IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL STUDI KASUS DI KECAMATAN KARANGPILANG SURABAYA
SKRIPSI
Oleh: Yos Pramadhi N.P.M : 10 141 100
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA 2014
1
2
IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL STUDI KASUS DI KECAMATAN KARANGPILANG SURABAYA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Wijaya Putra Surabaya
Oleh: Yos Pramadhi N.P.M : 10 141 100
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA 2014 i
3
IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL STUDI KASUS DI KECAMATAN KARANGPILANG SURABAYA
NAMA
: YOS PRAMADHI
FAKULTAS
: ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN
: ADMINISTRASI NEGARA
NPM
: 10 141 100
DISETUJUI dan DITERIMA OLEH DOSEN PEMBIMBING
H.Suprayoga, SE, M.Si
ii
4
LEMBAR PENGESAHAN Implementasi Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial Studi Kasus Di Kecamatan Karangpilang Surabaya Judul
:
Nama
: Yos Pramadhi
NIM
: 10141100
Fakultas
: Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Program Studi : Ilmu Administrasi Negara
Skripsi ini telah diuji dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Administrasi Negara Universitas Wijaya Putra Surabaya
Surabaya, Juli 2014 Komisi Penguji Skripsi Ketua Penguji
H. Suprayoga, SE, M.Si. Penguji 1
Penguji 2
Drs. Dwi Wahyu Prasetyono, M.Si.
Drs. M. Najib, MM.
Mengetahui, Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Surpiyanto, S.Sos, M.Si. iii
5
MOTTO
“Tempora mutantur, nos et mutamur in illis” “ Waktu akan berubah dan kita akan ikut berubah didalamnya” ( Yos Pramadhi )
“Allah meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”
(Depag RI, 1989 : 421)
iv
6
IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL STUDI KASUS DI KECAMATAN KARANGPILANG SURABAYA
YOS PRAMADHI NPM. 10 141 100 ABSTRAK Sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan Pasal 28 huruf c UndangUndang Dasar 1945, bahwa secara yuridis setiap orang berhak untuk memenuhi kebutuhan dasarnya demi meningkatkan kualitas hidupnya. Hal ini dijabarkan dalam ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah kedua kali dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 dimana salah satu kewajiban daerah sehubungan dengan penyelenggaraan otonomi daerah adalah meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial guna mencapai kesejahteraan masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Pemerintah Daerah mempunyai tugas untuk menangani persoalan-persoalan kesejahteraan sosial di daerah. Selama ini Pemerintah Kota Surabaya telah memberikan pelayanan kesejahteraan sosial melalui SKPD di tiap Kecamatan, namun karena kompleksitas persoalan sosial perkotaan di Kota Surabaya, maka agar penanganannya lebih optimal perlu didukung dengan Peraturan Daerah. SKPD Kecamatan Karangpilang Surabaya ini dijalankan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat. Penelitian ini berupaya untuk mendeskripsikan Implementasi Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial secara spesifik dengan kondisi yang di dihadapi masyarakat di Kecamatan Karangpilang yang di tinjau dari segi keberadaan faktor pendukung dan faktor penghambat dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial tersebut. Berdasarkan temuan data dan anilisis kualitatif yang dilaksanakan, maka dapat dikemukan bahwa secara umum keberadaan Implementasi Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaran Kesejahteraan Sosial di Kecamatan Karangpilang, berjalan dengan baik, dan berdasarkan data pengamatan, penyelenggaraan kesejahteraan sosial ini dilakukan secara berkesinambungan dan dilakukan dengan baik. Meskipun, terdapat berbagai kendala teknis dan non teknis dalam implementasi secara utuh. Kata Kunci: Implementasi, Peraturan Daerah, Kesejahteraan Sosial v
7
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Alhamdulillah Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan, limpahan rahmat, nikmat, dan anugerah-Nya sehingga penulisan skripsi yang berjudul “ Implementasi Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial Studi Kasus Di Kecamatan Karangpilang Surabaya” dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan akademik pada Program Sarjana (S1) Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Wijaya Putra Surabaya. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah turut serta membantu penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan pihak penyusunan skripsi ini tidak mungkin dapat terselesaikan. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. H. Budi Endarto, SH, M.Hum, selaku Rektor Universitas Wijaya Putra Surabaya. 2. Dr. Sri Yuni Woro Astuti, M.Com, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Wijaya Putra Surabaya. 3. Supriyanto, S.sos, M.Si, selaku Ketua Program Studi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Wijaya Putra Surabaya.
vi
8
4. H.Suprayoga, SE, M.Si selaku Dosen Pembimbing. Terima kasih atas bimbingan, ilmu, waktu, ide, bantuan, tenaga dan pikiran yang telah diberikan. 5. Segenap Dosen Pengajar Program Studi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Wijaya Putra Surabaya. Terima kasih untuk seluruh ilmu bermanfaat yang telah diberikan selama masa perkuliahan. 6. Orang tua dan keluarga yang tiada henti-hentinya memanjatkan do’a untuk saya. 7. PT.Cahaya Insan Suci yang telah membantu dan memberi dukungan selama masa perkuliahan. 8. Teman-teman kampus semuanya, terima kasih atas bantuan, semangat, dan dukungan yang diberikan kepada penulis. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. karena keterbatasan waktu, tenaga, pikiran, kemampuan lain yang ada pada diri penulis pada saat penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata dengan segala kerendahan hati, penulis ucapkan terima kasih.
Surabaya, Juli 2014 Penulis,
Yos Pramadhi NPM. 10 141 100
vii
9
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ MOTTO ................................................................................................................. ABSTRAKSI SKRIPSI.......................................................................................... KATA PENGANTAR ........................................................................................... DAFTAR ISI .......................................................................................................... DAFTAR TABEL .................................................................................................. DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... BAB I:
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1.2. Rumusan Masalah .......................................................................... 1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................ 1.4. Manfaat Penelitian ..........................................................................
i ii iii iv v vi viii x xi xii
1 7 7 7
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu ....................................................................... 2.2. Landasan Teori ............................................................................... 2.2.1 Pengertian Implementasi ....................................................... 2.2.2 Pengertian Peraturan Daerah ................................................. 2.2.3 Pengertian Kesejahteraan Sosial ............................................ 2.3. Kerangka Konseptual .....................................................................
9 10 10 27 30 33
BAB III: METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ............................................................................... 3.2. Fokus Penelitian ............................................................................. 3.3. Lokasi Penelitian ............................................................................ 3.4. Teknik Pemilihan Informan ............................................................ 3.5. Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 3.6. Sumber Data ................................................................................... 3.7. Jenis Data........................................................................................ 3.8. Metode Analisis .............................................................................. 3.9. Validitas Data ................................................................................. 3.10. Wawancara ...................................................................................
37 37 40 40 40 41 41 42 43 43
BAB IV: HASIL PENETIAN DAN PEMBAHASAN 4.1.Deskripsi Obyek Penelitian ............................................................ 44 4.1.1. Kondisi Umum Kecamatan Karangpilang ........................... 44 4.1.2. Kelembagaan Kantor Kecamatan Karangpilang .................. 48 viii
10
4.1.3. Visi dan Misi SKPD Kecamatan Karangpilang ................... 4.1.3.1. Visi SKPD Kecamatan Karangpilang ...................... 4.1.3.2. Tujuan dan Sasaran Jangka Menengah SKPD ......... 4.1.3.3. Strategi dan Kebijakan SKPD .................................. 4.2. Analisis Data dan Hasil Penelitian ................................................ 4.2.1. Implementasi Peraturan Daerah................................... 4.2.2. Implementasi Kesejahteraan Sosial ............................. 4.2.3. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi ..... 4.3. Pembahasan ....................................................................................
55 55 56 58 61 65 67 69 78
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ..................................................................................... 81 5.2. Saran .............................................................................................. 82 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 83 LAMPIRAN-LAMPIRAN
ix
11
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tabel 3.1 Tabel 4.1 Tabel 4.2
Penelitian Terdahulu .............................................................................. Indikator dan Sub Indikator Teori Edward III ...................................... Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ...................................... Data Penyandang PMKS di Kecamatan Karangpilang .........................
x
9 39 45 46
12
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Alur Teori Edward III ........................................................................ 15 Gambar 4.1 Struktur Organisasi Kecamatan Karangpilang ................................... 49
xi
13
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Pedoman Wawancara Lampiran 2 Peraturan Daerah Kota Surabaya Tahun 2012 Tentang Kesejahteraan Sosial
xii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara-negara yang sedang berkembang mempunyai beberapa permasalah yang sama, salah satunya adalah kesejahteraan masyarakat, Negara-negara berkembang yang masih sibuk dengan urusan pembangunan di sektor ekonomi seakan mengesampingkan aspek-aspek kesejahteraan masyarakat. Kebanyakan di negara berkembang seperti Indonesia masalah kesejahteraan masyarakat adalah problem wajar di dalam pembangunan. Namun sebenarnya bila dikaji lebih lanjut masalah-masalah yang timbul akibat dari terkesampingkannya upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat oleh pemerintah ini akan menimbulkan masalahmasalah yang akan menghambat lajunya pembangunan suatu negara, termasuk pembangunan dalam sektor ekonominya. Negara kita, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadikan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Dasar Negara dan UndangUndang Dasar Negara. Pembangunan kesejahteraan sosial merupakan perwujudan dari upaya mencapai tujuan bangsa yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sila kelima Pancasila menyatakan bahwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan Pembukaan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan negara untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut 1
2
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Pembangunan kesejahteraan sosial di Indonesia sesungguhnya mengacu pada konsep Negara Kesejahteraan. Dasar Negara Indonesia (sila kelima Pancasila) menekankan prinsip keadilan sosial dan secara eksplisit konstitusinya (Pasal 27 dan pasal 34 UUD 1945) mengamanatkan tanggung jawab pemerintah dalam pembangunan kesejahteraan sosial. Namun demikian, amanat konstitusi tersebut belum dipraktikkan secara konsekuen. Baik pada masa orde baru maupun era reformasi saat ini, pembangunan kesejahteraan sosial baru sebatas jargon dan belum terintegrasi dengan strategi pembangunan ekonomi. Di Indonesia sendiri upaya penanggulangan kemiskinan itu tercantum dalam tujuan negara (Pembukaan UUD 1945) dan secara lebih spesifik dimuat dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009 pasal 19, 20, dan 21 tentang Penanggulangan
Kemiskinan
yang
isinya:
Penanggulangan
kemiskinan
merupakan kebijakan, program dan kegiatan yang dilakukan terhadap orang, keluarga, kelompok dan / atau masyarakat yang tidak mempunyai atau mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak dapat memenuhi kebutuhan yang layak bagi kemanusiaan. Intinya tujuan dari pembangunan adalah untuk pencapaian kesejahteraan. Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Upaya untuk mewujudkan suatu kesejahteraan sosial, meliputi rehabilitasi sosial, perlindungan sosial, pemberdayaan sosial, dan jaminan sosial.
3
Permasalahan kesejahteraan sosial
yang berkembang dewasa ini
menunjukkan bahwa ada warga negara yang belum terpenuhi hak atas kebutuhan dasarnya secara layak karena belum memperoleh pelayanan sosial dari negara. Akibatnya, masih ada warga negara yang mengalami hambatan pelaksanaan fungsi sosial sehingga tidak dapat menjalani kehidupan secara layak dan bermartabat. Hambatan pelaksanaan fungsi sosial sehingga tidak dapat menjalani kehidupan secara layak dan bermatabat itu adalah masyarakat yang menyandang masalah kesejahteraan sosial. Sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan Pasal 28 huruf c UndangUndang Dasar 1945, bahwa secara yuridis setiap orang berhak untuk memenuhi kebutuhan dasarnya demi meningkatkan kualitas hidupnya. Hal ini dijabarkan dalam ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah kedua kali dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 dimana salah satu kewajiban daerah sehubungan dengan penyelenggaraan otonomi daerah adalah meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial guna mencapai kesejahteraan masyarakat. Sejalan dengan ketentuan di atas, ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial memberikan lingkup tanggung jawab kabupaten/kota dalam hal kesejahteraan sosial, yaitu a) melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial di wilayahnya/ bersifat lokal, termasuk tugas pembantuan; b) mengalokasikan anggaran untuk penyelenggaraan kesejahteraan sosial dalam anggaran pendapatan
4
dan belanja daerah; c) bantuan sosial sebagai stimulan kepada masyarakat yang menyelenggarakan kesejahteraan sosial; d) memelihara taman makam pahlawan; e) melestarikan nilai kepahlawanan, kepentingan dan kesetiakawanan sosial. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Pemerintah Daerah mempunyai tugas untuk menangani persoalan-persoalan kesejahteraan sosial di daerah. Selama ini Pemerintah Kota Surabaya telah memberikan pelayanan kesejahteraan sosial, namun karena kompleksitas persoalan sosial perkotaan di Kota Surabaya, maka agar penanganannya lebih optimal perlu didukung dengan Peraturan Daerah. Secara garis besar Peraturan Daerah tersebut akan mengatur berbagai hal meliputi asas dan tujuan penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, tanggung jawab dan wewenang Pemerintah Daerah, sistem penyelenggaraan kesejahteraan sosial, penanganan kesejahteraan sosial bagi penyandang masalah kemiskinan, keterlantaran, kecacatan, ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku, korban bencana,
tindak
kekerasan,
eksploitasi
dan
diskriminasi
dan
masalah
kesejahteraan sosial lainnya yang perlu ditangani. Untuk melengkapi penyelenggaraan kesejahteraan sosial dalam peraturan daerah ini juga diatur mengenai pembinaan, pengawasan, evaluasi dan pelaporan. Aktivitas ini perlu diatur dengan tujuan utama yakni mengotimalkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan kesejahteraan sosial agar terjadi peningkatan signifikan terhadap taraf kesejahteraan sosial bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial.
