Nomor :
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA -----------
RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE III DPD RI MS III TS 2015-2016 DENGAN NARASUMBER TERKAIT RUU KEKARANTINAAN KESEHATAN
I.
KETERANGAN
1. 2.
Hari Tanggal
: :
Selasa 2 Februari 2016
3. 4. 5.
Waktu Tempat Pimpinan Rapat
: : :
13.47 WIB - Selesai R.Sidang 2 C Pimpinan Rapat 1. Fahira Idris, SE, MH (Wakil Ketua Komite III); 2. Pdt. Carles Simaremare, S.Th. M.Si (Wakil Ketua Komite III)
6.
Sekretaris Rapat
:
7.
Acara
:
8. 9.
Hadir Tidak hadir
: :
RDPU Komite III terkait Rancangan Undang-Undang tentang Kekarantinaan Kesehatan dengan menghadirkan: 1. Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Bandara Soekarno-Hatta; 2. Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Tanjung Priok Orang Orang
II. JALANNYA RAPAT :
RAPAT DIBUKA PUKUL 13.47 WIB
PIMPINAN RAPAT : FAHIRA IDRIS, SH., MH (WAKIL KETUA KOMITE III) Yang terhormat Bapak-Ibu Anggota Komite III DPD RI, para narasumber dan hadirin yang kami hormati. Dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahiim, pada hari ini Selasa, tangggal 2 Februari 2016, RDPU Komite III DPD RI dalam rangka penyusunan pandangan DPD RI tentang kekarantinaan kesehatan, saya buka dan terbuka untuk umum. KETOK 1X Sebagaimana undangan yang telah disampaikan oleh sekretariat kepada Bapak-Ibu Anggota Komite III dan tamu undangan, bahwa pada hari ini kami mengadakan RDPU dalam rangka penyusunan pandangan DPD atas Rancangan Undang-Undang tentang Kekarantina Kesehatan dan ditengah-tengah kita telah hadir Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Bandara Internasional Soekarno-Hatta dan Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Tanjung Priok. Yang terhormat Bapak-Ibu Anggota Komite III, para narasumber dan hadirin yang kami hormati. Ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maupun Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2006 tentang Kesehatan menegaskan pada prinsipnya bahwa pembangunan kesehatan diarahkan untuk mencapai derajat kesehatan setinggi-tingginya. Hal ini akan berdampak pada pembangunan sumber daya manusia sebagai modal pembangunan nasional. Didalam implementasinya pembangunan kesehatan senantiasa menghadapi tantangan dan kendala, salah satunya letak Indonesia yang strategis di antara dua benua dan dua samudera dengan penduduk nomor tiga terbesar dan kepulauan yang tersebar. Nah maka terdapat potensi terkena dampak penyakit menular sebagai risiko pergerakan masyarakat, baik antar pulau maupun antar negara dan sedang ramai akhir-akhir ini iyalah ancaman menyebarnya virus Zika ke Indonesia. Sebagaimana diamanatkan di dalam International Health Regulation (IHR) tahun 2005 bahwa Indonesia sebagai bagian warga dunia harus melakukan upaya mencegah kedarutan kesehatan sehingga peningkatan kapasitas dan kemampuan dalam surveilans dan respon serta kekarantinaan di pintu-pintu masuk seperti bandara, pelabuhan menjadi hal yang diperlukan. Disisi lain dari segi yuridis, Undang-Undang tentang Kekarantinaan Laut atau Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962 dan Undang-Undang tentang Karantina Udara, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 sudah tidak lagi memadai. Untuk itu maka diperlukan Undang-Undang baru tentang Kekarantinaan Kesehatan dan sebagaimana kita ketahui bahwa Rancangan Undang-Undang tentang Kekarantinaan Kesehatan yang diinisiasi oleh pemerintah telah disampaikan kepada DPR RI dan juga kepada DPD RI. Sesuai dengan tugas dan wewenang yang dimiliki DPD RI, dimana DPD RI memberikan pandangan terhadap Rancangan Undang-Undang sesuai dengan bidang tugasnya. Sehingga pada hari ini yang berbahagia ini kita semua berkumpul disini untuk mendalami materi yang berkaitan dengan Rancangan Undang-Undang tersebut. Yang terhormat Bapak-IbuAnggota Komite III DPD RI, para narasumber, dan hadirin yang kami hormati. Demikianlah pengantar singkat kami, untuk menyingkat waktu selanjutnya kami persilakan kepada para narasumber untuk menyampaikan paparannya. RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE III DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2015-2016 SELASA, 2 FEBRUARI 2016
1
Siapa yang terlebih dahulu Pak, silakan. Mau yang bandara dulu atau Tanjung Priuk? Sudah ya, oh ya baik. PEMBICARA : dr. OENEDO GUMARANG (KA. KESEHATAN KELAS I SOEKARNO - HATTA) Terima kasih. Pimpinan rapat yang saya hormati, Anggota Komite III DPD RI yang saya hormati, Bapak-Ibu sekalian. Izinkan saya untuk menyampaikan peran fungsi AKP pelaksanaan International Health Regulation (IHR) 2005. Bapak-Ibu sekalian, saya menuliskan tidak seperti apa yang dimintakan kemarin, tapi saya akan mencoba secara meluas dulu mengenai kantor kesehatan pelabuhan mungkin ini akan membantu sedikit kita melihat bagaimana secara keseluruhan kantor kesehatan pelabuhan. Kantor kesehatan pelabuhan itu mempunyai tugas pokok dan fungsi sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 365, merupakan suatu tugas pokok untuk mencegah masuk keluarnya penyakit menular yang berpotensi wabah. Itu pokok dasarnya dan tugas yang kita laksanakan adalah mencegah tangkal, mencegah dan menangkal masuknya penyakit yang masuk ke dalam negara Republik Indonesia. Kemudian ini selaras dengan tujuan International Health Regulation dimana dalam International Health Regulation itu diamanahkan bahwa kita melaksanakan manajemen bagi Public health emergency of international concern dengan mencegah, melindungi, mengawasi dan memberi respon terhadap kejadiannya menyebabkan penyebaran penyakit secara internasional, yang mengancam keselamatan kesehatan masyarakat secara internasional serta mengganggu lalu lintas internasional orang, barang, dan alat angkut. Disini kalau kita lihat Peraturan Menteri Kesehatan nomor 365 yang mengamanatkan kita untuk mencegah tanggal sudah sangat sesuai dengan International Health Regulation yaitu mendeteksi dan merespon kejadian-kejadian yang datang dari luar negeri. Kemudian hal ini bisa kita lihat dalam Peraturan Menteri Kesehatan yaitu ini adalah Pasal 1dan Pasal 2 yang menggambarkan tugas, fungsi dan pokok kantor kesehatan pelabuhan di Indonesia. Nah bapak, ibu sekalian kalau kita lihat, ada gambar yang wilayah putih adalah wilayah nasional, sedangkan wilayah biru adalah wilayah port of entry atau pelabuhan. Bapak dan ibu sekalian sungguh banyak peraturan-peraturan yang dibutuhkan sehingga kita bisa dapat leluasa bekerja sesuai dengan payung hukum yang ada karena memang kalau kita lihat panah yang merah, itu adalah masuknya penyakit ke dalam Indonesia, atau masuknya orang dengan penyakit ke dalam Indonesia. Ketika dia masuk ke dalam port of entry melalui pelabuhan, mungkin saja mereka-mereka itu dalam keadaan dalam masa inkubasi tidak langsung penyakit pada waktu dia kita tangkapkan, dan kita juga tidak tahu siapa yang ada didalam masa inkubasi atau tidak, maka mereka akan blow up didalam wilayah Indonesia. Inilah yang akan kita cegah dan bersama-sama dengan dinas kesehatan, kita bekerja sama untuk memberikan informasi sebagai jejaring surveilans port of entry dan wilayah negeri ini. Demikian juga yang panah kuning, menunjukkan bagaimana masyarakat Indonesia yang keluar-keluar negeri untuk mendapatkan penyakit di luar negeri atau membawa penyakit dari Indonesia menuju luar negeri. Ini adalah Peraturan-peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang fungsi dan pokok kantor kesehatan pelabuhan. Fungsinya dalam melaksanakan kekarantinaan, pelaksanaan pelayanan kesehatan ada 16 fungsi, yang tentunya terutamanya adalah fungsi kekarantinaan dengan melaksanakan pelayanan kesehatan dan juga melaksanakan pengendalian risiko lingkungan, kemudian juga dengan pengamatan penyakit dan kemudian melaksanakan surveilans-surveilans yang lain yang tertera sampai pada fungsi yang ke-16.
RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE III DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2015-2016 SELASA, 2 FEBRUARI 2016
2
Kemudian kalau kita lihat fungsi pengendalian kekarantinaan. Kekarantinaan surveilans epidemiologi penyakit dan penyakit, potensi wabah, serta penyakit baru dan penyakit yang muncul kembali. Kesiapsiagaan, pengkajian, serta operasi penanggulangan KLB dan bencana, paska bencana bidang kesehatan, pengawasan lalu lintas omkanbas serta ekspor dan impor alat angkut, termasuk muatannya, kajian dan diseminasi informasi kekarantinaan di wilayah kerja bandara, pelabuhan, lalu lintas dan darat negara. Ini adalah yang ada di kantor kesehatan pelabuhan bahwa ada dua seksi yang menangani pengendalian karantina dan surveilans epidemiologi. Bapak, ibu sekalian ini adalah peran KKP Soekarno-Hatta dalam melaksanakan atau peran KKP secara menyeluruh dalam melaksanakan global health security yang kita lihat bahwa kantor kesehatan pelabuhan mempunyai sistem surveilans yang dilaksanakannya di dalam pelabuhan. Kemudian menggabungkan dengan surveilans regional internasional kemudian menggabungkan dengan sistem surveilans nasional. Hal ini akan menjadikan satu database surveilans dan apabila dalam database surveilans itu ada signal maka signal itu akan kita kirim kan menjadi public health alert untuk menjadi kewaspadaan di pelabuhan. Kemudian apabila ada satu penyakit maka penyakit itu juga akan kita lihat apakah penyakit ini penyakit menular, ataukah berpotensi wabah ataukah membutuhkan kekarantinaan. Nah di sinilah kita berperan dalam melaksanakan pengamanan dalam masuk keluarnya penyakit yang berpotensi wabah ataupun penyakit-penyakit yang merupakan Public health emergency of international concern. Upaya kekarantinan kesehatan, yaitu kerantinaan kesehatan dilakukan melalui kegiatan surveilans epidemiologi penyakit dan factor risiko kesehatan masyarakat, serta respon tindakan kekarantinaan, tidak boleh menghambat perjalanan dan perdagangan internasional dan sesuai dengan SOP yang sudah ada. Tindakan kekarantinaan kesehatan terdiri dari ada karantina, isolasi, pemberian vaksinasi/profilaksis rujukan, disinfeksi dan/atau dekontaminasi terhadap orang sesuai indikasi. Kemudian pembatasan sosial berskala besar. Disinfeksi, dekontaminasi, disinseksi, dan/atau deratisasi terhadap alat angkut dan barang. Kemudian penyehatan, pengamanan, dan pengendalian terhadap media lingkungan. Tujuan kekarantinaan kesehatan itu adalah menolak dan mencegah masuk dan keluarnya penyakit karantina itu melaui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962 dan kemudian Permenkes No 356 adalah mencegah tangkal penyakit menular, potensi wabah dan faktor risiko kesehatan masyarakat, dan menurut IHR mencegah, melindungi dan mengendalikan penyebaran penyakit lintas negara, tidak hanya penyakit tetapi semua jenis ancaman masalah kesehatan. Ini yang menjadi kekuatan bagi kita adalah bahwa kita juga mencegah tidak hanya penyakit, tetapi semua jenis ancaman masalah kesehatan. Tindakan kekarantinaan, keputusan untuk kapan memerintahkan karantina dalam skala luas membutuhkan analisa kompleks secara scientific, politik dan pertimbangan sosial. Kemudian pejabat kesehatan masyarakat perlu untuk mampu menyajikan hasil penilaian sebagai dasar terhadap pilihan yang ada dan menyeluruh, mudah dimengerti dan secara tepat, memiliki rencana kontigensi untuk kedaruratan melalui simulasi dan pembentukan komunikasi vertikal dan horizontal, mempunyai nilai yang penting dalam memastikan respon yang tepat terhadap kedaruratan kesehatan masyarakat. Bapak-Ibu yang terhormat bahwa didalam setiap pelabuhan kita harus mempunyai rencana kontigensi dan melakukan simulasi untuk lebih mudah melaksanakan cegah tangkal penyakit secara menyeluruh bersama-sama di dalam dengan stakeholder-nya. Tindakan karantina, Perundang-undangan tentang Kesehatan Masyarakat harus fleksibel untuk memungkinkan respon yang tepat terhadap kejadian luar biasa yang terjadi dan kondisi lingkungan yang baru. Pejabat kesehatan, masyarakat dan para profesional harus familiar dengan prosedur peraturan dan perundang-undangan untuk mengajak pimpinan daerah dalam melaksanakan karantina dan isolasi. RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE III DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2015-2016 SELASA, 2 FEBRUARI 2016
3
Berikut mekanisme untuk mengadakan kebijakan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian Pasal 25 ayat (1), pejabat imigrasi menolak orang asing masuk Indonesia, dalam hal penderita, menderita penyakit menular yang dapat membahayakan kesehatan umum, itu ada dalam poin f. Kemudian, tentunya sebelumnya mendapat informasi dari kantor kesehatan pelabuhan. Jadi yang imigrasi akan mendapat informasi dari kesehatan pelabuhan untuk menolak seseorang itu untuk bisa dapat masuk ke negeri ini. Tindakan karantinaan. Bila terjadi penyimpangan terhadap pelaksanaan kerantinaaan maka hal ini dapat ditindak oleh PPNS sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang kekarantinaan kesehatan. Penyakit karantina adalah penyakit wabah sesuai dengan UndangUndang Nomor 4 Tahun 1984 Pasal 14 ayat (1), barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp1.000.000,- (satu juta rupiah). Materi muatan penegakan hukum secara umum untuk penyakit wabah sudah ada pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 namun secara khusus untuk kekarantinaan, masih perlu pembuatan Undang-Undang yang baru. Kemudian kami mencoba melihat definisi disini adalah yang digunakan oleh kantor kesehatan pelabuhan. Definisi isolasi dan definisi karantina. Banyak sekali perbedaan yang membuat kita menjadi menjadi salah, salah tanggap. Isolasi adalah pemisahan orang sakit, yang sudah mengidap penyakit menular dari orang-orang yang sehat, sementara karantina adalah untuk memisahkan dan membatasi pergerakan orang-orang yang sehat, yang diduga telah terpapar dengan penyakit menular. Ini dua definsi yang sangat berdekatan, yang selalu menjadi perbedaan. Kemudian kantor kesehatan pelabuhan juga melaksanakan pengendalian risiko lingkungan, menelusuri lingkungan juga kita laksanakan. Hal ini berhubungan dengan seluruh penyakit-penyakit menular yang berbasis lingkungan. Seperti yang kita baru saja mendapatkan informasi bahwa penyakit Zika adalah penyakit yang termasuk public health emergency of international concern juga dan kebetulan di kantor kesehatan pelabuhan di seluruh pelabuhan, kita menghitung bahwa indeks jentik itu tidak lebih besar daripada 0%, sementara populasi nyamuk diharuskan nol, itu sesuai dengan Undang-Undang maka pengendalian risiko lingkungan disini sangat tepat sekali dalam hal pelaksanaan pemberantasan pencegahan penyakit Zika. Kemudian kita juga melaksanakan upaya kesehatan lintas wilayah. Upaya kesehatan lintas wilayah ini adalah pencegahan dan pelayanan kesehatan melalui tugas melakukan penyiapan bahan perencanaan pemuatan untuk melaksanakan pelayanan kesehatan, pelayanan pengujian kesehatan nahkoda, anak buah kapal dan penjamah makanan, pengawasan persediaan obat P3K kapal, pesawat udara dan alat transportasi lainnya. Kemudian kita juga melaksanakan, dalam hal pelaksanaan tugas kita, kita juga sebagai anggota WHO, melaksanakan apa-apa yang dianjurkan oleh IHR, International Health Regulation 2005, dengan tujuan melaksanakan public health emergency of international concern dengan mencegah, melindungi, mengawasi dengan merespon terhadap kejadian yang menyebabkan penyebaran penyakit secara internasional yang mengancam keselamatan kesehatan masyarakat internasional, serta mengganggu lalu lintas internasional. Ini sudah ditetapkan beberapa penyakit yang ada sekarang, yaitu Zika, sementara MERS-CoV belum di belum ditetapkan sebagai public health emergency of international concern. Tujuan IHN juga mencegah, melindungi terhadap dan menanggulangi penyebaran penyakit antar negara tanpa pembatasan perjalanan dan pembatasan perdagangan yang tidak perlu. Penyakit yang sudah ada, baru yang muncul kembali, serta penyakit tidak menular, contoh bahan radio nuklir dan bahan-bahan kimia yang termasuk public health emergency of RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE III DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2015-2016 SELASA, 2 FEBRUARI 2016
4
international concern. Public health emergency of international concern itu sebenarnya adalah kejadian luar biasa yang sering kita dengan KLB, tapi yang berisiko mengancam negara lain, ditentukan oleh WHO setelah melalui proses konsultasi serta membutuhkan respons internasional yang terkoordinasi. Kemudian negara anggota harus melaporkan setiap kejadian yang berpotensi menjadi public health emergency of international concern. International Health Regulation merupakan jaringan sistem surveilans yang bersifat antarnegara untuk mendetech dan merespons dengan national surveilans system yang seperti kita jelaskan di atas tadi. Dasar-dasar daripada International Health Regulation adalah kemampuan mendeteksi dini dan respon terhadap berbagai ancaman kesehatan, khususnya yang berpotensi menyebar lintas negara. Dilaksanakan berdasarkan sistem surveilans nasional yang sudah ada, berdasarkan kemampuan melakukan penanggulangan pada sumbernya, dikomunikasikan kepada WHO melalui internasional health regulation national vocal point. Fungsi dan peran kantor kesehatan pelabuhan dalam IHR secara jelas dikatakan ada tidal bagian. Saya rasa tidak saya baca satu persatu, sangat panjang barangkali. Itu sudah sama dengan itu sudah kita sampaikan tadi. Kemudian didalam International Health Regulation, juga kita dimintakan untuk melaksanakan kapasitas peningkatan kapasitas inti di pintu masuk dan secara nasional yaitu untuk mendeteksi dan merespons. Kemampuan utama untuk per-capacity ini adalah pada tingkat puskesmas atau masyarakat pada tingkat provinsi, kemudian pada tingkat nasional, kemudian pada tingkat regional, sementara kantor kesehatan pelabuhan itu adalah pada pintu masuk negara. Kemampuan utama untuk pelabuhan laut, udara dan pos lintas batas itu adalah kemampuan kordinasi dan komunikasi, kemampuan pemeriksaan rutin, kemampuan terhadap merespons bila ada public health emergency of international concern. Kapasitas inti International Health Regulation itu berupa national core capacity, merupakan kapasitas inti yang harus dimiliki oleh suatu negara dalam mengimplementasikan IHR diberbagai tingkatan wilayah, serta di point of entry yang dilaksanakan oleh kantor kesehatan pelabuhan. Kapasitas inti itu adalah delapan core capacity. Saya rasa ada dicatatan kita masingmasing. Kemudian bahaya potensinya adalah biological infeksius, zoonosis, checimal radionuklir, dan kami berada pada pintu masuk negara. Core capacity saya rasa ini kekuatannya ada di routine dan di public health emergency of international concern. BapakIbu, kita harapkan ketika persyaratan kapasitas inti sepanjang waktu sudah dapat dijalankan maka dengan mudahnya kita dapat mempunyai program vektor dan staf yang terlatih. Kemudian menilai perawat dan penumpang, kemudian melaksanakan pengangkutan penumpang sakit, kita dapat mempunyai staf yang telah telatih untuk alat angkut, kemudian mempunyai program pemeriksaan yang memastikan di lingkungannya aman untuk penumpang. Kemudian apabila ada public health emergency of international concern maka kalau kita sudah menetapkan kapasitas inti maka kita mempunyai public health emergency untuk kontigensi plan, koordinasi, kontak point dan point of entry yang sesuai. Kemudian kita bisa menilai dan melakukan perawatan untuk penumpang yang terjangkit itu dengan mudah. Kemudian kita dapat melaksanakan wawancara penumpang tersangka atau terjangkit, kemudian kita dapat melakukan penilaian dan karantina penumpang tersangka atau terjangkit dapat menerapkan tindakan yang direkomendasikan atau disinfeksi atau dekontaminasi pada bagasi, kargo, kontainer, alat angkut barang, kiriman pos, dan lain-lain. Kemudian dapat melaksanakan penerapan kontrol keluar masuk untuk penumpang dengan keberangkatan ke luar negeri. Kebijakan operasional yang sudah dilaksanakan adalah integrasi kegiatan dalam rangka regulasi dan kebijakan international, pendekatan lintas sector, baik di pusat maupun di daerah, pengembangan kapasitas inti secara bertahap, komitmen tanggung jawab dan upaya bersama dalam mencegah penyebaran penyakit, upaya cegah tangkal dalam rangka RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE III DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2015-2016 SELASA, 2 FEBRUARI 2016
5
perlindungan Indonesia dan dunia dalam risiko kedaruratan kesehatan masyarakat internasional, penguatan pelaksanaan fungsi surveilans, laboratorium, rujukan secara berjenjang, penguatan, pencegahan deteksi dan respon di pintu masuk. Berikutnya adalah tahapan implementasi International Health Regulation. Ini adalah hasil dari core capacity yang sudah dilaksanakan, rata-rata 94%. Kemudian ruang lingkup dan penanggung jawab. Internasional bukan hanya tanggung jawab otoritas kesehatan di pintu masuk negara, tetapi juga porsi yang paling besar menjadi tanggung jawab otoritas kesehatan di wilayah. Implementasi International Health Regulation di wilayah adalah tanggung jawab pemerintah Indonesia, dimulai dari pelayanan primer sampai tersier. Kemudian implementasi International Health Regulation di pintu masuk negara adalah tanggung jawab kantor kesehatan pelabuhan beserta segenap instansi di pintu masuk negara. Permasalahan, belum tersedianya ruang karantina yang cukup untuk menampung apabila terjadi keadaan darurat karena setiap kontak harus dilakukan karantina. Kemudian belum tersedianya rapid test laboratory yang sesuai dengan penyakit yang ada, dan ini juga sangat lambat datangnya sesuai dengan hasil yang hasilkan oleh WHO. Kemudian belum ditentukannya secara legal pembiayaan yang bersangkutan dengan kekarantinaan. Pencapaian yang telah dicapai. Indonesia telah mengimplementasikan penuh International Health Regulation 2005. Pencapaian ini merupakan kinerja bersama sejak IHR diberlakukan 2007 Indonesia dan Thailand di kawasan Siero yang menyatakan implementasi penuh IHR pada tahun 2014. Untuk terus mempertahankan dan meningkatkan pencapaian ini, sebagaimana bagian dari perlindungan Indonesia dan dunia terhadap risiko kedaruratan kesehatan masyarakat, setiap tahun dilakukan penilaian sendiri oleh WHO atau self assement oleh WHO. Pelaksanaan ISO, pelaksanaan haji, embarkasi dan debarkasi, dan pelayanan kesehatan kantor kesehatan pelabuhan. Di kantor kesehatan pelabuhan juga sudah melaksanakan pelayanan-pelayanan dengan sistem simfoni. Kemudian pelaksanaan pemeriksaan penumpang yang datang dari wilayah yang dinyatakan sebagai wilayah tertular. itu setelah dilaksanakan melalui dengan penggunaan termoscanner, termoscan dan melalui data-data sekunder. Pemeriksaan terhadap kedatangan TNI/POLRI yang datang dari luar negeri, yang negara terjangkit dalam rangka melaksanakan tugas juga dilaksanakan. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi apabila terjadi satu keadaan darurat KLB dan public health emergency of international concern kepada stakeholder bandara dan pelabuhan, seperti halnya yang tadi pagi kita lakukan, pagi ini baru kita melakukan rapat dengan stakeholder di bandara untuk menyatakan bahwa public health emergency of international concern diberlakukan untuk Zika sehingga kita dapat bekerjasama dengan mudah, bersama-sama dengan pihak-pihak stakeholder yang ada di bandara. Kemudian kita sudah juga telah melaksanakan simulasi-simulasi dari penyakit-penyakit yang sedang merebak. Bapak-Ibu sekalian yang terhormat ini adalah sekilas kira-kira tampilan dari kantor kesehatan pelabuhan dan untuk hal itu, kita sangat membutuhkan payung-payung hukum dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut. Terima kasih. PIMPINAN RAPAT : FAHIRA IDRIS, SH., MH (WAKIL KETUA KOMITE III) Terima kasih Pak. Kita kasih applause dulu untuk narasumber. Lagi Pak yang mau memberikan paparan? Apa cukup satu? Iya, silakan. Oh iya. Silakan pak. PEMBICARA : RBA. WIDJONARKO (KA. KKP KELAS I TANJUNG PRIOK) Yang saya muliakan Pimpinan dan Anggota Komite DPD RI.
RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE III DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2015-2016 SELASA, 2 FEBRUARI 2016
6
Saya perkenalkan, saya dari kantor kesehatan pelabuhan kelas satu Tanjung Priuk. Saya membawa staf empat orang bersama-sama. Tadi yang disampaikan oleh teman kepala kantor kesehatan pelabuhan Soekarno-Hatta itu sekilas, adalah sekilas tentang kantor kesehatan pelabuhan secara umum baik itu bandara, laut, maupun darat, pos lintas batas karena di KKP ada land border, jadi mewakili untuk itu adalah tugas-tugas pokoknya plus ada 16 fungsi yang harus dilaksanakan untuk melaksanakan tugas pokok tersebut. Saya hanya, saya hanya ingin menyampaikan berupa, bukanerupa power point tetapi words bahwa tentang penyelenggaraan kekarantinaan di Republik Indonesia ini, bahwa kekarantinaan kesehatan yang saat ini dilakukan, itu untuk yang di laut, berdasarkan undang nomor 1 tahun ‘62 tentang Karantina Laut. Sasaran dari kekarantinaan laut tersebut itu adalah hanya untuk 6 penyakit, padahal ada new emerging disease ada reemerging disease seperti malaria, yang sejak dulu masih ada, muncul kembali, ada lagi, filariasis kembali jadi masih banyak. Kalau untuk new emerging diseases dari ebola, SARS, H1N1, H5N1 yang terakhir muncul zika dan sudah di-declare oleh WHO, oleh Direktur jenderal WHO bahwa Zika merupakan public health emergency of international concern. Nah ini kalau kita memakai, hanya memakai Undang-Undang nomor 1 tahun 1962, susah, padahal nomor 1 tahun 1962 itu hanya untuk 6 penyakit. Oleh karena itu kami, saya pikir ini sangat penting sekali, Undang-Undang kekarantinaan kesehatan yang akan sementara dirancang-dirancang ini, selama ini kami mengimplementasikannya untuk mengimplementasi ke karantinaan di Tanjung Priuk otomatis kita masih tetap menggunakan, selama ini, menggunakan UndangUndang nomor 1 tahun ‘62 tentang karantina laut, masih tetap itu, apa pun, itu karena belum dicabut, kita masih memakai itu, walaupun tidak bisa mengakomodir kebutuhan yang ada. Kemudian kami menerapkan peraturan perundang-undangan yang lain, Permenkes Menkes yang relevan dengan perkembangan penyakit dalam rangka mencegah penularan penyakit melalui pelabuhan. Mengikuti perkembangan dan informasi dari WHO tentang adanya outbreak penyakit, sampai ada kemungkinan di-declare, wah itu PHIJ, health of international concern sehingga sarapan paginya temen-temen KKP itu membuat, buka website di WHO, penyakit apa saja yang ada di global ini, kita ikuti sampai kasus-kasusnya sampai dimana, kemudian kita segera melakukan tindakan-tindakan yang secepatnya. Kemudian memperkuat jejaring kordinasi, komunikasi, tata hubungan kerja dengan lintas sektor, lintas sektor dalam hal ini didukung oleh Undang-Undang nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran. Kita merupakan instansi teknis yang berada didalam pelabuhan, itu yang pertama. Untuk yang kedua, tentang pandangan kantor kesehatan pelabuhan kelas 1 Tanjung Priok menyangkut penegakan hokum, apabila terjadi pelanggaran tentang ketentuan kekarantinaan kesehatan , di dalam Pasal 42 bab VIII itu kalau ada terjadi, ada pelanggaranpelanggaran itu hanya dengan Rp. 75.000,- jadi amat sangat itu, dan tuntutan kurungan selama 1 tahun, padahal apabila penyakit tersebut masuk ke Indonesia, sekian banyak bangsa Indonesia yang akan mati dan lain sebagainya yang akan bisa mengoyakkan perekonomian Indonesia, aduh rugi sekali tuntutannya Rp. 75.000,- kalau saya, saya bayar saja sekarang, saya punya. Kemudian, itu sehingga kita perlu Undang-Undang yang baru ini, yang ketiga perkembangan ancaman kesehatan yang ditularkan akibat pergerakan masyarakat, baik antar pulau maupun negara. Perkembangan ancaman kesehatan ini ditularkan akibat pergerakan masyarakat baik antar daerah dan negara pada hakekatnya, awal tahun 2000 dunia dikejutkan dengan munculnya SARS, flu burung, dan lain sebagainya, kemudian saat ini juga ada Zika tadi saya ulang, Zika. Oleh karena itu upaya yang dilakukan untuk mencegah ancaman kesehatan tersebut, yang saat ini dibutuhkan, upaya yang dilakukan untuk mencegah ancaman tersebut adalah dengan menjaga pintu masuk. Pelabuhan itu merupakan pintu masuk, kemudian pelabuhan seaport, kemudian bandara, airport sampai border, line border, istilah didalam RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE III DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2015-2016 SELASA, 2 FEBRUARI 2016
7
IHR-nya port of entry atau pintu masuk. Kegiatan-kegiatan tersebut, kami mengawasi kedatangan kapal dari luar negerim baik dari sehat maupun tidak sehat. Jadi itu kami menjemput dengan kapal untuk datang di luar DAM, di luar area pelabuhan untuk melakukan pemeriksaan kapal, pemeriksaan kapal itu maksudnya pemeriksaan terhadap manusianya, kesehatan manusia, kemudian alat angkutnya, dan barangnya kemungkinan kita curigai bisa menularkan penyakit. Kemudian pengawasan terhadap keberangkatan kapal tujuan dalam dan luar negeri, pengendalian faktor risiko lingkungan didalam pelabuhan, pengendalian vector. Pada saat ini kebetulan kami untuk di Tanjung Priok karena pusat, pas kebetulan pusat untuk satu rumah, satu jumantik sudah lama kami mengalakkan PPJP, Petugas Pemantau Jentik Pelabuhan dan kami, kami punyai namanya PM trap, Priok mosquito trap yang bisa memperangkap nyamuk yang berkaitan dengan aides yang di-declare oleh WHO bahwa sebagai public health emergency of international concern, kami punya perangkapnya itu, ya nantinya kita rencana, rencana kita ekspos itu, kita sudah sampaikan ke pusat juga, kita punya alat-alat tersebut yang alat sederhana dan gampang dan bisa dibuat oleh masyarakat biasa. Kita setiap gedung satu PPJP, kemudian keluar dari pelabuhan setiap rumah satu jumantik dengan harapkan itu Zika atau DBD tidak lagi endemis, apalagi ini ibu kota negara Indonesia Jakarta, DBD endemis di Jakarta. Kemudian pelayanan kesehatan berupa vaksinasi internasional. Saat ini temen-temen yang umroh atau naik haji disuntik vaksinasi. Sertifikat vaksinasinya dikeluarkan oleh kantor kesehatan pelabuhan, kita mengadakan medical check up dan deteksi penyakit menular, kemudian melaksanakan pembatasan terhadap pelaku perjalanan alat angkut, barang dan lingkungan yang berpotensi penyebaran penyakit. Melaksanakan tindakan kekarantinaan berupa karantina, tadi sudah kita jelaskan karantina, memisahkan orang yang sehat tetapi yang terpapar, terpapar sehat dipisahkan dikarantina namanya. Kalau yang sudah jelas sakit siptomatis langsung diisolasi, isolasi kemudian deratisasi, disinfeksi, disinseksi, termasuk kalau pada saat ada nuklir, meletusnya nuklir di Jepang, Fukushima, kami deteksi kontaminasi dari nuklir tersebut di pelabuhan. Kita lakukan bahkan BATAN bersama-sama dengan kami, kapal datang khusus dari Jepang untuk kita lakukan pemeriksaan itu ya. Pada dasarnya tindakan yang dilakukan dalam mencegah ancanamn kesehatan tersebut, sesuai dengan standar internasional yang ditetapkan oleh WHO, termasuk IMO dan ILO. Keempat, materi muatan yang sebaiknya diatur dalam RUU, sudah semua tercantum disini, kekarantinaan kesehatan mengenai sumber daya yang dibutuhkan dan penyelenggaraan kekarantinaan mencakup fasilitas. Fasilitas dan perbekalan kekarantinaan kesehatan, antara lain peralatan deteksi dan respon cepat. Deteksi penyakit pada saat kapal datang, kita sambut di luar kolam pelabuhan, jadi jauh 5 mil, dari 5 mil dari dermaga, laki dan perempuan kita naik apa tangga monyet, jadi laki atau perempuan pakai alat pelindung diri, kalau jatuh ke laut masih bisa ngambang, mengapung naik, jadi kita periksa di dalam, deteksi cepat, kemudian kalau ada apa-apa respon cepat. Kita sudah siap dengan ambulans dan lain sebagainya untuk kita bawa. Kalau itu penyakit infeksi kita langsung rujuk ke rumah sakit Sulianti Saroso penyakit infeksi khusus dan beberapa tempat yang lain, yang penyakit menular yang tidak lalu tidak emergency. Kemudian kita butuhkan berikutnya, ruang wawancara atau observasi, ruang yang selama ini sudah ada. Asrama karantina kesehatan, otomatis perlu biaya, perlu diatur dalam undang-undang. Ruang isolasi, rumah sakit rujukan, laboratorium rujukan, kemudian alat transportasi evakuasi penyakit, selama ini kita punya ambulance, ambulance untuk yang di darat, kalau bisa dari laut karena kita menyongsong ditengah laut sana, ada kapal khusus ya minta kapal itu tidak gampang. Sebagai kelengkapan operasionalisasi, kefasilitasan, dan perbekalan diperlukan pendidikan, pelatihan, dibidang kekarantinaan kesehatan seperti kemampuan mendeteksi penyakit dini secara mendeteksi dini penyakit PHIJ itu tadi public health
RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE III DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2015-2016 SELASA, 2 FEBRUARI 2016
8
