Efektivitas Badan Permusyawaratan Desa (BPD)Dalam Penyusunan Peraturan Desa (Suatu Studi di Desa Watudambo Dua Kec. Kauditan Kab. Minahasa Utara)
OLEH : OLIVIA P.I PANAWAR 100813037
ABSTRAKSI Keberadaan Badan Permusyawaratan Desa dapat di sejajarkan dengan pemerintah desa, yang berfungsi sebagai mengayomi adat istiadat, membuat peraturan desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintah desa. Kehadiran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam pemerintahan desa dengan berbagai fungsi dan kewenangannya di harapkan lebih efektif dan mampu mewujutkan system cheek and balances dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Namun demikian di sisi lain, kehadiran Badan Permusyawaratan Desa juga telah menimbulkan berbagai permasalahan di tingkat desa terutama yang menyangkut hubungan kerja antara BPD dengan kepala desa, yang di atur berdasarkan kaidah normatif, beberapa permasalahan pokok dari penulisan ini adalah bagaimana efektivitas BPD dalam rangka penyelenggaraan pemerintah desa khususnya dalam penyusunan peraturan desa. Peraturan desa yang sudah di tetapkan kepala desa dan Badan Peermusyawaratan Desa (BPD) di desa Watudambo Dua sampai saat ini hanya 1 (satu) peraturan desa yang belum tepat sasaran yaitu peraturan desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). Pada pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di desa Watudambo Dua pada umumnya tidak sesuai dari apa yang tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Minahasa Utara No. 1 Tahun 2007 tentang Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Badan Permusyawaratan Desa yang ada di desa tersebut saat ini hanyalah sekedar sebuah lembaga yang
hanya menampung aspirasi masyarakat tanpa melakukan tindakan penyaluran terhadap aspirasi tersebut. LATAR BELAKANG Pada era demokrasi sebagaimana telah berjalan di negeri ini, masyarakat memiliki peran yang cukup sentral untuk menentukan pilihan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan dan aspirasinya. Masyarakat memiliki kedaulatan yang cukup luas untuk menentukan orientasi dan arah kebijakan pembangunan yang di kehendaki. Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum terkecil yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang di akui dan di hormati oleh negara. Desa sebagai salah satu entitas pemerintahan paling rendah menjadi arena paling tepat bagi masyarakat untuk mengaktualisasikan kepentingannya guna menjawab kebutuhan kolektif masyarakat. Mengacu pada UU No. 32 thn 2004 tentang pemerintahan daerah. Badan Permusyawaratan Desa adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah desa. Badan Permusyawaratan desa berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. BPD berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan desa. Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keperwakilan wilayah yang di tetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Anggota BPD terdiri dari ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. Salah satu keterlibatan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam penyusunan peraturan desa di Desa Watudambo Dua Kecamatan Kauditan Kabupaten Minahasa Utara, dengan menyetujui bersama salah satu peraturan desa yag ada yaitu pada Bab III Pasal 6 yang bunyinya sebagai berikut :
“Pemerintah desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintah desa dan rumah tangga desa, meningkatkan perekonomian rakyat, membina kehidupan masyarakat dan kelestarian budaya dan adat istiadat yang hidup dan berkembang di desa serta memelihara ketentraman dan ketertiban desa”. Peraturan
desa
yang sudah di
tetapkan
kepala
desa
dan
Badan
Peermusyawaratan Desa (BPD) di desa Watudambo Dua sampai saat ini hanya 1 (satu) peraturan desa yang belum tepat sasaran yaitu peraturan desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). Ini menunjukan belum adanya efektivitas kerja dari BPD dalam pelaksanaan fungsinya dalam hal menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat serta bersama-sama kepala desa membuat peraturan desa. Selain itu dalam peraturan mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa yang sudah di tetapkan, masyarakat masih merasa aturan tersebut tidak mewakili seluruh hak-hak masyarakat yang bertempat tinggal di desa Watudambo Dua. Salah satu contoh adalah penggunaan dana desa yang masih belum tepat sasaran. Hal ini terlihat pada di bangunnya Klinik Kesehatan yang sampai pada saat ini klinik tersebut tidak digunakan oleh masyarakat Watudambo Dua. Badan Permusyawaratan Desa yang ada di desa tersebut saat ini hanyalah sekedar sebuah lembaga yang hanya menampung aspirasi masyarakat tanpa melakukan tindakan penyaluran terhadap aspirasi tersebut. Selain itu, BPD tidak melaksanakan tugas sebagaimana mestinya sebagai mitra dari kepala desa, yang terjadi bahkan kepala desa melakukan tugasnya sendiri tanpa ada dukungan dan bantuan oleh BPD. Padahal hubungan keduanya jelas diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 72 Tahun 2005 Tentang Desa dan Undangundang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. RUMUSAN MASALAH 1.
