BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA
A. Latar
Belakang
Berdirinya
Badan
Permusyawaratan
Desa
dan
Pemerintahan Desa Badan Permusyawaratan Desa merupakan organisasi yang berfungsi sebagai badan yang menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Anggotanya adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. BPD mempunyai peran yang besar dalam membantu Kepala Desa untuk menyusun perencanaan desa dan pembangunan desa secara keseluruhan. Dalam UU No. 32 dijelaskan bahwa pembangunan kawasan pedesaan yang dilakukan oleh kabupaten/ kota dan atau pihak ketiga mengikutsertakan pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa. Dalam rangka pemberdayaan dan penguatan desa, pemerintah mendorong terbentuknya Badan Perwakilan Desa (BPD) yang dalam UU.No.32 tahun 2004 , menjadi Badan Permusyawaratan Desa. Dalam melaksanakan kewenangan yang dimilikinya untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai lembaga legeslasi (menetapkan kebijakan desa) dan menampung serta menyalurkan aspirasi masyarakat bersama Kepala Desa. Lembaga ini pada hakikatnya adalah mitra kerja pemerintah desa yang memiliki kedudukan sejajar dalam menyelenggarakan urusan Pemerintahan Desa, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Sebagai lembaga legislasi, Badan Permusyawaratan
13
Desa (BPD) memiliki hak untuk menyetujui atau tidak terhadap kebijakan desa yang dibuat oleh Pemerintah Desa. Lembaga ini juga dapat membuat rancangan peraturan desa untuk secara bersama-sama Pemerintah Desa ditetapkan menjadi peraturan desa. Disini terjadi mekanisme check and balance system dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa yang lebih demokratis. Sebagai lembaga pengawasan, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) memiliki kewajiban untuk melakukan kontrol terhadap implementasi kebijakan desa, Anggaran dan Pendapatan Belanja Desa (APBDes) serta pelaksanaan keputusan Kepala Desa. Selain itu, dapat juga dibentuk lembaga kemasyarakatan desa sesuai kebutuhan
desa
untuk
meningkatkan
partisipasi
masyarakat
dalam
penyelenggaraan pembangunan.
B. Pengertian Badan Permusyawaratan Desa dan Pemerintah Desa Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disingkat BPD adalah, badan Permusyawaratan yang terdiri atas pemuka-pemuka masyarakat di desa yang berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat peraturan desa, menampung dan menyulurkan aspirasi masyarakat serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Desa. 8 Salah satu tugas pokok yang dilaksanakan lembaga ini (BPD) adalah berkewajiban dalam menyalurkan aspirasi dan meningkatkan kehidupan masyarakat desa, sebagaimana juga diatur dalam PP. No. 72 Tahun 2005 tentang
8
A.W. Widjaja, Pemerintah Desa dan Adminitrasi Desa, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993, hlm. 35
14
Desa, BPD dituntut mampu menjadi aspirator dan articulator antara masyarakat desa dengan pejabat atua instansi yang berwenang. Desa yang secara yuridis formal diakui keberadaanya memiliki otonomi yang bersifat tradisional, kenyataanya menunjukkan selama diberlakukan UU No. 32 Tahun 2004 maupun PP No. 72 tahun 2005 kurang mengalami kemajuan yang cukup signifikan, bahkan sebaliknya masyarakat desa sangat tergantung pada bantuan pihak luar pada segi dana maupun kebutuhan-kebutuhan dasar lainnya. 9 Selama ini, pembahasan mengenai desa dan pengaturan kebijakan mengenai pemerintahan desa belumpernah dilakukan secara mendalam dan menyeluruh melalui suatu proses kontrak social yang terbuka. Penyusunan kebujakan pengaturan mengenai desa cenderng elitis dan tertutup sehingga hasilnya hamper selalu menimbulkan “kejutan-kejutan” di kalangan masyarakat luas. 10 UU No. 32 Tahun 2004 yang diganti dengan PP No. 72 Tahun 2005 secara normative didalamnya mengatur desa sebagai unit organisasi pemerintahan terendah yang pada Undang-Undang sebelumnya diatur sendiri dengan UU No. 5 Tahun 2004 yang bercorak sentralistik, namun pergeseran perubahan yang menonjol pada UU No. 32 Tahun 2004 maupun PP No. 72 Tahun 2005 yaitu filosofi yang digunakan adalah “keanekaragaman dalam kesatuan” sebagai kontra konsep dari filosofi “keseragaman” yang digunakan dalam UU No. 5 Tahun 2004, disamping itu upaya simplikasi pengaturan mengenai desa dan kelurahan karena sebelumnya diatur dan Undang-undang tersendiri, oleh karenanya agar tidak 9
