29
IV PEMBAHASAN 4.1
Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Ayam Broiler Hasil penelitian pengaruh lama penggunaan litter pada kandang panggung
terhadap konsumsi ransum disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Ayam Broiler Ulangan
Perlakuan P1 P2 P3 P4 P5 …………………….…….…(gram/ekor)…………………………. 2.028,00 2.076,80 2.171,90 2.125,00 2.179,80 2.013,00 2.101,50 2.143,60 2.169,30 2.175,00 2.025,00 2.095,20 2.130,40 2.140,70 2.191,10 2.027,70 2.131,50 2.245,50 2.172,30 2.169,50 8.093,70 8.405,00 8.691,40 8.607,30 8.715,40 2.023,43 2.101,25 2.172,85 2.151,83 2.178,85
1 2 3 4 Jumlah Rataan Keterangan : P1 = Penggunaan litter sampai umur 18 hari P2 = Penggunaan litter sampai umur 21 hari P3 = Penggunaan litter sampai umur 24 hari P4 = Penggunaan litter sampai umur 27 hari P5 = Penggunaan litter sampai umur 30 hari
Berdasarkan Tabel 5. diketahui bahwa rata-rata konsumsi ransum apabila diurutkan dari yang tertinggi hingga terendah adalah P5 = 2.178,85; P3 = 2.172,85; P4 = 2.151,83; P2 = 2.101,25, dan P1 = 2.023,43. Guna mengetahui pengaruh perlakuan lama penggunaan litter pada kandang panggung terhadap konsumsi ransum, maka dilakukan analisis ragam (Lampiran 2). Berdasarkan hasil analisis ragam diperoleh bahwa lama penggunaan litter pada kandang panggung berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsumsi ransum. Guna mengetahui sejauh mana perbedaan antar perlakuan dilakukan uji Jarak Berganda Duncan yang hasilnya disajikan pada Tabel 6.
30
Tabel 6. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Ayam Broiler Perlakuan Rataan Signifikansi P1 2.023,43 a P2 2.101,25 b P4 2.151,83 c P3 2.172,85 c P5 2.178,85 c Keterangan : Huruf yang berbeda ke arah kolom menunjukkan berbeda nyata Berdasarkan hasil uji Jarak Berganda Duncan pada Tabel 6. diketahui bahwa penggunaan litter pada kandang panggung selama 18 hari (P1), jumlah ransum yang dikonsumsinya nyata lebih rendah (P<0,05) dibanding
dengan
perlakuan penggunaan litter sampai umur 21 hari (P2), 24 hari (P3), 27 hari (P4), dan 30 hari (P5). Demikian pula penggunaan litter sampai umur 21 hari (P2), konsumsi ransumnya nyata lebih rendah (P<0,05) dibanding dengan penggunaan litter sampai umur 24 hari (P3), 27 hari (P4), dan 30 hari (P5), akan tetapi pengunaan litter sampai 24 hari (P3) tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan penggunaan litter sampai umur 27 hari (P4) dan 30 hari (P5). Tinggi rendahnya konsumsi ransum erat kaitannya dengan lama penggunaan litter, hal itu dapat dilihat dari konsumsi ransum pada perlakuan penggunaan litter sampai umur 30 hari (P5) memiliki rata-rata konsumsi ransum paling tinggi yaitu 2178,85 gram, dan pada perlakuan penggunaan litter sampai umur 18 hari (P1) memiliki rata-rat konsumsi ransum paling rendah yaitu sebesar 2023,43 gram. Semakin lama penggunaan litter semakin tinggi ransum yang dikonsumsi, fakta tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Santoso (2002) yang menyatakan bahwa konsumsi ransum pada ayam pedaging yang dipeliharan dalam kandang litter lebih tinggi daripada ayam pedaging yang dipeliharan dalam cage.
