DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA -----------
RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE III DENGAN NARASUMBER MASA SIDANG III TAHUN SIDANG 2015-2016 DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
I.
KETERANGAN
1. 2. 3.
Hari Tanggal Waktu
: : :
Senin 18 Januari 2016 13.33 WIB–16.02 WIB
4. 5.
Tempat Pimpinan Rapat
: :
R. Rapat 2C 1. Drs. Hardi Selamat Hood (Ketua Komite III) 2. Fahira Idris, SE (Wakil Ketua Komite III) 3. Ir. Abraham Liyanto (Wakil Ketua Komite III)
6.
Acara
:
Pembahasan terkait Rancangan Undang-Undang Penyandang Disabilitas dengan narasumber: 1. Fajri Nursyamsi, S.H., M.H. (Pusat Studi Hukum dan Kebijakan/PSHK); 2. Ariani Soekanwo (PPUA Penca); 3. Maulani Rotinsulu (Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia).
7. 8.
Hadir Tidak hadir
: :
Orang Orang
II. JALANNYA RAPAT : RAPAT DIBUKA PUKUL 13.33 WIB
PIMPINAN RAPAT: Drs. HARDI SELAMAT HOOD (KETUA KOMITE III) Bapak-Ibu, mari kita fokuskan kegiatan kita pada sore hari ini, dan mari kita mulai bersama. Yang saya muliakan Bapak-Ibu para Senator, Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Komite III, yang saya hormati Bapak-Ibu narasumber, para hadirin yang berbahagia. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Salam sejahtera bagi kita semua. Mengawali Rapat Dengar Pendapat Umum Komite III DPD RI kali ini, marilah kita panjatkan rasa puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan perkenan-Nya, kita semua dapat menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum Komite III dalam keadaan sehat walafiat. Sebelum kami membuka Rapat Dengar Pendapat Umum Komite III DPD RI dalam rangka penyusunan pandangan pendapat DPD RI atas Rancangan Undang-Undang tentang Penyandang Disabilitas. Terlebih dahulu marilah kita berdoa menurut agama dan kepercayaan kita masing-masing. Berdoa mulai, doa selesai. Sebelum juga memasuki Rapat Dengar Pendapat Umum, izinkanlah kami memperkenalkan terutama kepada para Senator, Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Komite III, atas keputusan Pimpinan Komite III, seleksi terhadap staf ahli Komtie III. Dengan atas bantuan juga beberapa rekan yang turut hadir dalam melakukan pengujian wawancara kepada para calon staf ahli Komtie III. Pertama kami perkenalkan, tentu saja ini wajah lama, tetapi tetap eksis bersama kita. Kami perkenalkan Raden Muhammad Mihradi. Ya boleh kalau mau tepuk tangan, yang teuk tagan tadi saya doakan masuk surge, yang belum silakan setelah ini. Selanjutnya kami perkenalkan, staf ahli yang kedua, saudara Dr. H. Fery Muhammad Syah Siregar, LC., MA. Beliau S3 di UGM didalam studi perbandingan agama selanjutnya kami perkenalkan yang ketiga, saudara Dr. Jonny Siahaan, silakan, beliau S3 dari Universitas Negeri Semarang. Kemudian yang keempat kami perkenalkan Dr. Andi Diah Sakinah, beliau adalah dibidang managemen pendidikan tamat di Universitas Negeri Jakarta dan terahir karena ada penambahan satu orang untuk tahun ini, kami perkenalkan Ambar Retnosih Widiantini, MA., beliau S2 Hubungan Internasional Universitas Gajah Mada. Demikian dapat kami sampaikan dan tentu saja beliau yang akan bersama kita di dalam kerja-kerja politik kita di Komite III. Bapak-Ibu yang kami muliakan, selanjutnya, marilah kita bersama-sama mengikuti Rapat Dengar Pendapat Umum Komite III DPD RI pada hari ini dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahiim, Rapat Dengar Pendapat Komite III DPD RI dalam rangka penyusunan pandangan dan pendapat DPD RI atas Rancangan Undang-Undang tentang Penyandang Diabilitas dibuka dan terbuka untuk umum. KETOK 1X Sebagaimana undangan yang telah disampaikan oleh sekretariat kepada Bapak-Ibu para Senator yang berbahagia, bahwa hari ini Komite III DPD RI mengatakan Rapat Dengar Pendapat Umum dalam rangka penyusunan pandangan dan pendapat DPD RI atas RDPU KOMITE III DENGAN NARASUMBER DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 18 JANUARI 2016
1
Rancangan Undang-Undang tentang Penyandang Disabilitas dan alhamdulillah di tengahtengah kita telah hadir yang pertama yang terhormat Bapak Fajri Nursyamsi, SH., MH., dari pusat studi hukum dan kebijakan PSHK, tepuk tangan buat beliau. Yang kedua Ibu Ariani Soekanwo dari pusat pemilihan umum akses penyandang cacat, silakan Ibu, ya terima kasih kehadirannya, dan yang terakhir yang terhormat Ibu Maulani Rotinsulu dari himpunan wanita disabilitas Indonesia, terima kasih kehadirannya Bu. Bapak-Ibu anggota Komite III DPD RI, para narasumber, dan para hadirin yang berbahagia sebagaimana telah kami sampaikan kepada yang terhormat para Anggota bahwa kita telah menerima naskah akademik dan draft Rancangan Undang-Undang Penyandang Disabilitas dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Oleh karena itu adalah kewajiban kita bersama untuk dapat bersepakat melahirkan Undang-Undang Penyandang Disabilitas tersebut. Hal ini dikarenakan keberadaan penyandang disabilitas sebagai bagian dari tujuan utama pembangunan nasional Indonesia memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan warga negara lain dalam memperoleh setiap kesempatan, serta turut aktif dalam setiap usaha pembangunan nasional sebagaimana yang telah diamanatkan dalam UndangUndang Dasar tahun 1945. Oleh karena itu pertemuan pada hari ini adalah pertemuan dalam rangka memperbincangkan atas kesepakatan kita yang pada akhirnya nanti untuk bersamasama mendukung sepenuhnya, lahirnya Rancangan Undang-Undang tentang Penyandang Disabilitas. Bapak-Ibu yang kami hormati, izinkanlah untuk menggesa pertemuan ini kami langsung saja mempersilakan kepada para narasumber yang telah kita undang bersama untuk memberikan pengayaan kepada kita semua, untuk memaparkan materinya dan pada hari ini juga kita mengucapkan terima kasih apa yang telah dibawa oleh para narasumber kita yang merupakan buku-buku yang menurut hemat kami sangat tepat untuk dapat kita bahas bersama. Kepada yang terhormat Bapak Fajri, Ibu Ariani, dan Ibu Maulani kiranya bersepakat siapa yang akan dahulu. Namun karena prianya ada satu, biasanya pria itu yang terakhir. Oleh karena itu kepada Ibu Maulani, yang lebih muda, karena saya tahu Ibu Ariani lahirnya tahun 1945. Nah luar biasa, menghitungnya gampang, setiap hari merdeka Ibu akan berulang tahun. Oleh karena itu kepada yang terhormat Ibu Maulani kami persilakan. PEMBICARA: MAULANI ROTINSULU/HIMPUNAN WANITA DISABILITAS INDONESIA (NARASUMBER) Terima kasih Bapak Pimpinan Sidang. Bapak-Ibu sekalian, selamat sore. Salam sejahtera. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Terimakasih para, saya meminjam istilah Pimpinan Rapat, para Senator Republik Indonesia, atas kesediaan Bapak-Ibu semua untuk mendengarkan suara masyarakat disabilitas dan dalam hal menggunakan wewenang Bapak-Ibu tentunya untuk memutuskan penanganan penyandang disabilias di negara ini, terhadap kehidupan masyarakat disabilitas tentunya. Saya Maulani Rotinsulu seorang penyandang disabilitas daksa dari umur 7 tahun. Berkecimpung di organisasi penyandang disabilitas sejak tahun 1981 dan saat ini saya duduk sebagai Ketua Umum Himpunan Wanita Disabilitasi Indonesia. Bapak-Ibu sekalian, seperti yang Bapak-Ibu pasti pernah dengar bahwasannya keinginan masyarakat penyandang disabilitas untuk mengganti peraturan yang mengatur kehidupannya sehari-hari, dari Undang-Undang Dasar Nomor 4 tahun 1997, itu sudah diwacanakan sejak periode parlemen maksud saya, itu dari periode yang lalu. Kali ini, ini adalah yang ketiga kali RUU ini masuk dalam prioritas prolegnas, oleh karena itu kami RDPU KOMITE III DENGAN NARASUMBER DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 18 JANUARI 2016
