KAJIAN SISTEM MANAJEMEN TERPADU (ISO 9001:2000 DAN ISO 22000:2005) DI PERUSAHAAN GULA RAFINASI MELALUI MAGANG DI PERUSAHAAN JASA KONSULTASI, PREMYSIS CONSULTING, JAKARTA
HANS PUTRA KELANA F24104051
2009 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
KAJIAN SISTEM MANAJEMEN TERPADU (ISO 9001:2000 DAN ISO 22000:2005) DI PERUSAHAAN GULA RAFINASI MELALUI MAGANG DI PERUSAHAAN JASA KONSULTASI, PREMYSIS CONSULTING, JAKARTA
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
HANS PUTRA KELANA F24104051
2009 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
HANS PUTRA KELANA. F24104051. Kajian Sistem Manajemen Terpadu (ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005) di Perusahaan Gula Rafinasi Melalui Magang di Perusahaan Jasa Konsultasi, Premysis Consulting, Jakarta. Di bawah bimbingan Dr. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc dan Tjahja Muhandri, MT. ABSTRAK Isu keamanan pangan kerap menjadi sesuatu yang disepelekan perusahaan pangan tetapi akan berdampak besar ke bisnis perusahaan tersebut jika sampai terjadi. Jaminan keamanan pangan merupakan persyaratan dasar untuk seluruh aktivitas yang meliputi rantai pangan, seperti produksi, distribusi, sampai konsumsi. Selain itu, setiap orang adalah pelanggan yang sangat mencari dan menghargai mutu dari sebuah produk. The International Organization for Standardization (ISO) menjawab kebutuhan perusahaan tersebut dengan mengeluarkan produk berupa sistem manajemen mutu (ISO 9001:2000) dan sistem manajemen keamanan pangan (ISO 22000:2005). Kegiatan magang ini memiliki enam tujuan yang sistematis. Tujuan tersebut yaitu: (1) mempelajari Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP), standar sistem manajemen ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005, (2) melakukan identifikasi kesesuaian dan menganalisis ketidaksesuaian sistem manajemen terpadu milik perusahaan gula rafinasi dengan standar mutu dan keamanan pangan internasional ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005, (3) melakukan pemeriksaan ketidaksesuaian implementasi sistem manajemen terpadu yang ada di perusahaan gula rafinasi dengan acuan standar mutu (ISO 9001:2000) dan keamanan pangan (ISO 22000:2005), (4) menyusun solusi alternatif bagi ketidaksesuaian implementasi sistem manajemen terpadu milik perusahaan gula rafinasi, (5) melakukan verifikasi keberhasilan solusi alternatif yang diberikan, dan (6) memberikan solusi alternatif tahap kedua atas ketidaksesuaian yang ditunjukkan hasil verifikasi. Melalui tujuan-tujuan tersebut diharapkan tulisan ini dapat digunakan sebagai salah satu sumber informasi dan pembelajaran praktis bagi akademisi maupun praktisi industri pangan dalam mengenal sistem manajemen terpadu berbasis ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005. Pelaksanaan magang dilakukan di tiga tempat. Tempat pertama di Perusahaan Jasa Konsultasi, Premysis Consulting, Jakarta. Tempat kedua di kantor pusat PT Gula Rafinasi A, Jakarta. Tempat ketiga di pabrik PT Gula Rafinasi A, Cilegon. Secara garis besar, pelaksanaan magang dilakukan dengan tiga tahapan, yaitu kajian sistem HACCP, ISO 9001:2000, dan ISO 22000:2005, tinjauan umum perusahaan tempat magang, dan kajian penerapan sistem manajemen terpadu (ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005) di perusahaan gula rafinasi. Hasil analisis HACCP, ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005 menunjukkan keterkaitan antara ketiga sistem ini. HACCP merupakan sistem analisa bahaya yang dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan titik-titik kritis di dalam proses pangan. ISO mengintegrasikan HACCP ke dalam ISO 22000:2005 dan menjadikannya sebagai salah satu elemen kunci penerapan ISO 22000:2005. ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005 memiliki keterkaitan berupa perbedaan dan persamaan sistem ini bagi sebuah organisasi. Kelima bagian utama pada ISO
9001:2000 dan ISO 22000:2005 yang dapat diintegrasikan adalah saasaran dan kebijakan, wakil manajemen, pengendalian dokumen dan catatan, audit, dan tinjauan manajemen. Kajian tahap pertama sistem manajemen terpadu di PT Gula Rafinasi A dengan menggunakan tabel ketidaksesuaian menunjukkan PT Gula Rafinasi A masih belum memenuhi persyaratan ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005 secara penuh. Hasil identifikasi menunjukkan terdapat 4 ketidaksesuaian sistem manajemen mutu berdasarkan ISO 9001:2000. Selain itu, hasil identifikasi menunjukkan 5 ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan ISO 22000:2005. Ketidaksesuaian yang ada berusaha diselesaikan dengan penyusunan solusi alternatif bersama antara tim konsultan Premysis dengan tim mutu dan keamanan pangan PT Gula Rafinasi A. Solusi alternatif yang telah disusun dicoba diimplementasikan dan diamati tiga bulan berikutnya. Setelah tiga bulan, dilakukan verfikasi sistem manajemen terpadu PT Gula Rafinasi A. Solusi alternatif yang disusun mampu menyelesaikan 4 ketidaksesuaian sistem manajemen mutu dan 3 ketidaksesuaian manajemen keamanan pangan. Selain itu, hasil verifikasi menunjukkan terdapat 2 ketidaksesuaian manajemen keamanan pangan yang baru teridentifikasi di pabrik PT Gula Rafinasi A. Selanjutnya, solusi alternatif tahap kedua disusun untuk menyelesaikan 2 ketidaksesuaian lama dan 2 ketidaksesuaian baru untuk sistem manajemen keamanan pangan. Secara keseluruhan, PT Gula Rafinasi A telah menerapkan sistem manajemen terpadu berbasis ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu keamanan pangan kerap menjadi sesuatu yang disepelekan perusahaan pangan tetapi akan berdampak besar ke bisnis perusahaan tersebut jika sampai terjadi. Jaminan keamanan pangan merupakan persyaratan dasar untuk seluruh aktivitas yang meliputi rantai pangan, seperti produksi, distribusi, sampai konsumsi. Hal ini menjadi perhatian karena setiap orang memiliki hak yang sama untuk mengkonsumsi pangan yang aman bagi kesehatannya. Selain itu, setiap orang adalah pelanggan yang sangat mencari dan menghargai mutu dari sebuah produk. Perusahaan yang baik akan berusaha menjaga dan meningkatkan mutu produk sesuai yang diharapkan konsumennya. Kepuasan pelanggan adalah ukuran yang penting bagi perusahaan dalam menjaga bisnisnya dan melakukan siklus perbaikan berkelanjutan. Perbaikan secara berkelanjutan, peningkatan kinerja dan mutu, dan pelaksanaan bisnis dengan jaminan keamanan pangan merupakan kebutuhan bagi setiap perusahaan pangan saat ini. The International Organization for Standardization (ISO) menjawab kebutuhan perusahaan tersebut dengan mengeluarkan produk berupa sistem manajemen mutu (ISO 9001:2000) dan sistem manajemen keamanan pangan (ISO 22000:2005). ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005 adalah perangkat sistem manajemen yang memberikan jaminan proses terkendali, dinamis, dan terstandarisasi internasional yang efektif dalam meningkatkan kinerja dan keuntungan perusahaan. ISO mengadopsi Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) ke dalam ISO 22000:2005. Hal ini dikarenakan HACCP telah diakui sebagai perangkat yang efektif untuk mengendalikan keamanan pangan. Pengetahuan tentang HACCP, khususnya terkait 12 langkah penerapan meliputi 7 prinsip telah diperkenalkan secara luas pada praktisi industri pangan di berbagai belahan dunia. Penerapan HACCP bisa diterapkan di dalam rantai produksi pangan, mulai dari produsen utama bahan baku pangan (pertanian),
penanganan, pengolahan, distribusi, pemasaran, sampai dengan pengguna akhir. Berdasarkan pertimbangan di atas, pelaksana magang berusaha membantu menyediakan informasi pembelajaran memadukan penerapan ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005 dalam industri pangan bagi pihak lain yang membutuhkan seperti praktisi industri maupun akademisi. Penerapan sistem manajemen yang terstandarisasi dan efektif merupakan kebutuhan bagi semua pihak yang terlibat dalam perusahaan pangan. Melalui laporan kegiatan magang ini diharapkan dapat menumbuhkan cara berpikir baru bagi setiap orang yang ingin tahu mengenai penerapan standar internasional di dalam perusahaan pangan.
B. Tujuan Tujuan dilakukan kegiatan magang di PT Premysis Consulting, Jakarta adalah (1) mempelajari HACCP, standar sistem manajemen ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005, (2) melakukan identifikasi dan analisis ketidaksesuaian sistem manajemen terpadu milik perusahaan gula rafinasi dengan standar mutu dan keamanan pangan internasional ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005, (3) melakukan pemeriksaan ketidaksesuaian implementasi sistem manajemen terpadu yang ada di perusahaan gula rafinasi dengan acuan standar mutu (ISO 9001:2000) dan keamanan pangan (ISO 22000:2005), (4) menyusun solusi alternatif bagi ketidaksesuaian implementasi sistem manajemen terpadu milik perusahaan gula rafinasi, (5) melakukan verifikasi keberhasilan solusi alternatif yang diberikan, dan (6) memberikan solusi alternatif tahap kedua atas ketidaksesuaian yang ditunjukkan hasil verifikasi.
C. Manfaat Manfaat hasil laporan magang ini adalah sebagai salah satu sumber informasi dan pembelajaran praktis bagi akademisi maupun praktisi industri pangan dalam mengenal sistem manajemen mutu dan keamanan pangan berstandar internasional, ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Manajemen Mutu Juran di dalam Muhandri dan Kadarisman (2008) mendefinisikan mutu sebagai ”fitness for use” (kecocokan atau kelayakan untuk digunakan). Hal ini dapat diartikan penggunaan akan barang atau jasa sesuai dalam pemenuhan kebutuhan konsumennya. Penjelasan fitness for use oleh Juran dapat dikaji menjadi dua bagian, yaitu quality of design (mutu rancangan) dan quality of conformance (mutu kesesuaian). Quality of design disebut sebagai mutu absolut artinya mutu yang direncanakan. Bila biaya untuk menaikkan mutu ini ditingkatkan maka dapat meningkatkan nilai jual lebih tinggi. Quality of conformance merupakan tingkat kesesuaian produk atau jasa terhadap rancangan yang sudah dibuat. Tingkat kesesuaian yang tinggi akan menurunkan biaya produksi per unit produk. Ada dua unsur mendasar tentang mutu, yaitu pengalaman pelanggan dalam mengenal mutu dan kreatifitas produsen mengenai mutu (Kolarik, 1999). Saat pelanggan melakukan pilihan, secara tidak sadar dirinya membentuk pengertian mutu. Kepuasan pelanggan menggunakan sebuah produk baik barang maupun jasa akan selalu diukur oleh dirinya sendiri yang nantinya akan menjadi sebuah ingatan dan pengalaman dalam menentukan pilihan produk selanjutnya. Bagi pihak produsen, pengalaman-pengalaman konsumen tersebut merupakan kumpulan atribut berharga yang sebisa mungkin dipenuhi agar produk yang dijual sesuai mutu yang ada di pengalaman konsumen. Produk pangan merupakan komoditas yang tidak terlepas dari konsep mutu. Berbagai atribut mutu yang melekat pada produk pangan seperti rasa, aroma, warna, tekstur, harga, dan sebagainya, merupakan faktor penentu bagi konsumen dalam menentukan pilihannya. Oleh karena itu, perusahaan pangan harus mampu secara nyata meningkatkan mutu produknya untuk memberikan kepuasan dan kepercayaan konsumen. Seiring perjalanan waktu, tidak jarang perusahaan-perusahaan lalai dalam mengendalikan mutu produknya. Pengendalian mutu menurut Juran (1995),
merupakan proses yang digunakan untuk membantu pencapaian produk dan proses sesuai dengan tujuan. Kegiatan pengendalian mutu mencakup: 1) menilai kinerja operasi yang aktual, 2) membandingkan dengan tujuan (standar) dan 3) mengambil tindakan jika terdapat perbedaan. Melalui pengendalian mutu, sebuah perusahaan selain mampu mengendalikan biaya dalam kegiatan operasional juga mampu bertahan dalam persaingan usaha dari kompetitornya. Kendala yang umum terjadi di dalam perusahaan yang belum atau tidak memiliki sistem di dalamnya adalah ketergantungan pada pihak tertentu yang menguasai konsep dan pengendalian mutu. Pengendalian disertai peningkatan mutu yang dilakukan berkesinambungan memerlukan sebuah sistem yang mampu mengaturnya. Sistem ini akan membantu perusahaan mampu mengendalikan mutunya walaupun pihak yang selama ini ahli dalam melakukan pengendalian mutu, tidak lagi berada di perusahaan tersebut.
B. Standar Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000 ISO 9001:2000 adalah sebuah standar internasional yang dibuat oleh The International Organization for Standardization (ISO) untuk memberikan panduan, arahan, dan acuan sistem manajemen mutu di dalam organisasi. Pengadopsian sistem manajemen mutu hendaknya merupakan keputusan strategis dari suatu organisasi. Perancangan dan penerapan dari sistem manajemen mutu organisasi dipengaruhi oleh kebutuhan yang bervariasi, tujuan tertentu, produk yang disediakan, proses yang digunakan, serta ukuran dan struktur dari organisasi (ISO, 2000). Menurut ISO (2008), ISO 9001:2000 memiliki delapan prinsip dalam memberikan standar sistem manajemen mutu, yaitu: 1) fokus ke pelanggan, 2) kepemimpinan, 3) pelibatan semua pihak, 4) pendekatan proses, 5) pendekatan sistem ke manajemen, 6) perbaikan berkelanjutan,
7) pendekatan faktual untuk pengambilan keputusan, dan 8) hubungan saling menguntungkan dengan pemasok. Kedelapan prinsip tersebut menyediakan kerangka bekerja yang ilmiah dan sistematis bagi manajer senior untuk menjalankan organisasinya menuju peningkatan kinerja. Prinsip-prinsip tersebut berguna dalam meningkatkan mutu suatu organisasi dan melibatkan seluruh pihak yang terkait di dalamnya. Penerapan ISO 9001:2000 tidak terlepas dari pentingnya penerapan standar. Standar memberikan kontribusi positif yang besar hampir di setiap aspek kehidupan. Menurut ISO (2008), standar memastikan karakteristik yang diinginkan untuk produk dan jasa seperti mutu, keramahan lingkungan, keamanan, keterandalan, efisiensi dan pertukaran, serta biaya ekonomis. Jika standar tidak muncul dalam suatu hal, baik itu produk maupun proses, hal ini dapat segera diketahui. Standar sistem manajemen mutu yang terdapat dalam ISO 9001:2000 memiliki tatanan yang ilmiah dalam pengaturan proses yang terdapat dalam organisasi. Standar internasional ini mengutamakan pendekatan proses dalam memberikan arahan untuk menyusun sistem manajemen mutu yang efektif. Hal ini penting, karena syarat sebuah organisasi berjalan efektif, maka organisasi tersebut harus mampu mengidentifikasi dan mengelola sejumlah kegiatan yang saling berhubungan. Kegiatan yang menggunakan sumberdaya dan dikelola untuk memungkinkan perubahan masukan menjadi keluaran dapat dianggap sebagai proses. Keuntungan yang didapat dengan menjalankan ISO 9001:2000 bagi sebuah organisasi adalah terpenuhinya kebutuhan sesuai dengan harapan organisasi dan regulasi yang berlaku. Selain itu, organisasi yang menjalankan standar internasional ini dapat meningkatkan kepercayaan pelanggan terhadap kinerja dan mutu organisasi. Peningkatan kinerja dan mutu organisasi dapat menurunkan biaya produksi dan meningkatkan produktivitas. ISO 9001:2000 bisa diterapkan di setiap organisasi apapun. Standar sistem ini memiliki ruang lingkup yang luas karena menekankan kepada sistem manajemen mutu. Makna mutu berlaku universal di seluruh bidang usaha apapun. Standar ini tidak menyiratkan harus terjadi keseragaman sistem
manajemen mutu maupun dokumentasinya. Sebagai acuan tambahan, standar ini menggunakan beberapa aturan seperti peraturan pemerintah ataupun persyaratan pelanggan. Penerapan ISO 9001:2000 memerlukan persiapan yang matang untuk suatu organisasi dalam mewujudkan kerangka kerja sistem manajemen mutu. Saat yang tepat bagi sebuah organisasi dalam menerapkan standar internasional ini adalah ketika organisasi telah siap memajukan dan mengembangkan usahanya. Hal ini disebabkan, perubahan di dalam dunia usaha selalu dinamis dan menuntut setiap organisasi untuk selalu bergerak maju. Perubahan tersebut mengharuskan organisasi memiliki suatu kerangka berpikir yang mantap untuk senantiasa mengutamakan mutu.
C. Sistem Manajemen Keamanan Pangan Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang: Pangan, keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Pangan bersifat sensitif terhadap kesehatan manusia karena pangan dikonsumsi setidaknya tiga kali dalam sehari. Selama pengolahan mulai dari hulu sampai hilir terdapat berbagai ancaman bagi pangan yang bisa menyebabkan gangguan kesehatan bagi konsumen. Sementara itu, Codex Alimentarius Commission (2003) menyatakan keamanan pangan adalah jaminan bahwa pangan tidak akan menyebabkan bahaya bagi konsumen ketika disiapkan dan/atau dimakan berdasarkan tujuan penggunanya. Bahaya yang mungkin timbul selama proses persiapan, pengolahan, sampai penyajian pangan disebabkan adanya kontaminasi, reaksi yang timbul selama pengolahan, dan kesalahan penanganan pangan. Hariyadi (2008) memiliki pandangan lain dengan mengelompokkan keamanan pangan menjadi dua bagian, yaitu keamanan bagi tubuh (safety for body) dan keamanan bagi keyakinan (safety for mind). Tinjauan keamanan pangan bagi tubuh (safety for body) setidaknya meliputi tiga aspek utama, yaitu mikrobiologi, fisik, dan kimia. Keamanan bagi tubuh bila dijabarkan lagi
berdasarkan sumber-sumbernya dapat dikelompokkan menjadi tujuh yaitu kimia (residu pestisida, obat hewan ternak, antibiotik, dan lain-lain), kontaminan lingkungan, biologi (bakteri, virus, parasit, protozoa, dan lainlain), mikotoksin (toksin dari kapang), alergen, non-konvensional (prion), dan bioterorisme. Keamanan pangan untuk keyakinan (safety for mind) biasanya berlaku bagi pemeluk agama tertentu. Contoh keamanan pangan ini berupa jaminan Kosher bagi umat Yahudi atau Halal bagi umat Islam. Mengacu kepada konsep Codex Alimentarius Commission (CAC), terdapat kemungkinan bahaya keamanan dalam perdagangan pangan yang dikategorikan menjadi 3 hal yaitu bahaya biologi, kimia, dan fisik. 1. Bahaya biologi Bahaya
biologi
artinya
pangan
terjamin
keamanannya
dari
kontaminan biologi yang bersumber dari bakteri, virus, parasit, dan protozoa, yang patogenik bagi kesehatan manusia dan menyebabkan gangguan penyakit karena makanan (foodborne disease). Penyakitpenyakit keracunan pangan di Indonesia yang terpublikasi biasanya disebabkan patogen dan atau senyawa kimia. Mengingat di negara-negara maju dengan tingkat sanitasi tinggi dilaporkan bahwa patogen adalah penyebab utama kasus-kasus penyakit asal pangan, maka cukup aman untuk mengasumsikan bahwa kemungkinan besar kasus-kasus penyakit asal pangan di Indonesia juga didominasi oleh patogen asal pangan (foodborne pathogen) Dewanti-Hariyadi (2008). Secara umum penyakit-penyakit karena patogen asal pangan dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu infeksi dan intoksikasi. Infeksi adalah penyakit asal pangan yang terjadi karena masuknya patogen hidup seperti virus, bakteri, protozoa, cacing melalui bahan pangan. Jika patogen berhasil mencapai usus, pada saat yang bersamaan mereka akan mengganggu kesehatan inang (manusia) yang ditumpanginya dengan berbagai cara. Intoksikasi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya toksin melalui bahan pangan ke dalam tubuh. Toksin dalam bahan pangan dapat berupa toksin secara alami terdapat dalam bahan pangan tersebut,
toksin yang dihasilkan bakteri atau kapang, toksin lingkungan, atau toksin dari penggunaan pestisida (Dewanti-Hariyadi, 2008). 2. Bahaya kimia Kontaminan kimia yang terpapar dalam pangan cukup banyak jenisnya. Pembagian jenis menurut Andrews et. al. (2001) mengacu kepada perkembangan ditemukannya
kontaminan kimia. Pertama,
kontaminan kimia yang dapat menyebabkan penyakit dalam jangka waktu yang panjang seperti senyawa karsinogenik. Kedua, kontaminan kimia yang dapat menyebabkan penyakit degenerasi permanen secara perlahan seperti yang disebabkan timbal dan merkuri. Ketiga, kontaminan kimia yang muncul dalam pengolahan pangan dan bersifat karsinogen seperti 3monokloropropanadiol (3-MCPD), dan asam lemak trans (Muhandri dan Kadarisman, 2006). Keempat, kontaminan kimia yang terpapar pada produk pertanian, seperti residu pestisida dan herbisida. Kelima, kontaminan kimia yang baru diketahui memiliki efek negatif bagi manusia seperti residu perawatan hewan ternak (veterinary residues) dan organisme genetik termodifikasi/genetically modified organism (GMO) (Andrews et. al., 2001). 3. Bahaya fisik Keamanan dari bahaya fisik di sini berarti pangan terjamin keamanannya dari benda-benda asing (kontaminan fisik) yang dapat menyebabkan luka jika konsumen mengonsumsinya. Kontaminan fisik dapat menyebabkan resiko keamanan dan penurunan kualitas pangan. Kontaminan fisik biasanya jarang ditemukan dalam kasus keamanan pangan dan hanya mempengaruhi sejumlah kecil konsumen, berbeda dengan kontaminan biologi atau kimia yang mampu mempengaruhi seluruh populasi. Kontaminan fisik ada yang langsung mempengaruhi keamanan tubuh konsumen dan ada yang dapat mempengaruhi pandangan konsumen terhadap mutu. Kontaminan yang dapat menyebabkan luka biasanya pecahan gelas, potongan kayu tajam, serpihan besi, batu dan logam-logam non besi. Bila ada pecahan gelas di makanan bayi, potongan paku di dalam
sekaleng minuman ringan, atau serpihan kacang dalam makanan bebas kacang, dapat dikategorikan bahaya keamanan pangan. Contoh terakhir lebih terkait dengan isu alergen. Kontaminan fisik jenis lain yang menurunkan mutu produk dalam pandangan konsumen biasanya kotoran atau potongan tubuh hewan kecil seperti serangga dan serpihan kayu. Jika konsumen menemukan potongan tubuh serangga pada salad atau menemukan serpihan kayu pada kue pai akan menyebabkan ketidakpuasan konsumen. (Andrews et. al., 2001).
Maraknya kasus keracunan pangan di dunia mengindikasikan minimnya kesadaran dan pengetahuan tentang keamanan pangan bagi sebagian besar pelaksana usaha pangan. Hal ini perlu menjadi pembelajaran bagi setiap organisasi yang membuat, menangani, atau memasok pangan untuk lebih memperhatikan keamanan pangan. Dampak keracunan pangan tidak hanya berimbas kepada konsumen tetapi juga kepada nama baik dan kelangsungan bisnis produsen. Sebagai contoh kasus keamanan pangan, Amerika Serikat dan Indonesia memiliki kasus dalam jumlah yang besar. Sebagai pembanding Amerika Serikat dipilih karena sistem pendataannya yang baik dan akurat. Berdasarkan data Centre for Disease Control and Prevention (CDC), Amerika Serikat pada tahun 2006 memiliki kasus penyakit diakibatkan pangan (foodborne illness) dan kejadian luar biasa (outbreaks) dalam jumlah yang besar. Kejadian luar biasa setidaknya memiliki dua arti, yaitu: 1) suatu kejadian dimana terdapat dua atau lebih orang mengalami sebuah penyakit yang sama setelah menelan makanan yang sama, atau 2) analisis epidemiologi dari suatu kejadian yang mengindikasikan pangan sebagai sumber dari penyebab penyakit (Hui, et. al., 2001). Sebagian besar kasus penyakit disebabkan oleh virus, yang tercatat sebanyak 11.122 kasus terkonfirmasi dan 2841 kasus dugaan. Ilustrasi data jumlah kasus penyakit diakibatkan pangan di Amerika Serikat pada tahun 2006, dapat dilihat pada Gambar 1. Kasus kejadian luar biasa (KLB) pada tahun ini, tercatat virus sebagai penyebab terbesar, yaitu sebanyak 337 KLB terkonfirmasi dan 165 KLB dugaan. Ilustrasi data jumlah kejadian luar biasa di Amerika Serikat pada tahun 2006,
dapat dilihat pada Gambar 2. Total keseluruhan kasus penyakit diakibatkan pangan dan KLB di Amerika Serikat ditampilkan pada Gambar 3. Data keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 1.
11,122
12,000
Kasus
10,000 8,000
Konfirmasi
5,336 6,000 2,841
4,000
Dugaan
1,440
2,000
221 39
129
Kimia
Parasit
18
0 Bakteri
Virus
Penyebab
Gambar 1. Jumlah kasus penyakit diakibatkan pangan di Amerika Serikat tahun 2006 (dimodifikasi dari CDC, 2006)
337 350 300 Kasus
250
223 165
200
Konfirmasi
150 100
75
Dugaan
53 11
50
9 3
0 Bakteri
Kimia
Parasit
Virus
Penyebab
Gambar 2. Jumlah Kejadian Luar Biasa di Amerika Serikat tahun 2006 (dimodifikasi dari CDC, 2006)
Kasus
20000
16,904 Jumlah Kejadian Luar Biasa (KLB)
15000 10000
Jumlah Kasus
4,592 5000
623
4,163 349
275
0 Total Total Dugaan Sumber Penyakit Konfirmasi Sumber Penyakit yang tidak Sumber Penyakit diketahui
Gambar 3. Jumlah Kejadian Luar Biasa dan kasus penyakit diakibatkan pangan di Amerika Serikat tahun 2006 (dimodifikasi dari CDC, 2006) Berdasarkan data Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI), Indonesia memiliki kasus keamanan pangan dalam jumlah besar (Hariyadi, 2008). Kejadian luar biasa yang terjadi di Indonesia tercatat mengalami peningkatan seperti terlihat pada Gambar 4. Hal yang serupa juga terlihat pada jumlah korban sakit seperti terlihat pada Gambar 5, sedangkan jumlah korban yang meninggal akibat pangan seperti terlihat pada Gambar 6. Data keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 2.
200
164
184 159
KLB
150 100 50
26
43
34
2002
2003
0 2001
2004
2005
2006
Tahun
Gambar 4. Jumlah Kejadian Luar Biasa di Indonesia dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2006 (dimodifikasi dari BPOM tahun 2008)
8949
10000 7366
8000 Korban sakit
8747
6000 3635 4000 1843
1183
2000 0
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Tahun
Gambar 5. Jumlah korban sakit akibat pangan di Indonesia dari tahun 2001
Korban meninggal
sampai dengan tahun 2006 (dimodifikasi dari BPOM tahun 2008)
60
51
49
50
38
40 30 16
20
10
12
2002
2003
10 0 2001
2004
2005
2006
Tahun
Gambar 6. Jumlah korban meninggal akibat pangan di Indonesia dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2006 (dimodifikasi dari BPOM tahun 2008)
Era keterbukaan dan globalisasi memberikan kemajuan pesat informasi di berbagai bidang termasuk keamanan pangan. Setiap pelanggan akan semakin peduli terhadap keamanan pangan yang mereka konsumsi. Hal ini berdampak langsung bagi setiap organisasi yang menghasilkan, menangani, atau memasok pangan, wajib mengetahui bahwa semakin meningkatnya persyaratan keamanan pangan yang diajukan pelanggan.
D. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) 1. Pengertian HACCP HACCP atau Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis adalah suatu sistem jaminan mutu yang berdasarkan kepada kesadaran atau penghayatan bahwa bahaya (hazard) dapat timbul pada berbagai titik atau tahap produksi tertentu, tetapi dapat dilakukan pengendalian untuk mengontrol bahaya-bahaya tersebut (Winarno dan Surono, 2002). Bahayabahaya yang dimaksud bisa berupa bahaya yang bersifat fisik, kimia, atau biologi yang bisa terdapat pada bahan baku maupun proses. Bahayabahaya tersebut dapat mengakibatkan masalah kesehatan bagi manusia yang terdapat pada produk pangan jika tidak dikendalikan oleh produsen. Sistem HACCP yang didasarkan pada ilmu pengetahuan dan sistematika, mengidentifikasi bahaya dan tindakan pengendaliannya untuk menjamin keamanan pangan. HACCP menilai bahaya dan menetapkan sistem pengendalian yang memfokuskan pada pencegahan daripada mengandalkan sebagian besar pengujian produk akhir. Setiap sistem HACCP mengakomodasi perubahan seperti kemajuan dalam rancangan peralatan, prosedur pengolahan atau perkembangan teknologi (BSN, 1998). Beberapa negara dunia menetapkan aturan untuk keamanan dan kelayakan dari produk pangan untuk menerapkan HACCP dalam setiap usaha dan organisasi yang menghasilkan pangan. Bidang yang tercakup meliputi keseluruhan, baik itu organisasi profit maupun tidak, baik umum maupun pribadi, aktivitas-aktivitas seperti persiapan, proses, manufaktur, pengemasan,
penyimpanan,
transportasi,
distribusi,
penanganan,
penawaran langsung untuk dijual ataupun untuk mensuplai kebutuhan pangan. Di Eropa, melalui acuan aturan EU Directive 93/94/EEC on Food Hygiene, semua pihak yang beroperasi di bidang pangan di dalam Uni Eropa harus menerapkan HACCP (National Board of Experts-HACCP, 2002). Mereka harus memastikan bahwa prosedur keamanan yang cukup memenuhi untuk diidentifikasi, didokumentasikan, dipelihara, dan ditinjau
berdasarkan prinsip-prinsip yang digunakan untuk mengembangkan sistem HACCP. Indonesia sering mengalami permasalahan di bidang keamanan pangan saat melakukan ekspor produk pangannya ke uni eropa. Pada tahun 2004 tercatat 71 Unit Pengolahan Ikan (UPI) mendapatkan notifikasi Rapid Alert System for Food and Feed (RASFF). Kemudian jumlah notifikasi menurun pada tahun 2005 menjadi 65 UPI. Tahun 2006, Indonesia mendapatkan notifikasi 46 UPI pada tahun 2006, sedangkan pada tahun 2007 (Maret) tercatat 12 UPI memperoleh notifikasi RASFF (Retnowati, 2007). Penerapan sistem keamanan pangan yang melibatkan HACCP terbukti meningkatkan kualitas keamanan produk perikanan Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari penurunan notifikasi yang diterima Indonesia pada tahun 2007 menjadi 12 notifikasi terhadap UPI. Oleh karena itu, penerapan konsep sistem HACCP dalam melakukan upaya yang berhubungan dengan keamanan pangan merupakan salah satu piranti yang cukup efektif. 2. Sejarah HACCP Sejarah perkembangan HACCP oleh beberapa ahli dianggap sebagai evolusi, karena perkembangannya melalui proses yang panjang sejak dimulai pada tahun 1959. Awalnya, Pillsbury Company bekerja sama dengan
National Aeronautics and Space Agency (NASA), Natick
Research and Development Laboratories dan US Air Force Space Laboratory Project pada tahun 1959, mengadakan penelitian penerapan HACCP dengan tujuan mengembangkan makanan yang aman bagi astronot (Thaheer, 2005). Kemudian, pada tahun 1971, dimulai pemaparan pertama kepada masyarakat mengenai sistem HACCP di American National Conference for Food Protection, Amerika Serikat. Lalu, pada tahun 1973, FDA mengeluarkan aturan untuk menerapkan prinsip HACCP pada makanan kaleng berasam rendah (low acid canned food). Selanjutnya, sistem HACCP selalu dipelajari dan dikembangkan terus menerus oleh negara-negara di dunia dan mengalami perkembangan yang pesat sejak tahun 1990-an.
HACCP mulai dikenal di Indonesia melalui panduan HACCP yang berasal dari Codex Alimentarius Commission. Pada tahun 1993, Codex Guidelines for the Application of the HACCP diadopsi oleh FAO/WHO Codex Alimentarius Commission (CAC) termasuk the Codex Code on General Principles of Food Hygiene direvisi untuk mencakup sistem HACCP. Selanjutnya diadakan revisi
Codex Guidelines for the
Application of the HACCP pada tahun 1997 menjadi Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) System and Guidelines for Its Application. Sejak tahun 1998, Indonesia mengadopsi Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) System and Guidelines for Its Application menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI 01-4852-1998) “Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis and Critical Control Point) Serta Pedoman Penerapannya.” 3. Keunggulan HACCP HACCP merupakan sistem yang efektif biaya dalam proses bisnis pangan. Sistem ini menargetkan ke sumber area kritis proses. Selain itu, HACCP juga mengurangi risiko pembuatan dan penjualan produk yang tidak aman.
