APAKAH RUSIA MENGGUNAKAN STRATEGI HEDGING DI KAWASAN TIMUR TENGAH? Dwi Arif Wicaksono1
Abstract Russian foreign policy in Middle East has been deemed as balancing towards the US and its allies. Following ‘the Arab Spring” in Middle East Russia began to strengthen its presence in the region, mainly through its support to Assad regime in Syria. Instead of balancing, this paper employs strategic hedging in analysing Russia’s strategy in the Middle East against the US domination in the region. This paper argues that Russia’s hegding mainly conducted through indirect (soft) balancing, follows by other components of hedging. Among the weakest component of Russia’s hedging is economic pragmatism. Keywords: Russia, US, Strategic hedging
Pendahuluan Hubungan Rusia dan Timur Tengah memiliki sejarah yang cukup panjang. Dahulunya, kawasan Timur Tengah merupakan salah satu tempat perebutan kekuasaan diantara Uni Soviet dan Amerika Serikat. Rusia yang belakangan ini mulai kehilangan pengaruhnya di kawasan akibat banyaknya negara di Timur Tengah yang telah dikuasai oleh Amerika Serikat membutuhkan strategi untuk mengurangi dominasi Amerika Serikat dan memperkuat pengaruhnya di kawasan Timur Tengah. Awalnya dunia Arab tidak pernah menjadi prioritas Uni Soviet dalam merumuskan kebijakan luar negerinya. Namun, Uni Soviet mulai sangat terlibat di kawasan Timur Tengah setelah berakhirnya
Perang Dunia Kedua. Uni Soviet tertarik dalam membangun perdamaian antara dunia Arab dan Israel serta ketertarikan lainnya terbagi kedalam tiga aspek utama yakni: strategis (cadangan minyak dan jalur laut yang sangat strategis di wilayah tersebut); geografis (perbatasan yang berdekatan dengan Turki dan Iran); dan ideologi (berkonfrontasi dengan ideologi kapitalisme Amerika Serikat atas dominasinya di kawasan itu) (Pandeva, 2014). Pada waktu itu, Uni Soviet membentuk aliansi dengan negara-negara Timur Tengah yang orientasi politiknya lebih dekat ke sistem Uni Soviet. Sekutu utama mereka di Timur Tengah adalah Mesir, Irak, Suriah, dan Libya. Kemitraan
Alumnus Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN “Veteran” Yogyakarta. Email: hello.dwiarif@gmail. com
1
Volume 8, Nomor 1, Juni 2016
Jurnal Studi Diplomasi dan Keamanan 53
Apakah Rusia Menggunakan Strategi Hedging ...
ini memberikan Moskow keuntungan politik dalam berkonfrontasi dengan Barat (Malasenko, 2013). Situasi di kawasan ini mulai bergejolak ketika terjadi perang teluk yang terjadi dalam 2 periode yakni periode I (1980-1988) dan periode II (1990). Di periode pertama, Soviet membantu posisi Iran berperang melawan Irak dalam perebutan hegemoni di kawasan Teluk Persia. Lalu di periode kedua terdapat aksi Irak yang menginvasi Kuwait. Invasi Irak tersebut menimbulkan kecaman dunia internasional, sehingga menimbulkan penyerangan pasukan multinasional yang dipimpin AS. Kemudian di era Perang Dingin, koalisi penting bagi Uni