PEMANFAATAN PROTEIN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN SAPI PERANAKAN ONGOLE x LIMOUSIN JANTAN YANG MENDAPAT PAKAN JERAMI PADI FERMENTASI DAN KONSENTRAT (Protein Utilization in Ongole Grade and Ongole Grade x Limousin Bulls Fed on Fermented Rice Straw and Concentrate) E. Rianto, Nurhidayat, dan A. Purnomoadi Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang
ABSTRAK Suatu penelitian telah dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji pemanfaatan protein pakan pada sapi Peranakan Ongole (PO) dan persilangan PO x Limousin (POL) jantan yang mendapatkan pakan jerami padi fementasi. Penelitian ini menggunakan 4 ekor sapi PO dan 4 POL jantan dengan umur sekitar 9 bulan dan bobot badan awal masing-masing 109 + 16 kg dan 133 + 25 kg. Sapi-sapi tersebut diberi pakan jerami padi fermentasi (diberikan ad libitum) dan pakan penguat (diberikan 2,1% dari bobot badan). Rancangan percobaan yang digunakan adalah metode “independent sample comparison”. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0,05) antara sapi PO dan POL dalam hal retensi protein. Retensi protein PO dan POL masing-masing adalah 36,7 dan 41,9%. PBBH pada sapi PO dan POL menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05), masing-masing 0,24 dan 0,47 kg/hari. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sapi PO dan sapi POL jantan yang mendapat pakan jerami fermentasi tidak berbeda nyata dalam kemampuan metabolisme protein, tetapi pertambahan bobot badan harian sapi POL lebih baik dari sapi PO. Kata kunci : sapi potong, retensi protein, konversi protein ABSTRACT An experiment was carried out to investigate protein retention in Grade Ongole (GO) and Grade Ongole x Limousine (GOL) bulls fed fermented rice straw and concentrate. This experiment used 4 Grade Ongole and 4 Grade Ongole x Limousine bulls aged 9 months and weighed 109 + 16 kg dan 133 + 25 kg, respectively. The bulls were fed fermented rice straw (provided ad libitum) and concentrate (given 2.1% of body weight). The experimental design used was Independent Sample Comparison. The results showed that there was no significant difference (P>0.05) between the two breeds in protein retention. Protein retention in GO and GOL were 36.7 and 41.9%, respectively. Liveweight gains of GO and GOL were significantly different (P<0,05), being 0.24 dan 0.47 kg/day. It was concluded that GO and GOL bulls fed fermented rice straw were similar ability of protein metabolism, but liveweight gain of GOL was higher than that of GO. Keywords : beef cattle, protein retention, protein conversion
186
J.Indon.Trop.Anim.Agric. 30 (3) September 2005
PENDAHULUAN Dalam upaya meningkatkan produktivitas ternak sapi potong di Indonesia, pemerintah telah mendatangkan sapi Eropa (Bos taurus), diantaranya sapi Limousin. Di P. Jawa sapi tersebut banyak dikawinsilangkan dengan sapi Peranakan Ongole (PO), menghasilkan sapi PO x Limousin (POL). Sapi POL dicirikan oleh warna bulu yang kemerahan, punggung tidak berpunuk, tidak mempunyai cincin mata hitam, dan rambut tidak hitam. Sapi POL ini sekarang banyak dijumpai di daerah Jawa Tengah. Namun sampai saat ini belum banyak penelitian yang mengevaluasi produktivitas sapi hasil perkawinan silang tersebut. Salah satu kendala yang dialami oleh banyak peternak di dalam usaha peternakan sapi adalah masalah penyediaan bahan pakan hijauan pada musim kemarau. Penanggulangan masalah tersebut dapat diatasi dengan mengganti bahan pakan hijauan dengan limbah hasil pertanian, misalnya jerami padi. Kandungan nutrisi jerami padi kurang bagus, demikian pula dengan kecernaannya. Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas jerami padi adalah dengan fermentasi. Produktivitas ternak antara lain dipengaruhi oleh retensi protein. Protein pakan yang dikonsumsi juga tidak semuanya dapat dimanfaatkan oleh tubuh ternak, sebagian terbuang lewat feses dan urin. Tingkat retensi protein antara lain dipengaruhi oleh genetik. Di sisi lain, pertambahan bobot badan pada ternak tidak hanya merupakan fungsi deposisi protein, melainkan juga merupakan fungsi deposisi lemak. Oleh karena itu, angka konversi protein menjadi pertambahan bobot badan dapat dijadikan indikator bagi komposisi tubuh ternak, semakin tinggi angka konversi protein, semakin tingggi pula jumlah protein yang terdeposisi pada setiap satuan pertambahan
bobot badan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji retensi dan konversi protein pada sapi PO dan POL yang mendapatkan pakan jerami terfementasi dan konsentrat. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang penampilan sapi POL ditinjau dari pemanfaatan protein serta pertambahan bobot badannya. MATERI DAN METODE Tempat, Waktu dan Materi Penelitian Penelitian tentang retensi protein pada PO dan sapi POL jantan dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Ternak Potong dan Kerja, Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. Materi yang digunakan dalam penelitian ini berupa 4 ekor sapi PO dan 4 ekor sapi POL jantan dengan umur sekitar 9 bulan. Ternak percobaan dibeli dari pasar hewan di sekitar Kabupaten Semarang. Bobot badan (BB) awal rata-rata sapi PO adalah 109 + 12 kg (CV=10,9%), dan sapi POL adalah 133 + 19 kg (CV= 14,14%). Sapi-sapi tersebut ditempatkan pada kandang individual yang dilengkapi dengan tempat pakan, tempat konsentrat dan tempat minum. Bahan pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jerami padi yang telah difermentasikan dan konsentrat. Jerami difermentasikan selama 21 hari dengan menggunakan probiotik (Bio P 2000 Z). Jerami tersebut ditambahi dengan bekatul. Konsentrat yang diberikan terdiri dari 74,26% konsentrat jadi dan 25,74% ampas kecap. Kandungan nutrisi bahan pakan tersebut ditampilkan pada Tabel 1. Jerami diberikan secara ad libitum, sedangkan konsentrat diberikan dalam jumlah 2,1 % dari BB. Asumsi dasar yang digunakan adalah bahwa konsumsi BK total adalah 3% BB, dan 2,1% dari BB merupakan 70% konsumsi BK total.
Tabel 1. Kandungan Nutrisi Bahan Pakan Penelitian BK
Abu
Jerami Fermentasi
85,56
31,03
54,54
1,09
9,84
29,41
45,23
Konsentrat
88,23
72,20
16,04
7,56
13,21
15,70
51,78
Bahan Pakan
BO LK PK SK ……………………(%)…………………
BETN
BK = bahan kering; BO = bahan organik; LK = lemak kasar; PK = protein kasar; SK = serat kasar; BETN = bahan ekstrak tanpa nitrogen.
The Protein Utilization in Beef Cattle Fed on Fermented Rice Straw and Concentrate (Rianto et al.)