Oleh karena itu, di dunia internasional hingga saat ini,
HACCP adalah metode paling efektif dalam memaksimalkan keamanan pangan (Mortimore dan Wallace, 1998) Pengguna HACCP hampir sepenuhnya yakin akan menemukan manfaat tambahan di area mutu produk. Peningkatan kesadaran akan bahaya (hazard) secara umum dan partisipasi aktif dari orang-orang yang terlibat di area operasi merupakan keutamaan dari sistem ini. Banyak mekanisme
pengendalian
keamanan
berfungsi
sekaligus
dalam
pengendalian mutu produk (Mortimore dan Wallace, 1998). Penerapan sistem HACCP dapat membantu inspeksi oleh lembaga yang berwenang dan memajukan perdagangan internasional melalui peningkatan kepercayaan keamanan pangan (BSN, 1998). Karena keunggulan dan tatanan kerja yang sistematis dan logis, HACCP diakui banyak negara di seluruh dunia sebagai sebuah sistem keamanan pangan yang dapat diterapkan di mana pun. Pengujian akan keefektifan sistem
keamanan pangan yang terdapat dalam organisasi yang memproduksi pangan lebih mudah dilakukan karena salah satu prinsip HACCP, yaitu dokumentasi. Penjaminan dari lembaga sertifikasi akan pengoperasian HACCP dalam organisasi berupa sertifikat HACCP memudahkan penerimaan produk organisasi tersebut dalam perdagangan internasional. 4. Cara menerapkan HACCP Penerapan
HACCP
tidak
terlepas
dari
keduabelas
langkah
penerapannya yang terdiri dari lima langkah awal dan tujuh prinsip penerapannya. Lima langkah awal penerapan HACCP yaitu: 1) pembentukan tim HACCP, 2) deskripsi produk, 3) identifikasi rencana penggunaan, 4) penyusunan diagram alir, dan 5) verifikasi diagram alir di lapangan. Tujuh prinsip penerapan HACCP yaitu: 1) analisa bahaya, 2) penentuan titik kendali kritis (TTK/CCPs), 3) penetapan batas kritis, 4) penetapan sistem untuk memantau pengendalian titik kendali kritis (monitoring), 5) penetapan tindakan perbaikan (corrective action), 6) penetapan prosedur verifikasi, dan 7) penetapan dokumentasi mengenai semua prosedur dan catatan. Semua prinsip HACCP ini terdapat hampir di seluruh standar keamanan pangan di negara-negara dunia, seperti International
Food
Standards,
ISO
22000:2005,
Recommended
International Code of Practise General Principles of Food Hygiene CAC/RCP I -1969, Rev.4 (2003) dan SNI 01-4852-1998. A. Lima langkah awal penerapan HACCP 1. Pembentukan tim HACCP Operasi pangan harus menjamin bahwa pengetahuan dan keahlian spesifik produk tertentu tersedia untuk pengembangan rencana HACCP yang efektif. Secara optimal, hal tersebut dapat dicapai dengan pembentukan sebuah tim dari berbagai disiplin ilmu. Apabila beberapa keahlian tidak tersedia, diperlukan konsultan dari pihak luar. Adapun lingkup dari program HACCP harus diidentifikasi. Lingkup tersebut harus menggambarkan segmensegmen mana saja dari rantai pangan tersebut yang terlibat dan
penjenjangan secara umum bahaya-bahaya yang dimaksudkan (yaitu meliputi semua jenjang bahaya atau hanya jenjang tertentu). 2. Deskripsi produk Penjelasan lengkap dari produk harus dibuat termasuk informasi mengenai komposisi, struktur fisika/kimia (termasuk a w, pH, dll.), perlakuan-perlakuan mikrosidal/statis (seperti perlakuan pemanasan,
pembekuan,
penggaraman,
pengasapan,
dll.),
pengemasan, kondisi penyimpanan dan daya tahan serta metoda pendistribusiannya. 3. Identifikasi rencana penggunaan Rencana penggunaan harus didasarkan pada kegunaankegunaan yang diharapkan dari produk oleh pengguna produk atau konsumen. Dalam hal-hal tertentu, kelompok-kelompok populasi yang rentan, seperti yang menerima pangan dari institusi, mungkin perlu dipertimbangkan. 4. Penyusunan diagram alir Diagram alir harus disusun oleh tim HACCP. Dalam diagram alir harus memuat segala tahapan dalam operasional produksi. Bila HACCP diterapkan pada suatu operasi tertentu, maka harus dipertimbangkan tahapan sebelum dan sesudah operasi tersebut. 5. Verifikasi diagram alir di lapangan Tim
HACCP,
sebagai
penyusun
diagram
alir
harus
memverifikasi operasional produksi dengan semua tahapan dan jam operasi serta bilamana perlu mengadakan perubahan diagram alir. B. Tujuh prinsip HACCP 1. Analisa bahaya Tim HACCP harus membuat daftar bahaya yang mungkin terdapat pada tiap tahapan dari produksi utama, pengolahan, manufaktur, dan distribusi hingga sampai pada titik konsumen saat konsumsi. Tim HACCP harus mengadakan analisis bahaya untuk mengidentifikasi program HACCP dimana bahaya yang terdapat secara alami, karena sifatnya mutlak harus ditiadakan atau dikurangi
hingga batas-batas yang dapat diterima, sehingga produksi pangan tersebut dinyatakan aman. Dalam
mengadakan
analisis
bahaya,
apabila
mungkin
seyogyanya dicakup hal-hal sebagai berikut: -
kemungkinan timbulnya bahaya dan pengaruh yang merugikan terbadap kesehatan;
-
evaluasi secara kualitatif dan/atau kuantitatif dari keberadaan bahaya;
-
perkembangbiakan dan daya tahan hidup mikroorganismemikroorganisme tertentu;
-
produksi terus menerus toksin-toksin pangan, unsur-unsur fisika dan kimia; dan
-
kondisi-kondisi yang memacu keadaan di atas.
2. Penentuan titik kendali kritis (TTK)/critical control points (CCP) Pengendalian bahaya yang sama mungkin terdapat lebih dari satu CCP pada saat pengendalian dilakukan. Penentuan dari CCP pada sistem HACCP dapat dibantu dengan menggunakan pohon keputusan seperti pada Gambar 7 yang menyatakan pendekatan pemikiran yang logis (masuk akal). Penerapan dari pohon keputusan harus fleksibel, tergantung apakah operasi tersebut produksi, penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, distribusi atau lainnya. Pohon keputusan ini mungkin tidak dapat diterapkan pada setiap CCP dan mempertimbangkan situasi yang ada. Pendekatan-pendekatan lain dapat digunakan serta dianjurkan untuk mengadakan pelatihan dalam penggunaan pohon keputusan. 3. Penentuan batas kritis Batas-batas kritis (critical limits) harus ditetapkan secara spesifik dan divalidasi apabila mungkin untuk setiap CCP. Dalam beberapa kasus lebih dari satu batas kritis akan diuraikan pada suatu tahap
khusus.
Kriteria
yang
sering
digunakan
mencakup
pengukuran-pengukuran terhadap suhu, waktu, tingkat kelembaban,
Q1 Apakah ada tindakan pengendalian? Tidak
Apakah pengendalian pada tahap ini perlu untuk pengamanan?
Ya
Modifikasi Tahapan Proses
Ya
Q2
Tidak
Bukan CCP
Apakah langkah ini khusus dibuat untuk mengendalikan bahaya? Ya
Tidak
Q3 Dapatkah kontaminasi dengan bahaya teridentifikasi terjadi melebihi tingkatan yang dapat diterima?
Tidak
CCP Ya
Q4 Apakah tahapan berikutnya menghilangkan bahaya yang teridentifikasi atau mengurangi tingkatan kemungkinan terjadinya hingga ke tingkatan yang dapat diterima?
Tidak
Ya
Gambar 7. Pohon keputusan CCP untuk proses
pH, aw, keberadaan klorin, dan parameter-parameter sensori seperti penampakan visual dan tekstur. 4. Penetapan sistem untuk memantau pengendalian titik kendali kritis Pemantauan
merupakan
pengukuran
atau
pengamatan
terjadwal dari CCP yang dibandingkan terhadap batas kritisnya. Prosedur pemantauan harus dapat menemukan kehilangan kendali
pada CCP. Pemantauan seyogianya dilaksanakan sebelum terjadi penyimpangan dan
memberi informasi yang tepat waktu untuk
memastikan pengendalian proses dapat mencegah penyimpangan dari batas kritis. Penyesuaian proses harus dilaksanakan pada saat hasil pemantauan sebab mungkin saja hasil tersebut menunjukkan kecenderungan ke arah kehilangan kendali pada suatu CCP. Data yang diperoleh dari pemantauan harus dinilai oleh orang yang diberi tugas, berpengetahuan dan berwewenang untuk melaksanakan tindakan perbaikan yang diperlukan. Apabila pemantauan tidak berkesinambungan, maka jumlah atau frekuensi pemantauan harus cukup untuk menjamin agar TKK terkendali. 5. Penetapan tindakan perbaikan Tindakan perbaikan yang spesifik harus dikembangkan untuk setiap TKK dalam sistem HACCP agar dapat menangani penyimpangan yang terjadi. Tindakan-tindakan harus memastikan bahwa TKK telah berada dibawah kendali. Tindakan-tindakan harus mencakup disposisi yang tepat dan produk yang terpengaruh. Penyimpangan
dan
prosedur
disposisi
produk
harus
didokumentasikan dalam catatan HACCP. 6. Penetapan prosedur verifikasi Penetapan prosedur verifikasi. Metode audit dan verifikasi, prosedur dan pengujian, termasuk pengambilan contoh secara acak dan analisa, dapat dipergunakan untuk menentukan apakah sistem HACCP bekerja secara benar. Frekuensi verifikasi harus cukup untuk memverifikasi bahwa sistem HACCP bekerja secara efektif. Contoh kegiatan verifikasi mencakup : -
Peninjauan kembali sistem HACCP dan catatannya
-
Peninjauan kembali penyimpangan dan disposisi produk
-
Memverifikasi apakah TKK dalam kendali
Apabila memungkinkan, kegiatan validasi harus mencakup tindakan untuk memverifikasi keefektifan semua elemen-elemen rencana HACCP.
7. Penetapan dokumentasi mengenai semua prosedur dan catatan. Pencatatan dan pembuktian yang efisien serta akurat penting dalam penerapan sistem HACCP. Prosedur dalam menjalankan kegiatan
yang
berkaitan
dengan
keamanan
pangan
harus
didokumentasikan. Dokumentasi dan pencatatan harus cukup memadai sesuai sifat dan besarnya operasi. Contoh dokumentasi : -
Analisa Bahaya
-
Penentuan TKK
-
Penentuan Batas Kritis
Contoh pencatatan : -
Kegiatan pemantuan Titik Kendali Kritis/TKK (CCP)
-
Penyimpangan dan Tindakan perbaikan yang terkait
-
Perubahan pada sistem HACCP
Selain 5 langkah awal dan 7 prinsip HACCP, keberhasilan penerapan sistem ini juga memerlukan beberapa kondisi. Kondisi penting di tingkat manajemen yaitu komitmen dan keterlibatan penuh dari manajemen dan tenaga kerja. Selanjutnya, HACCP juga mensyaratkan pendekatan dan berbagai disiplin. Pendekatan berbagai disiplin ini harus mencakup keahlian dalam agronomi, kesehatan veteriner, produksi, mikrobiologi, obat-obatan,
kesehatan
masyarakat,
teknologi
pangan,
kesehatan
lingkungan, kimia, perekayasa sesuai dengan pengkajian yang teliti (BSN, 1998). 5. Area penerapan HACCP HACCP dapat diterapkan pada seluruh rantai pangan dari produk primer sampai pada konsumsi akhir dan penerapannya harus dipedomani dengan bukti secara ilmiah terhadap resiko kesehatan manusia (BSN, 1998). Keseluruhan rantai pangan yang dimaksud bisa meliputi produsen hasil pertanian, pakan ternak, produsen pangan primer, pabrik pangan, produsen makanan sekunder, grosir, pengecer, jasaboga, katering, hingga pangan tersebut sampai ke tangan konsumen. Pengawasan dan pengendalian keamanan pangan melalui HACCP di setiap titik rantai
pangan dapat menurunkan risiko terjadinya gangguan kesehatan pada konsumen akibat pangan.
E. Standar Sistem Manajemen Keamanan Pangan ISO 22000:2005 Organisasi yang menghasilkan, menangani, atau memasok pangan, dituntut untuk mampu menampilkan dan menyediakan bukti yang cukup atas kemampuan mereka dalam menangani keamanan pangan. Mereka harus bisa mengidentifikasi dan mengendalikan bahaya keamanan pangan dan berbagai kondisi yang berdampak bagi keamanan pangan. Kemudian, pembuktian usaha tersebut lebih dapat dipertanggungjawabkan melalui sertifikasi sistem manajemen keamanan pangan. ISO 9001:2000 yang diterapkan pada industri pangan tidak selalu dapat berfungsi menjaga keamanan pangan. Menurut Færgemand dan Jespersen, (2004), sebagai sebuah standar sistem manajemen mutu, ISO 9001:2000 tidak mengulas secara spesifik mengenai keamanan pangan Hasilnya, banyak negara, seperti Denmark, Belanda, Irlandia, dan Australia mengembangkan standar nasional sukarela untuk sistem keamanan pangan. Standar nasional sukarela yang dimiliki beberapa negara tersebut akan menemui masalah jika menghadapi perdagangan internasional. Keberagaman persyaratan dan kondisi dari masing-masing negara tidak akan menemukan titik temu jika menggunakan standar nasional sukarela dari sebuah negara tertentu. Perlunya sebuah standar internasional yang membahas sistem keamanan pangan yang bisa digunakan di keseluruhan organisasi apa pun di wilayah mana pun menjadi sebuah kebutuhan yang terelakkan. Oleh karena itu, dibentuklah suatu standar internasional sistem manajemen keamanan pangan oleh The International Organization for Standardization (ISO), yang dikenal dengan nama ISO 22000:2005. 1. Sejarah ISO 22000:2005 Tanggal 1 September 2005 adalah publikasi resmi standar internasional ISO 22000:2005 (ISO, 2005). Standar ini diluncurkan dengan tujuan menjamin keamanan pangan di keseluruhan rantai pangan bagi seluruh organisasi yang bergerak di bidang pangan di seluruh dunia.
Standar ini telah mengalami perubahan berulangkali dalam penyusunannya hingga sampai pematangan konsep sistem keamanan pangan. Standar ini selanjutnya banyak diadopsi oleh berbagai organisasi yang bergerak di bidang pangan hingga saat ini. 2. Manfaat ISO 22000:2005 Banyak manfaat yang diperoleh organisasi dari penerapan ISO 22000 seperti yang diungkapkan Færgemand dan Jespersen (2004) dari ISO dalam artikel mereka saat rancangan ISO 22000 hampir selesai. Manfaat pertama, terjalinnya komunikasi yang terarah dan terorganisasi antar mitra bisnis. Manfaat kedua adalah pengoptimasian sumberdaya baik internal maupun
sepanjang
rantai
pangan.
Manfaat
ketiga,
sistem
pendokumentasian yang lebih baik. Manfaat keempat, perencanaan proses lebih baik dan mampu mengurangi verifikasi pasca proses. Manfaat kelima, pengendalian yang dinamis dan efisien terhadap bahaya keamanan pangan. Manfaat keenam, semua ukuran pengendalian diterapkan ke analisis bahaya. Manfaat ketujuh, manajemen yang sistematis dari program-program
prayarat
(Prerequisite
programmes).
Manfaat
kedelapan, memiliki dasar yang sah untuk pengambilan keputusan Manfaat kesembilan pengendalian terfokus kepada apa yang diperlukan sehingga mampu menyimpan sumberdaya dengan mengurangi biaya lebih dari sistem audit. Menurut Færgemand dan Jespersen (2004), ISO 22000 akan menyediakan sistem keamanan pangan yang tepat digunakan dalam organisasi yang bergerak di bidang rantai pangan apapun. Sistem keamanan pangan yang paling efektif dirancang, dioperasikan dan diperbarui dalam kerangka kerja sistem manajemen yang terstruktur ke dalam
keseluruhan
memaksimalkan
aktivitas
keuntungan
manajemen untuk
organisasi.
organisasi
dan
Kondisi pihak
ini yang
berkepentingan. ISO 22000:2005 juga mempertimbangkan persyaratan yang dibutuhkan ISO 9001:2000 untuk meningkatkan kesesuaian kedua standar tersebut serta memungkinkan jika mau dilakukan pengintegrasian.
3. Cara menerapkan ISO 22000:2005 Penerapan ISO 22000:2005 secara sederhana mengacu kepada empat elemen kunci yang dimilikinya. Elemen pertama adalah HACCP, sebuah sistem analisa bahaya dan pengendalian titik-titik kritis bahaya pada proses pengolahan pangan. Elemen kedua adalah Pre Requisite Programme (PRP), kondisi dasar dan aktivitas yang diperlukan untuk memelihara lingkungan yang higienis sepanjang rantai makanan. Elemen ketiga adalah komunikasi interaktif, sebuah sistem komunikasi yang melibatkan pihak internal dan eksternal untuk mengkomunikasikan informasi atau perubahan apa pun yang berkaitan dengan jaminan keamanan sepanjang rantai makanan. Elemen keempat adalah sistem manajemen yang menyediakan sumberdaya yang diperlukan untuk sistem keamanan pangan, menjamin sistem keamanan pangan dilaksanakan seluruh pihak di organisasi, dan mengendalikan sistem keamanan pangan tersebut. a. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) HACCP adalah suatu sistem jaminan mutu yang berdasarkan kepada kesadaran bahwa bahaya (hazard) dapat timbul pada berbagai titik atau tahap produksi tertentu Bahaya-bahaya yang dimaksud bisa berupa bahaya yang bersifat fisik, kimia, atau biologi yang bisa terdapat pada bahan baku maupun proses. Bahaya-bahaya tersebut dapat mengakibatkan masalah kesehatan bagi manusia yang terdapat pada produk pangan jika tidak dikendalikan oleh produsen. Penjaminan keamanan pangan melalui HACCP didasarkan pada ilmu pengetahuan dan sistematika pengidentifikasian bahaya dan tindakan pengendaliannya untuk menjamin keamanan pangan. b. Pre Requisite Programme (PRP) Pre requisite programme atau program persyaratan dasar keamanan pangan adalah kondisi dasar dan aktifitas yang diperlukan untuk memelihara lingkungan yang higienis sepanjang rantai makanan. Kondisi dasar dan aktivitas yang ditentukan disesuaikan dengan proses produksi, penanganan dan ketetapan produk akhir yang aman untuk konsumsi manusia. PRP yang diperlukan tergantung pada bagian mana
dari rantai makanan organisasi tersebut beroperasi dan jenis organsasi. Contoh istilah yang setara digunakan dalam organisasi yang bergerak di bidang pangan adalah: Good Agricultural Practices (GAP), Good Manufacturing Practices (GMP), Good Hygienic Practices (GHP), Good Production Practices (GPP), Good Distribution Practices (GDP) dan Good Trading Practices (GTP). Organisasi harus mempertimbangkan hal-hal berikut pada saat menetapkan program ini: 1) konstruksi dan tata letak bangunan dan utilitas yang berkaitan; 2) tata letak tempat, meliputi ruang kerja dan fasilitas pekerja; 3) pasokan udara, air, energi, dan utilitas lainnya; 4) layanan pendukung, meliputi pembuangan limbah dan kotoran; 5) kesesuaian dengan peralatan dan kemudahan akses untuk proses pembersihan, perawatan, dan perawatan untuk mencegah kerusakan; 6) pengaturan pembelian bahan (contohnya bahan baku, bahan penyusun, bahan kimia, dan pengemas), pasokan (contohnya air, udara, uap air, dan es), pembuangan (contohnya limbah dan kotoran) dan penanganan produk (contohnya penyimpanan dan transportasi); 7) ukuran untuk tindakan pencegahan kontaminasi silang; 8) pembersihan dan sanitasi; 9) pengendalian hama; 10) kebersihan pekerja; 11) aspek-aspek lain yang sesuai kondisi perusahaan. c. Komunikasi interaktif Komunikasi sepanjang rantai makanan penting untuk memastikan bahwa semua bahaya keamanan pangan yang relevan teridentifikasi dan dikendalikan secara memadai pada setiap tahapan dalam rantai makanan. Komunikasi yang dilakukan berlaku bagi pihak internal dan pihak eksternal. Ini menyiratkan bahwa komunikasi antara organisasi baik dari hulu hingga hilir dalam rantai makanan harus terjalin baik.
1) Komunikasi eksternal Komunikasi dengan para pelanggan dan pemasok tentang bahaya yang teridentifikasi dan tindakan pengendalian akan membantu dalam menjelaskan persyaratan-persyaratan pelanggan dan pemasok. Sebagai contoh, kelayakan dan kebutuhan untuk persyaratan-persyaratan tersebut dan dampak peran mereka terhadap produk akhir. Pengenalan peran organisasi dan posisi dalam rantai makanan merupakan sebuah hal yang penting. Hal ini untuk memastikan komunikasi interaktif yang efektif sepanjang rantai makanan dalam rangka mengirimkan produk yang aman kepada konsumen akhir. Demi mendapatkan informasi yang cukup tentang isu mengenai keamanan pangan tersedia di seluruh rantai makanan, organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara bentuk komunikasi yang efektif dengan: a) para pemasok dan kontraktor, b) para pelanggan atau konsumen, khususnya yang berkaitan dengan informasi produk (termasuk instruksi mengenai sasaran penggunaan, persyaratan penyimpanan yang spesifik dan, bilamana sesuai, umur simpan), permintaan keterangan, kontrak atau penanganan order termasuk perubahan-perubahannya dan umpan balik pelanggan yang juga mencakup keluhan pelanggan, c) pihak yang berwenang dalam perundang-undangan dan peraturan yang berlaku, serta d) organisasi lainnya yang berdampak pada, atau yang akan terpengaruh oleh keefektifan atau perbaharuan dari sistem manajemen keamanan pangan. Komunikasi tersebut harus menyediakan informasi mengenai aspek keamanan pangan dari produk organisasi tersebut yang mungkin relevan terhadap organisasi lainnya dalam rantai makanan. Penerapan ini terutama untuk bahaya keamanan pangan yang diketahui bahwa perlu dikendalikan oleh organisasi lainnya dalam
rantai makanan. Catatan komunikasi eksternal harus dipelihara untuk menjaga sistem. 2) Komunikasi internal Organisasi harus menetapkan, mengimplementasikan dan memelihara bentuk komunikasi yang efektif dengan personal internal tentang isu yang memiliki dampak terhadap kemanan pangan. Dalam rangka memelihara efektivitas sistem manajemen keamanan pangan, organisasi harus memastikan bahwa tim keamanan pangan diinformasikan tepat pada waktunya untuk setiap adanya perubahan setidaknya meliputi: a) produk ataupun produk baru; b) bahan baku, bahan dan jasa; c) sistem produksi dan peralatan; d) fasilitas produksi, lokasi peralatan, lingkungan sekitar; e) program pembersihan dan sanitasi; f) sistem pengemasan, penyimpanan dan distribusi; g) tingkatan kualifikasi personal dan/atau pembagian tanggung jawab dan wewenang h) persyaratan perundang-undangan dan peraturan; i) pengetahuan mengenai bahaya keamanan pangan dan tindakan pengendalian; j) persyaratan pelanggan, sector atau lainnya yang organisasi pantau; k) permintaan keterangan yang relevan dari pihak eksternal yang berkepentingan l) komplain yang mengindikasikan bahaya keamanan pangan m) kondisi lainnya yang berdampak pada keamanan pangan. Tim keamanan pangan harus memastikan bahwa informasi ini dimasukkan dalam pembaharuan sistem manajemen keamanan pangan. Manajemen puncak harus memastikan bahwa informasi yang relevan dengan keamanan pangan dimasukkan sebagai masukan tinjauan manajemen. Setelah didapatkan keputusan tindak
lanjut atas informasi keamanan pangan dari tinjauan manajemen, tim keamanan pangan mensosialisasikannya kepada personil yang terkait agar melaksanakan ketetapan yang baru. d. Sistem manajemen Sistem keamanan pangan yang paling efektif dibuat, dilaksanakan dan diperbaharui dalam kerangka suatu sistem manajemen yang terstruktur dan satu kesatuan dalam keseluruhan aktivitas manajemen organisasi. Hal ini memberikan manfaat maksimum untuk organisasi dan pihak yang berkepentingan. Selain itu, standar Internasional ISO 22000:2005 telah disejajarkan dengan ISO 9001 dalam rangka meningkatkan kesesuaian dua standar. Organisasi harus menetapkan, mendokumentasikan, mengimplementasikan dan memelihara suatu sistem manajemen keamanan pangan dan memperbaharuinya bilamana diperlukan sehubungan dengan standar ISO 22000:2005. Ruang lingkup sistem manajemen keamanan pangan harus ditetapkan oleh organisasi agar menyesuaikan dengan standar. Ruang lingkup tersebut harus menentukan produk atau kategori produk, proses dan lokasi produksi yang ditujukan oleh sistem manajemen keamanan makanan. Dalam rangka membangun sistem manajemen keamanan pangan, organisasi harus melakukan minimal empat hal. Pertama, organisasi harus memastikan bahwa bahaya keamanan pangan yang mungkin terjadi dalam hubungannya dengan produk dalam lingkup sistem diidentifikasi, dievaluasi, dan dikendalikan dengan cara
yang
sedemikian rupa agar produk dari organisasi tersebut tidak, secara langsung atau tidak langsung, merugikan konsumen. Kedua, organisasi harus mengkomunikasikan informasi yang sesuai sepanjang rantai makanan
mengenai
isu
keamanan
yang
berhubungan
dengan
produknya. Ketiga, organisasi harus mengkomunikasikan informasi mengenai pengembangan, implementasi dan pembaharuan sistem manajemen keamanan pangan sepanjang organisasi tersebut, kepada tingkat yang diperlukan untuk memastikan keamanan pangan yang
diperlukan
oleh
ISO
22000:2005.
Keempat,
organisasi
harus
mengevaluasi secara periodik, dan memperbaharui sistem manajemen keamanan
pangan
guna
memastikan
bahwa
sistem
tersebut
mencerminkan aktivitas organisasi dan menyertakan informasi terbaru mengenai bahaya keamanan pangan yang terkendali. Bukti berjalannya sistem manajemen keamanan pangan terdapat dalam dokumen dan catatan organisasi. Dokumen dan catatan ini harus dikendalikan, dipelihara, dan diperbaharui jika diperlukan untuk menjaga kelangsungan sistem. Suatu prosedur yang terdokumentasi harus dibuat dalam rangka pengendalian dokumen yang diperlukan untuk: 1) Menyetujui dokumen akan kecukupannya sebelum diedarkan 2) Meninjau, memperbaharui seperlunya dan menyetujui ulang dokumen. 3) Memastikan perubahan dan status revisi terakhir dari dokumen dapat teridentifikasi. 4) Memastikan versi relevan dari dokumen yang berlaku tersedia di tempat pemakaiannya. 5) Memastikan dokumen tetap dapat dibaca dan mudah diidentifikasi 6) Memastikan dokumen yang relevan dari luar teridentifikasi dan pendistribusiannya dikendalikan; dan 7) Mencegah penggunaan yang tidak diinginkan terhadap dokumen yang kadaluwarsa, dan guna memastikan bahwa dokumen tersebut teridentifikasi secara memadai sebagaimana jika disimpan untuk tujuan tertentu. 5. Area penerapan ISO 22000:2005 Seperti HACCP, ISO 22000:2005 dapat diterapkan pada seluruh rantai pangan dari produk primer sampai pada konsumsi akhir. Organisasi dalam rantai makanan terbentang dari produsen pakan dan produsen utama melalui pabrikan makanan, jasa pengangkutan dan penyimpanan serta para kontraktor hingga pengeceran dan toko-toko pelayanan makanan
(bersama-sama dengan organisasi terkait di dalamnya seperti produsen peralatan, material kemas, bahan pembersih, bahan aditif dan bahan baku). ISO 22000 mengharuskan bahwa semua bahaya yang mungkin terjadi dalam rantai makanan, termasuk bahaya yang berhubungan dengan proses dan fasilitas yang digunakan, diidentifikasi dan ditinjau. Jadi hal ini menyediakan cara untuk menentukan dan mendokumenkan alasan bahaya teridentifikasi yang tertentu perlu dikendalikan oleh organisasi tertentu dan mengapa yang lainnya tidak perlu. Ilustrasi skema rantai pangan di mana ISO 22000:2005 dapat diterapkan dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Skema rantai pangan di mana ISO 22000:2005 dapat diterapkan (ISO, 2005)
F. Industri dan Teknologi Pengolahan Gula Gula adalah sebutan untuk bahan pemanis yang diekstraksi dari tumbuhtumbuhan yang menghasilkan gula alami (Anonim c, 2008). Gula yang umum dikenal di dunia berasal dari tumbuhan bit dan tebu. Tumbuhan lainnya yang dapat digunakan juga untuk menghasilkan gula adalah kelapa dan aren. Kegunaan dari gula sebagai bahan pangan cukup bervariasi. Gula dapat berfungsi sebagai pemberi rasa manis pada pangan maupun minuman. Gula merupakan bahan baku utama dalam produk konfeksioneri. Selain itu, gula bisa berguna sebagai humektan atau pengikat air untuk pangan tertentu yang
memiliki aw rendah. Selain menentukan tekstur, sifat pengikat air ini juga menjadikan gula sebagai salah satu pengawet alami. Melalui pengikatan air bebas oleh gula hingga kadar aw tertentu, sebagian mikroba tidak mampu untuk tumbuh maupun hidup di dalam pangan. Gula juga bisa berfungsi sebagai agen pembentuk warna coklat melalui proses karamelisasinya. Gula memiliki berbagai jenis bentuk dan karakter fisik yang bergantung pada pengolahannya. Melalui ekstraksi cairan tumbuhan, biasanya dihasilkan gula kristal mentah dan molase. Gula kristal mentah ini yang nantinya dapat diolah menjadi berbagai jenis produk turunan lainnya. Secara umum, diagram pengolahan berbagai jenis gula dapat dilihat pada Gambar 9.
Tumbuhan
Ekstraksi
Kristalisasi lambat
Cairan gula
Gula Batu
Kristalisasi
Molase
Gula kristal mentah
Pencampuran
Pemurnian sederhana
Gula coklat
Gula granulasi
Rafinasi
Gula rafinasi/ caster
Penghancuran mekanis
Gula bubuk
Penghancuran mekanis + sirup jagung
Gula icing (icing sugar)
Gambar 9. Pengolahan berbagai jenis gula secara umum (dimodifikasi dari Anonimb, 2008)
1. Gula rafinasi Gula rafinasi adalah gula sukrosa yang diproduksi melalui tahapan proses pengolahan gula kristal mentah yang meliputi: afinasi – pelarutan kembali (remelting) - klarifikasi – dekolorisasi – kristalisasi – fugalisasi – pengeringan – pengemasan (BSN, 2006). Setelah melalui tahapan ini gula akan mengalami perubahan ukuran, warna, derajat polarisasi, dan kadar gula pereduksi. Tahapan proses pembuatan gula rafinasi secara umum dapat dilihat pada Gambar 10. Proses pembuatan gula rafinasi dimulai dari penanganan gula kristal mentah. Gula kristal mentah masih dilapisi dengan molase yang mengandung ketidakmurnian (impurities) dan bahan berwarna. Rerata kemurnian dari film tersebut sekitar 70% (Baikow, 1982). Film ini dapat dihilangkan melalui proses afinasi. Afinasi adalah proses pencucian gula kristal mentah yang telah dicampur dengan air atau sirup gula dalam mixer. Selanjutnya, gula dicuci menggunakan mesin sentrifugal untuk menghilangkan lapisan tetes yang ada di permukaan kristal. Gula afinasi atau gula yang telah dicuci harus memasuki tahapan pelarutan kembali (re-melting) sebelum memasuki tahapan selanjutnya. Pelarutan kembali biasanya menggunakan air gula (sweet water), kondensat, atau air netral yang bebas dari garam anorganik terlarut dan bakteri. Pelarutan gula yang paling menguntungkan dan ekonomis sebaik nya 66° Brix karena dapat menghilangkan proses evaporasi lebih lanjut (Baikow, 1982). Sirup gula dari proses re-melting masih memiliki warna yang keruh dan memerlukan proses penjernihan atau klarifikasi. Proses klarifikasi bisa dilakukan dengan fosfatasi, karbonatasi atau proses lainnya. Umumnya, industri rafinasi gula menggunakan fosfatasi dan karbonatasi karena kedua proses tersebut baik dalam menghilangkan warna dengan harga rendah dan peralatan sederhana.
Gula kristal mentah
Afinasi
Gula afinasi
Re-melting
Sirup gula I
Klarifikasi
Sirup gula II
Filtrasi
Sirup gula III
Dekolorisasi
Sirup gula IV
Penguapan, pH =9
Sirup gula V
Pendinginan
Massecuites Fugalisasi
Larutan Induk
Kristal sukrosa
Pengeringan
Gula Rafinasi
Pengemasan
Gula Rafinasi dalam kemasan
Gambar 10. Pembuatan gula rafinasi secara umum (dimodifikasi dari BSN, 2006)
Sirup gula yang sudah melalui penjernihan di proses klarifikasi, dijernihkan melalui proses filtrasi untuk menghilangkan semua bahan yang tidak dibutuhkan. Oleh karena itu, proses filtrasi biasanya dilakukan dalam beberapa tingkat tergantung metode pemurnian (refining). Mesin filter bertekanan digunakan dalam proses filtrasi untuk menghilangkan partikel atau endapan yang ada di sirup gula. Hasil yang diperoleh berupa sirup yang jernih, sedikit berwarna, tipis, dengan kandungan kering sekitar 1215% (Belitz and Grosch, 1987). Setelah melalui filtrasi, sirup gula sudah memiliki tingkat kejernihan tinggi karena terbebas dari bahan warna dan endapan lainnya. Langkah selanjutnya adalah dekolorisasi atau penghilangan warna sirup gula. Dekolorisasi bisa menggunakan resin penukar ion, karbon aktif atau bahan penyerap warna lainnya. Penghilangan warna sirup ini menghilangkan pigmen-pigmen warna melalui adsorpsi. Sirup gula yang sudah kehilangan warna diuapkan dalam tahapan berkali-kali. Selama proses penguapan, kondisi alkali (pH 9) dijaga untuk mencegah inversi sukrosa. Melalui proses penguapan dan pendinginan sirup gula, dihasilkan campuran kristal sukrosa dengan larutan induk (mother liquor). Campuran kristal sukrosa dengan larutan induk selanjutnya diproses melalui fugalisasi untuk memisahkan keduanya. Pemisahan dilakukan dengan menggunakan mesin sentrifugal. Larutan induk (fase cair) yang memiliki berat jenis lebih rendah akan berada di lapisan atas, sedangkan kristal sukrosa (fase padat) yang memiliki berat jenis lebih tinggi akan berada di lapisan bawah. Fase cair dari mesin sentrifugal dilarutkan dan dikembalikan ke panci pemanasan (reboiling/re-melting). Proses selanjutnya adalah pengeringan. Fase padat dikeringkan, disaring, digranulasikan, dan ditekan menjadi bentuk yang diinginkan. Proses pengeringan fase padat tersebut setidaknya melalui dua tahap, yaitu penghilangan uap air tidak terikat, dan penghilangan uap air terikat yang berlebih (Baikow, 1982).
Tahap terakhir pembuatan gula rafinasi adalah pengemasan. Pada tahap ini gula rafinasi dalam bentuk curah (bulk sugar) disalurkan melalui pipapipa kemudian ditampung dalam silo-silo gula rafinasi. Selanjutnya gula rafinasi ini akan disalurkan ke konsumen dalam dua bentuk pilihan, yaitu curah atau karung. Gula rafinasi yang diproduksi di Indonesia ditujukan untuk konsumsi industri makanan dan minuman. Guna melindungi kepentingan konsumen dan memudahkan produsen, Badan Standardisasi Nasional (BSN) mengeluarkan SNI 01-3140.2-2006, yang mengatur penetapan syarat mutu, pengambilan contoh dan cara uji gula kristal rafinasi. 2. Gula kristal mentah Gula kristal mentah yang dikenal sebagai sukrosa dengan rumus kimia C12H22O11 (dapat dilihat pada Gambar 11) diperoleh dari hasil olahan kristalisasi cairan tanaman bit (Beta vulgaris ssp. vulgaris) atau tebu (Saccharum officinarum) dan masih memiliki lapisan molase. Gula kristal mentah yang dibahas di dalam tulisan ini adalah gula kristal hasil olahan cairan tebu. Menurut Bender di dalam Anonim (2008), gula kristal mentah adalah gula kristal berwarna coklat yang belum dimurnikan, memiliki kadar kemurnian 96-98%, dan perlu dimurnikan lebih lanjut (refining). Gula kristal mentah tidak dapat dikonsumsi langsung oleh manusia sebelum diproses lebih lanjut.
