KONSENTRASI GLUKOSA DAN UREA PLASMA DARAH PADA SAPI PERANAKAN FRIESIAN HOLSTEIN YANG DIBERI RANSUM DENGAN ARAS UNDEGRADED PROTEIN BERBEDA (Blood Plasma Glucose and Blood Plasma Urea Concentration on Friesian Holstein Crossbred Cows were Given by Diets of Rumen’s Undegradable Protein Level) A. Setiadi1, B.P. Widyobroto2, dan B. Rustamaji2 1 Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro 2 Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aras “undegraded protein” (UDP) terhadap konsentrasi glukosa dan urea plasma darah pada sapi perah Peranakan Friesian Holstein (PFH). Empat ekor sapi PFH betina tidak sedang berproduksi yang berfistula rumen dengan berat sekitar 350 sampai 400 kg dan berumur sekitar 3 sampai 4 tahun. Penelitian ini berlangsung empat tahap dan masing-masing tahap terdiri dari dua periode, yaitu 15 hari adaptasi dan 8 hari koleksi. Pakan yang diberikan berupa rumput raja (Pennisetum hybrid) secara ad libitum dan konsentrat (40% dari estimasi berat kering). Konsentrat disusun berdasarkan aras UDP 32, 5% (R-2), 35, 0% (R-3), 42, 5% (R-4) dan (R-1). Pemberian pakan dilakukan dua kali pukul 08.00 dan 16.00. Variabel yang diamati adalah konsumsi nutrient (bahan kering, protein kasar," undegraded protein", dan "rumen degradable protein", konsentrasi glukosa dan urea plasma darah. Data yang diperoleh dari rancangan "latin square" 4x4 dianalisis variansi dan perbedaan antar perlakuan diuji dengan Ducan's Multiple Range Test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aras UDP berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsumsi nutrien dan cenderung meningkat dengan meningkatnya aras UDP. Konsumsi nutrien tertinggi pada sapi yang diberi ransum R-4 dan terendah pada sapi yang mendapat ransom R-1. Aras UDP mempengaruhi konsentrasi urea plasma darah namun tidak mempengaruhi konsentrasi glukosa plasma darah. Kata kunci : Sapi PFH, konsumsi, plasma darah, glukosa, urea. ABSTRACT This experiment was conducted to determine the effect of rumen’s undegradable protein (RUP) level on plasma blood glucose and urea in Friesian Holstein crossbreed cows which are body weight between 350 to 400 kg and 3 to 4 years old. This experiment was done in four periods, each period include fifteen days of adaptation and eight days of collection. The cows were fed with king grass (Pennisetum hybrid) in ad libitum and concentrate (40 % of estimated DMI). Three concentrate were based on RUP level 32.5% (R-2), 37.0 % (R3), 42.5 % (R-4) and R-1 (control). The diets were given twice a day at 08.00 and 16.00. Data were analyzed by 4X4 latin square and then followed by Duncan’s Multiple Range Test for differences test. The result in this experiment indicated that intake of dry matter, crude protein, undegraded protein, and rumen degradable protein were significantly affected by RUP (P<0.05), and that intake increase by increasing RUP level. Highest intake was reached on fed with the R-4 diet and the lowest was reached on fed with the R-1 diet. UDP level affected plasma blood urea concentration, plasma blood glucose concentration were not significantly affected by RUP level. Keywords: Friesian Holstein Crossbreed cows, feed intake, plasma blood, glucose, urea
Blood Plasma Glucose and Blood Plasma Urea Concentration (Setiadi et al.)
