IV HASIL DAN PEMBAHASAN
1.1
Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi Hasil penelitian pengaruh berbagai konsentrasi sari kulit buah naga merah
sebagai perendam daging sapi terhadap total bakteri disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Rata-rata Total Bakteri Daging Sapi pada Berbagai Perlakuan Perlakuan P1 P2 P3 5 …….…..…………..(x10 cfu/g)…………..……… 138 166 146 129 182 148 176 144 175 150 104 118 165 168 758 596 755 152 149 151 P1 = Perendaman sari kulit buah naga merah dengan konsentrasi 10% P2 = Perendaman sari kulit buah naga merah dengan konsentrasi 15% P3 = Perendaman sari kulit buah naga merah dengan konsentrasi 20%
Ulangan 1 2 3 4 5 6 Jumlah Rata-rata Keterangan :
Berdasarkan data pada Tabel 9 menunjukkan pengurangan total bakteri setiap perlakuan dengan sampel yang tidak diberi perlakuan. Total bakteri sampel yang tidak diberi perlakuan yaitu 210x105cfu/g. Konsentrasi 15% memberikan nilai pengurangan total bakteri sebesar 149x105 cfu/g, sedangkan pada konsentrasi 20% yaitu sebesar 152x105cfu/g. Selanjutnya untuk mengetahui sampai sejauhmana pengurangan total bakteri daging sapi dipengaruhi oleh konsentrasi sari kulit buah naga merah dilakukan analisis statistika dengan sidik ragam (Lampiran 2), menunjukkan bahwa perendaman sari kulit buah naga merah tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap total bakteri daging sapi. Hasil dari analisis ragam menunjukkan
44 bahwa setiap konsentrasi pemberian sari kulit buah naga tidak memberikan perbedaan yang nyata, hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhinya antara lain dapat berasal dari jumlah bakteri yang terkandung melebihi batas Standar Nasional Indonesia untuk total bakteri daging segar, hal ini disebabkan oleh bakteri yang terkandung dalam daging sebelum dilakukan perendaman memiliki jumlah bakteri yang besar yaitu 210x105cfu/g. Tingginya jumlah bakteri dapat berasal dari kontaminasi pasca pemotongan di Rumah Potong Hewan (RPH), selain itu juga dapat berasal dari kontaminasi bakteri selama proses pengiriman daging dari RPH ke laboratorium. Konsentrasi 15% memberikan daya yang lebih optimal dalam menurunkan total bakteri apabila dibandingkan dengan konsentrasi 20%, hal ini dapat disebabkan oleh kerja dari antibakteri yang terkandung dalam kulit buah naga merah pada konsentrasi 15% bekerja secara aktif dalam menghambat mikroba sehingga dinding sel pada mikroba mengalami kerusakan. Konsentrasi 20% membuat mikroba yang terkandung dalam daging mengalami kerusakan yang lebih banyak sehingga tidak ada perlawanan apabila terdapat mikroba lain yang masuk sehingga mikroba lebih banyak tumbuh. Total bakteri sebelum dilakukan perendaman sari kulit buah naga mengalami penurunan setelah dilakukan perendaman, yang berkisar antara 28-30% penurunan total bakteri. Perlakuan konsentrasi 15% mengalami penurunan total bakteri sebesar 30% yang merupakan penurunan tertinggi apabila dibandingkan dengan konsentrasi 10% dan 20%, hal ini menunjukkan bahwa zat aktif dari sari kulit buah naga merah telah bekerja. Kulit buah naga merah mengandung fenol, yang mana fenol termasuk senyawa yang mempunyai aktivitas antimikroba. Mekanisme dari antimikroba dalam membunuh atau menghambat pertumbuhan
45 diantaranya dengan merusak atau menghambat pembentukan dinding sel mikroba. Fenolik yang terkandung pada kulit buah naga merah dapat mengubah permeabilitas membran sitoplasma yang menyebabkan kebocoran nutrien dari dalam sel. Penelitian yang dilakukan oleh Nuri Arum, dkk. (2011), menunjukan bahwa pada ekstrak kulit buah naga merah terdapat aktivitas antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif (S. aureus dan B. cereus) dan bakteri Gram negatif (E.coli dan Pseudomonas sp.).
