Pengaruh heat stress terhadap performa sapi potong Diky Ramdani Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
Abstrak Kondisi cuaca panas akibat tingginya temperatur, kelembapan, radiasi sinar matahari, dan rendahnya kecepatan angin dapat menyebabkan heat stress pada sapi potong berakibat pada penurunan fungsi fisiologi dan imunitas ternak yang berujung pada penurunan performa . Pemanasan global dapat menyebabkan kondisi cuaca panas lebih buruk tagi . Sapi yang mengatami heat stress membutuhkan energi ekstra untuk aktifitas pelepasan panas tubuh seperti melakukan panting . Penggunaan pakan berenergi tinggi dan memiliki heat increment (HI) rendah diduga dapat mengurangi panas tubuh dari hasil metabolisme sehingga bisa menurunkan heat stress, tetapi strategi menurunkan heat stress berdasarkan HI masih belum bisa disimputkan . Secara nutrisi, ada beberapa cara untuk menurunkan heat stress seperti : penggunaan elektrolit seimbang, pengaturan rasio protein-energi, dan pembatasan dan pengaturan waktu pemberian pakan . Sementara itu, penelitian perbedaan luas atap (Om 2 /ekor, 2m 2 /ekor, 3,3m 2 /ekor, dan 4,7m 2 /ekor) terhadap konsumsi pakan, - PBB, efisiensi pakan, berat
karkas, dan ketebalan lemak karkas sapi potong dilaksanakan pada musim panas, selama 116 had periode Januai-Maret 2007 di The University of Queensland, Gatton Campus, Australia . Selama penelitian, Heat Load Index (HLI) harian pada pukul 06 .0017 .30 berada pada kondisi panas (HLI - 77,1-86) dan sangat panas (HLI>86) sementara pukul 18 .00-05 .30 berada pada kondisi thermoneutral (HLI<70) . Walaupun konsumsi pakan sapi di pen tanpa atap memiliki konsumsi pakan yang lebih tinggi (p < 0 .05) dari sapi di pen beratap dengan luas 2mZ /ekor dan 3,3m 2 /ekor, sapi dengan tuas atap 2m 2 /ekor dan 3,3m2 /ekor memiliki PBB dan efisiensi pakan yang lebih tinggi (p <
0 .0001) dari sapi di pen tanpa atap . Sementara itu, penambahan luas atap dari 3,3 m2 /ekor ke 4,7 m /ekor tidak memberi perubahan (p > 0,0001) terhadap PBB . Penggunaan luas atap 2 m 2 /ekor lebih efisien dari segi ekonomi karena tidak ada perbedaan PBB dan efisiensi pakan (p < 0 .0001) antara penggunaan atap 2m 2 /ekor dan 3,3 m2 /ekor . Tidak ada perbedaan (p > 0 .05) berat dan tebal lemak karkas diantara
perbedaan perlakuan Was atap . Ini diduga karena setelah hari ke 80, kondisi panas sudah semakin berkurang dan sapi di pen yang tidak beratap dapat mengejar berat dan ketebalan lemak karkas sapi di pen yang beratap pada akhir penelitian (hari ke 116) .
Pendahuluan Disebabkan oleh perubahan iklim secara global (global warming) termasuk di Indonesia, heat stress diprediksi dapat menjadi masalah utama dalam penggemukan sapi potong dimasa yang akan datang . Kondisi lingkungan ekstrim akibat tingginya temperature, radiasi matahari, dan kelembapan, serta rendahnya kecepatan angin dapat menyebabkan heat stress pada ternak. Kondisi ini membuat temak mengalami gangguan fungsi fisiologi dan penurunan imunitas (Brown-Brandl et al ., 2005 ; Hahn, 1999 ; Mader et al., 2006) . Pada cuaca panas, sapi jenisBos Taurus seperti Angus, lebih mudah mengalami heat stress daripada sapi Bos Indicus seperti
Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Palu, 24 November 2008
67
Brahman . Ini terjadi karena Bos Tarus tidak mempunyai kemampuan homeostatis yang baik pada kondisi cuaca panas (Blackshaw dan Blackshaw, 1994) . Bulu yang tebal dan rendahnya kemampuan mengeluarkan keringat pada sapi Bos Taurus menjadi penghambat dalam beradaptasi dengan cuaca panas (Blackshaw dan Blackshaw, 1994; Beatty et al ., 2006). Heat stress mempunyai pengaruh negatif dari sisi animal welfare (Silanikove, 2000 ; Young, 1993) . Heat stress dapat menurunkan produktifitas sapi akibat penurunan konsumsi dan efisiensi pakan . Heat stress dapat juga menurunkan kualitas daging akibat kenaikan pH daging di atas normal (5,5) dan pada waktu dipotong kandungan glikogen daging sangat rendah, ini menyebabkan daging berwama gelap (Bartos et al., 1988; Bartos et al., 1993 ; Kreikemeier et al ., 1998 ; Immonen et al., 2000; Kadim et al ., 2004 ; Tarrant dan Sherington 1980). Rendahnya kandungan glikogen seiring dengan rendahnya energi yang tersimpan dalam tubuh ternak akibat banyak terpakai untuk aktifitas pelepasan panas tubuh, seperti melakukan panting, sehingga NRC (1996) melaporkan bahwa kebutuhan energi maintenance sapi pada waktu kondisi cuaca panas lebih besar . Disisi lain, Hahn (1999) dan Gaughan (2002) melaporkan bahwa sapi yang mengalami heat stress akan mengalami penurunan konsumsi pakan berakibat pada penurunan konsumsi energi . Untuk Bos Taurus, Hahn (1999) melaporkan bahwa konsumsi pakan akan menurun bila suhu berada diatas 25°C. Keadaan ini bisa lebih parah apabila ditambah dengan kelembapan tinggi,dan kecepatan angin rendah .