211
PENDAHULUAN Karakteristik dari alat pencernaan ternak ruminansia terletak pada lambungnya, yang terdiri dari empat bagian yaitu rumen, retikulum, omasum, dan abomasum. Sebagian besar kebutuhan energi ternak ruminansia tercukupi dari “volatile fatty acids” (VFA) yaitu asam asetat, propionat dan butirat, yang merupakan produk akhir dari fermentasi karbohidrat pakan dan sumber karbon lain. Kebutuhan protein ternak ruminansia dipenuhi dari protein yang sampai di intestinum, protein mikroba, “undegraded protein” (UDP) dan protein endogen. Kondisi ini membawa konsekuensi berupa pemberian pakan bagi ternak ruminansia harus mempertimbangkan dua aspek yaitu tersedia nutrien bagi pertumbuhan mikroba rumen dan bagi ternak inangnya. Secara konseptual energi dan Nitrogen (N) harus tersedia secara simultan untuk tercapainya pertumbuhan mikroba secara maksimum, baik energi maupun N dapat menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan mikroba rumen, sehingga formula pakan perlu memperhatikan aspek dinamis dari degradasi protein. Energi seringkali merupakan faktor pembatas untuk sintesis N mikroba di dalam rumen, efisiensi pertumbuhan dan produksi protein mikroba dapat ditingkatkan dengan adanya keseimbangan antara energi dan N yang tersedia dalam pakan. Penelitian ini secara garis besar berusaha memanipulasi pakan sehingga protein yang terdegradasi didalam rumen menghasilkan rasio energi dan N mikroba yang optimal sehingga sisanya dapat dimanfaatkan di dalam intestinum. UDP adalah protein pakan yang tidak terdegradasi dalam rumen tetapi terdegradasi secara enzimatis dalam intestinum diabsorbsi dalam intestinum. Tingkat degradasi protein dalam rumen yang mempunyai arti penting bagi pertumbuhan mikroba rumen yang merupakan sumber nutrien disamping itu protein yang tidak terdegradasi di dalam rumen juga merupakan sumber protein bagi ternak inangnya. Glukosa digunakan sebagai pemeliharaan sel, prekursor asetat pada sintesis lemak hewan yang sedang laktasi, sintesis lemak dalam hati dan jaringan adiposa, penyediaan glukosa yang terus menerus
212
penting sebagai sumber energi terutama untuk susunan syaraf dan eritrosit (Harper et al., 1979). Glukosa plasma darah dapat dibentuk melalui proses glukoneogenesis yaitu proses pembentukan glukosa yang bukan berasal dari karbohidrat. Peningkatan jumlah UDP dalam ransum akan mengakibatkan asam amino dalam usus halus menjadi lebih tinggi yang kemungkinan besar akan menyebabkan konsentrasi glukosa plasma darah menjadi lebih tinggi. Konsentrasi urea plasma darah berhubungan dengan fertilitas dan energi tersedia (Roseler et al., 1993). Konsentrasi urea plasma darah dibentuk melalui sintesis karbomil fosfat (“carbomyl phosphat”) yang berasal dari satu mol amonia, karbondioksida dan fosfat (berasal dari ATP) (Harper et al., 1979). Konsentrasi urea rumen, semakin tinggi konsentrasi amonia rumen akan menginduksi tingginya konsentrasi urea plasma darah (Roseler et al., 1993). Pakan yang berlebihan protein yang terdegradasi dalam rumen akan menghasilkan konsentrasi urea yang tinggi dalam darah karena sebanyak 20% dari degaradasi protein dalam rumen akan masuk ke dalam darah (Widyobroto et al., 1999). Berdasarkan uraian diatas penelitian ini dilakukan dengan menggunakan ransum dengan aras UDP berbeda dihubungkan dengan konsentrasi glukosa dan urea plasma darah sapi peranakan Friesian Holstein.
MATERI DAN METODE Materi Penelitian ini menggunakan empat ekor sapi perah PFH betina tidak berproduksi (kering) berfistula rumen. Berat badannya antara 350 – 400kg dan berumur sekitar 3-4 tahun. Masing-masing ditempatkan di kandang individu dengan dilengkapi tempat pakan dan minum. Pakan yang diberikan berupa hijauaan dan konsntrat dengan imbangan 60:40%BK. Hijauan yang digunakan berupa rumput raja (Pennisetum hybrid) dan diberikan secara ad libitum (minimum 10-15% sisa). Konsentrat terdiri dari ransum (R-1) dan tiga ransum disusun berdasarkan prinsip isoenergi dan isoprotein dengan aras UDP yaitu R-2
J.Indon.Trop.Anim.Agric.28(4) Dec 2003
Tabel 1. Proporsi, Komposisi Kimia dan Nilai Nutrisi Ransum Ransum
Bahan Pakan / Nutrien Rumput Konsentrat Jagung Bungkil Kedelai Bungkil Kapok Urea Tepung Darah Tepung Ikan Bungkil Kedelai + HCHO Molases Dedak Cassava Mineral * Komposisi Kimia dan Nutrisi BK (%) PK (%) UDP (%) b NDF (%) ADF (%) Nel (Mkal. / kg)
R-1 60 40 5,00 35,00
R-2 60 40 4,00 8,00 1,6 2,00 10,00 14,4
R-3 60 40 4,00 1,2 1,6 1,2 6,0 2,00 12,0 12,0
R-4 60 40 10,4 2,0 4,0 2,0 10,4 2,0 6,8 2,4
89,3 8,31 17,69 47,52 41,48 1,67
89,74 12,78 32,50 49,49 42,13 1,55
89,71 12,42 37,00 49,77 42,30 1,55
89,84 15,45 42,50 49,321 43,88 1,60
• Hasil analisis. b Dihitung berdasarkan nilai degradasi in sacco Hijauan dan Konsentrat (60:40).