5
Pembangunan kesejahteraan sosial juga dapat dilihat kaitannya dalam rangka upaya mewujudkan cita-cita Negara Kesejahteraan (Welfare State). Konsep tersebut bersumber dari pemahaman tentang fungsi negara. Dalam Welfare State, negara tidak lagi hanya bertugas memelihara ketertiban dan menegakkan hukum, tetapi terutama adalah meningkatkan kesejahteraan warganya. Dalam pandangan tersebut, negara dituntut untuk berperan aktif dalam mengusahakan kesejahteraan rakyatnya, yang didorong oleh pengakuan atau kesadaran bahwa rakyat berhak memperoleh kesejahteraan sesuai harkat dan martabatnya sebagai manusia. Dalam banyak hal, hak rakyat untuk memperoleh kesejahteraan ini juga akan terkait dengan hak-hak asasi manusia. Sudah menjadi rahasia umum bahwa permasalahan sosial di Surabaya masih jauh lebih kompleks daripada daerah-daerah sekitarnya. Surabaya sebagai Ibukota Propinsi dengan penduduk terpadat harus menanggung beban yang ekstra berat. Urbanisasi berlebihan (Over Urbanization) ke Surabaya adalah fakta yang tidak perlu kita sanggah dan tutup-tutupi. Penanggulangan kemiskinan perkotaan cenderung menjadi tanggung jawab pemerintah, terbukti dengan adanya upaya yang sungguh-sungguh dari pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan di berbagai dimensi, baik dimensi politik, sosial, ekonomi, asset dan lain sebagainya. Penangannannya juga membutuhkan koordinasi dari semua pihak secara bersama. Berbagai progam penanganan kemiskinan telah banyak di upayakan Pemerintah melalui program pembangunan di berbagai sektor, namun karena dilakukan secara parsial dan tidak berkelanjutan serta efektifitasnya dipandang belum optimal dan kenyataannya
6
sering menghadapi kondisi yang kurang menguntungkan. Misalnya, salah sasaran, terciptanya benih-benih fragmentasi sosial, dan kerelawanan sosial dalam kehidupan masyarakat yang dapat menjadi sumber penting pemberdyaan dan pemecahan akar permaslahan kemiskinan juga mulai luntur. Atau melemahkan nilai-nilai capital sosial yang ada di masyarakat seperti gotong royong, musyarawah, keswadayaan dan lain sebagainya. Kondisi kapital sosial serta perilaku masyarakat yang melemah serta memudar tersebut salah satunya disebabkan oleh keputusan, kebijakan dan tindakan dari pengelola program kemiskinan dan pemimpin-pemimpin masyarakat yang selama ini cenderung tidak adil dan tidak transparan. Sehingga menimbulkan kecurigaan, steoreotype dan skeptisme di masyarakat. Keputusan kebijakan dan tindakan yang tidak adil ini biasanya terjadi pada situasi tatanan masyarakat yang belum madani, dengan salah satu indikasinya dapat dilihat dari kondisi kelembagaan masyarakat yang tidak berorientasi pada keadilan, tidak dikelola dengan jujur dan tidak ikhlas berjuang bagi masyarakat. Sehingga masyarakat dalam menyikapi dan menghadapi situasi yang ada di lingkungannya cenderung masa bodoh, tidak perduli, tidak percaya diri, serta menggantungkan diri pada pemerintah. Sehubungan dengan Peraturan daerah Kota Surabaya Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, penulis ingin meneliti lebih lanjut tentang implementasi pada peraturan daerah tersebut di Kecamatan Karangpilang Kota Surabaya.
7
1.2 Rumusan Masalah Bagaimanakah implementasi Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, study kasus di Kecamatan Karangpilang Surabaya?
1.3 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui Bagaimana implementasi Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, study kasus di Kecamatan Karangpilang Surabaya.
1.4 Manfaat penelitian 1.4.1 Bagi masyarakat Diharapkan masyarakat mengetahui bagaimana peran Pemerintah Daerah dalam mengimplementasikan Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 2 Tahun 2012. 1.4.2 Bagi penulis 1.
Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam menempuh jenjang pendidikan S-1 Fakultas Ilmu Sosial dan Politik jurusan Administrasi Negara.
8
2.
Memberi kesempatan pada penulis untuk mengaplikasikan ilmu dan teori yang telah dipelajari selama ini.
9
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1 Penelitian Terdahulu Table 2.1 Penelitian Terdahulu No
1
2
3
Nama
Anita Widhy Handari; Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro Semarang Tahun 2012
Serly Pratiwi; Mahasiswi Program Studi Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Universitas Airlangga
Yos Pramadhi Fisip Jurusan Administrasi Negara, universitas Wijaya Putra
Judul
Jenis Penelitian
Implementasi kebijakan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di Kabupaten Magelang
Studi Eksplorasi Tentang Variabel Yang Mempengaruhi keberhasilan implementasi program Pelayanan&Rehabilitasi Dinas Sosial Kota Surabaya Wanita Tuna Susila di KOTA SURABAYA implementasi Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, study kasus di Kecamatan Karangpilang Surabaya
9
Deskriptif dengan metode gabungan (mixed methods) Sarwono (2011)
Deskriptif kualitatif (putra dan arif,2000;21)
Penelitian kualitatif (Bogdan dan taylor dalam meleong 2008:4)
Hasil
Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi adalah sosialisasi, petugas, dana, respon implementor, pemahaman terhadap kebijakan, peraturan pendukung, SOP, koordinasi antar instansi
Faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan implementasi : program, koordinasi, kepentingan, Context of policy, rehabilitasi.
---------
10
2.2 Landasan Teori 2.2.1
Pengertian Implementasi Penjelasan mengenai implementasi pada dasarnya merupakan aplikasi
rancangan pelayanan publik yang telah disusun sebelumnya, dapat dilaksanakan dengan prinsip kesederhanaan/kejelasan dan kepastian, keamanan, keterbukaan, efektif, efisien, adil, dan tepat waktu. Teori Van meter dan Van Horn Menurut Van Meter dan Van Horn (1975), ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yakni: 1. Standar dan sasaran kebijakan: Setiap kebijakan publik harus mempunyai standard dan suatu sasaran kebijakan jelas dan terukur. Dengan ketentuan tersebut tujuannya dapat terwujudkan. Dalam standard dan sasaran kebijakan tidak jelas, sehingga tidak bias terjadi multi-interpretasi dan mudah menimbulkan kesalah-pahaman dan konflik di antara para agen implementasi. 2. Sumberdaya: Dalam suatu implementasi kebijakan perlu dukungan sumberdaya, baik sumberdaya manusia (human resources) maupun sumberdaya materi (matrial resources) dan sumberdaya metoda (method resources). Dari ketiga sumberdaya tersebut, yang paling penting adalah sumberdaya manusia, karena disamping sebagai subjek implementasi kebijakan juga termasuk objek kebijakan publik.
11
3. Hubungan antar organisasi: Dalam banyak program implementasi kebijakan, sebagai realitas dari program kebijakan perlu hubungan yang baik antar instansi yang terkait, yaitu dukungan komunikasi dan koordinasi. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program tersebut. Komunikasi dan koordinasi merupakan salah satu urat nadi dari sebuah organisasi agar programprogramnya tersebut dapat direalisasikan dengan tujuan serta sasarannya. 4. Karakteristik agen pelaksana: Dalam suatu implementasi kebijakan agar mencapai keberhasilan maksimal harus diidentifikasikan dan diketahui karakteristik agen pelaksana yang mencakup struktur birokrasi, normanorma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, semua itu akan mempengaruhi implementasi suatu program kebijakan yang telah ditentukan. 5. Disposisi implementor: Dalam implementasi kebijakan sikap atau disposisi implementor ini dibedakan menjadi tiga hal, yaitu; a. Respon implementor terhadap kebijakan, yang terkait dengan kemauan implementor untuk melaksanakan kebijakan publik b. Kondisi, yakni pemahaman terhadap kebijakan yang telah ditetapkan c. Intens disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki tersebut.
12
d. Kondisi lingkungan sosial, politik dan ekonomi, Variabel ini mencakup
sumberdaya
ekonomi
lingkungan
yang
dapat
mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan; karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak; bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan dan apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan. Teori George C. Edwards III (1980) Model implementasi kebijakan menurut pandangan Edwards III (1980), dipengaruhi empat variabel, yakni; 1. Komunikasi, Implemetasi kebijakan publik agar dapat mencapai keberhasilan, mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan secara jelas. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus diinformasikan kepada kelompok sasaran (target group) sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila penyampaian tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas, tidak memberikan pemahaman atau bahkan tujuan dan sasaran kebijakan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi suatu penolakan atau resistensi dari kelompok sasaran yang bersangkutan. Oleh karena itu diperlukan adanya tiga hal, yaitu;
13
a. Penyaluran (transmisi) yang baik akan menghasilkan implementasi yang baik pula (kejelasan). b. Adanya kejelasan yang diterima oleh pelaksana kebijakan sehingga tidak membingungkan dalam pelaksanaan kebijakan. c. Adanya konsistensi yang diberikan dalam pelaksanaan kebijakan. Jika yang dikomunikasikan berubah-ubah akan membingungkan dalam pelaksanaan kebijakan yang bersangkutan. 2. Sumberdaya, dalam implementasi kebijakan harus ditunjang oleh sumberdaya baik sumberdaya manusia, materi dan metoda. Sasaran, tujuan dan isi kebijakan walaupun sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif dan efisien. Tanpa sumberdaya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja tidak diwujudkan untuk memberikan pemecahan masalah yang ada di masyarakat dan upaya memberikan pelayan pada masyarakat. Selanjutnya Wahab (2010), menjelaskan bahwa sumberdaya tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia, yakni kompetensi implementor dan sumberdaya finansial. 3. Disposisi, suatu disposisi dalam implementasi dan karakteristik, sikap yang dimiliki oleh implementor kebijakan, seperti komitmen, kejujuran, komunikatif, cerdik dan sifat demokratis.
Implementor baik harus
memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan
14
dengan baik seperti apa yang diinginkan dan ditetapkan oleh pembuat kebijakan. Implementasi kebijakan apabila memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasinya menjadi tidak efektif dan efisien. Wahab (2010), menjelaskan bahwa disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, keejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. 4. Struktur birokrasi, struktur organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Aspek struktur organisasi ini melingkupi dua hal yaitu mekanisme dan struktur birokrasi itu sendiri. Aspek pertama adalah mekanisme, dalam implementasi kebijakan biasanya sudah dibuat standart operation procedur (SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementator dalam bertindak agar dalam pelaksanaan kebijakan tidak melenceng dari tujuan dan sasaran kebijakan. Aspek kedua adalah struktur birokrasi, struktur birokrasi yang terlalu panjang dan terfragmentasi akan cenderung melemahkan pengawasan dan menyebabkan prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks yang selanjutnya akan menyebabkan aktivitas organisasi menjadi tidak fleksibel.
15
Gambar 2.1 Alur Teori Edward III Komunikasi
Sumber Daya
Implementasi
Disposisi
Struktur Birokrasi
Sumber : George III Edwards, (1980:148)
Teori Grindle (1980) Sedangkan Menurut Grindle (1980), bahwa keberhasilan implementasi kebijakan publik dipengaruhi oleh dua variabel yang fundamental, yakni isi kebijakan (content of policy) dan lingkungan implementasi (context of implementation). 1. Variabel isi kebijakan, variabel isi kebijakan mencakup hal sebagai berikut, yaitu;
16
a. Sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat dalam isi kebijakan publik. b. Jenis manfaat yang diterima oleh target group. c. Sejauh mana perubahan yang diinginkan oleh kebijakan. Dalam suatu program yang bertujuan mengubah sikap dan perilaku kelompok sasaran relatif lebih sulit diimplementasikan daripada sekedar memberikan bantuan langsung kepada sekelompok masyarakat miskin. d. Apakah letak sebuah program sudah tepat. e. Apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci. f. sumberdaya yang disebutkan apakah sebuah program didukung oleh sumberdaya yang memadai. 2. Variabel lingkungan kebijakan, variabel lingkungan kebijakan mencakup hal-hal sebagai berikut : a. Seberapa besar kekuatan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan. b. Karakteristik institusi dan rezim yang sedang berkuasa. c. Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.
