PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik Bobot Badan Tikus Ekstrak rumput kebar yang diberikan pada tikus dapat meningkatkan bobot badan. Pertambahan bobot badan tikus normal yang diberi perlakuan ekstrak rumput kebar memiliki rataan bobot badan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tikus kontrol. Meskipun perlakuan pemberian ekstrak rumput kebar tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan bobot tubuh tikus normal. Pada percobaan berikutnya pertambahan bobot badan tikus yang diinduksi borax dan diberi ekstrak rumput kebar menunjukan rataan yang lebih tinggi dibanding dengan perlakuan tanpa pemberian ekstrak rumput kebar. Perlakuan mulai berpengaruh pada kelompok hari ke-21 dan hari ke-28 terhadap bobot badan tikus. Hal yang sama juga terjadi untuk rataan bobot badan tikus. Pemberian ekstrak rumput kebar melalui cekokan berarti memberikan tambahan nilai vitamin A dan vitamin E pada tikus setiap hari. Menurut Besenfeider et al.(1996) suplementasi beta-karoten (profitamin A) pada pakan akan meningkatkan bobot badan tikus. Rumput kebar memiliki 17 jenis asam amino yang merupakan kebutuhan dasar, dibutuhkan untuk pertumbuhan. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1998) kebutuhan dasar tikus bervariasi. Kebutuhan dasar untuk tikus adalah protein 20-25% (tetapi hanya 12% kalau protein itu lengkap berisi 20 asam amino esensial), lemak 5%, pati 45-50%, serat kasar 5%, dan abu 4-5%. Pemberian ekstrak rumput kebar menyebabkan tersedianya bahan baku metabolisme yang lebih. Tersedianya bahan baku ini dapat meningkatkan laju metabolisme dengan ketersediaan ATP dan bahan metabolit biosintesis. Pertambahan bobot badan atau pertumbuhan disebabkan adanya hiperplasia (pembelahan sel), hipertropi (pertambahan volume sel), dan pertambahan matrik ekstraseluler. Faktor-faktor ini memberi kontribusi terhadap peningkatan massa atau peningkatan bobot badan. Pidada (2004) menyatakan bahwa suplemen pakan yang baik menginduksi peningkatan berat badan anak pada mencit.
Rasio Bobot Testis terhadap Berat Badan Ukuran testis merupakan indikator yang digunakan untuk memperkirakan kapasitas produksi spermatozoa hewan jantan. Testis berukuran normal memiliki hubungan positif dengan potensi subtansi fungsional (tubuli seminiferus) yang terkandung didalam testis (Axner & Forsberg 2002). Perlakuan borax pada tikus jantan dapat menyebabkan lesio pada testis ditandai dengan penghambatan spermiosis yang diikuti oleh atropi pada dosis tinggi (Chapin & Ku 1994). Atropi testis adalah pengecilan testis dari ukuran normal, diduga sebagai akibat dari gangguan hormonal yang disebabkan oleh toksikan yang masuk melalui kelenjarkelenjar endokrin di testis. Hal ini dapat menyebabkan rusaknya tubuli seminiferus yang merupakan pabrik pembuatan spermatozoa. Kelompok tikus normal yang diberi ekstrak rumput kebar menunjukan peningkatan rataan berat testis. Perlakuan pemberian rumput kebar tidak berpengaruh nyata terhadap berat testis untuk tikus normal. Rataan berat testis tikus yang diinduksi borax pada perlakuan ekstrak rumput kebar, memiliki rataan yang lebih tinggi. Perlakuan rumput kebar pada tikus yang diborak dapat berpengaruh dan dapat mengembalikan bobot testis ke ukuran semula. Hasil penelitian Soestoeboen (2005) menyatakan bahwa ekstrak rumput kebar memiliki protein dengan Berat Molekul (BM) yang sama dengan BM hormon Pregnant Mare Serum Gonatropin (PMSG). PMSG adalah hormon yang mempunyai bioaktifitas mirip FSH dan LH. Canipari (1994) dan Mattioli (1994) menyatakan bahwa PMSG secara in vitro dapat mengoptimalisasikan stimulasi sel-sel komulus untuk mengsekresikan progesteron, estradiol dan prostaglandin dengan kadar yang relatif cukup tinggi dan dapat berperan dalam proses suplai nutrisi yang dibutuhkan.
Menurut Manalu dan Sumaryadi (1995) estradiol,
progesterone, dan faktor pertumbuhan lain merupakan perangsang pertumbuhan jaringan.
Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Reproduksi Konsentrasi Spermatozoa. Konsentrasi spermatozoa pada tikus normal yang diberi ekstrak rumput kebar tidak berpengaruh nyata. Kelompok tikus yang diinduksi borax dan diberi ekstrak rumput kebar memiliki rataan konsentrasi yang tinggi dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan berpengaruh pada hari ke-7, 14, dan 21 terhadap konsentrasi spermatozoa tikus. Terjadi peningkatan jumlah spermatozoa pada minggu ke-1 sampai minggu
ke-3. Pada minggu ke-4 konsentrasi mendekati
normal. Penurunan kualitas spermatozoa tikus jantan yang diperlakukan dengan borax terjadi karena borax berikatan dengan sisi ribitil dari riboflavin membentuk kompleks riboflavin-borax yang merupakan metabolit tidak aktif. Adanya ikatan ini menyebabkan defisiensi riboflavin, sehingga energi yang diperlukan sel menjadi berkurang. Riboflavin diperlukan sel untuk menghasilkan energi termasuk sel spermatozoa. Energi diperlukan untuk mempertahankan kualitas kehidupan spermatozoa selama di epididimis. Kekurangan energi ini karena riboflavin merupakan komponen koenzim flavin adenin dinukleotida (FAD) yang merupakan pembawa elektron pada sistem trasfer elektron untuk menyediakan energi tinggi. Jika FAD diikat oleh borax, riboflavin tidak dapat bekerja sehingga mekanisme trasfer elektron terganggu, karena tidak ada molekul pembawa elektron yang memungkinkan terjadinya reaksi biokimia untuk menghasilkan energi tinggi (Rennie et al. 1990). Borax bersifat sitotoksis yang bekerja sebagai penghambat pembentuk ATP. Dengan dihambatnya pembentukan energi yang secara umum diperlukan sel untuk aktivitas hidup, maka kekurangan energi akan menyebabkan penurunan fungsi faal reseptor sel. Menurut Cook (1990) dan De Kretser (1997) fungsi pemeliharaan spermatozoa juga melibatkan kontrol hormonal yang melibatkan reseptor. Jika fungsi faal reseptor terganggu mengakibatkan fungsi pemeliharaan spermatozoa terganggu. Pemberian ekstrak rumput kebar dapat meningkatkan kadar 17 ß-estradiol dalam darah mencit (Pasaribu & Indyastuti 2004). Wajo (2005) menyatakan bahwa pemberian ekstrak rumput kebar dapat meningkatkan perkembangan folikel ayam buras, karena mengandung saponin yang merupakan bahan dasar
untuk sintesis hormon-hormon steroid. Steroid di dalam tubuh sangat berperan dalam sintesis protein di dalam sel target. Organ-organ reproduksi merupakan salah satu sasaran dari hormon steroid (Mountcastle 1999). Steroid dalam darah akan menyebabkan sel-sel granulose menjadi sensitif tergadap gonatropin dan menstimulasi proliferasi dan diferensiasi sel-sel granulose.
Morfologi Abnormal Spermatozoa Borax dapat mempengaruhi abnormalitas spermatozoa. Sedangkan pemberian ekstrak rumput kebar setelah pemberian borax dapat mengembalikan jumlah spermatozoa normal (Gambar 20). Hasil pengamatan secara mikrokopis sel-sel kelamin jantan pada tikus yang diberi perlakuan borax tanpa rumput kebar terlihat adanya dominasi sel-sel spermatozoa tikus yang tidak normal yaitu tidak adanya ekor atau kepala dan juga bentuk kepala yang tidak normal. Menurut Hafez et al. (2000), hal tersebut menunjukan sel-sel tersebut mengalami degenerasi. Hal ini berkaitan dengan sifat borax yang menyebabkan terjadinya degenerasi pada spermatozoa. Menurunnya morfologi spermatozoa normal akibat perlakuan dengan borax tampaknya mulai terjadi pada saat spermatogenesis (Kaspul 2004), dengan berkurangnya energi pada saat pemeliharaan, sel spermatozoa mengalami degenerasi dan resorbsi. Penurunan morfologi normal ini semakin besar pada saat pemeliharaan di epididimis, karena kekurangan energi. Pada kelompok tikus yang diborax dan dilanjutkan dengan pemberian ekstrak rumput kebar tampak bahwa persentase morfologi normal kembali meningkat atau penurunan degenerasi spermatozoa. Menurut Darmansyah (1987), degenerasi merupakan perubahan-perubahan morfologik yang nonfatal dimana perubahan tersebut bersifat reversibel atau dapat pulih kembali. Perubahan patologis terjadi pada sel-sel kelamin jantan pada tikus-tikus yang diberi borax, secara mikrokopis terlihat bentuk-bentuk yang tidak normal (Gambar 21). Menurut Hafez et al. (2000), bentuk-bentuk abnormalitas terdiri atas beberapa kategori yaitu kelainan kepala sperma, kerusakan pada ekor sperma, dan gangguan pada struktur dan ukuran sel. Kelainan kepala sperma antara lain berupa bentuk kepala besar, pendek atau mempunyai dua kepala, droplet pada leher atau
putusnya kepala sel. Sedangkan kerusakan pada ekor yaitu berupa hilangnya ekor, putusnya ekor pada bagian leher atau bagian tengah sehingga ekor menggulung, bentuk kembar, dan kombinasi kerusakan pada kepala atau ekor sel.