Ibid, Hlm 36 Miftah Thoha, Birokrasi dan Politik di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 34 10
15
menyebabkan adanya desa-desa yang tidak terbina (aut of control) perlu dibuat pedoman umum pengaturan desa melalui peraturan daerah masing-masing yang mengacu pada peraturan pemerintah sebagaimana diamanatkan dalam PP No. 72 Tahun 2005. Sedangkan sistem pemerintahan desa yang disebut dengan pemerintah desa adalah Kepala Desa dan Lembaga Musayawarah Desa. Pemerintah desa dalam
melaksanakan tugasnya dibantu oleh perangkat desa yang terdiri dari
sekretaris desa dan kepala-kepala urusannya yang merupakan staf membantu kepala desa dalam menjalankan hak wewenang dan kewajiban pemerintah desa. 11 Penyelenggara pemerintahan desa menurut PP No. 72 Tahun 2005 flfiarahkan agar mampu menggerakkan prakarsa dan partisipasi masyarakat. Proses pembuatan peraturan desa akan berhasil baik apabila didukung oleh partisipasi seluruh warga masyarakat dengan menyampaikan aspirasinya dan juga kemampuan BPD di dalam menyerap aspirasi dari masyarakat dan dibantu oleh seluruh perangkat pemerintah desa tersebut. Sekretaris desa sekaligus menjalankan tugas dan wewenang kepala desa sehari-hari apabila desa berhalangan. Pemerintah desa juga dilengkapi dengan lembaga-lembaga musyawarah desa yang berfungsi menyalurkan pendapat masyarakat di desa dengan masyawarah setiap rencana yang diajukan kepala desa sebelum menetapkan menjadi ketetapan desa. 12
11 12
Ibid, Hlm. 34 Miftah Thoha, Op.Cit. hlm. 43
16
Sekretaris desa diangakat dan diberhentikan oleh Bupati Kepala Daerah Tingkat II setelah mendengar pertimbangan Camat atas usul Kepala Desa sesudah mendengar pertimbangan Lembaga Permusyawaratan Desa. Sedangkan pengertian desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 13 Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat degan memperhatikan asal usul Desa dan persyaratan yang ditentukan sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. 14 Dengan berdasarkan pada adat istiadat dan asal usul Desa dimungkinkan adanya pembagian wilayah yang merupakan lingkungan kerja pelaksanaan Pemerintah Desa. 15 Kewenangan Desa mencakup: 16 a. Kewenangan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul Desa; b. Kewenangan yang oleh Peraturan perundang-undangan yang berlaku belum dilaksanakan Daerah dan Pusat; c. Tugas pembantuan dari pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten. Kewenangan otonomi desa yang begitu luas, masih ditambah dengan beban dalam kapasitasnya sebagai organisasi pemerintah terendah guna 13
AW Widjaja, Pemerintahan Desa/Marga, Berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001 hlm. 65 14 Ibid, hlm. 30 15 Ibid, hlm. 43 16 Ibid, hlm. 73
17
inengemban tugas, misi dari seluruh Departemen/ Kementerian, sehingga idealnya desa harus memiliki sumber pendapatan yang cukup untuk membiayai pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan desa. Keberhasilan pembangunan desa sangat dipengaruhi adanya kemauan politik (political -will) dan tindakan politik (political action) dari pemerintah maupun komponen bangsa lainnya untuk dapat memainkan peranan penting dalam proses pembangunan di desanya. Kewenangan otonomi desa yang begitu luas, masih ditambah dengan beban dalam kapasitasnya sebagai organisasi pemerintah terendah guna mengemban tugas, misi dari seluruh Departemen/ Kementerian, sehingga ideahiya desa harus memiliki sumber pendapatan yang cukup untuk membiayai pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan desa. Keberhasilan pembangunan desa sangat dipengaruhi adanya kemauan politik ((political will) dan tindakan politik (political action) dari pemerintah maupun komponen bangsa lainnya untuk dapat memainkan peranan penting dalam proses pembangunan di desanya. Pemerintah Desa berhaJc menolak pelaksanaan tugas perbatuan yang tidak disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia. Kepala desa di dalam menjalankan tugas dan fungsinya bertanggungjawab kepada Bupati Kepala Daerah Tingkat II melalui Camat Kepala Wilayah Kecamatan yang bersangkutan, sedangkan Sekretaris desa dan Kepala-kepala dusun bertanggungjawab kepada sekretaris desa. Adapun hak dan kewajiban kepala desa adalah sebagai berikut: 17 1. Mengajukan pencalonan perangkat desa kepada pejabat yang berwenang.