emergency of international concern, kemampuan responnya dan penegakan peraturan Undang-Undang. Yang kedua, buat TNI sebaiknya ada pejabat karantina kesehatan. Kita butuh tenaga tenaga dalam bidang surveilans, pengamatan penyakit, pelayanan kesehatan, dokter maupun perawat dan tenaga kesehatan lainnya, tenaga kesehatan lingkungan dan farmasi. Kemudian mengingat potensi risiko yang besar dalam melaksanakan tugas dan fungsi kekarantinaan kesehatan, pejabat karantina kesehatan dimungkinkan untuk memperoleh risiko kerja yang merupakan imbalan risiko kecelakaan, kerusakan organ perorangan, tadi yang saya maksud naik tangga monyet, sampai KPK pernah datang ke KKP Tanjung Priuk, KKP bukan kelauatan, kantor kesehatan pelabuhan, jadi mungkin lebih terkenal sebenarnya bukan kelautan itu kalau KKP Kantor Kesehatan Pelabuhan, pernah ke Pelabuhan Tanjung Priok dan ikut boarding naik kapal, sampai beliau kok sampai begini? Terus tunjangannya berapa? Tidak ada, tolong diusulkan ya, sampai Irjen mendampingi beliau, tolong diusulkan, ya mudah-mudahan nantinya dengan adanya undang-undang ini, kalau misalnya kami mati atau terserang penyakit yang lain, ada, adalah untuk anaknya, untuk cucunya. Sebabnya ini terjadi betul. Untuk bea cukai, bea cukai itu memiliki kapal yang bagusnya melebihi bagus dari dari kapalnya pol air, lebih bagus dari kapalnya pol air. Kami kapal, etek-etek gitu yang dilakukan oleh untuk para pengguna jasa. Kita antar ke sana, di sana karena lebih dulu beacukai, harusnya kami duluan, panggil nahkoda turun, kemudian mereka turun, bahwa ini harus karantina kesehatan, kantor kesehatan pelabuhan lebih dahulu masuk. Kemudian kita selenggarakan untuk dukungan laporan rapat lintas sektor kita sampaikan, kalau mati kalau tentara sudah jelas lawannya kelihatan, kalau penyakit manusia tidak, tidak lihat, jadi kalau misalnya mati biarlah orang KKP duluan, Kantor Kesehatan Pelabuhan duluan, jangan orang bea cukai yang banyak duitnya, kantor kesehatan pelabuhan lebih dahulu yang masuk, saya bilang. Akhirnya semua sepakat dan memang demikian, ini adalah undang-undang, perintah undang-undang, bukan undang-undang karantina laut ada demikian, kantor kesehatan pelabuhan duluan, saya kira itu. Kemudian pendanaan, ini yang terakhir. Penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan bersumber dari APBN dan pemanfaatan PNB dan kami mendapat adalah yang launching pertama untuk simfoni dari kementerian keuangan, gesek langsung wajib bayar, wajib bayar, langsung ke kas negara, adalah kantor kesehatan pelabuhan, dan salah satu direktorat di dalam kementerian perdagangan yang saat ini dirjennya lagi bermasalah tentang joiling time jadi itu yang pertama untuk simfoni, adalah dua institusi itu dulu. Saya kira itu saja, Bapak, Ibu Pimpinan Rapat dan Anggota yang saya muliakan. Saya ucapkan terima kasih selamat sore. PIMPINAN RAPAT : FAHIRA IDRIS, SH., MH (WAKIL KETUA KOMITE III) Terima kasih, kita beri applause dulu untuk Bapak, para narasumber yang kami hormati, terima kasih banyak atas penjelasannya. Sebelum kita diskusi, izinkan saya memperkenalkan dulu sahabat-sahabat Senator saya. Di sebelah kanan saya, yang terhormat Bapak Pendeta Carles Simare-mare, Senator dari Papua. Di sebelah kiri yang pertama, yang terhormat Bapak KH. Muslihuddin Abdurrasyid, Senator dari Kalimantan Timur, yang kedua yang terhormat, Bapak H. Abdurrahman Abubakah Bahmid, Senator dari Gorontalo. Yang ketiga, yang terhormat Ibu Hj. Daryati Uteng, Senator dari Jambi, di sisi kanan, yang pertama yang terhormat Bapak Sudirman, Senator dari Aceh. Yang kedua yang terhormat Ibu Novita Anakota, Senator dari Maluku, kemudian yang selanjutnya, yang terhormat Bapak KH. Ahmad Sadeli Karim, Senator dari Banten, yang selanjutnya yang terhormat Bapak Bahar Buasan, Senator dari RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE III DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2015-2016 SELASA, 2 FEBRUARI 2016
9
Babel. Yang terakhir di sisi kanan, yang terhormat Bapak Ir. Stefanus Liaw, Senator dari Sulawesi Utara. Di sisi kanan belakang, yang pertama, yang terhormat Bapak Mervin Sadipun Komber, Senator dari dari Papua Barat, kemudian yang kedua, yang terhormat Bapak Ir. Abraham Liyanto, Senator dari NTT. Yang selanjutnya yang terhormat Bapak H. Ahmad Jajuli, Senator dari Lampung, kemudian yang terakhir, yang terhormat Ibu Maria Goreti, Senator dari Kalimantan Barat dan saya sendiri Fahira Idris dari Jakarta. Untuk itu kami persilakan pada Bapak-Ibu Anggota Komite III untuk menanggapi atau ingin bertanya, dipersilakan, dari sisi kanan Pak Abraham, kemudian selanjutnya? Silakan Pak Abraham. PEMBICARA : Ir. ABRAHAM LIYANTO (NTT) Baik, ini tidak mewakili Indonesia timur karena Ibu Novita sudah bilang tadi. Baik, Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat sore dan salam sejahtera buat kita sekalian. Om swastiastu. Pimpinan, Anggota dan Bapak-bapak narasumber dari Dinas Kepala Kantor Kesehatan Bandara Soekarno-Hatta ya dan juga dari dinas kesehatan atau kantor kesehatan pelabuhan? Tadi sudah perkenalkan namanya saya lupa, Pak. Baik kita sedang mau menyusun tentang Undang-Undang Kekerantinaan Kesehatan, kalau tadi penjelasan para narasumber, saya lihat dan saya ikut mencatat, bahwa ini sudah dari tahun 13 sekian ya Undang-Undang Kekarantinaan ini yang masih menyangkut tentang karantina laut dan karantina udara, darat ini belum ada kan begitu ya, dan barangkali ini lebih berbahaya lagi kalau jalan darat. Itu penyakit menular seperti malaria, kolera, dulu PES, dan sebagainya, itu sudah ratusan tahun yang lalu dan itu mematikan jutaan orang, juga begitu ya. Kemudian kalau yang baru-baru sekarang ini mulai dari Ebola, AIDS terakhir Zika. Zika itu nama kabupaten ditempat saya, Maumere itu, jadi saya ingat betul. Nah ini memang Undang-Undang nomor 1 tahun 1962 dan nomor 2 tahun 1962 yang sama ini memang sudah tidak memadai lagi, jelas bahwa ini sangat penting, atau ini emergency bagi kita. Perlu ada undang-undang baru dan yang perlu barangkali diperhatikan ini adalah sanksinya karena barangkali sekarang ini banyak, ada permen-nya, bisa mengaturnya tetapi tidak bisa menjadi payung hukum karena menyangkut, terutama dengan hubungan internasional, yang luar. Nah saya ingin sarankan dan barangkali juga perlu masukkan yang lebih dalam dari Bapak dan Ibu tentang materi kita ini, bahwa yang pertama kalau kita, pencegahannya, itu pintu masuk atau tadi port of entry tadi, ini dengan sekarang begitu banyak penerbangan yang internasional, langsung-langsung ke daerah-daerah itu dan juga banyak yang perbatasan daerah, termasuk saya juga di NTT itu perbatasan darat Timor Leste dan di Timor Leste sana itu ada 18 negara yang memang sudah terbuka bebas terbuka disitu, yang punya kedutaan besar di situ dan kebijakan kita berbicara tentang pariwisata tadi, itu dibuka, bebas visa begitu ya. Nah ini sangat memudahkan lintas darat yang sangat berbahaya dan tadi kalau masih banyak fasilitas-fasilitas tentang kekarantinaan ini belum ada, di daerah-daerah seperti ini, jangan kita lihat Cengkareng yang sudah besar ini, ya kan, barangkali itu sudah banyak fasilitas dan sudah siap ini Pak ya, tetapi daerah-daerah yang seperti NTT tadi yang lintas daratnya, dan tidak ada Undang-Undangnya, tetapi tidak menutup kemungkinan orang mau berwisata masuk lewat port of entry tadi dan ini bisa membahayakan, mematikan jutaan orang duluan. Saya juga takut nanti Indonesia timur sangat minim, banyak tempat-tempat pariwisata, tadi itu ada muncul di Indonesia timur, kita baru minta menteri pariwisata untuk direct langsung pesawat ke daerah tujuan internasional, disisi lain hal-hal seperti ini yang belum dipersiapkan. Jadi saya kira hari ini memang tepat kita bahas dua undangan, undang-undang yang sangat berkaitan. RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE III DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2015-2016 SELASA, 2 FEBRUARI 2016
10
Bapak narasumber, yang saya ingin minta ketegasan dari Bapak-bapak bahwa biasanya kalau kita ke luar negeri itu isi form, ya kita baru datang darimana negara-negara yang berbahaya itu ya, Afrika terutama itu, tetapi tindak lanjut daripada form itu, saya di Soekarno Hatta pun juga belum pernah lihat itu begitu ya, dimana itu terus datang, apakah deteksi dia harus periksa pakai apa. Kalau periksa untuk narkoba, periksa untuk hal-hal yang lain gampang, masuk itu ya, begitu ketangkap langsung proses atau mungkin yang di laut tadi, kalau periksa tentang kesehatan karantina hewan dan sebagainya itu gampang, begitu dilihat karena dia jalannya bergerombol bisa lihat kalau ada yang penyakit, langsung dikarantina atau di musnahkan, bisa begitu ya. Nah ini kalau manusia langsung dimusnahkan agak susah ini, jadi itu juga mungkin ada pertanyaan bagi kita. Bagaimana kita mempersiapkan daerah-daerah yang tadi border, sudah terbuka luas, tetapi belum ada fasilitas yang tadi Bapak katakan bahwa fasilitas, terutama untuk mendeteksi. Saya kalau lihat deteksi tadi untuk narkoba dan sebagainya kan gampang ya. Nah untuk kesehatan ini bagaimana deteksinya? Kalau mengharapkan hanya isi form itu dan kita mengaku bahwa kita baru datang dari sini, ini jarang barangkali. Orang kalau begitu sampai di daerah biasanya sudah langsung ke ke rumah atau ke hotel atau ke daerah tujuan. Nah saya minta masukan dari Bapak-Ibu, Bapak-Bapak narasumber tentang itu, tentang bagaimana mendeteksi atau alat apa yang perlu dipersiapkan, dan kira-kira berapa anggaran atau biayanya, ataukah mungkin ada usul-usul konkrit dari kedua Bapak yang sudah, sebagai narasumber tadi itu untuk kita bisa lebih mencegah awal. Ya terutama mungkin yang tadi disebutkan juga TKI, TKW, atau mungkin TNI/POLRI, atau mungkin haji, ya kira-kira itu saja dulu Ibu. Jadi pendalaman materi, sekaligus solusi dari para narasumber untuk kita mencatat ini sebagai masukan kita didalam menyusun Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan. Terima kasih. PIMPINAN RAPAT : FAHIRA