FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PENETEPAN PERATURAN DESA DI DESA TUMALUNTUNG SATU KECAMATAN TARERAN KABUPATEN MINAHASA SELATAN Oleh : STEVANY ANGGREANI WENAS (NIM : 100813109, JUR : ILMU PEMERINTAHAN) Abstraksi Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan Fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) baik dalam menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa, maupun dalam menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Judul skripsi ini diangkat berdasarkan permasalahan belum adanya peraturan desa selain peraturan desa Nomor 3 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM-Des) yang ditetapkan oleh BPD. Selain itu, BPD belum dapat dikatakan sebagai wadah untuk menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, tidak adanya komunikasi yang baik dengan masyarakat mengakibatkan keputusan yang diambil tidak sesuai dengan keinginan masyarakat. Kurangnya pemahaman masyarakat dengan fungsi dan peran yang diemban oleh BPD disebabkan karena BPD tidak mengikutsertakan masyarakat dalam rapat atau pertemuan. Akibatnya masyarakat lebih sering menyampaikan segala keluhan dan aspirasinya kepada Kepala Jaga diwilayah mereka masing-masing. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu BPD di desa Tumaluntung Satu belum dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, lemahnya koordinasi antara BPD dan Pemerintah Desa dalam pembuatan peraturan desa mengakibatkan minimnya peraturan desa yang dihasilkan selama ini. Di samping itu, kurang efektifnya jalinan komunikasi antara BPD dan masyarakat akan berdampak pada pelaksanaan pembangunan di desa tersebut, karena tanpa campur tangan dari masyarakat proses pembuatan peraturan desa untuk mengatur kehidupan masyarakat desa tidak akan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Untuk itu saran yang diberikan adalah perlu adanya koordinasi dan kerja sama yang baik antara BPD dan Pemerintah Desa dalam proses pembuatan peraturan desa. Selain itu perlu ditingkatkan pola hubungan komunikasi secara intensif dan terkoordinasi dengan terjun langsung ke tengah masyarakat untuk mendengar keluhan-keluhan masyarakat. Pendahuluan Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam menyelenggarakan pemerintahan dengan memberikan kesempatan dan keleluasan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Karena itu, pasal 18 Undangundang Dasar 1945 antara lain menyatakan bahwa pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undangundang dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan Negara dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa. Melalui penetapan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka Indonesia telah memiliki titik awal dari proses reformasi dibidang pemerintahan, khususnya mengenai pemerintahan di daerah. Undang-undang ini pada
prinsipnya mengatur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan asas desentralisasi, yaitu asas penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah Kepala Daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Salah satu bentuk kewenangan yang dapat dilakukan oleh desa adalah pembuatan produk hukum (peraturan desa) untuk menjalankan roda pemerintahan desa yang mengikat warganya sebagai satu kesatuan masyarakat hukum yang wajib ditaati dalam rangka meningkatkan pembangunan desa. Dalam rangka melaksanakan kewenangan yang dimiliki untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya, dibentuklah Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai lembaga legislasi dan wadah yang berfungsi untuk menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Pada Pasal 34 PP Nomor 72 Tahun 2005, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berfungsi menetapkan Peraturan desa bersama Kepala Desa, Menampung dan Menyalurkan aspirasi masyarakat. Penetapan peraturan desa dilakukan oleh Badan Permusyawaratan Desa bersama Kepala Desa. Jadi Kepala Desa sebagai lembaga eksekutif ditingkat desa, sedangkan Badan Permusyawaratan Desa sebagai lembaga legislatif ditingkat desa. Mencermati fungsi BPD khususnya dalam hal pembuatan peraturan desa, maka dapat dikatakan bahwa BPD memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam proses pemerintahan di desa. BPD secara langsung dapat mempengaruhi dinamika kehidupan masyarakat desa. Namun kenyataan yang terjadi di lapangan diketahui bahwa BPD di desa Tumaluntung Satu belum mampu menjalankan fungsi