17
Wajong. J. Asas dan Tujuan Pemerintahan Daerah, Jembatan, Jakarta, 1973, hlm. 78
18
2. Mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan. 3. Menunjuk seorang kuasa atau lebih untuk mewakili desanya. 4. Mengatur penyelenggaraan pemerintah dan pembangungan desa. 5. Mewakili desanya dalam rangka kerjasama, Wewenang Kepala Desa adalah sebagai berikut: a. Menyelenggarakan rapat lembaga masyawarah desa. b.
Menggerakkan partisipasi masyarakat dalam membangun.
c. Menumbuhkan dan mengembangkan serta membina jiwa gotong-royong masyarakat. d. Melaksanakan pembinaan dan pengembangan adat istiadat, e. Menetapkan keputusan kepala desa sebagai pelaksana dari keputusan desa. 18
Sedangkan kewajiban dari kepala desa adalah sebagai berikut:
1. Melaksanakan tertib administrasi pemerintah di tingkat desa 2. Melaksanakan pembangunan dan pembinaan masyarakat. 3. Melaksanakan
pembinaan
terhadap
organisasi-organisasi
kemasyarakatan. 4. Menggali dan memelihara sumber-sumber pendapatan. 5. Bertanggungjawab
atas
jalannya
penyelenggara
pemerintah,
pelaksanaan pembangunan dan pembinaan masyarakat. 6. Melaksanakan keputusan-keputusan desa. 7. Menyelesaikan perselisihan-perselisihan yang terjadi di desa.
18
Ibid 79
19
8. Menyusun rencara program kerja tahunan dan program kerja Jima tahunan. 9. Menyusun APPKD (Anggaran Penerimaan dan Pengeluaran Keuangan Desa) 10. Memberikan
keterangan
pertanggungjawaban
kepada
lembaga
musyawarah desa. 19 Hak, wewenang dan kewajiban Kepala Desa sebagai penyelenggara urusan dalam rangka urusan Pemerintahan Daerah dan Pemerintahan Umum adalah sama. Sesuai PP No. 72 Tahun 2005 pasal 212 ayat (3) sumber pendapatan desa teridiri atas : a. Pendapatan Asli Desa; b. Bagi hasil pajak daerah dan restribusi daerah Kabupaten/Kota; c.
Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota;
d.
Bantuan
dari
Pemermtah.
Pemerintah
Propinsi
dan
Pemerintah
Kabupaten/Kota; e.
Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga. Pengamatan empirik sumber pendapatan desa menunjukkan fakta bahwa : 20 1. Pendapatan asli desa pada umumnya berasal dari tanah desa yang tidak semua desa memiliki, kalaupun ada digunakan untuk penghasilan pamong desa. 19
Ibid 79 Kusworo, Kajian Tentang Perubahan Pemerintahan Desa Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 1974, Jurnal Administrasi Pemerintahan Daerah, Volum I, Edisi Ke-3 2004, hlm. 22 20
20
Badan Usaha Desa yang berbentuk perusahaan desa yang menghasilkan sebagaimana diatur dalam pasal 213 Undang-Undang ini, hampir dipastikan belum ada, sedangkan hasil swadaya gotong royong dan partisipasi masyarakat mampu. 2. Bantuan kepada desa dari Kabupaten/Kota baru sebatas melestarikan kebijakan yang sudah ada dari Pemerintah Pusat, berupa program Bantuan Desa. 3. Bantuan dari Pemerintah dan Pemerintah Propinsi lazimnya disebut ganjaran, namun jumlahnya sangat terbatas hanya untuk tambahan penghasilan bagi perangkat desa. 4. Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga jarang terjadi. Kenyataan dilapangan menunjukkan selama ini kebijakan pemerintah berbentuk Program Bantuan Desa yang sifatnya berbentuk stimulant untuk merangsang agar tumbuh partisipasi amsyarakat dalam menunjang pembangunan desa, justru menjadi sumber utama yang diharapkan dalam pembiayaan pembangunan di desa. Salah satu peluang lain sumber pendapatan desa sesuai PP No. 72 Tahun 2005 adalah berupa bantuan dari pemerintah kabupaten/kota dan bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota dapat diberikan secara proposional dalam arti setiap desa tidak hams sama nilai nominal
21
bantuannya, akan tetapi perlu diperhatikan juga dari aspek luas wilayah, jumlah penduduk tingkat perkembangan desa maupun jarak lokasi desa. 21 Tercapainya tujuan organisasi pemerintahan desa yang dimanifestasikan oleh kepala desa, hubungan kerja dengan kecamatan maupun Pemerintah kabupaten/kota
sangat
diperlukan.