Pemberian atap kandang sangat bermanfaat dalam mengurangi radiasi panas matahari sampai ke tubuh ternak. Bond et al. (1967) melaporkan bahwa atap kandang dapat mengurangi panas radiasi matahari sebanyak 30%. Walaupun demikian, perlu dilakukan penelitian mengenai ukuran atap terbaik persatuan ternak sapi berhubungan dengan performa ternak dan efisiensi biaya . Mengurangi heat stress pada ternak sapi potong dapat juga dilakukan dengan merubah susunan nutrisi dan manajemen pemberian pakan karena panas tubuh ternak tidak hanya dihasilkan dari faktor luar seperti temperatur, kelembapan, dan radiasi matahari tetapi dihasilkan juga oleh metabolisme tubuh (Gaughan dan Mader, 2007). Tujuan dari dari penelitian ini adalah : 1) mempelajari pengaruh nutrisi dalam menurunkan tingkat heat stress pada sapi, 2) melakukan feedlot eksperimen dalam mengevaluasi pengaruh penggunaan luas atap yang berbeda persatuan ternak terhadap konsumsi pakan, pertumbuhan bobot badan, dan karakter karkas sapi potong . Pengaruh nutrisi dalam mengurangi tingkat heat stress pada sapi potong .
Dari sisi nutrisi, strategi untuk mengurangi heat stress dapat di hubungkan dengan heat increment (HI) suatu bahan pakan. HI adalah proporsi energi metabolis yangb hilang menjadi panas pada proses konversi energi dalam pakan menjadi net energi yang dapat digunakan ternak (Wenk et al ., 2001). Umumnya, minyak mempunyai HI yang rendah diikuti oleh karbohidrat dan protein. Karbohidrat jenis selulosa mempunyai HI yang lebih besar dibanding soluble karbohidrat seperti gula dan pati (Concrad, 1985) . Hijauan umumnya memiliki HI yang lebih besar daripada konsentrat jika dihubungkan dengan lamanya dicerna dan peningkatan kadar asam asetat (Blaxter, 1989 ; Stokka, 1996; West, 1999) . Asam asetat memiliki efisiensi kecernaan yang rendah dibanding asam propionat dan glukosa (Baldwin et al., 1980).
68
Prosiding Seminar Nasionat Sapi Potong - Patu, 24 November 2008
Tabel I
Perbedaan HI pada bahan pakan ruminansia (Diadaptasikan dari Blaxter, 1989)
Heat increment (J/J) dibawah maintenance Diatas Roughage (Hijauan) 0.41 Grain (Sereal) 0.26 Asam asetat 0.15 Asam Propionat 0.14 Asam n-butirat 0.09 Asam linoleic a a data tidak tersedia Diet/ nutrient
maintenance 0.75 0.45 0.67 0.44 0.38 0.38
Nutrient yang diabsorpsi sebagai proporsi dari total energi metabolis untuk hijauan : protein 0,15 ; asam asetat 0,51 ; asarn propionate 0,18 ; asam n-butirat 0,17 . Untuk protein sereal : protein 0,15 ; asam asetat 0,51 ; asam propionate 0,18, dan asam nbutirat 0,26 . Nutrient dimasukan dengan cara infusi langsung ke dalam lambung ternak .
Tetapi, strategi menurunkan heat stress pada ternak yang dihubungkan dengan HI masih menjadi perdebatan dikalangan para peneliti . Mader et al . (1999) melaporkan bahwa steers yang diberikan ransum mengandung 28% hijauan memiliki temperatur tubuh dan detak nafas lebih rendah (39,3°C vs 40,2°C dan 60,9 nafas/menit vs 66,4 nafas/menit) daripada steers yang diberikan ransum mengandung 6% hijauan. Pada penelitian di musim panas, Gaughan et al. (1996) juga melaporkan bahwa steers yang diberikan ransum mengandundung hijauan 30% di pagi hari dan 6% di sore hari memiliki temperatur yang lebih rendah dari steers yang diberikan ransum mengandung 14% hijauan di pagi dan sore hari . Ini menandakan bahwa hijauan memiliki kontribusi panas tubuh lebih rendah dari sereal atau konsentrat . Supplementasi fat (lemak hewan atau minyak nabati) diduga bermanfaat untuk strategi formulasi pakan pada cuaca panas dikarenakan ternak membutuhkan energi ekstra sebagai pengganti energi yang digunakan untuk pelepasan panas tubuh . Selain itu, fat juga mempunyai HI yang relative rendah (Baldwin et al ., 1980) . Tetapi hanya 3-5% fat yang bisa ditambahkan kedalam ransum ruminansia tanpa efek toxic pada mikroorganisme (Palmquist dan Jenkins, 1980) . Pengaturan konsumsi protein oleh ternak dibawah yang direkomendasikan oleh referensi pada periode heat stress atau kondisi cuaca panas akan memperbaiki rasio energi-protein dan tidak mengurangi pertumbuhan bobot badan secara signifikan (Ames et al ., 1980), karena semakin tinggi konsumsi protein makas semakin tinggi energi yang dibutuhkan untuk memecah ammonia menjadi urea (West, 1999). Pemberian elektrolit juga diduga bermanfaat pada ternak yang terserang heat stress atau pada saat cuaca panas . Ross et al. (1994a, 1994b) melaporkan bahwa konsumsi elektrolit seimbang akan meningkatkan performa sapi potong pada periode growing maupun finishing dengan memperbaiki status asam-basa di dalam rumen dan darah . Pada sapi perah yang mengalami heat stress, penggunaan elektrolit seimbang mampu memperbaiki konsumsi