135
IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH BADAN PERMUSYAWARATAN DESA Mhd. Taufik dan Isril FISIP Universitas Riau, Kampus Bina Widya Km. 12,5 Simpang Baru Panam, Pekanbaru 28293
Abstract: Implementation Regulation on Badan Permusyawaratan Desa. The purpose of this study is to investigate the implementation of local regulations No. 7 of 2007 on the Village Consultative Body (BPD) in Rokan Hulu District Tandun and analyze the factors that become barriers. This type of research is descriptive qualitative research approach. The data used in this study is primary data, primary data is data obtained through interviews and documentation. To analyze the data and information obtained by qualitatively analyzed using triangulation. The results showed legislative implementation of the BPD is still not running as it should, because the duties and functions of BPD is still not optimal in the field. This is evident in responses from the head of the village, district, community leaders and youth leaders gave statements BPD less than optimal performance. Communication factors, resources, and attitudes as well as implementing bureaucratic structure factor is a factor that becomes an obstacle for the implementation of the regulation. Abstrak: Implementasi Peraturan Daerah tentang Badan Permusyawaratan Desa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi peraturan daerah Nomor 7 Tahun 2007 tentang Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Kecamatan Tandun Kabupaten Rokan Hulu dan menganalisis faktor yang menjadi kendalanya. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, data primer merupakan data yang didapat dengan menggunakan wawancara dan dokumentasi. Untuk menganalisa data dan informasi yang diperoleh dengan dianalisis secara kualitatif menggunakan triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan implementasi Perda tentang BPD masih belum berjalan sebagaimana mestinya, karena tugas pokok dan fungsi BPD masih belum optimal di lapangan. Hal ini terbukti dari tanggapan pihak kepala desa, camat, tokoh masyarakat dan tokoh pemuda memberikan pernyataan kurang optimalnya kinerja BPD. Faktor komunikasi, sumber daya, dan sikap pelaksana serta faktor struktur birokrasi merupakan faktor yang menjadi kendala bagi implementasi Perda tersebut. Kata Kunci: implementasi kebijakan, Perda, BPD
PENDAHULUAN Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sangat besar perannya dalam pemerintahan desa terutama sebagai penyeimbang pemerintah desa yang dipimpin langsung oleh kepala desa. BPD diangkat oleh masyarakat desa dan merupakan perwakilan dari masyarakat desa. BPD sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa yang berfungsi menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat serta melakukan pengawasan dalam penetapan dan pelaksanaan peraturan desa, anggaran pendapatan dan belanja desa, dan kebijakan yang ditetapkan oleh kepala desa. Berdasarkan aturannya, BPD berangggotakan wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah. Kemudian anggota BPD terdiri dari unsur keterwakilan
Ketua Rukun Warga (RW), Pemangku adat, golongan profesi, tokoh agama dan atau tokoh masyarakat lainnya. Anggota BPD ditetapkan dengan jumlah ganjil, paling sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak 11 (sebelas) orang, dengan memperhatikan luas wilayah, jumlah penduduk dan kemampuan keuangan desa. BPD memiliki sekretariat yang dibantu oleh seorang sekretaris BPD yang diangkat dari perangkat desa atau Kaur Desa yang potensial, cakap dan mampu atas usul BPD dan ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Fungsi BPD adalah menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, kemudian mengayomi dan melestarikan adat istiadat serta nilai-nilai sosial budaya yang tidak bertentangan dengan norma-norma agama. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 135
136 Jurnal Kebijakan Publik, Volume 4, Nomor 2, Oktober 2013, hlm. 119-218