Apalagi
kalau
menengok
masa
diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 dimana kedudukan kepala desa dibuat sedemikian rupa sehingga akan selalu lebih banyak berorientasi ke atas meskipun kepala desa dipilih dan dibiayai oleh masyarakat, akan tetapi kepala desa tidak bertanggung jawab kepada para pemilihnya baik secara langsung amupun tidak langsung. Sesuai Undang-Undang ini, kepala desa bertanggung jawab sepenuhnya kepada camat, ia hanya memberikan keterangan pertanggung jawaban kepada Lembaga Musyawarah Desa (LMD). 22 Makna demokrasi adalah keterwakilan artinya pemerintahan yang demokratis, keputusan-keputusan yang dibuat harus mencerminkan keterwakilan rakyat melalui Permusyawaratan politik. Konsep Permusyawaratan adalah konsep yang menunjukkan hubungan antara orang-orang, yakni pihak yang mewakili dan diwakili, di mana orang yang mewakili memiliki sederet kewenangan sesuai dengan kesepakatan antar keduanya. Dalam PP No. 72 Tahun 2005 konsep keterwakilan sebagaimana tersebut diatas tercermin dalam institusi yang dinamakan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang berkedudukan sejajar dengan pemerintah desa. Adapun fungsi BPD sesuai PP No. 72 Tahun 2005 Pasal 4 menyebutkan "Badan Permusyawaratan 21
Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah : Pasang Surut Hubungan Kewenangan Antara DPRD dengan Kepala Daerah, Alumni, Bandung, 2004, hlm. 41 22 Ibid Hlm. 42
22
Desa atau yang disebut dengan nama lain beriungsi mengayomi adat istiadat, membuat peraturan desa,, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintah desa" Secara konsepsional BPD yang berkedudukan sejajar dan menjadi mitra pemerintah desa diharapkan dapat menjalankan tugasnya dengan prinsip "chek and balance'" dan sangat dibutuhkan hubungan kemitraan (partnership) yang didasarkan pada filosofi sebagai berikut : 23 a. Adanya kedudukan yang sejajar antara yang bermitra. b. Adanya kepentingan bersama yang ingin dicapai. c. Adanya sikap saling mengormati. d. Adanya niat baik untuk saling membantu dan saling mengingatkan. Pada tataran konsep, kedudukan BPD berdasarkan PP No. 72 Tahun 2005 sangat ideal sebagai wahana untuk menjalankan demokrasi di tingkat desa, bahkan berdasarkan pasal 105 ay at (1) "Anggota Badan Permusyawaratan Desa dipilih dari dan oleh penduduk desa yang memenuhi persyaratan", akan tetapi pada tataran implementasi dari wujud kemitraan antara pemerintah desa dengan BPD menghadapi permasalahan yang menyebabkan tidak dapat mengarah kepada pencapaian tujuan diselenggarakannya otonomi desa. Didalam PP No. 72 Tahun 2005 sebutan Badan Permusyawaratan Desa diubah menjadi Badan Permusyawaratan Desa, yang sesuai dengan pasal 209 menyebutkan "Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat".