IDRIS, SH., MH (WAKIL KETUA KOMITE III) Terima kasih banyak Pak Abraham ada yang lain yang ingin bertanya. Kiri ada yang bertanya? Ya silakan Pak Stefanus. PEMBICARA : Ir. STEFANUS BAN LIAW (SULUT) Terima kasih Bu Pimpinan. Pak Kepala KKP Tanjung Priok dan Soekarno Hatta yang saya hormati bersama tim. Saya hanya sekedar tahu Pak dari Soekarno-Hatta ini, kalau selama ini masih muncul permasalahan tentang belum tersedianya alat pendeteksi dini ini maka langkah-langkah yang dilakukan apa? Baru secara konkrit juga, saya ingin mendapatkan masukan tentang pandangan Bapak, hal-hal mana yang perlu dimasukkan dalam rencana RUU tentang Kekarantinaan Kesehatan. Saya pun mau tahu dari Bapak, kalau di Menado di bandara Sam Ratulangi, saya cek bulan lalu, tidak, belum, belum ada yang dijumpai penyakit itu, belum pernah tetapi SOP nya tetap jalan, demikian pun di pelabuhan Bitung. Kami ingin tahu sejauh ini penyakit-penyakit apa, jenis-jenis penyakit apa yang pernah ditemui? Dan jumlah masyarakat termasuk yang diisolasi baik melalui bandara Soekarno-Hatta, maupun pelabuhan Tanjung Priok, paling tidak ya lima tahun terakhir. Demikian pun kami ingin mendapatkan, kalau menurut Bapak kan tadi di katakan kalau Undang-Undang nomor 1 khususnya, karantina laut itukan dendanya cuma, hukuman sekitar Rp. 75.000,- itu, hukuman satu tahun kurungan, kalau ada usulan, berapa tahun dan seterusnya? kan pengalaman yang Bapak jadi di tugas Bapak di Tanjung Priok maupun di Soekarno-Hatta, kalaupun dijumpai demikian. Terima kasih Ibu Ketua.
RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE III DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2015-2016 SELASA, 2 FEBRUARI 2016
11
PIMPINAN RAPAT : FAHIRA IDRIS, SH., MH (WAKIL KETUA KOMITE III) Terima kasih Pak Stefanus. Ya yang berikutnya yang terhormat Pak Jajuli, silakan. PEMBICARA : HI. AHMAD JAJULI, S.IP., M.Si (LAMPUNG) Terima kasih Ibu-Bapak Pimpinan. Bapak-Ibu Anggota, para narasumber, para kepala kesehatan ya baik Bandara Soeta maupun Tanjung Priok. Saya sudah mendengar dari dua narasumber sebagai pelaku dan sekaligus menurut saya, tepat menjadikan mereka narasumber karena ada di garis terdepan untuk persoalan kekarantinaan kesehatan. Saya ingin menggambarkan terlebih dahulu bahwa RUU atau Rancangan Undang-Undang yang akan dibuat oleh DPD RI atau dengan bersama nanti dengan pemerintah adalah berkaitan erat dengan semangat untuk melindungi tenaga kesehatan, yang kedua terkait dengan agar tidak terjadi ilfiltrasi ya kira-kira begitu itu dari luar ke Indonesia. Belum lagi yang mungkin berbicara tentang perang biologi dan seterusnya enggak, tapi ini juga sangat memungkinkan terjadi kalau lihat di film-film itu sangat dahsyat kelihatannya ya perang biologi itu. Kami nanti akan menyusunnya dalam bentuk pasalperpasal, dan pasal-perpasal ini adalah runutan dari a sampai z-nya kita ingin melindungi seluruh unsur yang terlibat didalam kekarantinaan kesehatan ini, karena itu mungkin masukan yang hari ini disampaikan oleh dua narasumber atau dua lembaga ini menurut saya belum final, barangkali nanti kepan ada kesempatan yang lain yang belum tertuangkan, harus dimasukkan sebagai tanggung jawab moral Bapak-bapak terhadap pertanggungjawaban seluruh warga, komunitas penanggungjawab kesehatan, seperti yang Bapak hari ini wakili begitu, jadi bukan mewakili dua lembaga sebenarnya, tapi mewakili seluruh insan. Nah kepada Pimpinan saya sarankan juga begitu nanti, secara bertahap mereka juga dilibatkan umpamanya dengan mengirimkan draft-draft yang sudah hampir jadi. Kemudian mereka memberikan masukan atau didalam uji publik atau uji shahih mereka juga dilibatkan karena kalau sekarang kelihatannya seperti masih umum gitu, kita masih umum, Bapakbapak juga menanggapai juga kasus yang memang terjadi. Akan ramai kelihatannya kalau pasal yang akan kita bahas satu per satu dan karena itu mungkin kalau hari ini belum ada pertanyaan karena memang baru menyerap kira-kira betapa pentingnya saja lembaga ini, betapa pentingnya melindungi rakyat Indonesia, dan betapa pentingnya memelihara dan sekaligus menjaga mereka, komunitas ini dari dalam melaksanakan tugasnya. Sampai di situ saja mungkin saya kira kita sepakat informasinya sudah cukup, titik, begitu tetapi nanti kita akan mengolah dengan pakar, ada yang disebut dengan naskah akademik, termasuk juga draft-nya, sangat penting melibatkan Bapak-bapak didalam konteks yang meliputi seluruh komunitas maupun warga Indonesia. Saya kira demikian komentar saya terima kasih PIMPINAN RAPAT : FAHIRA IDRIS, SH., MH (WAKIL KETUA KOMITE III) Terima kasih Pak Jajuli, mungkin dari saya ada sedikit Pak untuk sekedar menambahkan nanti poin-poin di pasal itu. Kira-kira alat apa saja yang dibutuhkan lagi gitu ya, karena setahu saya yang harusnya ada kan misalnya alat deteksi penyakit menular, seperti thermal scanner, terus kemudian peralatan identifikasi work thru dan x-ray. Nah itu juga yang sebetulnya untuk domestik saya lihat belum ada itu Pak, kalau kita bicara bandara Soekarno mungkin ada ya, tapi kalau domestik rasanya jarang sekali kita menemukan alatalat seperti itu. Terus kemudian juga, yang saya lihat juga lemahnya pelaksanaan tupoksi karantina kesehatan di bandara. Dimana pengamatan penyakit dan monitoring sanitasi di pesawat, khususnya yang domestik itu saya lihat hampir tidak terlaksana. Nah itu juga, RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE III DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2015-2016 SELASA, 2 FEBRUARI 2016
12
mungkin untuk masukan lagi dan memang masih belum optimalnya knowledge, attitude atau praktik dari petugas karantina kesehatan, dimana sering sekali kita menjumpai tidak dilaksanakannya peraturan secara konsisten oleh petugas dan karena diiming-imingi uang oleh agen kapal. Nah ini yang suka kita terima laporannya Pak. Mungkin dari saya cukup sekian, terima kasih. Silakan untuk para narasumber untuk menjawab pertanyaan kami, terimakasih. PEMBICARA : dr. OENEDO GUMARANG (KA. KESEHATAN KELAS I SOEKARNO - HATTA) Terima kasih Ibu Pimpinan Rapat. Bapak Ibu Anggota Komite III DPD RI yang terhormat, saya akan mencoba menjawab pertanyaan pertama dari bapak Abraham. Iya terimakasih, terima kasih Bapak ini menyangkut dengan adanya lintas batas, yang pertama adalah lintas batas. Sekarang kantor kementerian kesehatan juga sedang sedang merancang satu program yaitu healthy border. Healthy Border yang nanti akan ada pilot project-nya di satu titik, yaitu di Pontianak, di Pontianak Pak. Itu satu pilot project dulu karena akan melibatkan tiga unsur di Entikong, satu unsur pelabuhannya sendiri, kantor kesehatan pelabuhannya lintas batas, satu unsur adalah bina upaya kesehatan di nasional system, masih puskesmas dan lain-lain, kemudian satu unsur lagi adalah hubungan dengan luar negeri. Yang akan kita tingkatkan adalah utilitas kedua lintas batas tersebut, baik dari Indonesia ke Malaysia dan dari Malaysia ke Indonesia akan meningkatkan pemakaian-pemakaian utility-utility dari bahan-bahan kesehatan atau alat-alat kesehatan atau fasilitas kesehatan yang akan disediakan. Jadi kita juga akan buat perjanjian dan hal ini untuk ke luar negerinya akan dipimpin oleh Ibu Budi sebagai kepala biro hubungan kerjasama luar negeri. Jadi ada tiga unsur yang akan dilaksanakan itu untuk healthy border, sementara nanti mungkin akan ada masukan-masukan, barangkali misalnya, saya kurang begitu tahu untuk itu, mohon maaf Ibu Ketua soal rancangan yang sudah ada, tapi ini ada memang sudah ada program bagi kita untuk memperlengkapi border-border sehingga border-border itu kita sebut healthy border yang bekerja sama di pihak Indonesia dan di pihak border-nya juga dan utamanya adalah tetap pencegahan keluar masuknya penyakit menular yang kita harapkan dapat ditangkal itu healthy border. Kemudian untuk pariwisata, Bapak Abraham yang terhormat, sudah ada juga program healthy tourism yang sudah mulai kita bicarakan. Yang pertama kali kita bicarakan kemarin bersama-sama dengan bersama-sama dengan NTT, dengan Wakatobi dan dengan Mamiri, kita kemarin sudah bicarakan. Jadi ada beberapa yang kita bicarakan, walaupun demikian memang kita masih belum masukkan kedalam peraturan-peraturan perundangan. Mohon maaf Ibu Ketua, ini baru program kesehatan sendiri yang kita laksanakan, seperti dikatakan maaf, Pak Jajuli tadi, bahwa ini masih perlu pendalaman sekali, ini hanya informasi yang dapat saya sampaikan. Kemudian mengenai pengisian form Bapak, setiap orang yang pulang dari negeri tertular, menurut International Health Regulation maka mereka harus diawasi selama masa inkubasi, untuk jamaah umroh umpamanya, kami tidak bisa mengamati mereka satu persatu sebanyak 10 juta orang per tahun, satu persatu diamati, oleh karena itu kita beri dia form, form itu kita sebut dengan Health Alert Card. Health Alert Card kami tidak menunggu, kalau kita lihat social, ekonomi, kultur budaya yang masih ada yang masih berangkat, kadangkadang yang berangkat ini adalah, mohon maaf tidak bisa baca tulis, kemudian karena keberhasilan putra-putrinya kemudian mengirimkan orang tuanya. Jadi kami membagikan Health Alert Card dengan pemikiran bahwa akan diisi oleh dokter ketika dia sakit sehingga pesannya adalah apabila dalam dua minggu ini anda sakit maka anda wajib membawa kartu ini ke tempat pengobatan sehingga pengobatan itu tertuju kepada satu titik adalah penyakit RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE III DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2015-2016 SELASA, 2 FEBRUARI 2016