(32,5%), R-3 (37%) dan R-4 (42,5%). Komposisi kimia bahan pakan yang digunakan dalam penelitian tertera dalam Tabel 1. Bobot badan sapi ditimbang dengan menggunakan timbangan merk Ruddweigh yang mempunyai kapasitas 100kg dengan kepekaan 0,1kg, pakan dan sisa pakan ditimbang dengan menggunakan timbangan merk PGB dengan kapasitas
25 kg kepekaan 0,1 kg. Penimbangan sampel untuk analisa bahan kering dan protein kasar menggunakan timbangan analitik merk Mettler PM460 berkapasitas 10 kg dengan kepekaan 0,001 g. Materi lain yang digunakan meliputi : “chopper”, oven pengering 60oC dan 105oC, “beaker glass”, seperangkat alat analisis PK. Kemikalia yang digunakan untuk analisis PK, dan “heparinised venoject” untuk mengambil darah.
Tabel 2. Skema penelitian dan pemberian ransum setiap tahap. Sapi A B C D
Tahap 1 R-2 R-1 R-3 R-4
Tahap 2 R-4 R-2 R-1 R-3
Tahap 3 R-1 R-3 R-4 R-2
Tahap 4 R-3 R-4 R-2 R-1
R-1 = UDP 17,89% dari total protein. R-2 = UDP 32,5% dari total protein. R-3 = UDP 37% dari total protein. R-4 = UDP 42,5% dari total protein.
Blood Plasma Glucose and Blood Plasma Urea Concentration (Setiadi et al.)
213
Metode Empat ekor sapi perah FH kering berfistula rumen diberi pakan berupa konsentrat R-1, R-2, R-3, R-4 yang berbeda-beda setiap tahap sesuai dengan kebutuhan menurut INRA (1988). Hijauan rumput raja dalam bentuk cacahan berukuran 5-10 cm dan minum secara ad libitum. Selama penelitian pemberian pakan dilakukan dua kali sehari yaitu pukul 08.00 dan 16.00. Rancangan percobaan yang digunakan adalah latin square 4x4 sehingga tiap sapi akan mendapat pakan secara bergantian pada tiap tahap. Skema latin square tersaji dalam Tabel 2. Penelitian dilakukan dalam empat tahap dan setiap tahap terdiri dari dua periode yaitu periode adaptasi selama 15 hari dan periode koleksi yaitu. Pada periode tersebut dilakukan pengamatan terhadap konsumsi hijauan untuk mencapai kondisi ad libitum yang diinginkan dengan minimum 10-15% sisa. Pada awal dan akhir koleksi dilakukan penimbangan berat badan. Data konsumsi pakan meliputi pemberian dan sisa pakan dicatat. Periode Koleksi. Sampel hijauan diambil setiap hari diambil sebanyak 400g, sampel sisa pakan diambil 2% dan sampel konsentrat diambil setiap pencampuran sebesar 100g. Pengambilan darah dilakukan pada hari ke 21 pada vena jugularis di bagian leher dengan memakai “heparinised venoject”. Pengambilan darah pada vena jugularis dibagian leher karena merupakan tempat yang paling mudah. Pengambilan darah dilakukan pada saat sapi belum mendapatkan pakan hal ini dilakukan karena pada waktu tersebut merupakan kondisi alami sapi selama mendapatkan perlakuan, darah yang diambil sebanyak 10 ml kemudian disentrifus 2500 selama 5 menit untuk segera dianalisa. Konsentrasi glukosa plasma darah dianalisa dengan metode Randox
(Robinson et al., 1991), urea plasma darah diuji dengan “Berthelot Reaction” (Roseler et al., 1993). Data yang diambil meliputi konsumsi yaitu bahan kering (BK), protein kasar (PK), "undegraded protein" (UDP), dan "rumen degraable protein" (RDP), konsentrasi glukosa dan urea plasma darah. Analisis data Data yang diperoleh akan dianalisa dengan menggunakan analisa statistik sesuai dengan rancangan Latin Square 4x4, menggunakan “Personal Computer Statistical Analysis System” (PC-SAS) untuk perlakuan yang berbeda dilanjutkan uji beda jarak “Duncan’s Multiple Range Test” (DMRT) (Astuti, 1980).
