IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Protein Hati Itik Rata-rata kadar Protein hati itik yang diberikan imbangan elektrolit ransum
disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Rataan Persentase Kadar Protein Hati Itik
1 2
Perlakuan R1 R2 R3 R4 R5 R6 …………………………........(%)…............………………… 6,33 6,70 6,81 6,83 6,92 7,08 6,48 6,74 6,69 7,39 7,72 7,58
3
6,68
6,45
6,87
7,55
7,75
7,18
4
6,02
6,63
7,33
7,59
7,03
7,60
Total Rata-Rata
25,50 6,38
26,53 6,63
27,69 6,92
29,35 7,34
29,42 7,35
29,44 7,36
Ulangan
Keterangan : R1: Ransum dengan keseimbangan elektrolit 100 mEq/kg R2: Ransum dengan keseimbangan elektrolit 150 mEq/kg R3: Ransum dengan keseimbangan elektrolit 200 mEq/kg R4: Ransum dengan keseimbangan elektrolit 250 mEq/kg R5: Ransum dengan keseimbangan elektrolit 300 mEq/kg R6: Ransum dengan keseimbangan elektrolit 350 mEq/kg
Berdasarkan Tabel 7 tampak bahwa rata-rata jumlah kadar protein hati itik dari tertinggi ke terendah yaitu R6, R5, R4, R3, R2 dan R1 sebesar 7.36, 7.35, 7.34, 6.92, 6.63 dan 6.38 (persen). Rataan persentase protein hati terendah diperoleh pada perlakuan R1 (Ransum dengan keseimbangan elektrolit 100 mEq/kg) yaitu sebesar 6,38%, sedangkan rataan persentase protein hati tertinggi diperoleh pada
28 perlakuan R6 (Ransum dengan keseimbangan elektrolit 350 mEq/kg) yaitu sebesar 7,36%. Pengaruh perlakuan terhadap kadar protein hati itik lebih jelasnya dapat dilihat pada Ilustrasi 1.
Kadar Protein Hati 7.60 7.40 7.20 7.00 6.80 6.60 6.40 6.20 6.00 5.80 1
Ilustrasi 1.
2
3
4
5
6
Jumlah Rata-rata Persentase Kadar Protein Hati Itik yang Diberi Imbangan Elektrolit (Na+KCl) dalam Ransum
Berdasarkan Ilustrasi 1 dapat diindikasikan bahwa perlakuan keseimbangan elektrolit dalam ransum mampu meningkatkan kadar protein hati. Illustrasi 1 tersebut menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kadar elektrolit terhadap kadar protein hati. Untuk mengetahui pengaruh imbangan elektrolit ransum terhadap kadar protein hati itik maka dilakukan analisis ragam dan kontras orthogonal yang hasilnya dilampirkan pada lampiran 2. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pengaruh dari pemberian imbangan elektrolit ransum memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar protein hati itik (P<0,05). Untuk mengetahui perbedaan antara
29 kadar protein hati itik dilakukan dengan uji kontras orthogonal dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Contras Test Orthogonal Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Protein Hati Itik Perlakuan R1 R2 R3 R4 R5 R6
Rata–rata protein hati itik (%) 6,38 6,63 6,92 7,34 7,35 7,36
Signifikasi a b c c c c
Keterangan : Berdasarkan alphabet yang berbeda menandakan signifikan P<0,05 sedangkan alphabet yang sama menujukan hasil non signifikan P>0,05.