13
menular secara internasional. Kemudian apabila dicurigai ada yang positif maka petugas kesehatan tadi akan melaporkan ke dinas kesehatan setempat, beserta alamat daripada penderita tersebut maka petugas kesehatan akan melaksanakan penelitian epidemiologi ke rumahnya, untuk mencari kontak terdekat maka mereka akan memeriksa seluruh kontak terdekat yang mungkin berhubungan dengan si penderita tadi. Untuk awalnya yang termudah kita lakukan sekarang dan sudah kita lakukan selama ini adalah seperti itu. Memang agak sulit untuk menunggu, untuk menunggu saudara-saudara kita menuliskan, kemudian merobek satu per satu, itu akan menghalangi proses perjalanan Bapak kemudian akan juga mengganggu proses imigrasi dan proses custom karena memang ini membuat queque yang sangat panjang, jadi kalau dia sendiri, bandaranya sendiri, terminalnya sendiri mungkin tidak masalah, tapi ini akan berhubungan dengan orang lain sehingga akan menambah kemungkinan penularan juga lebih tinggi kalau ada penyakit. Jadi ini salah satu, salah satu upaya yang dilakukan. Kemudian barangkali itu jawaban untuk deteksi kita sementara. Kemudian dari Bapak Stefanus, barangkali Bapak didalam, di Soekarno Hatta memang belum tersedia alat-alat untuk mendeteksi dini. Pendeteksi dinian ini sebenarnya sangat tergantung dari WHO standard-nya, kontrolnya. Nah untuk penyakit-penyakit menular yang secara kebetulan kontrolnya itu juga sangat terbatas, yang ada hanya yang ada hanya di rumah sakit RSPI, kemudian yang ada cuma di litbang itu di dua tempat yang ada untuk mers cov. Jadi mau tidak mau kita harus kirimkan ke mers cov dan belum ada alat, terjual pun belum ada alat deteksi cepat, atau pendeteksian cepat itu belum ada, belum dihasilkan karena penyakitnya juga on process terus, kita menunggu mudah-mudahan ada. Kalau ada kita segera akan memerintahkan untuk supaya dilaksanakan karena memang itu kami membutuhkan sekali, semakin panjang perjalanan orang itu maka semakin panjang pula kemungkinan penularannya, kami juga berusaha berusaha ketika ada suspect dia harus berjalan sesingkat mungkin ketemu orang lain. Jadi kita tidak membawa dia masuk ke jalan umum, mengembalikan dia ke apron, dari apron kita angkut ambulance, jadi itu yang kita hasilkan, yang kita bawakan disana. Alat deteksi dini yang ada sekarang itu hanya thermo scanner dan apabila kita ketemu dengan seseorang yang panas atau ada pelaporan dari kru ada yang panas maka akan kita pisahkan mereka, kalau kita temukan di termo scaner kita pisahkan, kita bawa ke dalam ruang wawancara khusus. Kemudian kita lakukan risk assesment apakah dia berisiko tinggi, berisiko sedang atau berisiko rendah, kemudian kita akan melakukan satu tindakan sesuai dengan risiko-risiko yang kita temukan. Apabila dia ditemukan oleh kru di atas pesawat maka kita perlakukan dia sebagai suspect secara umum yaitu 2 di depan, 2 kiri kanan belakang itu ditahan dulu, yang lain suruh ke luar semuanya setelah diberikan penerangan dan semua diberikan health alert card. Kemudian sisanya disuruh ke luar kemudian dan yang terakhir adalah si sakit dikeluarkan melalui ambulift, ambulift yang di sediakan oleh bandara. Memang Bapak-Ibu, sangat menghawatirkan kalau kita bayangkan karena tidak semua Airport punya ambulift dan tidak semua airport bisa melaksanakan hal yang seperti itu, ruang wawancara, ruang karantina, tidak semuanya airport bisa ada, jadi, tapi kami bekerjasama dengan otoritas bandara yang ada untuk menggunakan ruang-ruangannya, sementara ada. Saya pikir itu sudah terjawab Pak, dan yang kemundian untuk Ibu barangkali Ibu Ketua Ibu, kami masih tentunya masih membutuhkan banyak alat tapi semuanya sampai saat ini untuk alat-alat yang urgent sekali sudah dipenuhi oleh kementrian kesehatan. Seperti umpamanya ketika ada, ketika ada kejadian di ujung sana, sementara dokter adanya ujung sini, kami sudah diperalati dengan safe way, scooter untuk bisa ke arah sana dengan cepat. Baru tadi malam terjadi satu emergensi yang bisa kita tangani dengan cepat dan akhirnya dapat kita selamatkan dengan baik. Untuk walk trough x-ray itu kita kebetulan butuhnya ketika ada, seperti kejadian di Jepang kemarin, kita perlu alat pendeteksi dan untuk itu kami masih bekerjasama dengan Bapeten, jadi kami bekerja sama dengan Bapeten, Bapeten RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE III DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2015-2016 SELASA, 2 FEBRUARI 2016
14
membawa alat kepada kami, ditambah dengan alat kami yang ada, alat kami hanya mendeteksi saja, jadi begitu dapat kita lakukan sementara. Untuk, mohon maaf, mungkin untuk tupoksi sanitasi pesawat yang perlu kita lakukan memang, sanitasi pesawat ada persyaratan harus kita lakukan dalam jarak penerbangan sekian jam, itu baru kita lakukan sanitasi pesawat, tidak seluruh sanitasi pesawat itu kita lakukan setiap dia hadir. Hal yang hanya dapat kami lakukan secara terus-menerus dan ada report-nya adalah bahwa setiap kita akan melaksanakan pemeriksaan secara periodik di pesawat, di wilayah bandara dan mencegah hal-hal yang mungkin kejadian. Salah satu hal informasi barangkali Bapak-Ibu yang terhormat, bahwa tikus sekarang tidak lagi hanya musuhnya kesehatan, tapi juga musuhnya keselamatan. Kita khawatir apabila tikus itu datang masuk ke dalam pesawat maka akan menggigit kabel-kabel yang sangat sensitif sehingga akan terjadi kecelakaan pesawat. Oleh karena itu dua tahun yang lalu kita sudah melaksanakan gempita, gerakan pembasmian tikus secara merata, kemudian diteruskan dengan hal rutin yang kita kerjakan. Namun yang terpenting adalah karena tikus itu ada apabila ada makanan maka yang paling kita kerjakan sekarang adalah bagaimana kita memberi sertifikasi kepada kepada renstoran-restoran agar mereka tahu manajemen sampah, manajemen makananm dan manajemen ruangan yang harus disiapkan untuk makanan tersebut. Barangkali itu informasi yang dapat saya sampaikan Ibu. Mungkin teman saya bisa menyampaikan tambahan. Terima kasih. PIMPINAN RAPAT : FAHIRA IDRIS, SH., MH (WAKIL KETUA KOMITE III) Terima kasih banyak Pak. Silakan jawab. PEMBICARA : RBA. WIDJONARKO (KA. KKP KELAS I TANJUNG PRIOK) Iya terima kasih. Yang mulia Pimpinan Rapat. Yang mulia Bapak Abraham Liyanto, sebenarnya waktu itu saya pernah lihat Bapak waktu itu masih di LSM, sama-sama dari NTT Nusa Tenggara Timur, saya 12 tahun di Flores, 12 tahun di Kupang. Saya tahun 2003 saya masih kepala kantor kesehatan Pelabuhan Kupang, pada saat itu terjadi SAR, waktu itu sudah ada line border Metamauk, Motaen, dan Oikusi. Jadi kita melakukan, memberikan pada saat itu dengan sarana, tenaga dan dana yang sangat minim. Akhirnya yang kita lakukan yakni dengan pemberian health alert card atau kartu kewaspadaan dini itu. Kemudian setelah sampai, kalau diperiksa ternyata ada gejala-gejala yang sakit, nantinya yang bersangkutan sakit agar lapor puskesmas atau lapor rumah sakit. Kita juga dari kantor kesehatan pelabuhan memberikan informasi kepada dinas kesehatan setempat yang dituju, misalnya dari border, dari Metamauk atau dari, dengan Tim-tim mau ke satu kabupaten di Flores, kita langsung buat surat mengadakan kontak dengan mereka, bahwa nama ini kemudian alamatnya ini agar diperiksa sampai dua kali masa inkubasi, kalau misalnya yang bersangkutan sakit, jangan sampai dicurigai sakit ini. Kita sudah antisipasi demikian tahun 2003, untuk pada saat itu hanya memang peralatan, peralatan memang masih jauh dan saat ini pun juga masih jauh. Oleh karena itu, kita perlukan kalau udang-undang ini, karantina kesehatan yang scope-nya udara, laut dan line border kita harapkan ini oke dan tadi sudah saya sampaikan dari fasilitas, sarana, tenaga dan dana. Fasilitas perbekalan yang perlu ada tadi, saya ada itu, kemudian tenaganya, dari pejabat-pejabat karantina kesehatan dengan kompetensinya yang sudah saya sampaikan tadi termasuk pendanaannya. Kebetulan untuk draft RUU ini, kami sudah dari kementerian kesehatan sudah sampaikan ke DPD, kemudian termasuk naskah akademisnya kita sudah sampaikan. Jadi sudah kita sampaikan, kemudian jadi itu Pak Pauliyanto, saya ini
RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE III DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2015-2016 SELASA, 2 FEBRUARI 2016
15
