PENGARUH PENGGUNAAN AMPAS KECAP YANG DIPROSES DENGAN LARUTAN ASAM ASETAT UNTUK PAKAN TERHADAP KOMPOSISI KIMIA DAGING DADA AYAM BROILER (The Usage Effect of Acetic Acid-Processed Soy Souce Waste in a Ration to Chemical Composition of Broiler Breast) N.E.Sukarini1, L. D. Mahfudz2, dan A.M. Legowo2 1
Akademi Peternakan Karanganyar, Surakarta Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang
2
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh penggunaan ampas kecap yang diproses dengan larutan asam asetat pada perbedaan suhu perendaman sebagai komponen pakan terhadap komposisi kimia daging ayam broiler. Materi yang digunakan adalah daging dada (Pectoralis superficialis) ayam broiler strain Lohmann umur 42 hari. Rancangan percobaan menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial 2 x 4 dengan ulangan 4 kali. Faktor A adalah perlakuan perendaman ampas kecap dan sebagai faktor T adalah level ampas kecap dalam pakan. Perlakuan pakan yang diterapkan yaitu : pakan dengan ampas kecap perendaman air panas (suhu awal 70oC, pH 3) dengan tingkat pemberian 10% (A1T1); 12,5% (A1T2); 15% (A1T3); 17,5% (A1T4) dan perendaman air dingin (suhu awal 28oC, pH 3) dengan tingkat pemberian 10% (A2T1); 12,5% (A2T2); 15% (A2T3); 17,% (A2T4). Peubah yang diamati dalam penelitian ini komposisi kimia daging yang meliputi : kadar air, kadar lemak, dan kadar protein daging. Data diuji dengan analisis variansi metode statistical analysis system (SAS), dilanjutkan dengan uji wilayah ganda Duncan. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa faktor perendaman dan level ampas kecap serta interaksinya berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar lemak dan kadar protein daging ayam broiler, namun tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap kadar air daging ayam broiler. Penggunaan ampas kecap yang diproses dengan larutan asam asetat dalam air dingin dengan level 12,5% merupakan formulasi pakan yang paling baik meningkatkan kualitas daging ayam broiler dilihat dari komposisi kimia daging. Kata kunci : ampas kecap, asam asetat, daging dada, broiler ABSTRACT The objective of this experiment was to evaluate the usage effect of the waste of soy souce which was processed with acetic acid in a ration on the chemical composition of broiler breast. The 42 days breast muscle of Lohmann strain broiler were used as samples in this experiment. The 70oC, pH3 hot water-soaked soy souce waste was given to broiler at levels of 10% (A1T1); 15% (A1T2); 17,5% (A1T3); 17,5% (A1T4) and the 28oC, pH3 cold water-soaked soy souce waste was given to broiler at levels of 10% (A2T1); 12,5% (A2T2); 15% (A2T3), and 17,5% (A2T4). The treatments were arranged to a completely randomized design with 2 x 4 factorial pattern and four replications. The water soaking tratments were as A factor, and the level of soy souce waste as T factor. The observed variables were chemical composition of breast muscle : water content, fat content and protein content. The data were analized with statistical analysis system (SAS) and were followed by Duncan’s new multiple range test. The result showed that interactive treatment between soaking and level of the processed soy souce waste affected significantly (P<0,05) fat and protein content, but did not affect The Usage of Acetic Acid-Processed Soy Souce Waste in a Ration of Broiler (Sukarini et al)
129