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Rata-rata konsumsi nutrien sapi perah yang mendapatkan ransum dengan aras UDP berbeda ditampilkan pada Tabel 3. Konsumsi bahan kering Berdasarkan analisis variansi aras UDP berpengaruh nyata (P<0, 05) terhadap konsumsi bahan kering. Konsumsi BK pada sapi perah yang diberi ransum R-2, R-3, dan R-4 lebih tinggi dibandingkan dengan ransum R-1, tetapi diantara ransum R-2, R-3, dan R-4 berbeda tidak nyata. Konsumsi BK dipengaruhi oleh kandungan PK dan kandungan BK ransum sedangkan kandungan PK dan BK pada ransum R-2, R-3, R-4 hampir sama sehingga menyebabkan respon perlakuan terhadap konsumsi bahan kering berbeda tidak nyata. Hal ini sesuai dengan penelitian (Tomlinson et al., 1977)
Tabel 3. Konsumsi Nutrien Ssapi Perah yang Mendapatkan Ransum dengan Aras UDP Berbeda Variabel Ransum R-1 R-2 R-3 BK (kg/ekor/hari) 5,26b 7,42a 6,98a 1,11b 1,12b PK (kg/ekor/hari) 0,60c 0,1 c 0,36b 0,42b UDP (kg/ekor/hari) c ab 0,70b RDP (kg/ekor/hari) 0,49 0,75 abc
R-4 7,54a 1,55a 0,66a 0,89a
Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata (P<0, 05).
214
J.Indon.Trop.Anim.Agric.28(4) Dec 2003
yang melaporkan bahwa konsumsi BK tidak dipengaruhi oleh aras UDP. Konsumsi BK ransum (R-1) paling rendah dibandingkan dengan ransum yang lain karena kandungan PK ransum paling rendah (8,31) Tabel 1. Proses fermentasi mikroba maksimal terjadi jika PK ransum sekitar 13,4 % Tamminga(1992), yangdisitasi oleh Tomlinsonet al (1997). Kandungan PK ransum yang rendah (8,31) Tabel 1. menyebabkan prekursor N tidak mencukupi untuk fermentasi mikroba secara maksimal, sehingga menyebabkan konsumsi BK pada ransum R-1 paling rendah. Konsumsi protein kasar Berdasarkan analisis variansi, aras UDP berpengaruh sangat nyata (P<0, 01) terhadap konsumsi PK. Konsumsi PK pada ternak yang mendapatkan ransum R-4 lebih tinggi dibandingkan dengan R-3, R-2, dan R-1 (masing-masing 1,55; 1,12; 1,11; dan 0,60 kg/ekor/hari). Konsumsi PK pada R-4 lebih tinggi disebabkan karena konsumsi PK dan kandungan PK ransum R-1 paling rendah. Konsumsi PK meningkat dengan meningkatnya aras UDP. Hal ini didukung hasil penelitian Reksohadiprodjo et al (1998) yang menyatakan konsumsi PK pada ransum UDP tinggi lebih besar dibandingkan dengan UDP rendah (1963 vs 1578 g/ekor/hari). Konsumsi "Undegraded Protein" (UDP) Analisis variansi konsumsi UDP pada penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata (P<0, 01). Konsumsi UDP pada ternak yang diberikan ransum R-4 lebih tinggi dibandingkan dengan R-2, R-3, R-1 (masing-masing 0,66; 0,42; 0,36; dan 0,1kg/ekor/hari). Konsumsi UDP yang tertinggi yaitu ransum R-4, disebabkan karena R-4 mempunyai kandungan UDP yang tertinggi (42,5) serta konsumsi
PK pada ransum R-4 juga lebih tinggi dibandingkan dengan ransum yang lain. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilaporkan oleh Chiou et al (1993) bahwa meningkatnya UDP dalam ransum akan meningkatkan konsumsi UDP. Konsumsi UDP yang tinggi akan mensuplai asam amino post rumen yang lebih banyak yang sangat berguna untuk maintenance, pertumbuhan, reproduksi, produksi susu, dan efisiensi pakan (Tomlison et al., 1997). Konsumsi "Rumen Degradable Protein" (RDP) Berdasarkan analisis variansi konsumsi RDP menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0, 01). Konsumsi RDP pada ternak yang mendapatkan ransum R-4 lebih tinggi dibandingkan dengan ransum R-2, R-3, dan R-1 yaitu sebesar (masing-masing 0,89; 0,75; 0,70; 0,49 kg/ekor/hari). Konsumsi RDP yang tertinggi yaitu pada R-4 disebabkan karena konsumsi PK ransum R-4 paling tinggi, sedangkan konsumsi terendah yaitu pada R1. Konsumsi RDP pada ransum R-1 disebabkan konsumsi PK pada ransum R-1 paling rendah sehingga konsumsi RDP juga rendah. 