17
Teori Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier (1983) Menurut Mazmanian dan Sabatier (1983), ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi, yakni: 1. Karakteristik dari masalah (tractability of the problems). 2. Karakteristik kebijakan/undang-undang (ability of statute to structure implementation). 3. Variabel lingkungan (nonstatutory variables affecting implementations). 1. Karakteristik masalah a. Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan, di satu pihak ada beberapa masalah sosial secara teknis mudah dipecahkan, seperti kekurangan persediaan air minum bagi penduduk atau harga beras tibatiba naik. Di pihak lain terdapat masalah-masalah sosial yang sulit dipecahkan,
seperti
kemiskinan,
pengangguran,
korupsi
dan
sebagainya.
Oleh karena itu, sifat masalah itu sendiri akan
mempengaruhi mudah tidaknya suatu program diimplementasikan. b. Tingkat kemajemukan kelompok sasaran, ini berarti bahwa suatu program
relatif
mudah
diimplementasikan
apabila
kelompok
sasarannya homogen. Sebaliknya, apabila kelompok sasarannya heterogen, maka implementasi program akan relatif lebih sulit, karena tingkat pemahaman setiap anggota kelompok sasaran program relatif berbeda.
18
c. Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi, sebuah program akan relatif sulit diimplementasikan apabila sasarannya mencakup semua
populasi.
Sebaliknya,
sebuah
program
relatif
mudah
diimplementasikan apabila kelompok sasarannya tidak terlalu besar. d. Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan, sebuah program yang bertujuan memberikan pengetahuan atau bersifat kognitif akan relatif mudah diimplementasikan daripada program yang bertujuan mengubah sikap dan perilaku masyarakat. Sebagai contoh, implementasi Undang-Undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sulit diimplementasikan karena menyangkut perubahan perilaku masyarakat dalam berlalu lintas. 2. Karakteristik kebijakan a. Kejelasan isi kebijakan, ini berarti semakin jelas dan rinci isi sebuah kebijakan akan mudah diimplementasikan karena implementor mudah memahami dan menterjemahkan dalam tindakan nyata. Sebaliknya, ketidakjelasan isi kebijakan merupakan potensi lahirnya distorsi dalam implementasi kebijakan. b. Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoritis, kebijakan yang memiliki dasar teoritis memiliki sifat yang lebih mantap karena sudah teruji, walaupun beberapa lingkungan sosial tertentu perlu ada modifikasi.
19
c. Besarnya alokasi sumberdaya finansial terhadap kebijakan tersebut, sumberdaya keuangan adalah faktor krusial untuk setiap program sosial.
Setiap program juga memerlukan dukungan staf untuk
melakukan
pekerjaan-pekerjaan
administrasi
dan
teknis,
serta
memonitor program, yang semuanya itu perlu biaya. d. Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar berbagai institusi pelaksana. Kegagalan program sering disebabkan kurangnya koordinasi vertikal dan horizontal antar instansi yang terlibat dalam implementasi program. e. Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana. f. Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan kasus korupsi yang terjadi di negara-negara dunia ketiga, khususnya Indonesia salah satu sebabnya adalah rendahnya tingkat komitmen aparat untuk melaksanakan tugas dan pekerjaan atau program-program. g. Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi dalam implementasi kebijakan. Suatu program yang memberikan peluang luas bagi masyarakat untuk terlibat, relatif mendapat dukungan dari pada program yang tidak melibatkan masyarakat. Masyarakat akan merasa terasing atau teralienasi apabila hanya menjadi penonton terhadap program yang ada di wilayahnya.
20
3. Lingkungan kebijakan a. Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi, masyarakat yang sudah terbuka dan terdidik relatif lebih mudah menerima program pembaruan dibanding dengan masyarakat yang masih tertutup dan tradisional, demikian juga kemajuan teknologi akan membantu dalam proses keberhasilan implementasi program, karena program-program
tersebut
dapat
disosialisasikan
dan
di
implementasikan dengan bantuan teknologi modern. b. Dukungan
publik
terhadap
suatu
kebijakan
kebijakan
yang
memberikan insentif biasanya mudah mendapatkan dukungan publik. Sebaliknya, kebijakan yang bersifat dis-insentif seperti kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) atau kenaikan pajak akan kurang mendapat dukungan publik. c. Sikap kelompok pemilih (constituency groups). Kelompok pemilih yang ada dalam masyarakat dapat mempengaruhi implementasi kebijakan melalui berbagai cara antara lain yaitu; a) Kelompok pemilih dapat melakukan intervensi terhadap keputusan yang dibuat badan-badan pelaksana melalui berbagai komentar dengan maksud mengubah keputusan. b) Kelompok
pemilih
dapat
memiliki
kemampuan
untuk
mempengaruhi badan-badan pelaksana secara tidak langsung melalui kritik yang dipublikasikan terhadap kinerja badan-
21
badan pelaksana, dan membuat pernyataan yang ditujukan kepada badan legislatif. c) Tingkat
komitmen
dan
ketrampilan
dari
aparat
dan
implementor. Pada akhirnya, komitmen aparat pelaksana untuk merealisasikan tujuan yang telah tertuang dalam kebijakan adalah variabel yang paling krusial. Aparat badan pelaksana harus memiliki ketrampilan dalam membuat prioritas tujuan dan selanjutnya merealisasikan prioritas tujuan tersebut. Sementara Budi Winarno (2002), yang mengatakan bahwa implementasi kebijakan dibatasi sebagai menjangkau tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu pemerintah dan individu-individu swasta (kelompok-kelompok) yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijaksanaan sebelumnya. Faktor Pendukung Implementasi Kebijakan Implementasi kebijakan bila dipandang dalam pengertian yang luas, merupakan alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan (Budi Winarno, 2002:102). Adapun syarat-syarat untuk dapat mengimplementasikan kebijakan negara secara sempurna menurut Teori Implementasi Brian W. Hogwood dan Lewis A.Gun yang dikutip Solichin Abdul Wahab , yaitu :
22
1. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan atau instansi pelaksana tidak akan mengalami gangguan atau kendala yang serius. Hambatan-hambatan tersebut mungkin sifatnya fisik, politis dan sebagainya. 2. Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber yang cukup memadai. 3. Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia. 4. Kebijaksanaan yang akan diimplementasikan didasarkan oleh suatu hubungan kausalitas yang handal. 5. Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnnya. 6. Hubungan saling ketergantungan kecil. 7. Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan. 8. Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat. 9. Komunikasi dan koordinasi yang sempurna. 10. Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna. (Solichin Abdul Wahab,1997:7178 ).
23
Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan Menurut Bambang Sunggono, implementasi kebijakan mempunyai beberapa faktor penghambat, yaitu: 1. Isi kebijakan a. Implementasi kebijakan gagal karena masih samarnya isi kebijakan, maksudnya apa yang menjadi tujuan tidak cukup terperinci, saranasarana dan penerapan prioritas, atau program-program kebijakan terlalu umum atau sama sekali tidak ada. b. Karena kurangnya ketetapan intern maupun ekstern dari kebijakan yang akan dilaksanakan. c. Kebijakan yang akan diimplementasiakan dapat juga menunjukkan adanya kekurangan-kekurangan yang sangat berarti. d. Penyebab lain dari timbulnya kegagalan implementasi suatu kebijakan publik dapat terjadi karena kekurangan kekurangan yang menyangkut sumber daya sumber daya pembantu, misalnya yang menyangkut waktu, biaya/dana dan tenaga manusia. 2. Informasi Implementasi kebijakan publik mengasumsikan bahwa para pemegang peran yang terlibat langsung mempunyai informasi yang perlu atau sangat
24
berkaitan untuk dapat memainkan perannya dengan baik. Informasi ini justru tidak ada, misalnya akibat adanya gangguan komunikasi. 3. Dukungan Pelaksanaan suatu kebijakan publik akan sangat sulit apabila pada pengimlementasiannya tidak cukup dukungan untuk pelaksanaan kebijakan tersebut. 4. Pembagian Potensi Sebab musabab yang berkaitan dengan gagalnya implementasi suatu kebijakan publik juga ditentukan aspek pembagian potensi diantara para pelaku yang terlibat dalam implementasi. Dalam hal ini berkaitan dengan diferensiasi tugas dan wewenang organisasi pelaksana. Struktur organisasi pelaksanaan dapat menimbulkan masalah-masalah apabila pembagian wewenang dan tanggung jawab kurang disesuaikan dengan pembagian tugas atau ditandai oleh adanya pembatasanpembatasan yang kurang jelas (Bambang Sunggono,1994 : 149-153). Adanya penyesuaian waktu khususnya bagi kebijakan-kebijakan yang kontroversial yang lebih banyak mendapat penolakan warga masyarakat dalam implementasinya. Menurut James Anderson yang dikutip oleh Bambang Sunggono, faktorfaktor yang menyebabkan anggota masyarakat tidak mematuhi dan melaksanakan suatu kebijakan publik, yaitu :
25
1) Adanya konsep ketidakpatuhan selektif terhadap hukum, dimana terdapat beberapa peraturan perundang-undangan atau kebijakan publik yang bersifat kurang mengikat individu-individu. 2) Karena anggota masyarakat dalam suatu kelompok atau perkumpulan dimana mereka mempunyai gagasan atau pemikiran yang tidak sesuai atau bertentangan dengaan peraturan hukum dan keinginan pemerintah. 3) Adanya keinginan untuk mencari keuntungan dengan cepat diantara anggota masyarakat yang mencenderungkan orang bertindak dengan menipu atau dengan jalan melawan hokum. 4) Adanya ketidakpastian hukum atau ketidakjelasan “ukuran” kebijakan yang mungkin saling bertentangan satu sama lain, yang dapat menjadi sumber ketidakpatuhan orang pada hukum atau kebijakan publik. 5) Apabila suatu kebijakan ditentang secara tajam (bertentangan) dengan sistem nilai yang dianut masyarakat secara luas atau kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat. (Bambang Sunggono, 1994 :144-145). Suatu kebijakan publik akan menjadi efektif apabila dilaksanakan dan mempunyai manfaat positif bagi anggota-anggota masyarakat. Dengan kata lain, tindakan atau perbuatan manusia sebagai anggota masyarakat harus sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pemerintah atau negara. Sehingga apabila perilaku atau perbuatan mereka tidak sesuai dengan keinginan pemerintah atau negara, maka suatu kebijakan publik tidaklah efektif.
26
Upaya Mengatasi Hambatan Implementasi Kebijakan Peraturan perundang-undangan merupakan sarana bagi implementasi kebijakan publik. Suatu kebijakan akan menjadi efektif apabila dalam pembuatan maupun implementasinya didukung oleh sarana-sarana yang memadai. Adapun unsur-unsur yang harus dipenuhi agar suatu kebijakan dapat terlaksana dengan baik, yaitu : 1. Peraturan hukum ataupun kebijakan itu sendiri, di mana terdapat kemungkinan adanya ketidakcocokan-ketidakcocokan antara kebijakankebijakan dengan hukum yang tidak tertulis atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. 2. Mentalitas petugas yang menerapkan hukum atau kebijakan. Para petugas hukum (secara formal) yang mencakup hakim, jaksa, polisi, dan sebagainya harus memiliki mental yang baik dalam melaksanakan (menerapkan) suatu peraturan perundang-undangan atau kebijakan. Sebab apabila terjadi yang sebaliknya, maka akan terjadi gangguangangguan atau hambatan-hambatan dalam melaksanakan kebijakan/peraturan hukum. 3. Fasilitas, yang diharapkan untuk mendukung pelaksanaan suatu peraturan hukum. Apabila suatu peraturan perundang-undangan ingin terlaksana dengan baik, harus pula ditunjang oleh fasilitas-fasilitas yang memadai agar tidak menimbulkan gangguan-gangguan atau hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya.
27
4. Warga masyarakat sebagai obyek, dalam hal ini diperlukan adanya kesadaran hukum masyarakat, kepatuhan hukum, dan perilaku warga masyarakat
seperti
yang
dikehendaki
oleh
peraturan
perundangundangan(Bambang Sunggono, 1994 : 158). 2.2.2
Pengertian tentang Peraturan Daerah Dalam penyelenggaraan otonomi daerah, ada dua produk hokum yang
dapat dibuat oleh suatu daerah, salah satunya adalah Peraturan Daerah. Kewenangan membuat Peraturan Daerah (Perda), merupakan wujud nyata pelaksanaan hak otonomi yang dimiliki oleh suatu daerah dan sebaliknya, peraturan daerah merupakan salah satu sarana dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Perda ditetapkan oleh Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD, untuk penyelenggaraan otonomi yang dimiliki oleh provinsi /kabupaten/kota, serta tugas pembantuan. Perda pada dasarnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dengan memperhatikan cirri khas masingmasing daerah. Perda yang dibuat oleh satu daerah tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan/ atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,dan baru mempunyai kekuatan mengikat setelah diundangkan dengan dimuat dalam lembaran daerah (Rozali Abdullah, 2005 : 131-132). Perda
merupakan
bagian
dari
peraturan
perundang-undangan,
pembentukan suatu perda harus berdasarkan pada asas pembentukan peraturan
28
perundang-undangan. Oleh sebab itu, perda yang baik itu adalah yang memuat ketentuan, antara lain: 1. Memihak kepada rakyat banyak. 2. Menjunjung tinggi hak asasi manusia. 3. Berwawasan lingkungan dan budaya. Sedangkan tujuan utama dari suatu perda adalah untuk mewujudkan kemandirian daerah dan memberdayakan masyarakat. Dalam proses pembuatan suatu perda, masyarakat berhak memberikan masukan, baik secara lisan maupun tertulis. Keterlibatan masyarakat sebaiknya dimulai dari proses penyiapan sampai pada waktu pembahasan rancangan perda. Penggunaan hak masyarakat dalam pelaksanaannya diatur dalam peraturan tata tertib DPRD (Rozali Abdullah, 2005 : 133). Kewenangan membuat peraturan daerah adalah wujud nyata pelaksanaan hak otonomi yang dimiliki oleh suatu daerah dan sebaliknya, peraturan daerah merupakan salah satu sarana dalam penyelenggaraan otonomi daerah (Rozali Abdulloh, 2005:131). Peraturan daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan dari DPRD. Pembentukan suatu peraturan daerah harus berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan pada umumnya yang terdiri dari kejelasan tujuan, kelembagaan atau organ pembentukan yang tepat, kesesuaian antara jenis dan materi yang muatan, kedayagunaan dan kehasilgunaan, kejelasan rumusan dan keterbukaan.
