PENGARUH PROTEIN RANSUM SAAT PERIODE PERTUMBUHAN TERHADAP PERFORMANS PRODUKSI TELUR SAAT PERIODE PRODUKSI PADA AYAM RAS PETELUR TIPE MEDIUM (The Effect of Dietary Protein Level in Growing Periods on Egg Production in Laying Period of Medium Type Layer) E. Suprijatna Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang
ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengetahui performans ayam ras petelur tipe medium pada saat memasuki periode produksi akibat pemberian ransum dengan taraf protein yang meningkat pada saat periode pertumbuhan (umur 12-20 minggu). Penelitian menggunakan 480 ekor ayam umur 12 minggu yang dikelompokkan menjadi 3 kelompok, dan masing-masing kelompok diberi perlakuan ransum dengan taraf protein berbeda 12 %, 15 % dan 18 %. Pengamatan pada performan produksi dilakukan pada saat ayam memasuki periode produksi umur 21-44 minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa taraf protein yang meningkat saat periode pertumbuhan tidak berpengaruh pada konsumsi ransum, tetapi mengakibatkan meningkatnya persentase produksi, eggmass, dan menurunnya konversi ransum pada saat awal produksi (umur 21-24 minggu). Secara kumulatif selama periode produksi konsumsi ransum, persentase produksi telur dan konversi ransum tidak menunjukkan perbedaan, kecuali eggmass menunjukkan peningkatan. Income over feed cost selama periode produksi meningkat. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan taraf protein tinggi (18 %) menunjukkan performans dan keuntungan ekonomis yang lebih baik dibandingkan taraf protein 12 % dan 15 %. Pada periode pertumbuhan, disarankan agar taraf protein ransum tidak kurang dari 15 % untuk petelur tipe medium. Kata kunci : protein, periode pertumbuhan, produksi telur, ayam ras petelur. ABSTRACT An experiment was conducted to study on productive performance of medium type layer during laying period as affected by increasing dietary protein level in growing periods (12 – 20 weeks old). The experiment used 480 pullet of 12 weeks old, and were grouped into three treatments of protein level of diets : 12 %, 15 % and 18 %. The productive performances were observed at period of 21-44 weeks of age in each group. The results showed that the increasing of dietary protein level did not affect feed intake, but increased the percentage of eggs production and eggmass, and reduced feed conversion in early laying period (21-24 weeks of age). The treatment did not significantly affect cumulative feed intake, the percentage of eggs production and feed conversion, but significantly increased eggmass. Income over feed cost increased by increasing dietary protein level. The higher protein level (18 %) showed better performances and income over feed cost than those of low protein level (12 % and 15 %). The results suggested that in growing period the dietary protein level should not be lower than 15 %. Keywords : protein, growing periods, egg production, medium type layer
The Effect of Dietary Protein Level on Egg production of Medium Type Layer (Suprijatna)
119
Tabel 1. Komposisi Bahan, Kandungan Zat-zat Makanan dan Energi Metabolis Ransum yang Digunakan dalam Penelitian (Umur 12-20 minggu) Bahan T1 T2 T3 (12 %) (15 %) (18 %) --------------------kg ------------------Jagung Kuning Dedak Halus Bungkil Kedelai Bungkil Kelapa Tepung Ikan Tepung Kerang Premix Jumlah Zat Makanan dan Energi Metabolis Protein ( % ) * Serat Kasar ( % ) * Lemak kasar ( % ) * Kalsium ( % ) * Fosfor Tersedia ( % ) * Lisin ( % ) ** Metionin ( % ) **
63,5 25,0 6,0 1,5 1,5 2,0 0,5 100,0
59.0 22,0 8,0 3,0 6,0 1,5 0,5 100,0
54,5 19,0 12,5 2,5 9,5 1,5 0,5 100,0
12,06 3,97 6,42 0,84 0,63 0,58 0,26
15,06 4,24 6,42 0,71 0,62 0,85 0,34
18,06 4,47 6,32 0,76 0,66 1,11 0,42
EM (Kkal/kg) ** 2751,15 *) Perhitungan Berdasarkan Hasil Analisis. **) Perhitungan Berdasarkan Tabel Wahju (1992).
