HENDRA GUNAWAN ART CATALOG
Program pameran Hendra Gunawan dan Kita Melihat Indonesia secara serentak memamerkan sejumlah karya Hendra Gunawan yang dipilih dari koleksi Ir. Ciputra dan juga menampilkan karya-karya dari sejumlah seniman kontemporer Indonesia dari berbagai lapis generasi. Sekaligus menandai dibukanya Museum Hendra Gunawan secara resmi, maka program ini diharapkan tidak hanya bisa memberikan sekilas tentang perjalanan Hendra Gunawan, tetapi juga seni rupa Indonesia secara umum dengan menempatkan Indonesia sebagai sentral permasalahannya. Makna Hendra Gunawan Melihat Indonesia yang disisipkan ke dalam tema tersebut sesungguhnya bertalian dengan representasi lukisan-lukisannya yang kental keindonesiaannya. Tidak mengherankan bila sejumlah pengamat seni kemudian menilai lukisan-lukisannya menawarkan penemuan dan pengalaman estetik tersendiri di dalam medan seni lukis Indonesia. Warna, garis, mimik, gestur manusia, panorama alam tropis, narasi kerakyatan, maupun aspek-aspek formal lainnya memperlihatkan bagaimana kuatnya pencarian Hendra dalam menemukan karakter seni lukis keindonesiannya yang khas.
CATATAN KURATORIAL HENDRA
Di luar kebutuhan akan pencarian kepribadian seni lukis Indonesia itu, kita pada hari bisa mencermati bagaimana sebenarnya Hendra menawarkan kesaksiannya tentang – apa yang kemudian kita namakan Indonesia. Dan Indonesia yang kita lihat hari ini, dibandingkan dengan Indonesia yang direkam Hendra Gunawan dalam kanvasnya, telah mengalami perubahan drastis.
GUNAWAN DAN
Melalui kacamata itu pula, seniman-seniman kontemporer pasca Hendra
KITA MELIHAT
memaknainya dengan cara maupun mata yang berbeda - sebagaimana dulu
INDONESIA
Gunawan ditawarkan untuk melihat Indonesia hari ini; bagaimana mereka Hendra Gunawan pernah melihatnya. Pameran ini tentu saja tak hanya ingin memperlihatkan terjadinya berbagai perubahan bentuk, gagasan, ide, dan makna tentang apa yang kita akrabi sebagai Indonesia, baik dari kacamata Hendra Gunawan maupun para seniman yang hidup di sekarang. Melalui lukisan-lukisan Hendra Gunawan dan para seniman lainnya, pameran ini diharapkan sanggup menggiring kita pada sebuah permenungan tentang bagaimana menjadi dan merasakan makna keindonesiaan di zaman ketika, akhir-akhir ini, hal ihwal mengenai kebangsaan dan kenegaraan semakin dipertanyakan. Aminudin TH Siregar
Sebagai sebuah potret diri, 12 Tahun Tidak Mandi seakan menunjuk
DUA BELAS TAHUN TIDAK MANDI
pada kondisi Hendra saat berada dalam penjara. Tahanan seringkali dikaitkan dengan penderitaan, Namun mengacu pada kenyataan Hendra dalam penjara, saat tubuhnya dikurung, kreasinya dapat terus berkembang. Hal ini juga didukung dengan adanya keleluasan Hendra untuk tetap memiliki tukang kayu, memiliki keleluasaan untuk melukis dalam penjara, dan bahkan mengajarkan melukis pada siapa saja yang berminat belajar kepadanya. Faktor yang patut
1977 147 x 70 cm Cat minyak di atas kanvas
dicermati pada periode ini adalah perubahan pemilihan warna pada karya Hendra, dimana warna-warna yang cenderung gelap telah berganti dengan warna yang cerah. Warna ini dipercaya terpengaruh kuat oleh kecenderungan lukisan Nuraeni, istri kedua Hendra Gunawan yang ditemuinya dipenjara.