29
Muatan suatu peraturan daerah yang baik harus mengandung asas pengayoman, kemanusiaan, kebangsaan, keadilan, kesamaan kedudukan hukum dan pemerintahan, ketertiban dan kepastian hukum dan keseimbangan dalam proses pembentukan suatu peraturan daerah, masyarakat berhak memberikan masukan, baik secara lisan, atau secara tertulis. Keterlibatan masyarakat ini dimulai dari proses penyiapan sampai pada waktu pembahasan rencana peraturan daerah. Proses penetapan suatu peraturan daerah dilakukan dengan penetapan sebagai berikut: a. Rancangan peraturan daerah yang telah disetujui oleh DPRD kepada Bupati, disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada Bupati untuk ditetapkan sebagai peraturan daerah. b. Penyampaian rancangan peraturan daerah oleh pimpinan DPRD kepada Bupati/Walikota, dilakukan dalam jangka waktu paling lama tujuh hari, terhitung sejak tanggal persetujuan bersama diberikan. c. Rancangan peraturan daerah ditetapkan Bupati/Walikota paling lambat tigapuluh hari sejak rancangan tersebut mendapat persetujuan bersama. Peraturan daerah yang sudah ditetapkan atau dinyatakan sah disampaikan kepada pemerintah pusat selambat-lambatnya tujuh hari setelah ditetapkan. Apabila peraturan daerah tersebut ternyata bertentangan dengan kepentingankepentingan umum dapat dibatalkan oleh pemerintah pusat.
30
2.2.3
Pengertian Kesejahteraan Sosial Kesejahteraan sosial adalah suatu institusi atau bidang kegiatan yang
melibatkan aktivitas terorganisir yang diselenggarakan baik oleh lembagalembaga pemerintah maupun swasta yang bertujuan untuk mencegah, mengatasi atau memberikan kontribusi terhadap pemecahan masalah sosial dan peningkatan kualitas hidup individu, kelompok dan masyarakat. Kesejahteraan oleh Anthony Cole didefinisikan sebagai suatu cara dimana suatu masyarakat dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan anggotanya. Dimana kebutuhan masyarakat dapat dapat dibagi menjadi dua yaitu kebutuhan fisik atau biologikal dan kebutuhan non fisik yang dalam hal ini disebut kebutuhan sosial atau kultural. Fokus dari pembahasan Anthony Cole yaitu tentang kebijakan suatu negara atau pemerintahan dalam mengatasi masalah yang berhubungan dengan ketiadaan dan rendahnya suatu pendapatan yang diperoleh warga negaranya, sehingga negara mengeluarkan kebijakan yang berhubungan dengan kesejahteraan yang dapat dibagi menjadi lima bagian yaitu: Jaminan Sosial/Sosial Security Kesehatan Pendidikan Perumahan dan Pelayanan Sosial Personal
31
Arthur Dunham : “Kesejahteraan sosial adalah sebagai kegiatan-kegiatan yang terorganisir dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan dari segi sosial melalui pemberian bantuan kepada orang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan di dalam beberapa bidang seperti kehidupan anak, kesehatan, penyesuaian sosial,, waktu senggang, standar-standar kehidupan, dan hubungan-hubungan sosial. Pelayanan kesejahteraan sosial memberikan perhatian utama terhadap individuindividu, kelompok-kelompok, komunitas-komunitas, dan kesatuan-kesatuan penduduk yang lebih luas; pelayanan ini mencakup pemeliharaan atau perawatan, penyembuhan dan pencegahan”. Harold L. Wilensky dan Charles N. Lebeaux : “Kesejahteraan sosial adalah suatu sistem yang terorganisasi daripada usaha-usaha pelayanan sosial dan lembaga-lembaga sosial, untuk membantu idividu-individu dan kelompokkelompok dalam mencapai tingkat hidup serta kesehatan yang memuaskan. Maksudnya agar individu dan relasi-relasi sosialnya memperoleh kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengembangkan kemampuan-kemampuannya seta meningkatkan atau menyempurnakan kesejahteraannya sebagai manusia sesuai dengan kebutuhan masyarakat”. Walter A. Friedlander : “Kesejahteraan sosial adalah suatu sistem yang terorganisasi daripada pelayanan-pelayanan sosial dan lembaga-lembaga, yang bermaksud untuk membantu individu-individu dan kelompok-kelompok agar mencapai standar-standar kehidupan dan kesehatan yang memuaskan, serta hubungan
perorangan
dan
sosial
yang
memungkinkan
mereka
32
memperkembangkan segenap kemampuan dan meningkatkan kesejahteraan mereka selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga maupun masyarakat”. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) : “Kesejahteraan sosial adalah suatu kegiatan yang terorganisasi dengan tujuan membantu penyesuaian timbal balik antara-antara individu dengan lingkungan sosial mereka. Tujuan ini dicapai secara seksama melalui teknik-teknik dan metode-metode dengan maksud agar supaya memungkinkan individu-individu, kelompok-kelompok maupun komunitaskomunitas memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan memecahkan masalah-masalah penyesuaian diri mereka terhadap perubahan pola-pola masyarakat, serta melalui tindakan kerjasama untuk memperbaiki kondisi-kondisi ekonomi dan sosial”. Semua kegiatan di bidang kesejaheraan sosial memiliki ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan kegiatan-kegiatan yang lain. Adapun ciri-cirinya antara lain : 1. Organisasi Formal, kegiatan di bidang kesejahteraan sosial terorganisasi secara formal. Pertolongan dan pelayanan modern merupakan bentuk pertolongan yang sifatnya berbeda dengan kegiatan pertolongan tradisional. Kegiatan kesejahteraan sosial modern adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi sosial yang telah diakui masyarakat, memberikan layanan sosial secara teratur, dan pelayanan sosial tersebut merupakan fungsi utamanya. 2. Sumber Dana Sosial, tanggung jawab sosial merupakan unsur pokok dari pelayanan sosial kesejahteraan sosial. Mobilisasi
33
sumber-sumber merupakan tanggung jawab masyarakat sebagai keseluruhan dalam arti dapat disediakan oleh pemerintah atau masyarakat atau secara bersama-sama. Mekanisme yang dapat dilaksanakan menurut keinginan masyarakat merupakan bagian penting bagi usaha kesejahteraan sosial. Bagi lembaga-lembaga pelayanan sosial pemerintah, mekanismenya harus mencerminkan keinginan
pemerintah,
karena
lembaga-lembaga
tersebut
merupakan perwakilan pemerintah. Yang paling penting dalam tujuan program usaha kesejaheraan sosial adalah tidak mengejar keuntungan. 3. Untuk Kebutuhan Manusia Secara Fungsional, tujuan kebutuhan kesejahteraan sosial itu harus memandang kebutuhan-kebutuhan manusia secara keseluruhan, dan tidak hanya memandang manusia dari satu aspek saja. 2.3 Kerangka Konseptual Menurut pandangan George III Edwards (1980:148), mengemukakan bahwa pada dasarnya cara yang terbaik untuk meneliti implementasi dipengaruhi oleh empat variabel, yakni; 1. Komunikasi. Implemetasi kebijakan publik agar dapat mencapai keberhasilan, mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan secara jelas. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus diinformasikan kepada kelompok sasaran
34
(target group) sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila penyampaian tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas, tidak memberikan pemahaman atau bahkan tujuan dan sasaran kebijakan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi suatu penolakan atau resistensi dari kelompok sasaran yang bersangkutan. Oleh karena itu diperlukan adanya tiga hal, yaitu; (1) penyaluran (transmisi) yang baik akan menghasilkan implementasi yang baik pula (kejelasan); (2) adanya kejelasan yang diterima oleh pelaksana kebijakan sehingga tidak membingungkan dalam pelaksanaan kebijakan, dan (3) adanya konsistensi yang diberikan dalam pelaksanaan kebijakan. Jika yang dikomunikasikan berubah-ubah akan
membingungkan
dalam
pelaksanaan
kebijakan
yang
bersangkutan. 2. Sumberdaya, dalam implementasi kebijakan harus ditunjang oleh sumberdaya baik sumberdaya manusia, materi dan metoda. Sasaran, tujuan dan isi kebijakan walaupun sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif dan efisien. Tanpa sumberdaya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja tidak diwujudkan untuk memberikan pemecahan masalah yang ada di masyarakat dan upaya memberikan pelayan pada masyarakat.
35
3. Disposisi, suatu disposisi dalam implementasi dan karakteristik, sikap yang dimiliki oleh implementor kebijakan, seperti komitmen, kejujuran, komunikatif, cerdik dan sifat demokratis. Implementor baik harus memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan dan ditetapkan oleh pembuat kebijakan. Implementasi kebijakan apabila memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasinya menjadi tidak efektif dan efisien. 4. Struktur birokrasi, organisasi menyediakan peta sederhana untuk menunjukkan secara umum kegiatan-kegiatannya dan jarak dari puncak menunjukkan status relatifnya. Garis-garis antara berbagai posisi-posisi itu dibingkai untuk menunjukkan interaksi formal yang diterapkan. Kebanyakan peta organisasi bersifat hirarki yang menentukan hubungan antara atasan dan bawahan dan hubungan secara diagonal langsung organisasi melalui lima hal harus tergambar, yaitu; (1) jenjang hirarki jabatan-jabatan manajerial yang jelas sehingga terlihat “Siapa yang bertanggungjawab kepada siapa?”; (2) pelembagaan berbagai jenis kegiatan oprasional sehingga nyata jawaban terhadap pertanyaan “Siapa yang melakukan apa?”; (3) Berbagai saluran komunikasi yang terdapat dalam organisasi sebagai jawaban terhadap pertanyaan “Siapa yang berhubungan dengan siapa dan untuk kepentingan apa?”; (4)
36
jaringan informasi
yang dapat
digunakan
untuk
berbagai
kepentingan, baik yang sifatnya institusional maupun individual; (5) hubungan antara satu satuan kerja dengan berbagai satuan kerja yang lain. Dalam implementasi kebijakan, struktur organisasi mempunyai peranan yang penting. Salah satu dari aspek struktur organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (standard operating procedures/SOP). Fungsi dari SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan
red-tape,
yakni
birokrasi
yang
rumit
dan
kompleks. Hal demikian pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.
37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif Bogdan dan Taylor dalam Meleong (2008:4) mendefenisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Menurut mereka pendekatan ini diarahkan pada situasi dan individu secara holistic (utuh). Dalam hal ini penelitian tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian keutuhan.
3.2 Fokus Penelitian Fokus bisa diartikan sebagai domian tunggal atau beberapa domain yang terkait dengan situasi sosial. menurt Sugiyono (2007:34) pembatasan masalah dan topik dalam penelitian kualitatif lebih didasarkan pada tingkat kepentingan, urgensi dan feasibility masalah yang akan dipecahkan, selain juga faktor keterbatasan tenaga, dana dan waktu. suatu masalah di katakan penting apabila masalahtersebut tidak dipecahkan melalui penelitian akan semakin menimbulkan masalah baru. Maka, teori yang di gunakan untuk meneliti masalah ini, peneliti lebih condong menggunakan teori Implementasi Kebijakan menurut George III Edwards yang meliputi 4 variabel yaitu : 37
38
1. Komunikasi : a.
penyaluran (transmisi) yang baik akan menghasilkan implementasi yang baik pula (kejelasan).
b.
adanya kejelasan yang diterima oleh pelaksana kebijakan sehingga
tidak
membingungkan
dalam
pelaksanaan
kebijakan c.
adanya konsistensi yang diberikan dalam pelaksanaan kebijakan.
2. Sumberdaya : sumberdaya dapat berupa financial, sumber daya manusia maupun sarana dan prasarana. 3. Disposisi : Persamaan persepsi, sikap, atau perspektif dengan pembuat kebijakan. 4. Struktur birokrasi : Aspek struktur yang berpengaruh adalah SOP (standard operasional prosedur).
