Nomor: RISALAHDPD/KMT.I – RDPU/I/2017
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA -----------
RISALAH RDPU KOMITE I DPD RI MENGINISIASI PENYUSUNAN RUU TENTANG ETIKA PENYELENGGARAAN NEGARA MASA SIDANG III TAHUN SIDANG 2016-2017
I.
KETERANGAN
1.
Hari
:
Senin
e 3. 4. 5.
Tanggal Waktu Tempat Pimpinan Rapat
: : : :
30 Januari 2017 13.45 WIB – 15.40 WIB R.Sidang 2A Pimpinan Rapat 1. Drs. H. Akhmad Muqowam (Ketua) 2. H. Fachrul Razi, M.IP (Wakil Ketua) 3. Benny Rhamdani (Wakil Ketua)
6.
Sekretaris Rapat
:
7.
Acara
:
Menginisiasi penyusunan RUU tentang Etika Penyelenggaraan Negara dengan Narasumber: 1. Brigjen Pol. (Purn) Dr. Drs. Taufiq Effendi, MBA 2. Prof. Miftah Thoha, MAP.
8. 9.
Hadir Tidak hadir
: :
Orang Orang
II. JALANNYA RAPAT :
RAPAT DIBUKA PUKUL 13.45 WIB
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI) Baik. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Bismillah, Alhamdulilah dan salam sejahtera untuk kita semua. Yang saya hormati segenap Pimpinan dan Anggota Komite I Dewan Perwakilan Daerah. Yang saya hormati dua narasumber. Dua narasumber ini tidak bisa digantikan oleh siapa pun berlaku Pasal 1, Pasal 2. 1, senior selalu benar dalam hal keilmuan beliau berdua ini. Pasal 2 jika senior salah kembali ke Pasal 1. Jadi senior selalu benar terus ini. Pak Taufiq dan Pak Miftah selalu benar terus saya kira dalam pembicara mengenai ini saya kira. Pak Pasek tadi votingnya sudah tampil saya kira pada satu fraksi saya kira. Maksudnya apa, saya tidak tahu tadi Pak pada vote Pak Taufiq . Pak Hendri, Pak Badri kemudian sebelah kanan saya ini ada 3 orang, 3 lawan 3 Prof. Satu adalah Bu Eni dari Jawa Barat, kemudian Bu Dewi dari Nusa Tenggara Barat, kemudian Ibu Iin dari Riau ya, kemudian Pak Ali beliau dari Gorontalo yang disana pak. Sebelah kanan saya baru hadir adalah Pak Fachrul Razi beliau dari Aceh. Pak Razi dari Daerah Istimewa Aceh menjadi Nangroe Aceh Darussalam pernah iyakan nah sekarang kembali ke Provinsi Aceh. Ibu dan bapak sekalian dengan ucapkan Bismillahirahmanirrahim rapat kami buka dan terbuka untuk umum. Dalam rangka RDPU dengan 2 narasumber kita, satu adalah Bapak Taufiq Effendi saya tidak sebut gelar dan pangkatnya semua orang sudah tahu semua. Kemudian yang kedua adalah Pak Miftah Thoha, gelar dan pangkatnya tidak saya sebut karena ini empunya kalau bicara birokrasi beliau ini pak. Empunya birokrasi di Indonesia itu beliau Pak Miftah Thoha. Pak Taufiq dan Pak Miftah, DPD dekat jibah pak dapat kewajiban untuk membuat NA dan RUU mengenai etika penyelenggaraan negara. Saya kira satu diantara sekian undang-undang dalam hal reformasi di Indonesia ini diperlukan salah satunya ya itu. Saya kira amanat berbagai Tap MPR mulai MPR Tahun 1998-2001 itu masalah etika. Ya mungkin hari-hari ini masalah hoax, masalah medsos, masalah lain-lain juga karena memang belum ada undangundang ini pak sehingga etika penyelenggara tidak karu-karuan pak. Ini antara idealita dan fakta itu langsung berhadapan dan salah satunya adalah kemudian di dalam Prolegnas pemerintah, DPD, DPR menjadikan undang-undang ini sebagai bagian dalam rangka long list 2015-2019 dan akan menjadi prioritas utama di 2018. Nah karena itu bapak, ibu sekalian di dalam mekanisme kita Pak Taufiq dan Pak Miftah ya tentu kita meng-hire beberapa tenaga ahli untuk dijadikan sebagai staf ahli undang-undang ini. Saya kira berjalan sudah di Komite I kemudian dalam rangka membuat formula kami mengadakan RDP, RDPU dan juga nanti Raker dengan Menpan Reformasi dan Birokrasi. Tadi pak kita mengundang pak siapa tadi, Pak Deddy Prata Kusuma Deputi di Kemenpan kemudian rencana juga hadir adalah Pak Eko Prasojo tapi beliau tidak hadir mungkin masih bersama Tina Talisa mungkin itu karena kemarin masih menjadi apa, moderator dalam rangka debat Pilkada DKI. Hari ini beliau berdua kemudian pada hari-hari yang akan datang kita akan melakukan pendalaman terhadap berbagai pemikiran yang ujungnya nanti kita akan formulakan dalam naskah akademik dan RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS III TS 2016-2017 (SENIN, 30 JANUARI 2017)
1
Rancangan Undang-Undang. Saya kira kita tidak akan mengurui para guru besar depan saya ini, satu guru besar di kampus, lalu yang kedua guru besar pada waktu beliau menjadi Menpan Birokrasi dan Reformasi. Singkat memang tapi adalah atbrefis fitalonga pak bukan atlonga fitabrefis kalau atlonga fitabrefis ya kalau Pak Taufiq ini termasuk adalah atbrefis fitalonga jadi panjang terus ilmu yang dikembangkan pada waktu beliau menjadi Menpan Reformasi Birokrasi. Nah selanjutnya pak ini jam 2 kurang ¼, jam 2 kurang 10 menit waktu Komite I kita sepakat berbagi waktu antara teman-teman yang mendalami dan bapak-bapak yang memberikan materi di dalam RUU ini. Untuk pertama Pak Miftah, Pak Taufiq dulu atau Pak Miftah dulu ini? Ya saya kira Pak Taufiq dulu. Pak Taufiq dulu lah saya tidak bisa meminta tapi oleh kesepakatan berdua. Secara etis beliau berdua punya etika saya kira. PEMBICARA: Prof. Dr. MIFTAH THOHA, MPA (NARASUMBER) Begni waktu beliau jadi Menpan beliau ini sering mengatakan kepada saya dan saya selalu dipanggil lagi mas sama beliau. Beliau ini saya panggil Kang Mas karena dia kakak kelas saya di Sospol dulu tapi nyeberang jadi Jenderal Polisi begitu loh itu beliau karena itu sampai sekarang saya adalah kurang hormat kalau saya lebih dulu dari beliau. Terima kasih. PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI) Silakan Pak Taufiq Effendi. PEMBICARA: Brigjen (NARASUMBER)
Pol.
(Purn)
Dr.
Drs.
TAUFIQ
EFFENDI,
MBA
Bismillahirahmanirrahim. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya waktu di panggil oleh Pak Muqowam saya sedang berada di luar kota lalu di telepon oleh Pak Bambang, Pak Muqowam panggil Senin Pukul 13.00 WIB bayangin. Luar biasa saya datang pukul 13.30 WIB beliau datang pukul 14.00 WIB di sini. Begini satu pertanyaan saya saudara-saudaraku, ihwanku kita mau bersungguh-sungguh membuat undang-undang ini tidak, kita tekad tidak buat bikin ini, tidak tanggung-tanggung ini sangat berbahaya, syaratnya harus berani you got had the guts kalau tidak punya keberanian, jangan. undang-undang ini menuntut keberanian yang amat sangat. Ini akan menjadi sebuah signature bagi DPD. Ada meninggalkan bekas, ada bekasnya dengan undang-undang ini. kejadian demi kejadian seperti sekarang ini ketiadaan undang-undang ini. Di negara-negara maju Undang-Undang Etika itu yang terutama. Setiap pejabat mempunyai etika. Ini undangundang ini saya sampaikan pada tahun 2005-2006, ada 8 undang-undang yang saya minta dibuat Alhamdulillah Pak Ketua, 6 diantaranya sudah dibuat Undang-Undang Pelayanan Publik, Undang-Undang tentang Arsip Negara, Undang-Undang Administrasi Pemerintahan, Undang-Undang tentang ASN yang sekarang sedang di uyek-uyek ini. Menciptakan UndangUndang ASN itu tanya beliau ini saya bilang kamu harus siapkan itu, saya marahi dia, saya marahi Sofyan. Hanya itulah ciri khas negara ini sekarang mau dirusak lagi mau dibalikin seperti jaman dulu saja. Oke. Saya hanya membuat 3 hal saja tentang undang-undang ini, yang harus ada di undang-undang ini satu tentang nilai-nilai NKRI itu ya. Pertanyaannya adalah apakah saudara-saudara cinta pada NKRI? Bukan cinta yang kaya di WA itu Pak Pasek tapi cinta ang sungguh-sungguh Lilahita'ala kalau tidak ya sudah selesai kita. Kalau bicara tentang cinta pada NKRI harus utuh. Terimalah secara utuh. Pikir rupa nya NKRI kaya RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS III TS 2016-2017 (SENIN, 30 JANUARI 2017)
2
gini iki loh. Jangan NKRI tapi ya jangan, maaf kalau NKRI pakai tapi, but, no exception, no we can’t go on. Pak, bu jaman Belanda dulu Indonesia itu di bagi 3 Uni India Belanda itu Eropa golongan I, golongan 2 Cina dan Arab, 3 itu bumi putera kok sampai hari ini masih kayak begitu, betul tidak, kalau jujur loh. Ya jadi pemimpin pemimpinan sedangkan pengusaha-pengusahanya pengusaha-pengusaha yang betul-betulan dalam loh ini kata-kata ini sangat dalam loh ini, renungkanlah. Yang jadi pemimpin hanya yang punya duit atau kebetulan ada yang duiti sedangkan si pengusaha ini betul-betul. Satu-satu korban kita bergelimpangan, terakhir Patrialis. Satu persatu orang di rayu lah kan manusia, manusia juga, saya hanya lindungi Tuhan jadi selamat kalau tidak mungkin takut juga, akan jadi terus. Jadi nilai-nilai NKRI itu harus bulat dalam undang-undang ini. Mohon dirumuskan pak, nilai-nilai NKRI pak. Didalamnya itu pasti ada nilai-nilai Pancasila pak. Sebetulnya tidak terlalu sulit Berketuhanan yang Maha Esa, nilainya apa disitu? ngerti sing apik harus sing ngelek itu nilainya tahu yang baik dan yang buruk, tahu yang hak dan yang batil, tahu yang halal dan yang haram. Itu nilainya sak mono tak wae kok angel mentu yo iyakan nilainya kan cuma itu. Iya tidak Pak Muqowam. Yang kedua, kalau kita cinta NKRI cinta seutuhnya, kafah, kekurangannya perbedaannya dan itu mewarnai cara kita memimpin, cara kita berbicara, cara kita mengambil keputusan ada etikanya semua dan nilai-nilai dari Undang-Undang Dasar’45 harus masuk situ dan kemudian nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika itu harus diterima. Satu itu pak, nilai-nilai NKRI itu. Nanti tolong ijinkan saya pada suatu saat ada waktu pada acara yang lain saya akan kupas secara menyeluruh. Kedua adalah nilai-nilai tentang peran penyelenggara negara. Peran, one single word peran. Mohon maaf tadi saya bergurau, anda sudah punya istri? Saya bilang ada pegawai, sudah. Tahu peran suami apa? Banyak orang sedang beristri peran suami tidak tahu. Tahunya fungsi. Ada yang jawab oh pak memberi nafkah lahir dan batin, itu kewajiban le