Soviet adalah Suriah. Pada waktu itu, Soviet mendukung posisi Suriah berperang melawan Israel dalam perang Yom Kippur (Linda, 2016). Namun bantuan Uni Soviet tidak dapat membantu Suriah memenangkan perang tersebut. Pecahnya perang dingin yang berakhir pada akhir tahun 1990 mengakibatkan runtuhnya Uni Soviet dan peran Amerika Serikat sebagai negara adikuasa semakin mendominasi dalam percaturan politik dunia khususnya di Timur Tengah (Linda, 2016). Pada tahun 2000-an, Rusia mulai bangkit dibawah kepemimpinan Presiden Putin dan mulai merumuskan kebijakan luar negeri yang baru khususnya terhadap kawasan Timur Tengah. Hal ini ditandai dengan dijalinnya kembali hubungan baik dengan negara sahabat Rusia sejak lama seperti Suriah, Mesir, Libya dan Irak. Rusia berpandangan bahwa dominasi AS di kawasan Timur Tengah sangatlah kuat. AS selalu ikut campur dalam permasalahan politik di beberapa negara di Timur Tengah, seperti Irak dan Libya. Hal ini tentunya membuat Rusia geram dan khawatir dengan mulai berkurangnya pengaruh mereka di kawasan. Kemudian pada tahun
54
Dwi Arif Wicaksono
2010, kawasan Timur Tengah kembali mengalami pergolakan. Kawasan ini dilanda gelombang revolusi yang dikenal dengan sebutan revolusi Arab Spring. Revolusi ini dilakukan oleh rakyat kepada penguasa mereka yang mana menginginkan perubahan secara fundamental terhadap kekuasaan dan mengembalikan kekuasaan kepada rakyat (Manfreda, 2015). Revolusi ini berdampak besar terhadap dua sekutu Rusia yakni Libya dan Suriah. Di Libya, revolusi yang digerakkan masyarakat ini berhasil melengserkan Qaddafi dari kursi pemerintahannya. Sedangkan di Suriah, rezim Assad sedang digoyang demonstrasi besar-besaran yang menuntut dirinya untuk lengser. Menurut pendapat para ahli di Rusia, gelombang revolusi ini tidak hanya digerakkan oleh masyarakat saja, namun terdapat campur tangan AS dan sekutu didalamnya (Zvyagelskaya, 2016). Sejak pecahnya Arab Spring ini, kebijakan Rusia di kawasan ini pun berubah, terutama akibat kejatuhan rezim Qaddafi di Libya. Hal tersebut membuat Rusia hanya memiliki Suriah sebagai satu-satunya sekutu terdekat mereka di kawasan. Tidak ingin kehilangan aliansinya lagi membuat Rusia bersikeras membela Rezim Bashar Al-Assad dari tekanan dunia internasional akibat pecahnya konflik internal antara pemerintahan dan pihak oposisi yang menyebabkan ribuan nyawa tewas. Suriah dipandang Rusia sebagai aset geostrategis penting bagi Rusia (Al-Marhoun, 2016). Melalui konflik di Suriah inilah, Rusia menjadikan konflik tersebut sebagai pintu masuk dalam memperkuat posisi mereka di Timur Tengah dan berusaha untuk membendung dominasi AS agar tidak semakin menguat. Tulisan ini akan menjelaskan mengenai apakah Rusia menggunakan strategi Hedging di kawasan Timur Tengah dalam membendung dominasi
Jurnal Studi Diplomasi dan Keamanan Volume 8, Nomor 1, Juni 2016
Apakah Rusia Menggunakan Strategi Hedging ...
