DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/DPD RI/III/2012-2013 TENTANG HASIL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ATAS PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL BERKENAAN DENGAN KEBIJAKAN KURIKULUM 2013
JAKARTA 2013
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/DPD RI/III/2012-2013 TENTANG HASIL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ATAS PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL BERKENAAN DENGAN KEBIJAKAN KURIKULUM 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan salah satu tujuan negara Republik Indonesia; bahwa pemerintah mungusahakan dan menyelenggarakan sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan Undang-Undang; bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan guna menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional dan global sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; bahwa salah satu aspek yang menentukan kualitas penyelenggaraan pendidikan adalah adanya kurikulum yang merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran guna mencapai tujuan pendidikan; bahwa pemerintah mengajukan kebijakan pengembangan kurikulum 2013 di tahun 2013 dengan maksud menyempurnakan kurikulum tingkat satuan pendidikan tahun 2006 dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik; bahwa jadwal dan kegiatan implementasi kurikulum serta dokumen kurikulum yang jelas disusun dan ditetapkan oleh pemerintah kurang terpublikasi di daerah sehingga terdapat kekhawatiran hal tersebut tidak dapat dipenuhi oleh pemerintah; bahwa Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia sesuai kewenangannya berhak melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Berkenaan dengan Kebijakan Kurikulum 2013; bahwa Komite III Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia sesuai dengan kewenangannya telah melaksanakan pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Berkenaan dengan Kebijakan Kurikulum 2013; bahwa berdasarkan ketentuan pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g dan huruf h di atas, perlu menetapkan Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia tentang Hasil Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia atas Pelaksanaan Undang-
119
Mengingat
:
1. 2.
3.
4. 5. 6.
Menetapkan
:
PERTAMA
:
KEDUA
:
KETIGA
:
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Berkenaan dengan Kebijakan Kurikulum 2013. Pasal 22D ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Nomor 123 Tahun 2009, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5043); Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5243); Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Tata Tertib; Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 2/ DPD/2005 tentang Pedoman Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia atas Pelaksanaan Undang-Undang Tertentu; Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 25/DPD/2007 tentang Pedoman Umum Tata Naskah Dinas Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Tahun 2007-2009.
Dengan Persetujuan Sidang Paripurna ke-10 Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Masa Sidang III Tahun Sidang 2012-2013 Tanggal 26 Februari 2013 MEMUTUSKAN: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG HASIL PENGAWASAN DPD RI ATAS PELAKSANAAN UNDANGUNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL BERKENAAN DENGAN KEBIJAKAN KURIKULUM 2013. Hasil pengawasan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia atas pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Berkenaan dengan Kebijakan Kurikulum 2013, disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebagai pertimbangan untuk ditindak lanjuti. Isi dan rincian hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam diktum PERTAMA, disusun dalam naskah terlampir yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari keputusan ini. Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal, 26 Februari 2013 DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA PIMPINAN Ketua,
H. IRMAN GUSMAN, SE.,MBA
120
Wakil Ketua,
Wakil Ketua,
GKR. HEMAS
DR. LAODE IDA
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
LAMPIRAN KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/DPD/III/2012-2013 TENTANG HASIL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ATAS PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL BERKENAAN DENGAN KURIKULUM 2013
JAKARTA 2013
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
HASIL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ATAS PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL BERKENAAN DENGAN KEBIJAKAN KURIKULUM 2013 I. PENDAHULUAN Pendidikan merupakan hak dasar sekaligus hak konstitusional yang harus dijamin pemenuhannya oleh negara. Pasal 31 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan yang diusahakan dan diselenggarakan oleh Pemerintah dengan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. Berdasarkan hal tersebut, seluruh komponen bangsa wajib mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan salah satu tujuan negara Indonesia. Implementasi ketentuan Pasal 31 UUD 1945 dituangkan dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) sebagai landasan hukum menyelenggarakan sistem pendidikan nasional. Di dalam konsiderans menimbang UU Sisdiknas dirumuskan bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu, serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Selain itu, secara operasional terbit Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) untuk memastikan adanya standar minimal di dalam penyelenggaraan pendidikan. Salah satu aspek yang menentukan kualitas penyelenggaraan pendidikan adalah adanya kurikulum bermutu. Kurikulum merupakan jantung pendidikan sebab kurikulum mencakup tiga hal penting, yakni (1) isi dan materi pelajaran; (2) rencana pembelajaran, dan (3) pengalaman belajar. Pasal 1 angka 19 UU Sisdiknas merumuskan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Di dalam konteks sistem penyelenggaraan pendidikan, kurikulum itu sendiri termasuk standar nasional pendidikan, yakni bagian dari standar isi sebagaimana diatur di Pasal 35 ayat (1) UU Sisdiknas. Dalam rangka memperbaiki mutu pendidikan, Pemerintah di tahun 2013 akan memberlakukan Kurikulum 2013 secara bertahap. Kurikulum tersebut mengutamakan pendekatan tematik integratif yang berbeda dengan kurikulum sebelumnya, yakni kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Implementasi kurikulum itu sangat dipengaruhi oleh kecakapan guru dalam pembelajaran di kelas. Dengan demikian, peran guru sangat vital dan esensial sehingga sudah sepatutnya apabila dilibatkan dalam proses perencanaan suatu kurikulum hingga pengimplementasiannya selaku pemangku kepentingan yang strategis. Di sisi lain, guru sebagai pemangku kepentingan yang paling strategis dalam pengimplementasian kurikulum ternyata masih menghadapi setidaknya lima persoalan, yakni (i) kekurangan jumlah guru dan pendistribusian yang tidak merata, (ii) pembinaan guru sangat lemah, (iii) uji kompetensi yang dilakukan tidak sesuai dengan peruntukan, (iv) proses sertifikasi yang berlarut-larut yang berdampak pada kesejahteraan guru, dan (v) minimnya pelindungan terhadap profesi guru.
