TINGKAT EFISIENSI TEKNIS DAN EKONOMIS PADA SISTEM PEMELIHARAAN TERPADU ANTARA TANAMAN PADI DENGAN ITIK LOKAL JANTAN (Technical and Economical Efficiency on Mixed Farming between Paddy Field and Local Male Ducks Raising) L.D. Mahfudz dan E. Prasetya Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang
ABSTRAK Penelitian ini ditujukan untuk mempelajari integrasi antara penanaman padi dengan pemeliharaan itik terhadap efisiensi teknik dan ekonomisnya. Penelitian dilakukan di Desa Jogonegoro Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang selama 3 bulan. Sembilan puluh ekor anak itik lokal jantan (umur 2 minggu dan rata-rata berat badan awal 270±1,29g) digunakan dalam penelitian ini. Pakan yang diberikan campuran jagung kuning, dedak dan konsentrat komersial. Perlakuan yang di terapkan adalah perbedaan luas areal sawah sebagai umbaran yaitu T1, T2, T3 dengan masing-masing areal tanaman padi 10, 15, dan 20 m2/ekor. Perlakuan dialokasikan sesuai rancangan acak lengkap, dengan 3 perlakuan dan 5 ulangan serta setiap ulangan terdiri atas 6 ekor. Pada masing-masing perlakuan diamati produk rata-rata, efisiensi teknis dan ekonomis. Hasil penelitian menunjukan bahwa produk rata-rata per ekor adalah 0,18; 0,16 dan 0,14 masing-masing untuk T1; T2 dan T3. Efisiensi teknis telah tercapai pada minggu pertama (produk rata-rata maksimum), dengan produk marjinal mendekati nol, yaitu pada T1 minggu ke-10 (marginal physical product, MPP = 0,11) T2 minggu ke-9 (MPP = 0,08) dan T3 minggu ke-10 (MPP = 0,07). Efisiensi ekonomis dicapai pada T1 = 1,00; T2 = 0,91 dan T3 = 0,80. Pendapatan petani peternak dengan system terpadu per Ha sawah adalah, T1 = Rp 7.585.000,-; T2 = Rp. 5.892.352,50 dan T3 = 5.092.262,50. Kesimpulan penlitian ini adalah terjadi penurunan rata-rata produk, efisiensi teknis dan ekonomis seiring dengan meningkatknya luas areal sawah. Integrasi antara penanaman padi dengan pemeliharaan itik disawah dapat menekan biaya produksi, sehingga pendapatan petani meningkat. Kata kunci: pemeliharaan itik, penanaman padi, integrasi, efisiensi ABSTRACT A research was proposed to examine the technical and economical efficiency on an integration between paddy field cultivication and male local ducks rearing. The experiment was done during 3 months in Jogonegoro Village, Mertoyudan District, Magelang Region. Ninety male ducks at 2 weeks of age with 270±1,29g of initial body weight were used in this experiment. Yellow corn, rice brand and commercial concentrate were used as feed. Paddy field area were used as treatment i.e. T1, T2, T3 ; 10, 15, 20 m2/bird, respectively. The treatments were alloted to a completly randomized design with 3 treatments and 5 replications and each replication consisted 6 birds. Average product, technical efficiency and economical efficiency were observed in each treatment. The results showed that average product were 0.18; 0.16 and 0.14 for T1; T2 and T3 respectively. Technical efficiency was reached at first week. Marginal physical products of T1 at 10 weeks (MPP = 0.11); T2 at 9 weeks (MPP = 0.08) and T3 at 10 weeks (MPP = 0.07). The economical efficiency for T1, T2, and T3 were 1.00; 0.91; and 0.80; respectively. Income per Ha of the duck farmer for T1, T2, and T3 were Rp. 7,585,000.00; Rp. 5,892,352.50; and Rp. 5,092,262.50 respectively. The conclusion suggested that increasing paddy field area for rearing ducks could decrease technical and economical efficiency. The integration between paddy field and