pakan dan produksi susu dengan kapasitasnya sebagai larutan penyangga (buffer) (West et al., 1991 dan Chan et al ., 2005) karena ternak yang mengalami heat stress cenderung memiliki pH darah rendah hasil dari perubahan status asam-basa, (West et al ., 1992a) . Lebih lanjut, penggunaan elektrolit seimbang sangat bermanfaat, karena penurunan konsumsi pakan selama masa heat stress mengurangi konsumsi mineral ternak (Beede dan Collier, 1986 ; West et al ., 1999) . Pengaturan waktu pemberian pakan akan juga bermanfaat selama periode cuaca panas guna menghindari heat stress pada ternak, contohnya pengurangan kuantitas pemberian pakan di pagi dan siang hari dimana kondisi cuaca panas dan ternak cenderung mengurangi konsumsi pakan . Disisi lain, menambah kuantitas pakan yang diberikan pada malam hari dimana temperature lingkungan turun dan ternak cenderung menkonsumsi banyak pakan (Gaughan et
Prosiding Seminar Nasionat Sapi Potong - Palu, 24 November 2008
69
1996; Brosh et al., 1998b; Mader et al., 2001 ; Mader et al., 2002 ; Holt et al., 2004 ; Mader and Davis, 2004). al.,
Pengaruh Perbedaan Luas Atap Kandang Sapi di Feedlot pada Musim Panas terhadap Konsumsi Pakan, Pertumbuhan Bobot Badan, dan Karakter Karkas . Metode Penel itian
Penelitian tentang perbedaan Was atap kandang sapi di feedlot dilakukan pada musim panas tanggal 4 Januari - 29 Maret 2007 di The University of Queensland, Gatton Campus, Australia. Penggunaan ternak penelitian telah disetujui oleh The University of Queensland Animal Ethics Committee, Queensland Animal Care and Protection Act, dan The Australian Code of Practice for the Care and Use of Animals for Scientific Purposes. 126 Black Angus yearling heifers digunakan dalam penelitian dimana tidak ada perbedaan (p > 0,8) rata-rata
bobot badan di setiap perlakuan . Rata-rata bobot badan sapi pada semua perlakuan adalah 353,0 kg ± 7,6 . Sapi ditempatkan di 14 pen yang masing-masing berukuran 7,5 m x 23 m . Setiap pen memiliki akses sama ke pakan dan air secara ad libitum . Setiap pen terdiri dari 9 ekor sapi, sehingga menghasilkan stocking density 19,21n 2. . Penelitian ini terdiri dari 4 perlakuan yang berbeda-beda berdasarkan luas atap kain kasa hitam (80%) yang dipasangkan didalam pen (T0= pen tanpa atap ; T1= pen beratap dengan luas atap 2m 2/ekor ; T2= pen beratap dengan luas atap 3,3m 2/ekor, dan T3= pen beratap dengan Was atap 4,7m 2/ekor). Setiap atap memiliki tinggi 4 m dengan arah orientasi utara-selatan . Masing-masing perlakuan memiliki 4 ulangan kecuali TO (pen kontrol) yang hanya memiliki 2 ulangan. Adapun penempatan masing-masing perlakuan atap didalam pen dilakukan dengan cara diacak . Ransum yang diberikan berupa campuran bahan pakan dalam bentuk konsentrat . Setiap pakan yang dikirimkan di ambil sampelnya untuk dianalisis di laboratorium di lingkungan School of Animal Studies, The University of Queensland, Gatton Campus . Hasil analisis pakan dapat dilihat di tabel 2 . Kondisi pakan dicek setiap hari dan setiap pakan yang terkontaminasi, mengeras, atu yang jatuh dari tempat pakan diambil, ditimbang dan dicatat . Tabel 2
Komposisi nutrisi pakan selama penelitian Nutrient
1 2 ME, MJ/kg 7 .0381 6 .7732 Dry matter, % 86 .73 86 .78 Ash, % 8 .08 7 .31 Organic matter, % 91 .92 92 .69 Crude lipid, % , 3 .23 3 .12 Protein, % 14 .325 13 .84688 ADF, % 12 .0086 11 .1149 NDF, % 17 .2676 18 .0300 Na, % 0 .2857 0 .2748 K, % 0 .6379 0 .7499 P, % 0 .3776 0 .3603 CI, % 0 .510 0 .542 Ca, % 0 .7425 0 .9228 1=pakan starter, sedangkan 2, 3, 4, 5, 6=pakan finisher
70
Sampel pakan 3 4 6.8436 7 .2682 86 .90 86 .65 6 .56 6 .40 93 .44 93 .60 3 .10 3 .22 12 .94375 14 .82188 11 .1733 11 .4179 17 .2226 17.8412 0 .2362 0 .2587 0.6319 0 .7325 0.3383 0 .4017 0 .457 0 .5055 0 .7538 0 .8226
Prosiding Seminar Nasionat Sapi Potong - Patu, 24 November 2008
5 7 .2584 86.56 5 .94 94 .06 3 .13 14 .5 11 .3529 16 .8457 0 .2373 0 .6941 0 .3487 0 .5095 0 .6546
6 7 .0808 86 .92 7 .34 92 .66 3 .35 14 .525 11 .7193 17 .3518 0 .2201 0 .6902 0 .3462 0 .499 0 .7936
Performa ternak yang diukur adalah konsumsi pakan, pertumbuhan bobot badan, dan karakteristik karkas . Jumlah konsumsi pakan dihitung pada hari ke-80 dan 116 (akhir penelitian) . Total konsumsi pakan dihitung berdasarkan rumus : •
•
Total konsumsi pakan (kg) = total pemberian pakan (kg) - (total pakan yang dibuang terkontaminasi, mengeras, dan jatuh (kg)+ pakan tersisa (kg)) . Sapi pertama kali ditimbang pada saat proses induksi . Sapi selanjutnya di timbang setiap 28 hari dan terakhir pada hari ke- 115 (sehari sebelum penelitian berakhir. Pertumbuhan bobot badan (PBB) dihitung berdasarkan rumus : PBB/hari = (BB akhir - BB awal)/days.