2
sangat berharap sebenarnya, bahwasannya Bapak-Ibu sudah akan sangat lebih sensitif terhadap penyandang disabilitas. Bapak-Ibu sekalian mengawali, saya akan mengatakan ada beberapa perubahan terkait dengan definisi yang sudah disampaikan didalam draft RUU Penyandang Disabilitas inisiatif DPR, di sana dikatakan RUU Penyandang Disabilitas mendefinisikan penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan atau sensorik yang dapat berinteraksi dengan lingkungan, dan atau sikap masyarakat yang mengalami hambatan dan kesulitan berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan kesempatan. Mencermati definisi ini, kita akan masuk melihat bagaimana sebenarnya masyarakat penyandang disabilitas mencoba menerapkan prinsip-prinsip perubahan dari peraturanperaturan perUndang-Undangan yang sudah ada, terkait dengan lebih menginklusikan penyandang disabilitas. Di sini kami mencoba menuliskan prinsip yang ingin disampaikan masyarakat penyandang disabilitas terkait dengan perubahan peraturan perUndang-Undangan mereka adalah tentunya, masyarakat disabilitas ingin dihormati sebagaimana layaknya manusia lainnya. Artinya landasan penghormatan itu harus berdasarkan hak-hak asasi manusia. Kemudian yang kedua, masyarakat disabilitas ingin diterima sebagai keragaman. Selama ini keragaman ini agak berbeda, penyandang disabilitas dilihat lebih kepada hal-hal yang subordinat, seperti ketidakmampuan, orang-orang yang tidak bisa membangun diri, dan tidak mempunyai kesempatan sehingga penanganan-penanganan terhadap disabilitas selalu berdasarkan penanggulangan. Kemudian penyandang disabilitas ingin tidak diskriminasi dan dengan tidak didiskriminasi ini, penyandang disabilitas ingin bahwasanya mereka harus masuk didalam program-program pembangunan, masuk didalam program-program pembangunan. Kenapa kami disini mengatakan program-program pembangunan? Karena selama ini penyandang disabilitas dimasukkan dalam kategori kelompok masyarakat yang bermasalah. Di negara ini, setahu kami, kalau misalkan kita dimasukkan dalam kelompok yang bermasalah, atau istilahnya PMKS, program-programnya hanyalah penanggulangan, program-program meningatkan kapasitas diri kita tidak ada. Oleh karena itu, di sini kita katakan bahwasanya penyandang disabilitas harus dipenuhi haknya melalui programprogram pembangunan yang inklusif, yang dimaksudkan dengan pembangunan yang inklusif disini juga adalah ketika pemerintah atau negara ini ingin membangun penyandang disabilitas, tidak dalam program-program yang terpisah, tetapi diperhitungkan disetiap pembangunan program-program yang sudah ada. Program-program mainstream dari negara ini harus memperhitungkan pembangunan penyandang disabilitas. Nah, kalau misalkan sudah memperhitungkan penyandang disabilitas bagaimana caranya? Caranya adalah memberikan kesamaan kesempatan melalui kesetaraan perlakuan. Kesamaan kesempatan dan kesetaraan perlakuan juga adalah salah satu prinsip. Ketika kita memberikan kesamaan kesempatan, bukan berarti kita tidak memperhatikan kebutuhan, jadi bukan kesamaan kesempatan bukan jargon, tapi action. Nanti Bapak-Ibu akan melihat dimana kesetaraan perlakuan itu adalah yang dimaksudkan dalam prinsip-prinsip penyandang disabilitas, yaitu penyediaan lingkungan dan pelayanan publik yang akses bagi penyandang disabilitas, atau seperti yang Bapak-Ibu kenal adalah aksesibilitas. Bapak-Ibu sekalian, lalu ketika kita berpikir bahwasanya, atau menerima, mudahmudahan, menerima prinsip-prinsip dalam undang-undang ini harus ada penghormatan terhadap hak, non diskriminasi, menerima kami sebagai bagian dari keberagaman masyarakat, kemudian dipenuhi haknya, pemenuhan haknya, adalah memasukkan programprogram kami atau memperhitungkan keberadaan penyandang disabilitas dalam programprogram yang mainstream melalui kesamaan kesempatan dan perlakuan yang setara, yang biasa dibilang aksesibilitas. Kemudian kami berpikir bahwasanya strategi pelaksanaan RDPU KOMITE III DENGAN NARASUMBER DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 18 JANUARI 2016
3
penghormatan dan perlindungan penyandang, pemenuhan hak penyandang disabilitas itu, tentu saja kembali adalah pembangunan, tentu saja pembangunan yang inklusif. Pembangunan yang memperhitungkan dan memasukkan isu-isu penyandang disabilitas sebagai salah satu target yang harus dibangun berdasarkan hak-haknya di negara ini. Kemudian ketika kita mau berbicara tentang pembangunan, kami berpikir bahwasanya pembangunan itu ada di semua lini sektor negara ini. Penanganan harus ada di multisektor karena kami adalah masyarakat, warga negara bangsa ini, ketika warga negara bangsa ini mempunyai satu program pembangunan diberbagai sector, artinya kami pun harus ada di sana. Oleh karena itu strategi yang kami tawarkan adalah strategi penanganan multisektoral. Kemudian bagaimana caranya memenuhi hak-hak kami? Adalah dengan penyediaan aksesibilitas dan layanan dukungan atau dikatakan support service. Penyediaan aksesibilitas, mayoritas adalah memberikan fasilitas-fasilitas fisik untuk membantu kami dapat berpartisipasi secara penuh di tengah masyarakat. Selama ini penyandang disabilitas biasa sangat tereksklusifkan, tidak bisa berpartisipasi, tidak bisa keluar karena memang fasilitas atau lingkungannya tidak mendukung keberadaan kami di dalam masyarakat. Yang kedua adalah support service, tentu saja ketika kami bicara tentang kami ingin menjadi subjek dari pembangunan, kemandirian, bukan berarti kalau kami mandiri, segala sesuatu kami bisa sendiri karena seperti Bapak-Ibu lihat, bahwasanya ada hal-hal yang tidak setara antara Bapak-Ibu yang nondisabilitas dengan kami. Ada fungsi-fungsi yang tidak sama diantara Bapak dan Ibu. Oleh karena itu kami menuju kesetaraan atau menuju kemandirian kami, kami butuh support service atau dan fasilitas-fasilitas teknis. Yang keempat adalah strategi yang ingin kami sampaikan adalah partisipasi penuh kami sebagai masyarakat disabilitas didalam setiap proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi tentang segala bentuk pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas. Selain strategi ini ada di dalam konvensi hak-hak penyandang disabilitas yang seperti Bapak-Ibu sudah ketahui menjadi dasar pemikiran kami untuk mengusulkan RUU Penyandang Disabilitas ini, partisipasi ini pun menjadi landasan kami mengusulkan terkait dengan pengalamanpengalaman kami. Bapak-Ibu sekalian seperti contohnya yang sederhana saja, tentang program-program yang dibuat untuk penyandang disabilitas. Selama ini prosesnya adalah given ya Bapak-Ibu sekalian, jadi pemerintah mencoba mendesain atau barangkali pemerintah dan Bapak-Ibu sekalian yang ada di parlemen mencoba mendesain tapi tidak pernah melakukan proses konsultasi atau proses menggalang pendapat dengan masyarakat penyandang disabilitas itu sendiri sehingga banyak sekali program-program yang tidak cocok dengan kebutuhan atau situasi yang kami alami atau yang sekarang kami jalani, tidak cocok dengan keinginan, atau strategi yang