23
Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah, Op.Cit. Hlm. 44
23
Sedangkan anggota, pimpinan, dan masa kerja syarat dan tata cara penetapannya sesuai pasal 210 sebagai berikut: 1. Anggota Badan Permusyawaratan Desa adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan yang ditetapkan dengan cara masyawarah dan mufakat; 2. Pimpinan Badan Permusyawatan Desa dipilih dari dan oleh anggota BPD; 3. Masa jabatan anggota Badan Permusyawaratan Desa adalah 6 (enam) tahun dan dapat dipilih lagi untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya; 4. Syarat dan tata cara penetapan anggota dan pimpinan Badan Permusyawaratan Desa diatur dalam Perda yang berpedoman pada peraturan pemerintah. Pola kemitraan antara pemerintah desa dengan Badan Permusyawaratan Desa sesuai Undang-Undang ini, tercermin untuk mengembalikan pada budaya politik lokal yang sudah ada pada masyarakat pedesaan. Budaya olitik lokal yang berbasis pada filosofi "musyawarah mufakat". Musyawarah berbicara tentang proses, sedangkan mufakat berbicara tentang basil. Hasil yang baik diharapkan diperoleh dari proses yang baik. Melalui musyawarah untuk mufakat, berbagai konflik antara para elit politik dapat segera diselesaikan secara arif, sehingga tidak samapi menimbulkan goncangan-goncangan yang merugikan masyarakat luas. Pengalaman empiris memperlihatkan bahwa kemitraan yang diharapkan dapat berjalan secara harmonis antara pemerintah desa dengan BPD ternyata seringkali mengalami hambatan yang disebabkan antara lain : a. Munculnya ego sektoral yang menimbulkan ketidakpercayaan antara kedua belah pihak yang berdampak pada lingkungan kerja kurang kondusif; b. Kualitas sumber daya manusia yang masih terbatas;
24
c. Kurang memahaminya tugas dan fungsi masing-masing, sehingga ada kesan bahwa BPD selalu mencari kesalahan dari pemerintah desa; d. Pengabdian sebagai anggota BPD hanya dijadikan sambilan, karena sebagian besar anggota masyarakat mempunyai tugas pokok masing-masing; e. Tunjangan anggota BPD kurang memadai, sekalipun pengaturan mengenai tunjangan sebenamya sudah ada dalam PP No. 72 Tahun 2005.
Pemerintah Desa Hakikat otonomi daerah adalah efisiensi dan efektivitas dalam penyelenggaran pemerintahan, yang pada akhirnya bernuansa pada pemberian pelayanan kepada masyarakat yang hakikatnya semakin lama semakin baik, disamping untuk member peluang peran serta masyarakat dalam kegiatan pemerintahan dan pembangunan secara luas dalam konteks demokrasi. Mengantisipasi aspirasi masyarakat yang terus berkembang serta menghadpai perkembangna yang terjadi, baik dalam lingkungan nasional maupun internasional yang secara langsung akan berpengaruh terhadap roda atau pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan di Negara kita, maka untuk menjawab dan menghadapi tantangan dan sekaligus peluang diperlukan adanya pemerintahan daerah yang tangguh, yang didukung oleh system dan mekanisme kerja yang professional. 24 Kenyataan menunjukkan bahwa system dan mekanisme penyelenggaraan pemerintah daerah berdasarkan PP No. 72 Tahun 2005 kurang dapat menangkap 24
Sohartono, Desa digambarkan sebagai bentuk kesatuan masyarakat, Aditya Bakti, 2001, Hlm. 10
25
sinyal-sinyal tersebut. Hal ini tidak sja disebabkan oleh karena masih adnaya beberapa peraturan pelaksanaan PP No. 72 Tahun 2005 yang belum diterbitkan, akan tetapi lebih dikarenakan beberapa pengaturan dalam Undang-Undang tersebut tidak sesuai lagi dengan tuntutan perkembangan yang terjadi. Dikaitkan dengan
pemerintahan
desa
yang
keberadaanya
adalah