AS. Dalam kajian ini, pembahasan hanya akan dipusatkan pada hubungan Rusia dengan sekutunya di Timur Tengah sejak runtuhnya Uni Soviet dan strategi yang digunakan Rusia dalam membendung hegemoni AS. Keberadaan AS di Timur Tengah Amerika Serikat merupakan negara adidaya yang sangat berkeinginan untuk meletakkan kawasan Timur Tengah di bawah cengkeramannya. Terdapat dua aspek utama yang melandasi ketertarikan Amerika Serikat terhadap kawasan ini, yakni karena ingin mengamankan hegemoninya dan menjaga harga pasar minyak agar stabil serta ingin menjaga eksistensi sekutu utama mereka yakni Israel (Kitchen, 2016). Ditambah lagi, setelah tragedi peledakan gedung World Trade Centre di New York, pemerintahan AS dengan dalih war on terror berusaha untuk menguasai dunia. Salah satu yang mereka lakukan ialah menciptakan demokrasi liberal di negaranegara Timur Tengah (Sihbudi, 2007; 6). Langkah-langkah yang kemudian diambil oleh Amerika Serikat dalam menyebarkan hegemoni sekaligus paham anti terorismenya dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan melakukan invasi ke negara lain yang dicurigai menjadi basis ataupun yang terlibat dalam aksi terorisme yang terjadi. Amerika Serikat melihat bahwa dinamika politik di Timur Tengah dengan kebangkitan Islam yang begitu potensial dapat menjadi faktor penghalang bagi jalan AS melindungi sekutunya, Israel. Jika dipetakan secara rinci mengenai kepentingan Amerika Serikat di kawasan ini, hal tersebut antara lain; pertama, mengupayakan agar sumber-sumber alam yang dimiliki Timur Tengah tidak jatuh ketangan musuh; kedua, menjamin tersalurnya sumber-sumber alam penting
Volume 8, Nomor 1, Juni 2016
Dwi Arif Wicaksono
bagi industri dan militer Amerika Serikat bersama sekutunya; ketiga menjaga mengalirnya keuntungan investasi dan usaha-usaha AS; keempat menjaga eksistensi penguasa-penguasa Timur Tengah yang menjadi sekutu Amerika Serikat; kelima, mempertahankan diri dari ancaman-ancaman kelompok yang membahayakan dominasi Amerika Serikat dan persekutuan barat di Timur Tengah. Posisi Rusia di Timur Tengah Pasca runtuhnya Uni Soviet, Rusia mengalami kemunduran yang begitu drastis. Namun perlahan-lahan, Rusia mulai bangkit. Hal ini ditandai ketika Putin naik penjadi pemimpin baru Rusia dan merumuskan kebijakan luar negeri yang baru terhadap kawasan ini. Rusia berusaha untuk membina kembali hubungannya dengan negara sahabat lama seperti Suriah, Mesir, Irak dan Libya. Khusus dengan Suriah, hubungan kedua negara kembali membaik. Hal ini ditandai berkunjungnya Bashar Al-Assad ke Moskow pada tahun 2005 untuk membahas perbaikan hubungan kedua negara yang sempat renggang dengan Putin (http://www.khaleejtimes.com/ article/20120118/ARTICLE/301189882/1016). Ketika kawasan ini mengalami revolusi Arab Spring, fenomena ini berdampak kepada sekutu terdekat Rusia yakni Libya dan Suriah. Di Libya, rezim Qaddafi berhasil dilengserkan oleh gelombang revolusi sedangkan di Suriah, rezim Assad masih dapat bertahan dari ancaman pelengseran dari demonstrasi. Pasca lengsernya Qaddafi di Libya, praktis Rusia hanya memiliki Suriah sebagai sekutu terdekatnya di Timur Tengah. Suriah begitu penting bagi Rusia karena merupakan sekutu abadinya di wilayah tersebut dan terdapat pangkalan angkatan laut Rusia di Suriah, yakni di Tartus. Dapat dikatakan bahwa Suriah merupakan satuJurnal Studi Diplomasi dan Keamanan 55
Apakah Rusia Menggunakan Strategi Hedging ...