kita, atau situasi-situasi sosial yang dialami penyandang disabilitas. Itu dua pertimbangan besar dari dua apa yang ingin kami sampaikan dan kami ingin Bapak-Ibu mempunyai jiwa yang sama, bersama kami tentang dasar pemikiran, ketika kita nanti akan membahas isi dari RUU ini. Kemudian terkait dengan pendataan, saya akan memberikan sedikit kata pengantar saja karena nanti akan dibicarakan oleh Ibu Ariani secara detil tapi yang pastinya pendataan yang diharapkan oleh penyandang disabilitas itu tentunya untuk mengukur keberhasilan dan menghitung desain pembangunan yang inklusif bagi penyandang disabilitas karena selama ini data terhadap penyandang disabilitas sangat rancu. Pendataan selalu dilakukan oleh masing-masing sektor terkait dengan program-program yang akan mereka buat sehingga barangkali ada overlap data atau pun ada penyandang disabilitas yang sama sekali tidak terjangkau oleh pendataan tersebut. Kalau kita melihat, menurut badan kesehatan dunia itu saat ini ada diangka 15% dari populasi dunia dan hasil sensus penduduk 2010 masih diangka 4,45% dari populasi atau sekitar 10.400.000. Bukannya kami menolak data-data yang ada, tapi sebagaimana Bapak-Ibu tahu, Ibu Ariani dan saya adalah organisasi-organisasi yang RDPU KOMITE III DENGAN NARASUMBER DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 18 JANUARI 2016
4
mempunyai kepanjangan tangan sampai tingkat desa, di provinsi, kabupaten sampai tingkat desa. Banyak sekali ketika kita mengkroscek kepada anggota-anggota kami, pelayananpelayanan atau program-program penyandang disabilitas, program-program pemerintah tidak menjangkau mereka, apa lagi program-program atau orang-orang yang datang mendata secara spesifik kepada mereka. Mengenai data, dan saya juga ingin berkomentar sedikit tentang lembaga pemajuan dan pengawasan karena ini disampaikan oleh Bapak-Ibu didalam term of reference kepada kami. Terkait dengan lembaga pemajuan dan pengawasan, kami berpikir atau kami menginginkan Komisi Nasional Disabilitas harus ada sebagai mekanisme pemantauan penghormatan, pemenuhan, perlindungan dan perlindungan hak penyandang disabilitas, kenapa? Faktor-faktor sosial sebelumnya, kami banyak sekali program-program yang kami pun duduk didalam koordinasi-koordinasinya, bersama pemerintah. Nah hal-hal ini selalu sifatnya adalah mengumpulkan data program tapi tidak pernah terukur kualitas program tersebut, kenapa? Karena kami tidak pernah mendapat program untuk pengawasan proses ya, jadi biasanya kalau Bapak-Ibu dari pemerintah mengundang kami hanya mendengar tahunan, akhir tahun mendengar, program-program yang sudah dilakukan oleh pemerintah, tapi di dalam proses untuk menilai apakah sebenarnya program-program itu berkualitas dan berdampak membangun si penyandang distabilitas, belum pernah kami dapatkan. Oleh karena itu kami berpikir bahwasannya harus ada lembaga khusus yang mencoba menjadi tim pengawasan dari proses pelaksanaan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas. Kita juga bisa melihat bahwa di Undang-Undang nomor 19 tahun 2011, UndangUndang pengesahan tentang hak-hak asasi penyandang distabilitas, mengatakan negara pihak membentuk suatu kerangka kerja, termasuk sebuah mekanisme independen untuk memajukan, melindungi dan mengawasi implementasi hak penyandang distabilitas dan masyarakat pengguna, serta organisasi perwakilannya, harus berpartisipasi penuh dalam proses pengawasan. Bapak-Ibu sekalian, sebagai pengantar karena yang paling muda disuruh ngomong duluan, komen saya dalam konteks bab pemenuhan hak penyandang distabilitas didalam RUU Inisiatif DPR, banyak sekali alat akomodasi maupun fasilitas aksesibilitas itu tidak tertuliskan secara eksplisit. Yang kami inginkan adalah alat akomodasi maupun fasilitas akses ini, sebaiknya dituliskan secara eksplisit, guna menetapkan standar aksesibilitas ketika akan dikembangkan dalam peraturan-peraturan pemerintah. Kami membaca dan kami telah beberapa kali bertemu dengan Tim Penyusunan di Panja sebelumnya, dan kami telah memberikan banyak bahan-bahan kepada beliau, ketika kita menyampaikan bahan-bahan yang terkait dengan fasilitas aksesibilitas, banyak sekali yang harus kami jelaskan terkait dengan penggunaannya kepada para penyusun ini. Oleh karena itu kami heran ketika draft itu sudah jadi, hal-hal yang sebenarnya sangat asing bagi mereka tidak dicantumkan di sana. Seharusnya ketika para penyusun ini merasa ini sesuatu yang baru harusnya mereka juga berpikir bahwasannya, ini juga pandangan orang yang lain, artinya mereka harus mencantumkan itu sebagai standard dari pengetahuan mereka, dan itu bisa membantu pengembangan-pengembangan, peraturan-peraturan lain yang dikemudian. Kemudian beberapa pencermatan terhadap isu pembangunan, saya pikir yang sangat terkait dengan aksesibilitas atau dalam pemenuhannya, harus ada modifikasi fasilitas-fasilitas atau alat-alat, atau akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas adalah dalam sektorsektor pembangunan, informasi dan komunikasi, pendidikan, ketenagakerjaan, kewirausahaan, perempuan dan anak, dalam hal perlindungan hukum, infrastruktur, pendataan, kartu disabilitas, dan konsesi. Saya pikir itu yang harus dicermati terkait dengan fasilitas atau support sercvice yang disediakan. Demikian Bapak-Ibu pengantar, presentasi pengantar dari kami, tim, dan akan di lanjutkan lebih detil kepada senior-senior saya, demikian. RDPU KOMITE III DENGAN NARASUMBER DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 18 JANUARI 2016
5
Walaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh PIMPINAN RAPAT: Drs. HARDI SELAMAT HOOD (KETUA KOMITE III) Terimakasih kepada Ibu Maulani dan telah memberikan beberapa hal masukan yang kita lihat sangat luar biasa, dan juga beliau punya pengalaman, tentu juga masukan ke DPR RI. Tepuk tangan sekali lagi untuk ibu Maulani. Ini alhamdulillah ini Komite III hadir luar biasa hari ini. Ini menunjukkan semangat Komite III mendukung RUU Penyandang disabilitas, tepuk tangan buat kita semua. Ini selanjutnya kami ingin, kalau tadi junior, sekarang senior, Ibu Ariani Soekanwo. Saya ralat kami berikan kepada bapak Fajri Nursyamsi, seorang peneliti dan juga dari pusat studi hukum dan kebijakan Indonesia. Silakan Pak Fajri. PEMBICARA: FAJRI NURSYAMSI, S.H., M.H./PUSAT STUDI HUKUM DAN KEBIJAKAN (PSHK) (NARASUMBER) Baik terimakasih Pak Pimpinan Rapat. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat siang Bapak-Ibu sekalian, terima kasih atas kesempatannya. Saya mau apresiasi dulu terkait dengan forum hari ini karena concern dari Bapak-Ibu sekalian dari para Senator Indonesia yang ikut concern dengan isu disabilitas karena memang boleh dikatakan di Indonesia saat ini, terutama pengambil kebijakan, memang belum banyak yang punya concern lebihlah terkait dengan isu disasbilitas. Saya pikir DPD bisa jadi pionir awal untuk kemudian bisa menjadikan ini sebagai kebijakan nasional dan kebijakan yang pro terhadap para penyandang disabilitas. Dalam kesempatan ini, saya akan mencoba mempresentasikan terkait dengan Rancangan Undang-Undang ya, kalau tadi Bu Lani lebih terkait dengan prinsip-prinsip umum, lalu kemudian perspektif yang harus dibawa. Kalau saya ingin mengerucut terkait dengan Rancangan Undang-Undang-nya karena memang momentum atau wadah Rancangan Undang-Undang inilah yang sekarang coba akan didorong oleh DPD sendiri berkaitan dengan kewenangannya. DPD sendiri sebenarnya punya keterkaitan yang sangat kuat didalam isu ini, ini karena memang permasalahan atau tantangan yang ada dalam disabilitas bukan hanya ada di pusat, tapi juga justru ada di daerah, dan sangat mengakar ke masyarakat yang bukan di kota besar, bahkan justru pedalaman dan wilayah-wilayah yang tersebar diberbagai daerah. Kalau kita melihat pada prosesnya, dalam hal ini RUU ini sudah digagas sebenarnya dari tahun 2009, Bapak-Ibu sekalian. Jadi ditahun 2009 itu, RUU ini sudah masuk dalam prolegnas 5 tahun, tapi belum, tidak kunjung naik sebagai RUU tahunan, sebagai rencana tahunan karena memang tadi saya katakan sebelumnya, bahwa concern terhadap RUU ini masih sangat minim. Baru masuk RUU tahunan itu pada tahun 2014, itu pun dengan desakan yang sangat luar biasa dari masyarakat penyandang disabilitas. Kita tahu sendiri bahwa di tahun 2014 adalah tahun politik, dimana RUU ini berjibaku dengan RUU-RUU lainya yang bersifat politik plus pemilu itu sendiri. Jadi bisa dibayangkan bagaimana terpentalnya RUU ini, tapi memang sampai tahun 2014, RUU ini sudah jadi usul inisiatif DPR. Langkah yang perlu diapresiasi namun akhirnya dilaksanakan pada rapat terakhir DPR periode 2009 – 2014. Jadi langkah itu sudah terhenti begitu saja dan kemudian dengan perjuangan masyarakat juga, saya pikir RUU ini masuk lagi ke long list prolegnas 5 Tahun 2015 – 2019, dan bagusnya atau berhasilnya adalah RUU ini masuk sebenarnya dalam prioritas tahun 2015. Jadi RUU ini sebenarnya ditahun ini sudah diprioritaskan ditahun 2015, tahun lalu gitu tapi kemudian tidak selesai dan kemudian dilanjutkan ditahun 2016. RDPU KOMITE III DENGAN NARASUMBER DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 18 JANUARI 2016
6
Saya ingat betul RUU ini masuk ke Prolegnas juga atas usulan, atau atas dorongan dari DPD juga. Jadi bukan hal yang baru sebenarnya buat DPD untuk mendorong ini, tapi saya pikir langkah yang tepat untuk terus mendorong dan menyempurnakan substansi yang ada dalam RUU tersebut. Posisinya hari ini RUU ini sudah masuk dalam persiapan dan kemudian sudah siap untuk dibahas bersama antara pemerintah dan DPR, dan DPD bisa ikut dalam pembahasan nanti dalam teknisnya. Kalau kita lihat profil dari RUU tersebut, kita bisa lihat bahwa dalam draft terakhir jumlah pasalnya itu 161 pasal, lalu babnya ada 13 bab, lalu ketentuan delegasiannya akan didelegasi kepada 14 peraturan pemerintah, 1 ketentuan peraturan presiden dan 3 peraturan menteri. Nah dari postur itu sebenarnya yang menarik adalah sebenarnya ini bukan RUU yang sedikit itu, bukan RUU yang sederhana karena memang selain postur yang tadi saya bacakan, ternyata didalam RUU ini ada 19 sektor terkait. Jadi selama pengalaman saya berkecimpung dibidang legislasi, saya bisa katakan bahwa RUU ini adalah RUU yang paling besar karena tidak hanya mengatur satu sektor, Bapak-Ibu sekalian. Jadi kalau dilihat dari draft-nya itu, dari pendidikan yang memang menjadi concern tinggi dalam konstitusi, sampai kepada misalkan aspek bencana, aspek transportasi, hal-hal tersebut juga diatur dalam RUU ini. Itu hal yang positif sebenarnya, kenapa? Karena dibandingkan dengan logika yang dibangun dilegislasi kita yang berkembang saat ini, dimana satu sektor satu undang-undang, RUU ini menawarkan suatu hal yang baru. Jadi satu RUU mencakup semua hal dan ini sangat-sangat efektif sebenarnya karena kalaupun memang akan berjalan sangat, kedepannya terus berlanjut dengan baik, tidak kemudian menjadi hanya mencantumkan sektor tapi kemudian tidak bermakna, gitu. Nah ini yang perlu dijaga, dikawal bersama-sama oleh kita besama. Nah adanya 19 sektor dalam RUU ini menjadikan satu konsekuensi yang harus dijaga yaitu menempatkan isu disabilitas sebagai isu multi sektor Bapak-Ibu sekalian, tadi bu Lani sudah menyatakan hal tersebut dan itu harus menjadi satu hal yang bisa dipegang dalam pembahasan RUU Disabilitas kedepan. Kenapa RUU multi sektor ini, ya, penempatan reposisi isu disabilitas sebagai isu multi sektor, ini sangat penting. Selain tadi ada 19 sektor di RUU tersebut, yang kedua adalah RUU ini menempatkan urusan disabilitas sebagai urusan yang lintas kementerian, begitu, jadi tidak hanya dalam satu kementerian. Nah ini pespektif baru yang dibawa oleh RUU ini, kenapa? Karena seperti kita tahu bersama bahwa sudah puluhan tahun, isu distabilitas yang dulu kita sebut sebagai cacat begitu ya, kecatatan itu merupakan urusan dari kementerian sosial. Nah kendalanya ketika berada di kementerian sosial memang isu disabilitas menjadi isu yang sangat sempit, jadi isu yang sangat berbasis kepada belas kasih saja, hanya charity saja, tidak kemudian menempatkan isu disabilitas sebagai isu kemanusiaan. Dimana seorang manusia dengan kondisi yang disabilitas tentu bukan kondisi yang diinginkan, tidak ada satupun diantara kita bersama begitu ya, mau dalam kondisi disabilitas, tapi ini adalah satu keunikan dari masing-masing manusia yang kemudian menghasilkan satu kebutuhan yang juga unik seperti itu dan keunikan itu dipandang sebagai satu kesetaraan dengan manusia yang lain. Jadi tidak ada kemudian yang sempurna, tidak ada yang kemudian yang satu normal, dan yang lainnya tidak normal, semuanya dalam kondisi sama, setara dengan kebutuhannya masing-masing seperti itu. Nah dengan tadi multi sektor, isunya lintas sectoral, dan kemudian urusannya menjadi lintas kementerian, kemudian itu menjadikan bahwa RUU ini harus dipandang sebagai RUU yang mainstream begitu, isu yang mainstream yang ada disetiap kementerian seperti itu. Kalau kita lihat di-draft RUU-nya mungkin di-slide di depan bisa lihat ada 19 sektor mulai dari hukum mungkin lanjut slide-nya. Ini ada 19 sektor yang, yang oh mungkin Bapak-Ibu sekalian, sudah pegang kopiannya dari mulai bidang hukum, pendidikan, ketenagakerjaan, RDPU KOMITE III DENGAN NARASUMBER DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 18 JANUARI 2016
7
sampai ke urusan perlindungan perempuan dan anak. Jadi kita lihat lingkup dari RUU ini sangat-sangat luas. Nah di-slide berikutnya saya memasukkan data dimana pemerintah saat ini melalui Bappenas itu merencanakan adanya deregulasi terhadap berbagai peraturan, mulai dari keputusan presiden sampai ke undang-undang. Deregulasi ini salah satu penyebabnya adalah karena terlalu sektoralnya undang-undang atau peraturan yang dibentuk. Nah RUU Penyandang Disabilitas sebenarnya menjadi satu RUU yang memberikan contohlah, kira-kira seperti itu, bahwa tidak perlu membentuk banyak undang-undang untuk kemudian bisa mengatur suatu hal, jadi 19 sektor ini menjadi hal yang positif. Oleh karena itu, ketentuan didalam RUU tersebut harus mengarah kepada membentuk suatu RUU yang multisektoral dan ini merupakan suatu reposisi atau perubahan cara pandang, dari cacat yang kita sebut dahulu kepada istilah disabilitas yang ada hari ini. Nah untuk itu ada hak pasal krusial yang sebenarnya harus menjadi perhatian Bapak-Ibu sekalian. Jadi di Pasal 1 angka 18 itu disebutkan bahwa menteri yang dimaksud dalam undangundang ini adalah menteri yang mengurusi bidang sosial. Saya pikir Pasal 1 angka 18 ini menjadi batu sandungan untuk kemudian bisa menjadikan RUU ini sebagai RUU yang multi sectoral, kenapa menjadi batu sandungan? Setidaknya ada tiga aspek yang