bukan peran itu. Saya orang Kalimantan ini biasanya peran itu kalau di Jawa sana diucapkan pada malam midodareni, tentang peran le sistokuit jadi patuku tapi bisa ne kui kudisong ngayomi anakku, itu peran itu di tulis dalam buku Catur Weda itu tapi bisa kui kudu iso mengayomi anakku. Mengayomi itu peran suami, si istri terasa terlindungi dia hidupnya. Kabin kalipun kui kudu iso ngayomi anakku itu Pak Mif tahu ayo di catat. Ngayomi kapin kalipun ngayomi. Rasa damai si istri itu, kemana pergi suami dia tidak takut, dia tahu dia pergi mencari nafkah bukan cari janda. Kemana pun pergi dia damai oh pucuk kukilo wapi ngayomi. Kayomi, ngayomi, kapin tigo diput ngayani. Bapak Muqowam orang Jawa nah saya orang Kalimantan tahu. Ngayani, jadi memberikan harta tadinya tidak punya cincin, punya cincin, menafkahi, memberi harta bukan nafkah. Memberi harta. Kaping sekawani pun koe kudu hanganti anakku. Hanganti, hangan itu menemani, so you why never feel lonely, ditelepon pun selalu ada, jangan ditelepon mati melulu itu nggak ngayem, kok mati terus mas telepon ne, waduh aku di basement ini. Pasti sedih ini orang basement. Black spot. Itu perasaannya. Sekarang apa peran daripada penyelenggara negara? Ya mas betul peran dari penyelenggara negara itu dituliskan dengan jelas peranannya? Nilainilai ini harus ada. Perannya adalah peran eksekutif, legislative, yudikatif perannya sama satu. Perannya ditulis dalam pembukaan UUD 1945, mensejahterahkan rakyat. Ada disini pikirannya satu biar supaya rakyat lebih sejahtera. Saya bermimpi Pak Muqowam bagaimana suatu saat kita DPD merumuskan ini bersama-sama mengenai peran ini. Ini akan menjadi buku yang sangat tebal Pak Miftah. Misalnya bagaimana kesehatan bicara soal kesejahteraan rakyat, semuanya bicara begitu dari segi kemampuan mereka. Kedua, tugas kita amanat yang diberikan oleh undang-undang kepada kita adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Itu kedua. Mencerdaskan kehidupan bangsa dan yang ketiga ikut serta pencapaian dunia itu. Ini amanah, peran itu, itu. Dia di DPD, di DPR kek, dia jadi polisi, jadi dokter jadi apa kek. Tiga ini peranannya. Setuju tidak, dan yang ketiga bagian yang terakhir dari situ, nilai-nilai kejujuran. Saya membaca RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS III TS 2016-2017 (SENIN, 30 JANUARI 2017)
3
tulisannya pak bekas rektor UIN siapa itu? Pak Kamaruddin Hidayat. Baca itu. Bahwa Denmark jadi salah satu negara yang termakmur di dunia karena satu saja, jujur. Just what single word honest, trust, jujur. Coba tengok disana hanya mempraktekan satu kata saja jujur. Gurunya tidak risau kalau anaknya bodoh-bodoh sedikit tapi kalau anaknya sampai tidak jujur risau gurunya. Ada nilai di awali apuse wis bioso kabag entek ngapusi. Sejak kecil anak kita. kita ajari ngapusi ada telepon bilangin bapak tidak ada oh ning ngapusi entok toh ya. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI) Pak Taufiq jarang namanya rapat ada tepuk tangan itu pak, ini yang tidak pernah ya pak, jarang sekali pak. Bapak sudah mampu membangkitkan etika temen-temen Komite I saya kira itu. Jadi Ibu Eni gairah itu beda tempat, beda makna loh bu. Nah kalau siang kerja, malam juga kerja saya kira Pak Taufiq. Loh langsung. PEMBICARA: Brigjen (NARASUMBER)
Pol.
(Purn)
Dr.
Drs.
TAUFIQ
EFFENDI,
MBA
Itu Ibu Eni itu bedanya tidur dan bobo. Kalau tidur angler, kalau bobo usrek. PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI) Ini saya tidak mau mengatakan bahwa ini berdasar pada pengalaman loh ya, kalau itu soal lain lah ya tapi saya, saya hampir yakin bahwa Pak Taufiq ini tidak sekedar sekarang saya mengenal, tahun ’86 saya kira, saya sudah kenal beliau ketika beliau menjadi, Binmas Polda Jawa Tengah pak, masih kaya begini dulu kolonel lah dulu. Dulu kalau di Polda ada beliau, di Kodam ada Pak Lutfi Banser, tidak tahu beliau sudah dimana sekarang ini. Satu Asospol Pak Lutfi Banser saya bilang ini kan pasti ansor ini, Banser kok kalau ansor belum tentu Banser, kalau Banser mesti ansor. Jadi TNU ini tentara Nu yang satu itu. Nah yang kedua Pak Taufiq ini nggak tahu, tahu-tahu sudah jadi penjabat tinggi negara repot, saya cuma ingat-ingat ini Pak Taufiq itu yang polisi pada Jawa Tengah yang saya mengenal baik. Saya waktu itu masih di ansor Jawa Tengah lah kira-kira begitu. Ya masih begini dari dulu pak. Kalau ada Pak Ismoyo beda-beda tipis dengan Pak Ismoyo pak. Terima kasih Pak Taufiq. Pak Prof silakan, Pak Prof Miftah. PEMBICARA: Prof. Dr. MIFTAH THOHA, MPA (NARASUMBER) Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Alhamdulillahirobbil alamin, washolatu wassalamu 'ala asrofil ambiya iwal mursalin wabika warosulika wahabibina wasyafiina wamaulana Muhammadin wal ali wasohbihi waman tabia bihi sabila yaumiddin amaba. Saya juga mulai kaget melihat Pak Taufiq yang saya kenal sejak dulu tidak seperti itu. Dulu waktu jadi Menpan paling adem. Saya itu merasa kalau dipanggil beliau di Menpan dan sering memanggilnya sehingga Menpan itu seperti saya berada at home disana, kebetulan sesuai dengan keahlian dan kompetensi yang saya pelajari selama ini disana. Sejak beliau meninggalkan Menpan dan pindah di Senayan ini masih juga manggil saya. Jadi ketika beliau mempunyai ide untuk menyusun memperbaiki Undang-Undang Kepegawaian dia merasa orang Gajah Mada yang tahu administrasi pemerintahan itu cuma 2 orang kata beliau yang satu Profesor Sofyan Effendi dan saya sendiri sehingga Undang-Undang ASN itu yang idenya beliau ini jadi Undang-Undang itu di Komisi II lama saya bergaul disitu dan berjuang RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS III TS 2016-2017 (SENIN, 30 JANUARI 2017)
4
untuk itu sehingga lahirlah tahun 2014 itu dibawah kepemimpinan Presiden SBY undangundang itu disahkan tapi sekarang saya dengar di luar Senayan ada upaya untuk merevisi undang-undang karena, saya mendengarnya di luar Senayan. Pak Muqowam jangan salah paham terus dong sama saya. Ya jadi begitu sekarang akan direvisi undang-undang itu maka sekarang saya di undang oleh Komite I DPD ini diminta ikut menyumbangkan pikiran mengenai etika penyelenggara pemerintahan itu. Insya Allah saya mau. Dulu waktu panjenengan undang saya yang tahun berapa itu, saya pas kebetulan sakit. Sakitnya sakit muda pak, orang tua tapi sakit usus buntu itukan penyakit muda itu, saya dioperasi saat itu pak sehingga saya tidak bisa datang kemari. Nah sekarang saya ingin menyumbangkan pikiran saya mengenai ini. Menurut saya selama masa reformasi ini sejak tahun’98 sampai sekarang ini lebihlebih pada akhir-akhir ini penyelenggara pemerintahan itu diwarnai oleh tata kelola penyimpangan baik di pemerintah pusat maupun di pemerintahan daerah. Komplit sekarang ini pak. Tindakan Pungli semakin berani di departemen ini dan semakin meriah tindakan korupsi dilakukan oleh mereka. Saya heran ketika Pak Presiden mengatakan bahwa Pungli itu harus segera diatasi kalau KPK juga diminta menyelenggarakan korupsi apa ini pembagian kerja atau bagaimana ini, KPK urusan korupsi, Pungli aku urusi, kira-kira itu mungkin. Tindakan kedua macam tindakan yang tidak bagus ini sekarang sudah merambah tidak hanya di lembaga eksekutif pemerintahan tapi juga di lembaga legislatif dan yudikatif. Ini menunjukkan keprihatian kita pak jadi kalau Komite II sekarang berinisiatif untuk menyelenggarakan undang-undang ini, saya kira walaupun sudah ternyata tergolong terlambat tetapi tidak bisa tidak apa-apa ini tidak ada waktu yang terlambat itu walaupun sebenarnya sudah terlambat. Barangkali penyebab pokok terletak pada peran konsep reformasi yang dan perbaikan perubahan belum menyentuh pada referensi yang mendasar. Rekruitmen sumber daya manusia Pak Ketua dan anggota DPD yang terhormat, sebagai pelaku atau atur pelaksana politik dan birokrasi politik dan birokrasi dan managemen pemerintahan itu sekarang sudah mulai jauh dari harapan yang baik. Pemerintah ini belum menunjukan transparansi kompetensi yang sesuai dengan keahlian professional. Jabatan yang dilakukan oleh masing-masing pemangku jabatan itu akan tetapi masih bersifat kedekatan kekuasaan individu yang berkuasa. Contoh yang paling dekat sekali dalam muka kita atau mata kita ini adalah yang sekarang banyak dikhawatirkan oleh akademisi di kampus Pak Ketua adalah penunjukan para menteri di kabinet presidensil ini selama masa reformasi ini. Tidak lagi mencerminkan perilaku kabinet presidensil ataupun barangkali juga kabinet parlementer sekalipun. Inilah awal mula etika di segala bidang urusan negara dan pemerintahan ini kurang memperoleh perhatian kita bersama dan inilah penyebab referensi mendasar yang saya katakan sebagai refenrensi etika moral yang tadi banyak diuraikan oleh yang saya hormati Kang Mas Taufiq Effendi yang tidak mencekam dalam sikap dan perilaku manajemen pemerintahan kita ini. Dari 3 komponen managemen pemerintahan yaitu dilembaga atau rohanisasi pemerintahan sistim yang dipergunakan dan sumber daya manusia yang melaksanakan penataan reformasi dan perbaikan kurang menaruh perhatian kita. Sementara itu tanpa mengurangi perhatian kita pada upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah terdahulu dan sekarang juga maka masih banyak hal yang memperlukan perhatian kita. Lembaga dan sistem masih banyak menaruh perhatian untuk disempurnakan. Jadi kalau Komite II eh Komite I, mohon maaf DPD berinisiatif untuk menekankan tata kelola pemerintahan dengan memberikan perhatian kepada tata kelola etika penyelenggara pemerintahan kiranya perlu di dukung. Belum ada kata terlambat walaupun sebenarnya kita bisa dikatakan terlambat. Mari kita lihat keadaan empiris di negara kita ini selama era reformasi ini kalau kita amati lembaga birokrasi pemerintah jumlah besaran kekuasaan dan diskresinya semakin besar tapi akuntabilitas publik sangat rendah. Sementara itu perubahan lingkungan strategis nasional, RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS III TS 2016-2017 (SENIN, 30 JANUARI 2017)