Hasil uji kontras orthogonal menunjukkan bahwa kadar elektrolit 200 mEq/kg ransum (R3) nyata lebih tinggi (p<0,05) yaitu 6,92% dibandingkan dengan perlakuan R2 dan R1, namun tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan kadar protein hati pada kelompok itik yang mendapat kadar elektrolit 250 mEq/kg (R4), 300 mEq/kg (R5) dan 350 mEq/kg (R6). Hasil penelitian ini juga menujukan bahwa itik yang diberi ransum dengan imbangan elektrolit mulai 100 mEq/kg sampai 200 mEq/kg menunjukkan pengaruh terhadap peningkatan kadar protein dalam hati itik yang signifikan. Pemberian elektrolit dengan kadar melebihi 200 mEq/kg (R3) tidak lagi menunjukan peningkatan protein dalam hati. Pengaruh keseimbangan elektrolit terhadap kadar protein hati dapat disebabkan karena pemberian elektrolit mempengaruhi keseimbangan kadar
30 elektrolit dalam cairan tubuh.
Keseimbangan elektrolit yang berubah pada
gilirannya akan berdampak terhadap kinerja fisiologik secara keseluruhan dalam regulasi nutrien, baik makromolekul (protein dan lemak), maupun mikromolekul. Kim dkk. (2015) mengemukakan bahwa darah merupakan cairan ekstraselluler tubuh yang harus dipertahankan konsentrasi elektrolitnya, oleh karena itu keseimbangan elektrolit ini dipertahankan melalui mekanisme fisiologik ginjal. Gangguan terhadap keseimbangan ini sebagai dampak asupan elektrolit yang berlebihan, menyebabkan regulasi nutrisi dalam tubuh menjadi terganggu. Gangguan ini terutama disebabkan oleh meningkatnya kematian sel dan menurunnya permeabilitas membran sel. Apabila dikaitkan dengan peningkatan protein hati seiiring dengan pemberian ransum dengan keseimbangan 100 hingga 200 mEq/kg dan begitu pula pada level 200 – 350 mEq/kg, dapat diasumsikan bahwa pemberian elektrolit dalam rentang level tersebut termasuk keseimbangan yang tinggi. Kondisi ini terkait dengan terjadinya kematian atau kerusakan sel-sel ginjal sehingga kemampuan filtrasinya mengalami penurunan. Sebagai dampaknya, elektrolit dalam cairan tubuh juga banyak yang disekresikan melalui urine. Peningkatan ekskresi elektrolit, sekaligus mendorong peningkatan reabsorpsi sel-sel glomerulus untuk mempertahankan albumin. Selain itu, agar kedua protein ini dapat bertahan levelnya dalam darah maka produksi albumin dalam sel-sel hati juga meningkat.
Diketahui bahwa kedua protein ini juga
berfungsi sebagai penyangga dalam mempertahankan tekanan osmotik darah, selain mineral-mineral elektrolit. Mashaly dkk. (2004) mengemukakan bahwa produksi protein sel-sel hati akan meningkat dalam keadaan tekanan osmotik
31 menurun sebagai dampak menurunnya fungsi reabsorbsi mineral di dalam sel-sel ginjal (khususnya sel-sel tubulus proksimal dan distal serta loop of henle). Peningkatan sekresi/sintesis albumin di dalam sel-sel hati dan tanpa disertai kerusakan sel-sel ginjal yang berlebih oleh paparan elektrolit berlebih, menyebabkan kadar protein hati menjadi meningkat. Sebagaimana pada hasil penelitian ini (Illustrasi 1 dan Tabel 8), tampak bahwa hingga keseimbangan elektrolit 200 mEq/kg ransum menunjukkan peningkatan protein hati, yang secara terus menerus bersirkulasi dalam darah dari sel-sel hati ke glomerulus ginjal dan kembali ke hati. Peningkatan protein hati tersebut (Illustrasi 1 dan Tabel 8), juga dapat distimulasi oleh meningkatnya sintesis protein khususnya sintesis hormon peptida yaitu angiotensin. Diketahui bahwa hormon angiotensin merupakan salah satu hormon yang berperan dalam pengaturan tekanan osmotik cairan tubuh melalui aktivasi yang dilakukan hormon ini untuk menggertak produksi hormon steroid yaitu hormon aldosteron di dalam sel-sel korteks adrenal. Andi Mushawwir dan D. Latipudin (2012) melaporkan bahwa sintesis hormon aldosteron distimulasi oleh hormon peptida dari hati yaitu angiotensin.