42
J.Indon.Trop.Anim.Agric. 30 (1) March 2005
ducks reared could decrease cost production and could enhance farmer’s income. Keywords: ducks rearing, paddy field area, integrated system, efficiency PENDAHULUAN Peternak itik tradisional dalam memelihara itik periode starter dan grower pada umumnya dilakukan dengan cara penggembalaan, karena memerlukan waktu yang tergolong lama (10 minggu) dan biaya yang tidak sedikit yaitu Rp. 15.000,-/ ekor. Namun karena semakin sempitnya lahan penggembalaan, maka dimasa yang akan datang harus perlu dipikirkan pemeliharaan secara intensif. Semakin mahalnya sarana produksi padi (saprodi) seperti pupuk, pestisida, herbisida dan tenaga, juga rendahnya harga jual produk (gabah), menyebabkan pendapatan petani menjadi menurun. Bahkan jika lahan sawah dihitung sebagai biaya tetap dan tenaga kerja dihargai sebagai biaya produksi, petani padi akan merugi (Manda, 1992). Secara umum, petani belum melakukan perhitungan efisiensi teknis dan ekonomis penggunaan lahan sawahnya. Penghitungan efisiensi teknis dan ekonomis merupakan alat untuk mengambil keputusan, sebagai landasan untuk menentukan jumlah input yang digunakan untuk memperoleh output yang maksimal (Taken, 1968). Dalam rangka peningkatan efisiensi dalam produksi telah dilakukan serangkaian penelitian tentang integrasi pemeliharaan itik dengan penanaman padi di sawah (Mahfudz et al., 1999a) Peneltian ini bertujuan untuk menekan biaya pemeliharaan itik dan biaya produksi padi, karena pakan yang diberikan hanya 50% dari standar kebutuhan itik. Selain itu, pada sistem integrasi tersebut, tanaman padi tidak memerlukan pupuk,
No.
herbisida, pestisida dan tenaga untuk menyiangi, serta tidak membutuhkan tenaga untuk menggembalakan itik. MATERI DAN METODE Penelitian menggunakan itik jantan lokal umur 10 minggu dan dilaksanakan di Desa Jogonegoro Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang. Penelitian dilakukan dari tanggal 11 Juli sampai dengan 6 September 2000. Anak itik jantan dibeli dari penetasan itik di Desa Kagokan, Kecamatan Getak, Kabupaten Sukoharjo, dipelihara dalam indukan dengan pakan BR-11, sampai umur 2 minggu. Setelah berumur 2 minggu, anak itik diseleksi berdasarkan berat badan dipilih 90 ekor untuk penelitian dengan berat awal 270±1,29g. Tanaman padi yang digunakan adalah jenis membramo, disiapkan seperti layaknya menanam padi, namun dibuat pagar keliling dari bambu setinggi 50 cm dengan jarak jeruji 2 cm, agar itik tidak keluar dari areal sawah. Kandang untuk istirahat dibuat dengan ukuran 1 x 1 x 60 cm dan meletakan tempat pemberian pakan di tepi pematang. Setelah padi umur 2 minggu dan anak itik dimasukan ke dalam areal sawah. Pakan diberikan sebanyak 50% dan terdiri dari campuran jagung kuning, bekatul dan konsentrat (CP144) dengan perbandingan masing-masing sebanyak 2:1:1 dan diberikan sebanyak 2 kali sehari pada pagi hari jam 07:00 dan sore hari jam 15:00 (Mahfudz et al. 1999a). Air minum tidak diberikan dan temperatur
Tabel 1. Kandungan Nutrisi Bahan dan Pakan Penelitian1 Protein Lemak Bahan (%) (%)
1. Jagung kuning 2. Dedak halus 3. Konsentrat CP-144 4. Pakan 5. Kebutuhan2 1 Hasil perhitungan analisis 2 berdasarkan NRC (1994).