Gambar 11. Rumus kimia sukrosa (C12H22O11) Menurut James di dalam Jackson (1999) proses pembuatan gula kristal mentah yang berasal dari tebu meliputi tahapan sebagai berikut: 1. Tebu dihancurkan dan cairannya diperas keluar 2. Cairan tebu dipanaskan dan diberikan kapur untuk menghilangkan kotoran (impurities)
3. Cairan tebu dievaporasi sampai gula mengkristal 4. Campuran kristal dan cairan induk (mother liquor) yang juga disebut massecuite atau masse, disentrifugasi untuk menghasilkan gula tebu mentah dan cairan induk 5. Cairan induk dari tahapan 4 dipanaskan lagi untuk menghasilkan gula mentah lainnya 6. Cairan induk dari tahapan dipanaskan lagi untuk ketiga kalinya 7. Setelah pemanasan pada tahapan 6, akan dihasilkan sisa cairan induk yang secara ekonomi sudah mengalami penurunan mutu hingga tingkatan paling rendah (bottom downgrade). Sisa ini disebut juga factory molasses 8. Gula mentah hasil ekstraksi tebu mengandung 97% sukrosa dan 3% molase. Gula kristal mentah biasanya masih terkontaminasi dengan spora kapang, bakteri, serat tebu, dan butiran tanah. Gambar gula kristal mentah dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Gula kristal mentah (Anonima, 2008) 3. Molase Molase merupakan produk samping dari pembuatan gula, memiliki warna coklat berbentuk lapisan hasil dari olahan massecuite––magma yang terbentuk dari proses kristalisasi cairan gula––dengan tingkatan mutu terendah. Bagian utama molase tersusun dari berbagai karamel dan mineral. Molase digunakan sebagai bahan campuran bersama gula kristal mentah dalam pembuatan gula coklat (brown sugar). Gambar molase dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Molase (Anonimb, 2008) 4. Gula coklat Gula coklat adalah produk turunan gula granulasi yang dicampur dengan sedikit molase untuk menghasilkan gula dengan warna coklat dan flavor yang khas. Pembuatan gula coklat menurut Anonim c (2008) dibedakan menjadi gula coklat terang dan gula coklat gelap. Gula coklat terang dapat dibuat dengan perbandingan 2/3 gula coklat gelap ditambah 1/3 gula granulasi. Gula coklat gelap dapat dibuat dengan perbandingan satu cangkir gula granulasi ditambah dua sendok makan molase atau satu cangkir gula coklat terang ditambah satu sendok makan molase. Gambar gula coklat dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14. Gula coklat (Anonimb, 2008) 5. Gula batu Gula batu memiliki bentuk besar tidak beraturan dengan derajat kemurnian rendah. Gula batu tidak semanis gula granulasi biasa. Gula batu memiliki kristal bening berukuran besar berwarna putih atau kuning kecoklatan. Kristal bening dan putih dibuat dari larutan gula jenuh yang mengalami kristalisasi secara lambat. Gula batu putih memiliki rekahanrekahan kecil yang memantulkan cahaya. Kristal berwarna kuning kecoklatan mengandung berbagai karamel. Gula ini kurang manis karena kandungan air dalam kristal cukup tinggi (Anonima, 2008). Gambar gula batu bisa dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Gula batu (Anonimb, 2008) 6. Gula granulasi Gula granulasi (gula pasir) adalah kristal-kristal gula berbentuk butiran kecil yang umumnya dijumpai dan digunakan di rumah (Anonima, 2008). Gula granulasi merupakan hasil olahan pemurnian gula kristal mentah secara sederhana. Pembuatan gula granulasi serupa dengan gula kristal mentah, hanya saja untuk gula granulasi melalui proses penambahan sulfur dioksida yang berfungsi memucatkan warna sirup gula sebelum proses penguapan atau evaporasi (Bloch, 2007). Gula granulasi dijual dalam bentuk gula butiran/pasir seperti terlihat pada Gambar 16 atau dicetak dalam bentuk gula kubus seperti terlihat pada Gambar 17.
Gambar 16. Gula granulasi (gula pasir) (Anonimb, 2008)
Gambar 17. Gula kubus (Anonimb, 2008) 7. Gula bubuk/gula icing (Icing sugar) Gula bubuk biasanya diproduksi di industri melalui penghancuran mekanis gula granulasi dengan cara digiling menjadi 4 kali, 6 kali, atau 10 kali lebih kecil dengan satuan ukuran mesh (Baikow, 1982). Biasanya,
gula ini dicampur dengan sedikit pati atau bahan anti kempal seperti pati jagung atau tri-kalsium fosfat sebanyak 3% dari berat gula untuk mencegah penggumpalan. Gula bubuk juga dikenal sebagai gula confectionary. Gula ini biasa digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan kue-kue manis dan juga bisa menjadi bahan pelapis kue. Gula bubuk/gula icing dapat dilihat pada Gambar 18.
Gambar 18. Gula bubuk/gula icing (icing sugar) (Anonimb, 2008) 8. Gula caster Gula castor atau caster adalah nama dari gula pasir yang sangat halus. Gula ini dinamai demikian karena ukuran butirannya sangat kecil sehingga dapat ditaburkan dari wadah berlubang-lubang kecil. Biasanya gula caster diperoleh dari pembuatan gula rafinasi yang dimodifikasi sehingga ukuran partikel gula ini mampu melewati saringan (shieve) berukuran 0.4 mm atau lebih kecil. Karena kehalusannya, gula ini lebih cepat larut dibandingkan gula putih pada umumnya.Oleh karena itu gula ini secara khusus bermanfaat dalam pembuatan „meringues' dan cairan dingin. Gula ini tidak sehalus gula bubuk yang dihaluskan secara mekanis. Gula caster dapat dilihat pada Gambar 19. Perbandingan bentuk antara gula icing, gula granulasi, dan gula caster dapat dilihat pada Gambar 20.
Gambar 19. Gula caster (Anonimb, 2008)
Gambar 20. Gula icing – gula granulasi – gula caster (Arfi, 2008)
G. Mutu dan Keamanan Produk Gula Rafinasi Menurut BSN (2006), produk gula rafinasi di Indonesia wajib menggunakan acuan SNI 01-3140.2-2006 untuk kriteria mutu dan keamanan. Faktor mutu yang diperhatikan adalah derajat polarisasi, kandungan gula pereduksi, susut pengeringan, warna larutan, kadar abu, dan sedimen yang terbentuk. Faktor keamanan bagi gula rafinasi yang perlu diperhatikan adalah cemaran senyawa kimia seperti belerang dioksida (SO 2), logam-logam berat seperti timbal (Pb), tembaga (Cu), arsen (As), dan mikroba dengan kriteria angka lempeng total (ALT), kapang, dan khamir. Kriteria mutu dan keamanan gula rafinasi dapat dilihat pada Tabel 1. Karakteristik gula rafinasi yang memiliki sedikit kandungan air menjadikannya sulit sebagai media pertumbuhan mikroorganisme. Gula rafinasi atau Berry sugar menurut Belitz dan Grosch (1987) memiliki karakteristik kandungan sukrosa sebanyak 98.8%, dengan kadar air sebesar 0.7%, kadar abu sebesar 0.2%, dan 0.29% bahan organik lainnya. Kadar air sebesar 0.7% merupakan kondisi yang sulit bagi mikroba untuk melakukan pertumbuhan. Kondisi pengepakan dan penyimpanan yang kurang higienis biasanya dapat menyebabkan produk gula pasir (granulasi) terkontaminasi mikroba. Jenis mikroba yang biasanya mengkontaminasi biasanya tergolong dalam jenis Bacillus dan Clostridium (Apriyantono, et. al., 1989). Menurut Vanderzart dan Splittstoetsser (1992) setidaknya terdapat 3 jenis mikrospora bakteri termofilik yang bisa mengontaminasi produk gula. Jenis pertama adalah spora bakteri termofilik penyebab kebusukan flat sour (asam tanpa
gas), contohnya Bacillus stearothermophillus, Bacillus coagulans, dan Bacillus thermoacidurans. Jenis kedua adalah spora bakteri anaerobik yang tidak memproduksi H2S, contohnya Clostridium thermosaccharolyticum. Jenis ketiga adalah spora bakteri anaerobik penyebab kebusukan sulfida (memproduksi H2S), contohnya Clostridium nigrificans dan Bacillus betanigrificans.
Tabel 1. Syarat mutu gula kristal rafinasi (BSN, 2006) No.
Kriteria uji
Satuan
1
Polarisasi
ºZ
Persyaratan I II min. 99.80 min. 99.70
2
Gula Pereduksi
%
maks. 0.04
maks. 0.04
3
Susut pengeringan
% ,b/b
maks. 0.05
maks. 0.05
4
Warna larutan
maks. 45
maks. 80
5
Abu
%, b/b
maks. 0.03
maks. 0.05
6
Sedimen
mg/kg
maks. 7.0
maks. 10.0
7
Belerang dioksida (SO2)
mg/kg
maks. 2.0
maks. 5.0
8
Timbal (Pb)
mg/kg
maks. 2.0
maks. 2.0
9
Tembaga (Cu)
mg/kg
maks. 2.0
maks. 2.0
10
Arsen (As)
mg/kg
maks. 1.0
maks. 1.0
11
Angka Lempeng Total (ALT)
koloni/10 g
maks. 200
maks. 250
12
Kapang
koloni/10 g
maks. 10
maks. 10
13
Khamir
koloni/10 g
maks. 10
maks. 10
IU
CATATAN Z = Zuiker = Sukrosa; IU = ICUMSA UNIT
Salah satu kasus kejadian luar biasa (KLB) terkait gula adalah kasus KLB kontaminasi batang tebu di Brazil. Menurut Massarani (2005), insiden ini terjadi karena cairan tebu terkontaminasi oleh parasit Trypanosoma cruzi sehingga menimbulkan penyakit Chagas. Penyakit Chagas adalah penyakit yang berpotensi menimbulkan dampak fatal bagi kesehatan manusia yang disebabkan parasit. Umumnya penyakit ini ditularkan ke manusia melalui gigitan serangga. Dampak yang ditimbulkan penyakit ini ke pasien adalah demam, migrain, dan nyeri otot. Namun, penyakit ini bisa berkembang lebih
jauh menimbulkan penyakit kuning, nyeri perut, pendarahan organ dalam, cairan di paru-paru, dan gagal jantung. Tercatat lima orang dari kasus ini dinyatakan meninggal.
III. METODE PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan magang dilakukan di tiga tempat. Tempat pertama di Perusahaan Jasa Konsultasi, Premysis Consulting, Jakarta. Tempat kedua di kantor pusat PT Gula Rafinasi A. Tempat ketiga di pabrik PT Gula Rafinasi A. Nama perusahaan gula disamarkan atas dasar kesepakatan pelaksana magang dengan perusahaan penyedia magang. Kegiatan dilakukan selama 7 bulan dari bulan Maret sampai dengan Oktober 2008.
B. Tahapan dan Cara Pelaksanaan Secara garis besar, pelaksanaan magang dilakukan dengan tiga tahapan, yaitu kajian sistem HACCP, ISO 9001:2000, dan ISO 22000:2005, tinjauan umum perusahaan tempat magang, dan kajian penerapan sistem manajemen terpadu (ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005) di perusahaan gula rafinasi. Kajian sistem HACCP, ISO 9001:2000, dan ISO 22000:2005 dilakukan untuk mengetahui keterkaitan antar sistem manajemen tersebut. Tahapan berikutnya, yaitu tinjauan umum perusahaan dilakukan untuk mengetahui gambaran umum mengenai dua perusahaan tempat dilakukan magang. Tahapan terakhir adalah kajian penerapan sistem manajemen terpadu di perusahaan gula rafinasi. Tahap ini merupakan praktik pengamatan langsung kesesuaian sistem manajemen yang ada di perusahaan tersebut dengan standar internasonal sistem mutu (ISO 9001:2000) dan keamanan pangan (ISO 22000:2005). 1. Kajian HACCP, ISO 9001:2000, dan ISO 22000:2005 Tahapan melakukan kajian terhadap ketiga sistem tersebut, yaitu: a. Mempelajari HACPP Hal yang dipelajari terkait dengan HACCP meliputi pengertian, sejarah, keunggulan, cara menerapkan, dan area penerapan HACCP. b. Mempelajari ISO 9001:2000 Hal yang dipelajari terkait ISO 9001:2000 meliputi sistem manajemen mutu dan garis besar tentang ISO 9001:2000.
c. Mempelajari ISO 22000:2005 Hal yang dipelajari terkait ISO 22000:2005 meliputi sistem manajemen keamanan pangan, sejarah, manfaat, cara menerapkan, dan area penerapan ISO 22000:2005. d. Melakukan analisis keterkaitan HACCP, ISO 9001:2000, dan ISO 22000:2005 Setelah
mempelajari
22000:2005,
dilakukan
Keterkaitan
bisa
HACCP, analisis
berupa
ISO
9001:2000,
keterkaitan
kesamaan,
antara
perbedaan,
dan
ISO
ketiganya. dan
cara
pengintegrasian antara ketiga sistem tersebut. Kajian HACCP, ISO 9001:2000, dan ISO 22000:2005 dilakukan dengan cara studi pustaka, diskusi, rapat kecil, dan mengikuti pelatihan ISO 9001:2000, HACCP, dan ISO 22000:2005 a. Studi pustaka Studi pustaka dilakukan pelaksana magang dengan membaca pustaka-pustaka
terkait
HACCP,
ISO
9001:2000,
dan
ISO
22000:2005 berupa pustaka fisik maupun elektronik. b. Diskusi Diskusi langsung dilakukan pelaksana magang dengan tiga orang konsultan senior Premysis untuk mengetahui makna setiap informasi yang didapat dari tinjauan pustaka. Diskusi juga membahas makna dari setiap klausa yang tercantum di dalam ISO 9001:2000 terkait mutu dan ISO 22000:2005. Pembahasan setiap klausa ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005 disertai contoh-contoh praktik manajemen mutu dan keamanan pangan pada beberapa industri pangan. Setiap hasil diskusi dicatat oleh pelaksana magang dalam bentuk data elektronik. c. Rapat Rapat dilakukan antara pelaksana magang dan tiga orang konsultan senior Premysis untuk mengukur kedalaman pengetahuan dan pemahaman pelaksana magang mengenai mutu, keamanan pangan, HACCP, standar internasional mutu (ISO 9001:2000) dan standar internasional keamanan pangan (ISO 22000:2005). Rapat kecil
dilakukan di ruang pertemuan Premysis menggunakan alat bantu laptop dan LCD. Pelaksana magang melakukan presentasi hasil sementara yang sudah diperolehnya untuk dievaluasi oleh tiga orang konsultan senior Premysis. Rapat kecil dilakukan sekali setiap bulan. d. Mengikuti pelatihan ISO 9001:2000, HACCP, dan ISO 22000:2005 Pelaksana magang ikut serta sebagai asisten konsultan senior dalam pelatihan ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005 untuk industri pangan yang diadakan Premysis Consulting. Pelaksana magang membantu persiapan pelatihan dan mengikuti pelatihan ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005. Pengetahuan yang didapatkan pelaksana magang dari hasil pelatihan sama seperti peserta yang merupakan praktisi industri pangan. 2. Tinjauan umum perusahaan Tahapan melakukan tinjauan umum perusahaan tempat magang, yaitu: a. Mempelajari Premysis Consulting Tinjauan untuk Premysis Consulting dilakukan dalam lingkup profil, lokasi, struktur organisasi, waktu kerja, metode kerja, dan produk perusahaan. b. Mempelajari PT Gula Rafinasi A Tinjauan untuk Premysis Consulting dilakukan dalam lingkup profil, struktur organisasi, dan produk perusahaan. Tinjauan umum perusahaan dilakukan dengan cara kunjungan langsung, studi dokumen dan wawancara. 1. Kunjungan langsung ke perusahaan Kunjungan langsung ke perusahaan dilakukan untuk mengetahui informasi-informasi umum tentang Premysis Consulting dan PT Gula Rafinasi A. 2. Studi dokumen Studi dokumen dilakukan setelah dilakukan kunjungan langsung ke perusahaan dengan meminjam dokumen-dokumen kepada pihak yang
bertanggung jawab di perusahaan. Dokumen yang terkait berupa booklet dan pedoman perusahaan. 3. Wawancara Wawancara dilakukan kepada pihak yang bertanggung jawab di perusahaan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan pelaksana magang. 3. Kajian penerapan sistem manajemen terpadu di PT Gula Rafinasi A Kajian penerapan Sistem Manajemen Terpadu di PT Gula Rafinasi A dilakukan melalui tahapan sebagai berikut: a. Mempelajari Sistem Manajemen Mutu dan Keamanan Pangan di PT Gula Rafinasi A Saat kunjungan langsung tahap pertama, pelaksana magang mempelajari sistem manajemen terpadu yang terimplementasi di PT Gula Rafinasi A. Sistem manajemen yang masuk lingkup di sini adalah sistem manajemen mutu dan keamanan pangan yang berlaku di kedua bagian perusahaan (kantor pusat dan pabrik). b. Identifikasi ketidaksesuaian Langkah selanjutnya dilakukan identifikasi ketidaksesuaian sistem manajemen terpadu yang terimplementasi di PT Gula Rafinasi A dengan acuan persyaratan ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005. c. Analisis ketidaksesuaian Setelah dilakukan pengidentifikasian, langkah berikutnya adalah pembahasan ketidaksesuaian-ketidaksesuaian yang ada dalam sistem manajemen PT Gula Rafinasi A antara tim konsultan dengan tim mutu dan keamanan pangan PT Gula Rafinasi A. Pembahasan bertujuan untuk menyelesaikan ketidaksesuaian yang ada dengan ruang lingkup penyebab ketidaksesuaian, kondisi perusahaan yang menyebabkan ketidaksesuaian, dan sarana serta prasarana yang dapat dimanfaatkan untuk menyelesaikan ketidaksesuaian. d. Penyusunan solusi alternatif tahap pertama Setelah dilakukan pembahasan ketidaksesuaian, penyusunan solusi alternatif dilakukan untuk menangani ketidaksesuaian yang ada
dalam penerapan ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005 di PT Gula Rafinasi A. Solusi alternatif dirancang berdasarkan pertimbangan ketidaksesuaian, sumber ketidaksesuaian, sarana yang dimiliki perusahaan, dan metode yang bisa diterapkan. Pemberian solusi alternatif mengacu pada sumber literatur yang sahih dan praktik industri yang benar. Solusi alternatif dicatat dan disimpan dalam bentuk data elektronik. Selanjutnya, hasil solusi alternatif akan diajukan tim mutu dan keamanan pangan di rapat tinjauan manajemen untuk dibahas dan diputuskan penerapannya. e. Verifikasi implementasi sistem yang telah disusun solusi alternatifnya Langkah berikutnya dalam melakukan kajian sistem manajemen terpadu adalah verifikasi sistem di PT Gula Rafinasi A. Hal ini untuk mengetahui perkembangan penerapan sistem dan keefektifan solusi alternatif yang diberikan. Verifikasi dilakukan berupa kunjungan langsung ke pabrik PT Gula Rafinasi A di Cilegon pada bulan Oktober 2008. Tujuan kunjungan ke pabrik untuk melihat kesesuaian praktik dengan dokumen yang ada di kantor pusat PT Gula Rafinasi A. Pemeriksaan kesesuaian implementasi sistem dilakukan dengan wawancara kepada pihak terkait. f. Penyusunan solusi alternatif tahap kedua Langkah terakhir dalam kegiatan magang ini adalah penyusunan solusi alternatif tahap kedua untuk menindaklanjuti hasil verifikasi sistem. Penyusunan solusi alternatif kedua dirancang dengan dasar pemikiran seperti tahap pertama, yaitu berdasarkan pertimbangan ketidaksesuaian, sumber ketidaksesuaian, sarana yang dimiliki perusahaan, dan metode yang bisa diterapkan.
Kajian penerapan Sistem Manajemen Terpadu di PT Gula Rafinasi A dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Kunjungan langsung ke kantor pusat PT Gula Rafinasi A Hal ini dilakukan untuk mengetahui kelengkapan dokumen dan persyaratan yang dibutuhkan perusahaan untuk menerapkan ISO
9001:2000 dan ISO 22000:2005. Secara teknis, pelaksana magang menjadi bagian dari tim konsultan Premysis Consulting untuk melakukan kajian sistem manajemen terpadu di PT Gula Rafinasi A. b. Tabulasi data ke tabel ketidaksesuaian Sebagai alat bantu untuk melakukan identifikasi ketidaksesuaian sistem, pelaksana magang menggunakan tabel ketidaksesuaian sistem manajemen terpadu, yang memuat informasi klausul standar ISO, kriteria standar, deskripsi klausul, pemenuhan yang telah dilakukan PT Gula Rafinasi A, ketidaksesuaian, dan rujukan seperti yang ditunjukkan Gambar 21.
STANDAR ISO KLAU SUL KRITERIA
DESKRIPSI
PEMENUHAN PT GULA RAFINASI A
KETIDAKSESUAI AN
RUJUKAN
Gambar 21. Contoh tabel ketidaksesuaian sistem manajemen terpadu c. Studi dokumen Identifikasi ketidaksesuaian sistem manajemen dilakukan dengan memeriksa kelengkapan dokumen-dokumen yang ada. Dokumen yang diperiksa berupa pedoman perusahaan, Rencana HACCP, Rencana PRP, Rencana Komunikasi, dan dokumen pendukung lainnya. d. Rapat Rapat dilakukan antara tim konsultan dengan tim mutu dan keamanan pangan dengan bahasan mengenai implementasi sistem yang terdokumentasi. Hasil pemeriksaan yang diperoleh dari rapat ini menentukan tahap pengisian tabel ketidaksesuaian sistem manajemen terpadu. Setelah tabel ketidaksesuaian sistem manajemen terpadu terisi, rapat dilanjutkan oleh tim konsultan Premysis untuk membahas ketidaksesuaian bersama dengan tim mutu dan keamanan pangan PT Gula Rafinasi A. Tujuan dari rapat ini adalah untuk mendapatkan tindakan perbaikan atau solusi alternatif yang dapat digunakan untuk
mengatasi ketidaksesuaian. Hal-hal yang didiskusikan antara lain sumber ketidaksesuaian, sarana yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ketidaksesuaian, dan metode yang memungkinkan untuk tindakan perbaikan ketidaksesuaian. e. Wawancara Wawancara dilakukan kepada pihak yang bertanggung jawab di perusahaan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan pelaksana magang. f. Kunjungan langsung ke Pabrik PT Gula Rafinasi A Kunjungan langsung ke Pabrik dilakukan pada bulan Oktober 2008 dengan
tujuan
melakukan
verifikasi/pemeriksaan
kesesuaian
implementasi sistem manajemen dengan ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sistem HACCP, ISO 22000:2005, dan ISO 9001:2000 Pelaksana magang menggunakan pembandingan konsep dasar yang terdapat pada berbagai sumber pustaka yang relevan terhadap sistem HACCP, ISO 22000:2005, dan ISO 9001:2000. Sumber-sumber pustaka yang digunakan oleh pelaksana magang baik berupa fisik maupun elektronik yaitu: buku Sistem Manajemen HACCP (Thaheer, 2005), buku HACCP: A Practical Approach (Mortimore dan Wallace, 1998), Sistem analisa bahaya dan pengendalian titik kritis
(HACCP)
serta
pedoman
penerapannya
(SNI
01-4852-1998),
Recommended international code of practice general principles of food hygiene CAC/RCP 1-1969, Rev. 4-2003, materi pelatihan penerapan metode HACCP oleh European committee for standardization, dan materi pelatihan HACCP, ISO 22000:2005, dan ISO 9001:2000 oleh Premysis, Selain itu, melalui pelatihan HACCP, ISO 22000:2005 yang diadakan Premysis juga menambah pemahaman konsep sistem-sistem tersebut bagi pelaksana magang.
1. Keterkaitan HACCP dengan ISO 22000:2005 Analisis sistem dimulai dengan mengkaji HACCP dengan ISO 22000:2005. Hal ini disebabkan keterkaitan yang sangat erat antara kedua sistem ini. International Organization for Standardization (ISO) dalam ISO 22000:2005 menyatakan bahwa standar internasional ini mengintegrasikan prinsip dari Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dan penerapan langkah-langkah yang dikembangkan oleh Codex Alimentarius Commission.
Melalui
persyaratan
yang
bisa
diaudit,
standar
ini
mengkombinasikan rencana HACCP dengan program-program persyaratan dasar (PRP). Penelaahan kesesuaian HACCP dengan ISO 22000:2005 yang dilakukan pelaksana magang menggunakan informasi yang disediakan Codex Alimentarius Commission (CAC) dan Premysis. Pelaksana magang mengambil
garis-garis
besar
konsep
HACCP
dari
CAC
dan
mendiskusikannya dengan konsultan Premysis. Selain itu melalui pelatihan ISO 22000:2005 yang diadakan oleh Premysis, pelaksana magang menambah informasi untuk analisa konsep HACCP dan ISO 22000:2005. Menurut Codex Alimentarius Commission (2003), sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) memiliki beberapa penjabaran arti sebagai berikut: -
Suatu sistem yang memiliki landasan ilmiah dan yang secara sistematis mengidentifikasi
potensi-potensi
bahaya
tertentu
serta
cara-cara
pengendaliannya untuk menjamin keamanan pangan. -
Sebuah alat untuk memperkirakan potensi bahaya dan menentukan sistem pengendalian yang berfokus pada pencegahan terjadinya bahaya dan bukannya sistem yang semata-mata bergantung pada pengujian produk akhir.
-
Sebuah sistem yang mampu mengakomodasi perubahan-perubahan seperti perkembangan dalam rancangan alat, cara pengolahan atau perkembangan teknologi.
-
Sebuah konsep yang dapat diterapkan pada seluruh rantai makanan dari produksi primer hingga konsumsi akhir, dimana penerapannya dipandu oleh bukti-bukti ilmiah tentang resiko terhadap kesehatan manusia. Melalui poin-poin penting berupa kata-kata yang dicetak dengan huruf tebal di atas, terdapat keterkaitan dengan apa yang dijelaskan oleh ISO dalam standar ISO 22000:2005. ISO mengungkapkan bahwa ISO 22000:2005 mengintegrasikan prinsip dari Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kendali Kritis (HACCP) dan penerapan langkahlangkah yang dikembangkan oleh Codex Alimentarius Commission (CAC). Keseluruhan penerapan HACCP diadopsi ISO yang dituangkan dalam ISO 22000:2005 pada klausul 7 (perencanaan dan realisasi produk yang aman dikonsumsi) dan klausul 4 (persyaratan dokumentasi). Selain penjabaran berbagai arti HACCP, Commission (2003) juga menyebutkan bahwa:
Codex
Alimentarius
-
Penerapan HACCP sesuai dengan penerapan sistem manajemen mutu seperti seri ISO 9000 dan merupakan sistem pilihan diantara sistem-sistem pengelolaan keamanan pangan.
-
Penerapan HACCP yang berhasil memerlukan komitmen yang utuh dan keterlibatan manajemen serta kerja keras.
-
Penerapan HACCP memerlukan pendekatan multidisipliner, termasuk keahlian yang sesuai di bidang agronomi, kesehatan veteriner, produksi, mikrobiologi, obat-obatan, kesehatan masyarakat, teknologi pangan, kesehatan lingkungan, kimia dan rekayasa. Kesesuaian landasan berpikir nilai-nilai penting di atas untuk penerapan HACCP, juga digunakan oleh ISO untuk ISO 22000:2005. Melalui pengantar di dalam ISO 22000:2005, ISO menjelaskan bahwa sistem ini telah disejajarkan dengan ISO 9001 dalam rangka meningkatkan kesesuaian dua standar dalam penerapannya. Selain itu, kebutuhan komitmen dan keterlibatan manajemen yang diungkapkan CAC juga diatur dalam ISO 22000:2005, klausul 5 (tanggung jawab manajemen) yang melingkupi komitmen manajemen, kebijakan keamanan pangan, perencanaan sistem manajemen keamanan pangan, pembagian tanggungjawab dan wewenang, penunjukkan ketua tim keamanan pangan, komunikasi, kesigapan dan respon tanggap darurat, dan tinjauan manajemen. Pendekatan multidispliner dimuat dalam ISO 22000:2005 klausul 7.3.2 (tim keamanan pangan). Selain itu, perlunya pencatatan dan tindak lanjut untuk kompetensi yang dibutuhkan personil (perlu pelatihan tambahan atau tidak) yang akan masuk ke tim keamanan pangan, diatur dalam klausul 6 (sumber daya manusia). Penerapan HACCP juga membutuhkan dukungan dari programprogram persyaratan dasar (PRP) agar pelaksanaan sistem ini efektif (CAC, 2003). PRP yang dimaksud setidaknya meliputi persiapan produksi primer (lingkungan higiene, sumber bahan baku higiene, penanganan bahan, penyimpanan, transportasi, pembersihan, perawatan, dan higiene personil di sektor produksi primer), pendirian desain dan fasilitas (lokasi, landasan, ruang, peralatan, dan fasilitas), pengendalian operasi (pengendalian bahaya keamanan pangan, aspek kunci pengendalian sistem higiene, persyaratan
bahan masuk, pengemasan, air, manajemen dan supervisi, dokumentasi dan catatan, dan prosedur recall), penetapan sistem perawatan dan sanitasi (perawatan dan pembersihan, program pembersihan, pengendalian hama, manajemen limbah, efektivitas pemantauan), penetapan higiene personil (status kesehatan, penyakit dan luka, kebersihan personil, kebiasaan personil, dan pengunjung), transportasi, informasi produk dan kesadaran konsumen (identifikasi lot, informasi produk, pelabelan, pendidikan konsumen), dan pelatihan (kesadaran dan tanggung jawab, program pelatihan, instruksi dan supervisi, dan pelatihan pengingat). Komponen-komponen PRP yang dijelaskan CAC dalam CAC/RCP 11969, Rev. 4-2003 tentang rekomendasi kode internasional untuk prinsipprinsip umum praktik higiene pangan (Recommended International Code of Practice General Principles of Food Hygiene), dimasukkan juga oleh ISO ke dalam ISO 22000:2005. Hal ini dapat dilihat pada klausul 7.2 mengenai PRP. Pengaturan PRP di dalam ISO 22000:2005 bersifat fleksibel dan relevan sesuai kebutuhan organisasi, regulasi yang berlaku, dan persyaratan pelanggan. Hal ini termaktub dalam ISO 22000:2005 klausul 7.2.3 yang menjelaskan
bahwa
saat
menetapkan
PRP,
organisasi
harus
mempertimbangkan dan menggunakan informasi yang sesuai (contohnya persyaratan peraturan dan perundang-undangan, persyaratan pelanggan, pedoman yang sudah diakui, prinsip dan aturan-aturan penerapan yang diterapkan oleh Codex Alimentarius Commission, serta standar-standar nasional, internasional, atau sektoral). Menurut konsultan senior Premysis, untuk mempermudah konsep kaitan empat elemen kunci ISO 22000:2005 yang melibatkan HACCP juga, secara sederhana dapat diibaratkan sebuah rumah sistem. Pondasi awal untuk membangun ISO 22000:2005 adalah penerapan PRP yang baik dan benar sesuai kebutuhan organisasi. Setelah PRP sudah terimplementasi dan terlaksana dengan baik, maka sistem penting yang dibangun berikutnya adalah HACCP. Semua isi rumah sistem ini perlu dikomunikasikan organisasi baik ke pihak internal maupun eksternal. Semua komponen ini perlu didukung, dilaksanakan, dan dipelihara sesuai dengan kerangka sistem
manajemen yang benar. Model rumah sistem ISO 22000:2005 menurut Premysis Consulting diilustrasikan pada Gambar 22.
Gambar 22. Model rumah sistem ISO 22000:2005 menurut Premysis Consulting
Penjelasan selanjutnya untuk memahami kesesuaian 12 langkah penerapan HACCP yang diadopsi ISO 22000:2005 dijabarkan sebagai berikut. 1) Langkah pertama HACCP : Pembentukan tim HACCP Keterkaitan pada ISO 22000:2005: - klausul 7.3.2: Pembentukan tim keamanan pangan - klausul 5.5: Ketua tim keamanan pangan 2) Langkah kedua HACCP: Deskripsi produk Keterkaitan pada ISO 22000:2005: - klausul 7.3.3: Karakteristik produk akhir yang meliputi identitas bahan baku, bahan pendukung, bahan yang kontak dengan produk dan produk akhir - klausul 7.5.2: Deskripsi dari masing-masing proses yang terlibat dalam pembuatan produk maupun proses yang bisa mempengaruhi keamanan pangan 3) Langkah ketiga HACCP - Identifikasi rencana penggunaan
Keterkaitan pada ISO 22000:2005: - klausul 7.3.4: Rencanan penggunaan, penanganan produk akhir yang sesuai harapan, dan segala kesalahan penanganan dan penggunaan produk
akhir
yang
tidak
diinginkan
tapi
bisa
terjadi
harus
dipertimbangkan dan dideskripsikan dalam dokumen 4) Langkah keempat HACCP - Penyusunan bagan alir Keterkaitan pada ISO 22000:2005: - klausul 7.5.1: diagram alir dipersiapkan untuk produk atau proses yang termasuk ke dalam sistem manajemen keamanan pangan. Diagram alir yang ada harus jelas, akurat, dan detail 5) Langkah kelima HACCP - Konfirmasi bagan alir di lapangan Keterkaitan pada ISO 22000:2005: - klausul 7.5.1: sesuai dengan klausul 7.8 (perencanaan verifiikasi), tim keamanan pangan harus memverifikasi akurasi diagram alir dengan pemeriksaan di tempat. Diagram alir yang telah diverifikasi disimpan sebagai catatan. 6) Langkah keenam (Prinsip pertama HACCP) Pencatatan semua bahaya potensial yang berkaitan dengan setiap tahapan, pengadaan suatu analisa bahaya dan menyarankan berbagai pengukuran
untuk
mengendalikan
bahaya-bahaya
teridentifikasi/Analisa bahaya Keterkaitan pada ISO 22000:2005: - klausul 7.4: Analisa bahaya - klausul 7.4.2 : Identifikasi bahaya - klausul 7.4.3 : Kajian bahaya - klausul 7.4.4 : Pemilihan dan kajian dari tindakan pengendalian 7) Langkah ketujuh (Prinsip kedua HACCP) Penentuan titik kendali kritis (TTK/CCP) Keterkaitan pada ISO 22000:2005: - klausul 7.6.2: Identifikasi titik kendali kritis (TTK/CCP)
yang
8) Langkah kedelapan (Prinsip ketiga HACCP) Penentuan batas-batas kritis TTK/CCP Keterkaitan pada ISO 22000:2005: - klausul 7.6.3: Penentuan batas-batas kritis TTK/CCP 9) Langkah kesembilan (Prinsip keempat HACCP) Penyusunan sistem pemantauan untuk setiap TTK/CCP Keterkaitan pada ISO 22000:2005: - klausul 7.6.4: Sistem untuk pemantauan TTK/CCP 10) Langkah kesepuluh (Prinsip kelima HACCP) Penetapan tindakan perbaikan Keterkaitan pada ISO 22000:2005: - klausul 7.6.5: Tindakan ketika pemantauan menunjukkan batas kritis terlewati 11) Langkah kesebelas (Prinsip keenam HACCP) Penetapan prosedur verifikasi Keterkaitan pada ISO 22000:2005: - klausul 7.8: Perencanaan verifikasi 12) Langkah keduabelas (Prinsip ketujuh HACCP) Penetapan dokumentasi dan pencatatan Keterkaitan pada ISO 22000:2005: - klausul 4.2: Persyaratan dokumentasi - klausul 7.7: Pembaharuan dari informasi dan dokumen terdahulu yang menyebutkan PRP dan HACCP plan. 2. Keterkaitan ISO 9001:2000 dengan ISO 22000:2005 ISO 9001:2000 memiliki beberapa syarat yang menjadi ciri khas tersendiri sebagai sebuah standar internasional sistem manajemen mutu. Ciri-ciri khas ISO 9001:2000 yang tidak terdapat di HACCP maupun ISO 22000:2005 yang berhasil diidentifikasi oleh para konsultan senior Premysis Consulting. Ciri-ciri tersebut, yaitu: •
Pedoman Mutu (Quality Manual)
•
Identifikasi Proses (Process Identification)
•
Komunikasi internal (Internal Communication)
•
Desain dan Pengembangan (Design & Development)
•
Pembelian (Purchasing)
•
Ukuran Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction Measurement)
•
Proses yang terkait dengan pelanggan (Customer Related Processes)
•
Kendali produksi dan penyediaan layanan (Control of Production & Service Provision)
•
Kepemilikan pelanggan (Customer Property)
•
Pemeliharaan produk (Preservation of Product)
•
Pengawasan dan pengukuran produk (Monitoring & Measurement of Product)
•
Tindakan pencegahan (Preventive Action) Sementara itu, ISO 22000:2005 memiliki beberapa syarat yang menjadi
ciri khas tersendiri sebagai sebuah standar internasional sistem manajemen keamanan pangan Ciri-ciri khas ISO 22000:2005 yang tidak terdapat ISO 9001:2000 yang berhasil diidentifikasi oleh para konsultan senior Premysis Consulting. Ciri-ciri tersebut, yaitu: •
Langkah awal melakukan analisis bahaya
•
7 prinsip HACCP
•
PRP yang meliputi tata letak infrastruktur, pengaturan utilitas, penanganan limbah, desain peralatan, pembersihan dan sanitasi, higiene personil, pengendalian hama, dan prasyarat lain sesuai dengan jenis organisasi
•
Persiapan dan respon tanggap darurat
•
Komunikasi internal dan eksternal
•
Operational PRP
•
Validasi dari tindakan pengendalian
•
Evaluasi dari hasil verifikasi
•
Analisis dari hasil verifikasi
•
Pembaharuan Sistem Manajemen Keamanan Pangan Sebagai sebuah sistem manajemen, baik ISO 9001:2000 maupun ISO
22000:2005 memiliki beberapa persamaan di dalamnya yang dapat dilihat sebagai berikut: -
Pengendalian dokumen dan catatan
-
Komitmen manajemen
-
Tanggung jawab dan wewenang
-
Tinjauan manajemen
-
Sumber daya manusia
-
Lingkungan kerja
-
Pengendalian ketidaksesuaian
-
Sistem kemampuan penelusuran
-
Kalibrasi
-
Audit internal
-
Tindakan koreksi
-
Peningkatan/Perbaikan
Persamaan di atas menunjukkan bahwa dalam suatu standar sistem manajemen setidaknya harus memiliki poin-poin tersebut. Pengendalian
dokumen
dan
catatan,
penting
untuk
melakukan
penyimpanan bukti-bukti pelaksanaan sistem manajemen di dalam organisasi. Bukti-bukti ini digunakan untuk meninjau keberhasilan penerapan sistem dalam organisasi. Selain itu, dokumen dan catatan juga penting jika ada personil yang berganti posisi dan peranan dalam organisasi. Hal ini memudahkan personil baru memahami sistem yang berjalan. Komitmen manajemen adalah hal penting untuk pelaksanaan sistem di organisasi. Bila pelaksanaan sistem dimotori oleh manajemen dengan bukti komitmennya tertulis serta diberitahukan ke seluruh komponen organisasi, biasanya pelaksanaan sistem akan optimal. Dukungan yang umumnya dibutuhkan dari manajemen adalah alokasi biaya untuk perancangan, pelaksanaan, dan pemeliharaan sistem. 3. Integrasi ISO 9001:2000 ke dalam ISO 22000:2005 Beberapa persamaan yang terdapat dalam ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005 memungkinkan kedua sistem tersebut untuk diintegrasikan (ISO, 2005). Melalui lima bagian utama dari sistem manajemen baik mutu maupun keamanan pangan cara mengintegrasikannya dijelaskan sebagai berikut. a. Kebijakan dan Sasaran
Persyaratan yang diwajibkan dalam klausul 5.3 pada ISO 9001:2000 atau 5.2 pada ISO 22000:2005. mengenai kebijakan mutu/keamanan pangan, pimpinan utama dalam organisasi bertanggungjawab untuk menetapkan Kebijakan Mutu dan Keamanan Pangan. Pimpinan utama harus meninjau kembali kebijakan tersebut setiap tahun dan setiap ada rencana perubahan. Pimpinan utama juga bertanggung jawab atas komunikasi dan pemahaman Kebijakan Mutu dan Keamanan Pangan dan memastikan bahwa kebijakan tersebut dipahami pada semua tingkatan di dalam perusahaan. Langkah selanjutnya untuk memastikan bahwa Kebijakan Mutu dan Keamanan Pangan telah dipahami, maka masing-masing
ketua
departemen/manajer harus menetapkan Sasaran Mutu/Keamanan Pangan untuk periode satu tahun berdasarkan Kebijakan Mutu dan Keamanan Pangan. Pembuatan sasaran ini merupakan kewajiban hanya pada sistem manajemen mutu seperti yang tertulis dalam klausul 5.4.1 pada ISO 9001:2000. Namun, pengintegrasian sistem manajemen mutu dan keamanan pangan memberikan manfaat jika diberlakukan pula sasaran keamanan pangan. Sasaran Mutu/Keamanan Pangan harus disetujui oleh pimpinan utama organisasi. Sasaran Mutu dan Keamanan Pangan dibuat agar dapat diukur dan konsisten dengan Kebijakan Mutu dan Keamanan Pangan. Hal ini juga meliputi komitmen untuk perbaikan secara berkesinambungan. Setiap Sasaran Mutu/Keamanan Pangan harus dipahami pada setiap fungsi dan tingkatan di bagian masing-masing dan dilaporkan proses penerapannya kepada Wakil Manajemen/Ketua Tim Keamanan Pangan setiap bulan. b. Wakil
Manajemen/Ketua
Tim
Keamanan
Pangan
(Management
Representative/Food Safety Team Leader) Organisasi yang ingin menerapkan sistem manajemen mutu/keamanan pangan harus menunjuk seorang di organisasi untuk memimpin jalannya sistem ini. Hal ini sesuai dengan peryaratan klausul 5.5 pada ISO 22000:2005 atau klausul 5.5.2 pada ISO 9001:2000. Personil yang ditunjuk memiliki kewenangan dan tanggung jawab terhadap sistem
mutu/keamanan pangan di luar posisi aslinya di perusahaan. Seorang Wakil Manajemen/Ketua Tim Keamanan Pangan setidaknya memiliki kewenangan dan tanggungjawab sebagai berikut: -
memastikan proses yang diperlukan untuk menjalankan sistem mutu/keamanan pangan ditetapkan, diimplementasikan, dipelihara dan diperbaharui jika diperlukan.