123
Berdasarkan hal di atas, DPD RI berpendapat bahwa pengawasan terhadap kebijakan penyusunan kurikulum 2013 sebagai bagian dari impelementasi ketentuan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) sangatlah penting dan strategis, terutama dalam rangka pemastian pengimplementasian kurikulum 2013 dapat memenuhi kaidah pedagogis, filosofis-sosiologis, dan yuridis sehingga berkontribusi terhadap peningkatan kualitas penyelenggaraan pendidikan. II.
LANDASAN YURIDIS 1. Pasal 22D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Pasal 31 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. 3. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Pasal 224 ayat (1) huruf e (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5043). 4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 5. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. 6. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
III. TUJUAN PENGAWASAN Tujuan pengawasan pelaksanaan UU Sisdiknas terkait Kurikulum 2013 adalah: 1. menggali informasi, temuan, aspirasi, dan data dari berbagai kalangan yang terlibat dalam penyusunan dan implementasi Kurikulum 2013; 2. menetapkan dan merumuskan sikap dan pernyataan politik Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia atas kebijakan Pemerintah terhadap penyusunan dan implementasi Kurikulum 2013; dan 3. menyampaikan hasil pengawasan dan rekomendasi agar terjadi perubahan kebijakan yang konstruktif terhadap sistem pendidikan nasional secara umum dan secara khusus terhadap penyusunan dan implementasi Kurikulum 2013. IV.
LANGKAH KERJA Langkah kerja yang digunakan adalah: 1. pengamatan/observasi; 2. wawancara dan penyebaran kuesioner; dan 3. diskusi terbuka melalui RDPU dengan pakar dan dengan para pemangku kepentingan yang terkait.
V.
RUANG LINGKUP PENGAWASAN Pengawasan atas pelaksanaan UU Sisdiknas dilakukan oleh DPD RI terhadap seluruh aspek dan proses penyusunan dan implementasi Kurikulum 2013. Secara keseluruhan, pengawasan dimaksud dilaksanakan dalam bentuk sebagai berikut: 1. reses tanggal 27 Desember 2012--13 Januari 2013; 2. kunjungan kerja tanggal 4--6 Februari 2013; 3. rapat kerja dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI tanggal 13 Februari 2013; 4. rapat dengar pendapat umum tanggal 17--18 Februari 2013; dan 5. finalisasi pengawasan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas berkaitan dengan kurikulum 2013 tanggal 17--19 Februari 2013.
VI.