Pemeliharaan ayam petelur periode pertumbuhan pada umur 12 – 20 minggu, laju pertumbuhan secara total sudah mulai menurun. Oleh karena itu pada periode ini digunakan ransum dengan protein rendah (Scot et al, 1982; NRC, 1984, North dan Bell, 1990). Namun dengan meningkatnya kualitas bibit ayam ras petelur yang pertumbuhannya menjadi lebih cepat, dewasa kelamin lebih dini dan puncak produksi dicapai lebih cepat (Forbes dan Shariatmadari, 1990: McMillan, 1990: Leeson dan Summers, 1991), karenanya konsep pemberian ransum dengan kandungan protein rendah tersebut perlu ditinjau kembali. Perlunya peninjauan kembali konsep penggunaan protein rendah pada periode pertumbuhan tersebut adalah mengingat saat itu pertumbuhan organ reproduksi mulai meningkat, sementara organ-organ lainnya menurun. Pada saat memasuki periode produksi (umur 20 minggu) pertumbuhan organ reproduksi harus optimal guna mempersiapkan pertumbuhan folikel dan penimbunan material guna pembentukkan telur serta persiapan awal produksi guna mencapai puncak produksi yang tinggi (Yu et al, 1992: Etches, 1996).
120
2757,10
2757,45
Konsep lama menyarankan bahwa taraf protein ransum periode pertumbuhan tidak lebih dari 13 %. Taraf yang lebih tinggi tidak berpengaruh terhadap peningkatan produksi telur dan tidak ekonomis (McGinnis, 1976; Scott et al, 1982; NRC, 1984). Konsep baru menyarankan untuk menggunakan taraf protein ransum tidak kurang dari 15 % (Leeson dan Summers, 1991; Hawes dan Kling, 1993; NRC, 1994). Taraf protein tinggi tidak dianjurkan sehubungan berkaitan dengan biaya ransum yang meningkat saat periode pertumbuhan sehingga tidak ekonomis. Oleh karena itu perlu diteliti pada taraf protein berapa ransum yang optimal untuk pertumbuhan ayam ras tipe petelur. MATERI DAN METODE Pada penelitian ini digunakan ayam ras petelur tipe medium (Lohman Brown) sebanyak 480 ekor, umur 12 minggu dengan berat badan 1012,70 ± 47,03 g. (CV = 4,64 %). Ayam tersebut dikelompokkan menjadi 3 kelompok untuk diberi ransum perlakuan. Perlakuan diberikan mulai ayam umur 12 minggu sampai dengan 20 minggu. Ransum perlakuan yang diberikan saat
J.Indon.Trop.Anim.Agric. 30 (2) June 2005
periode pertumbuhan terdiri dari ransum T1 (12 % protein), T2 (15 % protein) dan T3 (18 % protein). Semua ransum perlakuan yang diberikan mengandung energi metabolis yang sama yaitu 2750 Kkal/kg (Tabel 1 dan 2). Pengamatan pengaruh perlakuan dilakukan terhadap performans saat memasuki periode produksi, yaitu pada saat ayam berumur 21-44 minggu. Pada saat memasuki periode produksi digunakan ransum yang sama untuk semua perlakuan, yaitu mengandung protein 17 % dengan energi metabisme 2750 kkal/kg. Pengamatan dilakukan terhadap konsumsi ransum, konversi ransum, persentase produksi telur harian (hen day production), masa telur dan income over feed cost. Rancangan percobaan yang digunakan adalah acak lengkap dengan pola split plot in time. Perlakuan utama terdiri dari 3 perlakuan taraf protein ransum pertumbuhan (12 %, 15 % dan 18 %), anak perlakuan terdiri dari 6 periode pengamatan saat periode produksi (28 hari per periode), masing-masing perlakuan utama terdiri dari 8 ulangan dan masing-masing ulangan terdiri dari 20 ekor ayam sebagai unit percobaan. Pada saat memasuki periode produksi masing-masing unit