39
Table 3.1 Indikator dan Sub Indikator Teori Edward III Implementasi Kebijakan
Indikator
1. Komunikasi
Implementasi Kebijakan
2. Sumber Daya
Sub indokator
1. penyaluran (transmisi) yang baik akan menghasilkan implementasi yang baik pula (kejelasan) 2. adanya kejelasan yang diterima oleh pelaksana kebijakan sehingga tidak membingungkan dalam pelaksanaan kebijakan 3. adanya konsistensi yang diberikan dalam pelaksanaan kebijakan 1. sumberdaya dapat berupa financial, sumber daya manusia maupun sarana dan prasarana
3. Disposisi
1. Persamaan persepsi, sikap, atau perspektif dengan pembuat kebijakan
4. Struktur Birokrasi
1. Aspek struktur yang berpengaruh adalah SOP (standard operasional prosedur)
40
3.3 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah Kecamatan Karangpilang seperti halnya yang telah dijelaskan pada latar belakang diatas bahwa Penelitian ini akan difokuskan pada Implementasi Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial study Kasus di Kecamatan Karangpilang Surabaya.
3.4 Teknik Pemilihan Informan Purposive sampling yaitu peneliti akan memilih informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantapdan mengetahui masalahnya secara mendalam. Informan yang dipilih dapat menunjuk informan lain yang dianggap lebih tahu, maka pemilihan informan akan berkembang sesuai dengan kebutuhan atau relevansi data (Sugiyono,1994 : 61) 1. Sekretaris kecamatan 2. Kasie Kesra Kecamatan 3. Tokoh Masyarakat
3.5 Teknik Pengumpulan Data 1. Wawancara mendalam (indepth interview) Dilakukan terhadap nara sumber (key informan) yang mengetahui secara jelas tentang suatu persoalan atau fenomena yang sedang diamati (Tangkilisan, 2005:165). 2. Dokumentasi
41
Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mencatat daridokumen yang berkaitan dengan penelitian yang ada di lokasi penelitian. 3. Pengamatan langsung secara informal yaitu Melakukan kunjungan dengan mengamati situasi berbagai hal yang bertujuan untuk mengerti ciri-ciri danluasnya signifikansi dari interelasi elemenelemen tingkah laku manusia pada fenomena sosial yang serba kompleks, dalam pola-pola kulturaer tentu (Kartono, 1996:157). Peneliti tidak memerankan suatu objek penelitian, melainkan hanya mengamati saja.
3.6 Sumber Data 1. Dokumen Yaitu catatan yang berasal dari arsip, buku pedoman pelaksanaan, laporan pelaksanaan, buku maupun arsip yang memuat pendapat maupun teori yang mendukung tentang permasalahan penelitian. 2. Informan Teknik penentuan informannya berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti. Sedangkan informan awal dari pegawai dipilh secara purposive atas dasar permasalahan, judul,maupun fokus penelitian.
3.7 Jenis Data Data Primer Data yang diperoleh langsung dari observasi dan wawancara terhadap informan dan pihak-pihak yang terkait dengan penelitian ini.
42
Data Sekunder Data yang diperoleh dari catatan-catatan atau literaturliteratur,dokumen-dokumen yang ada pada lokasi penelitian serta data-data lainyang mendukung penelitian.
3.8 Metode analisis Metode analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis interaktif (interactive model of analysis). Miles dan Huberman (1992:23) menjelaskan model analisis ini terdiri dari tiga komponen analisis yaitu reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan penarikan kesimpulan (conclusion/varifiying)
yang
dilakukan
dalam
bentuk
interaktif
dengan
pengumpulan data sebagai suatu siklus. Secara sederhana proses analisis ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Model Analisis Interaktif Miles dan Huberman (1992:23) Keterangan: a. Pengumpulan data, Adalah menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber antara lain wawancara, pengamatan yang ditulis dalamcatatan laporan, dokumentasi pribadi, dokumen resmi, gambar, foto(Moleong, 1990:190 b. Reduksi data, Yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang munculdari catatan tertulis di lapangan. c. Penyajian
data,
Sebagai
kumpulan
informasi
tersusun
yang
memberikemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan meliputi berbagai jenis matriks, grafik, jaringan dan bagan.
43
d. Penarikan kesimpulan/verifikasi, tergantung pada besarnya kumpulan catatan lapangan, pengkodean, penyimpanan dan metode pencarian ulang yang digunakan, serta kecakapan peneliti.
3.9 Validitas Data Validitas data dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan triangulasi data,yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yanglain di luar data itu untuk kepentingan pengecekan atau sebagai pembandingterhadap data itu (Moleong, 2001:178). Triangulasi data dapat dilakukandengan cara: a. Membandingkan data hasil wawancara dengan data hasil pengamatan b. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi.
3.10 Wawancara Akan ada pula beberapa pertanyaan-pertanyaan yang akan di ajukan pada informan untuk menggali dan mencermati temuan-temuan di lapangan yang akan dilakukan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut disusun yang menitik beratkan pada permasalahan yang di tulis.
44
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Deskripsi Obyek Penelitian
4.1.1
Kondisi Umum Kecamatan Karangpilang Surabaya Berdasarkan data–data yang di peroleh peneliti, Kecamatan Karangpilang
adalah salah satu Kecamatan yang terletak di bagian selatan wilayah kota Surabaya. Secara administratif Kecamatan Karangpilang terbagi menjadi 4 wilayah Kelurahan, Kelurahan Kebraon, Kelurahan Kedurus, Kelurahan Warugunung, dan Kelurahan Karangpilang. Letaknya berdekatan dengan wilayah Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Gresik di sebelah timur dan utara. Dengan batas administrasi sebagai berikut : -
-
Luas wilayah
: 923 Ha
Sebelah utara
: Kelurahan Babatan Kec. Wiyung
Sebelah selatan
: Kabupaten Sidoarjo
Sebelah barat
: Kelurahan Pagesangan Kec. Jambangan
Sebelah timur
: Kelurahan Balasklumprik Kec. Wiyung
Kondisi Geografis Ketinggian tanah dari permukaan laut
: 6,60 m
Topografi
: Dataran rendah
Curah hujan rata – rata
: 900 Mm/th
44
45
Obyek dalam penelitian ini adalah Kecamatan Karangpilang Kota Surabaya, terkait dengan Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial. Banyak upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Surabaya dalam membuat kebijakan terkait dengan otonomi daerah. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 4 ayat 1 menyebutkan bahwa Pemerintah Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri masa pemerintahan menurut azaz otonomi dan pembantuan.
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Jumlah Penduduk
Jumlah Penduduk kelamin:
77.222
berdasar
jenis
Laki-laki
38.924
Jiwa
Perempuan
38.298
Jiwa
Sumber : Kecamatan Karangpilang
46
Table 4.2. Data Penyandang PMKS di Kecamatan Karangpilang Kelurahan No
Jenis Kedurus
karang
Warug
pilang
unung
Jumlah
Kebraon
Keluarga fakir 1
297
117
91
153
658
16
15
20
8
59
21
8
1
15
45
5
2
-
-
7
1
-
8
-
9
-
-
5
-
5
-
-
8
7
15
miskin Lansia 2 terlantar Penyandang 3 disabilitas Anak dengan 4
kedisabilitasa n Keluarga
5 rentan 6
Anak terlantar Keluarga
7
rumah tak layak huni
47
Perempuan 8
rawan sosial
-
-
-
1
1
ekonomi Sumber : Data Kecamatan Karangpilang Dari table data tersebut, dapat kita lihat masih terdapat Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial selanjutnya akan disebut PMKS di kecamatan karangpilang di wilayah administratifnya. Dalam upayanya, Pemerintah Kota Surabaya telah menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah yang selanjutnya akan disingkat RPJM, nantinya akan digunakan sebagai acuan penyusunan Perencanaan Strategis (RENSTRA) di setiap Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) di masing–masing Kecamatan. RPJM Kota Surabaya merupakan rujukan dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan sebagai dasar bagi SKPD menyusun Renstra yang disesuaikan dengan Visi, Misi, dan agenda pembangunan Walikota Surabaya. Sebagai persiapan penyusunan Rencana Pembangunan Kota Surabaya tersebut yang dapat mendukung pencapaian tujuan pembangunan Kota Surabaya, perlu disusun Renstra SKPD Kecamatan. Renstra bertujuan untuk merumuskan visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan tugas dan fungsi SKPD Kecamatan agar selaras dengan program Kepala Daerah Terpilih.
48
4.1.2
Kelembagaan Kantor Kecamatan Karangpilang Seperti kita ketahui bahwa tugas pokok dan fungsi Camat yang tercantum
dalam Peraturan Daerah nomor 8 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah, telah ditetapkan pembentukan, susunan organisasi, kedudukan, tugas dan fungsi Organisasi Kecamatan Kota Surabaya. Yang dijabarkan secara rinci dalam Peraturan Walikota Surabaya Nomor 94 Tahun 2008 tentang Rincian Tugas dan Fungsi Kecamatan Kota Surabaya. Struktur organisasi Kecamatan terdiri dari Camat, Sekretariat Kecamatan, Subag.Umum, dan Kepegawaian, Subag. Keuangan, Seksi Tata Pemerintahan, Seksi Ketentraman dan Pemberdayaan dipimpin seorang Sekretaris Kecamatan yang dalam melaksanakan tugas berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Camat. Masing-masing Seksi dipimpin seorang Kepala Seksi yang dalam melaksanakan tugas berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Camat. Adapun bagan struktur organisasi di kecamatan karangpilang sebagai berikut :
49
CAMAT Drs. Budi Hermanto, M.Si
SEK.CAM ZURAIDHI
Kasub.Bag Keuangan
Kasub.Bag Umum & Kepeg
------------------
Norang Witarza
Kasi Tata Pemerintahan
Kasi Fisik & Prasarana
Kasi Perekonomian
-----------------
Mardianingsih
Sumartini, SE
Kasi Ketentraman & Ketertiban Umum
Kasi Sosial & Penmas Drs. Mustofa Cholil
Hari Purwanto
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Kecamatan Karangpilang
Berdasarkan Peraturan Walikota Surabaya Nomor 94 Tahun 2008, tentang Rincian Tugas dan Fungsi Kecamatan Kota Surabaya, berikut disampaikan Tugas pokok dan Fungsi untuk Kecamatan Karangpilang sebagai berikut : 1. Camat menyelenggarakan tugas umum pemerintahan meliputi ; a. Mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat
50
b. Mengkoordinasikan
upaya
penyelenggaraan
ketentraman
dan
ketertiban umum c. Mengkoordinasikan penerapan dan penengakan peraturan perundangundangan d. Mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas umum e. Mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat Kecamatan f. Membina penyelenggaraan Pemerintah Kelurahan g. Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan / atau yang belum dapat dilaksanakan kelurahan Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Camat mempunyai tugas melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh Kepala Daerah untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah, yang meliputi aspek ; a. Perizinan b. Rekomendasi c. Koordinasi d. Pembinaan e. Fasilitas f. Penetapan g. Penyelenggaraan, dan h. Kewenangan lainnya 2. Sekretaris Kecamatan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Camat di bidang kesekretariatan dan mempunyai fungsi ;
51
a. Pelaksanaan koordinasi penyusunan rencana program, anggaran dan laporan Kecamatan b. Pelaksanaan pembinaan organisasi dan ketatalaksanaan c. Pengelolaan administrasi kepegawaian d. Pengelolaan
surat-menyurat,
dokumentasi,
rumah
tangga,
perlengkapan/peralatan kantor, kearsipan dan kepustakaan e. Pelaksanaan hubungan masyarakat dan keprotokolan f. Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian di bidang ketatausahaan g. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas h. Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Camat sesuai dengan tugas dan fungsinya 3. Sub.Bagian Umum dan Kepegawaian mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Sekretaris Kecamatan di bagian umum dan Kepegawaian dan mempunyai fungsi ; a. Penyiapan bahan penyusunan rencana program dan petunjuk teknik di bidang umum dan kepegawaian b. Penyiapan bahan pelaksanaan rencana program dan petunjuk teknis di bidang umum dan kepegawaian c. Penyiapan bahan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga dan instansi lain di bidang umum dan kepegawaian d. Penyiapan bahan pengawasan dan pengendalian di bidang umum dan kepegawaian e. Penyiapan bahan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas
52
f. Pelaksanaan
tugas-tugas
lain
yang
diberikan
oleh
Sekretaris
Kecamatan sesuai dengan tugas dan fungsinya 4. Sub.Bagian Keuangan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Sekretaris Kecamatan di bidang Keuangan dan mempunyai tugas ; a. Penyiapan bahan penyusunan rencana program dan petunjuk teknis di bidang keuangan b. Penyiapan bahan pelaksanaan rencana program dan petunjuk teknis di bidang keuangan c. Penyiapan bahan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga dan instansi lain di bidang keuangan d. Penyiapan bahan pengawasan dan pengendalian di bidang keuangan e. Penyiapan bahan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas f. Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Sekretari Kecamatan sesuai dengan tugas dan fungsinya 5. Seksi Tata Pemerintahan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Camat di bidang pemerintahan dan mempunyai fungsi ; a. Penyusunan rencana program dan petunjuk teknis di bidang tata pemerintahan b. Pelaksanaan program dan petunjuk teknis di bidang tata pemerintahan c. Pelaksanaan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga dan instansi lain di bidang tata pemerintahan d. Pelaksanaan pemerintahan
pengawasan
dan
pengendalian
di
bidang
tata
53
e. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas f. Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Camat sesuai dengan tugas dan fungsinya 6. Seksi Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Camat di bidang sosial dan pemberdayaan masyarakat dan mempunyai fungsi ; a. Penyusunan rencana program dan petunjuk teknis di bidang sosial dan pemberdayaan masyarakat b. Pelaksanaan program dan petunjuk teknis di bidang sosial dan pemberdayaan masyarakat c. Pelaksanaan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga dan instansi lain di bidang sosial dan pemberdayaan masyarakat d. Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian di bidang sosial dan pemberdayaan masyarakat e. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas f. Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Camat sesuai dengan tugas dan fungsinya 7. Seksi Ketentraman dan Ketertiban Umum mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Camat di bidang ketentraman dan ketertiban umum dan mempunyai fungsi ; a. Penyusunan rencana program dan petunjuk teknis di bidang ketentraman dan ketertiban umum
54
b. Pelaksanaan program dan petunjuk teknis di bidang ketentraman dan ketertiban umum c. Pelaksanaan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga dan instansi lain di bidang ketentraman dan ketertiban umum d. Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian di bidang ketentraman dan ketertiban umum e. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas f. Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan Camat sesuai tugas dan fungsinya 8. Seksi Perekonomian mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Camat di bidang perekonomian dan mempunyai fungsi ; a. Penyusunan rencana program dan petunjuk teknis di bidang perekonomian b. Pelaksanaan program dan petunjuk teknis di bidang perekonomian c. Pelaksanaan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga dan instansi lain di bidang perekonomian d. Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian di bidang perkonomian e. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas f. Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Camat sesuai tugas dan fungsinya 9. Seksi Fisik dan Prasarana mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Camat di bidang fisik dan prasarana dan mempunyai fungsi ;
55
a. Penyusunan rencana program dan petunjuk teknis di bidang fisik dan prasarana. b. Pelaksanaan program dan petunjuk teknis di bidang fisik dan prasarana c. Pelaksanaan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga dan instansi lain di bidang fisik dan prasarana. d. Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian di bidang fisik prasarana Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas. e. Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Camat sesuai dengan tugas dan fungsinya.