harus kita perhatikan. Pertama Pasal 1 angka 18 yang menempatkan menteri sosial sebagai leading sector dalam dalam isu disabilitas pada dasarnya bertentangan dengan tujuan pembentukan RUU ini sendiri . Lalu yang kedua, dia juga bertentangan dengan ketentuan dalam RUU itu sendiri, dan yang ketiga dia bertentangan dengan peraturan perUndang-Undangan lainnya. Kalau kita lihat dalam konsiderans huruf B di draft RUU Disabilitas, terakhir disebutkan bahwa sebenarnya disabilitas ini sudah masuk kedalam isu HAM, tidak lagi berkutat di isu sosial. Langkah ini, prinsip ini, sebenarnya sudah diaplikasikan oleh pemerintah. Pertama, dalam ranham 2015, 5 tahun, ranham 5 tahun, isu disabilitas sudah masuk dalam ranham jadi isu disabilitas sudah masuk dalam isu HAM, dan ranham itu sudah dikawal oleh empat kementerian sebenarnya, kementerian hukum dan HAM, kementerian dalam negeri, Bappenas, dan yang terakhir kementerian sosial. Jadi perspektif pemerintah sebenarnya sudah menempatkan isu disabilitas sebagai isu multi sektor dan sudah menempatkan disabilitas sebagai isu HAM, sebagian dari isu kemanusiaan. Jadi secara tujuan menempatkan lini sektor di kementerian sosial suatu hal yang harus dihindari sebenarnya. Lalu yang kedua, kalau berdasarkan penelitian dilakukan oleh pusat studi hukum dan kebijakan, saya sendiri yang melakukan risetnya, sebenarnya kondisi di Indonesia saat ini sudah menempatkan isu cacat, atau disabilitas yang kita sebut dalam RUU ini, itu sudah multi sektor juga, kenapa saya bisa katakan seperti itu? Ada 114 peraturan yang sudah mengatur tentang isu cacat seperti itu. Memasukkan kata cacat yang kita coba ubah dengan, dengan istilah disabilitas ternyata ada, sudah diatur dalam 114 peraturan perUndangUndangan mulai dari Undang-Undang sampai kepada peraturan pemerintah. Jadi ada 114 peraturan yang sudah mencakup itu, apa artinya? Artinya adalah sebenarnya dalam birokrasi atau pemerintahan saat ini, isu disabilitas sudah berada dibanyak sector, sudah mainstream sebenarnya. Nah ketika kita membentuk undang-undang baru dan menempatkan kembali menteri sosial sebagai leading sector, ini adalah suatu kemunduran sebenarnya. Jadi seharusnya ini hal-hal yang dihindari untuk menempatkan satu leading sector. Lalu yang ketiga, kalau kita lihat bahwa lingkup RUU Penyandang Disabilitas seperti saya sudah katakan mencakup 19 sektor, lalu bagaimana mungkin kemudian ketika RUU itu sudah menempatkan 19 sektor dalam substansinya, diserahkan begitu saja kepada menteri sosial. Yang dikhawatirkan Bapak-Ibu sekalian adalah, pertama ketika isunya, misalkan isu transportasi misalkan, karena memang disabilitas berkaitan dan sangat berkaitan dengan isu transportasi, yang menjadi pemilik dari isu ini adalah kementerian perhubungan. Ketika ada permasalahan didalam aspek perhubungan nanti mungkin bisa lebih jelas di Ibu Aryani, RDPU KOMITE III DENGAN NARASUMBER DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 18 JANUARI 2016
8
pertama kondisinya bisa jadi kementerian perhubungan menyerahkan kepada kementerian sosial karena dia adalah leading sector disabilitas, tapi kemudian karena kewenangannya terbatas, kementerian sosial tidak menangani isu hal tersebut, begitu. Jadi ada lempar tanggung jawab yang dikhawatirkan terjadi ketika diserahkan kepada satu kementerian dan itu selama ini, itulah yang terjadi Bapak-Ibu sekalian. Kenapa ada dorongan yang sangat kuat dari masyarakat penyandang disabilitas terhadap undang-undang ini adalah banyak diabaikannya hal-hal yang sifatnya lintas kementerian dan di luar kewenangan dari kementerian sosial. Jadi itu salah satu kekhawatiran yang ada terkait dengan Pasal 1 angka 18 yang mencantumkan menteri sosial sebagai leading sector. Untuk itu, sebenarnya kami mengajukan ada dua usulan terkait dengan kebijakan tersebut, dan diharapkan bisa menjadi poin DPD sendiri untuk bisa menyempurnakan draft yang ada. Yang pertama usulan kebijakannya itu yang pasti adalah dihapuskannya pasal 1 angka 18. Jadi memang mungkin akan ada komentar bahwa lalu gimana kalau misalkan tidak ada leading sector? Pandangan kami, bisa dikatakan bahwa isu-isu disabilitas memang tidak bukan isu yang seharusnya menjadi satu kementerian saja karena ada berbagai kementerian yang bersinggungan urusannya dengan urusan disabilitas. Lalu siapa yang kemudian menjadi leading sector? Bergantung kepada apa, irisan apa yang kemudian menjadi permasalahan. Misalkan terkait dengan pendidikan untuk penyandang disabilitas, tentu kementerian pendidikan yang akan menjadi leading sector dalam hal ini. Lalu misalkan terkait dengan isu transportasi untuk penyandang disabilitas, tentu kementerian perhubungan yang akan menjadi leading sector untuk urusan ini. Hal itulah yang kami inginkan untuk dilakukan, bukan preseden baru sebenarnya kalau kita lihat Undang-Undang Perlindungan Anak sebelum diubah yang baru, sebelum ada kementerian perlindungan perempuan dan anak, itu juga menempatkan hal tersebut, dimana isu disabilitas menjadi isu berbagai kementerian tidak ada leading sector yang diamanatkan dalam Undang-Undang itu dan akhirnya dapat berjalan dengan baik sampai kemudian pemerintah membentuk kementerian tersendiri. Nah penghapusan Pasal 1 angka 18 sebenarnya tidak, jangan dilakukan secara tunggal begitu ya, bisa dikatakan pertama harus ada kewenangan disetiap kementerian untuk mengajukan anggaran isu disabilitas dalam APBN. Kalau kita ingat dengan gerakan gender begitu ya waktu beberapa tahun sebelumnya, itu juga yang terjadi hari ini, bahwa setiap kementerian punya satu slot anggaran untuk mengusulkan terkait dengan kebijakan gender. Nah untuk itu, mungkin itu bisa jadi referensi untuk ditempatkan juga isu disabilitas. Dimana setiap kementerian punya kewenangan untuk mengajukan anggaran terkait dengan program yang berkaitan dengan perlindungan pemenuhan hak penyandang disabilitas. Lalu kedua, memastikan adanya mekanisme koordinasi nasional antarkementerian terkait isu disabilitas. Jadi koordinasi nasional yang dimaksud berada langsung dibawah koordinator , seorang presiden sebagai kepala pemerintahan. Jadi disini bukan berarti setelah diserahkan pada kemeneterian-kementerian terus dilepas, harus ada mekanisme koordinasi dan sebagai kepala pemerintahan, presiden punya tanggung jawab, punya kewenangan untuk membentuk mekanisme koordinasi seperti apa. Sempat didiskusikan hal ini sebenarnya dengan beberapa Anggota DPR menyatakan, kalau begitu kenapa tidak dicantumkan di undang-undang? Pencantuman di undang-undang itu punya konsukuensi, Bapak-Ibu sekalian, kenapa? Karena ketika di Pasal 1 angka 18 sudah dicantumkan bahwa menteri sosial sebagai leading sector, masyarakat yang akan membacanya, baik itu masyarakat maupun pengambil kebijakan, akan melihat bahwa “oh ya sudah disabilitas adalah isu sosial.” Ketika itu tidak dicantumkan, itu diserahkan pada mekanisme internal pemerintah berarti undang-undang, parlemen di Indonesia dan presiden, pemerintah sebagai pembentuk undang-undang itu sudah sepakat bahwa isu disabilitas adalah isu multisektor, bukan hanya isu sosial. RDPU KOMITE III DENGAN NARASUMBER DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 18 JANUARI 2016
9