187
Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah metode “Independent Sample Comparison”, yaitu membandingkan 2 kelompok sapi dengan genetik yang berbeda. Pada penelitian ini ada 2 materi yang dibandingkan, yaitu sapi Peranakan Ongole (PO, 4 ekor) dan sapi Peranakan Limousin (POL, 4 ekor) Parameter Penelitian Parameter yang diamati adalah jumlah konsumsi Bahan Kering (BK), dan bahan organik (BO), pertambahan bobot badan harian (PBBH), jumlah protein yang dikonsumsi, protein serta bahan organik yang dikeluarkan melalui feses, dan protein yang dikeluarkan melalui urin. Retensi protein dihitung dari selisih antara jumlah protein pakan yang dikonsumsi dikurangi dengan protein feses dan protein urin. Prosedur Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam 3 tahap, tahap adaptasi (4 minggu), tahap pendahuluan (1 minggu) dan tahap perlakuan (10 minggu). Selama tahap adaptasi, sapi diberi obat cacing merk “Vermiprazol”untuk menghilangkan gangguan parasit cacing di tubuh ternak sapi. Pada tahap ini sapi diberi pakan penelitian secara bertahap untuk membiasakan sapi mengkonsumsi pakan tersebut. Kegiatan yang dilakukan selama tahap pendahuluan adalah penempatan materi penelitian di kandang. Pakan yang diberikan pada tahap pendahuluan ini telah sesuai dengan perlakuan pakan yang dicobakan. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan pengaruh pakan sebelumnya. Pada akhir tahap pendahuluan dilakukan penimbangan untuk mengetahui bobot badan awal sapi penelitian. Pada periode perlakuan, ternak diberi jerami padi secara ad libitum. Konsentrat diberikan berdasarkan bobot badan masing-masing ternak yaitu 2,1% dari bobot badan. Konsentrat tersebut diberikan dua kali sehari, yaitu pada pukul 07.00 dan 15.00 WIB. Air minum diberikan secara ad libitum. Sapi ditimbang setiap minggu untuk mengetahui perkembangan bobotnya. Bobot ternak tersebut digunakan sebagai acuan untuk menentukan jumlah konsentrat yang harus diberikan, dan menghitung PBBH. Total koleksi feses dan urin yang dikeluarkan oleh ternak dilakukan selama 4 hari berturut-turut pada
188
minggu ketiga periode perlakuan. Total koleksi dilakukan pada pukul 07.00 WIB dan berakhir pada jam yang sama di hari berikutnya, begitu seterusnya sampai 4 hari berturut-turut. Hasil penampungan feses dan urin pada pagi harinya ditimbang dan kemudian diambil sampel. Sampel urin diambil secara proporsional setiap hari dan dicampur dengan H2SO4 pekat hingga pH nya < 3, untuk mengikat NH3 yang terkandung di dalamnya. Sampel pada hari pertama diambil kurang lebih 250 g. Pengambilan sampel urin pada hari berikutnya disesuaikan proporsinya dengan pengambilan pada hari pertama. Hasil total koleksi urine selama 4 hari dicampur dan diaduk hingga homogen, kemudian diambil sub-sampel untuk dianalisis. Sebelum dianalisis, sub-sampel urine disimpan di dalam freezer (suhu –10oC). Pada hari pertama total koleksi, sampel feses diambil sebanyak 1 kg. Pengambilan sampel feses pada berikutnya, disesuaikan proporsinya dengan pengambilan pada hari pertama. Hasil total koleksi feses selama 4 hari kemudian dikeringkan. Feses yang kering ditumbuk dan dicampur hingga homogen, kemudian diambil sub-sampel untuk dianalisis kandungan protein kasar. Kandungan bahan kering feses yang dikeluarkan