4.1.3
Visi dan Misi SKPD Kecamatan Karangpilang
4.1.3.1 Visi SKPD kecamatan Karangpilang
“ Terdepan Dalam Pelayanan dan Pemberdayaan Masyarakat”
Visi tersebut mengandung pengertian bahwa Kecamatan Karangpilang ingin mewujudkan suatu pelayanan yang mudah, cepat dan berkepastian dari segi biaya, waktu dan prosedur, dan juga mampu memberdayakan masyarakat dengan keterampilan/keahlian dan kemandirian.
56
Untuk mewujudkan visi ini telah ditetapkan misi sebagai berikut ; 1. Meningkatkan pelayanan dengan berpedoman pada prinsip pelayanan prima. 2. Pembinaan Sumber Daya Manusia bagi Aparatur. 3. Memberdayakan masyarakat. 4. Mewujudkan penataan lingkungan yang rapi
4.1.3.2 Tujuan dan Sasaran Jangka Menengah SKPD Tujuan dan Sasaran Jangka Menengah SKPD Kecamatan Karangpilang dapat di uraikan sebagai berikut : 1. Terwujudnya pelayanan prima serta birokrasi yang bersih dan berwibawa,
dengan
sasaran
meningkatkan
pemberdayaan
perempuan dan perlindungan anak. 2. Terwujudnya
penataan
ruang
dan
pengembangan
wilayah
perkotaan Surabaya secara terpadu, dengan sasaran meningkatnya pelayanan rehabilitasi sosial, pencegahan dan rehabilitasi sosial. 3. Terwujudnya
penataan
ruang
dan
pengembangan
wilayah
perkotaan Surabaya secara terpadu, dengan sasaran terwujudnya tata kelola Pemerintahan yang baik ditandai dengan peningkatan kualitas layanan publik.
57
4. Terwujudnya
kepercayaan
masyarakat
melalui
mekanisme
pertanggungjawaban yang konstruktif dan proporsional, dengan sasaran peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan. 5. Terwujudnya
penataan
ruang
dan
pengembangan
wilayah
perkotaan Surabaya secara terpadu, dengan sasaran terwujudnya perencanaan pembangunan yang terpadu. 6. Meningkatkan kualitas pengelolaan sampah, dengan sasaran meningkatnya kualitas lingkungan 7. Terwujudnya penataan dan pembinaan usaha sektor informal secara proporsional dan modern, dengan sasran meningkatnya jumlah keluarga miskin yang melakukan usaha ekonomi produktif. 8. Terwujudnya
penataan
ruang
dan
pengembangan
wilayah
perkotaan Surabaya secara terpadu, dengan sasaran terpeliharanya sarana dan prasarana perkantoran untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tertib administrasi perkantoran. 9. Terwujudnya
penataan
ruang
dan
pengembangan
wilayah
perkotaan Surabaya secara terpadu, dengan sasaran terpenuhinya kebutuhan barang dan jasa perkantoran untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tertib administrasi.
58
4.1.3.3 Strategi dan Kebijakan SKPD Strategi dan kebijakan SKPD Kecamatan Karangpilang dalam lima (5) tahun mendatang dapat di uraikan sebagai berikut : 1. Sasaran : Meningkatnya pelayanan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Strategi : Peningkatan kualitas hidup dan perlindungan perempuan dan anak serta kesetaraan gender dengan kebijakan meningkatkan pelayanan perlindungan dan pemberdayaan terhadap perempuan dan anak. 2. Sasaran : Meningkatkan pelayanan rehabilitasi sosial, pencegahan dan rehabilitasi sosial. Strategi : Peningkatan program jaminan perlindungan dan jaminan sosial masyarakat, dengan kebijakan meningkatkan pelayanan kesejahteraan sosial melalui penguatan kelembagaan dalam upaya menurunkan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS), masyarakat miskin dan kaum rentan sosial. 3. Sasaran : Terwujudnya tatakelola pemerintahan yang baik yang ditandai dengan peningkatan kualitas layanan publik. Strategi : Pelaksanaan reformasi birokrasi dan memantapkan tatakelola pemerintahan yang baik, dengan kebijakan peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) aparatur.
59
4. Sasaran : Terwujudnya tatakelola pemerintahan yang baik yang ditandai dengan peningkatan kualitas layanan publik. Strategi : Pelaksanaan reformasi birokrasi dan memantapkan tatakelola
pemerintahan
yang
baik,
dengan
kebijakan
menyelesaikan permasalahan lintas sektor. 5. Sasaran : Peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan. Strategi : Peningkatan kemandirian pelaku usaha produktif, denga kebijakan melakukan penguatan ekonomi kerakyatan berbasis usaha produktif. 6. Sasaran : Terwujudnya perencanaan pembangunan yang terpadu. Strategi : Pelaksanaan perencanaan pembangunan secara sistematis dan
terpadu,
dengan
kebijakan
sinkronisasi
perencanaan
pembangunan lintas sektor. 7. Sasaran : Meningkatnya kualitas lingkungan. Strategi : Penerapan prinsip-prinsip ekologis yang berkelanjutan dalam
pelaksanaan
pembangunan
kota,
dengan
kebijakan
meningkatkan kebersihan dan pengembangan upaya pelestarian lingkungan dan pengendalian dampak lingkungan.
60
8. Sasaran : Terwujudnya tatakelola pemerintahan yang baik yang di tandai dengan peningkatan kualitas layanan publik. Strategi : Pelaksanaan reformasi birokrasi dalam memantapkan tata kelola pemerintahan yang baik, dengan meningkatkan kualitas penyelenggara administrasi pemerintahan dengan penataan fungsi kelembagaan, ketatalaksanaan dan prosedur yang efektif serta efisien. 9. Sasaran : Meningkatkan kualitas dan ketersediaan sarana prasarana. Strategi : pengembangan sistem manajemen, keterpaduan antar jaringan dan pembangunan sarana dan prasarana perkantoran, dengan kebijakan meningkatkan sarana prasarana.
61
4.2 Analisis data dan Hasil Penelitian Sesuai dengan tujuan dari penelitian dan latar belakang masalah serta pemahaman tentang permasalahan, maka dalam penelitian ini permasalahan yang dihadapi dapat dirumuskan sebagai berikut: Mengetahui dan mendeskripsikan implementasi dari Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Kesejahteraaan Sosial, khususnya di Kecamatan Karangpilang Surabaya. Penyelenggaraan kesejahteraan sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial. Temuan data dalam penelitian ini pada dasarnya adalah sebagai landasan dalam memberikan deskripsi yang logis dan ilmiah terhadap fenomena yang akan diteliti, karena seperti yang tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 2 Tahun 2012 pada pasal 12 menerangkan bahwa : 1) Pemerintah Daerah wajib menangani penyandang masalah kemiskinan untuk meningkatkan kemampuan dirinya secara sosial dan ekonomi sehingga dapat mencapai kemandirian serta menikmati kehidupan yang layak.
62
2) Dalam memberikan pelayanan kesejahteraan sosial penyandang masalah kemiskinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah wajib melakukan : a) Pendataan b) Asessmen dan seleksi c) Bimbingan sosial untuk meningkatkan motivasi diri d) Pelatihan keterampilan kerja/usaha dan/atau pendampingan usaha e) Fasilitasi dan pemberian bantuan permodalan dan/atau peralatan kerja f) Fasilitasi pemasaran hasil usaha g) Fasilitasi penempatan tenaga kerja h) Peningkatan derajat kesehatan, pendidikan, pangan dan tempat tinggal i) Peningkatan rasa aman dari tindak kekerasan dan kejahatan 3) Sasaran pelayanan kesejahteraan sosial penyandang masalah kemiskinan meliputi : 1) Fakir miskin 2) Wanita rawan sosial-ekonomi; dan/atau 3) Warga miskin daerah kumuh.
63
Pada kenyataannya, realitas di lapangan tepatnya di Kecamatan Karangpilang Surabaya, masih terdapat kondisi bahwa belum sepenuhnya optimal karena angka Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial masih cukup tinggi di beberapa wilayah administratif Kecamatan Karangpilang. Seperti di Kelurahan Kedurus,
Kelurahan
Kebraon,
Kelurahan
Karangpilang,
dan
Kelurahan
Warugunung untuk keluarga fakir miskin saja mencapai 658 jiwa total dari seluruh Kelurahan menurut data dari Kecamatan Karangpilang di tahun 2013. Meskipun program-program dari Pemerintah telah di tuangkan dalam Peraturan Daerah, namun penyandang masalah kesejahteraan sosial masih terdapat di beberapa wilayah Kecamatan Karangpilang. Untuk itu, memerlukan kajian terhadap kebijakan-kebijakan program yang di jalankan pemerintah dalam penyelenggaran kesejahteraan sosial. Dalam penelitian ini akan dikemukakan pemaparan/deskripsi secara mendalam, berdasarkan masing-masing rumusan masalah yang di kemukakan. Gambaran tentang penyelenggaraan kesejahteraan sosial di Kecamatan Karangpilang Surabaya, berdasarkan temuan data berupa wawancara dengan Sek.Camat Kecamatan Karangpilang, yakni Bapak Zuraidhi, diketahui bahwa : “ Dalam pelaksanaannya, kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan sosial yang ada di wilayah administratif Kecamatan Karangpilang saya rasa cukup bagus penyampaian program dan sasaran yang dituju. Walaupun masih banyak kekurangan dari aparatur kita, seperti kurangnya tenaga pelayanan dalam mewujudkan program-program untuk PMKS. Untuk contoh, saat ini data yang
64
banyak kita tangani itu, cukup banyak masyarakat di Kecamatan sini meminta surat keterangan tidak mampu untuk mendaftarkan anak-anak mereka sekolah. Tapi dengan catatan, tetap dengan syarat-syarat yang sudah kita tetapkan agar surat
keterangan
tersebut
lebih
tepat
sasaran
dan
memang
untuk
masyarakat/keluarga yang benar-benar membutuhkan. Untuk Perda yang ada memang, program-progamnya sudah bagus, tinggal bagaimana kita dalam pelaksanaan dan pengawasannya. Tapi, kembali ke masalah SDM karena secara umum permasalahan yang ada di SKPD ini adalah jumlah karyawan semakin berkurang karena pension dan tidak ada segera penggantinya”
Berdasarkan temuan data penelitian wawancara tersebut,di ketahui bahwa pihak dari SKPD Kecamatan Karangpilang secara optimal telah melaksanakan program-program turunan dari Perda Kota Surabaya. Walaupun ada hambatan dari kurangnya SDM di SKPD Kecamatan Karangpilang.