Aldosteron diperuntukan untuk
menjaga retensi mineral di dalam ginjal bersama dengan hormon peptida yang lain yaitu Anti Deuretik Hormon (ADH). Kadar protein hati tetap tinggi namun tidak menunjukkan rata-rata yang signifikan setelah diberi ransum dengan keseimbangan elektrolit ≥ 200 mEq/kg (R3) disebabkan oleh peningkatan kerusakan sel-sel glomerulus ginjal. Kerusakan sel-sel glomerulus berdampak terhadap menurunnya filtrasi dan reabsorbsi protein albumin di ginjal untuk dikembalikan dan dimetabolis di dalam sel-sel hati. Socha dkk. (2002) menujukkan kerusakan sel-sel glomerulus dan tubulus dengan paparan
32 elektrolit yang berlebih.
Kerusakan ini berdampak terhadap meningkatnya
biomolekul yang terekskresikan melalui urine, sebaliknya sirkulasi biomolekul kembali ke jaringan mengalami penurunan.
4.2.
Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Lemak Hati Itik Rata-rata kadar lemak hati itik yang diberikan imbangan elektrolit ransum
disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Rataan Persentase Kadar Lemak Hati Itik
Ulangan
Perlakuan
1 2
R1 R2 R3 R4 R5 R6 …….....…………………….(%)……............……………… 14,73 15,91 19,46 19,73 18,75 14,86 20,07 20,83 21,58 19.98 21,53 17,30
3
17,60
25,47
27,12
20,54
19,93
15,21
4
16,82
18,80
21,66
18,76
18,55
22,94
Total
69,24
81,03
89,84
79,03
78,78
70,33
Rata-Rata
17,31
20,25
22,46
19,75
19,69
17,58
Keterangan : R1: Ransum dengan keseimbangan elektrolit 100 mEq/kg R2: Ransum dengan keseimbangan elektrolit 150 mEq/kg R3: Ransum dengan keseimbangan elektrolit 200 mEq/kg R4: Ransum dengan keseimbangan elektrolit 250 mEq/kg R5: Ransum dengan keseimbangan elektrolit 300 mEq/kg R6: Ransum dengan keseimbangan elektrolit 350 mEq/kg
Berdasarkan Tabel 9 tampak bahwa rata-rata jumlah kadar lemak hati dari terbesar ke terendah yaitu R3, R2, R4, R5, R6 dan R1 masing-masing 22,46, 20,25, 19,75, 19,69, 17,58 dan 17,31 (persen).
Rataan persentase kadar lemak hati
33 terendah diperoleh pada perlakuan R1 (Ransum dengan keseimbangan elektrolit 100 mEq/kg) yaitu sebesar 17,31%, sedangkan rataan persentase lemak hati tertinggi diperoleh pada perlakuan R3 (Ransum dengan keseimbangan elektrolit 200 mEq/kg) yaitu sebesar 22,46%. Pengaruh perlakuan terhadap persentase kadar lemak hati itik lebih jelasnya dapat dilihat pada Ilustrasi 2.
Kadar Lemak Hati 25 20 15 10 5 0 R1
Ilustrasi 2.