dan perannya secara maksimal. Hal ini ditunjukkan dari peraturan desa yang dihasilkan selama ini hanya satu, yaitu Peraturan Desa Nomor 3 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDESA). Ini disebabkan karena lemahnya koordinasi dan kerja sama anggota BPD dengan Pemerintah Desa dalam pembuatan peraturan desa. Tidak optimalnya atau lemahnya fungsi dari anggota BPD di desa Tumaluntung Satu akan berdampak pada masyarakat dan juga proses penyelenggaraan pemerintahan itu sendiri. Hal ini mendorong penulis untuk meneliti proses penetapan peraturan desa di desa Tumaluntung Satu sesuai dengan fungsinya menurut PP Nomor 72 Tahun 2005 pasal 34 yaitu menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Penetapan Peraturan Desa di Desa Tumaluntung Satu Kecamatan Tareran Kabupaten Minahasa Selatan” Tinjauan Pustaka Konsep Badan Permusyawaratan Desa (BPD) BPD yang sebelumnya berturut-turut disebut dengan istilah Lembaga Musyawarah Desa, Badan Perwakilan Desa, sampai akhirnya Badan Permusyawaratan Desa adalah badan
pembuat kebijakan dan pengawas pelaksanaan kebijakan desa. Badan Permusyawaratan Desa merupakan perwujudan demokrasi di desa.Demokrasi yang dimaksud adalah bahwa agar dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan harus memperhatikan aspirasi dari masyarakat yang diartikulasikan dan diagresiasikan oleh BPD dan lembaga masyarakat lainnya. Dalam pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Badan Permusyawaratan Desa berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa, serta Dalam pasal 209 UU No 32 tahun 2004 Junto pasal 209 UU No 12 Tahun 2008 Juncto Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 disebutkan bahwa fungsi dari Badan Permusyawaratan Desa ialah menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, oleh karenanya BPD sebagai Badan Permusyawaratan yang berasal dari masyarakat desa, disamping menjalankan fungsinya sebagai jembatan penghubung antara kepala desa dengan masyarakat desa, juga harus menjalankan fungsi utamanya, yakni fungsi representasi. Keanggotaan BPD seperti yang disebutkan dalam pasal 30 PP Nomor 72 Tahun 2005 adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan bedasarkan keterwakilan wilayah. Anggota BPD terdiri dari Ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. Masa jabatan anggota BPD adalah 6 tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali untuk 1 kali masa jabatan berikutnya. Pimpinan dan anggota BPD tidak diperbolehkan merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa. Adapun jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa ditetapkan dengan jumlah ganjil paling sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak 11 (sebelas) orang dengan memperhatikan luas wilayah, jumlah penduduk dan kemampuan keuangan desa (Pasal 31 PP Nomor 72 Tahun 2005) sebagai berikut : a) Jumlah penduduk desa sampai dengan 1.500 jiwa, jumlah anggota BPD sebanyak 5 (lima) orang. b) Jumlah penduduk desa antara 1.501 sampai dengan 2.000 jiwa, jumlah anggota BPD sebanyak 7 (tujuh) orang. c) Jumlah penduduk desa antara 2.001 sampai dengan 2.500 jiwa, jumlah anggota BPD sebanyak 9 (Sembilan) orang. d) Jumlah penduduk desa antara 2.501 sampai dengan 3.000 jiwa, jumlah anggota BPD sebanyak 11 (sebelas) orang. e) Jumlah penduduk lebih dari 3.000 jiwa, jumlah anggota BPD sebanyak 13 (tiga belas) orang. Dalam Pasal 35 PP No 72 Tahun 2005, dijelaskan BPD mempunyai wewenang: a. Membahas rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa b. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa
c. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa d. Membentuk panitia pemilihan Kepala Desa e. Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan masyarakat dan menyusun tata tertib BPD. Dan dalam pasal 37 PP No 72 Tahun 2005, Anggota BPD mempunyai hak: a. Mengajukan rancangan Peraturan Desa b. Mengajukan pertanyaan c. Menyampaikan usul dan pendapat d. Memilih dan dipilih e. Memperoleh tunjangan
aspirasi