satunya pijakan Rusia terus di Timur Tengah (Malashenko, 2013). Tidak ingin kehilangan aliansinya kembali seperti lengsernya Qaddafi di Libya, memaksa Rusia berusaha untuk membela Rezim Bashar Al-Assad dari tekanan dunia internasional. Dalam konflik internal ini, Rusia tetap memberikan dukungannya dalam bentuk pasokan senjata untuk militer rezim Assad dalam memerangi oposisi maupun menggunakan hak vetonya terhadap draft resolusi Dewan Keamanan PBB. Strategi Rusia Di Timur Tengah Pada Tahun 2010-2015 Dalam menganalisa permasalahan yang diteliti, maka penulis menggunakan strategi hedging terkait dengan strategi Rusia di kawasan Timur Tengah. Hedging adalah tindakan terarah dimana suatu negara berusaha untuk menjamin kepentingan jangka panjang dengan menempatkan kebijakannya dalam opsi-opsi perlawanan yang dirancang untuk mengimbangi resiko yang melekat dalam sistem internasional (Kuik, 2011). Sementara itu, Evelyn Goh mendeskripsikan hedging sebagai rangkaian strategi yang bertujuan untuk menghindari sebuah situasi dimana negara-negara tidak dapat memutuskan alternatif yang lebih mudah seperti perimbangan, bandwagoning
Dwi Arif Wicaksono
ataupun netralitas. Sebaliknya, negaranegara tersebut mengusahakan posisi tengah yang menghindarkan mereka untuk memilih salah satu pihak (Goh, 2007). Pada intinya, strategi hedging merupakan strategi yang digunakan suatu negara untuk mencegah dominasi negara lawan dengan mengkombinasikan dua strategi, yakni balancing dan bandwagoning. Dalam strategi hedging sendiri, terdapat 5 komponen yang dijalankan Rusia dalam melawan dominasi AS, antara lain (Kuik, 2011): 1. Indirect Balancing (Soft Balancing) Didalam komponen ini, terdapat dua poin yang dijalankan oleh Rusia. Pertama ialah melakukan modernisasi kekuatan militernya (Internal). Rusia tidak berkeinginan kekuatan militernya kalah oleh kekuatan militer Amerika Serikat. Maka dari itu, Rusia menaikkan anggaran belanja militernya. Sejak tahun 2010 saja, pengeluaran Rusia terhadap belanja militernya mengalami peningkatan cukup signifikan. Hal ini dilakukan Rusia untuk memodernisasi kapabilitas militernya agar tidak terlihat usang dan agar dapat menyaingi kemampuan militer Amerika Serikat. Rusia terus meningkatkan kekuatan militernya tanpa batas. Bahkan belanja Rusia untuk membangun kekuatan militer dan persenjataannya sekarang melebihi 9
Tabel. 1. Pengeluaran Rusia Untuk Keamanan Nasional (dalam juta rubel) Tahun PDB (Pendapatan Pengeluaran Untuk Nasional) Kebutuhan Militer 2015 82 937 000 3 078 001 2014 2013 2012 2011 2010
73 993 000 66 515 000 61 238 000 54 585 600 45 172 700
2 501 434 2 141 206 1 864 154 1 515 955 1 276 514
Sumber: http://www.sipri.org/research/armaments/milex/military-expenditure-in-the-russianfederation-2012-2015 56
Jurnal Studi Diplomasi dan Keamanan Volume 8, Nomor 1, Juni 2016
Apakah Rusia Menggunakan Strategi Hedging ...
Dwi Arif Wicaksono
Bagan.1. Perbandingan Pengeluaran Anggaran Rusia dan AS Dalam Bidang Keamanan Pada Tahun 2011-2015 (Dalam juta dolar)
sumber: http://www.sipri.org/research/armaments/milex/militaryexpenditure-in-the-russianfederation-2012-2015 persen dari PDB mereka. Dari gambar diatas, terlihat Rusia memang terlihat kekuatan militernya begitu signifikan. Dana yang dihabiskan Rusia untuk memodernisasi militernya mengalami peningkatan sebesar lebih dari 30 persen dari tahun ke tahun pada rentang tahun 2011-2015 di sisi lain Amerika Serikat justru sedang mengalami penurunan dalam pengeluaran militernya (Johson, 2016). Kedua ialah menjalin aliansi dengan Suriah (eksternal). Rusia memperkuat hubungan baiknya dengan Suriah ketika Suriah sedang dilanda konflik internal. Rusia terlihat mendukung posisi pemerintahan Bashar Al-Assad dari upaya pelengseran. Hal yang dilakukan Rusia yakni meningkatkan bantuan kepada Suriah di bidang ekonomi, militer dan politik. Langkah tersebut diambil Rusia agar Suriah tidak berpaling ke dunia Barat. Letak geografis Suriah yang berbatasan langsung dengan Israel, Lebanon, Irak, Turki serta cukup dekat dengan Arab Saudi merupakan posisi yang sangat strategis terhadap politik Rusia di Timur Tengah. Ditambah dengan kedekatan negara-negara tersebut dengan Amerika Serikat, tentu saja Rusia tidak