Saya pikir itu harus ditegaskan secara tegas dalam norma yang ada dalam RUU ini karena kalau kita coba lihat tujuan dari RUU ini bukan hanya membentuk birokrasi baru Bapak-Ibu sekalian, tetapi juga membentuk pemahaman baru terhadap isu disabilitas. Kalau bahasa saya mungkin reposisi, kita mereposisi begitu. Jadi tadinya yang ada di charity base, hanya dibidang sosial tapi kita menginginkan ini sabagai isu kemanusiaan yang menyetarakan antara disabilitas dan nondisabilitas. Lalu yang berikutnya, usulan kebijakannya ada, ada satu pasal yang disisipkan di antara Pasal 127 dan 128, terkait dengan, sebenarnya ini mendukung yang sebelumnya, bahwa pembiayaan untuk pelaksanaan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas dialokasikan dari APBN, terus setiap kementerian menetapkan kerangka pembiayaan yang pelaksanaan penghormatan. Jadi ini aspeknya teknis, tapi intinya adalah memberikan kewenangan kepada kementerian untuk mengalokasikan budget. Lalu yang kemudian ada koordinasi ditingkat nasional, dipegang oleh presiden, kemudian presiden adalah melakukan kordinasi untuk menyelenggarakan dan menyingkronkan kebijakan, dan di daerah pelaksanaan mekanisme koordinasi merupakan kewenangan dari gubernur, walikota, atau bupati sesuai dengan wilayahnya. Jadi pimpinan daerah mempunyai tanggung jawab penuh terkait pelaksanaan dari isu disabilitas ini. Saya pikir itu ada adaptasi birokrasi di Indonesia terkait dengan perubahan cara pandang terhadap disabilitas, itu. Lalu kemudian terkait dengan Komisi Nasional Distabilitas. Dari awal advokasi yang kami lakukan memang kami sadar betul bahwa komisi ini akan menjadi batu sandungan yang paling berat dan ternyata benar bahwa dim atau daftar inventaris masalah yang diajukan oleh pemerintah itu untuk tidak banyak berkomentar, kecuali satu terkait dengan komisi ini. Bapak-Ibu sekalian, nah kenapa kami bersikukuh untuk kemudian, penting untuk komisi nasional disini karena selain tadi yang sudah diutarakan bahwa ini adalah sebenarnya amanat juga dari konvensi yang sudah Indonesia tandatangani itu satu. Yang kedua realitas di lapangan terkait dengan isu disabilitas ini sudah sangat kompleks Bapak-Ibu sekalian, kenapa? Karena RUU ini, undang-undang, ini kelak nantinya tidak hanya bertugas untuk membentuk birokrasi baru di pemeritah, tetapi juga mengubah pemahaman masyarakat terkait dengan disabilitas, bukan lagi kemudian sebagian masyarakat yang dimarginalkan dan dianggap sebagai tidak tidak normal, tetapi menghapus stigma-stigma itu. Jadi ada gap sebenarnya hari ini, pemahaman antara ya, yang paham dan yang tidak, kira-kira seperti itu, dan inilah tugas dari komisi itu. Bukan hanya kemudian menjembatani antara atau mengisi lake yang selama ini tidak dijalankan oleh pemerintah, bukan hanya itu pembentukan komisi ini, tapi justru jauh lebih dari itu, dimana pemahaman masyarakat terkait dengan isu disabilitas belum banyak berkembang. Saya pikir keberadaan komisi ini bukan mengambil fungsi dari pemerintah tapi justru melengkapi apa yang selama ini sudah dijalankan. Dalam gambaran saya komisi ini akan berjalan disamping struktur pemerintah yang juga akan berjalan. Masa depan, mungkin saya berpikir 10 – 20 tahun kemudian sistem yang akan berjalan adalah sistem pemerintahan, sistem struktur di presiden ke bawah, kenapa? Karena itu sebenarnya yang punya tanggung jawab penuh. Komisi nasional disabilitas akan mengawal, mengawasi dan memastikan bahwa RUU Disabilitas bisa berjalan dengan baik dan kemudian Indonesia mampu untuk menjalankan konvensi hak-hak penyandang disabilitas dengan baik dan bisa melaporkan ke PBB. Saya pikir tugas yang berat sebagai komisi ini dan hal itulah yang menjadi ugensi dari komisi ini sangat-sangat tinggi. Nah terkait dengan proses, terakhir, Bapak-Ibu sekalian, terkait dengan proses pembahasan. Yang saya cermati memang prosesnya sekarang Presiden sudah menyerahkan surat Presiden kepada DPR dan DPR ternyata, kenapa saya pakai kata ternyata? Karena tidak banyak informasi yang kami dapatkan, DPR sudah membentuk atau menyerahkan RUU ini ke Komisi VIII Bapak-Ibu sekalian, ke Panja Komisi VIII. Kami sangat menyayangkan RDPU KOMITE III DENGAN NARASUMBER DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 18 JANUARI 2016
10
sebenarnya langkah itu, kenapa? Karena kalau kita melihat surat presiden yang diserahkan presiden kepada DPR, seharusnya bukan panja, tetapi pansus karena dia melibatkan banyak sekali isu didalamnya. Ketika dia dibahas di Komisi VIII, kekhawatiran utama adalah perspektifnya kembali keperspektif sosial dan itu bukan hanya isu substansi tetapi juga isu tadi dalam hal proses karena ketika prosesnya sudah berjalan sedemikian rupa dengan dibalut isu hanya sosial saja, saya khawatir walaupun didalam RUU-nya sudah banyak sektor-sektor tapi tidak maksimal untuk bisa menyerap masukkan. Nah mungkin justru dalam titik ini, ini sebenarnya, saya tidak tahu apakah itu akan berjalan terus, atau ada koreksi-koreksi ditengah jalan, kemudian bisa dibentuk pansus tetapi saya pikir ini titik strategis juga untuk DPD kemudian bisa memberikan masukan kepada DPR. Kemudian bagaimana harus atau sebaiknya menangkap isu ini karena pertama surface-nya sudah jelas bahwa presiden tidak hanya mengutus kemensos tetapi bapak presiden menunjuk enam kementerian sekaligus untuk bisa membahas RUU ini. Itu menandakan bahwa sebenarnya dari awal pemerintah sudah firm bahwa isu disabilitas adalah isu multisektor, tapi saya belum tahu kenapa DPR menyerahkannya ke Komisi VIII. Salah satu alasan yang bisa saya dapatkan adalah karena Komisi VIII adalah penggagas awal, tapi saya pikir demi kepentingan substansi dan kepentingan sektor yang dikawal tidak ada salahnya untuk bisa dibahas dalam pansus dan tahun 2016 saya pikir kita punya komitmen sama untuk bisa menyelesaikan RUU ini karena Bapak-Ibu sekalian, sudah sangat lama sebenarnya RUU ini dinantikan. Bahkan RUU terakhir yang menjadi pegangan itu tahun 1997 Bapak-Ibu sekalian, Nomor 4 tahun 1997, itupun sudah sangat tidak relevan hari ini dan sudah banyak penyimpangan. Oleh karena itu RUU Penyandang Disabilitas saya pikir kita punya komitmen bersama untuk bisa menggolkannya kira-kira di tahun 2016 ini tanpa mengenyampingkan substansi yang sangat penting untuk kita kawal bersama. Sekian dari saya, terima kasih. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. PIMPINAN RAPAT: Drs. HARDI SELAMAT HOOD (KETUA KOMITE III) Terima kasih tepuk tangan untuk Pak Fajri. Ya hanya juga untuk penambahan, bahwa kami juga DPD RI telah menerima surat dari presiden sebagai amanat presiden untuk pembahasan bersama dan oleh sebab itulah kami memulai pada hari ini, tentu saja apa yang dikatakan Pak Fajri akan menjadi pengayaan dan pada saatnyalah sekarang, dengan adanya pembahasan bersama antara tiga lembaga, baik pemerintah, DPR dan DPD, DPD dapat membuat juga sebuah katakanlah dalam tanda kutip perlawanan terhadap RUU yang di DPR ya. Nah tentu saja masukan Bapak akan menjadi catatan kami karena pada akhirnya kami akan membahas cara tripartit atau tiga lembaga untuk pembahasan hal tersebut. Kami lanjutkan senior kita Ibu Aryani Soekanwo, dipersilakan. PEMBICARA: ARIANI SOEKANWO/PPUA PENCA (NARASUMBER) Terima kasih Bapak moderator dan saya sangat genbira sekali bahwa diawal bulan Januari DPD sudah mengundang kita untuk segera memberikan untuk tukar sharing untuk RUU Penyandang Disabilitas. Ini sungguh luar biasa, setelah kita mendengarkan dari Pak Fajri dan Ibu Maulani, maka kita sekrang ini akan membicarakan mungkin best practice di dalam mengadvokasi pemenuhan hak penyandang disabilitas. Jadi yang tadi itu teori-teori, tapi apa sebetulnya yang terjadi di lapangan, didalam kita memperjuangkan hak-hak dari penyandang disabilitas dan pada kesempatan ini, saya juga ingin menyampaikan RDPU KOMITE III DENGAN NARASUMBER DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 18 JANUARI 2016