1.2
Pengaruh Perlakuan Terhadap Awal Kebusukan Daging Sapi Hasil penelitian pengaruh berbagai konsentrasi sari kulit buah naga merah
sebagai perendam daging sapi terhadap awal kebusukan disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Rata-Rata Awal Kebusukan Daging Sapi pada Berbagai Perlakuan Ulangan 1 2 3 4 5 6 Jumlah Rata-rata
Perlakuan P1 P2 P3 …………..…………..(menit)………...………….. 408 748 637 601 755 649 600 706 670 563 816 402 501 590 2673 3025 2948 535 756 590
Berdasarkan data pada Tabel 10 dapat dilihat rata-rata awal kebusukan daging sapi pada berbagai konsentrasi. Konsentrasi 15% dengan waktu perendaman selama 10 menit memberikan hasil yang optimal dalam mempertahankan daya awet yaitu sebesar 756 menit, akan tetapi konsentrasi 20% sari kulit buah naga merah mengalami penurunan waktu awal kebusukan yaitu 590 menit dan konsentrasi 10% dengan waktu 535 menit. Hal ini dapat
46 disebabkan oleh kandungan antibakteri dan antioksidan yang terkandung dalam kulit buah naga merah yang bekerja secara optimal dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh dari berbagai konsentrasi maka dilakukan analisis statistika dalam sidik ragam (Lampiran 3), menunjukan bahwa perendaman sari kulit buah naga merah memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap awal kebusukan daging sapi. Untuk mengetahui perlakuan mana yang berbeda dilakukan Uji Tukey, tercantum hasil pada Tabel 11. Tabel 11. Hasil Uji Tukey Pengaruh Perlakuan terhadap Awal Kebusukan Daging Sapi Perlakuan
Rata-rata
P2
.…………..(menit)…………… 756
Signifikansi (0,05) a
P3 590 ab P1 535 b Keterangan : Huruf kecil yang berbeda ke arah vertikal pada kolom signifikansi menunjukkan berbeda nyata Tabel 11 menunjukkan bahwa waktu awal kebusukan dengan perendaman sari kulit buah naga merah konsentrasi 15% (P2 = 756 menit) tidak berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi 20% (P3 = 590 menit) tetapi berbeda nyata dengan 10% (P1 = 535 menit), perlakuan konsentrasi 20% (P3 = 590 menit) menunjukkan tidak berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi 10% (P1 = 535 menit). Hal ini dapat disebabkan oleh kandungan antioksidan dan antibakteri yang terkandung dalam sari kulit buah naga bekerja secara optimal. Pembusukan yang terjadi pada sampel dilihat pada kertas saring yang mengalami perubahan warna akibat timbulnya gas H2S yang berasal dari mikroorganisme. Hal ini sesuai dengan pernyataan Frazier dan Westhoff (1979)
47 bahwa pembusukan daging dapat dilihat dengan perubahan fisik seperti perubahan warna daging, terdapat lendir pada permukaan dan timbulnya bau akibat produksi gas. Daging yang dilakukan pengukuran awal kebusukan dilihat dengan timbul atau tidaknya warna pada kertas saring, yang bersumber pada gas yang timbul akibat tumbuhnya mikroorganisme seperti genus Proteus dan Lactobacillus. Produk degradasi protein daging dapat diketahui dari pelepasan gas-gas amonia (NH3), dan hidrogen sulfida (H2S) serta metil merkaptan yang berbau