-
melaporkan
pada
manajemen
puncak
tentang
kinerja
sistem
manajemen mutu/keamanan pangan dan perbaikan yang diperlukan -
memastikan peningkatan kesadaran akan persyaratan pelanggan diseluruh organisasi
-
mengelola tim keamanan pangan dan mengorganisir perkerjaannya,
-
memastikan pendidikan dan pelatihan yang relevan dari anggota tim keamanan pangan
c. Penyusunan dan pengendalian dokumen dan catatan Organisasi
hendaknya
menetapkan
proses
penyusunan
dan
pengendalian dokumen dalam prosedur yang terdokumentasi. Prosedur tersebut ditujukan untuk mengendalikan dokumen internal (seperti Pedoman Mutu, Prosedur Operasi Standar, Rencana HACCP, Rencana Komunikasi, Instruksi Kerja, Lembar isian) dan dokumen eksternal (seperti dokumen milik pelanggan, dokumen dari perusahaan lain) yang berkaitan dengan Sistem Manajemen Mutu dan Keamanan Pangan. Dokumen yang berkaitan dengan sistem manajemen mutu dan keamanan pangan setidaknya harus mengikuti prosedur pengendalian dokumen sesuai dengan persyaratan klausul 4.2.2 dan 4.2.3 pada ISO 22000:2005 atau klausul 4.2.3 dan 4.2.4 pada ISO 9001:2000. Biasanya untuk mempermudah organisasi, di dalam Pedoman Mutu (hanya disyaratkan di dalam ISO 9001:2000 klausul 4.2.2) dicantumkan juga semua informasi terkait dengan sistem manajemen keamanan pangan. Dokumen baru dan revisi disetujui oleh yang berwenang sebelum diterbitkan, perubahan yang terjadi diidentifikasi dengan jelas. Setelah mendapatkan persetujuan dari Wakil Manajemen/Ketua Tim Keamanan Pangan, pengendali dokumen mendistribusikan dokumen yang baru dan
menarik dokumen yang lama untuk dimusnahkan. Dokumen yang kadaluarsa yang masih disimpan untuk dipergunakan untuk tujuan lain diberi tanda yang jelas. Semua penerima dokumen menjaga agar dokumen tidak diperbanyak tanpa seijin Wakil Manajemen/Ketua Tim Keamanan Pangan dan dokumen yang lama ditarik dari peredaran untuk diserahkan pada Wakil Manajemen/Ketua Tim Keamanan Pangan. d. Audit Sebagai instrumen untuk memastikan efektifitas Sistem Manajemen Mutu dan Keamanan Pangan yang diterapkan, diperlukan audit internal sesuai dengan persyaratan klausul 8.4.1 pada ISO 22000:2005 atau klausul 8.2.2 pada ISO 9001:2000. Audit dijadwalkan berdasarkan status dan pentingnya aktivitas yang diaudit. Biasanya untuk mengetahui keefektifan sistem, diperlukan audit internal minimal dua kali dalam setahun. Audit dilaksanakan oleh auditor terlatih yang ditunjuk oleh Koordinator Audit Internal dan/atau Wakil Manajemen/Ketua Tim Keamanan Pangan dengan syarat auditor yang ditunjuk tidak terlibat langsung dalam aktivitas departemen yang diaudit berdasarkan jadwal audit yang sudah ditetapkan. Auditor memberikan hasil audit kepada departemen yang diaudit untuk dilakukan tindakan perbaikan dan/atau pencegahan. Tindakan perbaikan dan/atau pencegahan dilakukan sesuai dengan waktu yang disepakati dan tidak diperkenankan menunda penyelesaiannya tanpa alasan yang jelas. Auditor dan/atau Koordinator Audit Internal bertanggung jawab untuk melakukan verifikasi tindakan perbaikan yang telah dilakukan oleh departemen yang diaudit serta membuat kesimpulan dari hasil audit yang dilakukan. Selanjutnya Koordinator Audit Internal membuat ringkasan dari hasil audit keseluruhan dan melaporkan kepada pimpinan organisasi sebagai salah satu agenda dalam Rapat Tinjauan Manajemen. e. Tinjauan Manajemen Baik ISO 9001:2000 maupun ISO 22000:2005 mensyaratkan tinjauan manajemen untuk mengetahui keefektifan sistem mutu/keamanan pangan yang diterapkan dalam organisasi. Masukan untuk tinjauan manajemen
setidaknya sesuai persyaratan klausul 5.8.2 pada ISO 22000:2005 atau klausul 5.6.2 pada ISO 9001:2000 harus meliputi informasi sebagai berikut: a. kelanjutan tindakan dari tinjauan manajemen sebelumnya, b. analisa hasil aktifitas verifikasi perubahan keadaan yang dapat mempengaruh sistem mutu/keamanan pangan c. situasi darurat, kecelakaan dan withdrawal d. peninjauan hasil aktifitas sistem pembaharuan e. tinjauan aktifitas komunikasi, termasuk umpan-balik pelanggan f. audit internal atau inspeksi eksternal. g. kinerja proses dan kesesuaian produk h. status tindakan pencegahan dan koreksi i. rekomendasi untuk perbaikan Tinjauan manajemen menggunakan informasi masukan tinjauan menghasilkan keluaran tinjauan yang diharapkan setidaknya sesuai persyaratan klausul 5.8.3 pada ISO 22000:2005 atau klausul 5.6.3 pada ISO 9001:2000 meliputi informasi sebagai berikut: a. perbaikan keefektifan sistem manajemen mutu/keamanan pangan dan prosesnya b. perbaikan produk yang berhubungan dengan persyaratan pelanggan c. kebutuhan sumber daya untuk menunjang sistem d. jaminan keamanan pangan e. revisi kebijakan mutu/keamanan pangan organisasi dan sasarannya, jika diperlukan Keseluruhan aktivitas yang terlibat dalam tinjauan manajemen dicatat dan didokumentasikan untuk dikendalikan oleh pengendali dokumen.
B. Tinjauan Umum Perusahaan 1. Premysis Consulting a. Profil perusahaan Premysis Consulting berdiri pada tahun 1996 di Indonesia. Premysis Consulting adalah sebuah perusahaan jasa konsultasi
manajemen yang berdedikasi mendukung organisasi, di semua sektor bisnis, industri, dan pemerintahan. Perusahaan ini berupaya mengubah pandangan maupun mengusahakan inisiatif perubahan di dalam organisasi agar mencapai peningkatan hasil. Dalam rangka memenuhi tujuannya, Premysis Consulting menyediakan jasa konsultasi dan pelatihan dengan cakupan luas di wilayah Strategi, Mutu, Lingkungan, Keamanan Pekerja dan Keamanan Pangan. Sebagai penyeragam arah dan tujuan organisasi bagi setiap manajer dan karyawan, Premysis Consulting memiliki visi dan misi. Visi perusahaan ini adalah menjadi perusahaan jasa konsultasi dan pelatihan manajemen terbaik di Indonesia dan negara-negara sewilayah dengan membantu kliennya mencapai hasil terobosan melalui pendekatan kreatif dan inovatif, serta menyediakan karir unggul dan kesempatan belajar sama baiknya dengan lingkungan kerja yang luar biasa bagi karyawan Premysis. Misi perusahaan ini adalah berkomitmen untuk memberikan nilai lebih jasa konsultasi dan pelatihan yang membawa kontribusi signifikan bagi kliennya, sebuah kesuksesan jangka panjang melalui inovasi, perbaikan berkelanjutan, dan pengembangan sumberdaya manusia Premysis menuju potensi maksimal mereka. b. Lokasi perusahaan Premysis Consulting memiliki dua buah kantor dalam menjalankan bisnis jasa layanan konsultasi dan pelatihan sistem manajemen. Satu buah kantor pusat terletak di Jakarta dan satu buah kantor cabang terletak di Surabaya. Kantor pusat di Jakarta beralamat Menara Rajawali lantai 11, Jalan Mega Kuningan Lot 5.1 Jakarta. Kantor cabang di Surabaya beralamat di Komplek Graha Asri K-128, Jalan Ngagel 179-183 Surabaya. c. Struktur organisasi perusahaan Premysis Consulting merupakan badan usaha Perseroan Terbatas (PT) dengan nama daftar PT Mitra Kualitas Utama. Perseroan Terbatas merupakan bentuk perusahaan persekutuan untuk menjalankan
perusahaan yang mempunyai modal usaha terbagi atas saham-saham. Anggotanya memiliki hak suara penuh dalam rapat anggota, sehingga tiap pemegang saham atau anggota turut menentukan jalannya perusahaan. Pemegang kekuasaan tertinggi terdapat pada direktur (director). Kekuasaan ini kemudian dipercayakan kepada manajer puncak (top manager) di kantor pusat Premysis Consulting di Jakarta, yang terdiri dari tiga orang manajer. Selanjutnya masing-masing wilayah (Jakarta dan Surabaya) dipimpin oleh manajer cabang (branch manager). Manajer cabang membawahi tujuh divisi, yaitu konsultan (consultant), keuangan (finance), sumber daya manusia (human resources), pemasaran (marketing), rumah tangga (general affairs), pelatihan (training), dan teknologi informasi (information technology). Divisi konsultan sendiri terbagi sesuai bidang keahlian, yaitu strategi (strategy), mutu (quality), keamanan lingkungan (environment), keamanan pekerja (employee safety), ekspor (export), keamanan pangan (food
safety),
teknologi
informasi
(information
technology),
laboratorium (laboratory), otomotif (automotive), peningkatan sumber daya manusia (human resources). Kegiatan magang dilakukan pada divisi konsultan bagian keamanan pangan (food safety). Struktur organisasi Premysis Consulting dapat dilihat pada Gambar 23. d. Waktu kerja perusahaan Premysis Consulting secara umum menerapkan waktu kerja bagi karyawan lima hari kerja dalam seminggu dengan jam kerja rerata 9 jam. Hari kerja tersebut dimulai dari hari Senin sampai dengan hari Jumat. Waktu kerja dimulai pukul 08.30 sampai dengan 17.30 WIB. Sebagai sebuah perusahaan jasa konsultasi dan pelatihan yang fokus kepada kebutuhan pelanggan, waktu dan lokasi kerja beberapa divisi, kadang menyesuaikan dengan jam kerja yang diminta klien Premysis Consulting. Tiga divisi yang biasanya menyesuaikan dengan kebutuhan klien adalah divisi konsultan, divisi pemasaran, dan divisi pelatihan.
Director Top Manager Branch Manager Consultant Division Strategy
Quality
Environment
Employee Safety
Finance Division
Human Resources Food Safety
Human Resources Marketing Division
Laboratory
Automotive
Export
Information Technology
General Affair
Training Division
Information Technology
Gambar 23. Struktur organisasi Premysis Consulting e. Metode Kerja Perusahaan Metode kerja Premysis Consulting dalam memberikan bimbingan kepada klien dalam rangka mendirikan sistem manajemen yang sesuai standar internasional dibagi menjadi delapan tahap sebagai berikut. i. System Initial Assessment Tahapan pertama Premysis Consulting dalam memberikan bantuan kepada klien dimulai dengan melakukan kajian awal sistem manajemen (system initial assessment organisasi klien). Pada tahap ini dilakukan analisis kesenjangan (gap analysis) sistem manajemen klien dengan standar sistem manajemen internasional.
ii. Training Selanjutnya,
tahapan
pelatihan
(training)
dilakukan
untuk
memberikan pengetahuan umum kepada klien mengenai standar sistem manajemen internasional. Kemudian, pelatihan tentang dokumentasi
sistem
manajemen
internasional
diberikan
agar
memudahkan klien dalam membuat rangka kerja organisasinya mendirikan sistem manajemen internasional. iii. Action Plan Tahap berikutnya, dilakukan rencana tindakan (action plan) untuk melaksanakan
penyusunan
sistem
manajemen
sesuai
standar
internasional. Pada tahap ini juga dilakukan perencanaan komunikasi dan strategi organisasi (communication plan and strategy) iv. System Documentation Setelah perencanaan, dilakukan dokumentasi sistem manajemen yang akan diterapkan di organisasi klien berdasarkan standar internasional. Umumnya, sebagai kebutuhan dasar dokumentasi organisasi,
dibuat
panduan
perusahaan
(company
manual).
Selanjutnya, kebijakan dan sasaran organisasi ditentukan dan didokumentasikan (policy and objective). Berikutnya dilakukan penyusunan prosedur kerja dan instruksi kerja (work procedure and work instruction). v. System Implementation Tahap berikutnya adalah penerapan sistem manajemen (system implementation) yang mengacu ke standar internasional di dalam organisasi. Pada tahap ini dilakukan pelatihan serta pembentukan tim internal audit (training & formation of internal audit team) yang bertujuan untuk melakukan audit internal. Audit internal (internal audit) perlu dilakukan untuk mengetahui kesesuaian dan keefektifan sistem manajemen yang baru diterapkan. Selain itu, audit internal juga penting untuk melakukan tindakan koreksi (corrective action) bila ditemukan ketidaksesuaian.
vi. Independent Audit Selanjutnya, Premysis Consulting akan menugaskan konsultan lain yang tidak terlibat di dalam proses konsultasi untuk melakukan audit independen (independent audit). Hal ini diperlukan untuk menghindari bias yang akan terjadi bila konsultan yang membimbing mengaudit sistem hasil bimbingannya. Audit independen ini diperlukan untuk persiapan menghadapi tim audit sertifikasi. vii. Auditee’s Tip and Tricks Setelah dilakukan audit independen, Premysis Consulting akan meninjau hasil audit. Selanjutnya Premysis Consulting akan memberikan saran dan cara-cara bagi pihak yang diaudit (auditee’s tip and tricks) dalam menyikapi pertanyaan dan komentar tim audit sertifikasi. viii. System Certification Tahapan terakhir adalah melakukan pendampingan klien dalam proses sertifikasi sistem organisasi (system certification). Proses sertifikasi berlangsung dengan urutan: kajian awal (pre-assessment), kajian akhir (final assessment), dan tindakan koreksi (corrective action) yang diperlukan. Secara ringkas, metode kerja Premysis Consulting ditampilkan pada Gambar 24. f. Produk perusahaan Produk yang disediakan Premysis berupa jasa layanan konsultasi dan pelatihan sistem manajemen. Jasa layanan yang disediakan oleh Premysis Consulting secara umum meliputi strategi, mutu, keamanan lingkungan, keamanan pekerja, perdagangan ekspor, keamanan pangan, teknologi informasi, laboratorium, otomotif, dan peningkatan mutu sumber daya manusia (SDM). Daftar jenis dan nama produk Premysis dapat dilihat pada Tabel 2.
System Initial Assessment
Auditee’s Tip
Independent Audit
& Tricks
Gap analysis
System Implementation
Training Understanding International Standard
Training & Formation of Internal Audit Team
System Documentation
Conducting Internal Audit
Pre-assesment
Corrective Action
Final Assessment
System Certification
Corrective Action
Action Plan Action Plan Communication Plan & Strategy
System Documentation Company Manual Policy & Objective Procedure & Work Instruction Form
Gambar 24. Metode kerja layanan jasa konsultasi Premysis Consulting
Tabel 2. Jenis dan nama produk Premysis Consulting Jenis Produk Strategi
Mutu Keamanan lingkungan Keamanan pekerja Perdagangan ekspor Keamanan pangan
Teknologi informasi Laboratorium Otomotif Peningkatan mutu SDM
Nama Produk - Malcolm Baldridge - Lean Six Sigma - Balanced Scorecard - Cost Saving ISO 9001 ISO 14001 OHSAS 18001 ISO 29001 ISO 22000 BRC IFS AIB ISO 27001 ISO 17025 ISO/TS 16949 - Leadership - Human Resources - Service Excellence
2. Perseroan Terbatas Gula Rafinasi A (PT Gula Rafinasi A) a. Profil Perusahaan Saat kegiatan magang berlangsung, perusahaan gula rafinasi yang dijadikan studi kasus, sedang dalam setengah perjalanan menerapkan sistem manajemen terpadu ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005. Nama perusahaan gula rafinasi yang dijadikan tempat studi kasus sistem manajemen terpadu ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005 sengaja disamarkan menjadi PT Gula Rafinasi A. Apabila terjadi kesamaan nama perusahaan dengan salah satu perusahaan di Indonesia bukan sesuatu yang disengaja. Hal ini berdasarkan kesepakatan dengan pembimbing lapang untuk menjaga kerahasiaan data pelanggan Premysis Consulting. PT Gula Rafinasi A lahir dari keinginan pendirinya untuk memenuhi permintaan pasar akan gula rafinasi pada tahun 2004. Keinginan ini didasari perkembangan industri gula rafinasi di Indonesia yang dirasakan sangat cepat dalam kurun waktu enam tahun terakhir (dimulai sejak tahun 2002 hingga saat ini). Perkembangan ini disebabkan perkembangan industri pangan dan minuman yang menggunakan gula rafinasi di Indonesia cukup pesat. Seiring dengan kebutuhan gula rafinasi yang
semakin besar
kebutuhan akan jaminan mutu dan keamanan gula rafinasi juga meningkat. Kesadaran setiap industri pangan dan minuman untuk menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan di organisasi mereka semakin besar setelah diperkenalkannya standar sistem manajemen mutu ISO 9001:2000 dan standar sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000:2005 oleh The International Organization for Standardization (ISO). Adanya standar yang bisa diterapkan setiap organisasi di belahan dunia manapun membantu menyediakan jaminan yang universal. Sebagai sebuah perusahaan gula rafinasi yang relatif baru berdiri, PT Gula Rafinasi A belum memiliki pengalaman dalam menerapkan sistem manajemen terpadu mutu dan keamanan pangan sesuai dengan
standar internasional ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005. Namun, ini tidak menyurutkan keinginan PT Gula Rafinasi A untuk mendirikan sistem manajemen mutu dan keamanan pangan di organisasinya. Langkah yang diambil pertama kali oleh PT Gula Rafinasi A adalah dengan meminta bantuan Premysis Consulting untuk mendirikan sistem manajemen tersebut. PT Gula Rafinasi A memiliki dua kepengurusan organisasi yang berbeda, yaitu kantor pusat dan pabrik. Kepengurusan kantor berfungsi menangani proses bisnis, administrasi, dan transaksi dengan pelanggan. Kepengurusan pabrik berfungsi untuk menangani produksi gula rafinasi. Kedua area ini diterapkan sistem manajemen terpadu ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005 oleh PT Gula Rafinasi A Sebagai penyeragam arah dan tujuan organisasi bagi setiap manajer dan karyawan, PT Gula Rafinasi A memiliki visi dan misi. Visi dari PT Gula Rafinasi A adalah menjadi perusahaan gula rafinasi terkemuka di Indonesia sebelum tahun 2012 yang dapat memenuhi kebutuhan gula berkualitas tinggi dan sesuai standar mutu dan keamanan pangan. Misi yang dibawa PT Gula Rafinasi A ada 5, yaitu: 1) pelanggan memperoleh gula produk yang sesuai standar mutu dan keamanan pangan, 2) pelanggan dapat
menerima gula produk yang sesuai
standar mutu dan keamanan pangan secara tepat waktu, 3) PT Gula Rafinasi A mengembangkan dan membina karyawan/karyawati agar dapat bersaing di level internasional, 4) PT Gula Rafinasi A berusaha terus-menerus memperbaiki sistem pengolahan limbah baik dalam bentuk padat, cair atau gas sebagai wujud kepedulian untuk menjaga lingkungan bersih dari polusi, dan 5) PT Gula Rafinasi A mengembangkan dan mengadakan program sosial untuk keluarga karyawan/masyarakat di sekitar pabrik dan seluruh Indonesia guna meningkatkan standar hidup (pendidikan, kesehatan, dan lain-lain). b. Struktur Organisasi Perusahaan PT Gula Rafinasi A memiliki dua kepengurusan organisasi yang berbeda, yaitu kepengurusan di kantor pusat dan kepengurusan di
pabrik. Pemegang kekuasaan tertinggi di PT Gula Rafinasi A berada pada tangan Direktur Utama. Selanjutnya, kekuasaan dipercayakan kepada tiga manajer puncak,yaitu Direktur Operasional (Operational Director), Direktur Keuangan dan Pembelanjaan (Finance and Purchasing Director), dan Direktur Pengembangan Sumberdaya Manusia dan Teknologi Informasi (Human Resource Development and Information Technology Director). Direktur Operasional membawahi tiga manajer, yaitu Manajer Pabrik (Factory Manager), Manajer Pemasaran (Marketing Manager), dan Manajer Pendukung Teknis dan Jaminan Mutu (Technical Support and Quality Assurance Manager). Direktur Keuangan dan Pembelanjaan membawahi Manajer Akuntansi (Accounting Manager) dan Manajer Keuangan dan Pembelanjaan (Finance
and
Purchasing
Manager).
Direktur
Pengembangan
Sumberdaya Manusia dan Teknologi Informasi membawahi Manajer Pengembangan Sumberdaya Manusia (HRD Manager) dan Manajer Teknologi Informasi (IT Manager). Penerapan sistem manajemen mutu dan keamanan pangan di PT Gula Rafinasi A membutuhkan dua jabatan baru dalam struktur organisasi yaitu MR/FSTL dan Koordinator Audit Internal (Internal Audit Coordinator). Penerapan sistem manajemen mutu dan keamanan pangan ditangani oleh tim mutu dan keamanan pangan (TMKP) PT Gula
Rafinasi
A
dengan
diketuai
oleh
seorang
Manager
Representative/Food Safety Team Leader (MR/FSTL). TMKP berisikan karyawan-karyawan yang dipilih dari beberapa departemen untuk menangani proyek penerapan ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005. Tugas dan fungsi setiap posisi di TMKP terpisah dari posisi karyawan sebenarnya. Koordinator Audit Internal bertugas untuk merancang, menjadwalkan, dan mengkoordinasikan departemen-departemen terkait untuk pelaksanaan audit internal terkait sistem mutu dan keamanan pangan di PT Gula Rafinasi A. Gambar struktur organisasi PT Gula Rafinasi A dapat dilihat pada Gambar 25.
Director
Finance & Purchasing Director
Operational Director
HRD & IT Director
MR/FSTL
Factory Manager
Internal Audit Coordinator
Marketing Manager
QA & TS Manager
Accounting Manager
Finance & Purchasing Manager
HRD&GA Manager
IT Manager
A
Marketing Spv.
Marketing Staff .
QA & TS Staff
Accounting Spv.
Inventory Control Spv.
Accounting Staff
Inventory Control Staff
Financial Analyst
Corporate Finance
Purchasing Staff
Purchasing Spv.
Purchasing Admin.
Gambar 25. Struktur Organisasi PT Gula Rafinasi A
HRD & GA Spv.
IT Spv.
HRD Staff
GA Staff
IT Staff
Driver
Courier
Office Boy
c. Produk Perusahaan Secara umum produk yang dihasilkan oleh PT Gula Rafinasi A berupa gula rafinasi yang digunakan untuk industri pangan dan minuman. Proses produksinya melalui beberapa tahapan proses, yaitu affination,
melting,
carbonatation,
filtration,
decolorization,
evaporation dan crystalization. PT Gula Rafinasi A memiliki kapasitas produksi lebih kurang 540.000 ton per tahun. PT Gula Rafinasi memproduksi gula rafinasi dengan membaginya menjadi dua kategori, yaitu Grade A untuk mutu premium dan Grade B untuk mutu standar.
C. Analisis Sistem Manajemen Terpadu di PT Gula Rafinasi A Pelaksanaan analisis sistem manajemen terpadu di PT Gula Rafinasi A menggunakan alat bantu tabel ketidaksesuaian sistem manajemen. Analisis dilakukan menjadi dua bagian, yaitu pertama untuk analisis sistem manajemen mutu berdasarkan ISO 9001:2000 dan kedua untuk analisis sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan ISO 22000:2005.
Analisis dilakukan
berdasarkan pemeriksaan dokumen, catatan, dan hasil wawancara dari pihak yang bertanggungjawab di PT Gula Rafinasi A dalam pemenuhan sistem sesuai standar. Data yang didapat selanjutnya ditabulasikan ke dalam tabel ketidaksesuaian sistem manajemen. Tabel ketidaksesuaian dibagi menjadi enam kolom tabulasi. Kolom klausul dan kriteria menunjukkan angka klausul dan judul klausul standar sistem manajemen (ISO 9001:2000 atau ISO 22000:2005). Kolom deskripsi menunjukkan penjabaran persyaratan yang diminta standar sistem manajemen. Kolom pemenuhan PT Gula Rafinasi A menunjukkan kondisi aktual yang ada di PT Gula Rafinasi A. Kolom ketidaksesuaian menunjukkan status dan alasan ketidaksesuaian sistem PT Gula Rafinasi yang ada dengan standar sistem manajemen. Kolom rujukan menunjukkan bukti berupa dokumen atau catatan terkait pemenuhan standar. Tabel analisis ketidaksesuaian sistem mutu disajikan pada Tabel 3, sedangkan tabel analisis ketidaksesuaian sistem keamanan pangan disajikan pada Tabel 4.
Tabel 3. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen mutu PT Gula Rafinasi A dengan ISO 9001:2000 ISO 9001:2000 KLAU KRITERIA SUL 4 Sistem Manajemen Mutu (SMM) 4.1 Persyaratan umum
4.2 4.2.1
Persyaratan Dokumentasi Persyaratan umum
4.2.2
Pedoman mutu
4.2. 3
Pengendalian dokumen
DESKRIPSI
PEMENUHAN PT GULA RAFINASI A
KETIDAKSESUAIAN
RUJUKAN
SMM harus: - ditetapkan - didokumentasikan - dipelihara - ditingkatkan keefektifannya
SMM sudah: - ditetapkan - didokumentasikan - dipelihara - diperbaharui untuk meningkatkan keefektifannya
Tidak ada
Company Manual
Dokumentasi SMM harus mencakup pernyataan terdokumentasi: - kebijakan mutu dan sasarannya - prosedur terdokumentasi - catatan pelaksanaan Organisasi harus menyusun dan memelihara suatu pedoman mutu yang mencakup : a) ruang lingkup SMM b) prosedur terdokumentasi c) gambaran interaksi proses dalam SMM Dokumen SMM harus dikontrol dan dicatat sesuai tipe masing-masing dokumen dan harus disetujui
Kebijakan dan sasaran mutu dan keamanan pangan, prosedur terdokumentasi, dan catatan pelaksanaan sudah tertulis di dalam Company Manual Pedoman mutu yang mencakup ruang lingkup SMM, prosedur terdokumentasi, dan gambaran interaksi proses sudah termuat dalam Company Manual
Tidak ada
Company Manual
Tidak ada
Company Manual
Document controller bertugas mengganti, menarik, dan memusnahkan dokumendokumen yang sudah tidak terpakai serta mendistribusikan dokumen ke seluruh departemen
Tidak ada
Prosedur pengendalian dokumen
Lanjutan Tabel 3. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen mutu PT Gula Rafinasi A dengan ISO 9001:2000 ISO 9001:2000 KLAU KRITERIA SUL 4.2.4 Pengendalian catatan
5
5.1
Tanggung Jawab Manajemen Komitmen Manajemen
DESKRIPSI
PEMENUHAN PT GULA RAFINASI A
KETIDAKSESUAIAN
Catatan pelaksanaan SMM perlu dipelihara untuk memberikan bukti kesesuaian terhadap keefektifannya
Data hasil catatan tersimpan dalam bentuk tertulis (fisik) dan elektronik dan dipelihata di dalam ruang dokumen
Tidak ada
Prosedur pengendalian dokumen
Manajemen puncak harus memberikan bukti tertulis komitmennya mendukung SMM
Dibuatnya surat pernyataan manajemen puncak untuk mendukung pembuatan dan pelaksanaan SMM Perusahaan memastikan seluruh persyaratan pelanggan yang ditentukan terpenuhi, dengan cara mempelajari setiap permintaan pelanggan sebelum disetujui. Perusahaan juga secara berkala melakukan rapat manajemen dan rapat tinjauan manajemen untuk meningkatkan pencapaian kepuasan pelanggan tersebut yang terukur dalam Customer Satisfaction Index sesuai kebutuhan perusahaan. Kebijakan mutu dan keamanan pangan perusahaan yang disusun Tim Manajemen Mutu dan Keamanan Pangan telah disetujui dan disahkan oleh Direktur Utama
Tidak ada
Company Manual : Tanggung jawab Manajemen
Tidak ada
Company Manual: Fokus Customer
Tidak ada
Company Manual : Kebijakan mutu dan keamanan pangan PT Gula Rafinasi A
5.2
Fokus terhadap pelanggan
Manajemen puncak harus memastikan persyaratan pelanggan ditentukan dan dipenuhi dengan tujuan meningkatkan kepuasan pelanggan (lihat 7.2.1 dan 8.2.1)
5.3
Kebijakan mutu
Manajemen harus memastikan kebijakan mutu: - sesuai sasaran organisasi - mencakup komitmen - menyediakan kerangka kerja - dikomunikasikan - ditinjau
RUJUKAN
Lanjutan Tabel 3. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen mutu PT Gula Rafinasi A dengan ISO 9001:2000 ISO 9001:2000 KLAU KRITERIA SUL 5.4 Perencanaan 5.4.1 Sasaran mutu
5.4.2
Perencanaan SMM
5.5
Tanggung jawab, wewenang, dan komunikasi Tanggung jawab dan wewenang
5.5.1
5.5.2
Wakil Manajemen /Management Representative
DESKRIPSI
PEMENUHAN PT GULA RAFINASI A
KETIDAKSESUAIAN
RUJUKAN
- Company Manual: Sasaran Mutu dan Keamanan Pangan - Sasaran Mutu dan Keamanan Pangan tiaptiap Departemen - Company Manual: Sasaran Mutu dan Keamanan Pangan - Company Manual: Lampiran, Business Process Mapping
Manajemen puncak harus memastikan sasaran mutu, termasuk yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan produk (lihat 7.1.a) ditetapkan pada fungsi dan tingkat yang relevan di perusahaan Manajemen puncak harus memastikan SMM dilaksanakan dan dipelihara
Sasaran mutu direncanakan, didiskusikan, dan ditetapkan oleh manajer dari tiap Departemen
Tidak ada
Perusahaan sudah menetapkan dan mendokumentasikan aliran proses bisnis dan menyesuaikannya dengan ISO 9001:2000. Setiap sasaran mutu yang ditetapkan merupakan bagian perencanaan SMM PT Gula Rafinasi A
Tidak ada
Manajemen puncak harus memastikan bahwa tanggung jawab dan wewenang ditetapkan dan dikomunikasikan didalam perusahaan
Tanggung jawab, wewenang dan hubungan antarbagian dibuat melalui struktur organisasi dalam Company Manual. Rincian tanggung jawab dan wewenang dibuat dalam Job Description Wakil manajemen sistem mutu (Management Representative/ MR) sekaligus merangkap ketua tim keamanan pangan
Tidak ada
Job Description
Tidak ada
Surat pengangkatan FSTL/MR
Manajemen puncak harus menunjuk seorang wakil manajemen, di luar tanggung jawabnya yang lain, yang memiliki tanggung jawab dan
Lanjutan Tabel 3. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen mutu PT Gula Rafinasi A dengan ISO 9001:2000 ISO 9001:2000 KLAU KRITERIA SUL 5.5.2 (MR)
5.5.3
Komunikasi internal
5.6
Tinjauan manajemen Umum
5.6.1
5.6.2
Masukan Tinjauan
DESKRIPSI
PEMENUHAN PT GULA RAFINASI A
KETIDAKSESUAIAN
RUJUKAN
wewenang : a) memastikan proses yang diperlukan ditetapkan, diimplementasikan, dan dipelihara b) melaporkan ke manajemen puncak tentang kinerja SMM dan perbaikan yang diperlukan c) memastikan peningkatan kesadaran akan persyaratan pelanggan di seluruh organisasi
(Food Safety Team Leader /FSTL) sebagai orang yang bertanggung jawab dalam memimpin sistem manajemen mutu dan keamanan pangan di perusahaan telah diangkat melalui surat pengangkatan
Manajemen puncak harus memastikan bahwa proses komunikasi yang sesuai ditetapkan dalam organisasi dan komunikasi terjadi berkenaan dengan keefektifan sistem manajemen mutu
Pembuatan Communication Plan yang memuat aturan halhal yang harus dikomunikasikan ke departemen-departemen di dalam perusahaan jika terjadi perubahan yang mempengaruhi SMM
Tidak ada
Communication Plan: komunikasi internal
Manajemen puncak harus meninjau ulang SMM perusahaan pada selang waktu yang direncanakan, untuk memastikan kesesuaian, kecukupan dan keefektifan yang berkesinambungan. Masukan untuk tinjauan manajemen harus meliputi informasi : a) hasil audit
Minimal 1 kali dalam setahun manajemen melakukan Rapat Tinjauan Manajemen.