diukur setiap hari dengan cara dioven dengan suhu 105 0C selama 4 jam. Data yang diperoleh kemudian diuji dengan uji-t, sesuai dengan petunjuk Sudjana (1989). HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi dan Kecernaan Pakan Hasil rata-rata pertambahan bobot badan harian (PBBH), konsumsi bahan kering (BK), pengeluaran BK feses, dan BK tercerna ditampilkan pada Tabel 2. Konsumsi BK total pada sapi POL lebih tinggi (P<0,05) dibanding pada sapi PO. Apabila perhitungan konsumsi BK tersebut didasarkan pada bobot badan metabolis (BB0,75), juga terlihat bahwa konsumsi BK pada sapi POL sedikit lebih tinggi daripada sapi PO, meskipun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini mungkin menjelaskan mengapa PBBH sapi POL lebih tinggi daripada sapi PO; sebagaimana dinyatakan oleh banyak pakar bahwa kebutuhan nutrisi untuk pokok hidup tergantung pada bobot badan metabolis (McDonald
J.Indon.Trop.Anim.Agric. 30 (3) September 2005
Tabel 2. Rata-rata PBBH, Konsumsi BK Total, Konsumsi BK Jerami, Konsumsi BK Konsentrat, Pengeluaran BK Feses, Konsumsi BK Tercerna dan BK Tercerna Bangsa Sapi Parameter Perbedaan PO POL Pertambahan Bobot Badan Harian (kg/hari) Konsumsi Bahan Kering Total (kg/hari) Konsumsi Bahan Kering Total (g/kg BB/hari) Konsumsi Bahan Kering Total (g/kg BB0,75/hari) Konsumsi Bahan Kering Jerami (g/kg BB/hari) Konsumsi Bahan Kering Konsentrat (g/kg BB/hari) Pengeluaran Bahan Kering Feses (g/kg BB/hari) Kecernaan Bahan Kering (%)
0,24 3,117 26,55 87,41 8.76 17,79 12,01 54,76
0,47 3,945 26,39 92,27 7,18 19,21 11,43 56,68
* * tn tn tn tn tn tn
BB: bobot badan; Bobot badan metabolis : kg0.75; BK : bahan kering. * : nyata (P<0,05); tn : tidak nyata (P>0,05).
et al., 1988). Kecernaan BK pada kedua bangsa sapi tidak berbeda nyata (P>0,05), masing-masing adalah 54,76% pada sapi PO dan 56,68% pada sapi POL. Tidak adanya perbedaan yang nyata antara sapi PO dan sapi POL dalam kemampuan mencerna BK, menunjukkan bahwa saluran pencernaan pada kedua bangsa sapi tersebut mempunyai kemampuan yang sama dalam menampung digesta, dan laju pakan yang sama dalam saluran pencernaan. Tingkat kecernaan pakan antara lain dipengaruhi oleh laju pakan dalam saluran pencernaan (Campbell dan Lasley, 1977; Ranjhan dan Pathak, 1989); laju pakan yang cepat dalam saluran pencernaan akan menurunkan daya cerna. Pada jenis pakan yang sama, laju pakan dalam saluran pencernaan antara lain dipengaruhi oleh tingkat konsumsi pakan dan motilitas saluran pencernaan (Moose et al., 1969; McDonald et al., 1988). Jenis dan jumlah pakan pada kedua bangsa sapi yang sedang diuji ini sama, sehingga dapat diduga bahwa saluran pencernaan kedua bangsa sapi tersebut memiliki tingkat motilitas yang tidak berbeda. Retensi Protein Konsumsi rata-rata protein kasar (PK), pengeluaran PK feses, PK urin, deposisi protein, dan kecernaan PK dapat dilihat pada Tabel 3. Konsumsi PK total dan per satuan bobot badan pada kedua bangsa sapi tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa saluran pencernaan kedua bangsa sapi tersebut mempunyai daya tampung yang setara. Pengeluaran PK feses per satuan bobot badan pada antara kedua bangsa tidak berbeda perbedaan yang nyata (P>0,05). Pengeluaran PK lewat feses