HASIL PENGAWASAN Pengawasan DPD RI terhadap UU Sisdiknas khususnya menyangkut kurikulum 2013 difokuskan pada 4 hal, yaitu (a) umum, (b) penyusunan Kurikulum 2013, (c) substansi Kurikulum 2013, dan (d) faktor pendukung Kurikulum 2013. A. UMUM Secara teoretis konseptual, kurikulum memiliki kedudukan dan peran penting dalam pendidikan karena kurikulum menentukan arah, isi, dan proses pendidikan yang pada akhirnya menentukan kualitas pendidikan. Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan ajar serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaiannya dengan kekhasan, kondisi, dan potensi daerah serta satuan pendidikan dan peserta didik. Dengan demikian, penyusunan kurikulum yang dilakukan satuan pendidikan dimungkinkan disesuaikan dengan program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Konsep di atas tercermin dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Konsep dan pengaturan tersebut kemudian menjadi landasan pembuatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
124
Keberhasilan implementasi kurikulum itu pada hakikatnya sangat dipengaruhi oleh berbagai hal, yakni (1) kesesuaian kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan dengan kurikulum yang diajarkan dan buku teks yang digunakan; (2) ketersediaan buku sebagai bahan ajar dan sumber belajar yang mengintegrasikan keempat standar pembentuk kurikulum sesuai dengan model interaksi pembelajaran serta sesuai dengan model pembelajaran berbasis pengalaman individu dan berbasis deduktif yang mendukung efektivitas sistem pendidikan; (3) penguatan manajemen dan budaya sekolah; (4) kesiapan peserta didik; (5) penguatan peran pemerintah dalam pembinaan dan pengawasan. Apabila kelima hal tersebut berjalan, akan didapat lulusan yang kompeten. Di dalam dinamikanya, kurikulum pendidikan perlu terus disempurnakan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, tuntutan kebutuhan lokal, nasional, dan global. Penyempurnaan kurikulum merupakan keniscayaan yang berkelanjutan agar sistem pendidikan nasional selalu relevan dan kompetitif. Kurikulum sebagai bagian dari teori pendidikan haruslah bersifat teoretis dan praktis. Dengan demikian, konsep kurikulum perlu dievaluasi di dalam tataran praktik atau perlu dilakukan uji coba. Dari hasil uji coba tersebut dapat diperoleh masukan-masukan untuk penyempurnaan konsep kurikulum. Evaluasi kurikulum dapat berwujud evaluasi terhadap kurikulum yang sedang berjalan ataupun berwujud proses uji coba terhadap suatu kurikulum baru. Dalam siklus perencanaan kurikulum, hal seperti itu memerlukan waktu yang cukup lama sehingga penyempurnaan, perubahan, dan pengembangan kurikulum harus dilakukan secara cermat dan berhati-hati karena akan berdampak pada manusia yang sedang berkembang, baik dalam aspek jiwa (psikis), moral, sosial, spiritual, maupun fisik. Pada tahun 2013, pemerintah mengajukan kebijakan pengembangan kurikulum 2013 yang dimaksudkan sebagai respons terhadap (i) tantangan masa depan (globalisasi, masalah lingkungan, kemajuan teknologi), (ii) persepsi masyarakat terkait beban siswa dan dominasi aspek kognitif serta minimnya muatan karakter, (iii) perkembangan pengetahuan dan pedagogis, dan (iv) kompetensi masa depan yang dapat mengatasi persoalan negatif seperti perkelahian pelajar dan korupsi. Di dalam perspektif pemerintah, terdapat kebutuhan melakukan evaluasi ulang terhadap ruang lingkup materi kurikulum dengan tiga prinsip pendekatan, yaitu (1) meniadakan materi yang tidak esensial atau tidak relevan bagi siswa; (2) mempertahankan materi yang sesuai dengan kebutuhan siswa; dan (3) menambahkan materi yang dianggap penting dalam perbandingan internasional. Selain itu, dilakukan evaluasi ulang terhadap kedalaman materi sesuai dengan perbandingan internasional dan dilakukan pula penyusunan kompetensi dasar yang sesuai dengan materi yang dibutuhkan. Berdasarkan perspektif tersebut, penyusunan Kurikulum 2013 dimaksudkan untuk menyempurnakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Tahun 2006. Dalam perspektif pemerintah, pengembangan Kurikulum 2013 akan merumuskan penilaian yang menekankan pada proses dan hasil sehingga diperlukan penilaian berbasis porto folio. Selain itu, terdapat penguatan pendekatan saintifik dan penekanan kemampuan berbahasa sebagai alat komunikasi, alat pembawa pengetahuan, serta alat berpikir logis, sistematis, dan kreatif (pendekatan tematik integratif). B. Proses Penyusunan Kurikulum 2013 1. Legalitas Kurikulum 2013 1.1. Nomenklatur Kurikulum Penggunaan istilah atau nomenklatur Kurikulum 2013 secara legalitas menimbulkan permasalahan sebagai berikut. Pertama, Pasal 38 ayat (2) UU Sisdiknas menggunakan istilah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Demikian pula Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, khususnya dalam Pasal 16 secara eksplisit menggunakan istilah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Dengan demikian, apabila mengikuti dua landasan hukum di atas, yakni UU Sisdiknas dan PP Nomor 19 Tahun 2005, nomenklatur Kurikulum 2013 tidak dapat digunakan sebagai nomenklatur atau penamaan kurikulum karena yang disebutkan hanya istilah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kedua, apabila konsisten menggunakan dasar hukum UU Sisdiknas dan PP Nomor 19 Tahun 2005, nomenklatur yang tepat untuk kurikulum baru adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang Disempurnakan atau Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Implikasi dan konsekuensinya diperlukan penyelarasan langkah-langkah lanjut pengembangan kurikulum agar sejalan dengan semangat PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, kecuali apabila ada inisiatif melakukan revisi terhadap peraturan yang ada.
125
1.2.
2.
3.