31
Konsumsi ransum yang tinggi pada pemeliharaan ayam dengan lantai menggunakan litter terjadi karena lantai kandang tidak keras sehingga memberikan rasa nyaman pada ayam. Hasil penelitian juga menunjukkan pengaruh suhu lantai kandang tidak berpengaruh terhadap konsumsi ransum, meskipun suhu lantai kandang yang menggunakan litter relatif lebih tinggi, terutama pada siang hari dibanding perlakuan yang tidak memakai litter (Lampiran 5). Kondisi suhu yang tinggi namun tidak terjadi penurunan konsumsi ransum terjadi akibat penggunaan ransum yang tinggi kadar lemaknya. Kadar lemak pada ransum yang digunakan adalah lebih dari 5 persen, sementara kebutuhan lemak dalam ransum ayam broiler adalah 3 persen (Steven dan John, 2001). Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi penurunan konsumsi ransum pada ayam yang dipelihara pada suhu lingkungan tinggi, dapat dilakukan dengan cara mengurangi heat increament, tanpa mengurangi konsumsi energi (Fuller dan Rendon, 1977). Cara paling efektif untuk mengurangi heat increment adalah dengan meningkatkan kadar lemak dalam ransum yang diberikan, sebab lemak merupakan unsur ransum yang memiliki heat increament paling rendah dibandingkan dengan karbohidrat dan protein, sehingga tingginya energi metabolis ransum yang berasal dari lemak, tidak menyebabkan penurunan konsumsi ransum. Heat increment itu sendiri adalah panas yang timbul pada tubuh ayam sebagai akibat dari pencernaan makanan dan metabolism zat-zat makanan (Fuller dan Rendon, 1977). Rendahnya konsumsi ransum pada penggunaan litter yang lebih singkat dikarenakan pada umur ayam yang lebih muda terutama umur 18 hari (P1) dan umur 21 hari (P2) perlakuan pengangkatan litter menyebabkan ayam berada pada lantai slate (bilah bambu) sehingga tingkat stres yang dirasakan oleh ayam lebih
32
tinggi. Stres terjadi akibat adanya terpaan angin yang kuat dari bawah lantai kandang sementara bulu ayam belum tumbuh sempurna, selain itu stres timbul akibat dari perubahan lantai kandang dari yang awalnya lembut menjadi keras. Hal ini erat kaitannya denga pernyataan Edjeng dkk. (2005) yang menyatakan pemeliharaan ayam pada kandang sistem lantai slate, mengakibatkan ayam mudah terluka dan telapak kaki mengalami pengerasan (bubulen) sehingga ayam kesakitan dan stres yang dampaknya mempengaruhi konsumsi ransum. Tingkat stres akibat pemeliharaan pada lantai slate tampaknya tidak terlalu berpengaruh pada perlakuan P3 dan P4, hal ini terjadi karena pada saat ayam berumur 24 hari, bulu ayam telah tumbuh sempurna sehingga melindungi tubuh ayam dari terpaan angin yang berasal dari lantai kandang. Konsumsi ransum umur ke 29 dan 30 pada semua perlakuan meningkat (Lampiran 6), hal ini terjadi karena pada hari ke 29 dan 30 terjadi penurunan suhu pada siang hari menjadi 23-25 0C akibat cuaca hujan. Fakta ini sesuai dengan pernyataan North dan Bell (1990) yang menyatakan ketika suhu lingkungan rendah maka ayam banyak mengonsumsi ransum untuk meningkatkan metabolisme tubuh. 4.2
Pengaruh Perlakuan Terhadap Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler Hasil penelitian pengaruh lama penggunaan litter pada kandang panggung
terhadap pertambahan bobot badan (PBB) disajikan pada Tabel 7.
33
Tabel 7. Pengaruh Perlakuan Terhadap Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler Ulangan 1 2 3 4 Jumlah Rataan
Perlakuan P1 P2 P3 P4 P5 ………………...……(gram/ekor)……………………… 1.342,80 1.320,00 1.408,10 1.308,00 1.213,00 1.329,60 1.469,30 1.348,80 1.318,70 1.248,60 1.314,70 1.309,60 1.402,00 1.211,80 1.323,90 1.309,10 1.393,40 1.500,50 1.265,90 1.375,70 5.296,20 5.492,30 5.659,40 5.104,40 5.161,20 1.324,05 1.373,08 1.414,85 1.276,10 1.290,30
Berdasarkan Tabel 7. diketahui bahwa rata-rata pertambahan bobot badan (PBB)
apabila diurutkan dari yang tertinggi hingga terendah adalah P3 =
1.414,85; P2 = 1.373,08; P1 =1.324,05; P5 = 1.290,3; dan P4 = 1.276,10. Guna mengetahui pengaruh perlakuan lama penggunaan litter pada kandang panggung terhadap PBB, maka dilakukan analisis ragam (Lampiran 3). Berdasarkan hasil analisis ragam diperoleh bahwa lama penggunaan litter pada kandang panggung berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap PBB. Guna mengetahui sejauh mana perbedaan antar perlakuan dilakukan uji Jarak Berganda Duncan yang hasilnya disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan Pengaruh Perlakuan Terhadap Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler Perlakuan Rata-rata Signifikansi P4 1.276,10 a P5 1.290,30 ab P1 1.324,05 abc P2 1.373,08 bc P3 1.414,85 c Keterangan : Huruf yang berbeda ke arah kolom menunjukkan berbeda nyata