pada sapi PO 1,71 g/hari atau 42,12%, dan pada sapi POL 1,76 g/hari atau 42,51% dari total konsumsi PK. Pengeluaran PK tersebut lebih tinggi dari yang dinyatakan Bondi (1987), bahwa pengeluaran PK melalui feses adalah sebesar 38% dari total konsumsi PK pakan. Pengeluaran PK lewat urin per satuan bobot badan pada pada kedua bangsa sapi tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan metabolisme kedua bangsa sapi sama. Pengeluaran PK lewat urin pada sapi PO 0,85 g/hari atau sebesar 20,9% dan sapi POL 0,65 g/hari atau sebesar 15,7% dari total konsumsi PK. Pengeluaran tersebut lebih tinggi dari yang dinyatakan Van Soest (1994), yaitu 12-15%. Pengeluaran PK lewat urin dalam penelitian ini juga lebih tinggi dari yang dilaporkan Rianto et al. (2003), yaitu sebesar 10,3% untuk sapi PO dan 10,1% untuk POL. Pengeluaran yang lebih tinggi ini mengindikasikan bahwa pemberian jerami fermentasi meningkatkan pengeluaran PK lewat urin. Hal ini diduga karena jerami fermentasi mengandung banyak nitrogen bukan protein yang tidak dapat dimanfaatkan oleh mikroba rumen. Kemampuan kedua bangsa sapi dalam mencerna PK pakan tidak berbeda nyata (P>0,05), yaitu masing-masing sebesar 57,8 dan 57,6% dari total konsumsi PK pada sapi PO dan sapi POL. Retensi protein pada sapi PO dan POL tidak berbeda nyata (P>0,05), yaitu masing masing sebesar 36,7 dan 41,9% dari total konsumsi PK. Retensi protein pada penelitian ini bernilai positif, berarti ada kemampuan untuk meningkatkan bobot badan (Maynard dan Loosli, 1969). Peningkatan bobot badan dapat dilihat pada Tabel 2. Retensi protein pada
The Protein Utilization in Beef Cattle Fed on Fermented Rice Straw and Concentrate (Rianto et al.)
189
Tabel 3 . Rata-rata Konsumsi PK, Pengeluaran PK Feses, PK Urin, Konsumsi Protein Tercerna, Kecernaan PK, Konsumsi Protein Terdeposit dan Deposisi Protein Bangsa Sapi Parameter Perbedaan PO POL Konsumsi PK Total (g/hari) Konsumsi PK per kg BB (g/hari) Pengeluaran PK per kg BB : Feses (g/hari) Urin (g/hari) Konsumsi Protein Tercerna Total (g/hari) Konsumsi Protein Tercerna per kg BB (g/hari) Kecernaan Protein (%) Konsumsi Protein Terretensi Total (g/hari) Konsumsi Protein Terretensi per kg BB (g/hari) Retensi Proten (%) PK = protein kasar; tn: tidak nyata (P>0,05).
penelitian ini lebih rendah dari yang dilaporkan oleh Rianto et al. (2003), yaitu sebesar 48,5% untuk sapi PO dan 46,2% untuk sapi POL. Retensi protein yang positif ini akan digunakan untuk memperbaiki jaringan tubuh dan pertumbuhan jaringan baru (Anggorodi, 1994). Protein dapat juga diubah untuk memenuhi kebutuhan energi, dalam kasus ini N dibuang sehingga deposisi protein berkurang (McDonald et al., 1988). Konversi Protein Konversi PK terkonsumsi per satuan pertambahan bobot badan pada sapi PO dan sapi POL masing-masing adalah sebesar 16,9 dan 8,8. Konversi PK tercerna pada kedua bangsa adalah sebesar 9,76 dan 5,07. Konversi PK yang terdeposisi adalah sebesar 6,32 dan 3,70 (Tabel 4). Konversi PK pada sapi PO lebih tinggi dari sapi POL. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah protein yang terdeposisi sebagai otot per satuan pertambahan bobot badan pada sapi PO lebih tinggi dibanding pada sapi POL, artinya proporsi jaringan otot yang terbentuk per satuan pertambahan bobot badan pada sapi PO lebih tinggi dibanding pada sapi POL.