5
perubahan sistem kepartaian semakin sangat menjauh dari hakekat dari negara kesatuan. Tadi Bapak Taufiq sudah sudah mengatakan NKRI tapi saya akan menekankan selain NKRI juga menekankan lagi negara kesatuan. Sistim negara kesatuan jangan sampai disalahgunakan mengenai tata pemerintahan kita ini. Di dunia literatur kita mengenal sistem negara itu ada dilakukan dengan unitary system, negara kesatuan dan parlementery system. Yang namanya unitary system itu dalam literatur yang saya baca kekuasaan dan kewenangan menjalankan pemerintahan itu ada di tangan pemerintah pusat. Jadi ada di tangan pemerintahan pusat sedangkan kekuasaan kemenangan di daerah itu melalui sistem desentralisasi bukan seperti sekarang sistem otonomi daerah. Otonomi itu bukan istilahnya negara kesatuan yang saya baca di literatur tapi itu lebih banyak berada di negara bagian disana otonomi itu. Kita tidak mengenal negara bagian itu. Sejak Bung Karno memimpin negara kita, sudah tekad negara kita itu negara kesatuan, unitary system pemerintahan di daerah itu melalui sistem desentralisasi. Sistem desentralisasi itu pelaksanaannya ada tergantung pada the pleasure of central government, sangat tergantung pada kemurahan hati pemerintah pusat karena itu negara kesatuan bisa ada sentralistis ada desentralistis. By the preasure of central government, ucapan saya ini ucapan literatur dalam bahasa inggrisnya yaitu semua tergantung tapi saya ingin flash back sebentar tahun ‘98 itu saya ditunjuk oleh temen saya di Depdagri yang namanya Ryaas Rasyid kebetulan jadi Dirjen atau jadi apa waktu itu diminta ikut menyusun Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 mungkin bapak-bapak masih ingat saat itu. Di belakang kami tim itu ada orang Jerman itu yang namanya siapa itu pak orang Jerman itu jadi lupa saya namanya timnya itu, itu banyak membantu kami. Di Jerman itu sangat desentralistis pak disana federal pak lah. Kebetulan sebelumnya pemerintahan kita itu sangat sentralistis dari Pak Harto tapi melupakan dengan kesatuan itu. Lalu kita di ojo-ojoi apanamanya di ojo-ojoi itu apa bapak istilahnya, dipengaruhi oleh orang-orang yang sentralistis ini untuk memberikan otonomi dan desentralisasi kepada daerah. Ingat tidak bapak waktu itu di undang-undang, kekuasaan kewenangan titik berat otonomi itu dimana pak di kabupaten dan kota. Ini prinsip negara mana ini, itu yang ada di negara bagian begitu. Kita titik berat otonomi di kabupaten dan kota sampai sekarang yang namanya bupati dipanggil gubernur kan dulu tidak mau nah sekarang mulai disusun kembali kewenangannya SMA dan SMK atau, itu di provinsi sekarang. Jadi mulai ada dirembetkan kesana. Yang kedua bapak ingin tahu kewenangan pemerintah pusat di daerah itu dimana pak? Di gubernur. Jadi yang namanya kewenangan gubernur itu di dalam negara kesatuan, kewenangannya pemerintah pusat. Jadi kewenangannya itu ada di gubernur pak, di kabupaten itu ada kewenangan daerah yang titik beratnya disitu. Ini bapak sadar nggak bahwa negara kita itu sudah terlalu menyimpang dari negara kesatuan. Cuma yang ditekankan di NKRI itu adalah sampai sekarang masih kita peratakan sejengkal pun daerah republik ini tidak boleh, sejengkal wilayah republik diambil orang lain. Itu segi security-nya yang paling menonjol tapi segi sistem pemerintahan itu masih sangat jauh. Ini barangkali juga yang perlu juga mendapatkan perhatian kenapa tadi, apa yang dikatakan Pak Taufiq sampai sekarang itu belum terwujud. Maka oleh karena itu kalau kita mau membetuli, membetulkan penyempurnaan ini juga perlu di dan kita lihat sendiri lagi mengenai sistem pemerintahan kita ini. Yang kedua bapak, kalau kita lihat empiris di negara kita ini sekarang ini yang namanya kekuasaan itu, partai politik itu adalah suatu organisasi yang menurut Bung Karno mungkin bapak-bapak kan bukan partai politik kan ini, wakil daerah kan disini. Iya Pak Muqowam? PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI) Ada yang di partai politik. RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS III TS 2016-2017 (SENIN, 30 JANUARI 2017)
6
PEMBICARA: Prof. Dr. MIFTAH THOHA, MPA (NARASUMBER) Ya itukan, itu yang perlu di etikanya kaya apa nanti. Di jaman partainya Bung Karno dulu, partai Bung Karno dulu sampai sekarang itu partai politik kan ideologinya kekuasaan pak, jadi bagaimana dia memperoleh kekuasaan lalu melaksanakan kekuasaan, mempertahankan kekuasaan itu Bung Karno. Ideologi itu sampai sekarang masih terus berkembang pak padahal yang kita rapatkan yang namanya wajah birokrasi kita ini kan ada tiga macam, yang pertama birokrasi kita ini wajahnya menurut Max Webber adalah wajah professional, orang yang kompeten, orang yang ahli yang ada disitu karena dia yang melaksanakan kebijakan. Wajah kedua birokrasi kita ini wajah politik maka tidak asing dimana di negara ini, di negara demokrasi partai politik itu kalau memenangkan suara dia pasti memimpin birokrasi. Jadi partai politik itu kalau nanti berkuasa di pemerintahan dia akan memimpin birokrasi. Sejak dulu waktu saya masih dipanggil Pak Taufiq saya sudah bilang sama beliau “Pak, tata kerja hubungan kerja politik dan birokrasi itu perlu dirumuskan dengan baik”. Belum sempat diperbaiki Pak Taufiq, Pak Taufiq meninggalkan Menpan. Saya harapkan beliau bisa bertahan disana sehingga bisa. Sampai sekarang tidak pernah ditata hubungan birokrasi dan politik, yang ada hubungan bahwa pejabat politik yang memimpin birokrasi ini penjabat penguasa pak yang dikuasai birokrasi. Maka kalau penjabat kekuasaan menjabat ini mempunyai kekuasaan tertentu, kewenangan tertentu harus birokrasinya tunduk dan setia melaksanakan itu. Jadi kalau penyimpangan-penyimpangan terjadi di dalam birokrasi pemerintah, jangan disalahkan birokrasi yang profesional seharusnya itu awalnya dari kebijakan yang dibuat oleh pejabat-pejabat politik ini karena belum pernah ditata hubungan kerja itu. Di Amerika bapak-bapak sudah pernah dengar pidatonya Kennedy dulu when my country begin, my loyalty to my party end. Barangkali kalau loyalitas kita pada negara itu mulai saya dipanggil dengan kepala negara maka kalau loyalitas pada partai kita berakhir. Di republik ini tidak begitu, orang-orang partai politik yang menjabat pemimpin birokrasi pemerintah adalah kader partai politik itu bukan penjabat negara. Pak Harto dulu mengatakan semua Golkar yang mendapat menteri dan sebagainya itu tidak disebut penjabat Golkar, atau penjabat politik tetapi pejabat negara, kenapa tidak dikembalikan itu. Jadi mereka itu disitu adalah mengabdi untuk negara, untuk seluruh rakyat ini nggak bukan presidennya partai. Sejak SBY pak, mohon maaf sampai sekarang yang namanya presidennya itu selalu menggunakan partai-partai, warna partai. Pak SBY itu dulu dasinya itu biru pak, betul nggak pak iya mungkin bapak juga sudah tahu mengapa bertanya. Sekarang kalau saya lihat Pak Jokowi itu pakai jas juga Pak Menteri Dalam Negeri maupun Pak Menteri Ham Hukum itu dasinya merah. Dasikan banyak warna republik ini apa itu mewujudkan dari merah putih atau bagaimana saya tidak tahu, ini menunjukan bahwa adanya politik itu kader partai itu disitu pak. Jadi oleh karena itu pak kalau kita ingin atau pak Komite I ini ingin, saya selalu bilang Komisi II karena beliau dulu sering manggil saya di Komisi II di DPR itu ya. Saya ingin mengatakan sebenarnya masalah etika yang akan dikembangkan oleh komisi ini sangat bagus sekali. Etika itu sebenarnya kan suatu tatanan moral yang harus diikuti dan diaplikasikan dalam sikap dan perilaku pelaksana sistem pemerintahan ini. Etika yang mau membedakan antara yang buruk, yang baik sama yang jelek. Etika itu kalau istilahnya Pak Muqowam itu kalau ngaji itu, saya kutipkan di dalam surat Al-Baqarah ayat 42 Bismillahirrahmanirrahim. Yang namanya etika itu wala talbisul haqqo bilbatili wataktumul haqqa wa antum ta'lamun, jangan kau campur adukan yang batil itu itu dengan yang hak. Betul pak, wala talbisul haqqo bilbatili wataktumul haqqa wa antum ta'lamun sedangkan anda tahu yang hak itu tapi anda sembunyikan. Itulah yang terjadi di masa republik ini pak. Jadi kalau komite ini sadar mengenai perlu ada undang-undang itu kita tunggu itu pak. Dengan demikian makan nanti jangan sampai setiap orang yang diangkat dalam jabatan itu RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS III TS 2016-2017 (SENIN, 30 JANUARI 2017)
7