water content. It can be concluded that the usage of the acetic acid-processed soy souce waste increased meat quality of broiler. A dietary formulation using the processed soy souce waste which was soaked in cold water at a level of 12,5% was the best result to increase meat quality of broiler. Keywords : soy souce waste, acetic acid, breast muscle, broiler PENDAHULUAN Daging merupakan salah satu hasil peternakan yang hampir tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Salah satu jenis ternak yang dapat diandalkan dalam penyediaan daging adalah ayam broiler. Namun demikian, peranan ayam broiler masih harus ditunjang dengan upaya peningkatan kualitas dagingnya. Kualitas daging merupakan salah satu faktor penentu nilai bahan pangan dan kesukaan konsumen. Kualitas daging yang baik antara lain ditentukan oleh komposisi kimiawinya yaitu kandungan air, lemak, protein dan mineral (Forrest et al., 1975 dan Soeparno, 1994). Menurut Buckle et al. (1987), faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas daging antara lain umur ternak, jenis kelamin, aktivitas ternak sewaktu hidup dan pakan yang diberikan. Dalam usaha peternakan ayam, pakan merupakan komponen biaya produksi tertinggi (70 – 80%). Oleh karena itu, perlu dicarikan pertimbangan bahan pakan alternatif yang murah, mudah didapat, tidak bersaing dengan kebutuhan manusia serta memiliki kualitas tinggi sebagai bahan pakan penyusun ransum. Ampas kecap sebagai salah satu limbah industri kecap jarang digunakan oleh manusia dan mempunyai kandungan zat gizi cukup baik (protein berkisar antara 20 – 27%), murah harganya sehingga dapat dimanfaatkan untuk pakan ayam broiler. Keuntungan lain dari ampas kecap adalah mudah didapat, karena hampir disetiap kota besar di Indonesia terdapat pabrik kecap. Kelemahan dari ampas kecap adalah kandungan garamnya yang tinggi (20,60%) jika digunakan untuk ayam broiler. Melihat kenyataan tersebut maka usaha mengurangi kadar garam (NaCl) ampas kecap sebelum diberikan pada ayam broiler perlu diupayakan. Murnawati (2001) melaporkan bahwa perendaman ampas kecap dalam larutan asam asetat menurunkan kadar NaCl
130
menjadi 0,09% dan peningkatan kadar protein sebesar 23,50%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan ampas kecap yang telah mengalami proses penurunan kadar NaCl, yaitu melalui proses perendaman dalam larutan air dan asam asetat (pH 3) dengan perbedaan suhu awal perendaman (dalam air panas suhu 70oC dan air dingin suhu 28oC) pada berbagai level pemberian (10%; 12,5%; 15% dan 17,5%) dalam pakan ayam broiler dan diharapkan dapat memberikan pengaruh yang baik terhadap kualitas (komposisi kimia) daging ayam broiler. MATERI DAN METODE Seratus enam puluh ekor ayam broiler jenis kelamin jantan strain Lohmann produksi PT Multi Breeder Adirama Indonesia umur satu hari, dibagi dalam 8 kelompok perlakuan pakan. Setiap perlakuan diulang 4 kali dengan menggunakan 5 ekor ayam setiap ulangan. Pada akhir penelitian (berumur 42 hari) ayam dipotong 2 ekor dari setiap ulangan. Sampel daging diambil dari daging dada (Pectoralis superficialis). Tepung ampas kecap yang digunakan diproses melalui perendaman dalam larutan asam asetat glasial. Pada perlakuan dengan air panas (suhu awal 70oC pada pH 3) dan dengan air dingin (suhu awal 28oC pada pH 3), hasil analisa proksimat sebelum dan sesudah perendaman seperti tertera pada Tabel 1. Tahap proses pembuatan tepung ampas kecap sebagai berikut : ampas kecap basah direndam dalam larutan asam asetat dan air (perendaman air panas : 1 kg ampas kecap + 2 l air panas + 7,2 cc asam asetat, sedangkan perendaman air dingin : 1 kg ampas kecap + 2 l air dingin + 6 cc asam asetat). Lama perendaman 24 jam, selanjutnya dicuci dengan air mengalir hingga mencapai pH = 7, kemudian dilakukan penirisan. Pengeringan dibawah sinar matahari hingga kering
J.Indon.Trop.Anim.Agric.29 (3) September 2004
Ampas Kecap Basah
Perendaman dalam larutan air dan asam asetat glasial Dalam air panas suhu awal 70oC, pH = 3 Dalam air dingin suhu awal 28oC, pH = 3
Diaduk dan direndam selama 24 jam Pencucian pada air mengalir hingga pH = 7
Penirisan Penjemuran dengan sinar matahari sampai kering (selama 2 – 3 hari) Penggilingan
Tepung Ampas Kecap
Ilustrasi 1. Diagram Alir Pembuatan Tepung Ampas Kecap