Volume 8, Nomor 1, Juni 2016
ingin kehilangan hegemoninya di Timur Tengah. Selama beberapa tahun terakhir, Suriah terus memperoleh senjata modern dari Rusia. Dalam sebuah laporan di SIPRI, pada tahun 2007-2011 pengiriman senjata dari rusia kepada rezim Assad mencapai 78 persen. Pengiriman terbesar dari sekutu suriah ini termasuk system Buk-M2E SAM dan Bastion-P system rudal pertahanan serta 36 pesawat tempur jenis Yak-130 (http:// www.sipri.org/media/pressreleases/2012/risein-international-arms-transfers-is-drivenby-asian-demand-says-sipri). Pengiriman senjata terbesar dari Rusia ke Suriah terjadi sepanjang 2010-2012, Pasokan senjata itu meningkatkan kemampuan Suriah untuk mempertahankan diri dari intervensi asing. Pengiriman senjata yang terus menerus ditengah tekanan dari kelompok oposisi dan isu intervensi militer asing membuat pasukan militer Suriah tetap kuat dan dapat menyeimbangkan kekuatan musuh. 2. Penolakan dominasi Rusia merangkul negara yang memiliki kesamaan pandangan terhadap dominasi Amerika Serikat di Timur Tengah. Rusia merangkul Iran untuk menentang dominasi Amerika Serikat di Timur Tengah Jurnal Studi Diplomasi dan Keamanan 57
Apakah Rusia Menggunakan Strategi Hedging ...
khususnya Suriah. Rusia merangkul Iran dikarenakan kedua negara sama-sama memiliki kesamaan kepentingan di Suriah. Kedua negara khawatir dan muak dengan dominasi AS yang semakin meluas di kawasan, hanya negara seperti Suriah dan Iran yang belum dapat dikontrol oleh AS. Maka dari itu, Rusia dan Iran berusaha mencegah AS dalam memperluas dominasinya di Suriah. Langkah yang ditempuh oleh Kedua negara tersebut ialah memasok persenjataan dan memperkuat militer Suriah agar dapat bertahan diri dari serangan pejuang oposisi dan ancaman intervensi dunia barat. Ketika konflik internal di Suriah pecah, Iran bersama Rusia bersikeras untuk mendukung rezim Assad agar tidak lengser. Iran memberikan dukungan politik dan militer penuh untuk rezim Assad dengan menghiraukan kecaman dunia internasional serta memberikan dukungan teknis dan peralatan untuk pasukan keamanan Suriah dalam membantu mereka mengendalikan dan membubarkan para demonstran. Iran juga mengerahkan personil khusus dari aparat keamanan Iran, termasuk korps pengawal revolusi Islam dan tentara Quds, ke Suriah untuk membantu mengalahkan para oposisi (Nasur, 2014; 82). Rusia juga memasok persenjataan yang mana hal tersebut membuatnya menjadi salah satu pengekspor persenjataan terbesar ke Suriah sebesar 48 persen dengan sistem pertahanan udara dan kapal anti rudal (Wezeman, 2013). Rusia memasok senjata tersebut tidak hanya untuk membendung serangan dari kelompok pemberontak saja namun juga mempertahankan keamanan dan pertahanan rezim Assad dari kemungkinan adanya intervensi miiter asing. Rusia dan Iran berkomitmen menentang setiap intervensi asing di Suriah. Mereka juga memahami spekulasi AS, bahwa jika
58
Dwi Arif Wicaksono
tekanan diplomatik terhadap Assad gagal, maka AS akan mengirim persenjataan dan memperkuat oposisi (Ghosh, 2016). 3. Binding Engagement Dalam membendung tindakan agresif Amerika Serikat dalam mencampuri urusan dalam negeri negara lain. Rusia menggunakan forum Perserikatan Bangsa-Bangsa dan forum P5+1. Rusia berpandangan bahwa setiap kebijakan atau resolusi dikeluarkan oleh PBB yang mana diusulkan oleh Amerika Serikat dan sekutunya merupakan kebijakan yang menguntungkan kepentingan nasional mereka saja. Di dalam konfik Suriah, AS mengusulkan untuk dilakukan operasi militer ke Suriah karena rezim Assad bertanggung jawab atas tewasnya ribuan korban jiwa. Hal ini mendapatkan kecaman dari Rusia karena Rusia sadar bahwa