Gambar 20 Bentuk normal spermatozoa tikus
A
B
C.
Gambar 21 Bentuk spermatozoa tikus abnormal, (A) tanpa kepala dan ekor terputus; (B) dua kepala; (C) kepala cacat Viabilitas Spermatozoa Pemberian rumput kebar pada tikus, dapat meningkatkan viabilitas tikus normal. Perlakuan rumput kebar memiliki rataan kemampuan hidup yang lebih tinggi meskipun perlakuan tidak berpengaruh nyata pada tikus normal. Perlakuan dengan pemberian rumput kebar setelah diinduksi borax berpengaruh terhadap viabilitas spermatozoa tikus. Kemampuan hidup spermatozoa yang rendah masih didapat pada kelompok hari ke-7 dan ke-14. Kemampuan hidup yang rendah pada perlakuan borax disebabkan karena sifat toksin dari borax. Setiap zat kimia pada dasarnya bersifat racun dan keracunan ditentukan oleh dosis dan cara pemberian. Hal ini digunakan sebagai dasar penilaian toksikologis suatu zat kimia (Indrasari 2003).
Beberapa zat kimia dapat mengganggu sistem reproduksi hewan jantan melalui mekanisme yang berbeda diantaranya menyebabkan gangguan pada proses spermatogenesis seperti spermatozoa cacat, tidak aktif bahkan mati (Lu 1995). Menurut Srinita (2003) bahwa bahan aktif yang mempengaruhi fertilitas sperma umumnya mempunyai sifat menghambat spermatogenesis dengan cara merusak sel spermatogenik ataupun prekursornya sehingga akan menyebabkan spermatozoa yang diproduksi testis menjadi berkurang. Sifat lainnya adalah mengganggu aktivitas hormon dan mengganggu maturasi sperma yang terjadi di epididimis Peningkatan viabilitas terjadi pada perlakuan yang diberi ekstrak rumput kebar. Hal ini berkaitan dengan komposisi kimia rumput kebar yang mengandung protein, lemak, fosfor dan juga vitamin E. Menurut Soeradi (2004) integritas membran plasma spermatozoa ditentukan oleh struktur membran yang terdiri dari dua lapisan lipid. Diantara lapisan lipid tersebut terdapat protein integral dan di bagian permukaan terdapat protein perifer. Struktur membran plasma spermatozoa memiliki struktur yang sama seperti membran sel pada umumnya. Fosfolipid merupakan komponen terbesar dari membran sel (kurang lebih 60%) dan penting untuk mempertahankan struktur, fluiditas dan integritas (keutuhan) membran plasma. Vitamin E berperan sebagai antioksidan dilaporkan mampu melindungi spermatozoa terhadap kerusakan peroksidatif (Therond et al. 1996). Defisiensi vitamin E pada testis tikus menyebabkan degenerasi epitel tubuli seminiferus dan menghentikan produksi spermatozoa (Regina & Traber 1999), menghambat spermatogenesis dan menyebabkan degenerasi sel benih (Bensoussan et al. 1998). Berdasarkan analisa fitokimia, rumput kebar mengandung flavonoid. Flavonoid dilaporkan mempunyai kemampuan untuk mencegah feroksidasi lipid (Saija 1995). Flavonoid berfungsi sebagai antioksidan primer karena berperan sebagai akseptor radikal bebas sehingga dapat menghambat reaksi rantai radikal bebas pada oksidasi lipid (Hudson 1990) sehingga kerusakan membran dapat dicegah.