Tidak ada
Company Manual: Tinjauan Manajemen
Masukan untuk tinjauan manajemen berasal dari hasil audit internal dan eksternal,
Tidak ada
Company Manual: Input Tinjauan
Lanjutan Tabel 3. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen mutu PT Gula Rafinasi A dengan ISO 9001:2000 ISO 9001:2000 KLAU KRITERIA SUL 5.6.2 Masukan Tinjauan
5.6.3
Keluaran Tinjauan
6
Manajemen sumber daya Ketersediaan sumber daya
6.1
6.2
Sumber daya manusia
6.2.1
Umum
DESKRIPSI
PEMENUHAN PT GULA RAFINASI A
KETIDAKSESUAIAN
RUJUKAN
b) umpan balik pelanggan c) kinerja proses dan kesesuaian produk d) status tindakan pencegahan dan koreksi e) tindak lanjut dari tinjauan manajemen sebelumnya f) perubahan yang bisa mempengaruhi SMM g) rekomendasi untuk perbaikan Hasil dari tinjauan manajemen harus meliputi keputusan dan tindakan yang berkaitan dengan: a) perbaikan keefektifan SMM b) perbaikan produk yang berhubungan dengan persyaratan pelanggan c) sumber daya yang diperlukan
analisis CSI, unjuk kerja proses, status tindakan koreksi, tindak lanjut Tinjauan Manajemen sebelumnya, rekomendasi untuk tindakan koreksi, customer complain dan evaluasinya.
Keputusan dan kebijakan terkait dengan SMM dikeluarkan setelah diadakan tinjauan manajemen. Pelaksanaan hasil tinjauan manajemen dipantau dan dilaporkan pada tinjauan berikutnya
Tidak ada
Company Manual: Output Tinjauan
Perusahaan harus menyediakan sumber daya yang cukup untuk penerapan, pemeliharaan, dan pembaharuan SMM Sumber daya juga tersedia untuk meningkatkan kepuasan pelanggan.
Sumber daya yang cukup tersedia meliputi sumber daya manusia (SDM), energi (power house), infrastruktur, dan lingkungan kerja
Tidak ada
Company Manual: Pengelolaan sumber daya
Personil yang melaksanakan pekerjaan yang mempengaruhi mutu produk harus memiliki kompetensi berdasarkan pendidikan, pelatihan, ketrampilan dan pengalaman yang sesuai.
Pelatihan untuk setiap personil yang baru berkaitan dengan SMM, dan pelatihan pengingat (refreshment) secara berkala
Tidak ada
Company Manual: Pengelolaan Sumber Daya, Sumber daya manusia
Lanjutan Tabel 3. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen mutu PT Gula Rafinasi A dengan ISO 9001:2000 ISO 9001:2000 KLAU KRITERIA SUL 6.2.2 Kompetensi, kepedulian, dan pelatihan
6.3
Infrastruktur
6.4
Lingkungan kerja
7
Realisasi produk Perencanaan realisasi produk
7.1
DESKRIPSI
PEMENUHAN PT GULA RAFINASI A
KETIDAKSESUAIAN
Perusahaan harus mengidentifikasi kompetensi yang diperlukan bagi personil yang mempengaruhi mutu produk, menyediakan tindakan peningkatan, mengevaluasi keefektifan tindakan, memastikan personilnya sadar terhadap mutu, dan memelihara catatan kompetensi personil Perusahaan harus menyediakan sumber daya yang cukup untuk pabrik dan memelihara infrastruktur yang diperlukan untuk menerapkan persyaratan standar internasional ini
Pelatihan bersertifikat mengenai kesadaran mutu dan cara-cara menjalankan sistem mutu bagi seluruh personal tim SMM. Kemudian, ilmu tersebut ditransfer oleh tim SMM kepada personil-personil di departemen untuk mencapai sasaran mutu. PT Gula Rafinasi A memiliki kantor pusat di Jakarta dan pabrik yang berlokasi di Cilegon dalam keadaan cukup baik dan memiliki prasaran yang memadai untuk menjaga proses dan mutu produknya. - Pembagian ruang dan prasarana yang teratur dan nyaman di kantor pusat - Lingkungan kerja yang aman di pabrik
Tidak ada
- Company Manual: Pengelolaan Sumber Daya, Sumber daya manusia - Sertifikat pelatihan SMM ISO 9001:2000
Tidak ada
Company Manual: Pengelolaan Sumber Daya, Infrastruktur
Tidak ada
Company Manual: Pengelolaan Sumber Daya, Lingkungan kerja
Perusahaan merencanakan proses yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk gula rafinasi yang berkualitas tinggi dan aman digunakan oleh industri makanan dan minuman pada Quality Plan, PRP Documentation dan HACCP Documentation
Tidak ada
- Company Manual: Perencanaan produk yang aman dan berkualitas - Quality Plan - PRP Documentation - HACCP Documentation - Communication plan
Perusahaan harus menyediakan sumber daya untuk penetapan, pengelolaan dan pemeliharaan lingkungan kerja yang diperlukan untuk mencapai kesesuaian terhadap persyaratan produk
Organisasi harus merencanakan dan mengembangkan proses yang diperlukan untuk realisasi produk. Perencanaan realisasi produk harus konsisten dengan persyaratan proses lain dalam sistem manajemen mutu (lihat 4.1)
RUJUKAN
Lanjutan Tabel 3. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen mutu PT Gula Rafinasi A dengan ISO 9001:2000 ISO 9001:2000 KLAU KRITERIA SUL 7.2 Proses yang berkaitan dengan pelanggan 7.2.1 Penentuan persyaratan yang berhubungan dengan produk
7.2.2
Tinjauan persyaratan yang berhubungan dengan produk
7.2.3
Komunikasi dengan pelanggan
DESKRIPSI
PEMENUHAN PT GULA RAFINASI A
KETIDAKSESUAIAN
Organisasi harus menentukan : a) persyaratan yang ditentukan pelanggan, b) persyaratan yang tidak dinyatakan pelanggan tetapi perlu untuk penggunaan yang ditentukan atau dimaksudkan, jika diketahui c) Persyaratan perundang-undangan dan peraturan yang berhubungan dengan produk, dan d) Persyaratan tambahan yang ditentukan oleh organisasi Organisasi harus meninjau persyaratan yang berkaitan dengan produk. Tinjauan ini harus dilakukan sebelum dinyatakannya komitmen organisasi untuk memasok produk kepada pelanggan
Perealisasian produk PT Gula Rafinasi A untuk memenuhi persyaratan produk secara umum menggunakan acuan - SNI 01-3140.2-2006 - European Economic Community Article 2 (EEC-2) requirements
Tidak ada
- Company Manual: Ruang lingkup - Company Manual: Perencanaan dan Realisasi Produk, Penerimaan Order - Quality Plan - HACCP Documentation
Tidak ada
Organisasi harus menentukan dan menerapkan pengaturan yang efektif untuk komunikasi dengan pelanggan yang berkaitan dengan : a) informasi produk b) pertanyaan, kontrak, atau penangan-
PT Gula Rafinasi A telah menyusun prosedur komunikasi ke pelanggan terkait informasi produk, pertanyaan, kontrak, dan penanganan pesanan di dalam communication plan
- Company Manual: Perencanaan dan Realisasi Produk - Company Manual: Perencanaan dan Realisasi Produk, Penerimaan Order - Dokumen kontrak dengan pelanggan - Communication plan: Komunikasi eksternal
Secara khusus, PT Gula Rafinasi A memenuhi spesifikasi pesanan pelanggan PT Gula Rafinasi A telah membuat prosedur peninjauan persyaratan produk akhir yang akan dipasok ke konsumen. Perusahaan memastikan bahwa persyaratan sudah lengkap dan jelas, dan perusahaan mampu memenuhi permintaan tersebut.
Tidak ada
RUJUKAN
Lanjutan Tabel 3. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen mutu PT Gula Rafinasi A dengan ISO 9001:2000 ISO 9001:2000 KLAU KRITERIA SUL 7.2.3 Komunikasi dengan pelanggan
7.3
Perancangan dan pengembangan
7.3.1
Perencanaan perancangan dan pengembangan Masukan perancangan dan pengembangan Hasil perancangan dan pengembangan
7.3.2
7.3.3
DESKRIPSI
PEMENUHAN PT GULA RAFINASI A
an pesanan, termasuk perubahan, dan c) umpan balik pelanggan, termasuk keluhan pelanggan
Selain itu, PT Gula Rafinasi A menindak lanjuti dengan serius setiap keluhan pelanggan dan memastikan keluhan ditangani dengan sebaik-baiknya. Sistem penanganan keluhan dijabar-kan dalam prosedur penanganan keluhan. PT Gula Rafinasi tidak memiliki proses perancangan dan pengembangan. Persyaratan ini termasuk di dalam pengecualian syarat ISO 9001:2000 oleh PT Gula Rafinasi A Lihat 7.3
Organisasi harus merencanakan dan mengendalikan perancangan dan pengembangan produk.
Keluaran perencanaan harus diperbarui, seiring kemajuan kegiatan perancangan dan pengembangan. Masukan yang berkaitan dengan persyaratan produk ditentukan dan catatannya dipelihara. Hasil perancangan dan pengembangan harus disajikan dalam bentuk yang bisa diverifikasi terhadap masukan perancangan dan pengembangan dan harus disetujui sebelum dikeluarkan.
KETIDAKSESUAIAN
RUJUKAN
- Company Manual: Pengukuran dan Analisa, Penanganan Keluhan Customer
Tidak ada (pengecualian)
Company Manual: Pengecualian, perancangan dan pengembangan
Lihat 7.3
Lihat 7.3
Lihat 7.3
Lihat 7.3
Lihat 7.3
Lihat 7.3
Lihat 7.3
Lihat 7.3
Lanjutan Tabel 3. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen mutu PT Gula Rafinasi A dengan ISO 9001:2000 ISO 9001:2000 KLAU KRITERIA SUL 7.3.4 Tinjauan perancangan dan pengembangan 7.3.4
7.3.5
7.3.6
7.3.7
7.4 7.4.1
Tinjauan perancangan dan pengembangan Verifikasi perancangan dan pengembangan Validasi perancangan dan pengembangan Pengendalian perubahan perancangan dan pengembangan Pembelian Proses pembelian
DESKRIPSI
PEMENUHAN PT GULA RAFINASI A
KETIDAKSESUAIAN
RUJUKAN
Pada tahap yang sesuai, tinjauan sistematis dari perancangan dan pengembangan harus dilakukan menurut penyelenggaraan yang terencana untuk : a) mengevaluasi kemampuan dari hasil rancangan dan pengembangan dalam memenuhi persyaratan, dan b) mengidentifikasi masalah dan menyarankan tindakan yang diperlukan
Lihat 7.3
Lihat 7.3
Lihat 7.3
Lihat 7.3
Lihat 7.3
Verifikasi harus dilakukan menurut pengaturan yang telah direncanakan untuk memastikan hasil telah memenuhi persyaratan. Catatan hasil verifikasi dan tindakan harus dipelihara Validasi harus dilakukan menurut pengaturan yang direncanakan untuk memastikan produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan.
Lihat 7.3
Lihat 7.3
Lihat 7.3
Lihat 7.3
Lihat 7.3
Lihat 7.3
Perubahan perancangan dan pengembangan harus diidentifikasi dan catatannya harus dipelihara. Perubahan harus dievaluasi, diverifikasi dan divalidasi, sebagaimana mestinya dan disetujui sebelum diterapkan.
Lihat 7.3
Lihat 7.3
Lihat 7.3
Organisasi harus memastikan bahwa produk yang dibeli sesuai dengan persyaratan pembelian yang ditentukan.
Perusahaan menetapkan persyaratan pembelian yang ketat untuk memastikan produk
Keterlambatan pengiriman raw sugar dalam proses pembelian menjadi
Company Manual: Perencanaan dan Realisasi Produk,
Lanjutan Tabel 3. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen mutu PT Gula Rafinasi A dengan ISO 9001:2000 ISO 9001:2000 KLAU KRITERIA SUL 7.4.1 Proses pembelian
7.4.2
Informasi pembelian
7.4.3
Verifikasi terhadap produk yang dibeli
7.5
Produksi dan Penyediaan Jasa Pengendalian produksi dan penyediaan jasa
7.5.1
DESKRIPSI
PEMENUHAN PT GULA RAFINASI A
KETIDAKSESUAIAN
RUJUKAN
Jenis dan cakupan pengendalian pada pemasok dan produk harus bergantung pada dampak produk yang dibeli pada realisasi produk berikutnya atau produk akhir.
yang dibeli benar-benar sesuai dengan permintaan. Persyaratan juga mencakup kemampuan dari pemasok. Hal ini termuat dalam Company Manual.
masalah rutin
Pembelian
Informasi pembelian harus mendeskripsikan produk yang akan dibeli, termasuk bila sesuai : a) persyaratan persetujuan produk, prosedur, proses dan peralatan b) persyaratan kualifikasi personil, dan c) persyaratan SMM Organisasi harus memastikan kecukupan persyaratan pembelian sebelum dikomunikasikan ke pemasok. Organisasi harus membuat dan mengimplementasikan pemeriksaan atau aktivitas lain yang diperlukan untuk memastikan bahwa produk yang dibeli memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.
Departemen Purchasing menerbitkan Purchase Order kepada pemasok yang telah terdaftar dan memiliki informasi produk setelah dilakukan pemeriksaan permintaan pembelian. Pembelian di luar daftar pemasok yang sudah ada dilakukan atas persetujuan Direktur. Prosedur verifikasi sudah dibuat dan dilaksanakan untuk setiap produk yang sudah dibeli perusahaan.
Keterlambatan pemeriksaan informasi raw sugar saat penerimaan yang mengakibatkan keterlambatan proses produksi menjadi masalah rutin
Company Manual: Perencanaan dan Realisasi Produk, Pembelian
Prosedur verifikasi terhadap raw sugar yang dibeli belum efektif dan efisien
- Company Manual: Perencanaan dan Realisasi Produk, Pembelian - Lembar (form) verifikasi produk
Organisasi harus merencanakan dan menjalankan produksi dan penyediaan jasa dalam kondisi yang terkendali. Kondisi yang terkendali harus mencakup, bila memungkinkan : a) ketersediaan informasi yang
Perusahaan telah menyiapkan perencanaan dan persiapan produksi yang tercatat. Perusahaan telah menentukan a. Karakteristik produk b. Ketersediaan Standard
1) Area Process Keterlambatan waktu produksi dan sering terjadinya ketidakberhasilan pemenuhan target produksi menjadi kendala produksi
Company Manual: Perencanaan dan Realisasi Produk, Perencanaan dan persiapan produksi
Lanjutan Tabel 3. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen mutu PT Gula Rafinasi A dengan ISO 9001:2000 ISO 9001:2000 KLAU KRITERIA SUL 7.5.1 Pengendalian produksi dan penyediaan jasa
7.5.2
Validasi proses produksi dan penyediaan jasa
7.5.3
Identifikasi dan Kemampuan telusur
DESKRIPSI
mendiskripsikan karakteristik produk b) ketersediaan instruksi kerja, bila perlu c) penggunaan peralatan yang sesuai d) ketersediaan dan penggunaan alat pemantauan pengukuran e) penerapan pemantauan dan pengukuran, dan f) penerapan kegiatan pelepasan, pengiriman dan pasca penyerahan
Organisasi harus memvalidasi proses apapun untuk produksi dan penyediaan jasa dimana keluaran yang dihasilkan tidak dapat diverifikasi dengan cara pemantauan ataupun pengukuran yang berurutan. Hal ini mencakup proses apapun dimana kekurangannya menjadi terlihat hanya setelah produk dipakai atau jasa telah diberikan. Jika sesuai, organisasi harus mengidentifikasi produk dengan cara yang sesuai di seluruh realisasi produk. Organisasi harus mengidentifikasi status produk sehubungan dengan persyaratan pemantauan dan
PEMENUHAN PT GULA RAFINASI A
KETIDAKSESUAIAN
Operating Procedure (SOP) dan Work Instruction (WI) c. Penggunaan peralatan yang sesuai d. Ketersediaan dan penggunaan alat pemantauan dan pengukuran e. Penerapan pemantauan dan pengukuran sesuai spesifikasi untuk menunjukkan kesesuaian f. Pelayanan kepada pelanggan Selain itu, perusahaan sudah membuat diagram alir dan daftar proses produksi beserta keterangan-keterangan yang menyertainya. PT Gula Rafinasi tidak memiliki proses terkait SMM yang perlu divalidasi. Persyaratan ini termasuk di dalam pengecualian syarat ISO 9001:2000 oleh PT Gula Rafinasi A
gula rafinasi di area process. 2) Area Warehouse Keterlambatan waktu distribusi produk akhir dari gudang produk akhir menuju tangan konsumen merupakan masalah rutin yang dihadapi di area warehouse
Perusahaan sudah memberikan identitas yang unik ke setiap produk berdasarkan grade dan batch produksi dengan mencantumkan nomor yang ditentukan sesuai pesanan. Hal
Tidak ada (pengecualian)
Tidak ada
RUJUKAN
Company Manual: Pengecualian, perancangan dan pengembangan
PRP Documentation: Identification and Traceability
Lanjutan Tabel 3. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen mutu PT Gula Rafinasi A dengan ISO 9001:2000 ISO 9001:2000 KLAU KRITERIA SUL 7.5.3 Identifikasi dan Kemampuan telusur 7.5.4
Kepemilikan pelanggan
7.5.5
Pemeliharaan produk
7.6
Pengendalian sarana pemantauan dan pengukuran
DESKRIPSI
PEMENUHAN PT GULA RAFINASI A
pengukuran. Jika mampu telusur merupakan suatu persyaratan, organisasi harus mengendalikan dan mecatat identifikasi unik dari produk (lihat 4.2.4) Organisasi harus berhati-hati dengan milik pelanggan ketika berada dibawah kendali organisasi atau ketika digunakan oleh organisasi. Organisasi harus mengidentifikasi, memverifikasi, melindungi, dan menjaga milik pelanggan yang disediakan untuk digunakan atau disatukan dalam produk. Organisasi harus memelihara kesesuaian produk selama proses internal dan pengiriman ke tempat tujuan yang ditentukan. Pemeliharaan ini harus mencakup identifikasi, penanganan,pengemasan, penyimpanan dan perlindungan. Pemeliharaan harus juga mencakup bahan pembentuk produk.
ini untuk mempermudah identifikasi dan penelusuran jika terjadi keluhan dari pelanggan
Organisasi harus menentukan pemantauan dan pengukuran yang akan dilakukan. untuk memberikan bukti dari kesesuaian produk pada persyaratan yang ditentukan.
KETIDAKSESUAIAN
RUJUKAN
PT Gula Rafinasi tidak memiliki proses terkait kepemilikan pelanggan. Persyaratan ini termasuk di dalam pengecualian syarat ISO 9001:2000 oleh PT Gula Rafinasi A
Tidak ada (pengecualian)
Company Manual: Pengecualian, perancangan dan pengembangan
Perusahaan memastikan bahan baku, bahan penunjang, dan produk jadi terpelihara mutu dan keamanan pangannya melalui sistem pergudangan, penanganan, penyimpanan dan transportasi yang baik. Tanggung jawab pemeliharaan produk dinyatakan dalam Prosedur “Penerimaan Serta Penyimpanan Raw Sugar dan Gula Produk” Pemeliharaan terhadap sarana pemantauan dan pengukuran yang dilakukan perusahaan meliputi: kalibrasi , verifikasi, perawatan
Tidak ada
Company Manual: Perencanaan dan Realisasi Produk, Pemeliharaan Material dan Pengiriman Produk
Tidak ada
Company Manual: Perencanaan dan Realisasi Produk, Pemeliharaan alat inspeksi, ukur, dan uji
Lanjutan Tabel 3. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen mutu PT Gula Rafinasi A dengan ISO 9001:2000 ISO 9001:2000 KLAU KRITERIA SUL 8 Pengukuran, Analisa, dan Peningkatan 8.1 Umum
8.2
8.2.1
8.2.2
Pemantauan dan pengukuran Kepuasan pelanggan
Audit internal
DESKRIPSI
PEMENUHAN PT GULA RAFINASI A
KETIDAKSESUAIAN
RUJUKAN
Organisasi harus merencanakan dan menerapkan proses-proses pemantauan, pengukuran, analisa dan perbaikan yang diperlukan untuk : a) untuk menyatakan kesesuaian produk b) untuk memastikan kesesuaian sistem manajemen mutu dan c) untuk secara berkesinambungan meningkatkan keefektifan SMM
MR/FSTL bersama departemen terkait telah menyiapkan datadata yang diperlukan perusahaan untuk perencanaan dan penerapan proses pemantauan, pengukuran, analisa, dan perbaikan
Tidak ada
Company Manual: Pengukuran dan Analisa
Organisasi harus memantau informasi yang berkaitan dengan persepsi pelanggan tentang apakah organisasi telah memenuhi persyaratan pelanggan. Metoda untuk memperoleh dan menggunakan informasi ini harus ditentukan Perusahaan harus melakukan audit internal pada waktu terencana untuk menentukan apakah SMM: a) sesuai aturan yang direncanakan (lihat 7.1), persyaratan ISO 9001:2000 dan persyaratan sistem manajemen mutu yang ditetapkan oleh perusahaan, dan b) efektif diterapkan dan dipelihara.
MR/FSTL bersama dengan departemen terkait bertanggungjawab untuk melakukan pengukuran dan pemantauan untuk mendapatkan gambaran atas kepuasan pelanggan Perusahaan sudah menetapkan program audit internal sistem mutu dan keamanan pangan yang terjadwal dan dilaksanakan oleh tim auditor internal. Hasil audit digunakan sebagai tinjauan manajemen guna menentukan tindakan perbaikan yang diperlukan.
Tidak ada
Company Manual: Pengukuran dan Analisa, Pengukuran dan Pemantauan
Tidak ada
Company Manual: Pengukuran dan Analisa, Audit Internal
Lanjutan Tabel 3. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen mutu PT Gula Rafinasi A dengan ISO 9001:2000 ISO 9001:2000 KLAU KRITERIA SUL 8.2.3 Pemantauan dan pengukuran proses
8.3
8.4
Pengendalian produk yang tidak sesuai
Analisa data
DESKRIPSI
PEMENUHAN PT GULA RAFINASI A
KETIDAKSESUAIAN
RUJUKAN
Organisasi harus memantau dan mengukur karakteristik produk untuk memverifikasi bahwa persyaratan produk telah terpenuhi. Ini harus dilakukan pada tahap yang sesuai pada proses realisasi produk menurut pengaturan yang telah direncanakan (lihat 7.1). Organisasi harus memastikan bahwa produk yang tidak sesuai dengan persyaratan produk diidentifikasi dan dikendalikan untuk mencegah penggunaan atau pengiriman yang tidak diinginkan. Pengendalian dan tanggung jawab dan wewenang yang terkait untuk penanganan produk yang tidak sesuai harus ditentukan dalam prosedur terdokumentasi.
Pengukuran dan pemantauan proses terhadap produksi gula rafinasi dilakukan sesuai dengan sasaran mutu. Setiap proses dan jasa yang dihasilkan, dibuatkan laporan bulanan dari proses penyediaan produk oleh semua departemen terkait. Perusahaan memastikan Produk akhir yang tidak memenuhi standar mutu dan keamanan pangan tidak diproses lanjut atau terkirim ke customer. Penanganan produk yang tidak sesuai akan mengalami tiga pilihan, yaitu: 1) diturunkan mutunya (downgrade) 2) diproses ulang 3) dimusnahkan Seluruh data yang dihasilkan dari pemantauan dan pengukuran, dianalisa oleh perusahaan untuk memberikan berbagai informasi mengenai keefektifan SMM. Analisa data memberikan informasi yang berhubungan dengan : a. Customer Satisfaction Measurement Analysis
Tidak ada
Company Manual: Pengukuran dan Analisa, Pengukuran dan Pemantauan
Tidak ada
- Company Manual: Pengukuran dan Analisa, Penanganan Produk yang Tidak Sesuai
Organisasi harus menentukan, mengumpulkan dan menganalisa data yang sesuai untuk menyatakan kesesuaian dan keefektifan sistem manajemen mutu dan untuk mengevaluasi dimana peningkatan berkesinambungan terhadap keefektifan sistem manajemen mutu dapat dilakukan.
- PRP Documentation: Rework Control
Tidak ada
Company Manual: Pengukuran dan Analisa, Analisa Data
Lanjutan Tabel 3. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen mutu PT Gula Rafinasi A dengan ISO 9001:2000 ISO 9001:2000 KLAU KRITERIA SUL 8.4 Analisa data
8.5 8.5.1
Peningkatan Peningkatan berkesinambungan
8.5.2
Tindakan Perbaikan
8.5.3
Tindakan Pencegahan
DESKRIPSI
PEMENUHAN PT GULA RAFINASI A
KETIDAKSESUAIAN
RUJUKAN
b.Kesesuaian dengan persyaratan produk c. Karakteristik dan kecenderungan penyediaan produk termasuk kemungkinan untuk tindakan pencegahan d. Kemampuan pemasok Organisasi harus secara berkesinambungan meningkatkan keefektifan dari sistem manajemen mutu melalui penggunaan kebijakan mutu, sasaran mutu, hasil audit, analisa data, tindakan perbaikan dan pencegahan dan tinjauan manajemen.
Tidak ada
Company Manual: Pengukuran dan Analisa, Peningkatan Berkesinambungan
Organisasi harus melakukan tindakan untuk menghilangkan penyebab ketidaksesuaian, untuk mencegah terulang kembali. Tindakan perbaikan harus sesuai dengan efek dari ketidaksesuaian yang terjadi.
Perusahaan secara berkesinambungan meningkatkan efektivitas Sistem Manajemen Mutu dan Keamanan Pangan melalui komunikasi internal dan eksternal, tinjauan manajemen, kebijakan, sasaran mutu, hasil audit, evaluasi dan analisa hasil verifikasi, tindakan perbaikan dan pencegahan serta pembaharuan Sistem Manajemen Mutu dan Keamanan Pangan. Perusahaan sudah menetapkan prosedur tindakan perbaikan ke seluruh departemen. Setiap tindakan perbaikan menggunakan lembar tindakan perbaikan dan pencegahan
Belum ada prosedur terdokumentasi untuk melakukan tindakan perbaikan saat masalah teknologi informasi berupa system information down
- Company Manual: Pengukuran dan Analisa, Tindakan Perbaikan
Organisasi harus menentukan tindakan untuk menghilangkan penyebab dari ketidaksesuaian potensial untuk
Perusahaan sudah menetapkan prosedur tindakan pencegahan ke seluruh departemen. Setiap
Belum ada prosedur terdokumentasi untuk melakukan tindakan
- Lembar (form) Tindakan Perbaikan dan Pencegahan Company Manual: Pengukuran dan Analisa, Tindakan Pencegahan
Lanjutan Tabel 3. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen mutu PT Gula Rafinasi A dengan ISO 9001:2000 ISO 9001:2000 KLAU KRITERIA SUL 8.5.3 Tindakan Pencegahan
DESKRIPSI
PEMENUHAN PT GULA RAFINASI A
mencegah terjadinya ketidaksesuaian tersebut. Tindakan pencegahan harus sesuai dengan efek dari masalah potensial.
laporan dari lembar tindakan perbaikan dan pencegahan dan atau hasil audit internal, digunakan untuk dianalisa demi keperluan pencegahan lebih lanjut
KETIDAKSESUAIAN
pencegahan system information down terkait masalah teknologi informasi
RUJUKAN
Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005 ISO 22000:2005 KLAU KRITERIA SUL 4 Sistem Manajemen Keamanan Pangan (SMKP) 4.1 Persyaratan umum
4.2 4.2.1
Persyaratan Dokumentasi Persyaratan umum
4.2.2
Pengendalian dokumen
4.2. 3
Pengendalian catatan
DESKRIPSI
PEMENUHAN PT GULA RAFINASI A
KETIDAKSESUAIAN
RUJUKAN
SMKP harus: - ditetapkan - didokumentasikan - dipelihara - diperbaharui jika perlu Perusahaan harus mendefinisikan ruang lingkup SMKP
SMKP sudah: -ditetapkan -didokumentasikan -dipelihara -diperbaharui jika perlu
Tidak ada
- Company Manual
Dokumentasi SMKP harus mencakup pernyataan terdokumentasi: - kebijakan keamanan pangan dan sasarannya - prosedur terdokumentasi - catatan pelaksanaan Dokumen SMKP harus dikontrol dan dicatat sesuai tipe masing-masing dokumen dan harus disetujui
Kebijakan dan sasaran mutu dan keamanan pangan, prosedur terdokumentasi, dan catatan pelaksanaan sudah tertulis di dalam Company Manual
Tidak ada
- Company Manual
Document controller mengganti, menarik, dan memusnahkan dokumen yang sudah tidak terpakai serta mendistribusikan dokumen ke seluruh departemen Data hasil catatan disimpan dalam bentuk tertulis (fisik) dan elektronik, dipelihara di ruang dokumen
Tidak ada
- Prosedur pengendalian dokumen
Tidak ada
- Prosedur pengendalian dokumen
Catatan pelaksanaan SMKP perlu dipelihara untuk memberikan bukti kesesuaian terhadap keefektifannya
Lanjutan Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005 ISO 22000:2005 KLAU KRITERIA SUL 5 Tanggung Jawab Manajemen 5.1 Komitmen Manajemen
DESKRIPSI
PEMENUHAN PT GULA RAFINASI A
KETIDAKSESUAIAN
Manajemen puncak harus memberikan bukti tertulis komitmennya mendukung SMKP
Dibuatnya surat pernyataan manajemen puncak untuk mendukung pembuatan dan pelaksanaan SMKP Kebijakan mutu dan keamanan pangan perusahaan yang dibuat Tim Keamanan Pangan telah disetujui dan disahkan oleh Direktur Utama SMKP direncanakan dan didiskusikan oleh manajer dari tiap Departemen
Tidak ada
Company Manual : Tanggung jawab Manajemen
Tidak ada
Company Manual : Kebijakan mutu dan keamanan pangan PT Gula Rafinasi A
Tidak ada
Tanggung jawab, wewenang dan hubungan antarbagian dibuat melalui struktur organisasi dalam Company Manual. Rincian tanggung jawab dan wewenang dibuat dalam Job Description Ketua tim keamanan pangan (Food Safety Team Leader/FSTL) sekaligus merangkap sebagai wakil manajemen sistem mutu (Management Representative
Tidak ada
- Company Manual: Sasaran Mutu dan Keamanan Pangan - Sasaran Mutu dan Keamanan Pangan tiaptiap Departemen Job Description
5.2
Kebijakan keamanan pangan
Manajemen harus mendefinisikan, mendokumentasikan, dan mengkomunikasikan kebijakan keamanan pangan perusahaan
5.3
Perencanaan sistem manajemen keamanan pangan
Perencanaan SMKP dilaksanakan untuk memenuhi persyaratan yang diberikan dalam pasal 4.1. dan sasaran perusahaan terkait keamanan pangan
5.4
Tanggung jawab dan wewenang
Manajemen puncak harus memastikan bahwa tanggung jawab dan wewenang ditetapkan dan dikomunikasikan didalam perusahaan
5.5
Pemimpin tim keamanan pangan
Manajemen puncak harus menunjuk seorang pimpinan tim keamanan pangan, di luar tanggung jawabnya yang lain, yang memiliki tanggung jawab dan wewenang : a) mengelola tim keamanan pangan
Tidak ada
RUJUKAN
Surat pengangkatan FSTL/MR
Lanjutan Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005 ISO 22000:2005 KLAU KRITERIA SUL 5.5 Pemimpin tim keamanan pangan
5.6 5.6.1
Komunikasi Komunikasi eksternal
DESKRIPSI
PEMENUHAN PT GULA RAFINASI A
(lihat 7.3.2) dan mengorganisir perkerjaannya, b) memastikan pendidikan dan pelatihan yang relevan dari anggota tim keamanan pangan (lihat 6.2.1), c) memastikan SMKP ditetapkan, diimplementasikan, dipelihara dan diperbaharui, dan d) melaporkan kepada manajemen puncak perusahaan tentang keefektifan dan kesesuaian SMKP
/MR) sebagai orang yang bertanggung jawab dalam memimpin sistem manajemen mutu dan keamanan pangan di perusahaan telah diangkat melalui surat pengangkatan
Perusahaan harus menetapkan dan memelihara cara-cara yang efektif untuk komunikasi dengan para pemasok, pelanggan, regulasi dan organisasi lain yang terkait
Komunikasi terhadap pemasok, pelanggan, dan regulator terjalin baik. Perencanaan komunikasi disusun dalam communication plan.Hal yang dikomunikasikan dengan pemasok adalah seleksi dan evaluasi pemasok. Hal yang dikomunikasikan dengan pelanggan adalah spesifikasi dan hasil analisa produk serta penanganan keluhan. Hal yang dikomunikasikan dengan pemerintah/badan perundangundangan yang berlaku adalah pendaftaran izin usaha dan pembaharuan undang-undang yang berkaitan dengan keamanan pangan yang relevan.
KETIDAKSESUAIAN
Tidak ada
RUJUKAN
Communication plan : komunikasi eksternal
Lanjutan Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005 ISO 22000:2005 KLAU KRITERIA SUL 5.6.2 Komunikasi internal
5.7
Persiapan dan respon tanggap darurat
5.8
Tinjauan Manajemen Umum
5.8.1
DESKRIPSI
PEMENUHAN PT GULA RAFINASI A
KETIDAKSESUAIAN
Perusahaan harus menetapkan dan memelihara cara-cara yang efektif untuk mengkomunikasikan hal-hal yang terkait dengan keamanan pangan ke seluruh perusahaan
Perusahaan menyusun sistem komunikasi internal melalui alat-alat bantu surat, memo, meeting, pengumuman, dan check list komunikasi internal. Hal-hal yang dikomunikasikan setiap ada perubahan: produk, bahan baku, sistem dan perlengkapan produksi, fasilitas, program kebersihan dan sanitasi, pengemasan, penyimpanan dan distribusi, kompetensi personil, peraturan, persyaratan pelanggan, keluhan mengenai keamanan pangan, dan kondisi lain yang berdampak pada keamanan pangan. Pembuatan prosedur respon dan tanggap darurat yang terdapat dalam PRP Documentation dan Contingency plan
Tidak ada
Communication plan : komunikasi internal
Tidak ada
PRP Documentation, Contingency plan
Minimal 1 kali dalam setahun manajemen melakukan Rapat Tinjauan Manajemen.