percobaan terdiri dari 18 ekor ayam. Pengolahan data menggunakan analisis ragam, dilanjutkan dengan Uji Wilayah Berganda Duncan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum, PersentaseProduksi Telur, Eggmass dan Konversi Ransum Tabel 3 menunjukkan bahwa taraf protein ransum pertumbuhan umur 12-20 minggu dengan periode (umur produksi) menunjukkan pengaruh interaksi tidak nyata (P > 0,05) terhadap konsumsi ransum, tetapi terhadap persentase produksi telur, eggmass dan konversi ransum menunjukkan pengaruh interaksi yang nyata (P < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa taraf protein ransum saat periode pertumbuhan tidak berpengaruh terhadap konsumsi ransum selama periode produksi, tetapi berpengaruh terhadap persentase produksi, eggmass dan konversi ransum. Pengaruh yang nyata terutama berlangsung pada saat awal produksi (umur 21-24 minggu), sedangkan pada periode selanjutnya tidak
Tabel 2. Komposisi Bahan, Kandungan Zat-zat Makanan dan Energi Metabolis Ransum yang Digunakan saat Periode Produksi (Umur 21-44 minggu) Bahan T1 T2 (17 %) (17 %) --------------------kg ------------------Jagung Kuning Dedak Halus Bungkil Kedelai Bungkil Kelapa Tepung Ikan Tepung Kerang Premix Jumlah Zat Makanan dan Energi Metabolis Protein ( % ) * Serat Kasar ( % ) * Lemak kasar ( % ) * Kalsium ( % ) * Fosfor Tersedia ( % ) * Lisin ( % ) ** Metionin ( % ) **
T3 (17 %)
43,5 33,0 8,0 6,0 5,0 4,5 0,5 100,0
43.5 33,0 8,0 6,0 5,0 4,5 0,5 100,0
43,5 33,0 8,0 6,0 5,0 4,5 0,5 100,0
15,10 7,26 5,39 1,81 0,37 0,82 0,32
15,10 7,26 5,39 1,81 0,37 0,82 0,32
15,10 7,26 5,39 1,81 0,37 0,82 0,32
EM (Kkal/kg) ** 2854,61 *) Perhitungan Berdasarkan Hasil Analisis. **) Perhitungan Berdasarkan Tabel Wahju (1992).
2854,61
2854,61
The Effect of Dietary Protein Level on Egg production of Medium Type Layer (Suprijatna)
121
T1 (Prot. 12%) Konversi Ransum
4
T2 (Prot. 15%) T3 (Prot. 18%)
3 2 1 0 24
28
32
36
40
44
Produksi Telur ( % )
Umur (Minggu)
100 80 60 40 20 0 24
28
32
36
40
44
Eggmass (gram/ekor/28 hari)
Umur (Minggu) 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0 24
28
32
36
40
44
Umur (Minggu)
Ilustrasi 1. Taraf Protein Ransum dengan Umur Saat periode Produksi terhadap Persentase produksi, Eggmass dan Konversi Ransum
menunjukkan pengaruh yang nyata. Pada awal periode produksi taraf protein yang tinggi (18 %) menunjukkan persentase produksi telur, eggmass dan konversi ransum lebih baik dibandingkan taraf protein yang rendah (12-15 %). Pengaruh perlakuan taraf protein saat periode pertumbuhan terhadap performans digambarkan pada Ilustrasi 1. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian lain (Douglas et al., 1985; Yuwanta et al., 1985; Robinson et al., 1986; Summers dan Leeson,
122
1993), bahwa taraf protein ransum selama periode pertumbuhan tidak mengakibatkan konsumsi ransum yang berbeda pada saat periode produksi. Taraf protein ransum pada saat periode pertumbuhan hanya berpengaruh pada produksi telur saat awal produksi, tetapi tidak berpengaruh pada rata-rata total produksi. Setelah dewasa tubuh tercapai (28-30 minggu) pengaruh perlakuan taraf protein ransum selama periode pertumbuhan menjadi tidak nyata (Douglas dan Harms, 1982; Bish et al., 1984; Leeson dan Sum-
J.Indon.Trop.Anim.Agric. 30 (2) June 2005
Tabel 3. Konsumsi Ransum, Konversi Ransum, Persentase Produksi Telur, Masa Telur Saat Periode Produksi Taraf Protein
T1 (12 %)
T2 (15 %)
Periode (minggu)
Konsumsi Ransum (g/ekor)
Konversi Ransum
21-24 25-28 29-32 33-36 37-40 41-44 Rata-rata
2449,48 a 2987,56 b 3510,62 c 3341,77 c 3376,14 s 3411,22 c 3179,46 A
3,79 a 3,07 a 2,53 b 2,24 c 2,58 b 2,67 b 2,81 A
53,13 a 75,71 b 88,01 c 93,21 c 81,07 b 79,32 b 78,41 A
650,03 a 1002,41 b 1389,84 c 1509,39 d 1313,90 c 1288,45 c 1192,00 A
21-24 25-28 29-32 33-36 37-40 41-44 Rata-rata
2547,58 a 2962,37 b 3466,28 c 3361,63 c 3411,34 c 3400,10 c 3191,55 A
3,51 a 2,87 b 2,65 b 2,32 c 2,69 b 2,58 b 2,78 A
57,23 a 77,54 b 88,39 c 92,16 c 81,27 b 80,47 b 79.51 A
770,97 a 1034,34 b 1328,57 c 1458,19 d 1275,34 c 1320,38 c 1197,63 A
Persentase Produksi Telur
Massa Telur (g/ekor)