AS kerap kali menyalahgunakan resolusi Dewan Keamanan PBB. Rusia tidak ingin membuat kesalahan seperti apa yang telah terjadi di Libya terulang kembali di Suriah. Maka dari itu, Rusia selalu melakukan protes dan menentang kebijakan PBB yang berdampak negatif terhadap kelangsungan kepemimpinan Assad di Suriah. Disisi lain, Rusia juga ingin mengamankan posisi Iran di dunia internasional akibat kecaman dunia barat akan pengembangan energi nuklir di Iran. Dunia barat berpandangan bahwa Iran bisa saja mengembangkan persenjataan nuklir. Maka dari itu, dalam forum P5+1, Rusia secara aktif selalu mengupayakan untuk meminimalkan sanksi yang dapat diterima oleh Iran. Rusia berpandangan bahwa Iran dapat mengembangkan energi nuklir untuk kebutuhan listriknya selama dibawah pengawasan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) (Paniev, 2014). 4. Bandwagoning Terbatas
Jurnal Studi Diplomasi dan Keamanan Volume 8, Nomor 1, Juni 2016
Apakah Rusia Menggunakan Strategi Hedging ...
Ketika kawasan Timur Tengah mengalami ketegangan akibat adanya fenomena Arab Spring, Rusia dan Cina cukup lantang bersuara, apalagi ketika konflik politik yang terjadi di Suriah. Suriah memiliki peranan penting bagi kedua negara. Dahulu kedua negara selalu bersikap abstain terhadap penyelesaian konflik di Timur Tengah, seperti di Libya. Keabstainan mereka ini berdampak kepada berhasil dilengserkannya rezim Qaddafi oleh interensi militer asing. Hal tersebut mendorong kedua negara untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama terjadi di Suriah. Alhasil kedua negara secara kompak selalu menetang setiap kebijakan yang ingin melengserkan rezim Assad di Suriah. Bersama-sama, mereka menentang AS dan sekutunya untuk bersikap sewenang-wenang dalam memutuskan masa depan Suriah. Mereka selalu menggunakan hak vetonya untuk menggagalkan resolusi Dewan Keamanan PBB yang diusulkan oleh AS. Kedua negara berpandangan bahwa konflik di Suriah harus diselesaikan melalui jalur dialog secara damai diantara kelompok yang bertikai tanpa adanya intervensi negara asing. Melalui kerjasama di konflik ini, Rusia dan Cina ingin membuktikan kekautan mereka kepada dunia barat dan secara tegas menolak dominasi AS dan sekutunya di panggung politik dunia. 5. Pragmatisme Ekonomi
Dwi Arif Wicaksono
Meskipun Rusia dan AS sedang bersiteru dalam konflik di Timur Tengah khusunya Suriah, hubungan perkenomian diantara keduanya tetap berjalan secara normal baik itu kegiatan impor, ekspor maupun investasi. Bahkan perdagangan antara Amerika Serikat dan Rusia tumbuh secara dramatis dalam dekade terakhir ini. Pada tahun 2011 saja, angka ekspor Amerika Serikat ke Rusia mengalami peningkatan sebesar 40 persen dari tahuntahun sebelumya. Perusahaan-perusahaan AS juga banyak melakukan berbagai penawaran bisnis di Rusia (http://www.state. gov/p/eur/rls/fs/193103.htm). Amerika Serikat mengundang Rusia untuk bergabung kedalam World Trade Organization (WTO) pada desember 2011. Presiden Obama mengatakan bahwa : “dengan bergabungnya Rusia ke dalam WTO nanti, hal ini akan dapat membuka arus perdagangan diantara kedua negara yang mana dapat menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatnya pertumbuhan ekonomi kedua negara” (http://www.state. gov/p/eur/rls/fs/193103.htm). Rusia merupakan salah satu pasar ekspor terbesar ke 28 dan sumber impor ke 18 terbesar untuk Amerika Serikat pada tahun 2013. Menurut data pemerintah Rusia, pada akhir tahun 2012, Amerika Serikat menyumbang kurang dari 0,5% dari total akumulasi investasi asing di Rusia. Komoditas utama yang saling
Perdagangan Barang AS dengan Rusia, 2010-2015 (dalam miliar dolar) Tahun Ekspor AS Impor Neraca AS Perdagangan AS 2010 6,0 25,7 -19,7 2011 8,3 34,6 -26,3 2912 10,7 29,3 -18,6 2013 11,2 27,0 -15,8 2014 10,7 23,6 -12,9 2015 7,0 16,5 -9,4 Sumber: Trade in Goods with Russia. diakses pada 25 April 2016 https://www.census.gov/ foreigntrade/balance/c4621.html.