tidak mengerti surat Al-Baqarah ini atau tidak menegrti etika itu. Sekarang mengangkat menteri saja yang bukan dari ini tetapi dari kedekatan orang-orang dengan presidennya. Betul presidensil itu kekuasaan menetapkan kabinet itu dari presiden tapi banyak orang partai disitu. Saya kemarin membaca kritiknya Faisal Basri sangat tercekam saya, betapa banyak orang yang tidak ahli kompeten menduduki jabatan seperti ini. Sampai dikritik toh Mas Bambang Brojo ketika dia membayangkan akan adanya banyak uang dari luar negeri masuk disini diampuni pajaknya ternyata tidak masuk kesini dan itu dilihat oleh Sri Mulyani. Saya kenal Sri Mulyani sejak sama-sama dulu jadi pembantu atau tim ahli di Bapenas dulu jadi saya tahu pribadi beliau itu. Jadi oleh karena itu semoga nanti bisa tertata itu pak karena itu dalam undang-undang ini jelas nanti harus jelas yang namanya etika itu menjadi pedoman kita. Etika itu kalau istilahnya administrasi negara adalah adanya lembaga yang bisa memproteksi sistem merit, sistem yang menekankan kepada kompetensi jabatan profesionalitas dari orang yang menduduki jabatan itu dan dilakukan secara terbuka. Dilakukan secara terbuka. Jadi kalau kita mengangkat penjabat esselon satu di birokrasi pemerintah itu harus terbuka dan ditentukan apakah kompetensi orang itu sesuai dengan kompetensi jabatan yang akan dipangku. Sekarang enggak itu maka yang terjadi di Klaten, dimana-mana daerah itu karena dekatnya sama bupati bu dan dia mengatakan adanya orangorang yang diangkat dalam jabatan itu perlu infaq dan saya pernah dengar ada menteri juga perlu sodaqoh dulu. Bagaimana itu? Jadi oleh karena itu maka saya katakan infaq, sadaqoh dalam keadaan seperti yang terjadi di tangkap KPK itu, itu bukan sistem merit, harus secara terbuka. Karena itu ketika kami di undang oleh Pak Taufiq di Komisi II dulu membentuk Undang-Undang ASN itu tekanan yang pokok adalah melaksanakan system merit ini, harus ada lembaga yang memproteksi sistem merit, merit system protecting board dan ini wujudnya Komisi Aparatur Sipil Negara. Komisi ini yang memproteksi nanti, yang menjamin agar semua rekrutmen pejabat politik, maupun birokrasi melalui sistem merit. Calon kepala daerah pun harus system merit bu yaitu bagaimana kompetensi yang bersangkutan itu yang nanti sesuai dengan jabatan yang akan dipangku dan itu harus di tes, diuji secara terbuka. Ketika sistem merit itu kita kemukakan di dalam Undang-Undang ASN ini ya ini etikanya disitu, Pak Jokowi jadi Gubernur DKI mengeluarkan istilah namanya lelang jabatan. Loh lelang jabatan itukan istilah pengusaha ya maklumlah Pak Jokowi dulukan pedagang kayu mebel di Solo jadi kalau dia menggunakan lelang jabatan mungkin terbawa pribadi dulunya. Lelang jabatan itu kalau menguntungkan ada lelang bu, ini ada segi-segi negatifnya. Oleh karena itu nanti kalau kita menekankan merit system protecting board dalam etika ini jangan gunakan sistem lelang itu. Jangan digunakan, gunakanlah istilah administrasi negaranya seperti tadi dan istilahnya Alquran tadi wala talbisul haqqo bilbatili wataktumul haqqa wa antum ta'lamun. Dan yang terakhir bapak dan ibu yang saya hormati, moga-moga segera nanti bisa di tindaklanjuti apa yang diinginkan oleh Komite I ini bisa ditindaklanjuti dengan baik dan semoga kita bersama-sama mempunyai niat baik untuk mengharapkan tata pemerintahan kita ini betul-betul bersih, baik seperti yang tadi diceritakan oleh Pak Taufiq pelaksanaan pemerintahan di Swedia dan New Zealand itu. Pengalaman saya dulu waktu saya masih menjabat di pemerintahan ini pernah berkunjung ke Swedia dan New Zealand sehingga dengan demikian saya tahu persis bagaimana kejujuran yang dikatakan Pak Taufiq tadi itu berada disana. Semoga kita nanti jika bisa menciptakan tata pemerintahan itu dan tata sosial masyarakat kita ini yang jujur dimulai dari Komite I ini. Walbillahi taufik walhidayah. Wassallamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS III TS 2016-2017 (SENIN, 30 JANUARI 2017)
8
PIMPINAN RAPAT: FACHRUL RAZI, M.IP (WAKIL KETUA KOMITE I DPD RI) Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Terima kasih Prof. Miftah Thoha dan juga Prof. Taufiq yang sudah banyak memberikan motivasi, inspirasi dan semangat buat kita semua dalam rangka menyusun RUU Etika Pemerintahan. Satu kesimpulan saya memang 71 tahun negara ini terbentuk ternyata negara kita belum punya etika pak makanya carut marut dan sebagainya. Oleh karena itu tentunya masa di ke depan kita berharap kedua narasumber kita masih terus bersedia untuk bisa mendampingi Komite I dalam hal lahirnya RUU ini menjadi undang-undang yang kita harapkan bersama. Baik, saya berikan kesempatan buat beberapa senator-senator yang sudah hadir hari ini ya yang ingin memberikan tanggapan. Satu, selanjutnya sebelah kanan Ibu Eni kemudian dari Gorontalo pak. Ijin pak kita kanan dulu pak ya. Silakan Ibu Eni, Senator Eni. PEMBICARA: Dra. Ir. Hj. ENI SUMARNI, M.Kes (JAWA BARAT) Terima kasih Pimpinan Sidang. Para senator yang saya banggakan. Narasumber yang begitu menginspirasi hari ini. Terus terang bahwa saya ini mungkin sama dengan bapak kalau secara gundah gulana atau merasa bahwa kondisi saat ini sudah tidak menentu dan carut marut dan ini sudah kami rasakan. Betul apa yang bapak sampaikan bahwa untuk membuat suatu Undang-Undang Etika ini perlu keberanian jangan setengah hati karena kalau setengah-setengah ya seperti ASN yang kemarin saja, menguap begitu saja dan tidak dijalankan dengan sebaik-baiknya. Nah ini, inikan ingin memperdalam dari Undang-Undang ASN yang kurang terimplementasi dengan berbagai alasan rakyat yang lama lah, membuang biaya, yang banyak, banyak sekali hal-hal yang apanamanya bahwa ASN itu untuk di, apanamanya untuk tidak dikembangkan. Nah ini, ini saya melihatnya itu hanya seperti bapak, hanya kemauan. Konteks itu hanya kemauan dari kita seluruh elemen komponen bangsa terutama pada pimpinan-pimpinan yang sekarang ini lagi diberi amanah oleh Allah SWT mengemban tugas pimpin negara mau benar atau tidak setengah-setengah atau hanya live service, nah ini yang saya juga menggarisbawahi disini. Nah mungkin secara peran bapak sudah paham banget bagaimana kondisi DPD RI saat ini kita hanya bisa menyampaikan aspirasi, ketentuan ada di kamar sebelah pak tapi bapak tahu sendiri, tadi bapak sampai langsung ditepuki tangan, bahwa kami ini sebetulnya hatinya itu disitu tapi saat ini belum bisa mengimplementasi dalam bentuk perundang-undangan yang benar-benar apa yang kita harapkan karena masih apanamanya, masih di, apanamanya bukan penentu kebijakanlah intinya begitu. Mungkin pak saya ingin tanyakan kiat-kiat apa yang dari bapak ini bahwa ini saya juga yakin, bahwa ini akan membawa nama DPD di forum nasional di kalangan masyarakat apabila ini benar-benar RUU ini adalah bisa tercermin dan terimplementasi apa yang diharapkan sebetulnya ini harapan seluruh masyarakat Bangsa Indonesia hanya saja tidak ada kebijakan dan kewenangan. Nah ini kiat-kiat dari bapak mungkin dan bimbingan bapak saya sangat butuhkan namun untuk di forum ini kami ingin jargon penguatan dari diri bapak, bahwa kita ini harus kuat, bahwa ini harus kuat dan harus mampu maka apa yang bisa bapak sampaikan kepada kami agar kami ini mentalnya bisa semental sekuat yang hari ini kita rasakan. Demikian bapak terima kasih.
RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS III TS 2016-2017 (SENIN, 30 JANUARI 2017)
9
PIMPINAN RAPAT: FACHRUL RAZI, M.IP (WAKIL KETUA KOMITE I DPD RI) Baik, terima kasih Ibu Eni. Jadi Prof di DPD ini kita juga punya dewan etik ya yang terkadang kalau ada pelanggaran itu fatwa MA tidak berlaku di DPD karena pengawalnya adalah A.M Fatwa, jadi silakan Pak Fatwa untuk bertanya. PEMBICARA: DR (HC) A. M. FATWA (DKI JAKARTA) Bismillahirrahmanirrahim. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Ya rekan lama kita di parlemen Pak Taufiq Effendi dan Prof. Miftah Thoha senior kita. Saya bertanya hal-hal yang dalam praktek politik bukan dari literatur-literatur, hemat saya liter itu normatif tapi yang terjadi dalam praktek politik itu ya dinamis, nggak saya ingin komentar Prof. Miftah Thoha ini istilah Megawati kepada presiden kita Jokowi sebagai petugas partai itu rasanya menciderai perasaan kita yang sebenarnya Jokowi telah memenangkan pemilihan presiden artinya sudah presiden kita semua. Presiden Negara Republik Indonesia, sebagai kepala pemerintahan dan sebagai kepala negara. Yang kedua, upaya-upaya penguasaan parlemen oleh eksekutif atau tegasnya presiden. Meskipun tidak dipublikasi secara formal tapi semua orang, semua orang yang aktif dalam politik, mengamati politik, permainan politik tahu bagaimana cara-cara sekarang pemerintah, penguasa menukangi perpolitikan di Indonesia. Maksud saya bukan perpolitikan yang terlalu luas, mengenai parlemen satu demi satu partai ditukangi mulai dari Golkar kemudian P3 yang sudah makin mengecil itu yang pernah disebut rumah besar umat Islam kasian ya sekarang ini sudah di obrak-abrik siapapun tidak usah pengamat politik tahu bahwa itu ditukangi sehingga apalagi gunanya ini parlemen sebagai pengimbang, eksekutif pemerintah. Saya kira Pak Taufiq Effendi pernah partainya menjadi penguasa juga 2 periode tentu ada, tentu ada juga, oh sekarang Gerindra, maaf saya tidak tahu ya, dulu, dulu, iya dulu. Saya kira juga terjadi, tapi mana yang lebih terasa kasar dulu dan sekarang ya kadang-kadang saya merasa karena saya sudah seaktif di dalam orde lama dan orde baru ya di dalam reformasi kadang-kadang merasa lebih kasar sekarang ini. Apalagi memang dunia, dunia demokrasi sekarang ini rasanya kok lebih kasar. Kemudian yang ketiga ini maaf lebih dulu ini rekan saya, yang saya sangat cintai dan hormati samping saya, Pak Pasek ini. Ini orang ramai-ramai sekarang ini menjadi pengurus partai dari DPD bukan sekedar anggota nah kalau sekedar anggota saya, saya justru orang pertama saya kira di DPD ini menganjurkan supaya atau agar semua anggota DPD itu jadi ada orientasinya kepada partai yang jelas, kalau menurut saya politisi yang tidak berorentasi kepada suatu ideologi, ideologi politik yaitu di awang-awang dia dan partai itu harus berorientasi kepada ideology, suatu idelogi politik entah kalau partai-partaian. Seperti juga di luar negeri senator ini kan orang partai juga tapi setahu saya tidak jadi pemimpin struktural formal begitu. Nah mengapa saya menganjurkan dari dulu supaya anggota DPD ini sebaiknya ada orientasi politik yang jelas tapi saya tidak pernah menganjurkan menyarankan Anggota DPD itu jadi pemimpin eksekutif partai. Saya salah seorang deklator nasional dan cukup lama jadi pimpinan teras Partai Amanat Nasional tapi ketika saya masuk di sini saya tinggalkan semua eksekutif, saya sekarang masih anggota Dewan Kehormatan, lama menjadi wakil ketua MPP-nya. Ya saya tentu sewaktu-waktu juga masih memberikan saran-saran tapi saran saya ngga pernah diketahui orang. Jadi inilah tapi kalau jadi pengurus kan jadi simbol dan otomatis sehari-hari itu perhatiannya bagaimana tanggung jawabnya kalau misalnya jadi pengurus harian. Tentu sehari-hari pikirannya tanggung jawabnya kepada partai. Ini saya dengan minta maaf sebesar-besarnya karena teman-teman saya ini yang sangat dekat ini banyak begitu ya termasuk di samping saya ini, ini teman dekat saya yang saya banyak sekali RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS III TS 2016-2017 (SENIN, 30 JANUARI 2017)