Konsep Pemerintahan Pemerintahan merujuk pada proses pembuatan keputusan kolektif yang melibatkan berbagai lembaga Negara. Saat menilai suatu pemerintahan, orang seringkali menganalisis apa kebijakan pemerintahan yang telah diambil dan bagaimana pelaksanaan kebijakan tersebut. Hal ini menunjukan bahwa pemerintahan dimaknai sebagai kegiatan, proses, atau tindakan administratif. Pemerintahan merupakan suatu sistem yang kompleks. Di dalamnya terdapat penyelenggara pemerintahan yang memiliki kewenangan dan tugas yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Para pelaku ini bekerja berdasarkan suatu sistem pemerintahan dan program kerja. Jadi, pemerintahan merupakan organisasi yang berorientasi pada hasil, arahnya kesejahteraan rakyat. Menurut R.Mac Iver, Goverment is the organization of men under authority...how men can be governed. (Pemerintahan adalah sebagai suatu organisasi dari orang-orang yang mempunyai kekuasaan...bagaimana manusia itu dapat diperintah). Pemerintahan dalam arti sempit adalah semua aktivitas, fungsi, tugas dan kewajiban yang dijalankan oleh lembaga untuk mencapai tujuan negara. Pemerintahan dalam arti luas adalah semua aktivitas yang terorganisasi yang bersumber pada kedaulatan dan kemerdekaan, berlandaskan pada dasar negara, rakyat, atau penduduk dan wilayah negara itu demi tercapainya tujuan negara. Pemerintahan juga dapat didefinisikan dari segi struktural fungsional sebagai sebuah sistem struktur dan organisasi dari berbagai macam fungsi yang dilaksanakan atas dasar-dasar tertentu untuk mencapai tujuan Negara (Haryanto dkk, 1997:23). Konsep Desa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan
asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Undang-Undang No.32 Tahun 2004). Menurut R. Bintarto (1968 : 95), Desa atau kota merupakan suatu hasil perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografis, sosial, ekonomi, politik dan kultural yang terdapat pada suatu daerah serta memiliki hubungan dan pengaruh timbal balik dengan daerah-daerah lain. Metode Penelitian Jenis Penelitian Penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif, yaitu suatu penelitian konstektual yang menjadikan manusia sebagai instrument, dan disesuaikan dengan situasi yang wajar dalam kaitannya dengan pengumpulan data yang pada umumnya bersifat kualitatif. Menurut Bogdan dan Tylor (dalam Moleong, 2000 : 3) merupakan prosedur meneliti yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Fokus Penelitian Untuk memberi suatu pemahaman, agar memudahkan penelitian, maka perlu adanya beberapa batasan penelitian dan fokus penelitian ini yakni : Fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam menjalankan fungsinya sebagai penyelenggara pemerintahan ditingkat desa, sebagaimana di atur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 pasal 34 yaitu Menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Fungsi Badan Pemusyawaratan Desa dalam penetapan peraturan Desa di desa Tumaluntung Satu dapat dioperasionalkan dengan indikator sebagai berikut : 1. Menampung aspirasi masyarakat 2. Merumuskan rancangan peraturan desa 3. Membahas rancangan peraturan desa 4. Menetapkan rancangan peraturan desa menjadi peraturan desa 5. Menyebarluaskan peraturan desa Informan Dalam Penelitian ini, peneliti menggunakan informan untuk memperoleh berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian. Adapun rincian informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Ketua Badan Permusyawaratan Desa dan anggota BPD sebanyak 5 orang 2. Aparatur Pemerintahan Desa (Kepala desa, sekretaris desa) 3. Kepala Jaga sebanyak 5 orang
4. Masyarakat desa Tumaluntung Satu sebanyak 5 orang Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang akurat, relevan dan dapat dipertanggungjawabkan maka penulis menggunakan beberapa teknik dalam pengumpulan data karena masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Adapun beberapa teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu : a. Observasi, yaitu proses pengambilan data dalam penelitian dimana peneliti atau pengamat dengan mengamati kondisi yang berkaitan dengan objek penelitian. b. Wawancara, adalah proses percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan ini dilakukan oleh dua belah pihak berupa Tanya jawab kepada sejumlah informan untuk memperoleh informasi dan gagasan yang berkaitan erat dengan penelitian ini. c. Study Kepustakaan (library Research), yaitu dengan membaca buku, dokumen-dokumen, undang-undang, dan media informasi lainnya yang berkaitan Fungsi Badan Permusyawaratan Desa di desa Tumaluntung Satu Kecamatan Tareran Kabupaten Minahasa Selatan. Teknik Analisa Data Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa data kualitatif yaitu menguraikan serta menginterpretasikan data yang diperoleh dilapangan dari para informan. Penganalisian ini didasarkan pada kemampuan nalar dalam menghubungkan