Sedangkan karakteristik karkas, berat karkas dan ketebalan lemak di ukur pada saat analisa karkas di perusahaan pemotongan hewan tempat sapi dipotong . Pada penelitian ini, kondisi cuaca seperti black globe temperatura (BGT,'C), kecepatan angin (m/s), Kelemba an (RH, %), temperatur lingkungan C ), curah hujan (mm), dan radiasi matahari (w/m) direkam di stasiun cuaca yang ditempatkan di tengah-tengah lokasi penelitian . Parameter cuaca tersebut kemudian dikalkulasikan dalam bentuk Heat Load Index (HLI) dan Accumulated Heat Load Units (AHLU) yang dikembangkan oleh Gaughan et al . (2002) . HLI dibagi dalam 4 kategori, yaitu : (1) kortdisi thermoneutral (HLI <70,0), (2) kondisi hangat (HLI = 70,1-77,0), (3) kondisi panas (HLI = 77,1-86,0), dan kondisi sangat panas (HLI>86,0) . Sedangkan AHLU dibagi dalam 5 kategori, yaitu : (1) kondisi thermoneutral (AHLU<1), kondisi panas ringan (AHLU = 1-10), kondisi panas sedang (AHLU = 10,1-20), kondisi panas (AHLU = 20,1-50), kondisi sangat panas (AHLU >50). Data-data yang dihasilkan dalam penelitian ini dianalisis menggunakan analisa Chi-Square, PROC SORT, PROC MIXED, dan PROC GLM (SAS 1996) . Model yang digunakan menggabungkan pengaruh kategori HLI dan AHLU terhadap konsumsi pakan, PBB, efisiensi pakan, berat karkas, dan ketebalan lemak . Interaksi antara perlakuan, pen, HLI, AHLU, kategori HLI, kategori AHLU, lama penelitian, beserta efek individu variable pada konsumsi pakan, PBB, efisiensi pakan, berat karkas, dan ketebalan lemak juga dianalisa . Hasil Penelitian
Kondisi Cuaca Kondisi rata-rata HLI pukul 6.00 - 17.30 (0600-1750 h) dan pukul 18 .00-05 .30 (1800-0530 h) selama penelitian dapat dilihat pada gambar I
Prosiding Seminar Nasionat Sapi Potong - Patu, 24 November 2008
71
100 .0 80 .0 60.0 40.0 20.0 0 .0
R, iG
8 8 g V S 0 8 6 R
~Q 8 8 8 8 8 8° r
Days j HLI (0600-1750 h) -HLI (1800-0630 h)I
Gambar 1 Rata - rata HLI harian pada jam 06 .00 - 17 .30 dan 18 .00 - 05 .30 Seperti perkiraan, HLI harian antara pukul 06 .00 - I7 .30 (siang hari) lebih tinggi dari HLI harian antara pukul 18 .00 - 05 .30 (malam hari). Hampir setiap HLI harian pukul 06 .00 17 .30 berada pada kondisi panas (HLI = 77.1 - 86.0) dan sangat panas (HLI > 86.0) . Kondisi thermoneutral (HLI < 70) terjadi pada pukul 18 .00 - 05 .30 . Sementara itu, AHLU harian baik dari pen yang beratap ataupun tidak beratap lebih besar pukul 06.00-17.30 daripada pukul 18.00-0530 (Gambar 2) . AHLU harian pen beratap lebih rendah daripada AHLU harian pen yang tidak beratap baik pukul 06.00-17.30 maupun pukul 18 .00-05 .30 . Selama penelitian, AHLU harian pada pen beratap pukul 06.30-17.30 umumnya berada pada kondisi thermoneutral (AHLU< I) dan panas ringan (AHLU=1-10) dengan beberapa hari dalam kondisi panas sedang (AHLU=10 .1-20, 8 hari) dan kondisi panas (AHLU=20 .1-50, 2 hari) . Sebaliknya, jumlah AHLU harian pen tidak beratap pada kondisi panas (AHLU=10,1-50) 18 hari dan sangat panas (Al-ILU>50) 3 hari.