10
hargai, hormati, sikap-sikap politiknya tapi dalam persoalan ini saya berbeda. Saya tetap konsekuen menganjurkan Anggota DPD harus ada orientasi politik yang jelas, kaya Pak Muqowam itu ya kan jelas tadi PPP-nya yang diobrak-abrik itu, entah kemana sekarang ini apa berada dipihak mana saya belum terlalu jelas. Rumah besar, umat Islam yang diobrakabrik. Ya jadi sekaligus ini sebenarnya saya melihat terjadi pergeseran politik. Saya tidak tahu apa yang diceritakan di berita kompas hari ini tapi ada juga pergeseran politik saya belum baca dan soal DPD banyak dikupas di kompas hari ini. Belum saya baca tetapi saya sudah di wawancara dan saya punya keaslian pendapat di dalam soal ini seperti yang saya ucapkan sekarang. Jadi ini mohon komentar dari Prof. Miftah Toha yang saya tau ilmuan akademisi senior yang punya orientasi ideologi juga ya saya terima kasih sebelumnya. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI) Ya sebentar, sabar dikit, sabar dikit. Jadi ada olok-olok jawa ini Pak olok-olok demokrasi itu kan monggo Pak 20% untuk orang lain 80% untuk kita ini, itu olok-olok orang Jawa Pak Fatwa. Lalu yang ke dua ini dalam wanita Ibu-ibu, Qur'an itu bener enggak? Benar tapi begitu mufanqi hummato balakum dannisa itu untuk suami Bapak, eh suami, suami Mbak, bukan suami saya gitu kira-kira. Jadi kadang-kadang ini Pak Fatwa sama juga saya kira bahasannya Pak Fatwa itu menarik adalah jangan-jangan kita itu sedang melanggar etika tapi karena menjadi suatu yang biasa tidak berasa kalau itu melanggar gitu pak. Ini yang saya kira seperti korupsi hari ini saya kira, ngga berasa kalau itu korupsi gitu, ternyata itu, antara kenikmatan dan korupsi, antara kenikmatan dan kehalalan, itu dia ngga bisa bedakan pak. Jadi saya kira kalo fankihu itu untuk orang lain, bukan untuk suami saya, tapi untuk suami, eh bukan untuk suami saya tapi suami orang lain kan begitu. Jadi menarik Pak Fatwa sungguh pun bahasannya umum tapi iya untuk men-judge, untuk memberikan pendapat dari Bapak-Bapak pada kita kita sebagai tadi legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Ini kan lembaga legislatif ini dalam etika itu diperlukan. Pak Khali dulu ya Bu ya, tadi di sini Pak Khali atau saya akan melanjutkan ternyata dia milih Pak Khali daripada Ibu, saya hanya melanjutkan kalau saya pasti Bu Iin duluan tapi yang milihkan duluan beliau ini tadi. Silakan Pak Khali. PEMBICARA: Drs. A.D. KHALY (GORONTALO) Terima kasih Pimpinan. Yang saya hormati Bapak-Bapak narasumber, para Anggota Dewan yang terhormat, setelah menyimak apa yang disampaikan oleh kedua narasumber, saya sungguh berterimakasih ini atas telah mendengar langsung terutama dari Bapak Miftah Toha. Saya kenal Bapak dari dulu, terutama melalui buku-buku karangan Bapak apakah itu di P di jalan dan hari ini juga bisa bertemu langsung. Ada beberapa hal yang saya tanyakan terutama dari Pak Taufik Effendi. Tadi Bapak menjelaskan bahwa dalam kita menyusun Undang-undang etika penyelenggara negara ini kita tidak boleh lupa 3 faktor atau 3 nilai utama itu, yaitu harus ada nilai NKRI, kemudian peran penyelenggaraan negara dan kalau tidak itu salah 3 itu menyangkut nilai kejujuran. Tentang nilai NKRI dalam nilai NKRI dalam penyelenggaraan nilai pancasila saya teringat dulu Pak, pada zaman orde baru di 4 pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila dulu itu sampai anak-anak SD itu bisa hafal itu, apa lagi penyelenggara negara. Kira-kira itu masih bisa relevan kalau kita angkat, kalau itu baik dalam kita menyusun etika penyelenggara negara ini. Apakah ini sebagai masukan atau bagaimana dan sampai sekarang
RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS III TS 2016-2017 (SENIN, 30 JANUARI 2017)
11
ini masih ada sisa-sisa dari P4 itu yang bisa saya laksanakan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam bernegara mau pun bermasyarakat. Kemudian juga tentunya kita tidak bisa berbicara tentang etika penyelenggara negara ini, yang jelas penyelenggara negara itu mencakup sebuah aparatur dan sebagainya tapi bagaimana kalau kita memberi bicara dengan etika berpolitik tadi sudah disinggung ada yang dari Pak Fatwa apakah dalam kita merumuskan Undang-Undang tentang penyelenggara negara ini sekaligus bisa kita juga merumuskan di dalamnya bagaimana beretika, etika berpolitik seketika kita dari partai politik menjadi suatu, menjadi anggota DPR atau DPD seperti sekarang ini, tentu tidak lepas dari penyelenggara negera itu sendiri. Kira-kira cuma itu Pak dari saya. Terima kasih. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI) P4 itu dulu namanya agak indoktrinnya itu doktriner Pak ya, sampe orang PPP itu takut Pak. Sama orang PPP itu takut Pak, PPP aja di keperlui polisi keperlui Danramil apa lagi P4 katanya begitu loh, itu pak Pak Fatwa umum PPP aja di antepi danramil apalagi p4 gitu kan. Jadi pak taufik yang ga punya ini bapak yang tadi ini Pak PPP aja dikeperlui Danramil apalagi p4 ya gitu. Pengalaman saya di masa lalu begitu pak hari ini kan sudah saking bebasnya sebebas-bebasnya Pak saling ngga ada apa ngga ada lagi etika, fatsun tidak ada lagi. Bu Iin masih punya fatsun, silakan Bu. PEMBICARA: INTSIAWATI AYUS, S.H., M.H. (RIAU) Masih, baik terimakasih Ketua Pimpinan, Bapak Ibu yang terhormat Anggota Komite 1 dan tentunya kepada Bapak-bapak narasumber. Terimakasih Pak, saya senang sekali. Saya berusaha menyimak dengan baik apa yang telah disampaikan oleh narasumber dan untuk itu ada beberapa catatan. Bicara tentang Undang-Undang dan Rancangan Undang-Undang yang kita usung ini tentu kita bicara law enforcement-nya, penegakan hukumnya dalam pikiran saya sekarang saat bicara pada penegakan hukum, bicara etik hampir di seluruh instansi dan di seluruh institusi memiliki kode etiknya. Apa nanti yang menjadi ukuran, apa yang nanti yang menjadi pengikat daya tekan bahwa undang-undang ini nanti akan dijamin penegakan hukumnya di etik. Etik ini kan nanti menyeluruh pada penyelenggara negara baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Kalaulah seandainya nanti ketika bicara etik kan ukuran itu harus ada sanksi. Dalam pengayaan saya, bicara sanksi itu untuk etika masih di sepakat sanksi pelanggaran. Jika kita masuk kepada pidana apa dimungkinkan dalam Undang-undang ini nanti ada sanksi untuk daya tekan bahwa undang-undang ini bisa ditegakan atau nyantel ke Kuhap. Kalau Kuhap tentu kita bicara pada unsur-unsur yang jelas terpenuhinya unsur pidana atau Undang-undang ini nanti menginginkan seluruh instansi dan institusi serta undangundang nanti akan dijalankan memiliki mahkamah kode etiknya masing-masing, itu melalui apa gitu. Jadi saya bertanya pada penajaman, pada sanksi agar undang-undang ini dapat ditegakan karena yang kita bicara penegakan pada etik, kode etiknya gitu. Apakah kita semua semua yang semua penyelenggara negara di sapu bersih di institasi dan institusi memiliki mahkamah kode etiknya. Kemudian kalau nyampe etika saya agak sedikit pesimis karena akan banyak, banyak hal, sedikit banyaknya pada lembaga atau pun institusi pasti akan melindungi warganya, pasti melindungi warganya karena ini bicara pada Marwah dari lembaga itu sendiri. Kode general sebagai undang-undang apa dimungkinkan di undangundang ini memberikan sanksi pidana. Kalau pelanggaran pertanyaan saya kenapa harus RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS III TS 2016-2017 (SENIN, 30 JANUARI 2017)
12
dalam tingkat Undang-Undang kita membuat tentang penyela kode etik ini, cukup aja di peraturan kalau peraturan sandingannya tinggal ada pelanggaran atau denda, itu satu. Kemudian saya bicara partisipasi masyarakat. Setiap undang-undang yang saya simak juga selalu memuat bab khusus tentang partisipasi masyarakat untuk implementasi dari undang-undang ini. Sampai dimana partisipasi masyarakat bisa menyentuh, ada kode etik yang dilanggar oleh Instiawati Ayus sebagai penyelenggara negara, itu sampai dimana dan tentu tidak akan mau berhenti sampai sana, tentu sampai tuntasnya kemana undang-undang ini, Undang-Undang ini menindaklanjuti partisipasi masyarakat yang turut serta, yang turut serta dilindungi oleh undang-undang ini untuk mengawasi penyelenggaraan negara disisi etiknya. Saya bicara etik kan tidak bisa diverbalkan, tidak bisa dinarasikan, bagi saya ini tidak melanggar etika tapi pada ranah-ranah tertentu sesuai dengan kultur dan karakter yang ada saya sudah melanggar etika, nah ini yang masih bias gitu bagi saya. Terima kasih pimpinan, sementara itu dulu. PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI) Terima kasih bu Iin. PEMBICARA: GEDE PASEK SUARDIKA, S.H., M.H. (BALI) Daftar. PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI) Oh silakan Pak Pasek. Ngomonglah dengan hati nurani ya Pak ya. PEMBICARA: GEDE PASEK SUARDIKA, S.H., M.H. (BALI) Assalamu’alaikum warahmatulahi wabarakatuh. Salam sejahtera untuk