busuk. Pelepasan gas-gas ini bersumber dari asam-asam amino penyusun protein daging yang mengandung gugus NH, gugus S dan gugus CH3 dalam kombinasi dengan senyawa lain. Konsentrasi 15% dengan lama perendaman 10 menit memberikan hasil yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan konsentrasi 10% dan 20%, hal ini dapat disebabkan oleh konsentrasi pemberian sari kulit buah naga merah, konsentrasi 15% zat aktif bekerja lebih optimal sehingga dapat menghambat pertumbuahan mikroba, sedangkan pada konsentrasi 20% diduga mengandung antibakteri yang berlebih sehingga menyebabkan proses penghambatan menjadi tidak efisien. Selain itu, dapat disebabkan juga oleh banyaknya mikroba yang mengalami kerusakan dinding sel akibat zat aktif sehingga pada saat mikroba baru yang mengontaminasi daging lebih mudah masuk dan meningkatkan pertumbuhan mikroba, selain itu dalam pembuatan sari kulit buah naga merah tidak dilakukan pemanasan dan berpengaruh terhadap kandungan antosianin yang terkandung dalam kulit buah naga merah. Hal ini membuat antosianin yang terkandung dalam kulit buah naga merah tidak mengalami kerusakan. Sesuai pernyataan Tri Hidayat, dkk., (2014) bahwa antosianin stabil pada pH 3-5 dan suhu 50ºC. Kulit buah naga merah mengandung antioksidan yang dapat menunda, memperlambat dan
48 mencegah proses oksidasi lipid. Oksidasi lipid yang terjadi pada daging segar akan menimbulkan bau busuk dan rasa tengik. Antioksidan akan menghambat radikal bebas yang terdapat pada daging sapi sehingga daging tidak mengalami proses oksidasi dan daging lebih lama dalam mengalami proses pembusukan. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Anggra Kumala, dkk., (2015), menyatakan bahwa antioksidan dapat menstabilkan radikal bebas dengan cara mentransfer gugus H yang berikatan dengan atom O. Atom H yang berikatan dengan atom O ikatannya lemah karena memiliki energi yang kecil untuk saling berikatan sehinga atom H tersebut cenderung lebih mudah untuk lepas. Antioksidan yang memiliki gugus OH banyak dapat dipastikan mengikat radikal bebas paling banyak. Senyawa
aktif
yang
terdapat
pada
bahan
antioksidan
tersebut
dapat
mempertahankan kadar protein dalam daging. Fenol memiliki fungsi sebagai antimikroba dan antioksidan karena fenol memiliki struktur benzene. Selain itu, kulit buah naga juga memiliki kandungan polifenol dan flanovoid yang dapat berfungsi sebagai antimikroba sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroba yang terdapat pada daging sapi. Penelitian tentang perendaman daging sapi dengan menggunakan sari kulit buah naga dengan konsentrasi 15% memberikan hasil optimal dalam memperpanjang waktu daging menuju proses awal pembusukan dan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada beberapa konsentrasi perendaman.
1.3
Pengaruh Perlakuan Terhadap pH Daging Sapi Hasil penelitian pengaruh berbagai konsentrasi sari kulit buah naga merah
sebagai perendam daging sapi terhadap pH disajikan pada Tabel 12.