Tidak ada
Company Manual: Tinjauan Manajemen
Prosedur untuk mengelola situasi darurat yang potensial dan kejadiankejadian yang bisa berdampak pada keamanan pangan dan yang relevan terhadap peran perusahaan dalam rantai pangan
Manajemen puncak harus meninjau ulang SMKP perusahaan pada selang waktu yang direncanakan, untuk memastikan kesesuaian, kecukupan dan keefektifan yang berkesinambungan.
RUJUKAN
Lanjutan Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005 ISO 22000:2005 KLAU KRITERIA SUL 5.8.2 Masukan Tinjauan
5.8.3
Keluaran Tinjauan
6
Manajemen sumber daya
DESKRIPSI
PEMENUHAN PT GULA RAFINASI A
KETIDAKSESUAIAN
RUJUKAN
Masukan untuk tinjauan manajemen harus meliputi, tapi tidak hanya terbatas pada informasi : a) follow-up tindakan dari tinjauan manajemen sebelumnya, b) analisa hasil aktifitas verifikasi (lihat 8.4.2) c) perubahan keadaan yang dapat mempengaruhi keamanan pangan (lihat 5.6.2), d) situasi darurat, kecelakaan (lihat 5.7) dan withdrawal (lihat 7.10.4), e) peninjauan hasil aktifitas sistempembaharuan (lihat 8.5.2), f) tinjauan aktifitas komunikasi, termasuk umpan-balik pelanggan (lihat 5.6.1), dan g) audit atau inspeksi eksternal Hasil dari tinjauan manajemen harus meliputi keputusan dan tindakan yang berkaitan dengan: a) jaminan keamanan pangan (lihat 4.1) b) peningkatan efektifitas SMKP (lihat 8.5) c) kebutuhan sumber daya (lihat 6.1), dan d) revisi kebijakan keamanan pangan perusahaan dan sasarannya (lihat 5.2)
Masukan untuk tinjauan manajemen berasal dari hasil audit internal dan eksternal, analisis CSI, unjuk kerja proses, status tindakan koreksi, tindak lanjut Tinjauan Manajemen sebelumnya, rekomendasi untuk tindakan koreksi, customer complain dan evaluasinya
Tidak ada
Company Manual: Input Tinjauan
Keputusan dan kebijakan terkait dengan SMKP dikeluarkan setelah diadakan tinjauan manajemen. Pelaksanaan hasil tinjauan manajemen dipantau dan dilaporkan pada tinjauan berikutnya
Tidak ada
Company Manual: Output Tinjauan
Lanjutan Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005 ISO 22000:2005 KLAU KRITERIA SUL 6.1 Ketersediaan sumber daya
DESKRIPSI
PEMENUHAN PT GULA RAFINASI A
KETIDAKSESUAIAN
Perusahaan harus menyediakan sumber daya yang cukup untuk pabrik, penerapan, pemeliharaan, dan pembaharuan SMKP
Sumber daya yang cukup tersedia meliputi sumber daya manusia (SDM), energi (power house), infrastruktur, dan lingkungan kerja Pelatihan bersertifikat mengenai kesadaran dan caracara menjalankan sistem manajemen keamanan pangan bagi seluruh personal tim SMKP. Kemudian, ilmu tersebut ditransfer oleh tim SMKP kepada personil-personil di departemen untuk mencapai sasaran keamanan pangan - Sertifikat pelatihan manajemen keamanan pangan untuk personil TMKP - Bukti hadir pelatihan internal keamanan pangan untuk personil departemen terkait PT Gula Rafinasi A memiliki pabrik dengan infrastruktur bangunan cukup baik untuk menjaga keamanan pangan produknya. Lokasi pabrik jauh dari area berpolusi dan aktivitas industri lain yang mengancam keamanan pangan. Bangunan layak secara rancangan dan konstruksi. Tata letak dan aliran
Tidak ada
Company Manual: Pengelolaan sumber daya
Tidak ada
- Company Manual: Pengelolaan Sumber Daya, Sumber daya manusia
Tidak ada
- Company Manual: Pengelolaan Sumber Daya, Sumber daya manusia - Sertifikat pelatihan ISO 22000:2005 - Company Manual: Pengelolaan Sumber Daya, Infrastruktur - PRP Documentation: Pest control, Plant Structure
6.2.1
Sumber daya manusia
Tim keamanan pangan dan personal lainnya yang melakukan aktifitas yang berdampak pada keamanan pangan harus memiliki kompetensi yang sesuai. Bila bantuan tenaga ahli eksternal diperlukan, catatan persetujuan atau kontrak yang menetapkan tanggung jawab dan wewenang tenaga ahli eksternal harus ada.
6.2.2
Kompetensi, kepedulian, dan pelatihan
6.3
Infrastruktur
Perusahaan harus mengidentifikasi kompetensi yang diperlukan untuk setiap personil. Memberikan pelatihan, dan menjamin kepedulian personil terhadap relevansi aktivitas mereka terhadap keamanan pangan Perusahaan harus menyediakan sumber daya yang cukup untuk pabrik dan memelihara infrastruktur yang diperlukan untuk menerapkan persyaratan ISO 22000:2005
-
-
Infrastruktur pabrik (ventilasi) bisa dilewati burung maupun serangga ke dalam lingkungan proses produksi. Terdapat banyak celah yang terhubung ke area sehingga sangat memungkinkan
RUJUKAN
Lanjutan Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005 ISO 22000:2005 KLAU KRITERIA SUL 6.3 Infrastruktur
6.4
Lingkungan kerja
7
Perencanaan dan realisasi produk yang aman Umum
7.1
7.2
Prerequisite Programmes (PRPs)
DESKRIPSI
PEMENUHAN PT GULA RAFINASI A bahan proses produksi teratur. Penerangan dan utilitas lain yang memadai sudah terimplementasi di pabrik
Perusahaan harus menyediakan sumber daya untuk penetapan, pengelolaan dan pemeliharaan lingkungan kerja yang diperlukan untuk menerapkan persyaratan ISO 22000:2005
- Penerapan zoning di pabrik. - Pengkondisian lingkungan kerja yang aman sesuai proses pabrik.
Perusahaan harus: - merencanakan dan menetapkan proses-proses yang diperlukan untuk merealisasikan produk yang aman - menerapkan, menjalankan, dan memastikan efektivitas dari aktivitas yang sudah direncanakan dan perubahan apapun dari aktivitas tersebut. Hal ini meliputi PRP, OPRP, dan/atau HACCP plan. Kondisi dasar dan aktifitas yang diperlukan untuk memelihara lingkungan yang higienis sepanjang
PT Gula Rafinasi A menetapkan proses-proses yang diperlukan untuk merealisasikan produk yang aman dikonsumsi.
lihat ke 7.2.1, 7.2.2, dan 7.2.3
KETIDAKSESUAIAN
-
adanya kontaminasi dari area luar. Tempat cuci tangan untuk area produksi dan bagging dalam jumlah memadai belum dibangun Tidak ada
Tidak ada
lihat ke 7.2.1, 7.2.2, dan 7.2.3
RUJUKAN
Company Manual: Pengelolaan Sumber Daya, Lingkungan kerja
- Company Manual - PRP Documentation - HACCP Documentation - Communication plan
- Company Manual: Perencanaan dan Realisasi Produk,
Lanjutan Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005 ISO 22000:2005 KLAU KRITERIA SUL 7.2 Prerequisite Programmes (PRPs)
7.2.1
7.2.2
7.2.3
DESKRIPSI
rantai makanan yang sesuai untuk proses produksi, penanganan dan ketetapan produk akhir yang aman dan makanan yang aman untuk konsumsi manusia Perusahaan harus menetapkan, menerapkan, dan memelihara PRP(s) untuk membantu pengendalian a) kemungkinan munculnya bahaya keamanan pangan pada produk melalui lingkungan kerja. b) kontaminasi biologis, kimia, dan fisik pada produk, meliputi kontaminasi silang antar produk. c) tingkat bahaya keamanan pangan pada produk dan lingkungan proses PRP harus sesuai kebutuhan, ukuran dan tipe operasi, produk perusahaan dan diterapkan di seluruh sistem, baik yang diterapkan secara umum maupun khusus untuk operasi tertentu. PRP harus disahkan oleh tim keamanan pangan Saat memilih auditor dan/atau menetapkan PRP(s), perusahaan harus mempertimbangkan dan menggunakan informasi yang sesuai (contohnya persyaratan peraturan dan perundangundangan, persyaratan pelanggan, pedoman yang sudah diakui, prinsip dan aturan-aturan penerapan yang
PEMENUHAN PT GULA RAFINASI A
KETIDAKSESUAIAN
RUJUKAN
Penetapan PRP - PRP Documentation
Perusahaan sudah menetapkan PRP untuk membantu pengendalian proses agar terhindar dari bahaya keamanan pangan. Namun, perusahaan belum menerapkan keseluruhan dan memelihara PRP sesuai prosedur yang ada.
Perusahaan sudah menyesuaikan PRP yang sesuai alur proses produksi gula rafinasi.
Penetapan PRP untuk PT Gula Rafinasi A: - Mengikuti rujukan CAC/RCP 1-1969, Rev. 4-2003 - Mengikuti rujukan ISO 22000:2005 - Pemenuhan SNI 01-3140.22006, produk gula rafinasi
-
-
-
Hampir seluruh SSOP belum terlaksana dengan baik dan benar Program pengendalian hama (pest control ) belum terlaksana dengan baik Bangunan proses dan pengemasan masih memungkinkan hama masuk Tidak ada
Tidak ada
- Company Manual: Perencanaan dan Realisasi Produk, Penetapan PRP - PRP Documentation
- Company Manual: Perencanaan dan Realisasi Produk, Penetapan PRP - PRP Documentation
- Company Manual: Ruang lingkup - Company Manual: Perencanaan dan Realisasi Produk, PenetapanPRP - PRP Documentation
Lanjutan Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005 ISO 22000:2005 KLAU KRITERIA SUL 7.2.3
7.3
7.3.1
Langkah pendahuluan untuk analisis bahaya Umum
7.3.2
Tim keamanan pangan
7.3.3
Karakteristik produk
DESKRIPSI
PEMENUHAN PT GULA RAFINASI A
KETIDAKSESUAIAN
Semua informasi yang relevan yang dibutuhkan untuk melakukan analisa bahaya harus dikumpulkan, disimpan, diperbarui, dan didokumentasikan. Catatan harus disimpan.
Semua data dan informasi yang relevan disimpan dalam bentuk data tertulis dan elektronik
Tidak ada
Sebuah tim keamanan pangan harus dibentuk. Tim keamanan pangan harus mempunyai suatu kombinasi pengetahuan dan pengalaman yang multi-disiplin dalam menetapkan dan menerapkan SMKP. Hal ini meliputi, tapi tidak terbatas pada, produk yang dihasilkan oleh perusahaan, proses, peralatan, dan bahaya keamanan pangan dalam ruang lingkup SMKP. Catatan yang menunjukkan bahwa tim keamanan pangan mempunyai pengetahuan dan pengalaman harus disimpan (lihat 6.2.2)
Tim keamanan pangan sekaligus tim mutu sudah dibentuk oleh MR/FSTL dan disahkan oleh Direktur Utama
Tidak ada
Penetapan karakteristik bahan baku utama, bahan penunjang,
Tidak ada
RUJUKAN
diterapkan oleh Codex Alimentarius Commission (Codex), serta standarstandar nasional, internasional, atau sektoral).
- Company Manual: Perencanaan dan Realisasi Produk, Langkah Awal Penerapan HACCP, Analisa Bahaya - Company Manual: Perencanaan dan Realisasi Produk, Langkah Awal Penerapan HACCP, Pembentukan Tim Keamanan Pangan - HACCP Documentation
- Company Manual: Perencanaan dan
Lanjutan Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005 ISO 22000:2005 KLAU KRITERIA SUL
DESKRIPSI
PEMENUHAN PT GULA RAFINASI A
KETIDAKSESUAIAN
RUJUKAN
Lihat ke 7.3.3
Tidak ada
Realisasi Produk, Langkah Awal Penerapan HACCP, Penetapan Karakteristik Bahan Baku Utama, Bahan Penunjang/Kemas dan Produk Akhir - HACCP Documentation HACCP Documentation
Lihat ke 7.3.3
Tidak ada
HACCP Documentation
Penetapan tujuan pengguna disebutkan dalam Company Manual. Penjelasan tujuan pengguna yang terdapat dalam Company Manual berada di HACCP Documentation
Tidak ada
Diagram alir proses beserta deskripsinya didokumentasikan dalam HACCP Documentation. Prosedur dan hasil verifikasi
Tidak ada
- Company Manual: Perencanaan dan Realisasi Produk, Langkah Awal Penerapan HACCP, Menentukan Rencana Penggunaan dan Target Pengguna - HACCP Documentation HACCP Documentation
dan produk akhir disebutkan dalam Company Manual. Karakteristik tersebut dijelaskan dalam HACCP Documentation
7.3.3.1
7.3.3.2
Bahan baku, ingredien, dan material yang kontak dengan produk Karakteristik produk akhir
7.3.4
Tujuan penggunaan
7.3.5
Diagram alir, tahapantahapan proses dan tindakan
Seluruh bahan baku, ingridien, material yang kontak dengan produk harus dideskripsikan sampai sejauh yang diperlukan dalam dokumen untuk melakukan analisa bahaya Karakteristik produk akhir harus dideskripsikan dalam dokumentasi untuk pelaksanaan analisis bahaya Pengguna yang dituju, penanganan produk akhir yang diharapkan dan kemungkinan kesalahan penanganan dan penggunaan dari produk akhir harus dipertimbangkan dan dideskripsikan dalam dokumen untuk analisis bahaya
Lanjutan Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005 ISO 22000:2005 KLAU KRITERIA SUL 7.3.5 pengendalian 7.3.5.1
Diagram alir
7.3.5.2
Deskripsi tahapantahapan proses dan tindakan pengendalian
7.4 7.4.1
Analisis bahaya Umum
7.4.1
Umum
7.4.2
Identifikasi bahaya dan penentuan tingkat
DESKRIPSI
Diagram alir harus dipersiapkan untuk produk atau kategori proses yang termasuk dalam SMKP. Diagram alir harus memberikan dasar untuk mengevaluasi kemungkinan terjadinya, peningkatan, atau munculnya bahaya keamanan pangan Tindakan pengendalian yang ada, parameter-parameter proses, dan/atau ketepatan dengan yang diaplikasikan, atau prosedur-prosedur yang mungkin mempengaruhi keamanan pangan, harus dideskripsikan sampai sejauh yang diperlukan untuk melakukan analisa bahaya (lihat 7.4).
Tim keamanan pangan harus mengadakan analisa bahaya untuk menentukan bahaya yang mana yang perlu dikendalikan, tingkat pengendalian yang diperlukan untuk memastikan keamanan pangan, dan kombinasi tindakan pengendalian yang mana untuk yang diperlukan. .
PEMENUHAN PT GULA RAFINASI A
KETIDAKSESUAIAN
RUJUKAN
dan perbaruan juga terdapat dalam HACCP Documentation Lihat ke 7.3.5
Tidak ada
HACCP Documentation
Lihat ke 7.3.5
Tidak ada
HACCP Documentation
Analisis bahaya dilakukan oleh tim keamanan pangan dengan pengamatan langsung terhadap kondisi proses pengolahan dan informasi terbaru mengenai keamanan pangan
Tidak ada
HACCP Documentation
Identifikasi bahaya dan penentuan tingkat penerimaan sudah tercatat di HACCP Documentation
Tidak ada
HACCP Documentation
Lanjutan Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005 ISO 22000:2005 KLAU KRITERIA SUL 7.4.2 penerimaan 7.4.2.1
7.4.2.2
7.4.2.3
7.4.3
Penilaian bahaya
DESKRIPSI
Semua bahaya keamanan pangan yang mungkin terjadi sehubungan dengan jenis produk, jenis proses, dan fasilitas pemrosesan yang aktual harus diidentifikasi dan dicatat Saat mengidentifikasi bahaya, pertimbangan harus dilakukan terhadap a) tahapan-tahapan yang melanjutkan dan mengikuti kegiatan operasional yang telah disebutkan; b) peralatan proses, utilitas/pelayanan, dan lingkungan sekitar; c) hubungan lanjutan dan yang mengikuti dalam rantai makanan Untuk setiap bahaya keamanan pangan yang diidentifikasi, tingkat penerimaan bahaya keamanan pangan pada produk akhir harus ditentukan bila memungkinkan. Suatu penilaian bahaya harus dilakukan untuk menentukan: - setiap bahaya keamanan pangan (lihat 7.4.2) - penghilangan atau pengurangan bahaya sampai tingkat yang dapat diterima - pengendalian untuk tercapainya tingkat penerimaan yang telah ditentukan.
PEMENUHAN PT GULA RAFINASI A
KETIDAKSESUAIAN
RUJUKAN
Lihat 7.4.2
Tidak ada
HACCP Documentation
Lihat 7.4.2
Tidak ada
HACCP Documentation
Lihat 7.4.2
Tidak ada.
HACCP Documentation
Penilaian bahaya dilakukan dengan cara pengolahan data informasi keamanan pangan terbaru. Acuan yang dipakai berupa syarat peraturan perundang-undangan pangan terbaru, standar internasional gula rafinasi, konsultan keamanan pangan, dan informasi keamanan pangan lainnya yang relevan.
Tidak ada
HACCP Documentation
Lanjutan Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005 ISO 22000:2005 KLAU KRITERIA SUL 7.4.3 Penilaian bahaya
7.4.4
7.5
Pemilihan dan penilaian tindakan pengendalian
Penentuan Operational Prerequisite Programme (OPRP)
DESKRIPSI
Setiap bahaya keamanan pangan harus dievaluasi sesuai dengan keparahan dampak buruk terhadap kesehatan yang mungkin terjadi dan kemungkinan hal itu terjadi. Metodologi yang digunakan harus dideskripsikan, dan hasil penilaian bahaya keamanan pangan harus dicatat. Berdasarkan pada penilaian bahaya 7.4.3, kombinasi tindakan pengendalian yang sesuai harus dipilih yang dapat mencegah, menghilangkan, atau mereduksi bahaya keamanan pangan sampai tingkat penerimaan yang telah ditetapkan.
Operational PRP harus didokumentasikan dan harus meliputi informasi berikut untuk tiap program: a) bahaya keamanan pangan yang dikendalikan oleh program tersebut; b) tindakan pengendalian (lihat 7.4.4); c) prosedur pemantauan yang menunjukkan bahwa operational PRPs diterapkan; d) koreksi langsung dan tindakan korektif yang dilakukan jika
PEMENUHAN PT GULA RAFINASI A
KETIDAKSESUAIAN
RUJUKAN
Tindakan koreksi langsung dan tindakan pengendalian yang dapat mencegah bahaya keamanan pangan dicatat dalam HACCP Documentation
Rujukan dari klausul 7.5
HACCP Documentation
Penentuan dan pendokumentasian OPRP dicatat dalam Company Manual dan dijelaskan dalam HACCP Documentation
Pengendalian kendaraan pengangkut produk akhir belum ditentukan. Kendaraan pengangkut ini sering ditemukan dalam kondisi tidak bersih sebelum digunakan untuk mengangkut produk akhir dari gudang menuju konsumen. Salah satu proses yang termasuk di dalam OPRP belum mendapatkan tindakan pengendalian. Ketidaksesuaian merujuk ke klausul 7.4.4
- Company Manual: Perencanaan dan Realisasi Produk, Penetapan Sistem HACCP, OPRP - HACCP Documentation
Lanjutan Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005 ISO 22000:2005 KLAU KRITERIA SUL 7.5
7.6
Menetapkan HACCP Plan
7.6.1
HACCP Plan
7.6.2
Identifikasi critical control points (CCP) Penentuan batas kritis untuk critical
7.6.3
DESKRIPSI
PEMENUHAN PT GULA RAFINASI A
KETIDAKSESUAIAN
RUJUKAN
HACCP Plan disusun oleh tim keamanan pangan, dan diinformasikan ke Departemen yang bersangkutan untuk dilaksanakan HACCP Documentation dibuat untuk setiap area. Informasi bahaya keamanan pangan, tindakan pengendalian, batas kritis, prosedur pemantauan, koreksi langsung, tanggung jawab dan wewenang serta catatan hasil pemantauan dimuat dalam dokumen. Dokumen dibuat dalam bahasa Indonesia dengan catatan, beberapa istilah yang familiar dalam bahasa Inggris tidak diterjemahkan
Tidak ada
HACCP Documentation
Tidak ada
HACCP Documentation
Identifikasi CCP dicatat dalam HACCP Documentation
Tidak ada
HACCP Documentation
Tidak ada (Lihat 7.4.2.3)
HACCP Documentation
pemantauan menunjukkan bahwa operational PRPs tidak terkontrol (lihat masing-masing, 7.10.1 dan 7.10.2); e) tanggung jawab dan wewenang; f) catatan hasil pemantauan
HACCP plan harus didokumentasikan dan harus meliputi informasi berikut untuk setiap critical control point (CCP) yang teridentifikasi: a) bahaya keamanan pangan yang dikendalikan dengan CCP (lihat 7.4.4); b) tindakan pengendalian (lihat 7.4.4); c) batas kritis (lihat 7.6.3); d) prosedur pemantauan (lihat 7.6.4); e) koreksi langsung dan tindakan korektif yang dilakukan jika batas kritis terlampaui; f) tanggung jawab dan wewenang; g) catatan hasil pemantauan. Untuk setiap bahaya yang dikendalikan dengan HACCP plan, CCP harus diidentifikasi untuk tindakan pengendalian yang telah ditetapkan Batas kritis harus ditentukan untuk pemantauan yang telah ditetapkan untuk setiap CCP.
Penentuan batas kritis CCP dicatat dalam HACCP Documentation
Lanjutan Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005 ISO 22000:2005 KLAU KRITERIA SUL 7.6.3 control point (CCP)
7.6.4
Sistem pemantauan untuk critical control point (CCP)
DESKRIPSI
Batas kritis harus ditentukan untuk memastikan bahwa tingkat penerimaan bahaya keamanan pangan yang teridentifikasi pada produk akhir (lihat 7.4.2) tidak terlampaui. Batas kritis harus dapat diukur. Alasan pemilihan batas kritis harus didokumentasikan. Batas kritis berdasarkan data subyektif (seperti inspeksi visual produk, proses, penanganan, dll) harus didukung oleh instruksi atau spesifikasi dan/atau pendidikan dan pelatihan Suatu sistem pemantauan harus dibuat untuk setiap CCP untuk menunjukkan bahwa CCP dalam keadaan terkendali. Sistem harus meliputi semua pengukuran atau observasi yang terjadwal sehubungan dengan batas kritis.
PEMENUHAN PT GULA RAFINASI A
KETIDAKSESUAIAN
RUJUKAN
Sistem pemantauan CCP(s) dilakukan operator proses. Bila terjadi penyimpangan ambil tindakan yang diperlukan dan lapor ke kepala shift (tergantung kondisi mana terlebih dahulu yang memungkinkan). Pelaporan diteruskan ke Manajer Process dan bagian Quality Assurance
Tidak ada
- Form laporan monitoring kondisi rotary pressure filter - WI (work instruction) Pengecekan kondisi filter cloth - Form laporan monitoring kondisi metal detector - IK Pengecekan kondisi metal detector - Form laporan monitoring kondisi magnetic catcher - IK Pengecekan kondisi magnetic catcher - HACCP Documentation
Lanjutan Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005 ISO 22000:2005 KLAU KRITERIA SUL 7.6.5 Tindakan saat hasil pemantauan melebihi batas kritis
7.7
Pembaharuan informasi dan dokumen pendahuluan yang menyebutkan PRPs dan HACCP plan
DESKRIPSI
PEMENUHAN PT GULA RAFINASI A
KETIDAKSESUAIAN
RUJUKAN
Koreksi langsung dan tindakan korektif terencana yang dilakukan bila batas kritis terlampaui harus disebutkan dalam HACCP plan. Tindakan tersebut harus memastikan bahwa penyebab ketidaksesuaian teridentifikasi, bahwa parameter-parameter yang dikendalikan dengan CCP telah dapat dikendalikan lagi, dan kemungkinan kejadian tersebut terulang kembali dapat dicegah (lihat 7.10.2). Prosedur terdokumentasi harus dibuat dan dipelihara untuk penanganan yang sesuai produk yang berpotensi tidak aman untuk memastikan produk-produk tersebut tidak dilepas sampai selesai dievaluasi.
Tindakan koreksi langsung dan tindakan pengendalian yang baru dicatat dalam HACCP Documentation
Tidak ada
- Form laporan monitoring kondisi rotary pressure filter - WI (work instruction) Pengecekan kondisi filter cloth - Form laporan monitoring kondisi metal detector - IK Pengecekan kondisi metal detector - Form laporan monitoring kondisi magnetic catcher - IK Pengecekan kondisi magnetic catcher - HACCP Documentation
Setelah penentuan OPRP (lihat 7.5) dan/atau HACCP plan (lihat 7.6), perusahaan harus memperbaharui informasi berikut, bila perlu: a) karakteristik produk (lihat 7.3.3); b) rencana penggunaan (lihat 7.3.4); c) diagram alir (lihat 7.3.5.1); d) tahapan-tahapan proses (lihat 7.3.5.2); e) tindakan pengendalian (lihat 7.3.5.2). Bila perlu, HACCP plan (lihat 7.6.1) dan PRP (lihat 7.2) harus diubah.
Pembaharuan informasi dilakukan setiap ada penambahan atau perubahan informasi, proses, dan kegiatan lain yang berkaitan dengan sistem keamanan pangan
Tidak ada
Company Manual: Pengukuran dan Analisa, Peningkatan, Pembaharuan Sistem Keamanan Pangan
Lanjutan Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005 ISO 22000:2005 KLAU KRITERIA SUL 7.8 Perencanaan verifikasi
7.9
Sistem kemampuan telusur (traceability)
7.10
Pengendalian tidak sesuai Koreksi langsung
7.10.1
7.10.2
Tindakan korektif
DESKRIPSI
PEMENUHAN PT GULA RAFINASI A
KETIDAKSESUAIAN
RUJUKAN
Perencanaan verifikasi harus menyebutkan tujuan, metode, frekuensi, dan tanggung jawab aktivitas verifikasi
Perencanaan verifikasi terdapat dalam Company Manual dan Verification Plan
Tidak ada
Perusahaan harus membuat dan menjalankan sistem mampu telusur yang memungkinkan identifikasi lot produk dan hubungannya dengan batch bahan baku, proses, dan catatan pengiriman. Sistem mampu telusur harus dapat mengidentifikasi bahan baku yang dapat dari pemasok langsung dan rute distribusi awal produk akhir.
Sudah dibuat prosedur kemampuan telusur dan rencana melakukan simulasi penarikan produk (mock recall) untuk mengetahui keefektifan sistem kemampuan telusur
Tidak ada
Perusahaan harus memastikan bahwa saat batas kritis untuk CCP(s) terlampaui, atau bila kehilangan kendali operational PRP(s), produk yang terpengaruh diidentifikasi dan dikendalikan sehubungan dengan penggunaan dan pelepasan produk tersebut. Data yang berasal dari pemantauan operational PRP dan CCP harus dievaluasi oleh orang yang telah ditetapkan yang mempunyai pengetahuan yang cukup (lihat 6.6) dan wewenang (lihat 5.4) untuk memulai tindakan korektif.
Perusahaan sudah menetapkan prosedur tindakan koreksi langsung di HACCP Documentation
Tidak ada
HACCP Documentation
Perusahaan sudah menetapkan prosedur tindakan korektif di HACCP Documentation
Tidak ada
HACCP Documentation
- Company Manual: Perencanaan dan Realisasi Produk, Perencanaan Verifikasi - Verification Plan - PRP Documentation, Identification and Traceability - Keluaran Tinjauan Manajemen
Lanjutan Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005 ISO 22000:2005 KLAU KRITERIA SUL 7.10.2 Tindakan korektif
7.10.3
7.10.3.1
7.10.3.2
Penanganan produk yang berpotensi tidak aman Umum
Evaluasi penarikan produk
DESKRIPSI
PEMENUHAN PT GULA RAFINASI A
KETIDAKSESUAIAN
RUJUKAN
Perusahaan sudah menerapkan prosedur tindakan dalam menangani produk yang tidak sesuai dan berpotensi tidak aman di dalam Company Manual dan PRP Documentation
Tidak ada
- Company Manual: Pengukuran dan Analisa, Penanganan Produk yang Tidak Sesuai - PRP Documentation: Hold and Release - PRP Documentation: Re-Work Control - PRP Documentation: Product Recall
Perusahaan sudah menerapkan prosedur tindakan mengevaluasi produk berpotensi tidak aman dengan tiga keputusan, yaitu pending, reject, dan release di
Tidak ada
PRP Documentation: Hold and Release
Tindakan korektif harus dimulai saat batas kritis terlampaui (lihat 7.6.5) atau saat kurangnya kesesuaian dengan operational PRP
Perusahaan harus menangani produk tidak sesuai dengan mencegah produk yang tidak sesuai memasuki rantai makanan kecuali bila dapat dipastikan bahwa a) bahaya keamanan pangan yang menjadi perhatian telah dikurangi sampai batas yang telah ditentukan; b) bahaya keamanan pangan yang menjadi perhatian akan dikurangi sampai tingkat penerimaan yang telah ditentukan (lihat 7.4.2) sebelum memasuki rantai makanan; c) produk masih sesuai dengan tingkat penerimaan bahaya keamanan pangan yang telah ditetapkan meskipun terjadi ketidaksesuaian Setiap lot produk yang terpengaruh oleh ketidaksesuaian hanya boleh dilepas sebagai produk aman setelah hal-hal berikut dijalankan: a) bukti selain sistem pemantauan menunjukkan bahwa tindakan
Lanjutan Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005 ISO 22000:2005 KLAU KRITERIA SUL 7.10.3.2 Evaluasi penarikan produk
7.10.3.3
Pembuangan produk yang tidak sesuai
7.10.3.4
Penarikan
DESKRIPSI
pengendalian sudah efektif; b) bukti menunjukkan bahwa efek kombinasi dari tindakan pengendalian untuk produk tertentu sesuai dengan kinerja yang diinginkan (yaitu tingkat penerimaan yang telah ditetapkan sesuai dengan 7.4.2); c) hasil sampling, analisa, dan/atau aktivitas verifikasi yang lain menunjukkan bahwa lot produk yang terpengaruh memenuhi tingkat penerimaan yang telah ditetapkan untuk bahaya keamanan pangan yang menjadi perhatian Setelah evaluasi dilakukan, jika lot produk tidak memungkinkan untukdilepas, produk harus ditangani dengan salah satu cara berikut: a) pengerjaan ulang atau pemrosesan lanjut di dalam atau di luar perusahaan untuk memastikan bahwa bahaya keamanan pangan dihilangkan atau dikurangi ke tingkat yang bisa diterima; b) penghancuran dan/atau pembuangan sebagai limbah. Untuk memungkinkan dan memfasilitasi penarikan lot produk akhir yang telah diidentifikasi sebagai produk yang tidak aman secara menyeluruh dan cepat a) manajemen puncak harus menunjuk
PEMENUHAN PT GULA RAFINASI A
KETIDAKSESUAIAN
RUJUKAN
dalam PRP Documentation, Hold and Release
Perusahaan sudah menerapkan prosedur pengerjaan ulang kembali produk yang tidak sesuai
Tidak ada
PRP Documentation: Re-Work Control
Perusahaan sudah menerapkan prosedur penarikan barang dan rencana simulasi penarikan di dalam PRP Documentation, Product Recall
Tidak ada
PRP Documentation: Product Recall
Lanjutan Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005 ISO 22000:2005 KLAU KRITERIA SUL 7.10.3.4 Penarikan
DESKRIPSI
personil yang mempunyai wewenang untuk memulai proses penarikan dan personil yang bertanggung jawab untuk melaksanakan penarikan; b) perusahaan harus membuat dan menyimpan prosedur yang terdokumentasi untuk: 1) memberitahu pihak terkait (contohnya pihak yang berwenang mengatur peraturan dan perundangundangan, pelanggan, dan/atau konsumen) 2) penanganan produk yang ditarik serta produk lain yang terpengaruh yang masih menjadi stok 3) rangkaian tindakan yang dilakukan Produk yang ditarik harus diamankan atau diawasi sampai dihancurkan, digunakan untuk tujuan selain tujuan semula, ditentukan sebagai produk yang aman untuk rencana penggunaan yang sama (atau yang lain), atau diproses ulang untuk memastikan produk tersebut aman. Penyebab, jangkauan, dan hasil penarikan harus dicatat dan dilaporkan kepada manajemen puncak sebagai masukan tinjauan manajemen (lihat 5.8.2).
PEMENUHAN PT GULA RAFINASI A
KETIDAKSESUAIAN
RUJUKAN
Lanjutan Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005 ISO 22000:2005 KLAU KRITERIA SUL 8 Validasi, verifikasi, dan peningkatan sistem manajemen keamanan pangan 8.1 Umum
8.2
Validasi kombinasi tindakan pengendalian
DESKRIPSI
Tim keamanan pangan harus merencanakan dan mengimplementasikan proses yang diperlukan untuk memvalidasi tindakan pengendalian dan/atau kombinasi tindakan pengendalian, dan untuk memverifikasi serta meningkatkan SMKP Implementasi tindakan pengendalian yang termasuk dalam OPRP dan HACCP Plan, sebelum dan setelah adanya perubahan apapun di dalamnya (lihat 8.5.2), maka organisasi harus memvalidasi bahwa : a) tindakan pengendalian yang dipilih memenuhi pengendalian tersebut untuk bahaya keamanan pangan yang dituju, b) tindakan pengendalian efektif dan mampu, dalam kombinasinya, memastikan pengendalian bahaya keamanan pangan yang diidentifikasi untuk menghasilkan produk akhir yang memenuhi acceptable level yang ditetapkan.
PEMENUHAN PT GULA RAFINASI A
Tim keamanan pangan sudah melakukan validasi tindakan pengendalian dan/atau kombinasi tindakan pengendalian, dan untuk memverifikasi serta meningkatkan SMKP Setiap CCP, tindakan pengendalian dan titik kritis diidentifikasi dan divalidasi dengan tepat dan dicatat dalam HACCP Documentation
KETIDAKSESUAIAN
RUJUKAN
Tidak ada
- Company Manual: Pengukuran dan Analisa, Validasi Tindakan Pengendalian - HACCP Documentation
Tidak ada
HACCP Documentation
Lanjutan Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005 ISO 22000:2005 KLAU KRITERIA SUL 8.3 Pengendalian pemantauan dan pengukuran
8.4 8.4.1
8.4.2
Verifikasi SMKP Audit internal
Evaluasi hasil masingmasing verifikasi
DESKRIPSI
PEMENUHAN PT GULA RAFINASI A
KETIDAKSESUAIAN
Perusahaan harus menyediakan bukti bahwa pemantauan dan metode pengukuran serta peralatan yang ditentukan memadai untuk memastikan pelaksanaan prosedur pemantauan dan pengukuran.
Perusahaan sudah membuat Verification plan yang terdapat dalam HACCP Documentation untuk tindakan pemantauan. Hasil verifikasi akan dimasukkan ke dalam HACCP Documentation. Data sementara yang ada berasal dari data pengendalian proses sebelum diterapkan SMKP.