21-24 2560,84 a 3,00 b 67.55 b 857,88 b 25-28 2978,63 b 2,65 b 80.08 b 1132,25 b 29-32 3276,79 c 2,36 c 86.51 c 1393,04 c 33-36 3367,04 c 2,34 c 90.45 c 1440,70 d 37-40 3355,47 c 2,47 c 83.19 b 1364,84 c 41-44 3425,43 c 2,47 c 82.32 b 1386,28 c Rata-rata 3160,70 A 2,55 A 81.64 A 1262,50 B Angka dengan hurup kecil berbeda ke arah kolom menunjukkan perbedaan nyata (P < 0,05). Nilai rata-rata dengan hurup besar berbeda ke arah kolom menunjukkan perbedaan nyata (P < 0,05). T3 (18 %)
mers, 1979; Cave, 1984; Brake et al., 1985; Robinson et al., 1986; Lilburn dan Myers-miller, 1990; Sumers dan leeson, 1994; Leeson et al., 1997). Hasil penelitian ini dapat dijelaskan berdasarkan hasil penelitian Lilburn dan MeyersMiller (1990) serta Hawes dan Kling (1993) bahwa taraf protein yang tinggi selama periode pertumbuhan mengakibatkan laju pertumbuhan yang tinggi sehingga mengakibatkan berat badan yang tinggi dan lemak abdominal yang rendah. Kondisi ini mengakibatkan pubertas yang lebih cepat dan produksi yang tinggi pada saat awal produksi. Beberapa hasil penelitian lainnya menunjang hasil penelitian ini (Leeson dan Summers, 1979; Leeson dan Summers, 1982; Yuwanta et al., 1985; Hussein et al., 1996). Persentase produksi pada saat periode produksi nyata dipengaruhi oleh taraf protein ransum selama periode produksi. Dengan demikian taraf protein ransum selama periode produksi merupakan
faktor yang mempengaruhi persentase produksi, sedangkan taraf protein selama periode pertumbuhan tidak berpengaruh pada produksi telur saat periode produksi. Hasil penelitian ini sejalan pula dengan hasil penelitian beberapa peneliti lain bahwa peningkatan taraf protein menjelang periode produksi mengakibatkan meningkatnya total eggmass walaupun persentase produksi telur tidak berbeda. (Cave, 1984; Lilburn dan Myer-Miller, 1990; Keshavarz dan Nakajima ,1995). Pada penelitian ini tampak bahwa penggunaan taraf protein ransum 12-18 % pada periode pertumbuhan (umur 12-20 minggu) tidak berpengaruh pada rataan total persentase produksi telur selama periode produksi telur fase I (umur 21-44 minggu), taraf protein ransum yang tinggi (18 %) pada saat periode pertumbuhan hanya berpengaruh positif terhadap persentase produksi telur, eggmass dan
The Effect of Dietary Protein Level on Egg production of Medium Type Layer (Suprijatna)
123
Tabel 4. Income Over Feed Cost Masing-masing Perlakuan selama Penelitian Biaya Ransum Biaya Ransum Hasil Taraf Protein (%) umur 12-20 minggu umur 21-44 minggu Produksi (000 Rp/ekor) (000 Rp/ekor) (000 Rp/ekor) T1 (12%) T2 (15%) T3 (18%) Harga ransum
: T1 T2 T3 Layer Harga telur = Rp 6.500,-/kg
3,979 5,347 6,506 = = = =
46,495 46,426 49,237
13,901 12,374 14,285
Rp 1.000,-/kg Rp 1.250,-/kg Rp 1.500,-/kg Rp 1.500,-/kg
konversi ransum yang lebih tinggi pada saat awal periode produksi (umur 21-24 minggu) dibandingkan protein sedang (15 %) dan rendah (12 %). Dengan demikian hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada saat periode pertumbuhan akhir atau developer (umur 12-20 minnggu) dapat digunakan taraf protein ransum dengan kisaran yang luas untuk memperoleh performan produksi yang memadai. Hal ini sesuai dengan pendapat Holcombe et al.