(selama 2 – 3 hari) dan digiling menjadi tepung. Ilustrasi 1 menunjukkan diagram alir proses pembuatan tepung ampas kecap. Bahan pakan penyusun ransum penelitian terdiri dari jagung, dedak, bungkil kedele, bungkil kelapa, poultry meat meal (pmm), tepung ikan, minyak goreng (curah), 'topmix' dan ampas kecap yang telah diproses. Pakan disusun dalam keseimbangan energi dan protein (isoenergi dan isoprotein). Periode starter kandungan protein berkisar antara 23,02 – 23,13% dengan kandungan EM (energi metabolisme) antara 3032 – 3050 kkal/kg, dan pada periode finisher kandungan protein berkisar antara 20,00 – 20,11% dengan energi metabolisme antara 3043 – 3066 kkal/ kg. Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah komposisi kimia daging yaitu kadar air, kadar lemak dan kadar protein daging. Pengujian terhadap kadar air daging dilakukan dengan metode AOAC
(1980), kadar lemak daging ditentukan dengan metode Atkinson et al. (1972), dan pengujian kadar protein daging ditentukan dengan metode Kjeldahl (AOAC, 1980). Rancangan percobaan menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial 2 X 4 ulangan 4 kali. Faktor A adalah faktor perendaman ampas kecap (A1 = perendaman dalam larutan asam asetat dengan air panas; A2 = perendaman dalam larutan asam asetat dengan air dingin) dan faktor T adalah faktor level ampas kecap dalam pakan (T1 = 10%; T2 = 12,5%; T3 = 15%; T4 = 17,5%). Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini adalah : A1T 1 : Pakan dengan 10% ampas kecap (T1), direndam air panas (A1) A1T 2 : Pakan dengan 12,5% ampas kecap (T2), direndam air panas (A1) A1T 3 : Pakan dengan 15% ampas kecap (T1),
The Usage of Acetic Acid-Processed Soy Souce Waste in a Ration of Broiler (Sukarini et al)
131
Tabel 1. Hasil Analisa Proksimat Ampas Kecap Sebelum dan Sesudah Perendaman Komponen Zat Makanan Bahan Kering Abu Protein Kasar Ca P NaCl
Kandungan Sebelum Sesudah Perendaman Perendaman Air panas (A1) Air dingin (A2) ------------------------------------- % ----------------------------------88,51 86,80 88,51 27,31 3,39 2,11 21,27 32,81 33,52 1,10 1,51 0,73 0,50 0,97 0,29 13,06 0,48 0,41
direndam air panas (A1) A1T 4 : Pakan dengan 17,5% ampas kecap (T4), direndam air panas (A1) A2T 1 : Pakan dengan 10% ampas kecap (T11), direndam air dingin (A2) A2T 2 : Pakan dengan 12,5% ampas kecap (T2), direndam air dingin (A2) A2T 3 : Pakan dengan 15% ampas kecap (T1), direndam air dingin (A2) A2T 4 : Pakan dengan 17,5% ampas kecap (T4), direndam air dingin (A2) Data dianalisis dengan analisis variansi menggunakan ‘statistical analysis system’ (SAS, 1989), perbedaan antar perlakuan diuji dengan uji wilayah ganda Duncan. HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air Daging Rata-rata persentase kadar air daging akibat pengaruh perlakuan penggunaan ampas kecap yang direndam dalam air panas (A1) dan air dingin (A1) dengan asam asetat pada berbegai level dalam pakan dijelaskan pada Tabel 2. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa faktor perendaman dan level ampas kecap dalam pakan serta interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air daging (P>0,05). Menurut Gaman dan Sherrington (1992) serta Soeparno (1994) bahwa kadar air daging berkaitan dengan kadar lemak daging. Kadar lemak daging berbanding terbalik dengan kadar airnya, artinya jika kadar lemak daging tinggi maka kadar airnya rendah demikian sebaliknya. Berdasarkan pernyataan
132
tersebut terlihat dari hasil penelitian ini bahwa meskipun tidak menunjukkan perbedaan nyata, namun kadar air daging cenderung lebih tinggi pada perlakuan A2 (76,61%) diikuti dengan kadar lemak yang lebih rendah yaitu sebesar 2,96% (Tabel 3). Demikian sebaliknya pada perlakuan A1 (kadar air 75,34%) memiliki kadar lemak yang lebih tinggi yaitu sebesar 4,24% (Tabel 3). Akibat pengaruh level ampas kecap, rata-rata kadar air meningkat konsisten sampai level T 3, sebaliknya kadar lemak menurun dan terendah pada perlakuan T3. Campbell dan Smith (1988) menyatakan bahwa pemecahan lemak didalam tubuh selain menghasilkan energi juga menghasilkan CO2 dan H2O (air), sehingga kadar air daging mempunyai hubungan negatif dengan lemak. Secara keseluruhan kadar air daging berkisar antara 74,81 – 76,33%. Nilai ini masih