (Spero, 2013), tawa terjadi ketika masing-masing individu merasa nyaman satu sama lain, serta ketika mereka merasa terbuka dan bebas. Semakin banyak tawa, maka akan semakin kuat ikatan yang terjadi dalam kelompok. Hal itu pula yang melandasi bahwa sense of humor berhubungan dengan intimate friendship pada remaja. Remaja yang tidak memiliki teman dekat akan lebih berisiko untuk mengalami kegagalan dalam beradaptasi dengan lingkungan sosialnya dan kerap mengalami viktimisasi (Sharabany, 2008). Terutama pada subjek dalam penelitian ini yang masih berada di jenjang SMA, akan sangat penting bagi mereka untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Melalui humor, remaja dapat belajar untuk diterima oleh lingkungan sosialnya.Menurut pendapat Nilsen (2005), jika dilihat dari pendekatan pendidikan dan sosial, humor dan tertawa menyebabkan seseorang lebih waspada, otak digunakan, dan mata bersinar.Humor dan tertawa merupakan alat belajar yang penting.Selain itu, merupakan alat yang sangat efektif untuk membawa seseorang agar mendengarkan pembicaraan dan alat persuasi yangbaik.Sedangkan dari pendekatan sosial, humor bukan saja dapat digunakan untuk mengikat individu atau kelompok yang disukai, tetapi juga dapat menjauhkan diri dari individu atau kelompok yang tidak disukai. Menurut Adam (Novandi, 2009),secara fisiologishumor membentuk dasar kesehatan mental yang baik. Ketiadaan sense of humor pada diri individu mengindikasikan adanya masalah, seperti depresi atau keterasingan diri.Humor adalah alat penangkal stress dan sarana untuk memperlancar penyaluran-penyaluran naluriah yang baik.Humor juga dipercaya sebagai hal yang penting dalam penyelesaian masalah individual, komunitas, dan masyarakat.Terutama pada masa remaja, masalah komunitas atau pertemanan merupakan hal yang penting bagi pembentukan diri mereka.Jika terjadi masalah dalam suatu kelompok, humor juga dapat dijadikan pilihan dalam sarana penyelesaian masalah.Sehingga segala masalah yang terjadi di kalangan remaja dapat diselesaikan secara positif. Beberapa pendapat di atas mendukung tentang adanya hubungan antara sense of humor dengan intimate friendship pada remaja.Hal tersebut juga telah dibuktikan melalui penelitian ini yang sejalan dengan pendapat Fitriani & Hidayah (2012), bahwa humor memudahkan seseorang untuk berinteraksi dengan lingkungannya. McGraw & Warren (2011) berpendapat
10 serupa, bahwa humor bermanfaat untuk memperlancar hubungan sosial, menarik perhatian, dan mempengaruhi pemilihan hubungan dengan orang lain. DAFTAR PUSTAKA Andriyanto, D. (2012). Penanganan Penyimpangan Perilaku Seksual pada Remaja Tunalaras yang Berperilaku Agresif di Lingkungan Asrama Slb E Prayuwana Yogyakarta. (Online), (http://eprints.uny.ac.id, diunduh 8 Mei 2013). Berk, R. (2001). The Active Ingredients in Humor: Psycho Physiological Benefits and Risks for Older Adults.Educational Gerontology, 27, 323-339.(Online), (http://www.cyriltarquinio.com, diunduh 10 Juli 2013). Bickmore, T. (1998). Friendship and Intimacy in The Digital Age. MAS 714 - Systems & Self.(Online), (http://web.media.mit.edu, diunduh 15 Maret 2014). Brain, M. (2012). How Laughter Works.(Online), (http://science.howstuffworks.com, diakses 1 April 2014). Desmita.(2012). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Fitriani A. & Hidayah N. (2012).Kepekaan Humor dengan Depresi pada Remaja Ditinjau dari Jenis Kelamin.Humanitas: Jurnal Psikologi Indonesia, 9(1).