HENDRA GUNAWAN
Karya ini dibuat dimasa Hendra telah keluar dari penjara sebagai
AING DASAMUKA
tahanan politik. “Dasamuka” dapat diartikan kepada pengertian “10 wajah” ataupun “10 mulut”. Adanya keterikatan Hendra yang kuat kepada kebudayaan traditional wayang, lukisan ini dapat berasosiasi pada tokoh Rahwana dalam kisah Rama – Shinta, yang juga dikenal dengan nama Dasamuka. Dalam kisah ini Rahwana digambarkan cerdik dalam menghasut dan mengadu domba untuk mencapai segala keinginannya. Menurunkan kisah ini pada kenyataan, dasamuka dapat
1979 204 x 185 cm Cat minyak di atas kanvas
diartikan sebagai keahlian untuk memiliki beragam pemikiran dan ketangkasan bermain peran guna mencapai tujuan
HENDRA GUNAWAN
Ciri khas Lukisan Hendra Gunawan ditandai dengan setidaknya 2
MENYISIR SAMBIL MENYUSUI
aspek terkuat : warna hangat yang membawa atmosfer alam tropis dan figur yang cenderung telah mengalami perlebihan bentuk. Adapun sebagai subjeknya, wanita dengan perlebihan bentuk dibagian-bagian tertentu menjadi pilihan Hendra Gunawan dalam merangkai komposisinya. Dalam pengamatan beberapa ahli, sosok perempuan dan perannya sebagai Ibu selalu hadir dalam lukisan Hendra didorong oleh memorinya mengenai Ibu yang berpengaruh besar pada kehidupannya.
1980 133 x 205 cm Cat minyak di atas kanvas
Sosok perempuan hampir selalu digambarkan sebagai figur multi peran yang kuat dan berani namun juga halus dan mengayomi. Pada Menyisir Sambil Menyusui, figur - figur perempuan kembali muncul dalam aktifitas keseharian seakan tetap dapat bersantai sambil menjalani peran sebagai Ibu.
HENDRA GUNAWAN
Lukisan ini memperlihatkan Nuraeni dipeluk erat oleh Hendra
AKU DAN ISTRIKU DI LONCENG KEDUA
Gunawan. Di belakang tampak sekilas jeruji penjara. Adegan yang penuh haru-biru ini berlangsung di penjara Kebon Waru, Bandung semasa Hendra ditawan sebagai tapol (tahanan politik) karena dituduh komunis. Menurut kritikus Agus Dermawan T., di dalam lukisan itu Nuraeni digambarkan sebagai istri yang amat setia. Lukisan tersebut menggambarkan keintiman mereka di sudut ruang sel ketika lonceng kedua penjara Kebon Waru memberi isyarat
1973 70 x 147 cm Cat minyak di atas kanvas
bahwa jam bezoek (untuk menerima tamu) sudah hampir berakhir. Lonceng pertama adalah pertanda waktu kunjung tinggal 10 menit; lonceng kedua tinggal 5 menit; dan lonceng ketiga pengunjung harus segera meninggalkan ruangan.
HENDRA GUNAWAN
Lukisan ini mengingatkan kita pada lukisan Penjual Ayam yang pernah
PENGORBANAN IBU
menjadi buah bibir di kalangan kritikus seni pada tahun 1950-an. Serombongan wanita tampak terbungkuk-bungkuk memanggul ayam. Mereka bergerak menembus hujan yang mengguyur dengan deras. Seorang anak perempuan cekatan memayungi ibunya dengan pelepah pisang yang membawa ayam sembari menggendong anaknya yang lain. Dalam lukisan ini Hendra secara jeli merekam potret masyarakat yang terus bekerja keras untuk menyambung hidupnya tanpa menghiraukan
1973 144,5 x 289,5 cm Cat minyak di atas kanvas
aral rintangan yang ada di depan mata mereka. Nuansa biru di lukisan ini dimanfaatkan Hendra guna membangun suasana syahdu.