kenal Pak Pauliyanto, tapi Pak Pauliyanto tidak tahu saya. Kasihan beta ini, tapi sudah tidak apa-apa demikian Pak Pauliyanto. Selanjutnya, Pak Stefanus dari Sulut, penyakit-penyakit apa saja? Untuk yang di kapal kebanyakan dari influenza, kemudian HIV ada. Jadi kita mengadakan pemeriksaan HIV/AIDS, benaran ini HIV/AIDS bahaya Pak, otomatis masuk angin tinggal keluar angin dikit Pak, kemudian tuberculosa. Jadi ada penyakit-penyakit ini, kalau misalnya ispa sudah biasa itu. Jadi itu Pak penyakit-penyakit yang sering terjadi, oleh karena itu kita juga di pelabuhan Tanjung Priok khususnya, kita punya pokja yang dibentuk pokja miliknya DKI. DKI punya Ibu Fahira, khusus Pelabuhan Tanjung Priok ada pokja penanggulangan HIV/ AIDS, penanggulangan HIV/AIDS di bawah sah bandar tapi kami adalah leading sector-nya. Kami yang menggerakkan link, jadi kita punya, bentukannya dari Pak Gubernur sejak tahun 2000, sudah lama, agak lama yang sampai saat ini berjalan. Ya salah satunya supaya di sekitar pelabuhan Tanjung Priok itu yang kelap-kelip aman dari HIV/AIDS. Kemudian Pak Jajuli dari Lampung, yang saya muliakan ini adalah fasilitas kesehatan yang perlu ada dan termuat di dalam Rancangan, RUU juga kita sudah siapkan dan kemudian dari yang saya sampaikan tadi, antara lain ada tujuh tadi, oleh karena itu rinciannya sampai kecil-kecilnya banyak nanti. Kemudian Ibu Fahira yang saya muliakan, kalau alat deteksi memang kami ada thermo scanner, kalau TKI, TKI masuk dari sana, dari luar tetap kita, kalau ada panas langsung kita sisihkan, misalkan kalau gawat kita rujuk, segera rujuk, ambulance oke dan kantor kesehatan pelabuhan satu kali 24 jam, sejak dulu, sejak zaman Belanda sudah haven art dulu kalau gak salah dulu namanya, bahasa Belandanya. Jadi kemudian alat deteksi pada saat kita ke kapal, kita ada kalau HIV ada, malaria kita punya, lalu TB ada yang langsung, rapid kita harapannya, rapid yang bisa kita gendong diransel gitu kemudian naik tangga monyet. Rapid and portable sehingga cepat dan bisa diangkat kiri kanan, jadi itu kita punya tapi memang masih kurang banyak sekali, oleh karena itu kami mungkin, kita juga sudah masukan di dalam RUU ini, mudah-mudahan jadi betul ini. Terima kasih yang saya muliakan Ibu Fahira. PIMPINAN RAPAT : FAHIRA IDRIS, SH., MH (WAKIL KETUA KOMITE III) Terima kasih, ada satu lagi dari Ibu Maria, silakan. PEMBICARA : MARIA GORETI, S.Sos., M.Si (KALBAR) Terima kasih Ketua. Ibu-Bapak Anggota Komite III dan Ibu-Bapak narasumber sekalian, saya Maria Goreti dari provinsi Kalimantan Barat. Mohon maaf karena terlambat sebab menerima tamu tadi Bapak-bapak tamu sekalian. Kami juga sebenarnya belum tahu, terutama saya sendiri masih awam sekali tentang RUU ini Pak, artinya belum punya waktu yang cukup untuk pendalaman begitu, tapi saya pikir rancangan ini mestinya disambut amat baik dan positif oleh kita semua, bangsa Indonesia karena saya sendiri banyak mengalami pengalamanpengalaman, ambil contoh pada saat mau berangkat ke sini kemarin, saya menyaksikan sendiri ada empat orang anak kalau tidak salah, mengalami atau menderita namanya ya, cacar cacar basah gitu Pak. Dulu kami ingat waktu ada teman atau ada sekolah mau cacar air ya Pak, bukan cacar api soalnya kaya tutul-tutul gitu, basah banget gitu, anaknya diberi jaket sehingga tak ketahuan, tapi saya kaget karena saya pernah mengalami seperti itu. Oh ini kena cacar nih, dulu saya pernah mengalami hal serupa Pak, tidak diperkenankan untuk menaiki pesawat begitu. Nah tapi kok ini bisa lolos ya, padahal di pesawat Garuda, mohon maaf lah karena kan Garuda kebanggaan kita semua, tapi kok boleh gitu ya. Ketika saya bertanya kepada pramugari, pramugari juga mengatakan, wah mestinya dari bawah tadi Bu istilahnya RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE III DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2015-2016 SELASA, 2 FEBRUARI 2016
16
terproteksi sejak di bawah, kalau ini sudah naik, kebetulan yang bersangkutan juga nomor 21 AB gitu, nah saya di 22, wah kan ngeri juga gitu. Ya itu konteksnya, beberapa pengalaman, lalu juga saya melihat di bandara kita di daerah-daerah memang belum maksimal lah, bahkan ada beberapa yang tidak ada, apa lagi kalau penerbangan-penerbangan perintis seperti kabupaten Sintang, Kapuas Hulu sudah ada Garuda kecil masuk, tapi tidak ada ruang isolasinya Pak. Padahal dari daerah itu sangat perlu sekali, menurut saya. Nah saya juga ingin bertanya sebetulnya, apakah pernah ada rapat dengan Angkasa Pura misalnya, ataukah ada tidak kendala-kendala atau sejauh mana koordinasi antara kementerian kesehatan yang menangani ini dengan Angkasa Pura, mengingat merekakan BUMN gitu. Nah saya sendiri sebenarnya banyak punya kritikan gitu, sampai pernah saya tidak pernah ada troly ditempat kami di Provinsi Kalimantan Barat itu. Lalu juga pernah pada saat saya membawa bukubukunya disobek Pak basah, lalu saya marah, saya panggil mereka saya panggil kerumahtanggaan gubernur dan kami lesehan rapat di situ, saya bilang lain kali tidak boleh lagi terjadi ada kardus-kardus kami yang di disobek sedemikian rupa karena tidak mungkin kami membawanya narkoba sebanyak ini dan berat sekali gitu kan. Lalu kemudian dengan kata lain sebenarnya saya sendiri pernah melakukan koordinasi itu, tapi mohon maaf Pak saya lihat Angkasa Pura itu bandel gitu. Nah kalau bapak-bapak bagaimana ininya, saya barusan tanya dengan Pak Stef, mungkin tidak ya bandara itu dikelola oleh swasta? Tapi rasanya kalau di Indonesia itu agak sulit gitu, banyak hal yang sebenarnya, termasuk narkoba Pak. Tadi Bapak sebutkan Entikong, saya pernah Pak, walaupun saya sudah bukan wartawati lagi, saya pernah mengejar bis Damri yang membawa 6 kilo heroin mungkin di melewati Jl. Tayan. Ini pengalaman empiris, belum terlalu 5 tahunan, baru 3 tahun yang lalu. X-ray kita di Entikong itu sengaja dimatikan atau saya kurang tahu, waktu itu kan ada keterlibatan polisi gitu, mohon maaf kalau saya sebut-sebut nama orang seperti ini, kita supaya bicara fair ini pun forum-forum kita mencari solusi bagi persoalan bangsa kan Pak bukan bermaksud untuk menyinggung atau membuka-buka menelanjangi salah satu instansi gitu. Jadi selain, nah X-Ray kita juga itu Pak, sekali waktu pernah teman kami bawa uang banyak karena yang bersangkutan itu mau membawa umroh, kelihatan ditasnya itu banyak duit kan, maklum lah orang kampung kan Pak, orang daerah itu 10.000 diikat, 100.000 diikat, jadi banyak banget, tetapi rupanya yang bersangkutan itu ketahuan bawa uang banyak dan sesaat kemudian tas yang tadi itu dirampok gitu, ada kejadian-kejadian seperti ini, bukan pada perampokannya yang saya ingin inikan, pada x-ray-nya itu tadi Pak, uang bagaimana kalau barang-barang terlarang, jangan-jangan itu justru tidak kelihatan, dibandingkan uang tadi gitu. Jadi intinya sebenarnya saya juga ingin menanyakan sejauh mana koordinasi dengan Angkasa Pura-nya sendiri atau adakah kendala-kendala misalnya di Kalbar saya rasa ruang karantina di mana ya? Belum ada lihat saya Pak. Jadi mohon penjelasan kepada kami untuk kalau kami ketika tiba saatnya nanti membahas undang-undang ini, RUU ini, kami lebih banyak menguasai, demikian Pak terima kasih. Terima kasih Ibu Pimpinan. PIMPINAN RAPAT : FAHIRA IDRIS, SH., MH (WAKIL KETUA KOMITE III) Terima kasih Bu Maria. Selanjutnya yang terhormat Ibu Novita Anakota, silakan. PEMBICARA : NOVITA ANAKOTTA, SH., MH (MALUKU) Baik terima kasih Bu Pimpinan. Saya mungkin hanya mau menanyakan, ini mungkin agak apa ya, tidak berbicara mengenai karantina kesehatan tetapi sehubungan dengan kepala kesehatan pelabuhan, ini saya menanyakan mengenai kurangnya obat-obat yang selalu berada di kapal-kapal RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE III DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2015-2016 SELASA, 2 FEBRUARI 2016
17
penumpang seperti Pelni dan sudah sering terjadi kasus dimana sampai terjadi kematian akibat daripada kekurangan obat-obat yang memang dibutuhkan. Mohon perhatiannya karena itu kasus yang betul-betul kita temui, terima kasih. PIMPINAN RAPAT : FAHIRA IDRIS, SH., MH (WAKIL KETUA KOMITE III) Terima kasih banyak Ibu Novita. Silakan pak bisa dijawab PEMBICARA : dr. OENEDO GUMARANG (KA. KESEHATAN KELAS I SOEKARNO - HATTA) Terima kasih Ibu Pimpinan. Bapak-Ibu yang terhormat, saya akan mencoba menjawab dari ibu Maria, itu mungkin satu kasus ya Bu ya, satu kasus dengan yang tiba-tiba berangkat tanpa sepengetahuan kita dan seharusnya memang itu tidak diberangkatkan, dan seharusnya tidak bergabung dengan orang lain, tapi saya mohon maaf, saya tidak bisa menjawab alasannya kenapa, sekarang saya akan coba untuk mengatakannya kepada atasan saya nanti supaya dibuatkan surat kewaspadaan lebih baik lagi barangkali karena ini memang, mohon maaf ini sudah kekhilafan, bukan kekhilafan ya, namanya sudah kekurangan yang amat sangat, kalau sampai ini sampai ada 4 orang yang seperti itu, sekali lagi ibu mohon maaf kalau itu bisa terjadi, tapi memang ada hal yang perlu kami kuatkan juga di bandara, bahwa kami selalu berkoordinasi dengan seluruh airlines yang ada dan kami punya coffee morning setiap bulan, dengan stakeholder membicarakan semua yang ada. Memang Ibu mohon maaf, bukan karena bukan karena ingin juga seperti ibu mengatakan menunjuk gigi seseorang, tapi memang kalau Garuda ini, mereka punya dokter sendiri, mereka juga menolak izin berangkat dari kita kadang kalanya, memang kita agak sedikit lebih harus lebih kuat terhadap mereka. Ya kalau kami di sini karena mungkin karena airport-nya besar barangkali Bu ya, jadi kami bisa waaah begitu ya Bu, tapi kalau airportnya kecil barangkali mereka akan nurut karena memang di sini kalau kita tidak kuat Bapak-Ibu, kita tidak kuat, kita akan berantem dengan KLM, harus berantem dengan Singapore Airlines, kita bicara dengan Saudi Arabia Airlines. Kalau kita tidak kencang maka yang menang mereka dan mereka suka-sukanya dan mungkin ini kejadian seperti, mungkin mohon maaf, ini mungkin kejadiannya seperti itu karena airlines nasional yang paling kuat itu adalah Garuda. Jadi mungkin ini sampai bisa cacar air kemudian dan lagi salah satu sistem check in di bandara itu tidak perlu harus lihat muka orangnya baru bisa check in, bisa nge-check in-in banyak orang kemudian orangnya sudah berjalan duluan sehingga airlines tidak melihat. Mungkin ini juga salah satu hal kenapa bisa lolos Ibu. Jadi mungkin ini sekali lagi mohon maaf, kami akan beritakan kepada, ini menjadi satu berita untuk ditindaklanjuti karena ini kami merasa, ini juga satu informasi yang sangat penting dari Ibu, yang akan menjadi bahan bagi kita untuk teman-teman kita yang harus membangkitkan lagi kewaspadaannya di wilayah-wilayah lain karena bagaimanapun juga informasi ini adalah informasi yang sangat penting Ibu. Kemudian apakah pernah rapat dengan Angkasa Pura tentang kendala-kendala? Setiap bulan kita coffee morning Bu dengan Angkasa Pura, dengan otoritas bandara dan kalau untuk Soekarno-Hatta, ya inilah yang menjadi sulit Ibu, kami untuk mengatakan juga ya Anda kan Soekarno-Hatta, lain dong dari yang lain karena dibandingkan yang kecil juga agak sulit karena kami di Soekarno-Hatta itu dengan gampang untuk menyampaikan sesuatu kepada otoritas bandara karena otoritas bandara juga hadir pada pertemuan itu sehingga salah satu contoh, kami pernah ribut dengan Angkasa Pura. Betul yang Ibu katakan Angkasa Pura juga punya kesombongan sendiri terhadap wilayahnya mereka karena itu wilayahnya mereka. Pernah kami punya ruangan wawancara, ruangan wawancara kami yang sudah diberikan RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE III DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2015-2016 SELASA, 2 FEBRUARI 2016