berada pada kisaran kadar air daging menurut Forrest et al. (1975) yaitu antara 65 – 80%. Hasil penelitian Pandey et al. (1985) pada ayam ras jantan kadar air daging adalah 75,83%. Kadar Lemak Daging Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa faktor perendaman maupun level ampas kecap dalam pakan memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar lemak daging. Demikian juga interaksi antara faktor perendaman dan level ampas kecap dalam pakan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar lemak daging. Tabel 3 menunjukkan pengaruh perlakuan terhadap rata-rata kadar lemak daging. Adanya interaksi pengaruh perlakuan perendaman dan level ampas kecap dalam pakan (P<0,05) menunjukkan bahwa kadar lemak daging dapat tergantung pada perendaman ampas kecap dan level ampas kecap dalam pakan. Hasil penelitian ini
J.Indon.Trop.Anim.Agric.29 (3) September 2004
Tabel 2. Pengaruh Perlakuan terhadap Rata-rata Kadar Air Daging Kadar Air Daging pada Perlakaun Tingkat Ampas Kecap Perendaman Perendaman A1 A2 ------------------------------------ % ----------------------------------T1 74,81 75,49 T2 75,50 75,28 T3 75,24 76,33 T4 75,81 75,33 Rata-rata
75,34
menunjukkan bahwa kadar lemak daging makin menurun dengan meningkatnya level ampas kecap. Keadaan tersebut diduga berkaitan dengan tingkat konsumsi pakan dalam penelitian ini, yang terlihat dengan adanya kecenderungan menurunnya konsumsi pakan dengan meningkatnya perlakuan level ampas kecap dalam pakan. Menurut Suprawiro et al. dikutip Sukmaningsih (2002), konsumsi pakan ayam broiler dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain status fisiologis ayam, bobot badan, palatabilitas pakan. Rata-rata konsumsi pakan akibat pengaruh level ampas kecap berturut-turut pada perlakuan T1 = 2645,82 g/ekor; T2 = 2572,61 g/ekor; T3 = 2407,19 g/ ekor dan T4 = 2210,39 g/ekor. Parakkasi (1990); Soeparno (1994); Kasim dan Suwanpradit (1996) menyatakan bahwa peningkatan konsumsi pakan akan diikuti konsumsi energi yang tinggi sehingga menghasilkan deposisi lemak tubuh lebih besar. Akibat pengaruh interaksi faktor perendaman dan level ampas kecap dalam pakan, rata-rata kadar lemak daging menurun lebih konsisten pada perlakuan penggunaan ampas kecap perendaman dalam air dingin dan cenderung menghasilkan rata-rata kadar lemak daging lebih rendah (Tabel 3).
Rata-rata
75,15 75,39 75,79 75,57
75,61
Secara keseluruhan kadar lemak daging dalam penelitian ini berkisar antara 2,48 – 5,82%, Kadar lemak daging bervariasi dan secara umum sangat dipengaruhi oleh nutrisi pakan yang dikonsumsi (Yuniastuti, 2002). Hasil penelitian Triyantini et al. (1997); Kartikasari et al. ( 2001) melaporkan bahwa kadar lemak daging ayam broiler lebih rendah berkisar antara 1,30 – 1,90%, sedangkan Byerly (1989) menghasilkan kisaran lebih tinggi yaitu 6,5 – 13,9%. Kadar Protein Daging Rata-rata kadar protein daging akibat pengaruh perlakuan perendaman ampas kecap dan level ampas kecap dalam pakan seperti tertera pada Tabel 4. Hasil uji statistik kadar protein daging pengaruh perendaman ampas kecap pada berbagai level dalam pakan, menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Demikian pula interaksi antara perendaman ampas kecap dan level ampas kecap dalam pakan memberikan pengaruh nyata terhadap kadar protein daging (P<0,05). Adanya interaksi pengaruh faktor perendaman ampas kecap pada berbagai level dalam pakan menunjukkan bahwa kadar protein daging dapat tergantung pada perendaman ampas kecap dan level ampas kecap dalam pakan. Berdasarkan Tabel
Tabel 3. Pengaruh Perlakuan terhadap Rata-rata Kadar Lemak Daging Kadar Lemak Daging pada Perlakaun Level Ampas Kecap Perendaman Perendaman A1 A2 ------------------------------------ % ----------------------------------T1 3,88 3,99 2,65 T2 4,86 2,48 2,52 T3 T4 5,82 2,67 Rata-rata 4,26a 2,96b
Rata-rata 3,94ab 3,76b 2,50c 4,25a
Superskrip berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan adanya perbedaan nyata (P<0,05).