70 60 50 40 30 20 10 0 ~y ~o yh
,~ oA
ah
4p 0
A0 1h qP 1;0 OP
0 Noo Noh
Day (at 0600-1730) -s--AHLU shaded .-a- AHLU unshaded
72
Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Palu, 24 November 2008
1
o ~N
40 35 30 25 J 20
a
1
15
5 01
0 r~~ rL0
It,
IO
'!~D
NO
0 y0 hD qO 61b 'O Alb
p~0 p~h ~~O ~~J ,~O ,~) N N N
Day (at 1800-0530 h) [-I .--AHLU shaded
AHLU unshaded
Ket: AHLU=accumulated heat Load Units ; day (at 0600-1730) = hitungan hari pada pukul 06 .00-17 .30 ; day (at 0530)=hitungan hari pada pukul 18 .00-05 .30 ; shaded=pen beratap ; unshaded= pen tidak beratap
1800-
Gambar 2 Perbandingan AHLU harian antara pen beratap dan tidak beratap.
Hasil penelitian pengaruh perbedaan luas area atap pen di feedlot terhadap konsumsi pakan, PBB, efisiensi pakan, dan karakter karkas dapat dilihat di table 3 . Tabel 3
Pengaruh perbedaan luas area atap pen di feedlot terhadap performa ternak .
TO T1 T2 T3 2 Luas atap pen, m /ekor 0 2 3 .3 4.7 Jumlah sapi 18 36 36 36 BB awal', kg/ekor 352 .6±7 .6 a 346 .0+7 .6 a 355 .6±7 .6 a 357 .8+7 .6a 80 hari Konsumsi pakan', 12 .72+0 .64 a 10 .09+0 .45b 12.17+0 .45 a 8 .64 +0 .45 b kg/ekor/hari PBB2 , kg/ekor/hari 0 .557+0.07 a 1 .134+0.05 b 1 .093+0 .05 b 1 .210+0 .05 b Efisiensi pakan (PBB :konsumsi 0.05+O .Ola 0.13+0 .0l b 0 .11+0 .01c 0 .13+0 .01 b pakan) 116 hari Konsumsi pakan, 10 .98+0 .31 a 8.16+0 .22 b 8 .22+0 .22 b 10 .13±0 .22 a kg/ekor/hari PBB, kg/ekor/hari 0 .648+0.05 a 1 .456±0.04 b 1 .443+0.04b 1 .378+0.04c Efisiensi pakan (PBB :konsumsi 0.06+0 .OI a 0.15+0 .01 1, 0.14+0 .01 b 0.12+0 .01 c pakan) Berat karkas, kg 270 .8+7 .2a 277 .1+5 .1 a 271 .7+5 .1 a 28245 . la Tebal lemak (P8), mm 14.6+1 .1 a 16 .3±0 .8a 15 .1±0 .8a 16.5±0 .8a Values in the same row with different superscript letter mean they are significantly different (feed intake : p < 0.05, ADG: p < 0 .0001, G:F : p < 0 .000 1) . Carcass weight and Fat (P8) : p > 0 .05) . . 'kg/h/d = kilogram/head/day. 2ADG = Average daily gain .
Prosiding Seminar Nasionat Sap Potong - Palu, 24 November 2008
73
Berdasarkan table 3, sapi pada perlakuan T3 memiliki konsumsi pakan yang lebih tinggi (p < 0,05) dari pada sapi pada perlakuan T1 dan T2 baik di hari ke 80 maupun hari ke 116 . Sementara itu, tidak ada perbedaan (p > 0,05) antara konsumsi pakan sapi pada perlakuan TO dengan sapi dengan perlakuan T3 di hari ke 80 . Walaupun tidak ada perbedaan konsumsi pakan (p > 0,05) antara sapi pada perlakuan T1 dan T2, sapi pada perlakuan T1 cenderung memiliki konsumsi pakan yang lebih besar (10 .09±0.45 vs 8 .64 ±0.45). Sapi pada perlakuan TO dan T3 mempunyai konsumsi pakan yang lebih tinggi (p < 0,05) dibandingkan dengan sapi pada perlakuan T1 dan T2 pada hari ke 116 . Tidak ada perbedaan nyata konsumsi pakan (p > 0,05) antara sapi pada perlakuan TO dan T3 pada hari ke 116 begitu juga tidak ada perbedaan untuk konsumsi pakan (p > 0,05) antara sapi pada perlakuan TI dan T2 . Secara umum konsumsi pakan pada hari 116 lebih kecil dari pada hari ke 80 untuk semua perlakuan . Sapi pada semua pen yang memiliki atap (TI, T2, T3) mempunyai PBB yang lebih besar (p < 0 .0001) dibanding sapi pada pen yang tidak beratap (TO) pada hari ke 80 dan hari ke 116 . Tidak ada perbedaan antara perlakuan atap (T1,T2,T3) terhadap PBB pada hari ke 80, tetapi PBB sapi pada T1 dan T2 lebih tinggi (p < 0,0001) daripada T3 . Sapi pada semua perlakuan atap juga memiliki efisiensi pakan lebih baik (p < 0,0001) dari pada sapi dengan perlakuan tidak memakai atap di hari ke 80 dan 116 . Diantara perlakuan atap, sapi pada perlakuan T1 dan T2 memiliki efisiensi pakan yang lebih baik daripada Td (p < 0,0001) di hari ke 80 dan 116 .Sementara itu, karakteristik karkas dianalisa di hari ke 116 dimana tidak ada perbedaan diantara perlakuan (TO,T1,T2,T3) pada berat karkas dan ketebalan lemak (P8) . Diskusi Clarke dan Kelly (1996) melaporkan bahwa pemberian atap pen di feedlot tidak mempunyai pengaruh terhadap kenaikan konsumsi pakan . Tetapi, umumnya peneliti melaporkan bahwa pemberian atap dalam pen di feedlot dapat meningkatkan konsumsi pakan sapi karena kemampuan atap mengurangi radiasi sinar matahari pada siang hari sehingga dapat menurunkan heat stress pada sapi (Blackshaw dan Blackshaw, 1994 ; Brown-Brandl et al., 2005 ; Mitlohner et al., 2002; Mitlohner et al. 2001) . Heat stress dapat menurunkan konsumsi pakan oleh sapi (Hahn dan Mader, 1997 ; Hahn et al., 1999 ; Morrison and Lofgreen, 1979 ; NRC, 1981) . Penurunan konsumsi pakan merupakan salah satu respon