11
pengalaman-pengalaman ya terutama yang saya laksanakan, yang alami, kemudian bisa ditambah nanti dari Maulani dan juga Pak Fajri dan teman-teman lain. Yang terutama best practice tentang pemenuhan hak sipil dan politik, kemudian yang kedua tentang hak atas aksesibilitas transportasi, dan kemudian yang ketiga adalah hak atas pekerjaan. Ya ini yang suatu pengalaman yang sudah bisa berhasil penuh, yang belum berhasil, dan yang baru, kita harus berbuat apa. Ini yang suatu pengalaman mungkin yang Bapak-Ibu bisa ketahui dan mungkin saya tidak akan banyak berbicara, tetapi mungkin ada nanti VCD atau foto-foto yang mungkin bisa di sampaikan kepada Bapak-Ibu sekalian dan ada buku disini yang kita bagikan untuk masalah advokasi sipil dan politik itu ada buku mengenai sosialisasi informasi pemilu. Nah itu mengenai apa yang terjadi di lapangan, kemudian juga ada buku tentang Buklit tahun 2015, VCD, dan juga panduan tehnis membangun transportasi yang bermartabat. Apa sudah diterima? Sudah ya? Maksud kami sengaja kami sampaikan supaya Bapak-Ibu juga bisa menyampaikan di pemerintahan daerah supaya bagaimanakah pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas itu. Jadi dasar hukum pertama kali adalah dasar hukumnya untuk mengadvokasi hak sipil dan politik itu ada di dalam Undang-Undang nomor 19 tahun 2011 pasal 29. Kemudian juga didalam RUU penyandang disabilitas versi masyarakat, itu yang 268 ya, itu ada. Kenapa tadi Pak Fajri dan Bu Maulani sudah membahas versi yang ke 161, Pasal dari baleg tapi saya masih berbicara pada versi 268, versi masyarakat, karena apa? Karena didalam undangundang versi masyarakat itu adalah kebutuhan kita, bukan kebutuhan kita ya, jadi kita tidak mengada-ada tetapi itulah yang kita butuhkan, gitu. Jadi kenapa versi yang saya masih pakai adalah versi yang 268 pasal. Kemudian yang kita pelaksananya dari advokasi hak sipil dan politik adalah PPU Apenca (Pusat Pemberdayaan Akses Penyandang Cacat), masih penyandang cacat ya, karena kita belum bikin ‘bubur merah putih’ untuk diganti disabilitas. Mungkin nanti kalau RUU Penyandang Disabilitas sudah disahkan kita juga akan ganti namanya Pusat Pemberdayaan Umum Akses Disabilitas, yang merasakan adalah PPU Apenca dan kita berjuang sejak tahun 2002 sehingga sekarang ini, pilkada serentak, yaitu untuk memperjuangkan hak politik, khususnya di pemilu, hak memilih, dan dipilih, serta untuk menjadi penyelenggara pemilu. Mungkin Bapak-Ibu bisa menyimak contohnya, bisa menyimak didalam buku “Sosialisasi Informasi Pemilu”. Perjuangan kami dari PPU Apenca yang terdiri juga merupakan koalisi nasional dari PPDI, HWDI, Pertuni (Persatuan Tuna Netra Indonesia), PJS dan juga Gerakan Tuna Rungu Indonesia, dan semua, IFDI, itu banyak sekali yang menjadi anggota pendukung dari PPU Apenca ini, dan sekarang ini KPU RI sudah inklusif disabilitas. Jadi itu bisa dilihat bahwa semua kebijakan dan juga peraturan KPU dan panduan tekhnis itu semua sudah disability inklusif, disitu sudah dibuat semua termasuk juga, jadi mulai pemilu 2014, kemudian pemilu Pilkada serentak kemarin itu semua panduan teknis PPK, PPS, KPU provinsi, semua sudah disability inklusif, itu Bapak-Ibu bisa melihat didalam web KPU. Kemudian juga dalam pemilu itu sudah ada denah TPS yang aksesibel bagi penyandang distabilitas, mungkin bisa juga ditayangkan selebarannya, Ibu-Bapak semuanya. TPS yang akses itu adalah tempatkan di tempat yang rata, kemudian pintunya TPS itu lebarnya 90cm, itu bisa untuk lewat untuk kursi roda kemudian juga meja untuk mencoblos itu tingginya adalah 75cm, jadi bisa untuk kursi roda mencoblos, gampang. Kemudian TPS juga tidak ditambahkan, tidak di tempatkan di tempat yang bertangga-tangga, atau yang melompati parit, itu sudah ada aturannya semua didalam panduan tekhnis. Kemudian disediakan juga alat, ada itu juga selebaran panduan tekhnis layanan ramah disabilitas, jadi bagaimana menggandeng tuna netra untuk mencoblos, bagaimana kursi roda, mendorong kursi roda, mengangkat kursi roda karena karena terpaksa harus ditempat yang tertanggatangga. Kemudian juga ada juga alat bantu coblos tuna netra, itu sudah dipersiapkan dan ini RDPU KOMITE III DENGAN NARASUMBER DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 18 JANUARI 2016
12
mungkin bisa ditayangkan Mba Dita, tentang pemilih disabilitas, jadi semua penyandang disabilitas, termasuk yang fisik itu yang berkursi roda, pakai tongkat, amputasi tangan, tidak punya tangan dua duanya juga ikut nyoblos, tidak punya kaki juga juga ikut nyoblos, itu semuanya diberikan. Kesempatan ada juga untuk tunanetra diberikan alat bantu coblos yang namanya template, alat bantu seperti ini ya, mungkin saya lupa membawanya, umpamanya ini surat suara nah itu diberikan alat bantu coblos tunanetra yang bentuknya seperti ini, kayak map, terus ini surat suaranya dimasukkan kedalam sini, kemudian di atas foto itu diberi lubang untuk mencoblos sehingga para tunanetra, pemilih tunanetra, distabilitas netra itu bisa mencoblos secara rahasia, langsung dan mandiri, ada disediakan. Kemudian dengan pemilik disabilitas intelektual itu juga dengan pendampingan. Kemudian pemilih dengan psikososial yaitu seperti depressi, skizhophrenia, semua itu boleh ikut memilih, bipolar semuanya ikut memilih. Kemudian juga untuk tuna rungu itu diadakan layanan, bagaimana memberi tahu mereka komunikasi kepada mereka, saat tiba gilirannya men-coblos karena tuna rungu sudah mendaftar, sudah lama duduk, dipanggil dengan microfon kan tidak mendengar, makin keras kan juga tidak mendengar kan? Nah ini ada caranya, jadi memberikan kode-kode kepada pemilih tuna rungu/ wicara atau ditepuk bahunya diberi tahu itu giliran supaya mereka mendapatkan kesempatan yang plus. Ini ternyata partisipasi pemilu dengan adanya pemilih disabilitas ini meningkat, dan KPU sendiri itu memberikan penilaian KPU award itu yang dinilai termasuk adalah pemilu akses, dari semua KPU-KPU di daerah itu mendapatkan KPU award antara lain adalah pemilu akses. Kemudian juga KPU RI telah mendapatkan penghargaan dari menteri sosial pada saat hari disabilitas internasional di istana negara karena sudah inklusif disabilitas. Ini adalah contoh dari bagaimana kita para penyandang disabilitas diseluruh Indonesia mengavokasi hak politik para penyandang disabilitas dan kita juga melihat bagaimana KPU terbuka terhadap penyandang disabilitas. Pada tahun 2004 itu masih ada pemilih tuna netra itu datang ke TPS malah dikasih uang receh karena mereka tidak tahu kalau penyandang disabilitas punya hak pilih, tapi sekarang tidak, sekarang undangan untuk menyoblos itu sudah diberi keterangan di bawah, untuk pemilih disabilitas diberikan kemudahan. Itu juga perjuangan ya, yang dilakukan oleh organisasi ini, setelah berapa tahun, 13 tahun, dan sekarang pun semua kegiatan KPU selalu melibatkan penyandang disabilitas, sampai kemarin juga aplikasi