Volume 8, Nomor 1, Juni 2016
Jurnal Studi Diplomasi dan Keamanan 59
Apakah Rusia Menggunakan Strategi Hedging ...
diimpor oleh kedua negara antara lain: Impor AS dari Rusia yakni bahan bakar mineral, alumunium dan baja, sedangkan impor Rusia dari AS adalah Rusia adalah gandum, mesin, kendaraan, daging dan pesawat terbang (Nichols, 2016). Sektor perekonomian yang paling menonjol dalam hubungan ekonomi kedua negara ialah sektor industri penerbangan. Rusia merupakan pemasok terbesar titanium bagi perusahaan pesawat milik Amerika Serikat yakni Boeing dan Airbus. Mengenai titanium, Rusia yang awalnya hanya sebagai pemasok titanium baku bagi Boeing dan Airbus, saat ini mulai bergeser sebagai pengekspor suku cadang titanium dan komponen. Di sisi lain, Rusia merupakan pasar yang cukup strategis bagi penjualan pesawat boeing baik itu baru maupun bekas (Klepach, 2016). Kesimpulan Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa Rusia secara jelas menggunakan strategi hedging guna membendung dominasi AS di kawasan dengan melaksanakan lima komponen diatas. Komponen yang paling menonjol dari strategi yang dijalankan Rusia ialah komponen Indirect Balancing (Soft Balancing). Sedangkan komponen yang tidak menonjol ialah pragmatisme ekonomi, hal ini dikarenakan kegiatan kerjasama ekonomi kedua negara walaupun berjalan normal, namun angkanya tidak begitu signifikan. Daftar Pustaka Al-Marhoun, Abdul Jalil. (2016). The story of Syrian-Russian relations. diakses pada 27 Januari 2016. h t t p s : / / w w w. m i d d l e e a s t m o n i t o r. c o m / a r t i c l e s / europe/9631-the-story-of-syrian-russianrelations Ghosh, Palash. (2016). Russia and Iran Jointly Oppose Foreign Military Intervention in
60
Dwi Arif Wicaksono
Syria. diakses pada 6 Mei 2016.http:// www.ibtimes.com/russia-iran-jointlyoppose-foreign-military-interventionsyria- 414700. Goh, Evelyn. (2009). Understanding “hedging” in Asia-Pacific security. diakses pada 22 Februari 2016. http://csis.org/ files/media/csis/pubs/pac0643.pdf Johnson, Justin (2016). Russia and China Increase Defense Spending While US Continues Cutting. diakses pada 30 April 2016. http://dailysignal. com/2016/04/11/russia-and-chinaincrease-defense-spending-while-us- continues-cutting/, Kitchen, Nicholas. (2016).The Contradictions of Hegemony The United States and the Arab Spring. diakses pada 24 Juni 2016. http://www.lse.ac.uk/ I D EA S / p u b l i c a t i o n s / re p o r t s / p d f / S R 0 1 1 / F I N A L _ L S E _ I D EA S _ _ UnitedStatesAndTheArabSpring_ Kitchen.pdf, Kuik, Cheng Chwee (2011). Rising Dragon, Crouching Tigers? Comparing The Foreign Policy Responses of Malaysia and Singapore toward a Re-emerging China, 1990-2005. diakses pada 22 Februari 2016. https://www.researchgate. net/publication/288338717_Rising_ Dragon_Crouching_Tigers_Comparing_ the_Foreign_Policy_Responses_of_ Malaysia_and_Singapore_toward_a_ Reemerging_China_1990-2005 Linda, Yorba. (2016). President Nixon And The Role Of Intelligence In The 1973 Arab-Israeli War. diakses pada tanggal 13 Februari 2016. https:// www.cia.gov/library/publications/ international-relations/arab-israeli- war/nixon-arab-isaeli-war.pdf Malashenko, Alexey. (2013). Russia and The Arab Spring. diakses pada tanggal 13 Februari 2016. h t t p : / / carnegieendowment.org/files/russia_
Jurnal Studi Diplomasi dan Keamanan Volume 8, Nomor 1, Juni 2016
Apakah Rusia Menggunakan Strategi Hedging ...