ternak mengurangi haet stress (Hahn, 1999) dikarenakan produksi panas metaboilk sangat dipengaruhi oleh konsumsi pakan (Young et al., 1997 ; Purwanto et al., 1990) . Penurunan konsumsi pakan saat heat stress bisa juga terjadi karena efek negatif langsung kenaikan suhu tubuh terhadap kelenjar appetite di hypothalamus (Baile dan Forbes, 1974) . Sebaliknya, penelitian ini menunjukan bahwa konsumsi pakan sapi pada pen beratap (2m 2/ekor dan 3,3m 2/ekor) lebih rendah (p < 0,05) dari sapi pada sapi di pen tidak beratap balk di hari ke 80 maupun 116 . Ini diduga karena sapi pada pen tidak beratap memerukan energi maintenance lebih tinggi . untuk mengganti energi yang terbuang dalam aktifitas pelepasan panas (NRC, 1996) . Sapi pada pen yang tidak beratap diduga mengkonsumsi lebih banyak pakan pada malam hari dibanding siang hari sehingga konsumsi pakannya menyamai konsumsi pakan sapi pada pen yang beratap . Gaughan et al . (2004) menemukan bahwa sapi pada pen tidak beratap lebih banyak mengkonsumsi pakan pada malam hari di banding sapi pada pen beratap . Rendahnya temperature pada malam hari memberikan kesempatan sapi yang terkena heat stress pada siang hari melakukan recovery (Gaughan et al ., 2002) .
74
Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Patu, 24 November 2008
Sementara itu, penelitian ini menunjukan PBB sapi pada pen beratap lebih tinggi (p < 0.0001) dari pada sapi di pen tidak beratap . Ini sejalan dengan rendahnya AHLU di pen beratap dibanding pen tidak beratap (Gambar 2). Penelitian lain melaporkan bahwa PBB sapi di pen beratap pada musim panas lebih tinggi atau tidak pernah lebih rendah dari sapi di pen tidak beratap (Blackshaw dan Blackshaw 1994 ; Clarke dan Kelly 1996 ; Mader et al. 1997 ; Mader et al., 1999 ; Mitlohner et al, 2001 ; Mitlohner et al., 2002 ; Brown-Brandl et al, 2005) . Hasil ini memperlihatkan sapi pada pen beratap tidak mengalami heat stress yang berat dan menggunakan banyak enegi untuk pertumbuhan daripada aktifitas pelepasan panas seperti pada sapi di pen yang tidak beratap . Rendahnya PBB sapi di pen yang tidak beratap juga dikarenakan sapi lebih sering mengalami heat stress sehingga mempengaruhi keadaan asambasa dan mineral dalam tubuh akibat keluaran keringat yang tinggi dan pengeluaran cairan (drooling) pada mulut sapi (McDowell dan Weldy, 1967 ; West et al., 1992) Diantara sapi di pen beratap, sapi pada luas atap 2m 2/ekor dan 3,3m 2/ekor memiliki PBB lebih besar (p < 0.0001) daripada luas atap 4,7m 2/ekor pada hari ke 116 walaupun sapi pada luas atap 4 .7m 2/ekor menkonsumsi pakan yang lebih banyak (p < 0.05). Sehingga, sapi pada pen berluas atap 2m 2/ekor dan 3.3m2/ekor memiliki efisiensi pakan yang lebih baik (p < 0.0001) . Hasil ini mengindikasikan bahwa kenaikan luas atap pen dari 3,3m2/ekor ke 4,7m2 tidak berpengaruh positif. Semakin luas atap, semakin kecil sinar matahari yang masuk kedalam pen dan bisa meningkatkan kebasahan dan kelembapan pen yang berasal dari cairan urine, kotoran basah, ataupun hujan. Dimana, kelembapan yang tinggi bisa meningkatkatkan heat stress pada sapi (Mader et al., 2006) karena kelembapan bisa meningkatkan tekanan uap dan menghambat evaporasi kulit tubuh dalam proses pelepasan panas tubuh melalui keringat (NRC, 1981) . Kurangnya kecepatan angin dan kurangnya ventilasi akibat terhambat oleh luas atap yang lebih besar diduga juga menjadi penghambat pelepasan panas tubuh oleh sapi (Armstrong, 1994) . Walaupun tidak ada perbedaan (p > 0,0001) pada PBB dan efisiensi pakan pada sapi berluas atap 2m 2/ekor dan 3 .3m 2/ekor dihari ke 80 d dan 116, luas atap 2m2/ekor secara ekonomi akan menjadi pilihan . Perbedaan konsumsi pakan, PBB, dan efisisensi pakan antara hari ke 80 dan 116 diduga disebabkan oleh faktor cuaca, dimana rata-rata HLI harian setelah hari ke 80 cenderung lebih rendah disbanding rata-rata harian HLI sebelum hari ke 80 terutama pada malam hari (Gambar 2) . Berhubungan dengan karakteristik karkas, para peneliti melaporkan hasil yang tidak konsisten . Mitlohner et al . (2002) melaporkan bahwa pemberian atap pen memberi pengaruh positif terhadap berat dan ketebalan lemak karkas (P8), sedangkan Clark dan Kelly (1996) melaporkan tidak memberi pengaruh . Pada penelitian ini, pemberian atap dalam pen tidak memberi pengaruh (p > 0.05) terhadap berat karkas dan ketebalan lemak (P8) . Hasil ini menunjukan bahwa sapi di pen tanpa atap dapat memelihara konsumsi pakan hingga hari ke 80 dan sapi tersebut menghasilkan sedikit energi terbuang untuk pelepasan panas harena musim panas setelah hari ke 80 mulai berkurang sehingga sapi tersebut dapat mencapi berat karkas dan ketebalan lemak yang sama dengan sapi di pen beratap pada hari ke 116 . Kesimpulan Pada kondisi cuaca pnas, penggunaan atap di feedlot sangat direkomendasikan untuk mengurangi heat stress dengan menahan radiasi sinar matahari . Keuntungan menggunakan atap sangat nyata dibawah kondisi panas (HLI = 77,1-86) dan sangat panas (HLI > 86) pada siang hari . Penggunaas atap juga dapat menurunkan AHLU . Sehingga, penggunaan shade