126
Pengembangan Kurikulum dan Silabus Ketentuan Pasal 17 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) menyatakan, “Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK, dan departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK.” Di sisi lain, Kurikulum 2013 merumuskan kebijakan pengembangan kurikulum hingga penyusunan silabus dilakukan oleh pemerintah. Sekolah, dalam hal ini guru, hanya mengembangkan materi yang sudah disiapkan oleh pemerintah. Di dalam konteks ini, apabila Kurikulum 2013 diberlakukan, kurikulum itu bertentangan dengan Pasal 17 ayat (2) PP Nomor 19 Tahun 2005. Secara substansial, apabila kewenangan pengembangan kurikulum dan silabus dilakukan pemerintah, tidak dapat lagi dinyatakan bahwa Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan atau pengembangan dari KTSP 2006. Hal itu disebabkan KTSP 2006 secara prinsipil dan esensial meletakkan kewenangan mengembangkan kurikulum dan silabus pada sekolah dalam hal ini guru. Evaluasi KTSP 2006 dan Uji Coba Melalui Proyek Percontohan (Pilot Project) Kurikulum Tahun 2013 Secara konsep, perubahan kurikulum merupakan keniscayaan dalam dunia pendidikan. Hal itu merupakan implikasi dari dinamika perkembangan manusia dalam kehidupan modern. Konsekuensinya adalah kurikulum senantiasa terbuka untuk dievaluasi dalam tataran empiris dan terbuka pula untuk dilakukan uji coba yang dapat dikontribusikan sebagai masukan bagi penyempurnaan atau perubahan kurikulum. Evaluasi kurikulum itu sendiri dapat berbentuk evaluasi terhadap kurikulum yang sedang berjalan atau terhadap suatu proses uji coba pada kurikulum baru. Hingga hasil pengawasan ini disusun, pemerintah belum pernah memublikasikan kajian dan evaluasi KTSP 2006 yang menjadi dasar dan argumentasi terhadap perubahan kurikulum itu secara komprehensif. Padahal, kajian dan evaluasi KTSP 2006 merupakan hal yang harus dilakukan untuk mengetahui efektifitas sebuah kurikulum serta untuk mengetahui kelebihan dan kekurangannya, sebelum kurikulum 2013. Pada saat yang sama sebuah uji coba melalui proyek percontohan (pilot project) atas Kurikulum 2013 juga harus dilakukan guna mengetahui akseptabilitas kurikulum baru tersebut. Melalui sebuah ujicoba segala kelemahan, kekurangan, bahkan kesalahan Kurikulum 2013 yang mungkin timbul dapat diantisipasi sesegera mungkin. Selain paparan di atas, DPD RI juga menemukan daerah yang belum menerapkan KTSP 2006. Padahal, penerapan Kurikulum 2013 telah berada di depan mata. Berdasarkan hal-hal tersebut, Kurikulum 2013 seharusnya tidak dapat dilakukan karena pemaksaan penerapan Kurikulum 2013 justru akan berdampak buruk pada peserta didik. Implikasi Jadwal dan Tahapan Kurikulum 2013 Jadwal dan tahapan di dalam pengembangan Kurikulum 2013 tidak mencerminkan perencanaan yang dilakukan secara matang, khususnya dari aspek ketepatan pemenuhan jadwal atau tahapan dimaksud. Berdasarkan dokumen Penataan dan Penyempurnaan (Pengembangan) Kurikulum yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, 10 Desember 2012, halaman 18 terdapat informasi terkait jadwal penyelesaian kurikulum 2013. Jadwal yang diuraikan dalam dokumen di atas disusun sedemikian ketat, padat, dan singkat, bahkan terkesan tergesa-gesa. Misalnya, penyusunan silabus dilakukan dan diselesaikan hanya dalam waktu 1 bulan, yaitu pada November 2012; uji publik dilakukan hanya dalam waktu 2 bulan, yaitu November--Desember 2012. Demikian pula pendidikan dan pelatihan guru yang dijadwalkan mulai Februari–Maret 2013, saat penyusunan pengawasan ini dilakukan, pendidikan dan pelatihan guru tersebut belum dilaksanakan. Selain itu, kegiatan penulisan buku yang dilakukan pada bulan Desember 2012 sampai dengan Januari 2013 bersamaan dengan tahapan uji publik kurikulum 2013 menimbulkan kejanggalan dalam tataran konseptual. Pertama, dokumen kurikulum belum tersedia, tetapi penulisan buku sudah dilakukan. Padahal, dokumen kurikulum merupakan sumber utama penulisan
C.