2. Konsentrasi Glukosa dan Urea Plasma Darah Rata-rata konsentrasi glukosa dan urea plasma darah sapi perah yang mendapatkan ransum dengan aras UDP berbeda ditampilkan pada Tabel 4. Konsentrasi glukosa plasma darah Hasil analisis variasi menunjukkan aras UDP tidak mempengaruhi konsentrasi glukosa plasma darah, walaupun terdapat kecenderungan tertinggi pada ransum R-2, diikuti R-1, R-4 dan R-3, yaitu masing-masing sebesar 65,57; 68,50; 65,47; 63,45 mg/100ml. Konsentrasi glukosa plasma darah tidak berbeda nyata disebabkan karena glukosa
Tabel 4. Konsentrasi Glukosa dan Urea Plasma Darah Sapi Perah yang Mendapat Ransum dengan Aras UDP Berbeda Variabel Ransum R-1 R-2 R-3 R-4 Glukosa (mg/100 ml) 65,57a 68,50a 65,47a 63,45a Urea (mg/100 ml) 3,72b 23,20a 34,70a 28,75a ab
Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata.
Blood Plasma Glucose and Blood Plasma Urea Concentration (Setiadi et al.)
215
plasma darah dipertahankan oleh mekanisme homeostatis (Vermon dan Peaker disitasi Kusumaningrum., 1998). Konsentrasi glukosa plasma darah dikontrol oleh hormon insulin yang dihasilkan oleh pulau Langerhans dari pankreas, setiap pertambahan glukosa plasma darah akan merangsang pelepasan insulin 30-60 detik (Harper et al., 1979), sehingga konsentrasi glukosa plasma darah relatif konstan, selain itu konsentrasi terbesar glukosa darah dipengaruhi oleh tipe karbohidrat, sedangkan pada penelitian ini ransum yang diberikan (R-1, R-2, R-3, R-4) disusun berdasarkan isoenergi sehingga menyebabkan konsentrasi glukosa plasma darah berbeda tidak nyata. Hal ini didukung oleh penelitian Robinson et al (1991) yang melaporkan bahwa konsentrasi glukosa plasma darah tidak mempengaruhi oleh aras UDP. Konsentrasi glukosa plasma darah yang diperoleh pada penelitian lebih rendah dari yang dinyatakan oleh Harrow dan Mazur (1962) sebesar 80-120 mg/100ml, sesuai dengan kisaran normal yang dinyatakan oleh Swenson disitasi Kusumaningrum (1998) adalah sebesar 40-70 mg/100ml. Konsentrasi Urea Plasma Darah Berdasarkan analisis variansi yang dilakukan ternyata aras UDP mempengaruhi konsentrasi urea plasma darah (P<0, 05). Konsentrasi urea plasma darah yang paling tinggi adalah R-3 kemudian R-4, R-2, dan R-1, konsentrasinya yaitu (masing-masing 34,70; 28,75; 23,22; dan 3,72 mg/ 100ml). Konsentrasi urea plasma darah sapi PFH yang mendapatkan ransum R-2, R-3, dan R-4 lebih tinggi dibandingkan dengan R-1. Konsentrasi urea plasma darah sapi PFH yang mendapatkan ransum dengan aras UDP (37%) lebih tinggi dibandingkan dengan aras UDP (42,5%), hal ini disebabkan aras UDP rendah mengakibatkan jumlah protein yang terdegradasi dalam rumen tinggi sehingga menghasilkan urea plasma darah yang lebih tinggi. Hal ini didukung oleh ( Robinson et al., 1991; Chiou et al., 1992) yang melaporkan konsentrasi amonia dan N urea plasma menurun dengan meningkatnya aras UDP. Rata-rata konsentrasi urea plasma darah pada ransum R-2, R-3, dan R-4 lebih tinggi
216