Prosiding Seminar Nasionat Sapi Potong - Palu, 24 November 2008
75
dapat meningkatkan PBB dan effsiensi pakan . Tetapi, sapi pada pen tidak ber ttap tidak selalu mengalami penurunan konsumsi pakan kalau HLI pada malam hari berada pada kondisi normal, sehingga sapi menkonsumsi pakan yang banyak pada waktu tersebut guna mengganti banyaknya energi yang hilang pada siang untuk proses pelepasan panas seperti meningkatkan detak nafas . Peningkatan luas are atap dari 3 .3m2/ekor ke 4 .7m2/ekor tidak memberi keuntungan PBB dan feed efisiensi yang signifikan. Karena tidak ada perbedaan PBB dan efisiensi pakan antara luas atap 2m 2/ekor dan 3 .3m 2 /ekor, maka atap dengan luas 2m 2 /ekor secara ekonomi lebih baik digunakan . Dari sisi kualitas karkas, sapi pada pen tidak beratap dapat menyamai berat dan ketebalan lemak karkas sapi dengan pen beratap jikalau ada waktu panjang untuk recovery .
Daftar Pustaka Amstrong, DV ., 1994, 'Heat stress interaction with shade and cooling', Journal of Dairy Science, vol . 77, pp . 2044-50 . Baile, CA and Forbes, JM ., 1974, 'Control of feed intake and regulation of energy balance in ruminants', Physiology Review, vol . 54, pp. 150-214 . Bartos, L, France, C, Albiston, G and Beber, K ., 1988, 'Prevention of dark-cutting meat', Journal of Animal Science, vol . 22, pp . 213-20 . Bartos, L, France, C, Rehak, D and Stripkopa, 1993, 'A practical method to prevent dark-cutting in beef, Meat Science, vol . 34, pp . 275-82 . Beatty, DT, Barnes, A, Taylor, E, Pethick, DW, McCarthy, M and Maloney, SK ., 2006, 'Physiological responses of Bos Taurus and Bos Indicus cattle to prolonged, continuous heat and humidity', Journal ofAnimal Science, vol . 84, pp. 972-85 . Blackshaw, JK and Blackshaw, AW ., 1994, 'Heat stress in cattle and the effect of shade on production and behaviour: a review', Australian Journal of Experimental Agriculture, vol . 34, pp . 285-95 . Bond, TE, Kelly, CF, Morrison, SR and Pereira, N ., 1967, 'Solar, atmospheric and terrestrial radiation received by shaded and unshaded animals', Transaction of American Society of Agricultural Engineers (ASAE), vol . 10, pp . 622-7 . Brown-Brandl, TM, Eigenberg, RA, Nienaber, JA and Hahn, GL ., 2005, 'Dynamic response indicators of heat stress in shaded and non-shaded feedlot cattle, part 1 : analyses of indicators', Biosystem Engineering, vol . 90, pp . 451-62 . Clarke, MR and Kelly, AM ., 1996, 'Some effects of shade on Hereford steers in a feedlot', Animal Production in Australia . Proceedings of the Australian Society of Animal Production, vol . 21, pp. 235-8 . Gaughan, JB ., 2002, 'Respiration rate and rectal temperature responses of feedlot cattle in dynamic thermally challenging environments', PhD thesis, The University of Queensland . Gaughan, JB, Mader, TL, Holt, SM, Hahn, GL and Young, BA, 2002, 'Review of current assesment of cattle and microclimate during periods of high heat load', Animal Production of Australia, vol . 24, pp. 77-80 . Gaughan , JB, Tait, LA, Eigenberg, RA and Bryden, WL ., 2004, 'Effect of shade on respiration rate and rectal temperature of Angus heifers', Animal Production in Australia, vol . 25, pp . 69-72 . Gaughan , JB and Mader, TL 2007, 'Managing heat stress on feedlot cattle through nutrition', paper presented to Recent Advances in Animal Nutrition in Australia, Armidale NSW, 8 - 12 July 2007 . Hahn, GL and Mader, TL ., 1997, 'Heat waves in relation to thermoregulation, feeding behaviour, and mortality of feedlot cattle', Livestock Environment V, vol . 1, pp . 563-71 . Hahn, GL 1999, 'Dynamic responses of cattle to thermal heat loads', Journal of Animal Science, vol . 77, suppl . 2/J, pp. 10-20 . Hahn, GL, Mader, TL, Gaughan , JB, Hu, Q and Nienaber, JA ., 1999, 'Heat waves and their impacts on feedlot cattle', paper presented to Proceedings 15 th International Congress of Biometeorology and International Congress on Urban Climatology, Sydney, Australia .