berhadapan langsung dengan masyarakat, maka sejalan dengan otonomi daerah tersebut, upaya untuk memberdayakan (empowering) pemerintahan desa harus dilaksanakan. 25 Salah satu cirri yang baik adalah dapat memberikan kepuasan bagi yang memerlukan karena cepat, mudah, tepat dan dapat terjangkau. Disamping itu, pelayanan harus relati dekat yang memerlukannya. Posisi pemerintah yang paling dekat dengan masyarakat adalah pemerintah desa. Sedangkan dari segi pengembangan peran serta masyarakat, maka pemerinth desa selaku Pembina, pengayom dan pelayan kepada masyarakat sangat berperan dalam menunjang mudahnya masyarakat digerakkan untuk berpartisipasi. Otonomi daerah yang akan terus digalakkan terus adalah otonomi daerah yang mandiri yang dapat mewadahi dan memberikan respon secara aktif terhadap kebutuhan, kehendak dan aspirasi masyarakat. Pengembangan dan pembangunan otonomi daerah tetap dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dan diarahkan untuk memberikan kewenangna-kewenangan yang lebih luas kepada pemerintah daerah yang langsung berhubungan dengan masyarakat dengan maksud untuk lebih meningkatkan pelayanan dan partisipasi aktif masyarakat
25
Ibid Hlm. 11
26
terhadap pelaksanaan pembangunan disegala bidang didaerah khususnya maupun nasional pada umumnya. 26 System struktur kelembagaan dan mekanisme kerja disemua tingkatan pemerintah, khususnya pemerintahan daerah yang langsung berhubungan dengan masyarakat diarahkan untuk dapat menciptakan pemerintahan yang peka terhadap perkembangan dan perubahan yang terjadi. Penyelenggaraan pemerintahan desa merupakan sub system dalam system penyelenggaraan pemerintahan desa merupakan sub system dalam system penyelenggaraan pemerintahan nasional sehingga desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai pemerintahan desa adalah keaneka ragaman, partisipasi, otonomi asli, demokrasi dan pemberdyaaan masyarakat. Pengaturan lebih lanjut mengenai desa ditetapkan oleh peraturan daerah Kabupaten (PERDA Kabupaten) sesuai pedoman umum yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Dalam menetapkan kebijakan tersebut sudah seyogyanya Perda yang dibuat berdasarkan aspirasi masyarakat daerah setempat, sehingga tidak menimbulkan kebijakan yang tumpung tindih dengan kebutuhan masyarakat. Hal ini perlu diantisipasi kedepan. Sebab suatu kebijakan ang kurang tepat dapat menimbulkan ekses yang tidak di inginkan. Dan bukan membuat suatu pola kebijakan yang lebih baik tetapi tidak sebaliknya. Untuk itu diperlukan sebuah perencanaan yang matang dan terpadu. 26
Rozali, Pemberdayaan Potensi Desa untuk meningkatkan Pendapatan Desa, Bina Aksara, Jakarta, 2002, Hlm. 64
27
C. Dasar Hukum Pembentukan Badan Permusyaratan Desa Sesuai dengan PP No. 72 Tahun 2005 tentang pokok-pokok pemerinthan di Daerah, program-program pendayagunaan kelembagaan pemerintah daerah dan desa terutama adalah yang menyangkut rumusan tugas, fungsi, saling hubungan, tanggung jawab dan kewenangan yang melekat pada struktur organisasi dalam seluruh hirarki administrasi pemerintah daera dan desa. Sehubungan dengan upaya peningkatan kemampuan penyelenggaraan urusan pemerintahan di daerah, baik dalam rangka desentralisasi, dekontrasi dan pelaksanaan tugas pembantuan, dalam Repelita V dilakukan pengkajian dan langkah-langkah penataan dan pengaturan kembali pembagian dan batas-batas wewenang antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Tingkat I dan Pemerintah Daerah Tingkat II. Selanjutnya unsure-unsur organisasi yang berperan dalam upaya peningkatan pendapatan asli daerah akan dimantapkan system dan kemampuan teknis dan manajemennya. Lebih mendorong peran serta masyarakat dalam pembangunan daerah, ditempuh usaha untukmeningkatkan saling pengertian dan kerja sama antara aparatur pemerinth yang ada di daerah, dan antara aparatur pemerintaha tersebut dengan dunia usaha dan masyarakat pada umumnya. Hal ini dilakukan antara lain dengan
meluaskan
informasi,
memperlancar
28
komunikasi,
meningkatkan
kesempatan, dan mengkordinasikan serta menyerasikan berbagai langkah kegiatan pembangunan di daerah. 