tentang Desa pasal 34 dan 35 menyebutkan BPD mempunyai tugas dan wewenang membahas rancangan peraturan desa bersama kepala desa, melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan peraturan kepala desa, mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala desa, membentuk panitia dan memproses pemilihan kepala desa dan menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan penyalurkan aspirasi masyarakat serta menyusun tata tertib BPD. BPD berhak meminta keterangan kepada pemerintah desa dan menyatakan pendapat. Masa keanggotaan BPD adalah 6 tahun dan dapat diangkat kembali satu kali masa jabatannya. Di Kecamatan Tandun Kabupaten Rokan Hulu BPD kurang menjalankan fungsinya di lapangan. Dari pengamatan dengan berbagai alasan yang diberikan antara lain karena mereka memiliki pekerjaan tersendiri dan tidak hanya mengurusi masalah kemasyarakatan, sehingga tugas sebagai anggota BPD dilaksanakan setelah pekerjaan pokok mereka selesai dikerjakan. Kemudian juga tidak adanya usaha menampung aspirasi masyarakat sehingga ada keluhan dari warga masyarakat bahwa BPD tidak berjalan sebagaimana mestinya. Fungsi budget tidak berjalan karena dalam penyusunan dan pengesahan ABPDes BPD tidak berperan (tidak pernah membahas rancangan APBDes). Tata tertib BPD tidak dilaksanakan dan tidak dipahami karena tata tertib dibuat oleh Kepala Desa. Sebagai sebuah hasil, maka implementasi menyangkut tindakan seberapa jauh arah yang telah diprogramkan itu benar-benar memuaskan (Lister, 1980). Akhirnya pada tingkatnya abstraksi tertinggi implementasi sebagai akibat ada beberapa perubahan yang dapat diukur dalam masalah-masalah besar yang menjadi sasaran program implementasi. Meter and Horn (1975) menekankan bahwa tahap implementasi tidak dimulai pada saat tujuan dan sasaran ditetapkan oleh keputusan kebijaksanaan sebelumnya; tahap implementasi baru terjadi setelah proses legislatif dilalui dan pengalokasian sumber daya dan dana telah disepakati. Ekawati (2005) menyatakan, bahwa definisi
implementasi secara eksplisit mencakup tindakan oleh individu/kelompok privat (swasta) dan publik yang langsung pada pencapaian serangkaian tujuan terus menerus dalam keputusan kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal ini meliputi antar usaha mentransformasi keputusan dalam tindakan operasional, berusaha mencapai perubahan besar dan kecil sebagaimana dimandatkan oleh keputusan kebijakan. William (1971) dengan lebih ringkas menyebutkan dalam bentuk lebih umum, penelitian dalam implementasi menetapkan apakah organisasi dapat membawa bersama jumlah orang dan material dalam unit organisasi secara kohesif dan material dalam unit organisasi secara kohesif dan mendorong mereka mencari cara untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Edward III (1980) mengemukakan untuk efektifnya implementasi kebijakan harus diperhatikan empat indikator, yaitu Komunikasi bahwa keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementator mengetahui apa yang harus dilakukan dan hal ini hanya dapat tercapai jika proses komunikasi berjalan baik; Sumberdaya faktor penting untuk implementasi kebijakan agar efektif; Disposisi menunjukkan sikap yang dimiliki oleh implementor; dan Struktur Organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki peran penting dalam implementasi kebijakan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi peraturan daerah Nomor 7 Tahun 2007 tentang Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Kecamatan Tandun Kabupaten Rokan Hulu dan menganalisis faktor yang menjadi kendalanya. METODE Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif dengan tujuan mengetahui pelaksanaan tugas pokok dan fungsi BPD di Kecamatan Tandun Kabupaten Rokan Hulu dan faktor yang menghambat pelaksanaan tugas pokok dan fungsi BPD. Dalam penelitian kualitatif, instrument utamanya adalah peneliti sendiri, namun selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas, maka
Implementasi Peraturan Daerah tentang Badan Permusyawaratan Desa (Mhd. Taufik dan Isril)
kemungkinan akan dikembangkan instrument penelitian sederhana, yang diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan dengan data yang telah ditemukan melalui observasi dan wawancara. Peneliti akan terjun ke lapangan sendiri, baik pada grand to question, tahap focused and selection, melakukan pengumpulan data, analisis dan membuat kesimpulan. HASIL DAN PEMBAHASAN Implementasi Peraturan Daerah tentang BPD Peraturan Daerah No. 7 tahun 2007 tentang BPD di Kecamatan Tandun Kabupaten Rokan Hulu berbicara masalah tugas pokok dan fungsi BPD. Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, membentuk BPD sebagai unsur penyelenggara Peerintahan Desa yang berfungsi menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat serta melakukan pengawasan dalam hal penetapan dan pelaksanaan peraturan desa, anggaran pendapatan dan belanja desa dan Kebijakan yang ditetapkan oleh kepala desa. Perda ini lahir menimbang PP No 72 Tahun 2005 tentang Desa. Pada pasal 1 ayat 6 dijelaskan bahwa pemerintahan desa adalah penyelenggaran urusan pemeirntahan oleh pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan. Pada ayat 7 disebutkan bahwa BPD adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai unsur penyelenggara pemerintah. Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah. Kemudian juga anggota BPD terdiri dari unsur keterwakilan ketua RW,pemangku adat, golongan profesi tokoh agama dan tokoh masyarakat lain. Pada pasal 12 dijelaskan BPD berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama kepala desa dan juga mengayomi dan melestarikan adat istiadat serta nilai-nilai sosial budaya yang tidak bertentangan dengan norma-norma agama dan
137
juga bertugas serta berwenang membahas rancangan Peraturan Desa berama kepala desa, kemudian melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan peraturan kepala desa. Kemudian mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala desa dan juga membentuk panitia memproses pemilihan kepala desa dan menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat dan menyusun tata tertib BPD. Kinerja BPD masih rendah dan tidak sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku, hal ini banyak kendala yang dihadapinya diantaranya dapat dilihat dari berbagai persoalan yang dihadapi dan berbicara masalah tugas BPD pada kenyataannya. BPD masih belum optimal melaksanakan tugas dan fungsinya antara lain karena dalam menjalankan tugasnya belum nampak hasil nyata seperti produk peraturan desa yang dibuat bersama kepala desa. Kemudian juga kehadiran di Kantor BPD masih sangat jarang dilakukan dan juga masalah penyerapan aspirasi dan juga menyaluran aspirasi masyarakat juga jarang terjadi. Roda pemerintah di desa masih berjalan lancar sehingga BPD belum ada selama ini mengusulkan utnuk pemberhentian kepala desa. Namun untuk pengusulan pengangkatan kepala desa sementara memang pernah terjadi. BPD berperan baik dalam pelaksanaan pemilukades. pernyataan pihak yang berkepentingan yang membahas mengenai pelaksanaan tugas dan fungsi BPD masih belum berjalan, sebagian besar dari anggota BPD mengakuinya dan mereka mengharapkan untuk ke depan lebih meningkat. Implementasi Perda No 7 Tahun 2007 masih belum berjalan sebagaimana mestinya, karena tugas pokok dan fungsi BPD masih belum optimal di lapangan. Hal ini terbutki dari tanggapan pihak kepala desa, camat, tokoh masyarakat dan tokoh pemuda memberikan pernyataan kurang optimalnya kinerja BPD. Hal ini dinyatakan bahwa banyak kendala yang belum dilakukan seperti masalah tugas membuat peraturan desa bersama kepala desa masih belum dilakukan dan juga penampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat juga dinilai masih belum dijalankan.
138 Jurnal Kebijakan Publik, Volume 4, Nomor 2, Oktober 2013, hlm. 119-218
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Muhammad yang mengatakan bahwa kinerja BPD antara lain: turut memberikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan desa seperti dalam peraturan desa dan turut mengambil keputusan bersama kepala desa tentang permasalahan desa. Tingkat partisipasi masyarakat dalam menunjuk wakilnya di BPD sehingga dapat menyampaikan aspirasi atau keinginan masyarakat dan memberikan kepercayaan penuh kepada anggota BPD untuk menyampaikan aspirasi mereka tersebut. Cara menetapkan anggota BPD yang duduk mewakili masyarakat di tingkat desa yang dilihat dari cara pencalonan yang diajukan masyarakat, kemudian melakukan pemilihan kepada calon yang dicalonkan dan melakukan pengangkatan terhadap calon yang terpilih. Rendahnya latar belakang anggota BPD merupakan kondisi pendidikan anggota BPD yang dimiliki, gambaran tentang kondisi ekonomi anggota BPD yang dimilikinya dan keadaan budaya. Kurang mengertinya masyarakat tentang pemerintahan desa seperti fungsi pemerintah dalam desa, mekanisme penyelenggaraan pemerintahan desa dan pentingnya kebijakan desa yang ditetapkan dan rendahnya sikap masyarakat terhadap anggota BPD dalam menjalankan tugasnya kemudian sikap masyarakat terhadap terhadap anggota BPD dalam menyampaikan aspirasi dan sikap masyarakat terhadap realisasi aspirasi yang berkembang. Faktor yang Menjadi Kendala Implementasi Peraturan Daerah tentang BPD Secara keseluruhan diketahui faktor komunikasi, sumber daya dan sikap pelaksana serta faktor struktur birokrasi merupakan faktor yang menjadi kendala bagi implementasi peraturan daerah No 7 tahun 2007. Hal ini disebabkan dengan komunikasi yang secara tidak langsung hanya melalui handphone masih dinilai kurang efektif dalam menjalankan tugas dan fungsi BPD. Kemudian juga masalah kualitas sumber daya manusia yang menjadi anggota BPD juga menjadi masalah tersendiri dalam rangka membangun BPD ke depan yang siap memberikan pelayanan