76
Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Patu, 24 November 2008
Inunonen, K, Ruusunen, M, Hissa, K and Puolanne, E ., 2000, 'Bovine muscle glycogen concentration in relation to finishing diet, slaughter, and ultimate pH', Meat Science, vol . 55, pp . 25-31 . Kadim, IT, Mahgoub, 0, Al-Ajmi, DS and Al-Magbaly, RS ., 2004, 'The influence of season on quality characteristics of hot-boned beef m . longissimus thoracis', Meat Science, vol . 66, pp . 831-6 . Kreikemeier, KK, Unruh, JA and Eck, TP., 1998, 'Factors affecting the occurrence of dark-cutting beef and selected carcass traits in finished beef cattle', Journal of Animal Science, vol . 76, pp . 388-95 . Mader, TL, Fell, LR and McPhee, MJ ., 1997, 'Behavior response of non-Brahman cattle to shade in commercial feedlots', Livestock Environment V, pp . 795-802 . Mader, TL, Gaughan, JB and Young, BA ., 1999, 'Feedlot diet roughage level for Hereford cattle exposed to excessive heat load', The Professional Animal Scientist, vol . 15, pp. 53-62 . Mader, TL, Davis, MS and Brown-Brandl, TM ., 2006, 'Environmental factors influencing heat stress in feedlot cattle', Journal ofAnimal Science, vol . 84, pp . 712-9 . McDowell, RE and Weldy, JR., 1967, 'Water exchange of Cattle Under Heat Stress', Biometeorology, vol . 2, p. 414 . Mitlohner, FM, Morrow, JL, Dailey, JW, Wilson, SC, Galyean, ML, Miller, MF and McGlone, JJ ., 2001 . Shade and water misting effects on behavior, physiology, performance, and carcass traits of heat-stressed feedlot cattle. Journal ofAnimal Science, vol . 79, pp . 2327-35 . Mitlohner, FM, Galyean, ML and McGlone, JJ ., 2002, 'Shade effects on performance, carcass traits, physiology, and behavior of heat-stressed feedlot heifers', Journal of Anim Science, vol . 80, pp . 2043-50 . Morrison, SR and Lofgreen, GP ., 1979, 'Beef cattle response to air temperature', Transaction of the ASAE, vol . 22, pp . 861-2, 72 . NRC, 1981, Effect of environment on nutrient requirements of domestic animals, National Academy Press, Washington, DC . NRC, 1996, Nutrient requirements of beef cattle, 7 edn, National Academy Press, Washington, DC . Purwanto, BP, Abo, Y, Sakamoto, R, Furumoto, F and Yamamato, S ., 1990, 'Diurnal patterns of heat production and heart rate under thermoneutral conditions in Holstein Friesian cows differing in milk production', Journal ofAgricultural Science (Camb .), vol . 141, p . 139 . SAS, 1996 . Littell, RC, Milliken, GA, Stroup, W W and Wolfinger, RD, SAS system for mixed models, Cary, NC, SAS Institute Inc, 633 pp . Silanikove, N ., 2000, 'Effects of heat stress on the welfare of extensively managed domestic ruminants', Livestock Production Science, vol . 67, pp . 1-18 . Tarrant, PV and Sherington, J ., 1980, 'An investigation of ultimate pH in the muscles of commercial beef carcasses', Meat Science, vol . 4, pp . 287-97 . West, JW, Haydon, KH, Mullinix, BG and Sandifer, TG ., 1992b, 'Dietary cation-anion balance and cation source effects on production and acid-base status of heat-stressed cows', Journal of Dairy Science, vol . 75, pp . 2776-86 . Young, BA ., 1993, 'Implication of excessive heat load to the welfare of cattle in feedlots', in DJ Farrel (ed.), Recent Advances in Animal Nutrition, UNE, Armidale, NS W, pp . 45-50 . Young, BA, Hall, AB, Goodwin, PJ and Gaughan, JB ., 1997, 'Identifying excessive heat load', Livestock Environment V, vol . 1, pp . 572-6 .
Prosiding Seminar Nasionat Sapi Potong - Palu, 24 November 2008
77