R2
R3
R4
R5
R6
Jumlah Rata-rata Persentase Lemak Hati Itik yang Diberi Imbangan Elektrolit (Na+KCl) dalam Ransum
Berdasarkan Ilustrasi 2 tampak bahwa kadar lemak hati itik memperlihatkan peningkatan hingga pemberian larutan elektolit 200 mEq/kg, selanjutnya mengalami penurunan seiring dengan penambahan konsentrasi elektrolit hingga 350 mEq/kg ransum. Guna mengetahui pengaruh imbangan elektrolit ransum terhadap kadar lemak hati maka dilakukan analisis ragam dan uji contras orthogonal yang hasilnya
34 dapat dilihat pada Lampiran 3. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak berbedanyata (P>0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian ransum dengan imbangan elektrolit yang berbeda tidak memberikan respon yang berbeda terhadap rata-rata kadar lemak hati itik percobaan (Illustrasi 2 dan Lampiran 3). Berdasarkan hasil ini dapat diasumsikan bahwa fenomena fisiologis yang terjadi dengan pemberian elektrolit memberi dampak yang tidak sejalan dengan respon tubuh terhadap kadar protein hati. Beberapa penjelasan ilmiah yang dapat diuraikan dengan tidak terjadinya peningkatan atau penurunan yang signifikan terhadap kadar lemak hati dengan pemberian level elektrolit yang berbeda. Uraian penjelasan tersebut antara lain fenomena elektrolit terkait dengan fungsi ginjal dalam mempertahankan osmolaritas cairtan tubuh dengan lipid (lipoprotein) sebagai trasport lemak dalam tubuh. Transpor lemak dari illium ke sel-sel hati melalui cairan tubuh (darah) dilakukan oleh lipoprotein. Kadar elektolit yang terbaik dalam cairan tubuh dapat meningkatkan transportasi lemak, begitu pula jika kadar elektrolit rendah atau tinggi menyebabkan transoprtasi lemak menurun. mengemukakan bahwa konsentrasi
Ahmad dkk. (2005)
mineral eletrolit yang tinggi dan rendah
menyebabkan afinitas lipoprotein untuk mengikat asam-asam lemak menjadi menurun, ini disebebkan karena tidak terjadi keseimbangan antara kation dan anion cairan tubuh. Transportasi lemak pada akhirnya akan menuju ke dalam sel-sel hati. Dapat dipastikan bahwa jumlah lemak yang dideposit ke hati akan berdampak dengan rendah dan tingginya kadar elektrolit di dalam cairan tubuh. Meskipun hasil penelitian ini menunjukkan trend (arah) yang mengindikasikan bahwa imbangan
35 200 mEq/kg ransum tampaknya merupakan imbangan yang lebih baik dibandingkan imbangan yang lain. Berdasarkan perseptif statistikal dapat dijelaskan pula bahwa meskipun trendnya menunjukkan hasil yang baik tapi respon objek (ternak) percobaan yang terlalu beragam. Sehingga data bioologik (kadar lemak) yang dihasilkan juga menunjukkan keseragaman yang rendah.
Kondisi ini berarti masih perlu
penambahan objek percobaan atau ternak itik yang digunakan sebagai sampel dalam rangka mengurangi keberagaman respon hasil percobaan. Selain masalah afinitas lipoprotein terhadap lemak yang menyebabkan ganggunan transportasi lemak menuju sel-sel hati. Faktor lain yang turut berperan adalah perubahan profil albumin sebagai dampak penurunan dan peningkatan elektrolit cairan tubuh, secara keseluruhan kadar protein hati dipengaruhi oleh perubahan profil albumin, seperti telah dijelaskan pada sub pembahasan sebelumnya. Perubahan profil atau trend kadar protein dan lemak yang relatif sama. Terkait dengan kadar lemak, dapat dijelaskan bahwa albumin sesungguhnya memainkan peranan yang besar terhadap transportasi lemak, karena asam-asam lemak tidak jenuh diangkut ke dalam hati oleh transporter albumin. Diketahui bahwa paparan elektrolit telah memberikan dampak terhadap perubahan albumin (sebagaimana dijelaskan pada pembahasan sebelumnya). Li dkk. (2013) melaporkan bahwa ketidakseimbangan elektrolit dalam tubuh menyebabkan perubahan terhadap metabolisme secara keseluruhan, peningkatan nitrogen dan perubahan kadar albumin dan penurunan asam-asam lemak dalam darah dan jaringan hati.