fakta, data, dan informasi, kemudian data yang diperoleh akan dianalisis sehingga diharapkan muncul gambaran yang dapat mengungkapkan permasalahan penelitian. Hasil Penelitian Dan Pembahasan A. Fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Penetapan Peraturan Desa Hasil penelitian yang diperoleh menunjukan bahwa, dalam menjalankan tugasnya, BPD dan pemerintah desa hanya menetapkan satu peraturan desa saja, yaitu Peraturan desa Nomor 03 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDESA). Hal ini menunjukan bahwa BPD di desa Tumaluntung Satu dalam melaksanakan fungsinya belum optimal bahkan BPD sangat minim menggunakan hak inisiatifnya dalam mengajukan rancangan peraturan desa, padahal sudah menjadi salah satu hak dari BPD untuk mengajukan rancangan peraturan desa. Melihat dari masalah kurang baiknya koordinasi antara anggota BPD dan Pemerintah Desa dalam pembuatan peraturan desa tersebut, pasti akan mempengaruhi penyelenggaraan pembangunan di desa Tumaluntung Satu. Bentuk koordinasi antara BPD dan Pemerintah Desa sangatlah penting guna menciptakan hubungan yang harmonis, saling menghormati, menghargai pendapat satu sama lain dalam rangka memajukan desa. Berkaitan dengan masalah tersebut, terdapat faktor yang menyebabkan pelaksanaan fungsi tersebut tidak dapat berjalan secara maksimal, yaitu rendahnya kualitas sumber daya manusia anggota BPD di desa Tumaluntung Satu. Sesuai dengan pengamatan yang dilihat,
dari 7 anggota BPD, 4(empat) orang berpendidikan SMA, 1 (satu) orang berpendidikan D3, 1 (satu) orang berpendidikan SMP, dan 1 (satu) orang berpendidikan SD. Dari hasil penelitian ini, jelaslah bahwa kualitas anggota BPD yaitu tingkat pendidikan dan latar belakang keilmuan yang terkait serta pengalaman dalam bidang pemerintahan juga sangat mempengaruhi kemampuan dan keterampilan teknis dengan bidang tugasnya seperti menyusun rancangan peraturan desa. Kurangnya pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki sehubungan dengan bidang tugasnya, akan menyulitkan anggota BPD dalam menuangkan pikiran serta menganalisa suatu permasalahan guna menuangkannya dalam pembentukan peraturan desa. B. Fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Menampung Dan Menyalurkan Aspirasi Masyarakat Berdasarkan pendapat dari narasumber bahwa anggota BPD belum bisa dikatakan sebagai wadah aspirasi masyarakat desa. Tidak adanya komunikasi yang baik dengan masyarakat mengakibatkan keputusan yang diambil oleh BPD tidak sesuai dengan rapat. Selain itu BPD banyak mengambil keputusan yang sepihak tanpa memikirkan apa maunya masyarakat yang sebenarnya. Peningkatan pola hubungan komunikasi antara anggota BPD dan masyarakat seharusnya harus dilakukan secara intensif dan terkoordinasi dengan terjun langsung ke lapangan ke tengah masyarakat untuk mendengar secara langsung keluhan masyarakat. Kurangnya pemahaman dan pengetahuan masyarakat terhadap fungsi BPD di desa Tumaluntung Satu, dapat juga disebabkan karena tidak adanya inisiatif dari anggota BPD untuk mengajak masyarakat dalam rapat atau pertemuan-pertemuan guna untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan masyarakat terhadap fungsi dan peranan BPD. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai wadah resmi perwakilan dari penduduk desa sangat penting dalam menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Dukungan dari masyarakat juga dapat dilihat dari tingkat kepercayaan masyarakat dalam menjadikan BPD sebagai tempat menyalurkan aspirasi masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dari frekuensi pertemuan-pertemuan yang diadakan oleh BPD dengan masyarakat untuk membahas masalah-masalah masyarakat desa. Berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan bahwa dalam meningkatkan kepercayaan masyarakat belum berjalan dengan lancar. Hal ini terjadi karena BPD belum pernah mengadakan pertemuan-pertemuan seperti kumpulan ditiap-tiap jaga yang diikuti oleh masyarakat. Sehingga masyarakat belum sepenuhnya percaya kepada BPD sebagai tempat penyalur aspirasi masyarakat. Hal ini tidak sesuai dengan fungsinya yaitu sebagai penampung dan penyalur aspirasi dari masyarakat. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya maka penulis mengemukakan kesimpulan sebagai berikut : 1. Dalam proses penyusunan pembuatan peraturan desa masih belum optimal. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya kehadiran anggota BPD ketika menghadiri rapat dalam membahas rancangan peraturan desa, selain itu sehubungan dengan pelaksanaan hak inisiatifnya dikatakan masih kurang. Hal ini dapat dilihat dari minimnya peraturan desa yang dibuat selama ini. Peraturan desa yang dihasilkan hanya satu yaitu Peraturan Desa Nomor 03 tahun 2011 tentang RPJM-DESA. 2. Faktor yang menyebabkan anggota BPD dalam pelaksanaan fungsinya adalah rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sehingga anggota BPD mengalami kesulitan dalam penyusunan peraturan desa. Selain itu kurangnya peranan anggota BPD dalam menggunakan hak inisiatifnya, dilihat dari latar belakang ilmu yang dimiliki tidak sesuai dengan tugas dan bidang yang dijalankan, serta kurangnya pengetahuan dan pengalaman dalam bidang pemerintahan. 3. BPD dalam menjalankan fungsinya sebagai penampung dan penyalur aspirasi masyarakat masih kurang terlaksana. Karena segala aspirasi-aspirasi yang datang dari masyarakat tidak ada tindak lanjutnya. BPD seakan-akan lepas tangan karena yang dituju masyarakat adalah Kepala Desa. 4. Tidak ada hubungan komunikasi yang baik antara anggota BPD dengan masyarakat. Sehingga masyarakat lebih menyalurkan aspirasinya kepada Kepala Jaga ditiap-tiap wilayahnya. 5. Masih rendahnya pemahaman dan pengetahuan dari masyarakat terhadap fungsi dan peran dari BPD. Hal ini disebabkan karena anggota BPD tidak mengikutsertakan masyarakat untuk berpartisipasi dalam rapat atau pertemuan-pertemuan guna untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan yang di emban oleh BPD. Saran 1. Perlu adanya koordinasi dan kerja sama yang baik antara anggota BPD dengan Pemerintah Desa dalam pembuatan peraturan desa, serta diperlukan evaluasi dari pihak kecamatan tehadap kinerja dari anggota BPD. 2. Perlu dilakukan peningkatan kualitas anggota BPD, baik dari segi pendidikan, maupun pengalaman. Serta perlu diadakan pelatihan-pelatihan tentang penyusunan peraturan desa terutama bagi anggota BPD yang belum memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam bidang pemerintahan. Hal ini sangat penting untuk dilakukan agar menambah pemahaman, pengetahuan serta keterampilan para anggota BPD dalam menjalankan fungsi dan tugasnya masing-masing. 3. Demi terselenggaranya kehidupan masyarakat yang sejahtera, perlu adanya hubungan komunikasi yang baik antara anggota BPD dengan masyarakat, agar masyarakat dapat
menyampaikan keluhan dan aspirasinya. Sehingga perlu ditingkatkan pola hubungan komunikasi secara intensif dan terkoordinasi dengan terjun langsung ke lapangan ke tengah masyarakat untuk mendengar keluhan-keluhan masyarakat secara langsung. 4. Anggota BPD harus mengikutsertakan masyarakat dalam rapat atau pertemuanpertemuan, agar proses pelaksanaan pembuatan peraturan desa dapat sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat, serta dapat meningkatkan pemahaman dari masyarakat terhadap fungsi yang diemban oleh BPD. Daftar Pustaka Ali Muhamad, 1986. Kamus Bahasa Indonesia. Angkasa, Bandung Dwipayana, Ari AAGN, 2003. Membangun Good Governance di desa. Yogyakarta, IRE Pres Yogyakarta Fauzan Ali, 2010. Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 72 tentang Desa terkait dengan Peran Badan Permusyawaratan Desa dalam penyusunan dan Penetapan Peraturan Desa. Semarang Handayaningrat Soewarno, 1989. Administrasi Pemerintahan Dalam Pembangunan Nasional. Jakarta, Haji Masagung Irawan Tahir, Sadu Wasistiono, 2007. Prospek Pengembangan Desa. Bandung CV Fokus Media Moleong, Lexy, 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosada Karya, Bandung Ndraha Taliziduhu, 1991. Dimensi-dimensi Pemerintahan Desa, PT. Bumi Aksara Jakarta Nurcholis Hanif, 2011. Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. PT. Gelora Aksara Pratama. Sugiyo, 2004. Peran Badan Perwakilan Desa (BPD) Dalam Meningkatkan Sikap Demokratisasi Desa, Yogyakarta Sumartono, 2006, Kemitraan Pemerintah Desa dengan Badan Permusyawaratan Desa dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Jurnal Admistrasi Publik Tohardi, Ahmad, 2002. Pemahaman Praktis Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung, Mandar Maju Wibowo R. Dipoprasetyo, Peran Badan Perwakilan Desa (BAPERDES) dalam Rangka Mewujudkan Pemerintahan Desa Yang Baik, Yogyakarta. Widjaya H.A.W, 2003 Otonomi Desa Merupakan Otonomi Desa yang asli, bulat dan utuh. PT. RAJA Gravindo Persada, Jakarta 2004 Sumber lainnya : Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 tahun 2005 Tentang Desa