Bagaimana efektivitas Badan Permusyawaratan Desa dalam penyusunan peraturan desa.
2.
Apa kendala/hambatan efekitifitas Badan Penyelenggaraan Desa dalam penyusunan peraturan desa. GAMBARAN UMUM TENTANG DESA Desa Watudambo Dua terletak pada posisi geografis 1 o24’31” Lintang Utara,
125o4’55” Bujur Timur dan merupakan salah satudari 12 desa di wilayah kecamatan Kauditan, yang terletak 5 Km kea rah timur dari ibu kota kecamatan atau 21 Km dari Airmadidi, ibu kota Kabupaten Minahasa Utara Propinsi Sulawesi Utara. Desa Watudambo Dua mempunyai luas wilayah seluas 425 Hektar. Dari luas wilayah 425 Hektar, yang menjadi wilayah pemukiman adalah seluas 30 Hektar sedangkan sisanya adalah lahan perkebunan/pertanian. Secara topografis, wilayah desa Watudambo Dua berada pada ketinggian antar 25-50 meter diatas permukaan laut. Desa watudambo dua termasuk dalam wilayah administratif kecamatan kauditan kabupaten minahasa utara provinsi Sulawesi utara, yang secara geografis desa watudambo dua terletak :
Sebelah selatan berbatasan dengan desa Watudambo dan Kema
Sebelah timur berbatasan dengan desa Watudambo
Sebelah utara berbatasan dengan desa Tontalete
Sebelah barat berbatasan dengan desa Tontalete Berdasarkan hasil sensus penduduk pada November tahun 2012, jumlah
penduduk di desa Watudambo Dua sebanyak 2.650 jiwa. Yang terdiri dari laki-laki sebanyak 1.380 jiwa (52,8%) dan perempuan sebanyak 1.279 jiwa (47,9%) yang berasal dari 733 KK yang tersebar dalam 10 wilayah jaga. PEMBAHASAN Salah satu wewenang dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yaitu melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan peraturan hukum tua. Untuk mengetahui Efektivitas Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam
Penyusuna Peraturan Desa, maka penulis melakukan wawancara dengan ketua BPD guna mengetahui tentang tahapan-tahapan dalam penyusunan peraturan desa yang ada di desa Watudambo Dua. Tahapan-tahapan penyusunan peraturan desa yang di kemukakan oleh Ketua BPD, Bapak Ir Servie Ngangi, Ms yaitu : 1.
Menyaring aspirasi masyarakat dalam setiap pertemuan mingguan dalam arisan jaga, karena setiap jaga harus diwakili oleh 1 orang masyarakat untuk mengemukakan aspirasinya;
2.
Pertemuan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) secara regular;
3.
Pembicaraan internal dari Badan Prmusyawaratan Desa (BPD);
4.
Melemparkan ke forum;
5.
Diberikan kepada kepala desa untuk disetujui;
6.
Disahkan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Pelaksanaan tugas dan fungsi dalam struktur organisasi tidak selamanya
berjalan dengan baik seperti yang diharapkan, terkadang dalam pelaksanaannya aparat pemerintah mengalami kendala-kendala atau faktor penghambat. Demikian halnya dengan pelaksanaan pelanyanan pemerintah dalam hal ini BPD yang ada di daerah-daerah lain, pelaksanaan layanan pemerintah dalam hal ini BPD yang berlangsung di Desa Watudambo Dua Kecamatan Kauditan Kabupaten Minahasa Utara di pengaruhi beberapa faktor-faktor, baik itu faktor yang menjadi pendukung jalannya fungsi dari BPD maupun faktor yang menjadi penghambat pelayanan dari fungsi BPD itu sendiri. Dalam penjelasan umum Undang-undang No.32 Tahun 2004 ditegaskan bahwa landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratis dan pemberdayaan masyarakat. Sebagai perwujudan demokrasi, dalam penyelenggaraan pemerintahan desa maka dibentuklah Badan Permusyawaratan Desa atau dengan sebutan lain yang sesuai dengan budaya
yang berkembang di desa bersangkutan yang berfungsi sebagai lembaga pengatur dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, seperti dalam penyusunan peraturan desa. Dengan
demikian
Badan
Permusyawaratan
Desa
sebagai
lembaga
permusyawaratan warga masyarakat di desa mempunyai peran yang sangat penting dan strategi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Badan Permusyawaratan Desa berkedudukuan sejajar dan menjadi mitra kerja Pemerintahan Desa diharapkan dapat
menjalankan
fungsinya
sebagai
lembaga
yang mengawasi
jalannya
Pemerintahan Desa. Berdasarkan
pembahasan
diatas
mengenai
fungsi
dari
Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) di desa Watudambo Dua dapat dilihat bahwa terdapat hambatan-hambatan yang mengakibatkan BPD tidak dapat melaksanakan fungsinya secara maksimal. Hambatan-hambatan tersebut adalah sebagai berikut : a.