18
kepada kami tiba-tiba dijual kepada Garuda sehingga kami mau melakukan sesuatu, simulasi pelatihan, loh ruangan kita sudah tidak ada lagi, sudah Garuda. Kita dengan serta merta berkelahi Bu, kita mau berkelahi, saya bilang kita, kami akan ke luar dari airport ini kalau anda bisa berdiri tanpa karantina, silakan karena tidak ada airport internasional yang boleh berdiri tanpa adanya karantina kesehatan. Jadi, nah itu kita bisa, ada Ibu ya, terima kasih banyak. Oleh karena itu, kita masih bisa berkelahi, tapi memang ini kejadian-kejadian seperti ini harus konsisten kita berada di suatu tempat dan kita harus bersama-sama terus Ibu dan mudah-mudahan dengan adanya Rancangan Undang-Undang ini nanti dengan kita bisa bertemu muka dengan Bapak-Ibu sekalian ini kita akan bisa lebih semangat lagi untuk melaksanakannya. Kemudian apakah ada kendala-kendala? Sebenarnya kalau di kita tidak ada kendalakendala, cuma untuk airlines asing barangkali yang selalu merendahkan kita dan selalu kita harus kuat dengan pengetahuan aturan kita. Artian merendahkan, artian boleh dong kan yaa, gitu lah, selalu ingin boleh, selalu ingin boleh, kalau tidak dengan kekuatan hukum kita harus bias, padahal di negara mereka sendiri kita harus susah gitu. Lalu kita selalu menyampaikan ini kepada Angkasa Pura dan otoritas bandara, agar kita tetap menguatkan diri kita dalam hal ini, namun kami juga perlu sekali undang-undang ini cepat-cepat bisa ada supaya kami bisa mengaplikasikan seluruh kekuatan yang kami punya, supaya kami dapat berjalan dengan baik, barangkali itu harapan kami yang sangat kuat. Untuk Ibu Novita barangkali pertanyaannya kepada direktur. Terima kasih itu yang dapat saya sampaikan Ibu Ketua, terima kasih PEMBICARA : RBA. WIDJONARKO (KA. KKP KELAS I TANJUNG PRIOK) Izin Ibu. Ibu Maria tadi yang ditanyakan untuk bandara ya, KKP bandara bagaimana koordinasinya? Saya kira untuk Ibu Novita yang mulia, untuk pelabuhan laut juga sama ini selalu, sebulannya ada coffee morning, kemudian ada kegiatan-kegiatan tertentu, otomatis kepala pimpinan-pimpinan instansi tertentu karena kami dibawah kornasi, karena kami dibawah koordinasi, untuk sisi darat untuk dinas pelabuhan, di sisi laut adalah syahbandar tetapi fungsi koordinasi tertinggi adalah kantor-kantor kesyahbandar utama Tanjung Priok. Kami selalu koordinasi, terutama untuk kekarantinaan, satu bulan rata-rata satu kali kami untuk koordinasi untuk rapat, mengadakan rapat koordinasi. Kita mengundang mereka khusus untuk kekarantinaan kesehatan. Mengenai kurangnya obat, apa yang dikatakan Pak Oenedo tadi pas, tadi ya ke KKP. Priok, kalau kami tidak berdaya ini. Mereka tidak terlalu peduli dengan kami, oleh karena itu kenapa peraturan perundang-undangan kami memang kurang untuk di wilayah-wilayah sana, kami kalau di Priok, tidak mau kami punya sertifikat P3K dan obat-obat P3K-nya harus ada. Kalau tidak ada, kami tidak akan memberikan dan kami tidak akan science untuk apa forehead korting clearance jadi kapal tidak akan bisa keluar. Kalau kami tidak berikan sign itu PHGC, termasuk pelabuhan yang lain. Nah fungsi koordinasi memang penting, dalam hal ini untuk KKP-KKP lain ada yang tidak kuat memang karena undang-undang kita masih belum kuat dengan Undang-Undang 62. Yang dukung ini justru Undang-Undang Pelayaran, tapi tetep man behind the gun, kalau KSOP-nya, kalau disana pelabuhan kecil namanya kantor kesyahbandaran dan otoritas pelabuhan. KSOP-nya berarti tidak peduli surat persetujuan berlayar tanpa kekarantinaan kesehatan bisa jalan, kalau Priok tidak itu. Jadi locus-nya dan tetap man behind the gun teriakannya, koordinasinya harus oke. Apapun yang jelas kami punya sertifikat P3K, kalau misalnya mungkin pelabuhan di Maluku sana, kasihan KKP-KKP Maluku... Oh ya Bu, mereka yang sedia dan itu harus, bukan kita memeriksa, kita memeriksa, mengawasi ada tidak obatnya itu. Bukan kami yang siapkan di kapal itu ada tidak
RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE III DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2015-2016 SELASA, 2 FEBRUARI 2016
19
P3K, obat-obat P3K-nya, kalau tidak ada, tidak akan bisa jalan kapal itu. Oh bukan, kami tidak mengadakan itu. Terima kasih. PIMPINAN RAPAT : FAHIRA IDRIS, SH., MH (WAKIL KETUA KOMITE III) Terima kasih kepada para narasumber atas penjelasannya yang telah diberikan. Kita berikan applause dulu. Dengan demikian kita telah menyelesaikan agenda Rapat Dengar Pendapat Umum hari ini. Ya, oh boleh-boleh. PEMBICARA : dr. OENEDO GUMARANG (KA. KESEHATAN KELAS I SOEKARNO - HATTA) Ibu Pimpinan mohon maaf kalau saya meminta untuk memberikan usul, kantor kesehatan pelabuhan ini bekerja 24 jam Ibu tapi informasi kepada, seperti kepada kementerian-kementrian lain, itu tidak ada informasi kalau kita bekerja dalam 24 jam sehingga dalam pengaturan-pengaturan pendanaan dan pengaturan-pengaturan lain agak sulit bagi kami karena kami dibatasi bahwa kami bukan 24 jam seperti itu. Ini merupakan, karena judul kami kantor, kantor ya itu eight to five gitu ukurannya begitu, atau 08.00-16.00 tapi dalam tertulisnya, tapi ketika itu menjadi satu pekerjaan itu kami sampai 24 jam. Seperti di Soekarno-Hatta itu satu jam 74 penerbangan, jadi kami bekerja 23 jam karena space-nya hanya 1, jam 23.00-24.00 tidak ada, 23 jam kali 74 penerbangan yang harus kami awasi. Jadi tidak mungkin kami kerja sampai jam 16.00, kami kerja itu 24 jam, jadi kami juga jaga 24 jam. Iya Pak, pakai, mestinya harusnya pakai shift, tapi kami pakai lembur selama ini. Jadi agak sulit bagi kami untuk hal itu, jadi kalau bisa ini menjadi satu informasi bagi Bapak-Ibu yang terhormat. Kemudian kami juga punya kelemahan Ibu. Kelemahan kami adalah ketika kami berbicara dengan bea cukai, ketika kami berbicara dengan imigrasi, bahwa mereka punya dirjen sendiri, mereka punya atasan sendiri yang bisa mengayomi mereka seketika juga pada saat itu. Kalau kami tidak, kami cuma punya subdit yang notabene lebih rendah dari kami. Mohon maaf kalau saya bilang lebih rendah, karena saya eselon II, subdit kami eselon III. Jadi kadangkala tidak jadi mengayomi kami. Jadi kadang-kadang, kalau kami sombong umpamanya, “ah, sok tau lo ah”kita bisa bilang begitu, ini mohon maaf Ibu, ini informasi. Jadi kalau bias, sekiranya kalau bisa ada satu direktorat yang mengayomi karena pelabuhan ini ada 49 dengan 305 port of entry, kemudian hanya diayomi oleh satu orang subdit. Subdit itu adalah eselon III, jadi mungkin ini juga satu informasi Ibu, mohon maaf kalau saya lancang menyampaikan, tapi inilah kadang-kadang kesulitan kami untuk dapat bergerak lebih lancar. Terima kasih Ibu PIMPINAN RAPAT : FAHIRA IDRIS, SH., MH (WAKIL KETUA KOMITE III) Terima kasih. Untuk tim ahli tolong dicatat tadi ya poinnya. Iya silakan Ibu Maria PEMBICARA : MARIA GORETI, S.Sos., M.Si (KALBAR) Terima kasih Ibu, mohon maaf, hanya ingin mempertegas Pak. Kebetulan kami kemarin Raker juga dengan Kementerian Kesehatan. Saran saya Bu, kalau bias, kalau boleh kita bersurat mungkin ya kepada Ibu Menteri Kesehatan terhadap masalah ini kalau Bapak berkenan gitu ya karena sayangnya kami bertemu Bu Menkes dulu baru bertemu BapakBapak ya, begitu. Itu saja Ibu, catatan dari saya dan usul terima kasih. RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE III DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2015-2016 SELASA, 2 FEBRUARI 2016
20
PIMPINAN RAPAT : FAHIRA IDRIS, SH., MH (WAKIL KETUA KOMITE III) Ya terima kasih Bu Maria atas usulannya. Insya Allah kita akan bersurat Pak atas nama Komite III. Mudah-mudahan ada perubahan ya Pak ya. Ada lagi yang mau ditambahkan? Cukup? Cukup ya. Ya dengan demikian kita telah menyelesaikan agenda Rapat Dengar Pendapat Umum hari ini, maka dengan mengucapkan hamdallah kita akhiri rapat hari ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada kita semua. Wabillahitaufik walhidayah Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
RAPAT DITUTUP PUKUL . 15:27:55 WIB
RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE III DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2015-2016 SELASA, 2 FEBRUARI 2016
21