27 Dalam PP No. 72 Tahun 2005 konsep keterwakilan sebagaimana tersebut diatas tercermin dalam institusi yang dinamakan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang berkedudukan sejajar dengan pemerintah desa. Adapun fungsi BPD sesuai UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 4 menyebutkan “Badan Permusyaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain befungsi mengayomi adat istiadat, membuat peraturan desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta melakukan pengawasn terhadap penyelenggaraan pemerintah desa. 28 Badan Permusyawaratan Desa (BPD) secara langsung menjadi system pengangkatan Badan Permusyawaratan Desa (Bamusdes). Persoalan mengenai Bamusdes sebenarnya bukan hanya pada system pengangkatannya, tetapi juga pada fungsi (peran) yang harus dilakukan bersama dengan kepala desa yang dipilih menyusun dan mengesahkan peraturan-peraturan desa. Akibatnya, secara popular legitimasi aturan-aturan desa yang ditetapkan dapat dinilai tidak kuat. Fungsi pengawasn Bamusdes terhadap kinerja kepala desa di dalam PP No. 72 Tahun 2005 tidak ada. Kepala des dipilih secara langsung oleh rakyat desa tetapi pertanggungjawabannya tidak kembali kepada rakyat desa sebagai konstituenya melainkan kepada Bupati melalui Camat. Mekanisme pertanggungjawaban kepala desa ini jelas mencedarai prinsip transparansi dan akuntabilitas kepada desa yang
27
Muhyanto, Masalah dan Tantangan Pembangunan Pedesaan Jangka Panjang Tahap Ke-II, APMD, Yogyakarta, 1991, hlm. 74 28 Syaukani HR, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Pustaka Belajar, Jakarta, 2002, hlm. 31
29
dapat berakibat pada responsivitas kepala desa terhadap kepentingan dan kebutuhan rakyat desa rendah. 29 Dalam PP No. 72 Tahun 2005 sebutan Badan Permusyawaratan Desa diubah menjadi Badan Permusyawaratan Desa, yang sesuai dengan Pasal 32 menyebutkan “Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalukan aspirasi masyarakat. Anggota BPD terdiri dari tokoh-tokoh agama, adat, organisasi social politik, golongan profesi dan unsure pemuka masyarakat lainnya yang memenuhi persyaratan yang dipilih dari dan oleh penduduk desa. Untuk melaksanakan pemilihan anggota BPD tersebut di atas Kepala Desa membentuk Panitia pemilihan yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa, keanggotannya sebanyak-banyaknya 9 (Sembilan) orang yang terdiri dari 1 orang ketua merangkap anggota, 1 orang Sekretaris merangkap anggota, dan 7 orang anggota. Lebih mendorong peran serta masyarakat dalam pembangunan daerah, ditempuh usaha untuk meningkatkan saling pengertian dan kerja sama antara aparatur pemerintah yang ada di daerah, dan antara aparatur pemerintah tersebut tersebut dengan dunia usha dan masyarakat pada umumnya. Hal ini dilakukan antara
lain
dengan
melakukan
informasi,
memperlancar
komunikasi,
meningkatkan kesempatan, dan mengkordinasikan serta menyerasikan berbagai langkah kegiatan pembangunan di daerah. 30 Mendukung perwujudan otonomi daerah yang dititikberatkan pada Daerah Tingkat II, program pendayagunaan aparatur pemerintah juga ditujukan pada 29
Abdul Ghafar Karim, Kompleksits Persoalan Otonomi Daerah di Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003, hlm. 45 30 HA W Widjaja, Op.Cit, hal. 65
30
usaha untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan teknis dan manajemen aparatur pemerintah Daerah Tingkat II khususnya perangkat Dinasdinasnya. 31 Sedikitnya ada 108 desa di Kabupaten Semarang Jawa Tengah yang bingung karena pada pertengahan awal tahun 2005 ini masa jabatna BPD yang terpilih pada 5 (lima) tahun lalu telah habis masa jabatannya. Untuk membentuk BPD yang baru, sesuai dengan UU No. 32/2004 dan PP No. 72/2005, Pemerintah Kabupaten belum mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) mengenai BPD ayng akan berganti nama menjadi Badan Permusyawaratan Desa. Bagaimana pula dengan desa-desa lain di Kabupaten yang lain diseluruh tanah air yang mengalami hal serupa, termasuk masa jabatan Kepala Desa yang selesai pada pertengahan tahun ini. Jika peraturan Daerah belum disyahkan oleh Pemda dan DPRD, bagaimana nasib pemerintah desa. 32 Mengantisipasi
pertanyaan-pertanyaan
seperti
ini,
agar
tidak
menimbulkan persoalan yang berlarut-larut di tingkat pemerintah desa di seluruh tanah air, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) telah menerbitkan Surat No. 140/2242/SJ tertanggal 6 September 2005 mengenai Penjelasan tentang Pengangkatan Pejabat Kepala Desa, Pengisian Sekretaris Desa dan Penetapan Anggota dan Pimpinan Badan Permusyaratan Desa (BPD). Surat ini terbit 4 (empat) bulan sebelum Peraturan Pemerintah (PP) No. 72 tahun 2005 tentang Desa ditanda tangani Presiden.