(1976) dan Scott et al. (1982), bahwa pada periode pertumbuhan ayam petelur dara mampu memanfaatkan ransum dengan kisaran taraf protein yang luas untuk memperoleh performans yang memadai pada saat periode produksi. Income Over Feed Cost Rataan biaya ransum dan hasil penjualan telur serta income over feed cost selama penelitian disajikan pada Tabel 4. Taraf protein ransum yang tinggi (18 %) walaupun mengakibatkan biaya ransum yang meningkat pada saat periode pertumbuhan tetapi pada saat periode produksi dapat menutup biaya ransum dan meningkatkan keuntungan, sebagai akibat meningkatnya hasil penjualan telur karena meningkatnya eggmass. Demikian pula taraf protein yang rendah (12 %) mampu memberikan keuntungan yang lebih tinggi dari pada taraf protein yang sedang. Hal ini tiada lain karena harga ransum lebih murah dan konsumsinya lebih rendah, sehingga mengakibatkan biaya ransum yang rendah, sementara hasil penjualan telur meningkat pada saat periode produksi. Lain halnya dengan penggunaan taraf protein sedang (15 %), harga ransum dan konsumsi ransum yang meningkat mengakibatkan biaya ransum meningkat saat periode pertumbuhan tetapi tidak diikuti dengan meningkatnya hasil penjualan telur pada saat periode produksi karena eggmass yang tidak
124
28,615 28,705 28,446
Income Over Feed Cost (000 Rp/ekor)
berbeda dengan taraf protein rendah, sehingga mengakibatkan berkurangnya keuntungan Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian (Keshavarz, 1984; Leeson et al, 1991) bahwa penggunaan taraf protein tinggi pada periode pertumbuhan memberikan keuntungan ekonomis lebih baik dibandingkan taraf protein rendah karena meningkatnya eggmas selama periode produksi. Sedangkan taraf protein rendah dapat memberikan keuntungan karena biaya ransum yang rendah pada saat periode pertumbuhan. KESIMPULAN 1. Ransum dengan taraf protein tinggi pada saat periode pertumbuhan menunjukkan performans produksi lebih baik pada saat periode produksi dibandingkan ransum taraf protein rendah . 2. Ransum dengan taraf protein tinggi memberikan keuntungan ekonomis lebih baik pada saat periode produksi karena meningkatnya hasil penjualan telur akibat peningkatan eggmass. 3. Pada pemeliharaan ayam ras petelur tipe medium pada periode pertumbuhan umur 12-20 minggu disarankan untuk menggunakan ransum dengan taraf protein tidak kurang dari 15 %. DAFTAR PUSTAKA Bish, C.L., W.L. Beane, P.L. Ruszler and J.A. Cherry. 1984. Modified step-up protein feeding regimen for egg type chicken. 1. Growth and production performance. Poultry Sci. 63:24502457. Brake, J., J.D. Garlich and E.D. Peebles. 1985. Effect
J.Indon.Trop.Anim.Agric. 30 (2) June 2005
of protein and energy intake by Broiler breeder during the prebreeder transtion period on subsequent reproductive performance. Poultry Sci. 64:2335-2340. Cave, N.A.D. 1984. Effect of high protein diet fed prior to the onset of lay on performance of Broiler breeder pullets. Poultry Sci. 63:18231827. Douglas, C.R. and R.H. Harms. 1982. The influence of low protein grower diets on spring housed pullets. Poultry Sci. 61:1885-1827. Douglas, C.R., D.M. Welch and R.H. Harms. 1985. A step-down protein program for commercial pullets. Poultry Sci. 64: 1137-1142. Etches, R.J. 1996. Reproduction in Poultry. University Press. Cambridge. Forbes, J.M. and F. Shariatmadari. 1994. Diet selection by poultry. Worl’s Poultry Sci. J. 50:7-24. Halcombe, D.J., D.A. Roland, Sr., and R.H. Harms. 1976. The ability of hens to regulate protein intake when offered a choice of diets containing different levels of protein. Poultry Sci 55: 1731-1737. Hussein, A.S., A.H. Cantor, A.J. Pescatore and T.H. Johnson. 1996. Effect of dietary protein and energy levels on pullet development. Poultry Sci. 75:973-978. Keshavardz, K. 1984. The effect of reducing dietary protein in the rearing and laying periods on performance and net return of commercial strain of White Leghorn Chicken. Poultry Sci. 63: Suplement 1 (Abstract). Keshavarz, K. and S. Nakajima. 1995. The effect of dietary manipulations of energy, protein and fat during the growing and laying periods on early egg weight and egg compones. Poultry Sci. 74: 50-61.