buku. Kedua, penulisan buku dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan uji publik. Padahal, seharusnya penulisan buku dilakukan setelah pelaksanaan uji publik karena maksud dan tujuan uji publik adalah untuk memperoleh masukan bagi penyempurnaan dokumen kurikulum sebagai dasar penulisan buku. Paparan tersebut juga menunjukkan ketidakkonsistenan atau bahkan kekeliruan dalam menyusun dan menetapkan tahapan implementasi kurikulum. Alur tahapan yang tepat dalam menyusun, menetapkan, dan mengimplementasikan kurikulum adalah sebagai berikut. a. Penyiapan dokumen kurikulum. b. Sumber belajar dalam bentuk buku ajar dan/atau bentuk lainnya. c. Penyiapan regulasi dan kebijakan pendukung. d. Sumber daya manusia, terutama pendampingan terhadap master teacher dalam rangka pelatihan dan pembinaan guru. e. Implementasi kurikulum 2013 harus diterapkan dengan model proyek percontohan. Substansi Kurikulum 2013 1. Dokumen Kurikulum Dalam suatu pengembangan kurikulum, keberadaan dokumen kurikulum yang lengkap merupakan hal yang tidak dapat dinafikan. Dokumen kurikulum yang lengkap terdiri atas ketentuan pokok kurikulum, deskripsi mata pelajaran, sistem pembelajaran, pedoman penilaian (assesmen), pedoman bimbingan dan konseling (advokasi perkembangan peserta didik), serta manajemen dan budaya sekolah. Sampai saat ini, dokumen kurikulum yang lengkap belum dipublikasikan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI kepada masyarakat. Dokumen kurikulum wajib mencerminkan isi kurikulum dan implikasinya. Desain Kurikulum 2013 jika dilihat isinya mementingkan terselenggaranya proses pembelajaran yang interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi siswa untuk berprakarsa, kreatif, dan mandiri. Kurikulum 2013 menyajikan kelompok mata pelajaran wajib, mata pelajaran peminatan, dan mata pelajaran pilihan untuk pendidikan menengah yang diikuti peserta didik sepanjang masa studinya. Di dalam konteks ini, terdapat peningkatan kebutuhan guru bimbingan karier (BK) atau konselor untuk melakukan pelayanan bimbingan dan konseling dalam membantu siswa memenuhi arah peminatan dan pendalaman mata pelajaran sesuai dengan kemampuan dasar umum, bakat, minat, dan kecenderungan pilihan masing-masing. Di sisi lain, berdasarkan data Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) (2013), saat ini guru BK baru berjumlah 32.000 guru, sedangkan yang dibutuhkan mencapai 125.572 guru dengan asumsi rasio 1:150. Fakta itu memberikan sinyalemen bahwa pemerintah belum memiliki desain antisipatif yang utuh terkait dengan kebutuhan guru BK yang meningkat sebagai konsekuensi pelaksanaan dari Kurikulum 2013. 2. Kurikulum Berbasis Tematis Integratif Kurikulum 2013 melakukan pendekatan sistem kurikulum berbasis tematis integratif. Hal itu perlu mendapat pencermatan sebab seharusnya terdapat perlakuan sama (nondiskriminasi) terhadap semua muatan mata ajar yang namanya atau nomenklatur disebutkan dalam undang-undang dan peraturan yang berlaku, terutama menyangkut mata pelajaran sains (misalnya IPA dan IPS). Ketentuan Pasal 37 ayat (1) UU Sisdiknas menyebutkan bahwa pendidikan dasar dan menengah wajib memuat pendidikan agama; pendidikan kewarganegaraan; bahasa; matematika; ilmu pengetahuan alam; ilmu pengetahuan sosial, seni, dan budaya; pendidikan jasmani dan olahraga; keterampilan/kejuruan; dan muatan lokal. Pada saat satu atau dua materi dari sepuluh materi tersebut dimasukkan ke dalam salah satunya, seperti IPA dan IPS diintegrasikan dalam Bahasa Indonesia, misalnya, penyubordinasian tersebut (meskipun memakai alasan konsep tematik integratif) menampakkan kerancuan secara konsep dan basis kompetensinya serta menghilangkan esensi perintah dalam muatan kurikulum tersebut. Pada hakikatnya kurikulum yang akan dilaksanakan bukan sematamata sekadar menambah atau mengurangi mata pelajaran, tetapi lebih esensi pada perubahan di dalam proses pendidikan itu sendiri yang menekankan pada aspek kreativitas peserta didik dan pendidik sehingga melahirkan proses belajar yang aktif, bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis.
127
3.
D.