13,51 8,65 37,00 16,74 16,00
14,51 2,75 5,00 5,64 6,00
SK (%)
Air (%)
16,30 3,07 8,00 8,51 8,00
10,50 11,90 10,00 10,06 13,00
Mixed Farming between Paddy Field Cultivation and Ducks Rearing (Mahfudz dan Prasetya)
Abu (%) 12,00 1,01 35,00 13,00 9,00
EM (kkal/kg) 3.100,00 3.320,00 2.076.502 54,13 3.000,00
43
sawah diukur 2 kali sehari pagi dan siang hari. Kandungan nutrisi pakan dijelaskan pada Tabel 1. Perlakuan yang dicobakan pada penelitian ini adalah luas areal sawah per ekor per itik, menggunakan areal sawah seluas 1.350 m2 dengan rincian : T1=areal tanamanpadi 10m2/ekor. T2 = areal tanaman padi 15m2/ekor. T3 = areal tanaman padi 20m2/ekor. Perlakuan dialokasikan sesuai rancangan acak lengkap dengan 3 perlakuan luas areal sawah dan 5 kali ulangan. Setiap ulangan terdiri dari 6 ekor itik sebagai satu satuan percobaan. Konsumsi ransum, pertambahan berat badan, konversi ransum, efisiensi teknis (produk rata-rata, produk marjinal dan nilai elastisitas), efisiensi ekonomis ( nilai ekonomis, produk padi dan pendapatan) diamati pada masingmasing perlakuan. Data dianalisis dengan prosedur sidik ragam pada tingkat ketelitian 5%, kemudian untuk membedakan perbedaan antar perlakuan dilajutkan dengan uji wilayah ganda Duncan (Srigandono, 1987). HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan, Pertambahan Berat Badan dan Konversi Pakan Hasil penelitian pengaruh luas areal sawah per ekor itik selama penelitian terhadap konsumsi ransum, pertambahan berat badan dan konversi ransum seperti terlihat pada Tabel 2. Konsumsi ransum rata-rata per ekor itik adalah 729,87; 741,07
dilaporkan oleh Srigandono (1997), karena itik tidak dapat menutupi kekurangannya di areak umbaran (Mahfudz et al. 1999a). Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan berat badan nyata menurun (P<0,05) seiring dengan semakin luasnya areal sawah sebagai umbaran. Hal ini disebabkan sifat itik yang senang 'bermain' dan mencari pakan apabila areal umbarannya berair. Oleh karena itu, banyak energi yang dikeluarkan untuk aktivitas tersebut dan menyebabkan berkurangnya energi untuk pertumbuhan. Kekurangan energi ini diambilkan dari timbunan lemak tubuh dan perombakan protein jaringan, sehingga pertumbuhan menjadi terhambat (Mahfudz et al., 1999b). Pertambahan berat badan tertinggi dicapai pada luas areal sawah 10m2/ekor, artinya bhwa itik yang diberi pakan 50% dari kebutuhannya hanya membutuhkan luas umbaran 10m2 untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan dapat tumbuh dengan baik. Pengaruh perlakuan terhadap konversi pakan pada Tabel 2 berturut turut adalah 5,66; 6,33 dan 7,08 masing-masing untuk T1; T2 dan T3. Secara statistik perlakuan tersebut nyata meningkat (P<0,05) dengan semakin luasnya areal sawah, artinya semakin luas areal sawah, itik semakin tidak efisien dalam menggunakan pakan yang diberikan. Semakin luas daerah umbaran, itik akan semakin leluasa bermain sehingga lebih banyak kehilangan energi (Mahfudz et al. ,1999a). Produk rata-rata, Produk Marjinal dan Nilai Elastisitas Tabel 3 memperlihatkan produk rata-rata (average physical product = APP) selama penelitian,
Tabel 2. Rerata Konsumsi Pakan, Pertambahan Berat Badan dan Konversi Pakan Perlakuan T1 T2 T3 Konsumsi (g) 729,87 741,07 732,38 Pertambahan Berat Badan (g) 129,19 a 117,30 b 103,50c Konversi pakan 5,66 a 6,33b 7,08c Rerata pada baris yang sama dengan superskrip yang berbeda menunjukan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05) Parameter