dibandingkan dengan yang dinyatakan Harrow Mazur (1962) sebesar 13,5 mg / 100 ml. Konsentrasi urea plasma darah sapi perah yang mendapatkan ransum R-1 lebih rendah yang dinyatakan oleh Harrow dan Mazur (1962) yaitu sebesar 3,72 mg/ 100ml, hal ini kemungkinan besar disebabkan karena konsumsi PK dan konsumsi UDP ransum R-1 paling rendah sehingga proses fermentasi protein menghasilkan amonia yang rendah berakibat konsentrasi urea plasma darah juga rendah. Konsentrasi urea plasma darah yang terlalu tinggi menyebabkan tidak efisien dalam penggunaan energi (Roseler et al., 1993). Konsentrasi amonia rumen yang tinggi akan menyebabkan semakin tinggi energi yang dipakai untuk mengkonversikan amonia darah (sebagian besar mengekresikan urea dalam urine (Roseler et al., 1993). KESIMPULAN Aras UDP berpengaruh terhadap konsumsi (BK, PK, konsumsi UDP, dan konsumsi RDP), serta konsentrasi urea plasma darah. Konsumsi (BK, PK, RDP, UDP) yang tertinggi pada ternak yang mendapatkan ransum UDP (42,5%) dan yang terendah yang mendapatkan ransum UDP (17,89%). Konsentrasi urea plasma darah yang tertinggi pada ternak mendapatkan ransum UDP (17,89%). Aras UDP tidak berpengaruh terhadap glukosa plasma darah. Konsentrasi glukosa plasma darah dikontrol oleh hormon insulin yang merupakan proses homeostatis, sehingga peningkatan UDP level pada pakan tidak menyebabkan perbedaan yang nyata pada konsentrasi glukosa darah sapi peranakan Friesian Holstein (PFH). DAFTAR PUSTAKA Astuti, M.J. 1980. Rancob dan analisa Statistik. Bagian II. Bagian Pemuliaan Ternak Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta. Chiou-Shyang-Peter wen., Kuen-Jaw Chen., KwenSheng Kuo., Jenn-Chung Hsu., Bi yu. 1995 Studies on the application of an undegradable system to high yielding dairy csttle in Taiwan. Anim Feed Sci and Technol. 54:93-102
J.Indon.Trop.Anim.Agric.28(4) Dec 2003
Harper, H.A., V.W. Redwell and P.A. Mayes. 1979. Review of Phisiological Chemistry. 17th edition. Lauge Publications. Los Altos, California. Harrow, B. and A. Mazur. 1962. Textbook of Biochemistry. 8 th edition. W.B. Saunders Company, Philadephia. Kusumaningrum, D.A. 1998. Pengaruh Tipe Karbohidrat dan Aras Undegraded Protein Terhadap Konsumsi, Kecernaan Nutrien dan Fermentasi Rumen Pada Sapi Peranakan Friesian Holstein. Tesis. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Reksohadiprodjo, S., M. Soejono dan H. Hartadi. 2997. Manajemen Nutrien Sapi Perah Kontribusi untuk Pencegahan Polusi Lingkungan. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Robinson, P.H., R.E. Mcqueen and P.L. Burgess. 1991. Influence of Rumen Undegradablility Protein Levels on Feed Intake and Milk Production of Dairy Cows. J. Dairy Sci. 74:1623-1631.
Roseler, D.K., J.D. Ferguson., C.J. Sniffen and J. Herrema. 1993. Dietary Protein Degrability Effect on Milk Urea Nitrogen and non Protein Nitrogen in Holstein Cows. J. Dairy Sci. 58:525-534. Tamminga, S. 1992. Nutrition Management of Dairy Cows as a Contribution to Pollution Control. J. Dairy Sci. 75:345-357. Tomlinson, D.L., R.E. James, G.L. Bethard and M.L. Mcgillard. 197. Influence of degradability of Protein in the Diet on Intake, Daily Gain, Feed Efisiensi and Body Composition on Holstein Heifer. J. Dairy Sci.80:943-948. Widyobroto, B.P. S. Reksohadiprodjo., S.P. Sasmito Budi dan Ali Agus. 1999. Penggunaan Protein Pakan Terproteksi (Undegraded Protein) untuk Meningkatkan Produktivitas Sapi Perah di Indonesia. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta.
Blood Plasma Glucose and Blood Plasma Urea Concentration (Setiadi et al.)
217