31
Bambang Yudyono, Otonomi Daerah Desentralissi dan Pengembangan SDM Aparatur Daerah dan Anggota DPRD, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2000, hlm. 45 32 Kusworo, Op.Cit, hlm. 23
31
Khusus mengenai BPD dalam Surat Mendagri No. 140/2242/SJ ini, khususnya nomor 7 (tujuh) dinyatakan bahwa para anggota BPD yang diproses melalui mekanisme sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan sebagai pelaksanaan dari PP No. 72 Tahun 2005. 33
D. Tata Cara Pengangkatan Badan Permusyawaratan Desa Pemilihan Anggota BPD dilaksanakan oleh penduduk desa dari dusun dalam wilayah desa yang bersangkutan yang mempunyai hak pilih yang pelaksananaya dilakukan oleh Panitia Pemilihan. Panitia pemilihan adalah, Panitia Pemilihan anggota Badan Permusyaratan Desa yang ditetapkan dengan Keputusan BPD.
34
Jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa ditentukan berdasarkan jumlah penduduk desa yang bersangkutan. Anggota DPRD dipilih dari caloncalon yang diajukan oleh kalangan adat, agama, organisasi social-politik, golongan profesi an unsure pemuka masyarakat lainnya yang memenuhi persyaratan. Adapun syarat-syarat yang harus dimiliki seseorang untuk menjadi anggota Badan Permusyawaratan Desa adalah sebagai berikut : a. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa b. Setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
33 34
Bambang Yudyono, Op.Cit, Hlm 46 A.W Widjaya, Op.Cit, hlm. 49
32
c. Tidak pernah terlihat langsung atau tidak langsung dalam kegiatan yang menghianati Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, G 30 S/PKI dan/atau kegiatan organisasi terlarang lainnya 35 d. Berpendidikan sekurang-kurangnya SLTP atau berpengetahuan yang sederajat e. Berumur sekurang-kurangnya 25 tahun/sudah kawin; f. Nyata-nyata tidak terganggu jiwa/ingatannya ; g. Sehat jasmani dan rohani h. Berkelakuan baik, jujur dan adil i. Tidak pernah dihukum penjara karena melakukan tindak pidana kejahatan j. Mengenali daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di desa setempat k. Bersedia dicalonkan menjadi anggota DPRD l. Tidak sedang dicabut hak pilihannya berdasarkan keputusan Pengadilanyang telah mempunyai kekuatan hukum pasti ; m. Memenuhi syarat-syarat lain yang sesuai dengan adat istiadat yang diatur dalam Peraturan desa. 36 Pengesahan anggota BPD adalah selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah Kepala Desa menyampaikan Berita Acara Hasil Pemilihan kepada Bupati melalui Camat. Sebelum BPD melaksanakan tugas dan wewenangnya, Bupati atau pejabat yang ditunjuk melakukan pelantikan dan mengambil sumpah/janji terhadap Pimpinan dan Anggota BPD. Setelah pengambilan sumpah Anggota BPD Kepala Desa dengan persetujuan BPD mengangkat Sekretaris BPD sebagai Kepala 35
Bambang Yudyono, Otonomi Daerah Desentralissi dan Pengembangan SDM Aparatur Daerah dan Anggota DPRD, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2000, hlm. 45 36
Ibid, hlm. 51
33
Sekretariat dan Star sesuai yang dibutuhkan. Sekretaris dan Staf BPD tersebut bukan dari Perangkat Desa. Badan Permusyawaratan Daerah mempunyai fungsi yakni : Jumlah anggota Badan Permusyaratan Desa ditentukan berdasarkan jumlah penduduk desa yang bersangkutan. Anggota BPD dipilih dari calon-calon yang diajukan oleh kalangan adat, agama, organisasi social-politik, golongan profesi dan unsure pemuka masyarakat lainnya yang memenuhi persyaratan. a. Mengayomi, yaitu menjaga kelestarian adat istiadat yang hidup dan berkembang
di
Desa
yang
bersangkutan,
sepanjang
menunjang
kelangsungan pembangunan. b. Legalisis, yaitu meliputi pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan Desa bersama-sama Pemerintah Desa. c. Pengawasan, yaitu meliputi pengawasan terhadap pelaksanana Peraturan Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa serta Keputusan Kepala Desa. d. Menampung aspirasi yang diterima dari masyarakat dan menyalurkan kepada pejabat instansi yang berwenang. 37
37
A.W w. Widjaja, Op.Cit, hlm. 13
34