Perusahaan harus melaksanakan audit internal pada rentang waktu yang direncanakan guna menentukan apakah SMKP : a) sesuai dengan susunan rencana, terhadap persyaratan SMKP yang ditetapkan oleh organisasi, dan terhadap persyaratan dari Standar Internasional ini, dan b) diimplementasikan dan diperbaharui secara efektif. Tim keamanan pangan harus mengevaluasi secara sistematis hasil masing-masing verifikasi yang direncanakan (lihat 7.8)
Perusahaan sudah melaksanakan audit internal untuk mengetahui keefektifan dan pelaksanaan yang benar dari SMKP
Tidak ada
- Company Manual: Pengukuran dan analisa, Audit internal - PRP Documentation: Audit internal
Tim keamanan pangan sudah mengevaluasi secara sistematis hasil masing-masing verifikasi. Hasil audit internal menjadi masukan tinjauan manajemen
Tidak ada
- Company Manual: Pengukuran dan analisa, Verifikasi sistem manajemen mutu dan keamanan pangan,
Alat magnetic catcher yang ada di pabrik tidak memiliki keterangan spesifikasi akan kemampuannya dalam menarik logam-logam yang terbuat dari besi. Pemantauan dan pengukuran alat ini tidak bisa diverifikasi karena tidak ada bukti kemampuan alat yang tercatat.
RUJUKAN
HACCP Documentation
Lanjutan Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005 ISO 22000:2005 KLAU KRITERIA SUL 8.4.2 Evaluasi hasil masingmasing verifikasi 8.4.3 Analisa hasil aktifitas verifikasi
8.5 8.5.1
Peningkatan Peningkatan berkesinambu ngan
8.5.2
Pembaharuan SMKP
DESKRIPSI
PEMENUHAN PT GULA RAFINASI A
KETIDAKSESUAIAN
RUJUKAN
Evaluasi dari setiap hasil verifikasi
Tim keamanan pangan harus menganalisa hasil aktivitas verifikasi, termasuk hasil audit internal (lihat 8.4.1) dan audit eksternal.
Tim keamanan pangan sudah menetapkan prosedur analisa hasil aktivitas verifikasi
Tidak ada
- Company Manual,: Pengukuran dan analisa, Verifikasi sistem manajemen mutu dan keamanan pangan, Analisa hasil aktifitas verifikasi
Manajemen puncak harus memastikan bahwa organisasi secara berkesinambungan meningkatkan keefektifan SMKP melalui: - penggunaan komunikasi (lihat 5.6) tinjauan manajemen (lihat 5.8) - audit internal (8.4.1) - evaluasi hasil masing-masing verifikasi (lihat 8.4.2) - analisa hasil aktifitas verifikasi (lihat 8.4.3) - validasi kombinasi tindakan pengendalian (lihat 8.2) - tindakan koreksi (lihat 7.10.2) dan pembaharuan SMKP (lihat 8.5.2) Manajemen puncak harus memastikan bahwa SMKP secara berkesinambungan diperbaharui.
PT Gula Rafinasi A secara berkesinambungan meningkatkan efektivitas SMKP melalui komunikasi internal dan eksternal, tinjauan manajemen, kebijakan, sasaran mutu, hasil audit, evaluasi dan analisa hasil verifikasi, tindakan perbaikan dan pencegahan dan pembaharuan SMKP.
Tidak ada
Company Manual: Pengukuran dan analisa, Peningkatan Berkesinambungan
Tim keamanan pangan mengevaluasi sistem secara berkala setidaknya dua kali dalam setahun untuk memper-
Tidak ada
Company Manual: Pengukuran dan analisa, Pembaharuan Sistem Keamanan Pangan
Lanjutan Tabel 4. Analisis ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan ISO 22000:2005 ISO 22000:2005 KLAU KRITERIA SUL 8.5.2 Pembaharuan SMKP
DESKRIPSI
PEMENUHAN PT GULA RAFINASI A timbangkan tinjauan terhadap analisa bahaya. Hasil evaluasi diberitahukan ke manajemen puncak untuk keputusan selanjutnya
KETIDAKSESUAIAN
RUJUKAN
1. Integrasi sistem manajemen mutu dan keamanan pangan Berdasarkan kajian konsep integrasi sistem manajemen mutu dan keamanan pangan berbasis ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005, maka pembahasan integrasi kedua standar tersebut di dalam sistem manajemen terpadu PT Gula Rafinasi A difokuskan kepada lima poin utama integrasi sistem manajemen. a. Kebijakan dan Sasaran Mutu dan Keamanan Pangan Berdasarkan persyaratan ISO 9001:2000 (klausul 5.3 dan 5.4) dan ISO 22000:2005 (klausul 5.2 dan 5.3), penyusunan kebijakan dan sasaran mutu dan keamanan pangan merupakan salah satu kewajiban bagi perusahaan. Kebijakan menyeragamkan visi dan misi perusahaan bagi semua pihak di dalam perusahaan terkait mutu dan keamanan pangan. Sasaran disusun membantu masing-masing departemen untuk membantu menjalankan kebijakan perusahaan. Kebijakan mutu dan keamanan pangan PT Gula Rafinasi A diwujudkan dalam lima kata. Pertama, skilled artinya perusahaan berkewajiban meningkatkan ketrampilan dan kemampuan karyawan untuk memenuhi harapan pelanggan. Kedua, trust artinya perusahaan akan mengembangkan diri menjadi perusahaan terpercaya dalam menjalankan sistem mutu dan keamanan pangan. Ketiga, reliable artinya perusahaan berkewajiban memberi hasil terpercaya bagi semua aspek. Keempat, on time artinya perusahaan mengirimkan produk dan jasa tepat waktu. Kelima, growth artinya perusahaan senantiasa mengacu kepada perbaikan kualitas secara terus-menerus dalam perkembangan dan bekerja sama dengan semua pelanggan. Kebijakan ini disetujui oleh Direktur Utama PT Gula Rafinasi A. Sasaran mutu dan keamanan pangan PT Gula Rafinasi A disusun untuk memastikan masing-masing ketua departemen memahami dan menerapkan kebijakan mutu dan keamanan pangan. Sasaran masingmasing departemen dibuat agar mudah dipahami pada setiap fungsi dan tingkatan di bagian masing-masing.
berdasarkan lima kata acuan.
Pertama, spesific artinya setiap departemen memiliki sasaran yang khas
sesuai bidang dan tanggung jawab masing-masing. Kedua, measurable artinya
setiap
sasaran
harus
terukur
secara
obyektif
tingkat
keberhasilannya. Ketiga, achievable artinya sasaran dapat dicapai dengan mempertimbangkan kondisi yang ada di perusahaan. Keempat, reasonable/relevant artinya alasan pemilihan sasaran departemen memiliki kaitan erat dan relevan dengan mutu dan keamanan pangan. Kelima, time frame artinya setiap sasaran departemen di PT Gula Rafinasi A memiliki batasan waktu untuk dicapai. b. Wakil Manajemen/Ketua Tim Keamanan Pangan
(Management
Representative (MR)/Food Safety Team Leader (FSTL)) Berdasarkan peryaratan klausul 5.5.2 pada ISO 9001:2000. atau klausul 5.5 pada ISO 22000:2005 diperlukan seorang untuk menjadi pimpinan sistem manajemen mutu/keamanan pangan di perusahaan. Persyaratan ini telah dipenuhi oleh PT Gula Rafinasi dengan menunjuk seorang manajer sebagai pimpinan sistem manajemen mutu dan keamanan pangan (MR/FSTL). Penunjukkan posisi tersebut dibuktikan berupa surat pengangkatan MR/FSTL oleh Direktur Utama. Melalui posisi MR/FSTL yang ditempati oleh satu orang, maka tanggung jawab dan koordinasi antar departemen dalam sistem manajemen mutu dan keamanan pangan menjadi lebih terkoordinir dan efisien. c. Penyusunan dan pengendalian dokumen dan catatan Berdasarkan persyaratan klausul 4.2.3 dan 4.2.4 pada ISO 9001:2000 dan klausul 4.2.2 dan 4.2.3 pada ISO 22000:2005 penyusunan dan pengendalian dokumen berkaitan sistem mutu dan keamanan pangan harus memiliki dan mengikuti prosedur. Pemenuhan PT Gula Rafinasi A dilakukan dengan menyusun pedoman perusahaan (company manual) yang memuat secara umum, garis besar sistem manajemen mutu dan keamanan pangan PT Gula Rafinasi A. Selanjutnya, dilakukan penjabaran dokumen dari pedoman perusahaan ke tingkatan prosedur-prosedur standar operasi (SOP). Kemudian, dari prosedur-prosedur yang ada disusun dokumen pendukung yang menjelaskan secara lebih rinci tiap-tiap SOP yang ada. Dokumen
pendukung berupa instruksi kerja, jadwal operasi kerja, tabel, dan lainlain. Terakhir, penyusunan catatan atau rekaman yang dilakukan menggunakan lembar kerja (form) pada tingkat operator. Pengintegrasian dokumentasi
sistem manajemen mutu dan
keamanan pangan di PT Gula Rafinasi A mengefisienkan dokumen dan catatan yang diperlukan. Dokumen dan catatan sistem mutu dan keamanan pangan dapat departemen terkait.
dikelompokkan dan digabungkan sesuai
Penyusunan dan pengendalian dokumen dan
catatan di PT Gula Rafinasi A menjadi lebih fokus karena berada di bawah tanggung jawab seorang Document controller. Selain itu, penyimpanan dokumen dan catatan sistem manajemen mutu dan keamanan pangan di ruang dokumentasi memudahkan personil yang ingin mendapatkan informasi mutu dan keamanan pangan dari departemen lain. d. Audit Berdasarkan persyaratan klausul 8.2.2 pada ISO 9001:2000 dan klausul 8.4.1 pada ISO 22000:2005 diperlukan audit internal untuk memastikan efektifitas sistem manajemen mutu dan keamanan pangan yang diterapkan. PT Gula Rafinasi A sudah mengangkat koordinator audit internal untuk memimpin tim audit internal PT Gula Rafinasi A. Melalui tim audit internal, perusahaan berhasil menyusun program audit internal sistem mutu dan keamanan pangan yang terjadwal. Melalui pengintegrasian ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005, audit internal lebih efektif dan menyeluruh untuk kedua sistem dalam satu waktu. Melalui audit ini perusahaan dapat melihat masalah dari sudut pandang yang lebih luas. e. Tinjauan Manajemen Berdasarkan persyaratan klausul 5.6 pada ISO 9001:2000 dan 5.8 pada
ISO 22000:2005, tinjauan manajemen diperlukan untuk
menetapkan keputusan, kebijakan, dan atau aturan baru terkait efektivitas implementasi sistem manajemen mutu/keamanan pangan di perusahaan. PT Gula Rafinasi A sudah melakukan pemenuhan syarat
ini melalui pengintegrasian ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005. Hal ini berupa rapat tinjauan manajemen yang dilakukan periodik minimal sekali dalam setahun untuk membahas sistem manajemen mutu dan keamanan pangan yang berjalan. Melalui integrasi kedua standar tersebut, masukan tinjauan manajemen lebih memiliki informasi dari sudut pandang yang lebih lengkap. Hal ini bisa mengefektifkan keluaran tinjauan untuk meningkatkan penerapan sistem manajemen terpadu di PT Gula Rafinasi A. 2. Ketidaksesuaian sistem manajemen mutu Fokus permasalahan mutu yang dihadapi oleh PT Gula Rafinasi A adalah peningkatan Customer Satisfactory Index (CSI) dan penurunan jumlah Complain Per Ten Thousand Unit Sold (CPTTUS). Faktor-faktor yang mempengaruhi CSI dan CPTTUS berhasil teridentifikasi, yaitu: tingkat ketersediaan bahan baku, tingkat masalah kritis IT, tingkat ketepatan waktu dan target produksi serta tingkat ketepatan waktu distribusi. Keempat faktor ini mempengaruhi sistem mutu PT Gula Rafinasi A dalam memenuhi persyaratan ISO 9001:2000. Faktor-faktor yang mempengaruhi sistem mutu PT Gula Rafinasi A termuat dalam ruang lingkup ISO 9001:2000. Tingkat ketersediaan bahan baku termasuk dalam lingkup masalah pembelian (klausul 7.4). Masalah kritis IT di PT Gula Rafinasi A termasuk dalam lingkup tindakan koreksi (klausul 8.5.2) dan tindakan pencegahan (klausul 8.5.3). Kemudian, tingkat ketepatan waktu dan target produksi di area process termasuk dalam lingkup pengendalian produksi dan penyediaan jasa (klausul 7.5.1). Terakhir, tingkat ketepatan waktu distribusi di area warehouse juga termasuk dalam lingkup pengendalian produksi dan penyediaan jasa (klausul 7.5.1). a. Pembelian (Rujukan ISO 9001:2000 klausul 7.4.1 (proses pembelian), 7.4.2 (informasi pembelian), dan 7.4.3 (verifikasi terhadap produk yang dibeli) Pembelian bahan baku berupa raw sugar yang dilakukan PT Gula Rafinasi A memiliki kendala dalam hal ketersediaan. Masalah
ketersediaan bahan baku yang ada pada PT Gula Rafinasi A disebabkan frekuensi keterlambatan pengiriman dari sebagian pemasok bahan baku cukup tinggi dan tingkat mutu bahan baku yang bervariasi. Akibatnya, proses selanjutnya bisa tertunda. Keterlambatan pengiriman disebabkan ketidakmampuan pemasok dalam memenuhi target permintaan. Ketidakmampuan beberapa pemasok untuk memenuhi target jumlah permintaan raw sugar oleh PT Gula Rafinasi A dalam waktu yang ditentukan menyebabkan Departemen Purchasing harus mencari pemasok baru. Hal ini menyebabkan penambahan waktu dari target. Raw sugar yang dipasok ke PT Gula Rafinasi A berasal dari 80 pemasok dalam negeri. Kondisi ini menyebabkan mutu raw sugar yang diperoleh bervariasi. Variasi biasanya meliputi warna, kadar air, RH dan banyaknya kotoran. Jika raw sugar yang diperoleh dari beberapa pemasok memiliki mutu di bawah standar yang ditetapkan, mutu dari gula rafinasi yang dihasilkan menjadi rendah. Sebagai contoh, bila RH raw sugar lebih dari 65% maka akan terjadi masalah dalam penyimpanan
raw sugar.
Sifat
gula
yang higroskopis akan
menyebabkan raw sugar mudah mengkristal dan lengket. Hal ini dapat mempengaruhi proses pengolahan raw sugar menjadi gula rafinasi. b. Tindakan perbaikan (Rujukan: ISO 9001:2000 klausul 8.5.2) dan Tindakan pencegahan (Rujukan: ISO 9001:2000 klausul 8.5.3) Masalah yang terkait dengan tindakan perbaikan dan pencegahan terjadi adalah system information down, yaitu malfungsi pada sistem jaringan computer perusahaan. Akibatnya, arus informasi via internet terputus, antara pabrik di Cilegon dengan kantor pusat di Jakarta serta hubungan kantor pusat dengan klien. Departemen Information and Technology (IT) belum menyediakan rencana untuk tindakan perbaikan dan pencegahan, jika hal yang sama terulang. c. Pengendalian produksi dan penyediaan jasa (Rujukan: ISO 9001:2000 klausul 7.5.1)
i.
Area process Sistem pengendalian proses produksi di pabrik PT Gula Rafinasi A belum sesuai dengan standar ISO 9001:2000 untuk mencapai kondisi mutu optimal. Hal ini terlihat dari masalah ketepatan waktu dan target produksi yang selalu menjadi masalah rutin di area process (area produksi gula rafinasi). Departemen yang bertanggungjawab di area ini adalah Departemen Process. Masalah ketepatan waktu dan target produksi disebabkan keterlambatan bahan baku dan bahan pendukung, kondisi mesin steam yang kadang kurang berfungsi optimal, dan hasil pengukuran menggunakan alat pengukur berat di area proses kadang tidak sesuai dengan hasil sebenarnya. Masalah pertama, yaitu keterlambatan bahan baku dan pendukung
ke area process mengakibatkan proses produksi
selanjutnya menjadi tertunda. Jika keadaan ini berlanjut maka jumlah target Departemen Process tidak akan tercapai. Kondisi ini disebabkan belum terkendalinya baik cara maupun catatan pemindahan barang dari Departemen Inventory ke Departemen Process. Departemen Inventory adalah departemen yang bertugas mengendalikan keluar masuknya bahan baku, bahan pendukung, dan alat-alat lainnya di gudang penyimpanan. Masalah kedua, yaitu steam yang diperlukan untuk sumber panas dalam proses produksi kadang tidak mencapai suhu optimal untuk proses produksi. Keadaan tersebut bisa menyebabkan produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan spesifikasi mutu. Hal ini disebabkan steam yang digunakan berpengaruh terhadap proses affination, melting, refinery, pemanasan udara untuk pre dryer, dan pemanasan udara untuk dryer. Proses-proses yang membutuhkan steam tersebut, menentukan keseragaman ukuran dan kualitas kristal gula rafinasi. Masalah ketiga, kondisi alat ukur berat di area process yang kadang berbeda dengan hasil sebenarnya ketika diadakan
pemeriksaan oleh Departemen Quality Assurance (QA). Berat produk yang ditunjukkan oleh alat ukur berat di area process terkadang menunjukkan hasil yang berbeda dengan alat ukur terkalibrasi yang digunakan oleh Departemen QA untuk memeriksa berat produk. Hal ini berpengaruh ke mutu produk karena bisa menyebabkan ketidaksesuaian berat produk dengan spesifikasi. ii.
Area warehouse Sistem pendistribusian produk yang masuk dan keluar dari area warehouse (gudang penyimpanan produk akhir) belum sesuai dengan
standar
ISO
9001:2000.
Informasi
dan
status
pendistribusian yang tidak jelas dan sikap saling menunggu merupakan penyebab seringnya keterlambatan waktu distribusi. Departemen yang bertanggungjawab di area ini adalah Departemen Warehouse yang bertugas menjaga aliran masuk dan keluar produk terjaga dan tepat waktu. Hasil identifikasi menunjukkan masalah ketepatan waktu distribusi ini disebabkan beberapa hal. Ketepatan waktu dan target produksi,
administrasi
dengan
Departemen
Accounting,
pemeriksaan oleh Security, hasil uji laboratorium dari Departemen Laboratory, penghitungan
kinerja bag
kontraktor gula
loading
rafinasi
yang
yang masih
fluktuatif, lama,
dan
pengembalian bag yang tidak terjahit sempurna ke Departemen Bagging setelah pemeriksaan merupakan penyebab masalah ketepatan waktu distribusi produk. Semua masalah tersebut sangat sensitif dengan Customer Satisfaction Index (CSI) karena berhubungan langsung dengan waktu dan kepentingan konsumen. 3. Ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan Fokus permasalahan keamanan pangan yang dihadapi oleh PT Gula Rafinasi A adalah perapihan dan pelengkapan Pre Requisite Programme (PRP) yang belum sesuai, pengendalian Operational Pre Requisite Programme (OPRP) dan tindakan nyata penerapan rencana Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP Plan).
a. Pre Requisite Programme (PRP) i.
Sanitation Standard Operation Procedure (SSOP) (Rujukan: ISO 22000:2005, klausul 7.2.1) Hampir semua SSOP yang sudah ada, tidak dijalankan dengan semestinya. Masih buruknya budaya kerja seperti tidak mencuci tangan saat berurusan dengan alat-alat produksi, tidak mengenakan seragam kerja saat bekerja, peletakan peralatan pembersih belum mengikuti aturan, dan belum mengikuti aturan pembersihan dan perawatan alat-alat yang sudah dibuat. Semua kondisi tersebut belum memenuhi praktik higiene yang benar. Hal ini akan menjadi masalah utama (major problem) saat auditor sertifikasi mengetahui. Akibatnya, perusahaan tidak akan bisa menerima sertifikat ISO 22000:2005 sebelum masalah utama tersebut diselesaikan. Selain itu, auditor hanya bersedia mengaudit lagi minimal 3 bulan setelah audit pertama kali.
ii.
Pest control (Rujukan: ISO 22000:2005, klausul 6.3 dan 7.2.1) Bangunan untuk area bagging memiliki bentuk langit-langit yang tinggi. Bangunan ini masih memiliki banyak ventilasi yang tidak tertutup. Akibatnya, sering ditemukan burung atau serangga melewati area bagging Bahkan, ada kemungkinan beberapa hewan sempat membuat sarang di sela-sela ventilasi. Hal ini bisa menimbulkan bahaya kontaminasi mikroba pada produk akhir.
b.
Tindakan pengendalian Operational Pre Requisite Programme (OPRP) (Rujukan: ISO 22000:2005, klausul 7.5 poin b yang mengacu ke klausul 7.4.4) Masalah kendaraan pengangkut produk akhir PT Gula Rafinasi A menggunakan pihak eksternal untuk melakukan penyediaan jasa kendaraan angkutan untuk mendistribusikan produk akhir. Jenis kendaraan yang dipakai adalah mobil truk tertutup. Masalah yang ditemui adalah kondisi truk pengangkut sering kali tidak dalam keadaan bersih. Tanah, pasir, serpihan kayu, dan kotoran lain yang tidak teridentifikasi sering ditemui di lantai bak pengangkut tersebut. Tidak ada
jaminan dari pihak penyedia jasa angkut bahwa truk tersebut tidak digunakan untuk mengangkut produk selain produk akhir gula rafinasi. c. Rencana Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP Plan) i.
Pengendalian pemantauan dan pengukuran (Rujukan: ISO 22000:2005, klausul 8.3) PT Gula Rafinasi A melakukan pembelian magnetic catcher tanpa memiliki keterangan spesifikasi alat tersebut dari pemasok terutama mengenai kemampuan magnet dalam menarik logam. Tidak ada badan sertifikasi atau badan apapun yang bisa menerbitkan sertifikat atas kemampuan (performance) alat magnetic catcher yang dimiliki PT Gula Rafinasi A. Hal ini bisa menimbulkan masalah, sebab tidak diketahui pada batas berapa logam bisa tertarik ke alat tersebut. Kondisi yang membahayakan bisa terjadi apabila tingkat kritis bahaya logam ternyata tidak berhasil diatasi magnetic catcher.
ii.
Tindakan saat hasil pemantauan melebihi batas kritis (Rujukan: ISO 22000:2005, klausul 7.6.5) Ketentuan yang ditetapkan untuk area metal detector demi menjaga keamanan produk adalah jika terjadi penemuan produk yang ditolak metal detector sebanyak 20 karung selama 4 jam, proses produksi di lini yang sama dengan penolakan metal detector tersebut harus ditunda. Hal ini untuk memverifikasi keadaan lini produksi tersebut. Sebab, dikhawatirkan kondisi tersebut karena adanya bagian alat yang terbuat dari logam, rusak atau terlepas dan bercampur dengan aliran produk. Namun, di PT Gula Rafinasi A, prosedur penolakan produk yang efektif belum dilaksanakan. Belum ada orang yang bertanggungjawab untuk selalu siap di titik pemisahan produk yang ditolak metal detector untuk mengkomunikasikan ke bagian proses agar menunda proses produksi di lini yang sama jika terjadi penemuan produk yang ditolak sebanyak 20 karung selama 4 jam.
D. Penyusunan Solusi Alternatif Setelah melihat identifikasi ketidaksesuaian mutu dan keamanan pangan yang ada di PT Gula Rafinasi A, tim konsultan dan tim mutu dan keamanan pangan mendiskusikan solusi alternatif untuk menyelesaikan ketidaksesuaian yang teridentifikasi. Solusi alternatif disusun sesuai kondisi PT Gula Rafinasi A yang mampu mendukung penyelesaian ketidaksesuaian yang teridentifikasi. Solusi alternatif dibagi menjadi dua, yaitu solusi alternatif ketidaksesuaian sistem mutu dan solusi alternatif ketidaksesuaian sistem keamanan pangan. 1. Solusi alternatif ketidaksesuaian sistem manajemen mutu a. Pembelian (Rujukan ISO 9001:2000 klausul 7.4.1 (proses pembelian), 7.4.2 (informasi pembelian), dan 7.4.3 (verifikasi terhadap produk yang dibeli) Solusi yang bisa diberikan pertama kali untuk mengatasi ketersediaan bahan baku adalah Departemen Purchasing menetapkan prosedur pencarian pemasok baru selesai dalam 14 hari. Hal ini untuk mencegah tertundanya waktu produksi melebihi waktu optimal. Selain itu, sebagian raw sugar yang ada di gudang penyimpanan bila tidak segera diproses dikhawatirkan kelembapannya meningkat dan menyebabkan kristalisasi berlebih. Hal ini dapat menurunkan mutu dari produk akhir secara keseluruhan. Solusi berikutnya adalah Departemen Purchasing menetapkan prosedur pembuatan purchase order (PO) setelah penawaran harga diterima selesai dalam tujuh hari. Waktu tujuh hari dibutuhkan untuk menganalisa spesifikasi mutu dan keamanan raw sugar pemasok dengan spesifikasi yang ditetapkan PT Gula Rafinasi A. Penetapan PO oleh Departemen
Purchasing
melibatkan
Departemen
Laboratory
dan
Departemen Quality Assurance. Solusi yang diberikan untuk proses pembelian raw sugar ini merupakan bagian awal dari pengendalian mutu proses. Pengendalian mutu proses harus dilakukan untuk membantu pencapaian produk dan proses sesuai dengan tujuan (Juran, 1995). Pengendalian mutu proses pembelian akan mempengaruhi waktu dan mutu proses berikutnya.
b. Tindakan perbaikan (Rujukan: ISO 9001:2000 klausul 8.5.2) dan Tindakan pencegahan (Rujukan: ISO 9001:2000 klausul 8.5.3) Solusi yang bisa diberikan untuk mengatasi tindakan perbaikan dan pencegahan di area teknologi informasi adalah menyediakan backup server, backup jaringan online, mempersiapkan tim IT yang solid, mengikuti
perkembangan
IT
dalam
bentuk
pelatihan,
seminar,
majalah/buku, internet, dan lain-lain, serta mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan masalah yang timbul. Hal ini dilakukan untuk melakukan tindakan perbaikan yang efektif jika terjadi masalah kritis dan mencegah terjadinya kehilangan data yang penting. Selain itu diusahakan masalah kritis IT dapat dicegah tidak terulang lagi melalui kumpulan data permasalahan yang pernah ada di jaringan PT Gula Rafinasi A. c. Pengendalian produksi dan penyediaan jasa (Rujukan: ISO 9001:2000 klausul 7.5.1) i.
Area Process Solusi yang bisa diberikan untuk Departemen Process dalam mengatasi masalah ketepatan waktu dan target produksi untuk mengendalikan
aliran
produksi
adalah
berkoordinasi
dengan
Departemen Inventory, Departemen Technical Support, Departemen Electrical and Instrument (E&I), dan Departemen Laboratory. Departemen Process berkoordinasi dengan Departemen Inventory untuk pengefektifan prosedur pengadaan material yang digunakan untuk produksi. Kemudian, Departemen Process berkoordinasi dengan Departemen Technical Support mengenai pengadaan steam dan perawatan berkala mesin steam. Selanjutnya, Departemen Process berkoordinasi dengan Departemen E&I mengenai pengecekan berkala alat ukur dengan alat ukur terkalibrasi. Lalu, Departemen Process berkoordinasi dengan Departemen Laboratory mengenai cara-cara efektif terbaru untuk mendapatkan mutu produk sesuai spesifikasi mutu. ii.
Area Warehouse Solusi awal yang bisa diberikan adalah mengkoordinasikan Departemen Warehouse dengan Departemen Accounting, Security dan
Laboratory untuk mengefisienkan dan mengefektifkan prosedur pengeluaran produk akhir dari pabrik ke konsumen. Koordinasi dengan Departemen Accounting bertujuan untuk mengefisiensikan waktu pengeluaran surat izin keluar produk dari gudang untuk ke konsumen. Hal ini disebabkan Departemen Accounting membutuhkan kepastian terlebih dahulu mengenai bukti transaksi jual-beli produk, bukti keamanan perjalanan dari Security, dan bukti kelayakan produk dari Departemen Laboratory. Koordinasi dengan Departemen Laboratory diperlukan untuk mengatur waktu sampling produk yang tepat agar tersedia waktu yang cukup untuk melakukan keputusan, apakah produk bisa dikirim atau tidak. Koordinasi dengan Security berguna untuk memastikan tidak ada gangguan atau penyelundupan yang terjadi saat proses persiapan loading produk akhir untuk dikirim. Solusi berikutnya terkait dengan teknis pengangkutan produk akhir di
gudang.
Departemen
Warehouse
dianjurkan
meminta
surat
pernyataan kesanggupan dari para kontraktor loading untuk memenuhi target pemuatan produk akhir ke kendaraan pengangkut. Selanjutnya, Departemen Warehouse memberi arahan kepada para petugas checker agar menghitung jumlah bag gula rafinasi dengan benar dan relatif lebih cepat. Koordinasi Departemen Warehouse dengan Departemen Bagging juga diperlukan agar menghindari terlalu banyak karung produksi yang lepas jahitan. Solusi-solusi alternatif yang diberikan bertujuan agar tercapainya ketepatan waktu distribusi produk akhir konsumen. Ketepatan waktu akan menjadi salah satu pengalaman pelanggan dalam menetapkan mutu perusahaan (Kolarik,1999). Citra dan keterandalan perusahaan dalam memenuhi pesanan konsumen dalam waktu yang ditentukan akan meningkat jika sistem aliran distribusi berhasil diselesaikan. 2. Solusi Alternatif Ketidaksesuaian Sistem Manajemen Keamanan Pangan a. Pre Requisite Programme (PRPs) i.
Sanitation Standard Operation Procedure (SSOP) (Rujukan: ISO 22000:2005, klausul 7.2.1)
Solusi yang bisa diberikan untuk tidak terlaksananya hampir semua SSOP adalah melakukan audit dengan konsultan independen dari Premysis Consulting. Selanjutnya hasil temuan akan ditampilkan dan dijelaskan dengan detil di hadapan para manajer. Melalui media pertemuan tersebut diharapkan koordinator departemen yang tidak melaksanakan SSOP menyadari dan mau menerapkannya bersama bawahannya. ii.
Pest control (Rujukan: ISO 22000:2005, klausul 6.3 dan 7.2.1) Solusi yang bisa diberikan adalah perbaikan sistem ventilasi pada saat pabrik tidak beroperasi dengan memasang ventilasi tertutup atau jaring-jaring (screen). Dengan demikian, peluang investasi hama di lingkungan pabrik menjadi kecil. Hal ini penting dilakukan mengingat bahaya keamanan produk bisa disebabkan melalui kontaminasi mikroba yang bisa terbawa oleh serangga atau burung.
b. Tindakan pengendalian Operational Pre Requisite Program (OPRP) (Rujukan: ISO 22000:2005, klausul 7.5 poin b yang mengacu ke klausul 7.4.4) Masalah kendaraan pengangkut produk akhir Solusi yang bisa diusahakan adalah menyatakan dalam kontrak perjanjian bahwa pihak penyedia kendaraan pengangkut pasti menjamin bahwa kendaraan yang digunakan untuk mengangkut produk akhir tidak digunakan untuk mengangkut produk lainnya sebelum memasuki pabrik. Penegasan jaminan ini penting sebab bahaya kontaminasi silang terhadap produk akhir dapat terjadi apabila terjadi kerusakan bag selama pendistribusian. c. Rencana Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP Plan) i.
Pengendalian
pemantauan
dan
pengukuran
(Rujukan:
ISO
22000:2005, klausul 8.3) Solusi yang diberikan untuk memverifikasi kemampuan magnetic catcher yang sudah ada adalah mencari pemasok magnetic catcher untuk meminjam magnetic catcher yang sudah terkalibrasi dan tersertifikasi. Selanjutnya magnetic catcher yang dimiliki PT Gula
Rafinasi A dikalibrasi kemampuannya dengan magnetic catcher terkalibrasi. Selanjutnya dilakukan validasi terhadap proses yang menggunakan magnetic catcher. ii.
Tindakan saat hasil pemantauan melebihi batas kritis (Rujukan: ISO 22000:2005, klausul 7.6.5) Solusi yang diberikan adalah menyeleksi dan memilih orang yang kompeten untuk bertanggungjawab dan siap sedia melaksanakan prosedur metal detector. Penyeleksian berdasarkan kompetensi yang dimiliki orang tersebut. Jika dirasa masih kurang, maka diberikan pelatihan tambahan tentang prosedur penolakan barang oleh metal detector.
E. Verifikasi Sistem Manajemen Terpadu Perusahaan Setelah penyusunan solusi alternatif dilakukan, PT Gula Rafinasi A diberikan waktu lebih kurang 3 bulan untuk memperbaiki ketidaksesuaian yang ada. Selanjutnya, dilakukan verifikasi terhadap kesesuaian sistem mutu dan keamanan pangan PT Gula Rafinasi A untuk pembuktian keberhasilan solusi yang diberikan. Verifikasi dilakukan dengan melihat ketidaksesuaian yang ada pada tahapan pertama serta memperbarui sistem mutu dan keamanan pangan jika ada perubahan yang terjadi atau belum teridentifikasi pada tahap sebelumnya. 1. Verifikasi Sistem Manajemen Mutu Beberapa ketidaksesuaian sistem mutu yang teridentifikasi pada tahapan pertama semuanya sudah diperbaiki baik dengan menggunakan solusi yang diupayakan PT Gula Rafinasi A maupun dengan solusi alternatif yang diusulkan pelaksana magang bersama konsultan Premysis. Pada tahap ini dilakukan verifikasi terhadap ketidaksesuaian sistem mutu yang teridentifikasi pada tahapan pertama. a. Pembelian (Rujukan ISO 9001:2000 klausul 7.4.1 (proses pembelian), 7.4.2 (informasi pembelian), dan 7.4.3 (verifikasi terhadap produk yang dibeli) Kondisi awal tahapan pertama: Masalah ketersediaan bahan baku yang ada pada PT Gula Rafinasi A adalah frekuensi keterlambatan pengiriman
dari sebagian pemasok bahan baku cukup tinggi dan tingkat mutu bahan baku yang bervariasi. Hal ini bisa menyebabkan tertundanya proses selanjutnya. Solusi alternatif tahapan pertama: Penetapan prosedur pencarian pemasok baru oleh Departemen Purchasing selesai dalam 14 hari. Kemudian, Departemen Purchasing menetapkan prosedur pembuatan Purchase Order setelah penawaran harga diterima selesai dalam tujuh hari. Hasil verifikasi: Prosedur pencarian pemasok dan pemesanan bahan baku sudah dilaksanakan dengan benar. Masalah ketersediaan bahan baku raw sugar dapat diatasi dengan pencarian dan pemilihan pemasok serta pemesanan bahan baku oleh Departemen Purchasing yang terikat dengan waktu. Status verifikasi: Ketidaksesuaian sistem mutu terselesaikan. Melalui prosedur pencarian pemasok dan pemesanan bahan baku yang tepat waktu, masalah ketersediaan bahan baku dapat ditangani. b. Tindakan perbaikan (Rujukan: ISO 9001:2000 klausul 8.5.2) dan Tindakan pencegahan (Rujukan: ISO 9001:2000 klausul 8.5.3) Kondisi awal tahapan pertama: Masalah yang terkait dengan tindakan perbaikan dan pencegahan adalah system information down, yaitu malfungsi pada sistem jaringan computer perusahaan. Departemen Information and Technology (IT) belum menyediakan rencana untuk tindakan perbaikan dan pencegahan, jika hal yang sama terulang. Solusi alternatif tahapan pertama: Penyediaan backup server, backup jaringan
online,
mempersiapkan
tim
IT
yang
solid,
mengikuti
perkembangan IT dalam bentuk pelatihan, seminar, majalah/buku, internet, dan lain-lain, serta mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan masalah yang timbul. Hasil verifikasi: Semua rencana tindakan perbaikan dan perbaikan terkait masalah teknologi informasi sudah mulai dijalankan perusahaan di bawah tanggungjawab Departemen IT.