Leeson, S. and J.D. Summers. 1979. Step-up protein diets for growing pullets. Poultry Sci. 58 :681686. Leeson, S. and J.D. Summers. 1982. Use of singlestage low protein diet for growing Leghorn pullets. Poultry Sci. 61: 1684-1691. Leeson, S. and J.D. Summers. 1991. Commercial Poultry Nutrition. University Books. Guelph. Ontario. Canada. Leeson, S., L.J. Caston and J.D. Summers. 1991. Significance of physiological age of Leghorn pullets in terms of subsequent reproductive characteristics and economic analysis. Poultry Sci. 70: 37-43. Leeson., L.J. Caston and J.D. Summers. 1997. Layer performance of four strains of Leghorn pullets subjected to various reraing programs. Poltry Sci. 76: 1-5. Lilburn, M.S. and D.J. Myers-Miller. 1990. Effect of body weight, feed allowance and dietary protein intake during the prebreeder period on early reproductive performance of Broiler breeder hens. Poultry Sci. 69: 1118-1125. Lilburn, M.S. and D.J. Myers-Miller. 1990. Dietary effects on body conpostion and subsequent production characteristics in Broiler breeder hens. Poultry Sci. 69: 1126-1132. McMillan, I., R.W. Fairfull, R.S. Gowe and J.S. Gavora. 1990. Evidence for genetic improvement of layer stock of chickens during 1950-80. World’s Poultry Sci. J. 46:235-245. National Research Council. 1984. Nutrient Requirements of Poultry. 8 th. Rev. Ed. National Academy of Science. Washington D.C. National Research Council. 1994. Nutrient Requirements of Poultry. 9 th. Rev. Ed. National Academy of Science. Washington D.C.
The Effect of Dietary Protein Level on Egg production of Medium Type Layer (Suprijatna)
125
North, M.O. and D.B. Bell. 1990. Commercial Chickens Production Manual. Avi Publishing Company, Inc. Westport. Connecticut.
varying in nutrient density on the development and reproductive performance of white Leghorn pullets. Poultry Sci 72: 1500-1509.
Pearsons, C.M., K.W. Koelkebeck, Y. Zhang, X. Wang and W. Leeper. 1993. Effect of dietary protein and added fat levels on performance of young laying hens. J. Appl. Poult. Res. 2: 214-220.
Summers, D.J. and S. Leeson. 1994. Laying hens performance as influence bay protein intake to sixteen weeks of age and body weight at point of lay. Poultry Sci. 73: 495-501.
Robinson, F.E., W.L. Beane, C.L. Bish, P.L. Ruszler and J.L. Baker. 1986. Modified step-up protein feeding regimen for egg-type chickens. 2. Protein Level influence on growth and production performance. Poultry Sci. 65: 122-129.
Yu, M.W., F.E. Robinson, R.G. Charles and R. Weingard. 1992. Effect of feed allowance during rearing and breeding on female Broiler breeders. 2. Ovarian morphology and production. Poultry Sci. 71: 1750-1761.
Scott, M.L., M.C. Nesheim and R.J. Young. 1982. Nutrition of the Chicken. M.L. Scott and Assiciate. Ithaca. New York.
Yuwanta, T., Soeparno, Krisna, A.S. dan J.H. Purba. 1985. Pembatasan makanan secara kualitataif dan kuantitatif pada ayam dara dan pengaruhnya terhadap masa peneluran. Proceeding Seminar Peternakan dan Forum Peternak Unggas dan Aneka ternak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor.
Summers, J.D. and S. Leeson. 1978. Dietary selection of protein and energy by pullets and Broilers. Br. Poultry Sci. 425-430. Summers, J.D. and S. Leeson. 1993. Influence of diet
126
J.Indon.Trop.Anim.Agric. 30 (2) June 2005