440 4,06
551 4,14
tn tn
1,71 0,85 254 2,34 57,8 162 1,49 36,7
1,76 0,65 317 2,38 57,6 231 1,73 41,9
tn tn tn tn tn tn tn tn
Tinggi rendahnya protein yang terdeposisi sebagai otot per satuan pertambahan bobot badan (PBB) akan berimplikasi terhadap imbangan daging:lemak pada karkas hasil pemotongan. Semakin tinggi protein yang terdeposisi persatuan PBB, semakin tinggi pula “leanness” karkas yang dihasilkan. Sapi-sapi Eropa diketahui mempunyai kencenderungan untuk menghasilkan karkas dengan kandungan lemak yang lebih tinggi daripada sapisapi Asia. Hal ini berkaitan dengan kondisi alam Eropa yang secara umum memiliki suhu lingkungan lebih rendah daripada daerah tropis, seperti di Indonesia, sehingga sapi-sapi Eropa dituntut untuk memiliki kemampuan membentuk lemak yang lebih tinggi guna menahan panas tubuh agar tidak mudah lepas ke lingkungan. Fenomena ini mungkin dapat menjelaskan mengapa para jagal di Jawa Tengah tidak begitu suka terhadap sapi hasil persilangan PO dengan sapi Eropa. Mereka mengeluhkan tingginya tingkat perlemakan sapi-sapi hasil persilangan, sehingga mereka membeli sapi-sapi persilangan dengan harga
Tabel. 4. Konversi PK Terkonsumsi, Konversi PK Tercerna dan Konversi PK Terdeposisi (g/kg PBBH) Bangsa Sapi Parameter
PO
POL
Perbedaan
Konversi PK Terkonsumsi
16,9
8,8
*
Konversi PK Tercerna
9,76
5,07
*
Konversi PK Terdeposisi
6,32
3,70
*
* : nyata (P<0,05).
190
J.Indon.Trop.Anim.Agric. 30 (3) September 2005
satuan karkas yang lebih rendah dibandingkan dengan sapi-sapi PO.
Maynard, L. A. dan J. K. Looslie, 1969. Animal Nutrition. Tata McGraw-Hill Company Ltd., New Delhi.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sapi POL dan sapi PO jantan yang mendapat pakan jerami fermentasi mempunyai kemampuan metabolisme protein tidak berbeda, tetapi pertambahan bobot badan harian sapi POL lebih baik dari sapi PO. Disisi lain, sapi PO mempunyai kemampuan yang lebih tinggi dalam mendeposisikan protein pada setiap satuan pertambahan bobot badan. Penelitian lebih lanjut mengenai deposisi protein sapi PO dan sapi POL dengan menggunakan perlakuan yang berbeda perlu dilakukan, untuk mengkaji lebih lanjut potensi kedua bangsa sapi tersebut dalam hal komposisi tubuh, khususnya kandungan protein dan lemak karkas. DAFTAR PUSTAKA Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Penerbit PT. Gramedia, Jakarta. Bondi, A. A. 1987. Animal Nutrition. First Publising. John Wiley dan Sons, Chichester. Campbell, J. R. and J. F. Lasley, 1977. The Science of Animals that Serve Mankind. 2nd Ed. McGraw-Hill, Inc., New York.
McDonald, P., R. A. Edwards and J. F. D. Greenhalgh. 1988. Animal Nutrition. 4th Ed. Longman Scientific and Technical, New York. Moose, M., C.V. Ros and W.H. Pfander. 1969. Nutritional and environmental relationships with lambs. J. Anim. Sci. 29 : 619-627. Ranjhan, S. K. and N. N. Pathak. 1989. Management and Feeding of Buffaloes. Vikas Publishing House, Puv, Ltd., New Delhi. Rianto, E., M. Y. Effendi, Sodikun, A. Purnomoadi dan R. Adiwinarti. 2003. Retensi protein pada sapi Peranakan Ongole dan Sapi Peranakan Ongole x Limousin jantan muda yang dipelihara secara intensif. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis Spec. Ed. October 2003: 130-135. Sudjana. 1989. Metoda Statistika. Edisi ke-5. Penerbit Tarsito, Bandung. Van Soest, P. J. 1994. Nutritional Ecology of the Ruminant. Second Edition. Comstock Publising Association A Division of Cornel University Press, Ithaca.
The Protein Utilization in Beef Cattle Fed on Fermented Rice Straw and Concentrate (Rianto et al.)
191
Catatan
192
J.Indon.Trop.Anim.Agric. 30 (3) September 2005