(Online), (http://journal.uad.ac.id, diunduh 7 Agustus 2012). Flamson T. & Barret H. C. (2008).The Encryption Theory of Humor: A Knowledge-Based Mechanism of Honest Signaling.Journal of Evolutionary Psychology, 6(4), 261281.(Online), (http://tflamson.bol.ucla.edu, diunduh 30 Mei 2013). Hidayat, R. P. (2010). Peranan Komunikasi Antarpribadi sebagai Solusi Konflik pada Hubungan Persahabatan Remaja SMU Negeri 7 Medan. (Online), (http://repository.usu.ac.id, diunduh 10 Juni 2013). Hutman, H. (2012). Indicators of Relatedness in Adolescent Male Groups: Toward a Qualitative Description.The Qualitative Report, 17(30), 1-23. (Online), (http://www.nova.edu, diunduh 10 Juli 2013) Jones, P. J. & Dembo, M. H. (1989). Age and Sex Role Differences in Intimate Friendships During Childhood and Adolescence. Merrill-Palmer Quart, 35, 445-462. Kelly, W. E. (2002). An Investigation of Worry and Sense of Humor.The Journal of Psychology, 136, 657-666. (Online), (http://www.chsbs.cmich.edu, diunduh 20 Maret 2014). Ko, P. & Buskens, V. (2011). Dynamics of Adolescent Friendships: The Interplay between Structure and Gender.International Conference on Advances in Social Networks Analysis and Mining.(Online), (http://www.stats.ox.ac.uk, diunduh 20 Maret 2014).
11 McGee, E. (2009). Effect of Humor on Interpersonal Attraction and Mate Selection.The Journal of Psychology, 143(1), 67-77.(Online), (http://www.mrgalusha.org, diunduh 10 Mei 2013). McGraw, P.& Warren, C.(2011).Finding Humor in Distant Tragedies and Close Mishaps.Psychological Science, 23, 1215-1223.(Online), (http://leedsfaculty.colorado.edu, diunduh 15 Juni 2013). Naranjo-Huebl, L. (2013). From Peek-a-boo to Sarcasm: Women's Humor as a Means of Both Connection and Resistance. (Online), (http://www.fnsa.org/v1n4/huebl.html, diakses 4 April 2014). Nilsen, A. P. (2005). Humor Matters.(Online), (http://www.hnu.edu, diunduh 20 April 2013). Novandi, N. (2009). Hubungan antara Rasa Humor dengan Perilaku Seksual pada Remaja(Online), (http://www.gunadarma.ac.id, diunduh 7 Agustus 2012). Papalia, D.E., Olds, S.W., & Feldman, R.D. (2007).Human Development. (10thed.). New York: McGraw-Hill. Pauriyal, K. (2011). Friendship Pattern as a Correlate of Age and Gender Differences among Urban Adolescents.Stud Home Com Sci, 5(2), 105-111.(Online), (http://www.krepublishers.com, diunduh 20 Juni 2013). Puspita, A. I. (2007). Hubungan antara Self Efficacy dan Sense of Humor dengan Partisipasi Kerja Karyawan.(Online), (http://eprints.unika.ac.id, diunduh 25 Mei 2013). Reiss, A. (2008). Anomalous Hypothalamic Responses to Humor in Cataplexy.PLoS ONE, 3(5). e2225.(Online), (http://www.plosone.org, diakses 2 Juni 2013). Retnowati, S. (2011).Remaja dan Permasalahannya. psy.staff.ugm.ac.id, diunduh 19 April 2013).
(Online),
(http://sofia-
Santrock, J. W. (2003).Lifespan Development (8th ed.). Jakarta: PenerbitErlangga. Sharabany, R. (2008). Boyfriend, Girlfriend in A Traditional Society: Parenting Styles and Development of Intimate Friendships among Arabs in School. International Journal of Behavioral Development, 32(1),66-75.(Online), (http://www.sagepub.com, diunduh 20 Juni 2013). Spero, D. (2013). Laughter: Is It Really The Best Medicine?(Online), (http://www.arthritisselfmanagement.com/health, diakses 5 April 2014). Thorson, J. A., Powell, F. C., Schuller, I. S., & Hampes, W. P. (1997) Psychological Healthand Sense of Humor.Journal of Clinical Psychology, 53(6), 605-619. (Online), (http://users.skynet.be, diunduh 3 Juli 2013).