The Usage of Acetic Acid-Processed Soy Souce Waste in a Ration of Broiler (Sukarini et al)
133
Tabel 4. Pengaruh Perlakuan terhadap Rata-rata Kadar Protein Daging Kadar Protein Daging pada Perlakuan Level Ampas Kecap Perendaman Perendaman A1 A2 ------------------------------------- % ----------------------------------T1 19,29 18,60 T2 23,95 21,11 T3 20,90 17,99 T4 23,26 18,03 21,85a 18,93b
Rata-rata 18,95a 22,53b 19,45c 20,65d
Superskrip berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan adanya perbedaan (P<0,05).
4 terlihat secara keseluruhan pengaruh faktor perendaman dan level ampas kecap menghasilkan kadar protein daging berkisar antara 17,99 – 23,95%. Hasil tersebut masih dalam kisaran Judge et al. (1989) yang menyebutkan bahwa secara umum karkas ayam pedaging mengandung kira-kira 18% protein dengan kisaran (16 – 24%). Soeparno (1992) melaporkan bahwa kadar protein daging dada ayam broiler jantan umur 6 minggu berksar antara 19,68 – 23,76%. Menurut Lindsay dan Buttery (1980) dan Soeparno (1994), beberapa faktor yang menyebabkan perbedaan kadar protein daging antara lain adalah level protein, konsumi protein maupun berat potong dan konsumsi protein yang tinggi merupakan bahan pembentuk protein daging. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar protein daging lebih tinggi pada perlakuan level ampas kecap 12,5% dalam pakan (level T2), baik pada perlakuan perendaman dalam air panas maupun air dingin. Namun perlakuan dengan perendaman dalam air dingin pada level 12,50% ampas kecap (A 2 T 2) lebih optimal menghasilkan kadar protein daging yaitu sebesar 21,11% karena menghasilkan pertumbuhan ayam yang lebih baik. Apabila dibandingkan perlakuan A1T2 dengan kadar protein lebih tinggi yaitu sebesar 23,95%, akan tetapi memiliki pertumbuhan yang lebih rendah. Perlakuan A1T2 menghasilkan bobot badan akhir 1055,90 g/ekor, sedangkan perlakuan A2T2 lebih tinggi yaitu 1238,15 g/ekor. Sesuai pernyataan Anggorodi (1994) bahwa pada hewan yang lebih besar lebih banyak menggunakan protein daripada hewan yang kecil, karena badan yang bertambah besar banyak memerlukan protein untuk keperluan pertumbuhannya. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi pembongkatan protein daging untuk dijadikan energi.
134
Pengaruh faktor perendaman ampas kecap menghasilkan rata-rata kadar protein daging perlakuan A1 sebesar 21,85% dan A2 sebesar 18,93%. Hasil perhitungan statistik menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05). Pengaruh level ampas kecap menunjukkan rata-rata kadar protein daging tertinggi pada level ampas kecap 12,5% dalam pakan (T2) dan cendrung menurun dengan meningkatnya level ampas kecap. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa penggunaan ampas kecap dengan berbagai level dalam pakan berpengaruh nyata (P<0,05). Pengaruh level ampas kecap kadar protein daging terendah pada perlakuan T1 = 18,95%, diikuti T3 = 19,45%, T4 = 20,65% dan tertinggi pada perlakuan T2 yaitu sebesar 22,53%. KESIMPULAN Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan ampas kecap yang diproses dengan larutan asam asetat untuk pakan ayam broiler memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap komposisi kimia daging ayam broiler. Penggunaan ampas kecap yang diproses dengan asam asetat pada perendaman dengan air dingin dengan level 12,5% dalam pakan ayam broiler merupakan level yang paling baik, dapat menurunkan kadar lemak daging, dan meningkatkan kadar protein daging ayam broiler. DAFTAR PUSTAKA Anggorodi, R.1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia. Jakarta.