dan 732,38g berturut-turut untuk T1; T2 dan T3. Secara statistik, konsumsi ransum rata-rata per ekor tidak berbeda secara nyata. Itik dapat mencukupi kebutuhan pakannya di areal sawah. Rata-rata konsumsi ini jauh lebih rendah daripada yang
44
berturut-turut adalah 0,18; 0,16 dan 0,14 masingmasing untuk T1; T2 dan T3. Average physical product merupakan hasil produksi (output) dibagi dengan faktor produksi (input). Secara statistik semakin luasnya areal sawah sebagai umbaran, itik
J.Indon.Trop.Anim.Agric. 30 (1) March 2005
menghasilkan produk rata-rata yang semakin menurun secara nyata (P<0,05). Hal ini menunjukan bahwa pada T1, pakan yang diberikan dan pakan alami yangdidapat dari luasanareal sawah10m2/ekor cukup untuk pertumbuhannya, sehingga semakin luas areal sawah, itik lebih banyak bergerak, artinya banyak energi yang terbuang. Sejalan dengan North dan Bell (1990), Anggorodi (1995) dan Mahfudz et al. (1999), bahwa proses fisiologis tubuh seperti bergerak, bermain dan berenang sangat membutuhkan energi. Tabel 3 memperlihatkan bahwa nilai rata-rata
produk paling tinggi 1% dan paling rendah 0%, tergantung harga produk dan korbanan, sehingga akan mencapai pendapatan maksimum. Efisiensi Ekonomis, Produksi Padi dan Pendapatan Petani-Ternak Pengaruh perlakuan terhadap rerata efisiensi ekonomis, produksi padi dan pendapatan petaniternak seperti ditunjukan pada Tabel 4. Data tersebut memperlihatkan bahwa efisiensi ekonomis nyata semakin menurun (P<0,05) untuk perlakuan T1, T2, T3. Nilai efisiensi ekonomis yang semakin menurun
Tabel 3. Rerata Produk Rata-rata, Produk Marjinal dan Nilai Elastisitas selama Penelitian. Perlakuan Parameter T1 T2 T3 Produk Rata-rata 0,18a 0,16b 0,14c Produk Marjinal 0,11 0,08 0,07 Nuilai Elastisitas 0,50 0,46 0,43 Rerata pada baris yang sama dengan superskrip yang berbeda menunjukan berbeda nyata (P<0,05)
produk marjinal (marginal physical product = MPP) masing-masing perlakuan adalah 0,11; 0,08 dan 0,07, berturut-turut untuk T1; T2 dan T3. Marginal physical product merupakan penambahan hasil produksi dibagi dengan penambahan faktor produksi. Secara statistik produk marjinal pada masing-masing perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05), walaupun angka yang didapat menunjukkan tanda-tanda penurunan seiring dengan semakin luasnya areal sawah sebagai umbaran. Hal ini berarti pertambahan berat badan jika dibandingkan dengan konsumsi pakan adalah semakin menurun dengan semakin luasnya areal sawah. Kondisi seperti ini menyebabkan penggunaan pakan menjadi semakin tidak efisien. Taken (1968) menyatakan bahwa efisiensi teknis tercapai pada saat produk rata-rata mencapai maksimum. Nilai elastisitas pada Tabel 3 berturut turut adalah 0,50; 0,46 dan 0,42 masing-masing untuk T1; T2 dan T3. Nilai elastisitas juga semakin menurun dengan semakin luasnya areal sawah sebagai umbaran, walaupun nilai elastisitas tersebut dalam kisaran nilai yang efisien. Mubyarto (1994) menyatakan bahwa nilai elastrisitas antara ( 0<E<1) merupakan tahapan yang efisien secara fisik. Taken (1968) menambahkan bahwa untuk daerah tersebut, tambahan korbanan 1% akan menyebabkan tambahan