128
Keberagaman dan Nilai Lokalitas Pasal 36 ayat (1) UU Sisdiknas mengatakan bahwa pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, sedangkan ayat (2) mengatakan bahwa kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Sementara itu, ayat (3) menyatakan bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan (a) peningkatan iman dan takwa; (b) peningkatan akhlak mulia; (c) peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; (d) keragaman potensi daerah dan lingkungan; (e) tuntutan pembangunan daerah dan nasional; (f) tuntutan dunia kerja; (g) perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; (h) agama; (i) dinamika perkembangan global; serta (j) persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan. Kurikulum yang akan dilaksanakan pada tahun 2013, dalam penyusunannya, sudah mengacu pada delapan standar nasional pendidikan, yaitu standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga pendidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan. Penyusunan kurikulum di tingkat satuan pendidikan juga semestinya mengadopsi prinsip diversifikasi, potensi daerah dan peserta didik, selain juga harus memperhatikan keragaman potensi daerah dan lingkungan. Dengan ditariknya kewenangan pengembangan kurikulum dan silabus di dalam Kurikulum 2013 dari sekolah, dalam hal ini guru kepada pemerintah (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan), dikhawatirkan diversifikasi serta potensi daerah dan peserta didik kurang terakomodasi di dalam kurikulum dan silabus. 4. Penilaian Hasil Belajar Berdasarkan ketentuan Pasal 63 ayat (1) PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, penilaian hasil belajar tidak hanya dilakukan oleh pendidik, tetapi juga dilakukan oleh satuan pendidikan dan pemerintah. Penilaian hasil belajar oleh pemerintah dilakukan dalam bentuk Ujian Nasional sebagaimana diatur dalam Pasal 66 PP No. 19 Tahun 2005 dalam bentuk Ujian Nasional (UN). Penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) itu sendiri selama ini menimbulkan kontroversi. Pertama, Pasal 58 ayat (1) UU Sisdiknas secara eksplisit dan tegas menyatakan bahwa evaluasi hasil belajar peserta didik hanya dilakukan oleh pendidik, bukan oleh pemerintah. Kedua, Putusan Mahkamah Agung atas perkara Nomor 2596 K/Pdt/2009 menyangkut Ujian Nasional menegaskan bahwa UN tidak dapat diselenggarakan sebelum standar nasional pendidikan yang diatur dalam PP No. 19 Tahun 2005 dipenuhi. Berdasarkan dokumen Standar Penilaian Untuk Satuan Pendidikan Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah yang disusun oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Desember 2012, diperoleh informasi bahwa penilaian hasil belajar menurut Kurikulum 2013 diselenggarakan secara internal dan eksternal. Penilaian internal dilakukan oleh guru dalam bentuk penilaian kelas, baik formatif maupun sumatif untuk mengetahui kemajuan dan hasil belajar di kelas, sedangkan penilaian eksternal diselenggarakan oleh pihak luar dalam bentuk ujian nasional. Meskipun demikian, dokumen tersebut tidak menjelaskan secara terperinci dan mendalam apakah penyelenggaraan UN berdasarkan kurikulum 2013 identik dengan UN berdasarkan KTSP 2006. Dalam perspektif DPD RI, apabila Kurikulum 2013 konsisten dengan pendekatan tematik integratif yang melihat kesesuaian antara proses dan hasil disertai penilaian berkelanjutan komprehensif terpadu sehingga menggambarkan tingkat capaian peserta didik secara utuh, model UN berdasarkan KTSP 2006 tidak dapat diterapkan sebab UN model seperti itu hanya mengutamakan penilaian hasil belajar dari ranah kognitif yang tidak sesuai dengan pendekatan tematik integratif di atas. Faktor Pendukung Kurikulum 2013 1. Penulisan dan Distribusi Buku Pedoman Kegiatan penulisan buku dilakukan pada bulan Desember 2012 sampai dengan Januari 2013 yang bersamaan dengan tahapan uji publik Kurikulum 2013. Hal tersebut menunjukan beberapa kejanggalan dalam tataran konseptual. Pertama, dokumen kurikulum belum tersedia, tetapi penulisan buku sudah dilakukan. Padahal, seharusnya dokumen kurikulum yang merupakan sumber utama penulisan buku telah tersedia sebelum penulisan buku dilakukan. Kedua, penulisan buku dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan uji publik. Padahal, seharusnya penulisan buku dilakukan setelah pelaksanaan uji publik karena maksud dan tujuan uji publik adalah untuk memperoleh
2.
3.