49 Tabel 12. Rata-rata pH Daging Sapi pada Berbagai Perlakuan Ulangan 1 2 3 4 5 6 Jumlah Rata-rata
Perlakuan P1 P2 P3 …………..………….(pH)…………..………….. 4,68 4,57 4,68 4,71 4,61 4,67 4,69 4,63 4,62 4,63 4,60 4,67 4,64 4,62 23,35 18,41 23,26 4,67 4,60 4,65
Tabel 12 menunjukkan bahwa rata-rata pH daging sapi yang telah direndam dengan sari kulit buah naga merah paling rendah diperoleh pada konsentrasi 15% dengan lama perendaman selama 10 menit yaitu sebesar 4,60, akan tetapi dengan adanya penambahan konsentrasi menjadi 20% dengan lama perendaman 10 menit mengalami peningkatan pH yaitu sebesar 4,65. Selanjutnya untuk mengetahui sampai sejauhmana pH daging sapi dipengaruhi oleh konsentrasi sari kulit buah naga merah dilakukan analisis statistik dengan sidik ragam (Lampiran 4), menunjukan bahwa perendaman sari kulit buah naga merah memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap pH daging sapi. Selanjutnya untuk mengetahui perlakuan mana yang berbeda dilakukan Uji Tukey, adapun hasil dari pengujian terdapat pada Tabel 13. Tabel 13. Hasil Uji Tukey Pengaruh Perlakuan terhadap pH Daging Sapi Perlakuan
Rata-rata
Signifikansi (0,05)
……………………. (pH) ……………………. P2 4,60 a P3 4,65 ab P1 4,67 b Keterangan : Huruf kecil yang berbeda ke arah vertikal pada kolom signifikansi menunjukkan berbeda nyata
50 Tabel 13 menunjukkan bahwa pH daging dengan perendaman sari kulit buah naga merah konsentrasi 15% (P2 = 4,60) tidak berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi 20% (P3 = 4,65), hal ini dapat disebabkan oleh konsentrasi pemberian sari kulit buah naga 15% merupakan konsentrasi yang dapat memberikan nilai optimal pada pH sehingga membuat pH daging menjadi lebih konstan yang tidak kurang dari nilai pH kulit buah naga merah segar. Konsentrasi 15% (P2 = 4,60) berbeda nyata dengan konsentrasi 10% (P1 = 4,67), hal ini dapat disebabkan oleh kandungan asam yang terkandung pada kulit buah naga merah yang dapat menurunkan pH seiring dengan peningkatan konsentrasi pemberian. Konsentrasi 20% (P3) tidak berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi 10% (P1), hal ini disebabkan oleh nilai pH daging (5,1) yang cukup tinggi sehingga pemberian sari kulit buah naga merah yang relatif rendah hanya dapat menurunkan nilai pH daging rendah pula. Hasil dari penelitian mengenai perendaman sari kulit buah naga merah terhadap daging memberikan pengaruh yang nyata dari beberapa perlakuan, akan tetapi apabila dilihat dari nilai pH yang didapatkan tentu berbeda dengan Standar Nasional Indonesia untuk pH daging segar karena sampel daging sapi yang telah diberi perlakuan sehingga tidak termasuk kedalam daging sapi segar. Adapun nilai pH daging segar yang sesuai ialah berkisar 5,1 – 6,1. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya ialah kandungan dari sari kulit buah naga merah setelah dilakukan pengujian pH memiliki nilai sebesar 4,59, yang menunjukkan bahwa kulit buah naga bersifat asam. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Dwita Oktiarni, dkk., (2012) menunjukkan bahwa penggunaan sari kulit buah naga merah dapat menurunkan pH pada sampel mie basah yang digunakan sebagai pewarna alami. Penelitian daging sapi segar tanpa pemberian sari kulit
51 buah naga merah memiliki nilai pH sebesar 5,1. Nilai pH daging yang rendah dapat menjadi faktor terjadi penurunan pH daging yang telah dilakukan perendaman. Konsentrasi 15% memberikan nilai pH 4,60 sedangkan konsentrasi 20% memberikan nilai pH 4,65, hal ini menunjukkan bahwa pemberian 20% meningkatkan nilai pH, peningkatan pH menunjukkan warna antosianin memudar karena kation flavilium yang berwarna merah mengalami hidrasi menjadi karbinol yang tidak berwarna. Nilai pH yang tinggi menyebabkan antosianin cepat terhidrolisis menjadi kalkon yang terionisai sempurna. Hal inilah yang menyebabkan antosianin mudah rusak pada kondisi pH tinggi (Tri Hidayat, dkk., (2014). Kerusakan antosianin menyebabkan kondisi daging mudah terkontaminasi oleh mikroba sehingga daging cepat mengalami kerusakan.