34
Berdasarkan hasil uji Jarak Berganda Duncan pada Tabel 8 diketahui bahwa
penggunaan litter pada kandang panggung selama 27 hari (P4),
pertambahan bobot badan yang dihasilkan nyata lebih rendah (P<0,05) dibanding dengan perlakuan penggunaan litter sampai umur 21 hari (P2) dan 24 hari (P3). Demikian pula penggunaan litter sampai umur 30 hari (P5), pertambahan bobot badan nyata lebih rendah (P<0,05) dibanding dengan penggunaan litter sampai umur 24 hari (P3), akan tetapi pengunaan litter sampai 18 hari (P1) tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan penggunaan litter sampai umur 21 hari (P2) dan 24 hari (P3). Pertambahan bobot badan pada perlakuan P1, P2, dan P3 secara statistik memiliki pertambahan bobot badan yang tinggi, hasil ini menunjukkan bahwa tingkat konsumsi ransum berhasil dikonversi menjadi daging dengan baik oleh ayam. Hal ini terjadi karena pemeliharaan pada lantai slate dilakukan lebih awal sehingga dapat mengurangi kandungan amonia dan menurunkan suhu. Hasil ini juga menunjukkan bahwa
ayam yang berumur kurang dari 24 hari masih
merespon dengan baik suhu yang relatif tinggi akibat adanya litter. Pada perlakuan P5 dan P4 meskipun konsumsi ransumnya cukup tinggi (Tabel 5) tetapi bobot badan yang dihasilkannya rendah. Fakta tersebut memperlihatkan bahwa suhu udara yang relatif tinggi pada lantai yang menggunakan litter menyebabkan pertambahan bobot badan ayam terganggu. Fakta ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Reni dkk. (2011) yang menyatakan bahwa ayam yang dipelihara pada suhu lebih tinggi menghasilkan pertambahan bobot badan yang jauh lebih rendah daripada ayam yang dipelihara pada suhu rendah. Suhu lantai kandang tanpa litter pada siang hari berkisar antara 23-27 oC, sementara suhu lantai kandang yang menggunakan litter berkisar antara
35
25-30 oC (Lampiran 5). Suhu lantai kandang yang menggunakan litter lebih lama menyebabkan suhu lantai kandang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan suhu lantai tanpa menggunakan litter, hal ini terjadi karena kurangnya sirkulasi udara, selain itu kenaikan suhu dapat diakibatkan oleh aktifitas mikroba pengurai pada litter. Aktifitas mikroba dalam suatu bahan ditunjukkan dengan naiknya suhu bahan tersebut, bahkan bisa mencapai 40oC (Poincelot, 1972). Pada saat suhu tinggi, ayam mengalami cekaman panas sehingga terjadi peningkatan frekuensi pernafasan sebagai upaya pengeluaran panas akibat dari meningkatnya metabolisme. Meningkatnya frekuensi pernapasan menurut Fuller dan Rendon (1977) menyebabkan bertambahnya penggunaan energi. Penggunaan energi inilah yang menyebabkan pertambahan bobot ayam berkurang, sebab energi yang seharusnya disimpan dalam otot, terbuang karena digunakan untuk pengeluaran panas melalui pernafasan. Pertambahan bobot badan yang rendah pada pemeliharaan menggunakan litter sampai umur 27 hari dan 30 hari terjadi karena adanya amonia pada kandang, hal itu terindikasi dari mulai terciumnya bau amonia, meskipun dalam penelitian ini tidak diukur seberapa besar kadar amonia namun Saif (2003) menyatakan bahwa apabila sudah tercium bau amonia maka kadar amonia diudara mencapai 25-30 ppm. Kadar amonia 25 ppm mengakibatkan ayam mengalami pertambahan bobot badan yang rendah, dan penurunan efisiensi ransum (Ritz dkk, 2004) dan diperkuat oleh Ruhyat dan Edjeng (2010) yang menyatakan bahwa apabila kadar amonia mencapai 50 ppm maka akan menurunkan bobot badan sebesar 8%. Pada perlakuan P4 meskipun pada umur 27 hari terjadi penurunan suhu dan berkurangnya kadar amonia akibat penuruna litter, namun tidak memberikan
36
pertambahan bobot badan yang optimal, hal ini diakibatkan karena pengangkatan litter pada umur 27 hari mengganggu laju puncak pertumbuhan ayam. Puncak pertumbuhan ayam adalah menjelang akhir minggu ke-4 sampai akhir minggu ke5 (Pokhpand, 2013), sementara pertambahan bobot badan ayam membentuk kurva sigmoid yaitu meningkat perlahan-lahan kemudian pertumbuhan menjadi cepat pada fase puncak dan kembali perlahan bahkan berhenti (Rose, 1997). Pada saat seharusnya ayam mengalami puncak pertumbuhan, tetapi terganggu karena mendapat stres berlebih akibat terjadinya perubahan lantai kandang yang awalnya lunak menjadi keras, sehingga pertambahan bobot badannya tidak maksimal. 4.3