arab_spring2013.pdf Manfreda, Primoz. (2015). Definition of the Arab Spring. diakses pada 24 Oktober 2015. http://middleeast.about.com/od/ humanrightsdemocracy/a/Definition-OfThe-Arab-Spring.htm Nasur, Nader Ibrahim M. Bani. (2014). Syria-Iran Relations (2000-2014). International Journal of Humanities and Social Science, Vol. 4. No. 12October. Nichol, Jim. (2016). Russian Political, Economic, and Security Issues and U.S. Interests. diakses pada 24 April 2016.https://www.fas.org/sgp/crs/row/ RL33407.pdf, Pandeva, Irena Rajchinovska. (2016). The Soviet-Middle East Nexus: Foreign Policy of The Soviet Union Towards The Middle East. diakses pada 13 Februari 2016. http://law-review.mk/ pdf/10/Irena%20Rajchinovska%20.pdf Paniev, Yuri. (2014). Rusia dan Iran Siap Saling Dukung. diakses pada 25 April 2016.http://indonesia.rbth.com/ politics/2014/09/04/rusia_dan_iran_ siap_saling_dukung_24991, Sihbudi, Riza. (2007). Timur Tengah Dalam Sandera Hegemoni Amerika Serikat. Jakarta: Mizan Publika. Wezeman, Pieter D. (2013). Arms transfers to Syria. diakses pada 4 Mei 2016. http:// www.sipri.org/yearbook/2013/files/sipriyearbook-2013-chapter-5-section-3, Zvyagelskaya, Irina. (2016). Russia’s Interests in the Middle East: A New Context. diakses pada 12 Februari 2016. http://www.inss.org.il/uploadImages/ systemFiles/memo129e%20(2)_final.pdf. U.S-Russia Economic Cooperation. diakses pada 25 April 2016. http://www.state. gov/p/eur/rls/fs/193103.htm, Trade in Goods with Russia. diakses pada 25 April 2016. https://www.census.gov/ foreign trade/balance/c4621.html, 19 March 2012: Rise in international arms
Volume 8, Nomor 1, Juni 2016
Dwi Arif Wicaksono
transfers is driven by Asian demand, says SIPRI. diakses pada 5 Mei 2016. http:// www.sipri.org/media/pressreleases/2012/ rise-in-international-arms-transfers-isdriven-by-asian-demand-says-sipri, Syria-Russia relations since 1980. diakses pada 17 April 2016 http://www. khaleejtimes.com/article/20120118/ ARTICLE/301189882/1016, Military expenditure in the Russian Federation during the years 2012 to 2015: a research note. diakses pada 5 Mei 2016. http:// www.sipri.org/research/armaments/ milex/military-expenditure-in-the- russian-federation-2012-2015, Russia and China Increase Defense Spending While US Continues Cutting. diakses pada 5 Mei 2016. http://dailysignal. com/2016/04/11/russia-and-chinaincrease-defense-spending-while-uscontinues-cutting/,
Jurnal Studi Diplomasi dan Keamanan 61