kita semua. Shalom. Om swastiastu. Jadi saya hampir mirip dengan Bu Iin ya tadi. Ketika kita bicara soal etika, apakah dia memang ramuannya harus nanti dia dalam bentuk Undang-Undang kemudian ketika itu diturunkan apakah dia untuk bisa bersifat imperatif dan punya sanksi kemudian dia harus disatukan dalam sanksi pidana sehingga dia lebih kuat. Jadi apa namanya, mungkin perlu dibedah lebih dari dalam gitu loh karena biasanya etik itu kan lebih pada sanksi dijabatan itu dia. Apakah dia dikasih teguran, mungkin kalau PNS ya dia tidak naik pangkat tapi ini kan etik, itu yang satu. Yang kedua standar etik itu juga beda-beda, di sini mencakup eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Yang namanya eksekutif dia harus taat kepada atasan. Ya udah artinya ada komandolah ketika atasannya memberikan tugas dia harus jalankan ketika dia tidak jalankan maka itu adalah pelanggaran, tidak beretika, tidak taat kepada atasan. Ketika kita bicara yudikatif, itu tidak boleh ada atasan karena hakim itu berkuasa penuh, Ketua pengadilan, Ketua MA tidak boleh intervensi ini kan beda sudah dari eksekutif ke yudikatif, udah beda kemudian ke legislatif juga kalau kita ke legislatif masing-masing orang punya kapasitas masing-masing punya kebebasan yang dilindungi lalu katanya kepada siapa, begini jadi dengan standarisasi yang berbeda kemudian dia disatukan ke dalam satu UndangUndang. Ini nanti pelaksananya bagaimana saya khawatir nanti justru di situ akan merancukan standar etik yang ada mohon bisa dibantu kira-kira jalan keluar karena bagaimana juga memang republik kita ini kan urusannya moral dan etika kan paling banyak RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS III TS 2016-2017 (SENIN, 30 JANUARI 2017)
13
diatur. Lembaga dibuat badannya ada semua ada tapi juga pelanggarannya juga tertinggi inikan ini ini kondisi yang tidak ada nah kira-kira kalau ini misalnya muncul apakah memang bisa menterapi semua yang sudah terjadi selama ini dimana moraliti atau etik yang ada di eksekutif, legislatif, dan yudikatif bisa disatukan disederhanakan dan kemudian dijalankan lebih aplikatif atau justru nanti kira-kira dia menambah kondisi masalah yang sebelumnya. Artinya semakin banyak aturan semakin banyak pelanggaran kemudian setelah itu perlu badan baru lagi untuk menangani pelanggaran itu membuka ada tes lagi, fit and proper test dipilih lagi, kemudian proses pemilihannya korup lagi dan sebagainya. Apakah kita akan menambah itu. Ini mungkin perlu coba dibantu dibedah, sehingga sisi-sisi ini kita bisa rapihkan dulu sehingga bahwa pemerintahan yang baik dan tata kelola pemerintahan yang benar itu bisa kita laksanakan dengan sebaik-baiknya. Nah kemudian standar etik juga dalam jabatan politik. Standar etik dalam jabatan politik tentu akan berbeda dengan standar etik ketika dia seorang mereka dibilang yudisial seorang yudisial dia sedapat mungkin dia tidak terikat di dalam berbagai organisasi atau lembaga-lembaga karena itu bisa mempengaruhi kebebasan dirinya didalam mengambil keputusan dalam sidang-sidang dan sebagainya. Kalau dia misalnya aktif disebuah organisasi A kemudian dia di situ menjadi seketarisnya atau menjadi bendaharanya si hakim ini, tibatiba kemudian ketuanya yang kena kasus dan dia harus adili selama ini yang diaturkan hanya hubungan darah semendal, sepupu, dan sebagiannya yang tidak boleh ditangani. Nah tapi kalau perlu banyak aktif di organisasi ini bisa mengurangi kemandirian daripada penegak hukum itu sendiri. Berbeda dia dengan standar di legislative. Kalau dilegislatif ini rata-rata orang yang duduk di legislatif pasti aktif di organisasi, beda sekali dia. Nah ini standar etikanya kemudian kita samakan karena dalam satu rumpun undang-undang ini kira-kira bagaimana dan kalau orang untuk berorganisasi di mana saja, itu kan udah konstitusi melindungi itu sehingga tidak usah ditafsirkan lagi gitu loh termasuk juga ketika saya menjadi Pimpinan salah satu partai sekarang, itu konstitusi melindungi gitu jadi kebersamaan orang dalam hukum dan pemerintahan maupun kebebasan di dalam berorganisasi, mengeluarkan pendapat, dan sebagainya. Jadi ketika itu kemudian ditarik dalam perdebatan etik yang mana sebenarnya melanggar etika, kan gitu. Kalau misal mazhabnya disebutkan ya itu melanggar etika, misalnyakan konstruksinya karena dia orang DPD kok jadi pimpinan partai politik, kan begitu logika yang dibangun. Nah kalau dibalik bahwa ini adalah lembaga politik, hanya orang-orang yang mengerti politiklah yang cocok disini karena dia kompetisinya bukan kompetisi yang sifatnya ditunjuk. Semua sifatnya adalah by election. Yang namanya by election itu basisnya berarti politik. Ada kompetisi di dalamnya. Kalau dia ditunjuk saja itu beda dia malah harus clear daripada sebanyak mungkin ikatan-ikatan yang ada. Nah saya kira itu. Kemudian apa lagi kalau dikaitkan dengan undang-undang yang ada. Tahun 2004 misalnya pernah dibangun pertama kali DPD itu dengan makna independen, ya independen dan hari ini kita tidak bisa membedakan mana itu independen mana itu perseorangan. Nah dulu independen namanya. Nah ketika dia independen ada aturan 5 tahun sebelumnya dia tidak pernah aktif di partai politik, jadi dibersihkan dulu dicuci selama 5 tahun baru dia boleh. Aturan ini juga berlaku di KPU Bawaslu dan sebagainya 5 tahun ada jeda untuk membersihkan dulu orang ini biar jangan ada virus-virus ataupun ikatan-ikatan ke partai politik. Kemudian diuji materi, penafsiran 22D itu kemudian ditafsirkan bahwa yang namanya Anggota DPD itu jalurnya perseorangan, bukan orang independen, siapa saja bisa. Nah ini kemudian ada perubahan norma-norma hukum yang dipilih jadi berubah diperkuat oleh keputusan MK sehingga bahasa Independen hari ini tidak berlaku di DPD.
RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS III TS 2016-2017 (SENIN, 30 JANUARI 2017)
14
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI) Pak, Pak, Pak saya kira kita sedang bicara bukan Undang-Undang parpol ini. PEMBICARA: GEDE PASEK SUARDIKA, S.H., M.H. (BALI) Nggak, nggak, nggak ini, ini karena penyelenggaraan negara. Ya, masih konteksnya penyelenggara negara tadi saya sampaikan, ada eksekutif, ada legislatif, ada yudikatif dan ini RUU ini dibuat di situ. Tadi saya sudah ungkapkan soal yudikatif. Sekarang saya bicara soal legislatifnya. Nah legislatif ini kan tentu ada DPR ada DPD. Nah saya bicara soal DPD. Tadi DPD ini konteksnya perhari ini norma hukum yang dipilih adalah perseorangan. Perseorangan itu artinya jalurnya dia tuh sendiri ngurus, terserah dia dari mana. Tentu standar etiknya beda, dengan dulu tahun 2004. Nah kalau dia kemudian di MPR apa di DPR standar etik hari ini yang berlaku adalah dia ber-KTA partai. PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI) Pak itu nggak perlu kita udah tau semua itu. Ngga ini, ini, ini kan kita mau diskusikan. Udah jadi tidak ada itu saya kira jangan masuk pada wilayah sifatnya subjektif menurut saya itu. PEMBICARA: GEDE PASEK SUARDIKA, S.H., M.H. (BALI) Tidak, jadi kalau ini ini saya ngomong yang ini dulu, yang DPR nah standar etiknya dia berpartai tapi seringkali dalam praktiknya ketika menjelang caleg baru mengurus KTA. Nah ini standar etiknya bagaimana dia mengatur, ketika yang bersangkutan sudah menjadi penyelenggara pemilu. Nah kemudian yang terakhir soal di eksekutif. Di eksekutif juga mekanismenya ada 2. Ada pola yang memang dari pola rekrutmen partai dimana yang bersangkutan kemudia ikut pilkada terpilih. Standar etiknya dia lebih ada ikatan-ikatan dengan partai sebelumnya tapi ada juga jalur independen, yang kemudian dia menjabat. Nah saya kira bagaimana mengatur standar etik di eksekutif biar tidak disamakan cara pandangnya dengan legislatif dan begitu juga mengatur legislatif tidak disamakan cara pandangnya di yudikatif di dalam 1 undang-undang. Jadi ke situ Pak Ketua maksudnya. Jadi saya breakdown dulu permasing-masing permasalahan kemudian ini akan dijadikan dalam 1 rumah RUU bicara soal etika dimana etika masing-masing ini ternyata berbeda-beda baik karena posisi trias politikanya, mau pun karena tahun yang berbeda dari masing-masing itu. Saya kira itu mungkin yang saya maksudkan, tidak ada kaitan dengan undang-undang penyelenggara pemilu tapi murni kita mencoba mem-break down standar etik karena ketika norma hukum yang dipilih setiap undang-undang itu berubah, ternyata standar etiknya berubah juga. Kira-kira begitu, terima kasih. PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI) Standar etik berubah, yang menarik itu. Standar etik saya kira sesuatu yang tidak berubah. Mau geran tidak berubah kalau yang berubah itu kira-kira namanya ger geran Pak ini kalau jogja itu, menghormati orang tua itu etika. Pak Nono yang tentara, saya Anggota DPR, Pak Taufiq yang menteri pada waktu yang sama ini menghormati orang tua. Jadi mungkin saya agak berbeda dengan Pak Pasek bahwa etika itu malah diatas ya ngga etika ya kalau norma beda lagi. Jadi saya kira Pak Taufik punya kesempatan untuk menjelaskan hal ini, morality, etika, tata susila, ini kan harus kelasnya harus jelas ini pak sebab kalau RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS III TS 2016-2017 (SENIN, 30 JANUARI 2017)
15
berbicara hukum itu suatu sifat yang formal, structural, daya cengkramnya itu, sambil ditakut-takuti gitu. Kalau kemudian le makan sambil duduk, lah itu etik itu susila, etika susila kesusilaan kalau ada orang makan berdiri pun, kita ngga bisa berikan sanksi. Pak Pasek nanya bisa tidak kita kasih sanksi Pak, pada orang makan yang berdiri itu Pak. Saya kira itu ya. Silakan Pak Taufik. PEMBICARA: Brigjen (NARASUMBER)
Pol.
(Purn)
Dr.
Drs.