masukan bagi penyempurnaan dokumen kurikulum sebagai dasar penulisan buku. Buruknya penyusunan jadwal sebagaimana tampak pada paparan di atas akan berdampak pada kualitas dan muatan buku tidak sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu, buku-buku pedoman tersebut harus sudah terdistribusi ke seluruh Indonesia pada bulan Juli 2013 saat Kurikulum 2013 dilaksanakan. Dengan proses penggandaan yang dijadwalkan rampung pada bulan Mei 2013, buku yang akan digunakan pada Juli dikhawatirkan tidak akan terdistribusi tepat waktu karena terdapat 44.609 SD, 36.434 SMP, 11.535 SMA, dan 9.875 SMK yang akan menggunakan buku tersebut pada bulan Juli 2013. Pelatihan dan Pembinaan Guru, Pengawas dan Kepala Sekolah disertai Pendampingan Berkelanjutan Implementasi Kurikulum memerlukan sumber daya manusia yang memiliki mind set dan kecakapan baru dalam mewujudkan pembelajaran yang mendidik. Pembinaan dan penyiapan sumber daya manusia pendidikan, terutama yang bersentuhan langsung dengan tingkat satuan pendidikan, harus dipastikan dapat menumbuhkan keutuhan mind set baru kecakapan pembelajaran, advokasi, dan asssesment berbasis perkembangan perserta didik serta manajemen dan leadership yang bersifat mendukung dan berbasis kaidah pendidikan. Pelatihan dan pembinaan harus melibatkan semua unsur sumber daya manusia pendidikan (guru, konselor, kepala sekolah, pengawas, dan kepala dinas). Harus dipastikan agar pelatihan berada dalam alur kerja grand design pengawalan kurikulum 2013 dan harus dihindari terjadinya kegiatan proyek parsial yang lepas konteks yang hanya akan bersifat ritualistik formalistik. Pelatihan bagi semua sumber daya manusia pendidikan tersebut dilakukan selama enam bulan dari Januari--Juni 2013 yang terdiri atas enam bagian. Pertama, penyegaran narasumber nasional. Kedua, pelatihan instruktur nasional yang terdiri atas instruktur nasional SD, instruktur nasional SMP, dan instruktur nasional SMA dan SMK. Ketiga, pelatihan guru inti yang terdiri atas guru inti SD, SMP, dan SMA/SMK. Keempat, pelatihan guru yang terdiri atas guru kelas SD, guru mata pelajaran SMP, dan guru mata pelajaran SMA/SMK. Kelima, pelatihan kepala sekolah dan pengawas sekolah inti. Keenam, pelatihan kepala sekolah dan pengawas sekolah. Sistem pelatihan dilakukan dengan cara narasumber nasional akan melatih instruktur nasional, instruktur nasional akan melatih guru inti (master teacher), dan guru inti akan melatih guru kelas/mata pelajaran. Hal itu berlaku, baik untuk pelatihan guru SD, SMP, SMA/SMK, maupun untuk kepala sekolah dan pengawas sekolah. Dengan melihat kondisi wilayah, distribusi, dan skala prioritas serta kondisi geografis yang ada di Indonesia, sistem dan mekanisme pendidikan dan pelatihan sebagaimana dipaparkan di atas sulit untuk diterapkan. Selain itu, efektivitas pelatihan dan pembinaan sumber daya manusia pendidikan yang diselenggarakan tidak akan efektif dan efisien manakala proses pendampingan secara berkelanjutan pascapelatihan dan pembinaan tersebut tidak dilakukan terhadap seluruh sumber daya manusia pendidikan itu. Berdasarkan hal tersebut pendampingan secara berkelanjutan pascapelatihan dan pembinaan menjadi suatu keharusan. Berdasarkan jadwal dan tahapan implementasi kurikulum tahun 2013, tidak terlihat dan tergambar adanya tahapan pendampingan terhadap pelatihan dan pembinaan sumber daya manusia pendidikan. Permasalahan Guru Pengembangan kurikulum 2013 tidak dapat dilepaskan dari peran guru sebab guru merupakan pemangku kepentingan (stake holders) paling utama yang mengimplementasikan kurikulum di dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, pengembangan kurikulum 2013 harus mempertimbangkan kondisi dan permasalahan guru sebab hal itu merupakan faktor utama penentu keberhasilan implementasi kurikulum. Faktanya, hingga saat ini, permasalahan guru masih merupakan bagian dari persoalan pendidikan yang belum tuntas diselesaikan. Temuan Bank Dunia tahun 2011, kualitas guru Indonesia masih rendah. Selain itu, bercermin dari hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) dengan peserta mencapai 243.619 orang sementara skor yang di dapat rata-rata 44,55 atau masih di bawah rata-rata nasional. Hal itu memperkuat indikasi mutu guru yang harus diperbaiki. Dampak rendahnya kualitas guru akan mempengaruhi tingkat pencapaian keberhasilan implementasi kurikulum.