Sementara itu, peneliti juga melakukan wawancara dengan masyarakat di sekitar Kecamatan Karangpilang mengenai gambaran program penyelenggaraan kesejahteraan yang ada di wilayah kerja Kecamatan. Berikut wawancara dengan Ibu Sugiarti “ Seberapa banyak programnya saya memang kurang paham, hanya yang saya lihat sendiri dan saya dengar dari beberapa warga masyarakat, programnya macam-macam. Untuk yang sekarang, ada program untuk gakin (keluarga miskin)
65
berupa pelatihan pembuatan batik jumput. Tujuannya untuk peningkatan UMKM mas. Hasilnya nanti akan di setor ke pemerintah (pembuat program pelatihan), dan di bantu untuk pemasarannya” Dari beberapa hasil wawancara tersebut, cukup menggambarkan bahwa pelaksanaan penyelengaraan kesejahteraan sosial yang ada di kecamatan Karangpilang Surabaya, sudah berjalan dan diterapkan serta di praktekkan di Kecamatan Karangpilang Surabaya.
4.2.1
Temuan data implementasi Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor
2 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial di Kecamatan Karangpilang Surabaya Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan sejauh mana implementasi Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, yang mana Peraturan Daerah tersebut bertujuan untuk mempercepat program penyelenggaraan kesejahteraan sosial di wilayah Kecamatan Karangpilang Surabaya. Karena seperti yang tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Kesejahteraan Sosial, pasal 3 bahwa program penyelenggaraan kesejahteraan sosial bertujuan untuk : 1) Meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas dan kelangsungan hidup
66
2) Memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian 3) Meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan menangani masalah kesejahteraan social 4) Meningkatkan kemampuan, kepedulian dan tanggungjawab sosial dunia usaha dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan 5) Meningkatkan kemampuan dan kepedulian masyarakat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan, dan 6) Meningkatkan kualitas manajemen penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Secara umum, realitas di Kecamatan Karangpilang Surabaya, programprogram yang bertujuan untuk meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas dan kelangsungan hidup masyarakat sudah banyak dilaksanakan oleh aparatur pemerintahan. Walaupun demikian penyandang masalah kesejahteraan sosial masih terdapat di semua Kelurahan yang menjadi wilayah kerja Kecamatan Karangpilang. Untuk itu memerlukan kajian terhadap kebijakan-kebijakan yang menjadi turunan dari Peraturan Daerah, terutama yang menjadi fokus dalam penelitian ini.
67
4.2.2
Implementasi penyelenggaraan kesejahteraan sosial Berdasarkan
tujuan
dari
Peraturan
Daerah
berkaitan
dengan
penyelenggaraan kesejahteraan sosial, khususnya di wilayah Kecamatan Karangpilang, berikut hasil wawancara dengan Kepala Seksi Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Bapak Drs. Mustofa Cholil dan temuan data yang ada di Kecamatan Karang Pilang : Bagaimana pendapat anda tentang Implementasi Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial di Kecamatan Karangpilang? Jawaban responden : “ Sampai dengan saat ini saya menjabat sebagai Kasi SosPenmas, untuk implementasi Perda sudah berjalan, walaupun memang masih adanya temuan PMKS di wilayah Kecamatan Karangpilang. Kita tidak memungkiri hal tersebut, tapi secara umum SKPD Kecamatan sudah melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan implementasi Perda tersebut dengan melakukan pendataan, penyusunan rencana kerja, serta aktualisasi program di lapangan. Secara umum, semua pelaksanaan sudah sejalan dengan Perda tersebut” Beliau juga menambahkan tentang program yang sedang berjalan di Kecamatan Karangpilang, dalam penanganan penyandang masalah kemiskinan yang diantaranya : 1) Memberikan Rekomendasi Surat Keterangan Tidak Mampu bagi warga kurang mampu untuk memperoleh hak pendidikan
68
2) Memberikan Rekomendasi bagi warga miskin (Gakin) untuk memperoleh Beras miskin (Raskin) berdasarkan pagu yang ditetapkan. 3) Memberikan Rekomendasi Surat Keterangan Tidak Mampu untuk memperoleh biaya pengobatan gratis 4) Memberikan Rekomendasi bagi Karang Wreda untuk memperoleh Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dan bagi warga lanjut usia. Berdasarkan jawaban tesebut, dapat diketahui bahwa implementasi penyelenggaraan kesejahteraan sosial menurut responden ( Bapak Drs. Mustofa Cholil) menunjukkan bahwa perhatian yang di berikan pemerintah sudah cukup baik. Selain melakukan wawancara dengan aparatur pemerintah di Kecamatan Karangpilang, peneliti juga melakukan wawancara dengan masyarakat di Kecamatan Karangpilang Surabaya, yang di temui di Kantor Kecamatan yaitu dengan Bapak Hartono, berikut wawancaranya : “Sejauh mana perkembangan di Kecamatan Karangpilang dalam menyelenggarakan kesejahteraan sosial menurut Bapak, jika dilihat dan di rasakan oleh masyarakat, sudahkah program-programnya dijalankan?” Jawaban responden “ Sing (yang) tak rasakan berjalan mas, karena saya sendiri penerima programnya. ini saya mengajukan surat keterangan kurang mampu untuk pendaftaran anak sekolah. Masio (walaupun), untuk pengajuannya rodo angel (sedikit sulit) soalnya banyak data yang di minta sama pihak Kecamatan. Mungkin biar tepat sasaran kayaknya, tapi yo g ngerti maneh mas alasan liyane (tapi tidak tahu lagi kalo ada alasan lain) mas”
69
Hasil dari wawancara dengan Bapak Hartono selaku warga sekitar Kecamatan Karangpilang Surabaya, menunjukkan bahwa memang Implementasi Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Sosial yang di jalankan SKDP Kecamatan Karangpilang secara umum sudah berjalan walaupun secara garis besarnya saja.
4.2.3
Temuan data yang menjadi faktor pendukung dan penghambat
Implementasi Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial Sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan Pasal 28 huruf c UndangUndang Dasar 1945, bahwa secara yuridis setiap orang berhak untuk memenuhi kebutuhan dasarnya demi meningkatkan kualitas hidupnya. Hal ini dijabarkan dalam ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah kedua kali dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 dimana salah satu kewajiban daerah sehubungan dengan penyelenggaraan otonomi daerah adalah meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial guna mencapai kesejahteraan masyarakat. Sejalan dengan ketentuan di atas, ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial memberikan lingkup tanggung jawab kabupaten/kota dalam hal kesejahteraan sosial, yaitu a) melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial di
70
wilayahnya/ bersifat lokal, termasuk tugas pembantuan; b) mengalokasikan anggaran untuk penyelenggaraan kesejahteraan sosial dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah; c) bantuan sosial sebagai stimulan kepada masyarakat yang menyelenggarakan kesejahteraan sosial; d) memelihara taman makam pahlawan; e) melestarikan nilai kepahlawanan, kepentingan dan kesetiakawanan sosial. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Pemerintah Daerah mempunyai tugas untuk menangani persoalan-persoalan kesejahteraan sosial di daerah. Selama ini Pemerintah Kota Surabaya telah memberikan pelayanan kesejahteraan sosial melalui SKPD di tiap Kecamatan, namun karena kompleksitas persoalan sosial perkotaan di Kota Surabaya, maka agar penanganannya lebih optimal perlu didukung dengan Peraturan Daerah. SKPD Kecamatan Karangpilang Surabaya ini dijalankan untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat.
Penelitian ini
berupaya
untuk
mendeskripsikan Implementasi Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial secara spesifik dengan kondisi yang di dihadapi masyarakat di Kecamatan Karangpilang yang di tinjau dari segi keberadaan faktor pendukung dan faktor penghambat dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial tersebut. Berdasarkan teorinya tentang implementasi, Edward III mengajukan pendekatan masalah implementasi dengan terlebih dahulu mengemukakan dua pertanyaan pokok, yakni: (i) faktor apa yang mendukung keberhasilan
71
implementasi kebijakan? dan (ii) faktor apa yang menghambat keberhasilan implementasi kebijakan? Berdasarkan kedua pertanyaan tersebut dirumuskan empat faktor yang merupakan syarat utama keberhasilan proses implementasi, yakni komunikasi, sumber daya, sikap birokrasi atau pelaksana dan struktur organisasi, termasuk tata aliran kerja birokrasi. Empat faktor tersebut menjadi kriteria penting dalam implementasi suatu kebijakan 1. Komunikasi, Implemetasi kebijakan publik agar dapat mencapai keberhasilan mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan secara jelas. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus diinformasikan kepada kelompok sasaran (target group) sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila penyampaian tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas, tidak memberikan pemahaman atau bahkan tujuan dan sasaran kebijakan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi suatu penolakan atau resistensi dari kelompok sasaran yang bersangkutan. Oleh karena itu diperlukan adanya tiga hal, yaitu; (1) penyaluran (transmisi) yang baik akan menghasilkan implementasi yang baik pula (kejelasan); (2) adanya kejelasan yang diterima oleh pelaksana kebijakan sehingga tidak membingungkan dalam pelaksanaan kebijakan, dan (3) adanya konsistensi yang diberikan dalam pelaksanaan kebijakan. Jika yang dikomunikasikan berubah-ubah akan membingungkan dalam pelaksanaan kebijakan yang bersangkutan.
72
2. Sumberdaya, dalam implementasi kebijakan harus ditunjang oleh sumberdaya baik sumberdaya manusia, materi dan metoda. Sasaran, tujuan dan isi kebijakan walaupun sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif dan efisien. Tanpa sumberdaya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja tidak diwujudkan untuk memberikan pemecahan masalah yang ada di masyarakat dan upaya memberikan pelayan pada masyarakat. 3. Disposisi, suatu disposisi dalam implementasi dan karakteristik, sikap yang dimiliki oleh implementor kebijakan, seperti komitmen, kejujuran, komunikatif, cerdik dan sifat demokratis. Implementor baik harus memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan dan ditetapkan oleh pembuat kebijakan. Implementasi kebijakan apabila memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasinya menjadi tidak efektif dan efisien. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. 4. Struktur birokrasi, organisasi menyediakan peta sederhana untuk menunjukkan secara umum kegiatan-kegiatannya dan jarak dari puncak menunjukkan status relatifnya. Garis-garis antara berbagai
73
posisi-posisi itu dibingkai untuk menunjukkan interaksi formal yang diterapkan. Kebanyakan peta organisasi bersifat hirarki yang menentukan hubungan antara atasan dan bawahan dan hubungan secara diagonal langsung organisasi melalui lima hal harus tergambar, yaitu; (1) jenjang hirarki jabatan-jabatan manajerial yang jelas sehingga terlihat “Siapa yang bertanggungjawab kepada siapa?”; (2) pelembagaan berbagai jenis kegiatan oprasional sehingga nyata jawaban terhadap pertanyaan “Siapa yang melakukan apa?”; (3) Berbagai saluran komunikasi yang terdapat dalam organisasi sebagai jawaban terhadap pertanyaan “Siapa yang berhubungan dengan siapa dan untuk kepentingan apa?”; (4) jaringan informasi
yang dapat
digunakan
untuk
berbagai
kepentingan, baik yang sifatnya institusional maupun individual; (5) hubungan antara satu satuan kerja dengan berbagai satuan kerja yang lain. Dalam implementasi kebijakan, struktur organisasi mempunyai peranan yang penting. Salah satu dari aspek struktur organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (standard operating procedures/SOP). Fungsi dari SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni birokrasi yang rumit dan kompleks. Hal demikian pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.
74
Sehingga temuan dan analis data dalam penelitian yang relevan dengan fokus penelitian dalam hal ini menjadi faktor pendukung dan penghambat dalam Implementasi Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial di Kecamatan Karangpilang, adapun faktor-faktornya sebagai berikut : 1) Komunikasi, Implemetasi kebijakan publik agar dapat mencapai keberhasilan, mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan secara jelas. Keberadaan sebuah program ataupun kebijakan akan dapat berjalan dengan baik sesuai rencana yang ditetapkan bila terdapat berbagai unsur yang menunjang implementasi program tersebut, salah satunya adalah sejauh mana informasi
dari
program
kebijakan
dapat
disampaikan,
dikomunikasikan dan diterima dengan pemahaman yang baik oleh obyek pelaksana, dan masyarakat sasaran dari penerapan kebijakan itu sendiri. Kondisi keberadaan komunikasi yang belum efektif, berdasarkan temuan data dan kajian dalam penelitian ini menjadi salah satu penghambat dalam Implementasi Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, dimana masih ada kesan belum mudah dan transparan khususnya dalam hal pemberian informasi perihal kebijakan yang akan dan telah ditetapkan.
75
2) Sumber Daya, dalam implementasi kebijakan harus ditunjang oleh sumberdaya baik sumberdaya manusia, materi dan metoda. Sasaran,
tujuan
dan
isi
kebijakan
walaupun
sudah
dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor
kekurangan
sumberdaya
untuk
melaksanakan,
implementasi tidak akan berjalan efektif dan efisien. Tanpa sumberdaya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja tidak diwujudkan untuk memberikan pemecahan masalah yang ada di masyarakat dan upaya memberikan pelayan pada masyarakat.