seiring dengan bertambahnya areal sawah sebagai umbaran disebabkan oleh penurunan berat badan yang disertai dengan tidak berubahnya tingkat konsumsi pakan. Sukartawi (1987) menyatakan bahwa efisiensi ekonomis dan nilai efisiensi ekonomis dicapai apabila nilai produk marjinal faktor produksi samadengan harga input faktor produksi. Produksi padi selama penelitian seperti pada Tabel 4, berturut turut adalah 620; 540 dan 534 kg/ m2, masing-masing untuk T1; T2 dan T3, secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Ini berarti bahwa luas areal sawah sebagai umbaran tidak mempengaruhi produksi padi. Hal ini dikarenakan kotoran yang dikeluarkan itik untuk menyuburkan tanah sampai dengan kepadatan 20m 2 masih mencukupi. Angka produksi padi yang semakin menurun membuktikan bahwa ada hubungan antara keberadaan itik dengan tingkat produksi padi, melalui kotoran, kegemburan tanah dan bersih dari gulma serta insekta. Widyastuti (1966) mengemukakan bahwa keberadaan ternak pada areal pertanian menyediakan pupuk organik, tenaga kerja dan memperbaiki struktur tanah. Tabel 4 juga memperlihatkan bahwa pendapatan petani-ternak semakin menurun dengan semakin meningkatnya areal sawah sebagai umbaran, masing-masing adalah 7.585.000; 5.892.352 dan
Mixed Farming between Paddy Field Cultivation and Ducks Rearing (Mahfudz dan Prasetya)
45
Tabel 4. Rerata Produk Rata-rata, Produk Marginal dan Nilai Elastisitas selama Penelitian Perlakuan Parameter T1 T2 Efisiensi ekonomis Produk padi, kg/m2 Pendapatan petani, Rp/Ha
1,00a 620 7.585.000a
0,91b 540 5.892.352b
T3 0,80c 534 5.092.262c
Rerata pada baris yang sama dengan huruf superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)
5.092.262 rupiah, berturut-turut untuk T1, T2, dan T3. Semakin bertambah luas areal sawah sebagai umbaran menurunkan pendapatan petani. Hal ini karena efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis yang nyata semakin menurun (P<0,05) dan kesuburan padi juga menurun. Bahwa penambahan unsur produksi (luas areal sawah) tidak meningkatkan produksi, karena pada T1 telah mencapai nilai elastisitas paling tinggi, sehingga penambahan faktor produksi tidak sesuai dengan produksi (Taken, 1968; Sukartawi, 1990).
B. Srigandono. 1999b. Integrasi Pemeliharaan Itik dengan Penanaman Padi di Sawah terhadap Persentase Karkas Itik Jantan Lokal Umur 10 Minggu. Proceeding Seminar Nasional Unggas Lokal II. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Semarang. Manda, M. 1992. Paddy Rice Cultivication Using Crossbreed Duck. Japanese Poultry Sci. 26: 1 – 12.
KESIMPULAN Integrasi pemeliharaan itik dengan penanaman padi disawah dapat menekan biaya produksi, meningkatkan nilai efisiensi teknis dan ekonomis serta meningkatkan pendapatan petani peternak. Luas areal sawah sebagai umbaran seluas 10m 2/ekor memperlihatkan efisiensi teknis dan ekonomis yang paling baik pada penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Anggorodi, R. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Cetakan ke-4. Penerbit PT Gramedia, Jakarta. Mahfudz, L.D., W. Sarengat, S. Kismiati dan D.S. Prayitno. 1999a. Intensifikasi Padi dengan Pemeliharaan Itik di Sawah terhadap Performans Itik Jantan Lokal Umur 10 Minggu. Proceeding Seminar Nasional Unggas Lokal II. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Semarang.
Mubiyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Edisi Ke-3 Penerbit LP3S, Jakarta. Srigandono, B. 1987. Rncangan Percobaan. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Srigandono, B. 1997. Produksi Unggas Air. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Sukartawi. 1987. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi CubDouglass. Rajawali Press. Jakarta, Sukartawi. 1990. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. PT Rajawali. Jakarta. Taken, I.B. 1968. Beberapa Azas Ekonomi Produksi Pertanian (Tinjauan Statis) Institut Pertanian Bogor, Bogor. Widyastuti, E.Y. 1996. Usaha Tani Terpadu Ternak dan Tanaman. Penebar Swadaya, Jakarta.
Mahfudz, L.D., U. Atmomarsono, N. Sriyuningsih dan
46
J.Indon.Trop.Anim.Agric. 30 (1) March 2005