kepada masyarakat. Selain itu juga faktor sikap pelaksana yang karena kekurangan waktu dalam melayani masyarakat menyebabkan implementasi kebijakan menjadi terkendala. Terakhir berkaitan dengan masalah struktur birokrasi yang menerapkan tugas dan wewenang dari anggota BPD terkadang kurang jelas menjadi kendala tersendiri kepada anggota BPD dalam memainkan perannya dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Edward (1980) bahwa struktur birokrasi (bureaucratie structure), dimana suatu kebijakan seringkali melihat lembaga atau organisasi dalam implementasinya dan memerlukan koordinasi yang efektif diantara lembaga-lembaga atau organisasi terkait. Struktur Birokrasi, menurut Edward struktur birokrasi adalah struktur birokrasi pelaksana program. Ada dua unsur/bagian yang menjadi telaahan Edward: 1) Prosedur rutin atau Standar prosedur operasi (Standard Operating Procedure = SOPs), 2) Fragmentasi (pemecahan/pembagian untuk beberapa bagian kuasaan). Dalam telaahan mengenai konteks struktur birokrasi, Edward tidak menjelaskan secara nyata/eksplisit mengenai konteks struktur birokrasinya. Edward tidak membedakan organisasi/birokrasi pelaksana kebijakan (implementing orgazation) ke dalam konteks intraorganisasional dan interorganisasional. Jadi, struktur birokrasi yang dimaksudkan oleh Edward hanya berlaku pada kasus implementasi kebijakan yang diselenggarakan oleh pelaksana (intra organisasional pelaksanaan kebijakan) maupun dalam konteks implementasi kebijakan yank diselenggarakan oleh banyak organisasi (interorganisasional policy implementation). Namun demikian, variabel ini sangat penting dalam mendukung efektifitas implementasi kebijakan. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses implementasi yang dikemukakan oleh Grindle di atas secara singkat dielaborasi oleh Darwin (1993) sebagai berikut: Kepentingan yang dipengaruhi, Implementasi suatu program akan ditentukan oleh seberapa jauh perubahanperubahan yang dituntut oleh program itu akan
Implementasi Peraturan Daerah tentang Badan Permusyawaratan Desa (Mhd. Taufik dan Isril)
mengancam kepentingan-kepentingan tertentu dalam masyarakat. Kelompok-kelompok masyarakat yang merasa terancam oleh adanya program akan cenderung menampakkan sikap oposisinya baik secara terbuka maupun terselubung. Oleh karena itu, semakin besar adanya kelompok yang dirugikan akibat dari program, maka proses implementasi program itu akan semakin sulit. Sebaliknya semakin kecil kelompok masyarakat yang merasa dirugikan maka semakin mudah program tersebut diimplementasikan. Type keuntungan/manfaat, Jika suatu kebijaksanaan atau program menjanjikan keuntungan/manfaat yang jelas bagi kelompok sasaran, maka dukungan terhadap implementasi program akan mudah diperoleh. Begitu pula sebaliknya, jika kelompok sasaran tidak dapat memahami keuntungan/manfaat yang bakal diperoleh dari suatu program, maka akan sulit diperoleh dukungan bagi proses implementasi program. Oleh karena itu, para implementator harus mampu menciptakan opini bagi kelompok sasaran untuk meyakinkan mereka terhadap keuntungan/manfaat yang bakal diraihnya. Luasnya perubahan yang diharapkan, Semakin luas perubahan yang diharapkan dart implementasi suatu program terhadap kelompok sasaran akan semakin sulit implementasi program tersebut memperoleh dukungan dari kelompok sasaran tersebut. Jika ada dua pilihan dalam proses implementasi program dengan hasil yang kurang lebih sama, maka pilihan harus dijatuhkan pada alternatif yang menuntut perubahan terkecil dari kelompok sasaran. Oleh karena itu, setiap implementasi suatu program atau kebijakan harus diusahakan atau dipilih strategi yang dapat minimalkan perubahan pada kelompok sasaran. Keempat, Ruang lingkup pengambilan keputusan Ruang lingkup pengambilan keputusan juga berpengaruh terhadap implementasi keputusan tersebut. Ada keputusan yang diambil oleh sekelompok kecil policy maker di instansi pusat, namun ada pula keputusan yang diambil dengan melibatkan banyak policy maker baik yang berada di pusat maupun di daerah. Keputusan jenis pertama akan lebih mudah diimplementasikan dibandingkan dengan
139