TAUFIQ
EFFENDI,
MBA
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Mudah-mudahan saya bisa menjawab ini. Ini kan pertanyaannya adalah kita ingin membuat kode etik untuk penyelenggara negara. Kita suruh buat deh, kenapa kita melihat ada kesimpangsiuran. Kita melihat ada ketidakberesan. Contoh sekarang mengapa tadi saya bilang lihat loh NKRI loh pakai basis. Sebagai contoh mohon maaf, misalnya sekarang timbul jangan memilih orang kafir. Wah ini kan ramai ini, sangat ramai ini. Timbul reaksi di Papua ini kabupaten injil, dilarang orang partisipan. Ayo kita biarkan saja itu? Ini luar biasa loh. Tidak boleh dibiarkan loh ini. Nanti muncul lagi apa lagi, akhirnya kita berpisah-pisah, berpikah-pikah, sekarang persoalannya adalah waktu memberikan kepada kita, kita pikirkan bersama-sama Pak what shall we do apa yang harus kita lakukan. Itu kita pikirkan. Masalah sekarang tidak ada rules. Orang selalu mengatakan tell me the rules, I play the game. How can i play the game if i don’t know the rules. Ini kesimpangsiuran seperti itu. Sebagai catatan, di nusantara ini Bu, Pak, di nusantara ini Bu, Pak, pernah ada 821 kerajaan Pak usianya pendek-pendek Pak. Hancurnya negara-negara itu bukan oleh serangan musuh Pak tapi oleh kebodohan dan penghianatan bangsanya sendiri Pak Bu. Ayo mau dibaleni lagi kaya manokue. Apakah kita akan sampai 100 tahun, we don’t know. Kalau kita biarkan saja ini we don’t know tapi saya sudah mengatakan ini, Pak Miftah mengatakan ini dari DPD sekarang ingin mencoba merumuskan ini. Bukan mempertanyakan tapi kita pikir baik-baik apa yang kita mesti lakukan karena itu kami berdua bersedia tidak panitia merumus diikutsertakan kita ikut, kita rumuskan ini. Nah saya mohon Bu Eni make the best for we do, make the best of we do. Meskipun kita kain belacu tapi kalau digambar dengan baik dijait dengan baik, menjadi gaun yang indah sekali. Biar dari bahan wol kalau jaitnya acak-acakan klabi opo apa yang ono kue wo wol dia, ini dipilih menjadi kesempatan kita merumuskan ini. Lihat tadi 821 negara itu hancurnya bukan oleh musuh, oleh penghianatan dan kebodohan bangsanya sendiri. Kita liat sekarang, wah filosofi lama bangun kembali. Tadi kan bapak berbicara soal SBY seperti orang kebingungan gitu. Berapa kali orang jawa lama bilang beje ketete olo ketoro artinya yang memang baik akan keliatan baik, yang jelek akan keliatan jelek. Yang baik itu akan keliatan baik, yang jelek itu akan terlihat jelek. Nah dan itu nanti di dalam etika ini memang ada sanksinya. Kita rumuskan bersama-sama sanksinya seperti apa …. (tidak jelas terdengar, red). Kita pelajari negara-negara bagian yang punya undang-undang ini sanksinya apa kita liat adakan studi amin-kan undang-undang ini kita liat di situ bagaimana melempem restartkan undang-undang ini kita belum pernah punya undang-undang ini, belum pernah kita tapi kita lihat bahwa negara yang seperti NKRI ini memerlukan ini membutuhkan penjagaan yang hebat betul. Kalau tidak, lepas dia teterai berai satu persatu maka saya katakan tadi syaratnya harus berani. Kalau ragu-ragu ga usah, kita tunggu aja runtuhnya negara kita ini karena rame akan tangkap timbul macam-macam. Etika itu semacam mengatur aturan selalu lintasnya jangan ada benturan-benturan maka jawaban saya Bu Eni sing wares ngalah. Yang berotak jernih mengalah, tidak kita bedih orang gila juga kemarin kita bicara mengenai yang semacam ini, saya ambil contoh di Bali bapah tek di bali itu tiap desa itu punya namanya awig-awig orang bali itu lebih takut dengan awig-awig itu daripada undang-undang dasar loh RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS III TS 2016-2017 (SENIN, 30 JANUARI 2017)
16
karena pernah kejadian, saya 8 tahun tinggal di bali itu orang yang dikeluarkan, kalau dia melanggar awik-awik dikeluarkan dari desa dari kampungnya itu dia tidak bisa mengubur tidak sah keluarganya tidak ada sepotong tanah pun dibali itu yang mau nerima nah begitu, tanya pasek pangdam Kapolda tidak bisa berbuat apa-apa apa hukumannya hukumannya adalah dia minta maaf kepada desa iye ketebgeh dang nawang reke minta maaf kepada desa untuk minta maaf itu harus minta maaf kepada tuhan untuk minta maaf kepada tuhan, harus ada upacara upacara itu pahala bukan itu saja berapa tahun dia dikeluarkan dari desa dari kampung itu 5 tahun. Selama 5 tahun itu berapa kali ada kerja bakti, 10 kali kerja bakti. Setiap kerja bakti itu dinilai harganya 10 ribu misalnya, kalikan sepuluh dia mesti bayar itu terjadi di pulau bali maka orang bali lebih takut pada abik-abik desanya daripada undangundang negara sampai sekarang pun dia mau pergi dari jakarta, dia pasti belum bayar iuran ke desanya itu etika itu undang-undang etika itu akibatnya bali menjadi daerah perusahaannya dikunjungi orang banyak we can make it kita bisa kalau kita mau ini tidak gampang is not easy dan undang-undang ini, is not a necessity, bukan is not necessity in this am suatu keharusan pak ini harus kita pikirkan bersama-sama tadi saya katakan boleh ngga ada seperti itu boleh tidak seorang bupati berbuat, oh ini kabupaten saya kabupaten inggil dilarang orang berjilbab masuk sini boleh ngga ah boleh dong, tempat lain bikin begitu mengapa saya ngga bisa itu hak jadinya kalau saya nggak bisa jadi ini, oh saya jadi ini tapi kalau semuanya itu ada dalam, kalau penyelenggara negara ada etikanya oh melanggar etika kalau membuat peraturan seperti itu itu maksudnya pak melanggar etika ya itu kalau buat peraturan semacam itu ini akan menjadi rambu-rambu politik Pak itu koy ini akan menjadi rambunya nanti begitu betul-betul tidak mudah, tapi harus kita buat saya inget itu beberapa hal yang perlu kita dalami dan kita rumuskan bersama-sama dengan secara baik baik we can make it yakin saya lanjut Pak silakan dilanjutkan ya, terima kasih saya kira tadi kita harus membuat pak harus, harus, harus, dan harus, karena itu kami mengundang bapak berdua itu pak, untuk keyakinan pak. Kami yakin bisa jadi tapi kalau ga ada bapak ngga yakin juga kita jadi silakan Pak Miftah. PEMBICARA: Prof. Dr. MIFTAH THOHA, MPA (NARASUMBER) Aduh saya sedih ragu, ragu ini ternyata yang terhormat Anggota Dewan itu dalam mau menyusun rancangan undang-undang itu juga ragu-ragu sendiri itu pertanyaan yang paling mendasar tadi apa ini nanti bisa dilaksanakan loh kok bapak ga yakinnya gimana sih. Saya teringat beberapa bulan yang lalu menulis di Kompas itu mengenai DPD dan urgensinya setelah saya menulis itu, saya dibisiki atau di beritahu mahasiswa saya, bapak dicari nomor teleponnya oleh ketua DPD. Ada apa karena bapak nulis di kompas itu. Saya mau cerita sedikit inilah yang namanya konstitusi kita yang barangkali juga sudah terlampau jauh Pak Fatwa yang terhormat, ini kiai yang saya kagumi sejak saya jadi mahasiswa di negara-negara internasional, artinya negara-negara diluar kita konstitusi dari dewan perwakilan rakyatnya itu ada 2 kamar pak kamar yang pertama, kamar yang mengesahkan RUU-nya yang akan dipakai kamar kedua kamar yang dari rakyat itu di amerika kamar yang puncak kekuasaan mengesahkan itu namanya senator. Senat mewakili negara bagian, ini Amerika. Amerika serikat itu dibentuk karena ada negara bagian. Negara yang dulu-dulunya berkuasa di amerika itu. Jadi kekuasaan pemerintahan itu ada di negara bagian Pak, bukan di federal. Lalu kemudian membentuk negara federal Amerika Serikat itu di perwakilannya ada perwakilan negara bagian Pak karena itulah eksistensi Amerika. Sementara itu ada juga wakil dari rakyat popular vote, sama konstitusional pada mulanya itu yang memilih presiden itu di situ bukan popularnya vote. Di negara Eropa ada kamar pertama nama negara bangsawan, rakyat, apa wakil dari negara-negara dari bangsawan, diambil di Inggris, di Belanda, di semua negara Eropa itu. Ada konstruksi itu masyarakatnya Pak dan RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS III TS 2016-2017 (SENIN, 30 JANUARI 2017)
17
ada juga wakil rakyat wakil rakyat itu dari partai politik pak, yang sekarang terjadi dan bangsawan itu dari bangsawan, dia punya otoritas kita dari mana, DPD ini asalnya kok kemudian menamakan dewan perwakilan daerah daerahnya itu daerah yang disentralais bukan negara bagian Pak. Ini loh ketika amandemen dulu begitu. Nah kalau kita pikir saya tulis di kompas. Saya memang menunggu dipanggil DPD saat itu untung menjelaskan, menjelaskan apa artinya itu. Sampai sekarang Ibu tadi bertanya bu eni ya bertanya-tanya nanti gimana ini eksistensi undang-undang ini kalau yang mengesahkan itu di kamar sana maka benahi dulu sekarang ini konstruksi antara DPD sama itu. Mana yang kamar pertama dan kamar kedua, gitu loh. Saya harapkan DPD itu kamar pertama yang mengesahkan itu, asal kuat nantinya, asal bukan mewakili partai politik Pak. Pak Fatwa, ini mewakili daerah tapi biasanya orang daerah-daerah itu sudah diwakili partai politiknya, ini loh terjadi maka harus dicari landasan akademisnya yang memperkuat DPD itu sebagai lembaga pertama yang mengesahkan RUU itu. Kalau ini terjadi tidak ada masalah Bu mengenai dari konstruksi DPD ini. Yang kedua Pak Fatwa, saya bicara literatur memang itu pekerjaan saya Pak ya, saya kalau ngga mengatakan begitu ditertawakan mahasiswa saya. Bapak inget hadis yang dibawakan oleh Imam Abu Daud, tau Pak min husnil islalim marghi tarquhu malayanihi. Jadi jangan asal ngomong kalau tidak ada dasarnya. Dasarnya itu kalau orang Islam Hadist dan al-Qur'an tapi kalau guru besar ya, literatur selain qur'an dan hadist, literatur itu gelutan saya Pak dan literatur itu, dibuat karena praktisi dari hal-hal, dari pekerjaan praktis yang dikembangkan oleh para ilmuan. Dari praktek empiris itu, lalu dijadikan literatur yang digunakan pedoman dalam mengajar di sana. Saya tidak akan mengatakan public administration itu menurut empu saya di jogja atau ngga tapi mesti saya baca, buku di dari mana hasilnya, begitu pak. Mohon maaf ya tadi kalau bapak mengkritik literatur karena saya memang ya, ya, ya, apa ya salah atau tidak terserah bapak. Yang kedua mengenai DPD tadi yang partai politik. Jadi saya mohon juga nanti, dimasa depan bisa clear gitu DPD mewakili memang pemerintah daerah, karena konstruksi ini dulunya di MPR adalah wakil golongan-golongan ini termasuk golongan daerah ini dan golongan-golongan itu sudah terwakili partai politik Pak ya, sekarang golongan yang tidak itu, daerah itu maka mohon nanti ada tulisan atau dari para pakar atau para anggota dewan ini yang bisa menulis bahwa konstitusi kita, atau posisi DPD ini memang kuat di, di dalam pembanding kita jadi jangan ada di sana Pak. Kalau masih di sana, ya pertanyaan Bu Eni tadi masih belum bisa terjawab itu. Saya pun ngga bisa terjawab itu. Lalu mengenai etika, yang terhormat bapak lupa saya namanya tadi. Iya, dari izin berbaur jadi gini Pak muqowam, etika itu kan umum pengertiannya tergantung bapak mau mengartikan apa, Ibu dan bapak ini. Kalau bapak masih mengikuti saya, pedoman saya tadi, surah Al-Baqarah tadi. Orang tidak mencampuradukkan yang batil, sama yang hak. Itu meragukan tidak Pak, kata-kata itu, saya mohon saran dari al ustad Pak Fatwa nanti. Hadir referensinya di sini ada 2 al ustad, muqoyam sama Pak Fatwa, jadi silakan. PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI) Muqowam, Pak, Muqowam, muqowam. Muqowam, iya, iya kalau salah ya. Jadi nama saya Akhmad Muqowam, jangan diganti-ganti, harus bacaan dulu nanti kalau diganti itu.
RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS III TS 2016-2017 (SENIN, 30 JANUARI 2017)
18
PEMBICARA: Brigjen (NARASUMBER)
Pol.
(Purn)
Dr.
Drs.