Status verifikasi: Ketidaksesuaian sistem mutu terselesaikan. Solusi alternatif yang diajukan ke Departemen IT dilaksanakan dengan baik. c. Pengendalian produksi dan penyediaan jasa (Rujukan: ISO 9001:2000 klausul 7.5.1) i.
Area Process Kondisi awal tahapan pertama: Masalah ketepatan waktu dan target produksi yang selalu menjadi masalah rutin di area process (area produksi gula rafinasi). Masalah ketepatan waktu dan target produksi disebabkan keterlambatan bahan baku dan bahan pendukung, kondisi mesin steam yang kadang kurang berfungsi optimal, dan hasil pengukuran menggunakan alat pengukur berat di area proses kadang tidak sesuai dengan hasil sebenarnya. Solusi alternatif tahapan pertama: Pengendalian aliran produksi melalui koordinasi dengan Departemen Inventory, Departemen Technical Support, Departemen Electrical and Instrument (E&I), dan Departemen Laboratory. Hasil verifikasi: Koordinasi antara Departemen Process, Inventory, Technical Support, Electrical and Instrument, dan Laboratory sudah berjalan dengan baik. Form komunikasi internal sudah dibuat dan dijalankan
sehingga
pengaturan
masing-masing
waktu
dan
tanggungjawab dari tiap departemen berjalan sesuai sistem mutu. Status
verifikasi:
Ketidaksesuaian sistem
mutu terselesaikan.
Ketepatan waktu dan target produksi Departemen Process teratasi dan aliran produksi berjalan sesuai sistem mutu. ii.
Area Warehouse Kondisi awal tahapan pertama: Informasi dan status pendistribusian yang tidak jelas dan sikap saling menunggu merupakan penyebab seringnya keterlambatan waktu distribusi. Masalah keterlambatan waktu distibusi sangat sensitif dengan Customer Satisfaction Index (CSI) karena berhubungan langsung dengan waktu dan kepentingan konsumen.
Solusi
alternatif
pengkoordinasian
tahapan Departemen
pertama:
Solusi
Warehouse
awal
dengan
adalah
Departemen
Accounting, Security dan Laboratory untuk mengefisienkan dan mengefektifkan prosedur pengeluaran produk akhir dari pabrik ke konsumen. Solusi berikutnya adalah memperbaiki teknis pengangkutan produk akhir di gudang. Permintaan kesanggupan kontraktor loading untuk memenuhi target pemuatan produk akhir ke kendaraan pengangkut,
peningkatan
kemampuan
petugas
checker
untuk
menghitung bag yang masuk ke kendaraan pengangkut, dan koordinasi dengan Departemen Bagging agar mengurangi kesalahan jahitan karung adalah masalah teknis yang harus diselesaikan oleh Departemen Warehouse. Hasil verifikasi: Departemen Warehouse berhasil menyelesaikan ketidaksesuaian sistem mutu yang teridentifikasi pada tahapan pertama. Proses aliran distribusi produk akhir menuju konsumen sudah teratur dan tercatat dengan baik saat dilaksanakan verifikasi. Protokol yang berlaku setelah dilakukan tindakan perbaikan memudahkan perizinan dan surat-surat yang dibutuhkan Departemen Warehouse dari Accounting, Security, dan Laboratory untuk mendistribusikan produk akhir ke konsumen. Permasalahan teknis di gudang juga terselesaikan. Kontraktor loading telah menginstruksikan dan mengawasi pekerjanya agar memenuhi target pemuatan produk akhir ke kendaraan pengangkut seperti yang diminta Departemen Warehouse. Melalui instruksi kerja yang baru, petugas checker mampu meningkatkan kemampuan menghitung produk akhir Departemen
Bagging
dengan
yang dimuat. Koordinasi
Departemen
Warehouse
mampu
menurunkan tingkat kesalahan penjahitan bag produk akhir. Status
verifikasi:
Ketidaksesuaian sistem
mutu terselesaikan.
Koordinasi dan tindakan perbaikan yang dilakukan Departemen Warehouse mampu mengatasi masalah waktu distribusi produk akhir dan masalah teknis di gudang produk akhir.
2. Verifikasi Sistem Manajemen Keamanan Pangan Beberapa ketidaksesuaian sistem keamanan pangan yang teridentifikasi pada tahapan pertama sudah diperbaiki baik dengan menggunakan solusi yang diupayakan PT Gula Rafinasi A maupun dengan solusi alternatif yang diusulkan pelaksana magang bersama konsultan Premysis. Pada tahap ini dilakukan verifikasi terhadap ketidaksesuaian sistem keamanan pangan yang berhasil diperbaiki dan yang belum diperbaiki. a. Pre Requisite Programme (PRP) i.
Sanitation Standard Operation Procedure (SSOP) (Rujukan: ISO 22000:2005, klausul 7.2.1) Kondisi awal tahapan pertama: Hampir semua SSOP yang sudah ada, tidak dijalankan dengan semestinya. Solusi alternatif tahapan pertama: Audit dengan konsultan independen dari Premysis Consulting. Hasil verifikasi: Terdapat kemajuan yang signifikan dalam penerapan SSOP di lingkungan pabrik PT Gula Rafinasi A. Sosialisasi dan penegasan dari tim keamanan pangan ke seluruh bagian perusahaan akan pentingnya pemberlakuan SSOP menjadi bagian penting berjalannya
SSOP.
Instalasi
infrastruktur
turut
mempermudah
pelaksanaan SSOP di pabrik PT Gula Rafinasi A. Berikut beberapa kemajuan yang dilakukan oleh PT Gula Rafinasi A dalam implementasi SSOP. a) Pakaian khusus dan prosedur memasuki area pabrik Penyediaan fasilitas topi berjala (net cap) dan seragam khusus PT Gula Rafinasi A untuk ruang process dan bagging sudah dilakukan. Topi berjala bermanfaat untuk mencegah terjadinya kontaminasi produk dari segala sesuatu yang berasal dari kepala manusia yang berada di kedua ruangan tersebut. Seragam khusus yang disediakan PT Gula Rafinasi A bagian atas berupa seragam kerja yang menggunakan resleting dan tidak terdapat kantong dan bagian bawah berupa celana panjang tanpa kantong. Penggunaan resleting dimaksudkan untuk mencegah risiko lepasnya kancing seperti seragam sebelumnya yang
akan terbawa ke dalam proses produksi maupun pengemasan. Penghilangan kantong pada seragam dan celana panjang dimaksudkan agar tidak ada orang yang membawa barang-barang pribadi atau barang yang tidak berhubungan dengan kepentingan produksi dan pengemasan. Prosedur untuk mengenakan topi berjala dan seragam khusus diberlakukan ke seluruh pihak, baik pekerja maupun tamu dan kontraktor yang akan memasuki bagian process maupun bagging. b) Instalasi infrastruktur di area process dan bagging Perbaikan yang dilakukan di bagian process berupa dimulainya pembangunan ruangan ganti dan loker dekat pintu masuk ruang process. Hal ini untuk mencegah, pekerja bagian process membawa barang-barang pribadi atau makanan ke dalam ruang process. Selain itu, ruang cuci tangan juga dibangun sebelum pintu masuk untuk memudahkan pekerja membersihkan tangannya sebelum memasuki ruang process. Perbaikan yang dilakukan di bagian bagging berupa pelapisan epoksi di sebagian lantai area. pembangunan loker, penyediaan sandal ganti dan pembangunan ruang penyemprotan tubuh yang sudah dilaksanakan. i.
Pelapisan epoksi di lantai bertujuan untuk mengurangi resiko pecahnya keramik yang digunakan sebelumnya. Selain itu, epoksi memiliki permukaan halus sehingga mudah dibersihkan dan tidak terdapat celah seperti pada keramik yang memungkinkan tempat berkembangnya mikroba.
ii.
Pembangunan loker untuk bagian bagging bertujuan sama halnya seperti bagian process yaitu untuk mencegah, pekerja membawa barang-barang pribadi atau makanan ke dalam ruangan.
iii.
Penyediaan sandal ganti bertujuan untuk menghindari kotoran dari luar yang dapat menyebabkan bahaya bagi keamanan pangan terbawa ke dalam ruang bagging. Karena sebagian besar proses pengemasan bersentuhan dengan lantai, penggunaan sandal bersih yang disediakan sebagai alas kaki wajib dilakukan. Hal ini untuk
mencegah terjadinya kontaminasi mikroba ke produk yang umumnya berada di tanah seperti Salmonella. Semua pihak baik pekerja maupun tamu harus mengikuti prosedur ini. iv.
Ruang penyemprotan tubuh bertujuan menghilangkan kotoran yang terbawa dan melekat pada tubuh orang yang akan memasuki ruang bagging. Ruang penyemprotan tubuh menggunakan udara bertekanan tinggi yang dihembuskan dari beberapa lubang pada ruangan tersebut agar kotoran yang melekat pada tubuh terjatuh ke lubang-lubang pembuangan yang ada di lantai.
Status
verifikasi:
Ketidaksesuaian
sistem
keamanan
pangan
terselesaikan. Sebagian besar SSOP sudah dilaksanakan sesuai ketentuan. Hanya sebagian kecil kondisi saja yang belum sesuai karena menunggu beberapa proses pembangunan infrastruktur yang sedang berjalan. Audit dengan konsultan independen dan publikasi hasil ke tinjauan manajemen dengan tujuan sebagai solusi alternatif pemberlakuan SSOP tidak perlu dilakukan. Tetapi, audit dengan konsultan independen tetap perlu dilakukan dengan tujuan melihat keseluruhan sistem mutu dan keamanan pangan yang ada di PT Gula Rafinasi A. Audit ini belum dilakukan hingga tahap kedua karena ketidaksiapan dari PT Gula Rafinasi A terkait masalah internal perusahaan. ii.
Pest control (Rujukan: ISO 22000:2005, klausul 6.3 dan 7.2.1) Kondisi awal tahapan pertama: Bangunan untuk area process memiliki bentuk langit-langit yang tinggi. Bangunan ini masih memiliki banyak ventilasi yang tidak tertutup. Akibatnya, sering ditemukan burung atau serangga melewati area process. Bahkan, ada kemungkinan beberapa hewan sempat membuat sarang di sela-sela ventilasi. Hal ini bisa menimbulkan bahaya kontaminasi mikroba pada produk akhir. Solusi alternatif tahapan pertama: Solusi yang bisa diberikan adalah perbaikan sistem ventilasi pada saat pabrik tidak beroperasi dengan memasang ventilasi tertutup atau jaring-jaring (screen). Dengan demikian, peluang investasi hama di lingkungan pabrik menjadi kecil.
Hal ini penting dilakukan mengingat bahaya keamanan produk bisa disebabkan melalui kontaminasi mikroba yang mungkin saja terbawa oleh serangga atau burung. Hasil verifikasi: Tindakan pengendalian hama sudah dilakukan dengan menggunakan pihak ketiga, yaitu perusahaan jasa pengendalian hama. Perangkap tikus dan perangkap serangga diletakkan di lokasi yang biasanya terdapat hama tersebut. Pengawasan sistem pengendalian hama dilakukan secara berkala setiap 6 bulan sekali oleh pihak ketiga. Jaring-jaring yang direncanakan untuk mencegah masuknya burung ke area bagging tidak bisa disiapkan PT Gula Rafinasi A dalam tahun ini terkait biaya. Sebagai gantinya, hampir keseluruhan proses pembuatan gula rafinasi dilakukan dalam sistem tertutup (closing system), kecuali di bagian pengemasan. Status verifikasi: Ketidaksesuaian sistem keamanan pangan belum terselesaikan. Walaupun program pengendalian hama yang dilakukan pihak ketiga di pabrik PT Gula Rafinasi A terbukti berhasil dalam mengendalikan hewan-hewan yang tidak diharapkan berada di lokasi pabrik, pembenahan infrastruktur bangunan area bagging tetap harus dilaksanakan. b. Tindakan pengendalian Operational Pre Requisite Programme (OPRP) (Rujukan: ISO 22000:2005, klausul 7.5 poin b yang mengacu ke klausul 7.4.4) i.
Masalah kendaraan pengangkut produk akhir Kondisi awal tahapan pertama: Tidak ada jaminan bahwa truk yang dipakai PT Gula Rafinasi A dari pihak eksternal tidak digunakan untuk mengangkut produk selain produk akhir gula rafinasi. Solusi alternatif tahapan pertama: Pernyataaan dalam kontrak perjanjian bahwa pihak penyedia kendaraan distribusi pasti menjamin bahwa kendaraan yang digunakan untuk mengangkut produk akhir tidak digunakan untuk mengangkut barang lain sebelum memasuki pabrik. Hasil verifikasi: PT Gula Rafinasi A tidak berhasil membuat kesepakatan kontrak dengan penyedia karena akan menambah biaya
lagi dengan perubahan kontrak yang terjadi. PT Gula Rafinasi A menyelesaikan masalah ini dengan membuat prosedur pengecekan kendaraan pengangkut dan instruksi kerja untuk personil gudang agar memastikan kondisi kendaraan layak dan bebas dari resiko kontaminasi silang untuk mengangkut produk akhir. Prosedur ini diberlakukan setiap kali terjadi pemuatan produk akhir ke kendaraan pengangkut. Alat bantu yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan kendaraan pengangkut berupa check sheet untuk personil gudang. Status
verifikasi:
Ketidaksesuaian
sistem
keamanan
pangan
terselesaikan. Prosedur pengecekan kendaraan pengangkut produk akhir yang memasuki gudang dibuat untuk mengatasi masalah ini. ii.
Masalah kendaraan pengangkut raw sugar Kondisi awal tahapan pertama: Tidak ada. Masalah ini baru teridentifikasi saat kunjungan ke pabrik. Solusi alternatif tahapan pertama: Tidak ada. Hasil verifikasi: Terdapat oli yang mengkontaminasi raw sugar saat proses penerimaan raw sugar berlangsung. Oli ini merupakan oli kendaraan yang non-food grade dan berasal dari sekop kendaraan pengangkut raw sugar yaitu wheel loader, sejenis buldoser dengan sekop pengangkut
besar di
depan. Belum
terdapat
prosedur
pengendalian yang baku dan tercatat untuk mengatasi kemungkinan bahaya keamanan yang terjadi ini. Menurut PT Gula Rafinasi A, kontaminasi oli ini akan hilang saat proses pengolahan gula rafinasi, terutama saat proses rotary filter. Walaupu demikian, kondisi ini perlu diperhatikan juga. Sebab, kontaminasi oli non-food grade ini belum divalidasi berapa batas maksimal penghilangan oli yang mampu ditangani oleh proses pengolahan gula rafinasi. Status verifikasi: Ketidaksesuaian sistem keamanan pangan belum terselesaikan. Perlu ada cara atau prosedur baku untuk menangani masalah ini.
iii.
Masalah bak curah raw sugar Kondisi awal tahapan pertama: Tidak ada. Masalah ini baru teridentifikasi saat kunjungan ke pabrik. Solusi alternatif tahapan pertama: Tidak ada. Hasil verifikasi: Terdapat cemaran dalam jumlah cukup banyak berupa oli non-food grade baik yang sudah mongering maupun yang masih basah yang menempel di bak curah tempat penampungan sementara raw sugar sebelum memasuki tahap pertama pembuatan gula rafinasi. Dugaan sementara, cemaran oli tersebut berasal dari wheel loader yang mengangkut raw sugar. Sama seperti keadaan kontaminasi oli non-food grade pada wheel loader, kontaminasi pada bak curah belum divalidasi berapa batas maksimal penghilangan oli yang mampu ditangani oleh proses pengolahan gula rafinasi. Status verifikasi: Ketidaksesuaian sistem keamanan pangan belum terselesaikan. Perlu ditelusuri lagi sumber cemaran oli yang terdapat di bak curah. Selain itu, perlu ada cara atau prosedur baku menangani masalah ini.
c. Rencana Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP Plan) i.
Pengendalian pemantauan dan pengukuran (Rujukan: ISO 22000:2005, klausul 8.3) Kondisi awal tahapan pertama: Tidak diketahui pada batas berapa logam bisa tertarik ke alat penarik logam besi (magnetic catcher). Kondisi ini membahayakan apabila suatu saat tingkat kritis bahaya logam ternyata tidak berhasil diatasi magnetic catcher. Solusi alternatif tahapan pertama: Pencarian pemasok magnetic catcher untuk meminjam magnetic catcher yang sudah terkalibrasi dan tersertifikasi. Selanjutnya magnetic catcher yang dimiliki PT Gula Rafinasi A dikalibrasi kemampuannya dengan magnetic catcher terkalibrasi. Selanjutnya dilakukan validasi terhadap proses yang menggunakan magnetic catcher. Hasil verifikasi: PT Gula Rafinasi A belum melakukan tindakan untuk menyelesaikan ketidaksesuaian ini, terkait biaya dan prioritas kegiatan
internal perusahaan. Tetapi menurut perusahaan, kondisi ini akan diselesaikan sesuai solusi alternatif yang diberikan dalam waktu dekat Status verifikasi: Ketidaksesuaian ini belum terselesaikan. Kondisi ini memerlukan perhatian lebih dari perusahaan untuk menjamin kegiatan pemantauan dan pengukuran untuk keamanan pangan terlaksana dengan baik dan benar. ii.
Tindakan saat hasil pemantauan melebihi batas kritis (Rujukan: ISO 22000:2005, klausul 7.6.5) Kondisi
awal
tahapan
pertama:
Belum
ada
orang
yang
bertanggungjawab untuk selalu siap di titik pemisahan produk yang ditolak metal detector untuk mengkomunikasikan ke bagian proses agar menunda proses produksi di lini yang sama jika terjadi penemuan produk yang ditolak sebanyak 20 karung selama 4 jam. Solusi alternatif tahapan pertama: Penyeleksian dan pemilihan orang yang kompeten untuk bertanggungjawab dan siap sedia melaksanakan prosedur metal detector. Hasil verifikasi: Sudah ditentukan dan dipilih orang-orang yang kompeten dan terlatih untuk menjalankan prosedur metal detector. Status
verifikasi:
Ketidaksesuaian
sistem
keamanan
pangan
terselesaikan. Prosedur pemantauan tindakan saat melebihi batas kritis telah berjalan dengan baik dan benar.
F. Penyusunan Solusi Alternatif Tahapan Kedua Penyusunan solusi alternatif tahapan kedua ini untuk menindaklanjuti ketidaksesuaian yang terjadi saat dilakukan verifikasi sistem manajemen mutu terpadu. 1. Solusi alternatif sistem manajemen mutu Ketidaksesuaian sistem manajemen mutu PT Gula Rafinasi A dengan standar sistem manajemen mutu ISO 9001:2000 sudah terselesaikan semuanya. Oleh karena itu, solusi alternatif untuk tahapan kedua tidak diberikan.
2. Solusi alternatif sistem manajemen keamanan pangan Ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan PT Gula Rafinasi A dengan standar sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000:2005 belum terselesaikan semuanya. Terdapat empat ketidaksesuaian sistem keamanan pangan yang belum diselesaikan yaitu satu hal pada PRP, dua hal pada tindakan pengendalian OPRP dan satu hal pada HACCP Plan. Ketidaksesuaian PRP terletak pada infrastruktur bagian bagging belum mengikuti
persyaratan
keamanan
pangan.
Ketidaksesuaian
tindakan
pengendalian OPRP terletak pada permasalahan kontaminasi oli non-food grade pada kendaraan pengangkut raw sugar dan bak curah penampungan raw
sugar
sebelum
memasuki
tahap
pengolahan
gula
rafinasi.
Ketidaksesuaian pada HACCP plan terletak di masalah kalibrasi magnetic catcher yang belum juga dilakukan. a. Pre Requisite Programme (PRP) Pest control (Rujukan: ISO 22000:2005, klausul 6.3 dan 7.2.1) Solusi yang bisa diberikan sama seperti solusi alternatif tahap pertama yaitu perbaikan sistem ventilasi pada saat pabrik tidak beroperasi dengan memasang ventilasi tertutup atau jaring-jaring (screen). Dengan demikian, peluang investasi hama di lingkungan pabrik menjadi kecil. Hal ini penting dilakukan mengingat bahaya keamanan produk bisa disebabkan melalui kontaminasi mikroba yang bisa terbawa oleh serangga atau burung. b. Tindakan pengendalian Operational Pre Requisite Programme (OPRP) (Rujukan: ISO 22000:2005, klausul 7.5 poin b yang mengacu ke klausul 7.4.4) i.
Masalah kendaraan pengangkut raw sugar Solusi alternatif yang diberikan kepada PT Gula Rafinasi A berupa revisi prosedur penerimaan raw sugar untuk memasukkan pemantauan oli pada wheel loader. Prosedur ini setidaknya harus mewajibkan adanya poin tambahan pada laporan penerimaan raw sugar berupa batas maksimal oli pada wheel loader yang mencemari raw sugar. Tindakan koreksi langsung yang disarankan pelaksana magang adalah penundaan
proses penerimaan raw sugar, jika secara visual terlihat lebih dari 30% oli mencemari raw sugar dalam kapasitas sekali angkut wheel loader dan pergunakan wheel loader lainnya yang lebih bersih untuk melakukan proses ini. Batas 30% hanya merupakan perkiraan kasar dari pelaksana magang yang bersifat subyektif. Batas ini perlu divalidasi oleh PT Gula Rafinasi A yang lebih mengetahui lebih pasti kondisi dan kemampuan alat mereka dalam menghilangkan cemaran oli pada raw sugar. ii.
Masalah bak curah raw sugar Solusi alternatif yang diberikan kepada PT Gula Rafinasi A berupa revisi prosedur penerimaan raw sugar untuk memasukkan pemantauan oli pada bak curah raw sugar. Prosedur ini setidaknya harus mewajibkan adanya poin tambahan pada laporan penerimaan raw sugar berupa batas maksimal oli pada bak curah yang bisa mencemari raw sugar. Tindakan koreksi langsung yang disarankan pelaksana magang adalah penundaan proses penerimaan raw sugar, jika secara visual terlihat lebih dari 30% oli mencemari raw sugar di bak curah. Batas 30% hanya merupakan perkiraan kasar dari pelaksana magang yang bersifat subyektif. Batas ini perlu divalidasi oleh PT Gula Rafinasi A yang lebih mengetahui lebih pasti kondisi dan kemampuan alat mereka dalam menghilangkan cemaran oli pada raw sugar.
c. Rencana Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP Plan) Solusi alternatif yang diberikan terkait verifikasi kemampuan magnetic catcher tetap tidak berubah dari solusi alternatif yang diberikan pada tahapan pertama. Pencarian pemasok magnetic catcher yang bersedia untuk meminjamkan magnetic catcher yang sudah terkalibrasi dan tersertifikasi merupakan solusi yang paling mungkin dijalankan saat ini. Selanjutnya magnetic catcher yang dimiliki PT Gula Rafinasi A dikalibrasi kemampuannya dengan magnetic catcher terkalibrasi tersebut. Selanjutnya dilakukan validasi terhadap proses magnetic catcher. Walaupun tidak bisa memperoleh bukti sertifikat keterandalan magnetic catcher dari pihak ketiga, setidaknya PT Gula Rafinasi A dapat
menjelaskan kondisi yang ada serta bukti usaha mereka untuk menunjukkan keterandalan magnetic catcher beserta bukti validasi alat tersebut kepada auditor dari badan sertifikasi sistem keamanan pangan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan HACCP merupakan piranti sistem keamanan pangan yang disusun oleh Codex Alimentarius Commission. HACCP dengan 5 langkah awal dan 7 prinsip penerapannya merupakan perangkat sistem yang efektif untuk mengendalikan titik-titik kritis dalam industri pangan. ISO 9001:2000 merupakan sistem manajemen mutu, sedangkan ISO 22000:2005 merupakan sistem manajemen keamanan pangan yang disusun oleh The International Organization for Standardization (ISO). ISO 9001:2000 bermanfaat sebagai panduan, arahan, acuan sistem manajemen mutu bagi organisasi. ISO 22000:2005 bermanfaat sebagai acuan dan panduan untuk pengoptimasian sumberdaya, penyeragam komunikasi keamanan pangan antar organisasi yang terkait dalam bidang usaha pangan, dan pengendalian sistem keamanan pangan yang dinamis dan efisien. HACCP, ISO 9001:2000, dan ISO 22000:2005 memiliki keterkaitan satu sama lainnya. Melalui kajian ketiga sistem HACCP, ISO 22000:2005, dan ISO 9001:2000
terdapat
keterkaitan
sehingga
memungkinkan
terjadinya
pengintegrasian ketiga sistem tersebut. ISO mengintegrasikan kaedah dan prinsip-prinsip HACCP ke dalam ISO 22000:2005, dan menjadikannya sebagai salah satu elemen kunci, selain pre requisite programme (PRP), sistem manajemen, dan komunikasi interaktif. Keterkaitan antara ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005 dapat dilihat dari perbedaan dan persamaan yang dimiliki masing-masing standar tersebut. Pengintegrasian ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005 mengambil beberapa persamaan yang ada. Hasil analisis sistem menunjukkan bahwa ada lima bagian sistem yang bisa diintegrasikan antara ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005, yaitu kebijakan dan sasaran, wakil manajemen, pengendalian dokumen dan catatan, audit, dan tinjauan manajemen. Berdasarkan analisis ketidaksesuaian sistem manajemen terpadu di PT Gula Rafinasi A diketahui terdapat 4 ketidaksesuaian untuk sistem manajemen mutu dan 5 ketidaksesuaian untuk sistem manajemen keamanan pangan.
Ketidaksesuaian sistem manajemen mutu dengan ISO 9001:2000 meliputi masalah pembelian (klausul 7.4), tindakan koreksi (klausul 8.5.2) dan tindakan pencegahan (klausul 8.5.3), pengendalian produksi dan penyediaan jasa (klausul 7.5.1) untuk area process dan warehouse. Ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan dengan ISO 22000:2005 meliputi sanitation standard operation procedure (SSOP) (klausul 7.2.1), pest control (klausul 6.3 dan 7.2.1), pengendalian operational pre requisite programme (OPRP) (klausul
7.5 poin b yang mengacu ke klausul 7.4.4), pengendalian
pemantauan dan pengukuran (klausul 8.3), dan tindakan saat hasil pemantauan melebihi batas kritis (klausul 7.6.5). Tindakan yang dilakukan untuk menangani ketidaksesuaian yang terjadi adalah penyusunan solusi alternatif yang dilakukan bersama antara tim konsultan Premysis Consulting dengan tim mutu dan keamanan pangan PT Gula Rafinasi A. Solusi alternatif yang disusun berjumlah 9 buah. Solusi sistem manajemen mutu sebanyak 4 buah dan sistem manajemen keamanan pangan sebanyak 5 buah. Setelah waktu yang ditentukan untuk menyelesaikan ketidaksesuaian selama 3 bulan, dilakukan verifikasi sistem manajemen terpadu PT Gula Rafinasi A. Solusi alternatif yang disusun mampu menyelesaikan semua ketidaksesuaian sistem manajemen mutu. Namun, solusi alternatif hanya bisa menyelesaikan 3 ketidaksesuaian sistem manajemen keamanan pangan. Saat verifikasi, ditemukan ketidaksesuaian baru untuk sistem manajemen keamanan pangan sebanyak 2 buah. Hasil verifikasi diinformasikan dan dibahas bersama antara tim konsultan Premysis Consulting dengan tim mutu dan keamanan pangnn PT Gula Rafinasi A. Selanjutnya, dilakukan penyusunan solusi alternatif tahap kedua untuk menyelesaikan ketidaksesuaian yang masih ada. Secara keseluruhan, PT Gula Rafinasi A sudah menerapkan sistem manajemen terpadu berbasis ISO 9001:2000 dan ISO 22000:2005.
B. Saran Kajian keterkaitan sistem HACCP, ISO 9001:2000, dan ISO 22000:2005 masih bisa dikaji lebih lanjut mengenai keterkaitan langsung antara HACCP dan ISO 9001:2000. Selain itu, beberapa istilah yang cukup berbeda antara HACCP dan ISO 22000:2005 bisa ditelaah lebih lanjut, seperti verifikasi, pemantauan, koreksi langsung, tindakan koreksi, dan validasi.
DAFTAR PUSTAKA
Andrews, Geoff, Alastair Penman, dan Chris Hart. 2001. Safety and quality research priorities in the food industry. 2001. Di dalam: R.E. Hester dan R.M. Harrison, editor. Food Safety and Food Quality: Issues in Environmental Science and Technology. Cambridge: The Royal Society of Chemistry. [Anonima], 2008. Unrefined raw sugar. [terhubung berkala]. http://www.natural organiclifestyle.com/images/organic-raw-sugar.jpg [2 Februari 2009]. [Anonimb], 2008. Types of sugar and related products. [terhubung berkala]. http://www.food-info.net/uk/products/sugar/types.htm. [4 Desember 2008]. [Anonimc]. 2008. Types of sugar. [terhubung berkala]. http://www.sugarweb. co.uk/sugar/types/index.html. [15 Desember 2008].
Apriyantono, Anton, Dedi Fardiaz, L. Puspitasari, Y. Sedarnawati dan B. Budiyanto. 1989. Petunjuk Lab Analisis Pangan. Bogor: PAU IPB.
Arfi, 2008. Macam-macam gula. [terhubung berkala]. http://foodngarden. multiply.com/journal/item/169/Macam-Macam_Gula. [4 Desember 2008].
Bender, Arnold E. 1990. Dictionary of Nutrition and Food Technology. Di dalam Anonim. 2008. [terhubung berkala].http://food.oregonstate.edu/glossary/r/ rawsugar.html [7 Januari 2009].
Belitz, H.-D dan W. Grosch. 1987. Food Chemistry. Hadziyev, penerjemah. Berlin: Springer-Verlag. Terjemahan dari: Lehrbuhr der Lebensmittelchemic.
Bloch, Michael. 2007. White sugar vs raw sugar. [terhubung berkala]. http://www. greenlivingtips.com / articles / 73/1/White-sugar-vs-raw-sugar.html. [15 Januari 2009].
[BSN ] Badan Standardisasi Nasional. 1998. SNI 01-4852-1998: Sistem analisa bahaya dan pengendalian titik kritis (HACCP) serta pedoman penerapannya. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. [BSN ] Badan Standardisasi Nasional. 2006. SNI 01-3140.2-2006: Gula kristal – Bagian 2: Rafinasi (refined sugar). Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
[CAC] Codex Alimentarius Commission. 2003. Recommended International Code of Practice General Principles of Food Hygiene: CAC/RCP 1-1969, rev. 4-2003.
[CDC] Centers for Disease Control and Prevention. 2006. Annual listing of Foodborne diseases outbreaks, [terhubung berkala]. http://www.cdc.gov/ foodborneoutbreaks/outbreak_data.htm. [26 Agustus 2008]. Dewanti-Hariyadi, Ratih. 2008. Keracunan pangan “tidak” hanya diare. [terhubung berkala]. http://web.ipb.ac.id/~tpg/de/pubde_fdsf_krcn.php. [19 Januari 2009].
European Commission. 2006. COMMISSION DECISION of 21 March 2006 on special conditions governing fishery products imported from Indonesia and intended for human consumption. [terhubung berkala]. http://eurlex.europa. eu/ LexUriServ/LexUriServ.do?uri=OJ:L:2006:083: 0016:0 01:EN:PDF [20 Agustus 2008].
Færgemand, Jacob dan Dorte Jespersen. 2004. ISO 22000 to ensure integrity of food supply chain. [terhubung berkala]. http://www.iso.org/iso/tool_504.pdf [25 Agustus 2008].
Hariyadi, Purwiyatno. 2008. Isu terkini keamanan pangan. [terhubung berkala]. http://www.foodreview.biz/pdf/PH_Food%20Safety%20Issues-FRI% 202008.pdf. [22 Agustus 2008].
Hui, Y.H., Merie D. Pierson, dan J. Richard Gorham. 2001. Foodborne Disease Handbook. Volume 1: Bacterial Pathogen. New York: Marcel Dekker, Inc.
[ISO] International Organization for Standardization. 2000. International Standard ISO 9001:2000 Quality Management Systems – Requirements. Geneva: ISO copyright office.
[ISO] International Organization for Standardization. 2005. International Standard ISO 22000:2005 Food Safety Management System – Requirements for any organization in the food chain. Geneva: ISO copyright office.
[ISO] International Organization for Standardization. 2005. ISO 22000 for safe food supply chains. [terhubung berkala]. http://www.iso.org/iso/ pressrelease.htm?refid=Ref966 [1 September 2005]. [ISO] International Organization for Standardization. 2008. ISO 9001:2000 – What does it mean in the supply chain? [terhubung berkala]. http://www.iso.org/iso/iso_catalogue/management_standards/iso_9000_iso_ 14000/more_resources_9000/9001supchain.htm#how_does_iso_9001:2000 _help_you_in_selecting_a_supplier [8 Agustus 2008].
James, D. 1999. Sugar. Di dalam: Jackson, E.B. Sugar Confectionary Manufacture second edition. Maryland: Aspen Publisher, Inc.
Kolarik, William J. 1999. Creating Quality, Process Design for Results. Singapura: McGraw-Hill Book, Co.
Massarani, Luisa. 2005. Fatal outbreak in Brazil could stem from sugar cane. [terhubung berkala]. http://www.scidev.net/en/news/fatal-outbreak-inbrazil-could-stem-from-sugar-can.html. [15 Desember 2008].
Mortimore, Sara dan Carol Wallace. 1998. HACCP: A Practical Approach. Maryland: Aspen Publishers, Inc.
Muhandri, Tjahja dan Darwin Kadarisman. 2006. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. Jakarta: IPB Press.
Muhandri, Tjahja dan Darwin Kadarisman. 2008. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan edisi ke-2. Jakarta: IPB Press. National Board of Experts – HACCP. 2002. Requirements for a HACCP Based Food Safety System. Hague: National Board of Experts – HACCP.
Retnowati, Nur. 2007. Mutu dan Keamanan Pangan: Dua Sisi Uang Logam. [terhubung berkala]. http://www.trobos.com/show_article.php? rid=22&aid=548 [20 Agustus 2008].
Thaheer, Hermawan. 2005. Sistem Manajemen HACCP (Hazard Analysis Critical Control Points). Jakarta: Bumi Aksara.
Vanderzart, C. dan D.F. Splittstoetsser. 1992. Compendium of Method for the Microbiological Examination of Foods 3th ed. Washington: American Public Health Association.
Winarno, F.G. dan Surono. 2004. HACCP dan Penerapannya dalam Industri Pangan Cetakan ke-2. Bogor: M-BRIO Press.
Lampiran 1. Statistik kejadian luar biasa akibat pangan di Amerika tahun 2006 (CDC, 2006)
Konfirmasi Sumber Penyakit Bakteri Kimia Parasit Virus Dugaan Sumber Penyakit Bakteri Kimia Parasit Virus Macam-macam Sumber Penyakit Konfirmasi Dugaan Konfirmasi dan dugaan Semua Status Sumber Penyakit Total Konfirmasi Sumber Penyakit Total Dugaan Sumber Penyakit Sumber Penyakit yang tidak diketahui Subtotal
Jumlah Kejadian Luar Biasa (KLB) 223 53 9 337 Jumlah Kejadian Luar Biasa (KLB) 75 11 3 165 Jumlah Kejadian Luar Biasa (KLB) 1 20 1 Jumlah Kejadian Luar Biasa (KLB) 623
Jumlah Kasus
275
4,592
349
4,163
1247
25,659
5,336 221 129 11,122 Jumlah Kasus 1,440 39 18 2,841 Jumlah Kasus 96 254 32 Jumlah Kasus 16,904
Lampiran 2. Kinerja keamanan pangan domestik tahun 2001-2006 (Hariyadi, 2008) Tahun
Jumlah KLB
Jumlah Orang
Jumlah
Jumlah Korban
yang Makan
Korban Sakit
Meninggal
2001
26
1965
1183
16
2002
43
6543
3635
10
2003
34
8651
1843
12
2004
164
22297
7366
51
2005
184
23864
8949
49
2006
159
21292
8747
38