jenis keputusan kedua. Namun bukan berarti bahwa sentralisasi lebih unggul dari desentralisasi. Tetapi yang jelas hahwa desentralisasi agar dapat berhasil membutukan tanggung jawab Iebih besar dari para aktor baik yang berada di pusat maupun daerah. Keenam, Pelaksana-pelaksana program, Dalam proses implementasi program, pelaksana program mempunyai peranan yang cukup penting atas keberhasilan maupun kegagalan. Untuk itu setiap implementasi program diperlukan pelaksana yang tepat baik ditinjau dari segi kualitas maupun kuuantitas. Di samping itu, yang tak boleh dilupakan bahwa pelaksana tersebut harus mempunyai komitmen yang tinggi terhadap keberhasilan implementasi program. Karena dengan komitmen yang tinggi itu akan dapat mendorong mereka untuk mengembangkan berbagai upaya untuk mencapai hasil yang maksimal. Termasuk diantaranya adalah mengembangkan koordinasi yang solid karena tanpa koordinasi yang solid diantar pelaksana program, maka mereka akan melakukan kegiatan sesuai dengan persepsi dan kepentingan masingmasing sehingga pada gilirannya keberhasilan implementasi sulit tercapai. Ketujuh, Sumberdaya yang terlibat. Dalam Proses perumusan kebijakan sebagian dari keputusan yang diambil adalah menetapkan siapa atau lembaga mana yang akan dibebani sebagai implementor dari kebijakan tersebut. Agar implementasi dapat berjalan secara efektif, maka implementor itu harus mempunyai kemampuan yang cukup dan didukung oleh sumber daya yang memadai. Kedelapan, Kekuasaan, kepentingan dan strategi dari aktor yang terlibat. Pada dasarnya kebijaksanaan atau program dilaksanakan dalam suatu suasana sistem politik tertentu, melibatkan banyak kepentingan, baik di tingkat pusat maupun daerah, baik di lingkugan politisi, birokrat maupun kekuatan sosial dan bisnis dalam masyarakat. Masing-masing aktor dalam kadar tertentu mempunyai kekuasaan dan strategi tersendiri untuk memperjuagkan kepentingannya. SIMPULAN Implementasi Perda No 7 Tahun 2007 tentang BPD masih belum berjalan sebagaimana
140 Jurnal Kebijakan Publik, Volume 4, Nomor 2, Oktober 2013, hlm. 119-218
mestinya, karena tugas pokok dan fungsi BPD masih belum optimal di lapangan. Hal ini terbutki dari tanggapan pihak kepala desa, camat, tokoh masyarakat dan tokoh pemuda memberikan pernyataan kurang optimalnya kinerja BPD. Hal ini dinyatakan bahwa banyak kendala yang belum dilakukan seperti masalah tugas membuat peraturan desa bersama kepala desa masih belum dilakukan dan juga penampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat juga dinilai masih belum dijalankan. Faktor komunikasi, sumber daya dan sikap pelaksana serta faktor struktur birokrasi merupakan faktor yang menjadi kendala bagi implementasi Perda ini. Hal ini disebabkan dengan komunikasi yang secara tidak langsung hanya melalui handphone masih dinilai kurang efektif dalam menjalankan tugas dan fungsi BPD. Kemudian juga masalah kualitas sumber daya manusia yang menjadi anggota BPD juga menjadi masalah tersendiri dalam rangka membangun BPD ke depan yang siap memberikan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu juga faktor sikap pelaksana yang karena kekurangan waktu dalam melayani masyarakat menyebabkan implementasi kebijakan menjadi terkendala. Terakhir berkaitan dengan masalah struktur birokrasi yang menerapkan tugas dan wewenang dari anggota BPD terkadang kurang jelas menjadi kendala tersendiri kepada anggota BPD dalam memainkan perannya dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.
DAFTAR RUJUKAN Abidin Said, Zainal. 2002. Kebijakan Publik. Jakarta: Yayasan Pancur Curah Dessler, 1985. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Prenhallindo Dunn, William, 1981. Public Policy Analvsis : An Introduction. Englewood Cliffs. N.J: Prectice Hall. Inc. Dye, Thomas R., 1981, Understanding Public Policy, Englewood Cliffs: Prentice Hall Inc. Edward, George C., 1980. Implementing Public Policy. Washington: Congressional Quarterly Inc Ekawati, Lilik, 2005. Isu Strategik Riset dan Aksi Mewujudkan Akuntabilitas Pemerintah, Surabaya: Usaha Nasional Grindle, 1980. Policy Content and Context in Implementation Princeton. New Jersey: University Press Lister, James P, 1980. Public Implementation: Evaluation of the Field and Agenda of Future Research Policy Studies, Review Autum, 7 (1) Nugroho, D. Riant, 2006, Otonomi Daerah, Desentralisasi Tanpa Revolusi. Jakarta: Elexmedia Komputindo Tangkilisan, Hesel, Nogi, 2003, Implementasi Kebijakan Publik. Yogyakarta: Lukman Offset Wahab, Solichin A., 1997. Analisis Kebijakan Negara. Jakarta: Rineka Cipta