TAUFIQ
EFFENDI,
MBA
Jadi gitu Pak, itu tidak meragukan lagi quran itu orang yang masih mencampur adukan itu, namanya dalam etika ngga baik, buruk itu yang hak itu bener, yang buruk itu buruk itu umum dipakai di konstitusi lembaga lembaga legislatif, yudikatif mau di eksekutif, sama Pak. Jadi kalau Pak, kalau saya jadi ketua atau jadi menteri lalu kemudian mengangkat deputi dari keponakan saya tidak tau kompetensinya saya angkat jadi deputi, atau diangkat dari esselon 1 begitu, itu menurut etikanya baik atau tidak Pak. Kalau saya ketua dewan, ketua dewan, lalu kemudian bekerja sama, sama pengusaha untuk kemudian saya mendapatkan suap, begitu itu baik atau buruk pak itu semua ada aturannya itu. Jadi oleh karena itu Pak, pengertian etika mari kita sepakati bersama apa artinya sehingga bisa dipakai di legislatif, yudikatif, maupun eksekutif. Yang hingga ukuran standarnya itu jelas. Bisa di politik, bisa di dibirokrasi. Sekarang karena itu masih tercampur aduk antara keduanya tidak bisa jelas mana yang etika maka banyak pertanyaan-pertanyaan yang sampai sekarang masih terjadi, yaitu seberapa efektifnya etika itu untuk itu kita. Nah inilah yang alasannya mengapa saya sangat senang sekali komisi ini harus menjadi bisa menjadi, mengeluarkan undang-undang ini dan bisa nanti mempunyai hak untuk bisa berlaku bersama sebagaimana yang terjadi di dalam Undang-Undang yang selama ini terjadi. Itu saya kira Pak Ketua yang, ada lagi oke. Terima kasih Pak. PEMBICARA: Prof. Dr. MIFTAH THOHA, MPA (NARASUMBER) Ada 3 hal mengapa ketika itu saya merencanakan undang-undang ini. Satu memberikan landasan atau payung dalam membangun integritas, itu satu. Kedua mewujudkan penyelenggara negara yang baik, etis, amanah, berakhlak mulia, mencegah dia, terpraktik perbuatan yang menyimpang, baik nilai, norma maupun aturan dan yang ketiga sesuai dengan Konvensi PBB Pak tentang anti korupsi tahun 2003 agar setiap negara membuat good of conduct for public officials maka saya susunlah ga seawal itu. Jadi tambahannya, seperti saya katakan tadi, kami tau hal ini tidak mudah maka kami menyediakan itu untuk bersama-sama dengan DPD untuk merumuskan itu. Saya gitu Pak ya. PEMBICARA: DR (HC) A. M. FATWA (DKI JAKARTA) Ya sedikit, maaf, interupsi karena saya mau, mau pamit sebentar ada, ini ada. PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI) Sebentar Pak Fatwa, mau nambah sedikit belum selesai. PEMBICARA: GEDE PASEK SUARDIKA, S.H., M.H. (BALI) Saya nambah sedikit Pak, tadi ada pertanyaan bagaimana nanti selain tadi apa nama kedudukan DPD sama DPR itu nanti, dimana yang desain ini undang-undang ini bisa di apa namanya, nanti kalau sudah jadi bisa berlaku bisa secara umum itu. Saya harapkan sebelum itu juga, barang kali Anggota Dewan yang terhormat, yang suka nulis, nulis di kompas atau di koran lain barangkali itu lebih baik itu atau yang kedua juga orang-orang punya otoritas di sini yang bisa tuh ya, bisa barang kali datang ke kampus, untuk berikan-berikan ceramah
RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS III TS 2016-2017 (SENIN, 30 JANUARI 2017)
19
kepada orang-orang kampus sehingga dengan demikian eksistensi dari Undang-Undang ini nanti bisa berkembang berjalan dengan baik. Terima kasih mohon maaf. PEMBICARA: DR (HC) A. M. FATWA (DKI JAKARTA) Maaf interupsi sedikit. PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI) Silakan Pak Fatwa. PEMBICARA: DR (HC) A. M. FATWA (DKI JAKARTA) Jadi, maaf ada dua pertanyaan saya yang apakah ini, suatu perasaan tidak bagi Prof Miftah Toha, menjawabnya. PEMBICARA: Prof. Dr. MIFTAH THOHA, MPA (NARASUMBER) Mohon maaf saya tidak bisa merasa ngga enak pak, saya senang mendapat bertemu Bapak. PEMBICARA: DR (HC) A. M. FATWA (DKI JAKARTA) Itu tadi, soal, soal Presiden jadi petugas partai, dan soal cara-cara pemerintah ini menukangi parlemen dan dan partai politik khususnya, partai politik juga memang yang serba tergantung kepada penguasa dan kemudian yang ketiga ini maaf, saya tidak mengkritisi masalah literatur, hanya saya mengatakan bahwa Prof. ini tentu titik tolaknya dari literatur. Saya ini titik tolak dari praktek sehari-hari sebagai politisi lapangan, ini, ini, dari saya, saya sangat hormati, kalau profesor ya harus dari itu, latar belakangnya ya memang harus titik tolaknya dari situ. Ya terimakasih. PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI) Makasih Pak Fatwa. Jadi antara prof, ntar antara prof, dengan prof yang v itu beda memang. Kalau prof itu kampus, kalau prof yang v itu bukan kampus kan gitu kira-kira. Pak Pasek, silakan. PEMBICARA: GEDE PASEK SUARDIKA, S.H., M.H. (BALI) Menarik sekali penjelasan jadi saya sengaja tadi mengambil posisi agak, skeptis dalam artian sehingga lebih tajam jadinya kita melihat karena bangunan juga memang masalah etika kan hal yang penting. Yang ingin kami tanyakan lebih jauh karena kadangkadang ketika kita ngomong lebih daripada pelanggaran etika, itu sudah pelanggaran pidana dan itu sudah diatur di berbagai tebaran undang-undang yang ada. Nah sekarang saya ingin penjelasan kira-kira kalau toh dia diberikan sanksi di dalam undang-undang ini apakah dia dalam konteks sanksi pelanggaran atau kejahatan? Ini mungkin dimana kira-kira pasnya ada kedua-duanya masuk karena kalau kedua-duanya masuk takutnya berhimpitan atau bertumpuk dengan undang-undang yang sudah ada. RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS III TS 2016-2017 (SENIN, 30 JANUARI 2017)
20
Msalnya tadi dikatakan secara etika, orang menerima uang yang tidak semestinya kan tidak boleh tapi itu di undang-undang tipikor sudah diatur, suap, gratifikasi yang udah diatur di situ. Nah tapi batasannya dimana kemudian di undang-undang ini apakah dia akan langsung masuk ke arena kejahatan atau dia sebatas pelanggaran penyelesaiannya. Ini kira-kira sehingga makhluk yang akan terbangun ini menjadi lebih clear. Kalau hampir semua pelanggaran yang sifatnya merugikan keuangan negara itu sudah diatur, yang memperkaya diri sendiri diatur, apa namanya baik dia di yudikatif, legislatif, maupun eksekutif. Nah kira-kira untuk RUU ini, pantasnya itu diatur sampai seberapa. Kalau di undangundang lalu lintas misalnya kan sifatnya pelanggaran sanksinya denda, misalnya ya. Apakah ini bisa diambil dalam konteks pelanggaran saja, yang sifatnya biasa kurungan maksimal, atau dia sudah bisa dinaikan kejahatan. Kalau dia masuk kejahatan, bagaimana kita memastikan irisan itu tidak bertumpuk dengan undang-undang yang lain yang sudah ada sanksi pidananya gitu, makasih. PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI) Pak Taufik mau respon? Saya kira ini Pak, beliau ini ya warning aja warning Pak, untuk, Pak, Pak, Pak, Pak Pasek. Ini adalah jangan kemudian nanti kita salah dalam meletakkan karena sudah ada hukum, sudah ada norma, pidana, perdata, dan kemudian posisi dari etik yang kemudian terakumulasi dalam good of conduct itu, itu juga tidak efektif. Posisinya harus jelas Pak. Saya kira ini warning dari Pak Pasek ini bagus sekali sehingga tidak ragu lagi bahwa posisi etika itu, mungkin kita masih berpindah-pindah. Etika itu ada yang diatas, menurut yang lain ada yang dibawah gitu loh. Jadi harus ada kesamaan dalam struktur sosiologisnya Pak, mengenai norma-norma, etika-etika, aturan-aturan, yang berlaku di masyarakat. Saya kira itu aja Pak. Pak Taufik mau respon, silakan. PEMBICARA: Brigjen (NARASUMBER)
Pol.
(Purn)
Dr.
Drs.
TAUFIQ
EFFENDI,
MBA
Sedikit saja, saya kira kedua-duanya bisa Pak misah itu kedua-duanya misalnya tadi menerima sogokan. Nah secara etik dia kena-kena pelanggaran etika dan juga dia akan kena pelanggaran secara pidana, bisa saja. Demikian jadi bukan tidak mungkin itu. PEMBICARA: Prof. Dr. MIFTAH THOHA, MPA (NARASUMBER) Tapi begini Pak, yang saya kira kalau etika itu kan bisa diartikan, dikembangkan dari yang pokoknya yang paling apa, minim sampai yang paling berat, yang minim. Ada seorang Ketua Mahkamah Agung, atau Mahkamah Konstitusi, atau pengadilan yang titip pesan kepada rektor UGM untuk supaya anaknya diterima, umpamanya, ini menurut etika, yah mungkin tergolong yang di sini tadi tapi kalau kemudian ketua pengadilan tadi atau memberi bingkisan apa namanya, uang atau apa, kepada rektor UGM maka ini termasuk pidana. Jadi bisa dikembangkan dari sini sampai situ. Nah seberapa jauh nanti Pak Ketua komisi ini bisa mengembangkan rengenya itu dari yang yang kiri sampai yang kanan tadi itu yang ingin saya supaya bisa dikembangkan, ditulis, dirangkum, diatur, oleh undang-undang ini. Dengan demikian maka tidak akan terjadi keraguan apakah orang melanggar etik itu pidana atau tidak. Terima kasih Pak.
RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS III TS 2016-2017 (SENIN, 30 JANUARI 2017)
21
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI) Baik saya kira terima kasih Pak Taufik, Pak Miftah, dan ibu dan bapak sekalian. Ya mohon maaf kalau kemudian saya terpaksa mengatakan bahwa ini kan dari kita ini, kita sedang menerima, meminta bukan menerima meminta pendapat beliau-beliau narasumber untuk memberikan satu pemikiran, ini loh Pak Taufik, kami prolegnas ada tugas ini silakan Bapak bantu sama juga dengan Prof. Miftah Thoha, ini Prof. gitu jadi saya kira posisioningnya adalah beliau kita minta pendapatnya atas rancangan undang-undang ini yang diberikan oleh prolegnas kepada DPD. Ya mohon maaf kadang-kadang kita ini antara khotbah dengan RDP dengan Raker, RDPU, expert meeting, ini kadang-kadang campur baur kadang-kadang ini Pak jadi mohon maaf ini karena keberbagian kita barangkali. Saya kira demikian Bapak Ibu sekalian karena Ketua BK sudah mengundurkan diri karena itu kita juga bubarkan rapat ini. Baik terima kasih. Dengan ucapan Alhamdulillahirrabilalamiin, rapat kami tutup. Terima kasih. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh KETOK 3X RAPAT DITUTUP PUKUL 15.40 WIB
RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS III TS 2016-2017 (SENIN, 30 JANUARI 2017)
22