Pengaruh Perlakuan Terhadap Konversi Ransum Ayam Broiler Hasil penelitian pengaruh lama penggunaan litter pada kandang panggung
terhadap konversi ransum disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Pengaruh Perlakuan Terhadap Konversi Ransum Ayam Broiler Ulangan 1 2 3 4 Jumlah Rataan
P1
P2
Perlakuan P3
1,510 1,514 1,540 1,549 6,113 1,528
1,573 1,430 1,600 1,530 6,133 1,533
1,542 1,589 1,520 1,497 6,148 1,537
P4
P5
1,625 1,645 1,767 1,716 6,752 1,688
1,797 1,742 1,655 1,577 6,771 1,693
Berdasarkan Tabel 9. diketahui bahwa nilai konversi ransum apabila diurutkan dari yang tertinggi hingga terendah adalah P5 = 1,693, P4 = 1,688, P3 =1,537, P2 = 1,533 dan P1 = 1,528. Guna mengetahui pengaruh perlakuan lama penggunaan litter pada kandang panggung terhadap konversi ransum, maka dilakukan analisis ragam (Lampiran 4). Berdasarkan hasil analisis
ragam diperoleh bahwa lama
37
penggunaan litter pada kandang panggung berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konversi ransum. Guna mengetahui sejauh mana perbedaan antar perlakuan dilakukan uji Jarak Berganda Duncan yang hasilnya disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan Pengaruh Perlakuan Terhadap Konversi Ransum Ayam Broiler Perlakuan Rata-rata Hasil Uji P1 1,528 a P2 1,533 a P3 1,537 a P4 1,688 b P5 1,693 b Keterangan : Huruf yang berbeda ke arah kolom menunjukkan berbeda nyata Berdasarkan hasil uji Jarak Berganda Duncan pada Tabel 10. diketahui bahwa penggunaan litter pada kandang panggung selama 18 hari (P1), konversi ransum nyata lebih rendah (P<0,05) dibanding dengan perlakuan penggunaan litter sampai umur 27 hari (P4), dan 30 hari (P5), akan tetapi tidak berbeda nyata dengan lama penggunaan litter sampai umur 21 hari (P2) dan 24 hari (P3). Demikian pula penggunaan litter sampai umur 21 hari (P2), konversi ransumnya nyata lebih rendah (P<0,05) dibanding dengan penggunaan litter sampai umur, 27 hari (P4), dan 30 hari (P5), akan tetapi pengunaan litter sampai 27 hari (P4) tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan penggunaan litter sampai umur 30 hari (P5). Konversi ransum (FCR) merupakan perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan dalam jangka waktu tertentu (North dan Bell, 1990). Besar kecilnya nilai konversi ransum sangat dipengaruhi oleh konsumsi ransum yang dibandingkan dengan pertambahan bobot badan yang dihasilkan. Ayam yang memiliki performa produksi bagus akan memiliki nilai konversi ransum yang kecil, karena semakin kecil konversi ransum menunjukkan efisiensi penggunaan ransum ysng semakin baik. Pada penelitian ini konversi
38
ransum terkecil diperoleh melalui perlakuan lama penggunaan litter selama 18 hari (P1) dan semakin lama penggunaan litter maka konversi ransum yang dihasilkan semakin besar, hal ini sejalan dengan penelitian Santoso (2002) yang menyatakan bahwa penggunaan lantai litter menghasilkan konversi ransum yang lebih besar dibandingkan dengan pemeliharaan menggunakan cage. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa konsumsi ransum yang tinggi tidak menjamin menghasilkan konversi ransum yang baik. Pada perlakuan penggunaan litter sampai umur 27 hari (P4) dan 30 hari (P5) meskipun konsumsi ransumnya tinggi (Tabel 5) tetapi pertambahan bobot badannya rendah menyebabkan konversi ransum yang dihasilkan cukup besar. Perlakuan P1, P2, dan P3 nilai konversi ransum yang dihasilkan relatif sama, hal ini menunjukkan efisiensi ransum dari ke tiga perlakuan cukup baik, yang membedakan performa ayam tersebut adalah seberapa besar ransum yang dikonsumsi, semakin banyak konsumsi ransum maka akan menghasilkan bobot badan yang semakin besar pula. Konversi ransum untuk bobot ayam 2 kg adalah 1,6 (Pokhpand, 2013), sementara konversi ransum yang dihasilkan pada penelitian ini untuk P1, P2, dan P3 berturut turut adalah 1,528, 1,533, dan 1,537, sementara untuk perlakuan P4 dan P5 adalah 1,688 dan 1,693 sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk menghasilkan konversi ransum yang baik pemeliharaan pada kandang panggung penggunaan litter maksimal sampai 24 hari.