HENDRA GUNAWAN
Hendra sangat cinta melukis lanskap. Hal ini dipengaruhi oleh
BUNGA MUARA
kesenangan berpetualang di alam bebas sejak kecil dan juga didukung dengan pembelajarannya melukis dengan pelukis lanskap, Wahdi. Pada lukisan ini figur-figur Hendra digambarkan dalam kehidupan keseharian di tepi pantai, suatu tema yang secara konsisten diangkatnya keatas kanvas: keseharian rakyat Indonesia. Di tahun pembuatan karya ini, Hendra membuktikan kembali posisinya sebagai seniman Indonesia yang patut diperhitungkan setelah keluar dari
1979 205 x 170 cm Cat minyak di atas kanvas
tahanan dimana karyanya menjadi semakin kuat setelah pameran solonya ditahun 1979 ini.
HENDRA GUNAWAN
Sebuah panorama danau dan perbukitan dari kejauhan yang
PEMANDANGAN DANAU
menawarkan kita ke suasana tenang, eksotis, dan damai. Di kejauhan tampak kampung nelayan dan beberapa penghuninya. Di lukisan ini Hendra seakan mengumbar kekagumannya kepada alam Indonesia yang kaya. Ia ingin menitip pesan kepada kita untuk merawatnya. “Karena sesungguhnya aku adalah anak kampung yang semenjak kecil terbiasa dengan keadaan alam sekitar yang seluruhnya bersifat agraris. Lingkungan alam di sekitarku berupa keindahan alam semesta yang
1974 85 x 195 cm Cat minyak di atas kanvas
luas terbentang dengan permukaan sawah yang jauh melebar ke kaki-kaki bukit hijau menggelombang. Semua itu kemudian terkristal dalam keindahan lukisan-lukisanku: keindahan yang sifatnya agraris,” demikian suatu kali Hendra mengakui.
HENDRA GUNAWAN
Lukisan Pulang Mancing atau dikenal juga dengan judul Menangkap
PULANG MANCING
Ikan ini menggambarkan kehidupan keluarga Indonesia yang sederhana yang kini sudah jarang kita jumpai. Kita melihat seorang ayah diapit dua anaknya yang riang selepas memancing (menangkap) ikan di sungai. Di kejauhan, di delta sungai, tampak sejumlah orang merunduk sibuk dengan tangkapannya. Hendra melukiskan perbukitan dengan pohon-pohon kering sehingga membangun suasana gersang dan tandus. Lukisan yang pernah disertakan dalam pameran bersama
1955 155.5 x 109 cm Cat minyak di atas kanvas
Pelukis Rakyat pada tahun 1955 ini tak hanya menebalkan komitmen Hendra dalam merekam keseharian hidup masyarakat, tetapi juga memperlihatkan kematangan estetikanya yang khas.
HENDRA GUNAWAN
Lukisan kolosal ini menggambarkan sebuah adegan kemelut dalam
PANGERAN DIPONEGORO TERLUKA
Perang Jawa (1825-1930) yang termasyhur antara pasukan Pangeran Diponegoro dan Belanda. Perang yang menghabiskan biaya sekitar 20 juta gulden ini menewaskan ratusan ribu orang dari masing-masing pihak dan hampir separuh penduduk kota Jog jakarta terbunuh. Raut wajah Diponegoro dalam lukisan ini tampak belum diselesaikan oleh Hendra Gunawan sehingga menimbulkan tafsir yang luas, misalnya tentang perjuangan Diponegoro yang “belum selesai” dan layak
1982 204 x 495 cm Cat minyak di atas kanvas
diteruskan oleh generasi setelahnya. Sekalipun akhirnya pihak Belanda memenangkan peperangan dengan memperdaya dan kemudian menangkap putra tertua Sultan Hamengkubuwono III, di dalam lukisan itu, Hendra berhasil membangun suasana patriotik sang Pangeran.
HENDRA GUNAWAN