Kurangnya pengetahuan masyarakat desa Watudambo Dua terhadap tugas dan fungsi dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD);
b.
Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang dipilih bukan merupakan kesepakatan bersama masyarakat;
c.
Lemahnya koordinasi antara ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan kepala desa maupun komunikasi antara BPD dan masyarakat;
d.
Tidak adanya kantor dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD) itu sendiri, yang berfungsi untuk merangkum, merumuskan, dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
KESIMPULAN Kondisi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di desa Watudambo Dua dalam penelitian ini masih memerlukan penguatan kelembagaan, terutama dalam melakukam penyusunan sampai ke pengawasan peraturan desa. Hal ini dilihat dari
pemaknaan sebagian anggota masyarakat terhadap tugas dan fungsi BPD hanya semata-mata sebagai oposisi pemerintah desa dari pada sebagai mitra pemerintah desa dalam melaksanakan proses pembangunan desa dalam hal ini pembangunan klinik kesehatan. Efektivitas Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam penyusunan peraturan desa sudah berjalan dengan baik hal ini dilihat dari tahapan-tahapan yang dibuat oleh BPD dalam Penyusunan Peraturan Desa. SARAN Kepala desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di desa Watudambo Dua, hendaknya menyadari efektivitas, tugas, fungsi, dan posisi masing-masing. Bekerja sama, berkoordinasi, bermusyawarah, dan berkomunikasi dengan baik dalam rangga penyusunan peraturan dan tidak terjebak dalam konflik. Dengan melihat kendala atau hambatan yang ada, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) lebih ditingkatkan lagi sosialisa terhadap tugas dan fungsi dari BPD agar masyarakat yang ada di desa Watudambo Dua lebih mengeahui tugas dan fingsi dari BPD tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Abe, Alekxander, Perencanaan Daerah Memperkuat Prakarsa Rakyat Dalam Otonomi Daerah, Lapera Pustaka Utama, Yogyakarta, 2001.
Arikunto Suharsimi, Pro. Dr, Dasar-dasar Supervisi, Rineka Cipta, Jakarta, 2004. Bungin, Analisa Data Penelitian Kualitatif, Grafindo Persada, Jakarta, 2003. H, Tanjung, Memahami Penelitian Kualitatif, Alfa Beta, Bandung, 2003. Jaya Eko CV, Himpunan Peraturan Desa dan Kelurahan Tahun 2007, Jakarta, 2007. Mikkelsen,
Britha,
Metode
Penelitian
Partisipatoris
dan
Upaya-upaya
Pemberdayaan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2006. Moelong, Lexy J, Dr. M. A, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosada Karya, Bandung, 2001. M, Thomas, Prof. Dr, Buku Penentuan Membuat Tesis, Skripsi, Disertasi, dan Makalah, Bumi Aksara, Jakarta, 2002. Nawawi Handari H, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 2007. Nugrolis Hanif, Pertumbuhan & Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Erlangga, Cirakas, Jakarta, 2011. Salam Faisal Moch .SH, Penyelesaian Sengketa Pegawai Negeri Sipil di Indonesia, CV. Mandar Maju, Bandung, 2003. Salim Peter dan Yeni Salim, Kamus Dasar Bahasa Indonesia Kontempores, Moderen English Press, Jakarta, 1991. Simamora Hendri, Manajemen Sumber Daya Manusia, STIE TKPN, Yogyakarta, 1997. Sumber-sumber Lain :
Peraturan Daerah Kabupaten Minahasa Utara No. 1 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Desa
Peraturan Desa Watudambo Dua No. 3 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa
PP No. 72 Tahun 2005 tentang desa;
UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah;
Kantor Desa Watudambo Dua