129
Terdapat beberapa permasalahan guru menyangkut kurikulum 2013 yaitu sebagai berikut. Pertama, persoalan mentalitas guru. Dari berbagai kajian, masih ditemukan guru yang belum mengubah pola mengajar yang cenderung berfokus pada guru (teachers learning center) dan cenderung satu arah dengan dominasi metode ceramah. Hal itu perlu pembenahan mengingat kurikulum 2013 dengan pendekatan tematik integratif membutuhkan guru yang kreatif, inovatif, serta memberikan ruang yang lebih luas kepada peserta didik (student learning center). Kedua, kapasitas guru dalam penguasaan teknologi informasi yang masih belum memadai merupakan tantangan dalam penerapan kurikulum 2013. Penguasaan teknologi dan informasi merupakan hal yang niscaya sebab kurikulum 2013 memerlukan dukungan penguasaan untuk memudahkan transformasi ilmu pengetahuan. Ketiga, minimnya guru yang rutin mengikuti pelatihan dalam pengembangan kapasitasnya. Hal itu mempersulit di dalam percepatan adaptasi terhadap kurikulum 2013 sehingga memerlukan pendekatan pelatihan yang lebih optimal dari segi waktu dan metodogi untuk mempermudah penguasaan kurikulum 2013. Keempat, terdapat kekhawatiran dari para guru, khususnya yang mengajar teknologi informasi dan telah bersertifikasi atas hilangnya mata pelajaran teknologi informasi dalam kurikulum 2013. Kelima, persoalan jumlah dan persebaran guru tidak merata. Ada beberapa hal yang menonjol dalam konteks ini, yakni (a) adanya kekurangan guru apabila dibandingkan jumlah peserta didik di daerah; (b) pola rekrutmen guru belum dapat menjaring guru yang berkualitas, khususnya menyangkut kompetensi, dan (c) persebaran guru di daerah tidak merata, khususnya di daerah pedalaman sebagai dampak otonomi daerah yang cenderung mendorong sentralisasi guru di kota-kota besar. Hal itu berkontribusi pada kendala pengoptimalan capaian implementasi kurikulum 2013. VII.
130
SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan paparan di atas, DPD RI menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut. 1. Pengembangan kurikulum 2013 dari aspek legalitas masih terdapat permasalahan berkenaan dengan (i) nomenklatur penggunaan istilah Kurikulum 2013, (ii) kewenangan pemerintah dalam pengembangan kurikulum, dan (iii) silabus yang tidak sesuai dengan Pasal 38 ayat (2) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional serta Pasal 16 dan Pasal 17 ayat (2) PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. 2. Kurikulum 2013 belum mempertimbangkan aspek evaluasi kurikulum KTSP 2006 dan tanpa melalui proses uji coba (piloting project). 3. Jadwal Kurikulum 2013 telah disusun secara tergesa-gesa dengan waktu yang singkat. Tahapan Kurikulum 2013 disusun secara tidak konseptual dan tidak memperhatikan penyusunan tahapan kurikulum yang seharusnya. 4. Substansi kurikulum 2013 belum memenuhi secara komprehensif dokumen kurikulum beserta implikasinya; kurikulum 2013 menggunakan pendekatan tematik integratif yang berpeluang diskriminatif, dan kurikulum 2013 kurang mengakomodasi keberagaman dan nilai lokalitas serta masih menggunakan UN sebagai bentuk penilaian hasil belajar. 5. Potensi daerah dan kearifan budaya lokal tidak terakomodasi dalam Kurikulum 2013 terlihat dari ditariknya kewenangan penyusunan silabus dari sekolah, dalam hal ini guru, kepada pemerintah. Hal itu bertentangan dengan semangat otonomi daerah. 6. Faktor pendukung kurikulum 2013 masih bermasalah khususnya berkenaan dengan penulisan dan distribusi buku, ketiadaan proses pendampingan berkelanjutan pascapelatihan dan pembinaan sumber daya manusia pendidikan, kekurangan guru terutama guru BK, dan belum tuntasnya berbagai permasalahan guru. B. Rekomendasi Berdasarkan uraian dan simpulan di atas, komite III DPD RI merekomendasikan sebagai berikut: 1. mendesak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI melakukan evaluasi menyeluruh terhadap Kurikulum KTSP 2006; 2. menyelesaikan dokumen kurikulum, melakukan sosialisasi, dan mengoptimalkan pelatihan guru di seluruh provinsi; dan 3. menunda implementasi Kurikulum 2013 dengan memperhatikan: a. penyiapan dokumen kurikulum; b. sumber belajar dalam bentuk buku ajar dan/atau bentuk lainnya;
c. d. e.
penyiapan regulasi dan kebijakan pendukung; sumber daya manusia, terutama pendampingan terhadap master teacher dalam rangka pelatihan dan pembinaan guru; dan implementasi Kurikulum 2013 harus diterapkan dengan model piloting project.
VIII. PENUTUP Laporan hasil pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional berkenaan dengan kebijakan kurikulum 2013 disampaikan sebagai bahan masukan dan pertimbangan agar Pendidikan di Indonesia pada masa yang akan datang menjadi lebih baik. Jakarta, 26 Februari 2013 DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA PIMPINAN Ketua,
H. IRMAN GUSMAN, SE.,MBA Wakil Ketua,
Wakil Ketua,
GKR. HEMAS
DR. LAODE IDA
131
132