Seperti
halnya
yang
terjadi
di
Kecamatan
Karangpilang, peneliti mendapat temuan yang disampaikan oleh Kasi SosPenmas bahwa tantangan yang dihadapi SKPD pada umumnya terdiri dari : a) Jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) semakin berkurang karena pension dan belum ada penggantinya. b) Kurangnya motivasi karyawan untuk menambah wawasan dan pengetahuan. c) Kurangnya pembinaan yang berkesinambungan kepada karyawan. Berkaitan dengan adanya ketimpangan sumber daya yang ada di implementor, akan berpengaruh pada pelaksanaan program itu sendiri.
76
3) Disposisi, suatu disposisi dalam implementasi dan karakteristik, sikap yang dimiliki oleh implementor kebijakan, seperti komitmen, kejujuran, komunikatif, cerdik dan sifat demokratis. Implementor baik harus memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan dan ditetapkan oleh pembuat kebijakan. Implementasi kebijakan apabila memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasinya menjadi tidak efektif dan efisien. Dari sisi masyarakat, poin penting yang di rasakan di dalam era otonomo adalah semakin transparannya pengelolaan pemerintahan di tiap SKPD dan pendeknya rantai birokrasi
yang
berpengaruh
secara
positif
langsung terhadap
maupun jalannya
tidak
langsung
penyelenggaran
kesejahteraan sosial. Perlunya keberadaan delegasi masyarakt dalam
kegiatan
Musrenbang
di
tingkat
Kabupaten/Kota
gagasannya adalah pembuka partisipasi masyarakat untuk ikut menentukan
dan
mengawasi
penentuan
kebijakan.
Namun
demikian, muncul pendapat bahwa keberadaan masyarakat hanya sekedar pemenuhan kuota adanya partisipasi dari masyarakat dalam proses Musrenbang sebagaimana di tetapkan undangundang.
77
4) Struktur Birokrasi, faktor penunjang untuk implementasi Peraturan Daerah
Kota
Surabaya
Nomor
2
Tahun
2012
Tentang
Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, dalam penelitian ini struktur birokrasi yang ada di SKPD Kecamatan Karangpilang serta komponen yang berkaitan dengan penyelenggaraan sosial di Kecamatan Karangpilang. Keterpaduan antar kelembagaan yang ada di Pemerintah Kota hingga tingkat SKPD Kecamatan yaitu : kelembagaan pemerintah-politik, kelembagaan ekonomi-dunia usaha/swasta, dan kelembagaan masyarakat. Kelembagaan pemerintah, bagaimana kebijakan dan program pemerintah dapat diarahkan pada pemberdayaan ekonomi masyarakat, sehingga masyarakat dapat memiliki kemudahan akses dalam suatu kebijakan dan sumberdaya setempat. Kelembagaan ekonomi, didorong untuk menciptakan sistem ekonomi yang kondusif bagi tumbuh kembangnya usaha menengah kecil mikro yang produktif bagi masyarakat miskin. Sementara itu, kelembagaan masyarakat ditujukan untuk kelembagaan sosial-ekonomi masyarakat yang tumbuh dan berkembang. Di samping tiga kelembagaan tersebut, kelembagaan Lembaga Swadaya Masyarakat dapat difungsikan sebagai katalisator dan fasilitatir dari pelaksanaan ekonomi rakyat. Strategi jangka pendek, antara lain adalah : (1) identifikasi masalah kemiskinan; (2) mengkaji potensi yang dimiliki baik SDA, SDM, dan Kelembagaan yang ad; (3) identifikasi kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan dari lembaga yang ada; (4) Koordinasi dan sinkronisasi program antar dinas atau instansi pemerintah terkait; (5) konsistensi antara program dengan
78
alokasi anggaran; (6) menentukan kelompok sasaran dan merumuskan perencanaan serta pelaksanaan program secara partisipatif.
4.3 Pembahasan Berdasarkan temuan data dan anilisis kualitatif yang dilaksanakan, maka dapat dikemukan bahwa secara umum keberadaan Implementasi Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaran Kesejahteraan Sosial di Kecamatan Karangpilang, berjalan dengan baik, dan berdasarkan data pengamatan, penyelenggaraan
kesejahteraan
sosial
ini
dilakukan secara
berkesinambungan dan dilakukan dengan baik. Meskipun, terdapat berbagai kendala teknis dan
non teknis dalam implementasi secara utuh. Mengenai
penyuluhan terpadu kepada masyarakat sangat bermanfaat dalam rangka meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas dan kelangsungan hidup. Lebih lanjut dikemukakan bahwa bila dicermati temuan-temuan dalam penetian ini seperti telah diuraikan di atas, maka perlu adanya pendekatan dalam pemberdayaan masyarakat penyandang masalah kesejahteraan sosial. Menurut Soegijoko, 1997 ada 3 pendekatan : 1. Pendekatan yang terarah, artinya pemberdayaan penyandang masalah kesejahteraan sosial harus terarah. Yakni, berpihak kepada masyarakat miskin. 2. Pendekatan kelompok, artinya secara bersama-sama untuk memudahkan pemecahan masalah yang dihadapi.
79
3. Pendekatan pendampingan, artinya selama proses pembentukan dan
penyelenggaraan,
kelompok
masyarakat
miskin
perlu
didampingi oleh pendamping yang professional sebagai fasilitator, komunikator,
dan
dinamisator
terhadap
kelompok
untuk
mempercepat tercapainya kemandirian. Pemerintah perlu lebih mempertajam fokus pelaksanaan strategi penyelenggaraan kesejahteraan sosial melalui penguatan kelembagaan di masyarakat maupun birokrasi. Hal ini bertujuan untuk mengembangkan kapasitas masyarakat dan kemampuan aparat birokrasi dalam menjalankan fungsi lembaga yang berorientasi pada kepentingan rakyat (good governance). Penguatan kelembagaan di sini tidak hanya berarti penguatan secara fisik saja, seperti bangunan, struktur, atau hanya kelengkapan organisasi, tetapi lebih kepada penguatan fungsi dan perannya sebagai lembaga/organisasi yang diserahi tugas dan wewenang melaksanakan, memantau, atau menjaga program di wilayahnya. Menguatnya kemampuan masyarakat miskin untuk meningkatkan taraf hidupnya adalah hasil atau dampak dari semua aktivitas program penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Penguatan tersebut dapat dilihat dari ; (1) dimensi pemberdayaan masyarakat miskin, (2) dimensi terwujudnya kemandirian masyarakat miskin, dan (3) dimensi perekonomian rakyat. Dimensi pemberdayaan masyarakat perlu diarahkan terutama dalam rangka pengembangan kegiatan sosial ekonominya. Dimensi kemandirian masyarakat dapat dicapai melalui asas gotong royong, keswadayaan dan partisipasi. Sedang dimensi perekonomian rakyat dapat ditandai oleh tersedianya dana untuk modal usaha guna dikembangkan masyarakat
80
miskin itu sendiri. Dengan menguatnya kelembagaan yang ada pada pelaksana program, maka kesuksesan dalam perencanaan serta pelaksanaan program tersebut dapat tercapai dan tepat sasaran.
81
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Kesimpulan merupakan suatu langkah akhir sebagai suatu penyimpul atau sebagi akhir dari suatu penelitian, berdasarkan atas analisis data dan pembahasan pembahasan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1. Implementasi Peraturan Daerah Kota Surabaya nomor 2 Tahun 2012 Tentang Kesejahteraan Sosial di Kecamatan Karangpilang telah direncanakan dan diselenggarakan dengan cukup baik. Berbagai serangkaian kegiatan pelayanan yang diberikan terhadap individu, keluarga maupun masyarakat yang membutuhkan atau mengalami permasalahan sosial baik yang bersifat pencegahan,
pengembangan
maupun
permasalahan
yang
oleh
dihadapi
rehabilitasi
masyarakat
guna
mengatasi
penyandang
masalah
kemiskinan telah terealisasi sesuai dengan program, tugas dan fungsi SKPD itu sendiri. 2. Perlu adanya kajian dalam tahapan mulai dari formulasi, implementasi, serta evaluasi dari program yang terselenggara. Agar tujuan dan sasaran yang telah ditentukan
dapat
kelangsungan
meningkatkan
hidup,
dan
taraf
mencapai
kesejahteraan, target
dalam
kualitas
program
serta tentang
penyelenggaraan kesejahteraan sosial di masyarakat penyandang masalah kemiskinan. 3. SKPD Kecamatan Karangpilang masih dalam kategori cukup dalam tingkat pemberian pelayanan tentang kesejahteraan sosial di masyarakat. Perlu adanya 81
82
peningkatan dan penguatan SDM di SKPD Kecamatan Karangpilang sebagai implementor program.
5.2 Saran-saran Sesuai dengan pokok permasalahan dan hasil penelitian dalam penyusunan skripsi ini, maka untuk lebih meningkatkan pencapaian sasaran program yang telah direncanakan, beberapa saran yang perlu peneliti sampaikan yaitu : 1. Mengingat kesejahteraan sosisal adalah suatu permasalahan yang cukup kompleks, maka perlu adanya pemantapan perumusan kebijakan tentang program itu sendiri. Serta perlu adanya koordinasi dengan instansi-instansi yang bersinggungan dengan implementasi program tersebut. 2. Untuk meningkatkan kinerja dari SKPD Kecamatan Karangpilang, perlu adanya peningkatan kualitas dan mental sumber daya manusia dan dukungan dana yang memadai. Serta perlu adanyanya proses yang cepat dalam penggantian karyawan yang telah pensiun agar program atau masalah yang ada di SKPD dapat segera di atasi. 3. Perlunya meningkatkan program jaminan perlindungan dan jaminan sosial masyarakat, dengan kebijakan meningkatkan pelayanan kesejahteraan sosial melalui penguatan kelembagaan dalam upaya menurunkan penyandang masalah kesejahteraan sosial masyarakat miskin dan kaum rentan sosial.
83
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta. Agustino, Leo. 2012, Dasar -Dasar Kebijakan Publik. Bandung; Alfabeta. Ekowati, Mas Roro Lilik. (2009) Perencanaan, Implementasi, dan Evaluasi Kebijakan atau Program (Suatu Kebijakan Teoritis dan Praktis). Surakarta: Pustaka Cakra. http://www.surabaya.go.id/-Situs Resmi Pemerintah Kota Surabaya http://www.kemendagri.go.id/pages/profil-daerah/kecamatan/id/35/name/jawa timur/kabid/3578/kbaname/kota-surabaya/detail/357801/karangpilang#profil http://humas.surabaya.go.id/ http://kertyawitaradya.wordpress.com/2010/01/26/tinjauan-teoritis-implementasikebijakan-model-c-g-edward-iii/ http://perencanaankota.blogspot.com/2012/01/beberapa-teori-tentangimplementasi.html http://portalgaruda.org/download_article http://arenakami.blogspot.com/2012/06/implementasi-kebijakan-georgeedward.html http://kertyawitaradya.wordpress.com/2010/01/26/tinjauan-teoritis-implementasikebijakan-model-c-g-edward-iii/ http://tunas63.wordpress.com/2011/11/03/tujuan-dan-sasaran-kesejahteraansosial/ Muluk, Khairul, 2004. Paradigma Baru Administrasi Publik : Dari “Public Management”Pasolong, Harbani, 2007. Teori Administrasi Publik, Penerbit Alfabeta, Bandung. Moleong, Lexy J. (1996) Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Mahendra Ramadhianto, Jurnal ilmiah : Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Bagi Penyandang Cacat (Studi Implementasi Pasal 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial di Desa Karangpatihan Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo.
83
84
Pratiwi,Pratiwi Skripsi : Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Universitas Airlangga ” Studi Eksplorasi Tentang Variabel Yang Mempengaruhi keberhasilan implementasi program Pelayanan & Rehabilitasi Dinas Sosial Kota Surabaya Wanita Tuna Susila di KOTA SURABAYA” Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial Rencana Strategis (Renstra ) SKPD Kecamatan Karangpilang Surabaya TA. 2011 – 2015. Subarsono, AG. 2011. Analisis Kebijakan Publik, Konsep, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Soetomo. 2008, Masalah Sosial Dan Upaya Pencegahannya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Umar, Husein. 2004. Metode Riset Ilmu Administrasi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Undang-Undang Kesejahteraan Sosial
Republik
Indonesia
Nomor
11
Tahun
2009
Tentang
Usman, H dan P.S. Akbar. 2009. Metodologi Penelitian Sosial. Bumi Aksara. Jakarta. 170p. Wahab, S.A. 2008. Analisis Kebijaksanaan : Dari reformasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Bumi Aksara. Jakarta. 123p.
85
Lampiran 1
Pedoman Wawancara Gambaran umum tentang Program Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial 1. Bagaimanakah pelaksanaan program PMKS dan kendala yang ada? 2. Sebanyak apakah program untuk PMKS, dan jika ada, jenis program apa yang sudah diterima masyarakat kurang mampu?
Implementasi Program 1. Bagaimana pendapat anda, dan bagaimana implementasi Perda Kota Surabaya Nomor 12 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial? 2. Sejauhmanakah, perkembangan aparatur pemerintah dalam menyelenggarakan kesejahteraan sosial dan bagaimanakah pelaksanaannya di lapangan?