J.Indon.Trop.Anim.Agric.29 (3) September 2004
Buckle, K.A., R.A.Edwards, G.H.Fleet dan M. Woolton. 1987. Ilmu Pangan. Cetakan Ke II. Universitas Indonesia Press. Jakarta (Diterjemahkan oleh : H. Purnomo dan Adiono). Byerly, T.C. 1989. Pengaruh Budidaya Pertanian Terhadap Bahan Pangan Hewani. Dalam : R.S. Harris dan E. Karmas (Penyunting). Evaluasi Gizi Pada Pengolahan Bahan Pangan. Institut Teknologi Bandung, Bandung. Hal. 67-111.
Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. Pandey. N.K., C.M. Mahaputra, R.C. Goyal dan S. Verma. 1985. Carcass yields, quality and meat composition of broiler chickens as influenced by strain, sex and age. Indian J. Anim. Sci. 55(5) : 371-385. Parrakasi. A. 1990. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Penerbit Angkasa. Bandung.
Campbell, P.N. and A.D. Smith. 1988. Biochemistry Illustrated. 2nd Ed.. Churchill Livingstone, U.K.
Statistical Analysis System (SAS). 1989. SAS User’s Guide : Statistic. SAS Inst. Inc. Cary.NC.
Forrest, J.L., Eiton,D.E., Harold, B.J., Max, D.J. and A.M. Robert. 1975. Principle of Meat Science. W.H. Freeman and Company. San Francisco.
Soeparno. 1992. Daging Dada (Otot Pectoralis superficialis) sebagai Standar Penilaian Kualitas Daging. Fakultas Peternakan. Lembaga Penelitian Universitas Gadjahmada, Yogyakarta. (Laporan Penelitian).
Gaman, P.M. and K.B. Sherrington. 1981. The Science of Food. 2nd Edition. Pergamon Press. Oxford New York Tyoronto. Paris Frankfurt. Judge, M.D., E.D. Aberle, J.C. Forrest, H.B. Hendrik and R.A. Merkel. 1989. Principle of Meat Science. Kendall. Hunt Publishing Co. Dubuquew. Iowa. Kartikasari, L.R., Soeparno dan Setyono. 2001. Komposisi kimia dan studi asam lemak daging dada ayam broiler yang mendapat supllementasi metionin pada pakan berkadar protein rendah. Bulletin Peternakan 25(1):3339. Kassim. H. dan S. Suwanpradit. 1996. The effect of dietary energy on the total sulphur amino acid requirement of broiler during two growth periods. Asian-Australian J. Anim. Sci. 9(1) : 69-74.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjahmada University Press, Yogyakarta. Sukmaningsih. T. 2002. Pengaruh jenis kelamin terhadap penampilan perlemakan, karkas dan bagian-bagian karkas dan non karkas ayam broiler. Media Peternakan 4 : 13-17. Abubakar, T., I.A.K. Bintang dan J. Antawijaya. 1997. Studi komparatif preferensi mutu dan gizi beberapa jenis daging unggas. J. Ilmu Ternak dan Veteriner. 2(3) : 157-163. Yuniastuti, A. 2002. Efek pakan berserat pada ransum ayam terhadap kadar lemak dan kolesterol daging ayam broiler. J. Ilmiah Sainteks IX(3) : 175-183.
Murnawati. W.I. 2001. Pengaruh Penggunaan Ampas Kecap yang Direndam dengan Asam Asetat dalam Ransum terhadap Kondisi Awal Peneluran Burung Puyuh. Skripsi S1.
The Usage of Acetic Acid-Processed Soy Souce Waste in a Ration of Broiler (Sukarini et al)
135