Up channel dimana website dari KPU itu harus bisa diakses oleh penyandang disabilitas, netra. Jadi punya sistem sendiri bagaimana penyandang, pemilih tuna netra bisa mengikuti website dari KPU bisa membaca web-nya. Kemudian juga bisa aplikasi “DPR kita” jadi kalau perlu menyampaikan aspirasinya kepada Anggota-Anggota DPR dan DPD. Ini yang dari best practice ya, yang dari itu. Kemudian sekarang ini ada best practice yang kedua mengenai hak advokasi, hak atas aksesibilitas transportasi, dan ini ada dalam CRPD dalam Undang-undang nomor 19 Tahun 2011 itu ada didalam pasal 9, dan penjabarannya di dalam Undang-undang versi 268 itu juga ada, sudah. Kemudian siapa yang melaksanakan, itu ada kemarin yang dalam pengalaman kita ada, grup yang terakhir ini mangadakan advokasi yaitu Pokja RUU Penyandang Disabilitas sendiri. Waktu itu dalam rangka hari Perhubungan Nasional, itu kita mengumpulkan 100 orang penyandang disabilitas, dari berbagai ragam disabilitas mengadakan survei bersama-sama naik kereta api Commuter Line dari Cikini dan kemudian sampai ke Stasiun Kota dan ganti busway, langsung beraudiensi dengan kemenhub, ada gambarnya Mba Dita? Foto-fotonya? Ya ini 100 orang. Jadi bagaimana tidak aksesnya transportasi untuk penyandang disabilitas, sangat repot sekali, tidak bersahabat dan tidak ramah. Kemudian juga setelah itu hasilnya apa? Ternyata gerakan itu juga ada hasilnya yaitu adanya informasi perjalanan kereta api yang audiovisual, itu yang dulunya tidak ada diberbagai stasiun sekarang sudah ada, kereta apinya dimana, ini rutenya kemana, semua ada. Selama ini untuk tuna rungu dan tuna netra itu sangat kesulitan dan untuk penyandang RDPU KOMITE III DENGAN NARASUMBER DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 18 JANUARI 2016
13
disabilitas fisik itu sudah ada juga dibuatkan ram. Ram disamping tangga sehingga memudahkan pengguna kursi roda atau yang bertongkat untuk masuk stasiun, ada beberapa stasiun yang sudah dibangun, kemudian juga ram untuk naik turun kereta api ada yang, padahal waktu kemarin, ini mungkin Bu Mariani bisa berpengalaman ya memimpin ya waktu itu Bu Mariani untuk gerakan ini. Kemudian berbagai juga informasi perjalanan yang di kereta api macet yang sudah tidak dijalankan sekarang sudah bisa dinyalakan lagi, yaitu dengan sudah sampai di stasiun mana, ini jurusan mana, itu ada tertulis untuk penumpang tuna rungu dan juga bersuara untuk penumpang tuna netra karena apa mereka sering kebablasan kalau tidak ada informasi. Ya jadi harusnya turun di stasiun Senen jadi kebablasan ke stasiun yang lebih jauh lagi, ini sering terjadi. Nah ini hasilnya nyata tapi harus dengan gerakan yang seperti itu. Kemudian yang berikutnya ini adalah dari gerakan aksesibilitas umum nasional atau GAUN tahun 2015 yang diinisiasi oleh DNIKS, Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial dan juga PPDI, Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia itu menerbitkan tadi audio, buklet, dan juga panduan teknis yang bagi tranportasi yang bermatabat. Saya kira video bisa diputar sebentar ya Bapak-Ibu supaya Bapak-Ibu itu terbuka sebetulnya apa toh yang kita omongkan ya, di lapangan itu ada apa. Mohon Mba Dita dipasang (pemutaran video dari narasumber). Ya inilah untuk gerakan kampanyenya dan ini sudah kita kirim keseluruh Indonesia maka setiap provinsi sudah ada melalui Dewan Nasional Indonesia yaitu BK3S PPDI di daerah untuk bersama-sama mengadvokasi transportasi di daerah dan saya mohon juga bantuan dari Bapak-Ibu sekalian Anggota DPD ini. Nah inipun juga kita sudah menghadap Pak Ahok, Gubernur DKI yang sangat memberikan dukungan untuk itu dan sekarang ini dinas PU binamarga dan juga dinas perhubungan dan dinas pertamanan bersama-sama mengajak penyandang disabilitas untuk membuat sekarang ini adalah trotoar yang akses bagi penyandang disabilitas yang dimulai dari trotoar di depan RSTM yaitu trotoarnya selebar 6m dan kemudian disitu akses untuk disabilitas, dan tidak boleh ada yang parkir di luar dan bagaimana kita juga mengoreksi semua dari fasilitas akses itu. Jadi pemasangan gading blok untuk tuna netra agar bisa berjalan secara mandiri, kemudian portal S anti sepeda motor agar trotoar itu tidak dilewati sepeda motor. Nah ini kemungkinan akan diresmikan nanti pada awal Februari. Bapak-Ibu bisa juga ikut menyaksikan nanti kalau melewati RSTM inilah inklusif disabilitas dibidang transportasi di Jakarta dan kami ingin juga Bapak-Ibu DPD bisa membangun semangat ini di daerah. Kemudian sekarang advokasi yang ketiga itu mengenai hak atas tenaga kerja, atas pekerjaan yaitu ada juga didalam CRPD kemudian ada undang-undang di 268, kemudian ada surat edaran menteri BUMN tentang penempatan tenaga kerja penyandang disabilitas di BUMN itu pada Januari 2014 masih Pak Dahlan Iskan, tapi baru saja pada akhir Desember 2015 kemarin ada MoU antara, atas desakan kita dan juga hasil audiensi ini, kita dengan Bapak Menteri Naker akhirnya ada MoU antara menteri kemenaker dengan Ibu Rini Sumarno dari BUMN tentang penempatan penyandang disabilitas. Nah siapakah yang harus mengadvokasi disini? Karena belum ada organisasi disabilitas yang bisa mempunyai kapasitas yang memadai untuk ini dan MoU itu hanya berumur tiga tahun jadi kalau kita tidak bisa mengadvokasi akhirnya seperti juga peraturan bersama antara naker, apindo, dan kemsos akhirnya juga tidak, mubazir saja, karena tidak diadvokasi oleh penyandang disabilitas, organisasi disabilitas. Disinilah kita membutuhkan suatu adanya lembaga khusus, tadi ya KNPI, untuk ikut mengawasi dan mengikuti proses-proses yang demikian ini. Kalau yang diharapkan dari kita seperti dari PPUA mengadvokasi pemilu, Pokja mengadvokasi transportasi, ini sangat tidak mungkin. Kita sekarang sedang juga mengejar pengesahan RUU RDPU KOMITE III DENGAN NARASUMBER DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 18 JANUARI 2016
14
Penyandang Disabilitas. Kita membuntuti penempatan tenaga kerja disabilitas di BUMN ini sangat sulit. Ini sebagai yang terjadi di lapangan. Kemudian mengenai yang ketiga adanya kebutuhan akan adanya lembaga khusus tadi, yang dimaksudkan adalah dasar hukumnya ada didalam CRPD Undang-Undang nomor 19 tahun 2011 kemudian juga didalam RUU kita, yang versi masyarakat dan juga ada di yang dibaleg, itu juga ada, dan kenapa kita masih membutuhkan itu? Karena yaitu seperti tadi untuk MoU saja yang tiga tahun itu siapa yang mengerjakan? Hak-hak penyandang disabilitas didalam Undang-Undang nomor 19 itu ada 26 hak, kemudian yang terlibat didalam situ, tadi Pak Fajri sudah bilang sembilan belas sektor, dan kita tahu juga didalam ya bagaimana kita ini bisa mengadvokasi kementerian, 19 kementerian dan 26 hak. Disinilah kesulitan kami kalau tidak ada KNDI tadi, semuanya peraturan akan hilang melulu, menguap begitu dan disamping kita tidak ada organisasi yang 19 banyaknya, yang mempunyai kapasitas mengadvokasi hak-hak disabilitas, kita harus mencari dana karena peran serta masyarakat itu tidak mendapatkan uang, tidak bisa didanai semua. Dana itu jatuh pada pemerintah, pada kementerian sehingga kalau kita mengadvokasi harus mencari dana sendiri, ya jadi ini sangat lama. Kemudian kita tahu juga ruang lingkup dari pekerjaan itu ada yang khusus ada di Indonesia itu ada empat kementerian ya disini ada kemenaker, ada kemenBUMN, ada kemenpan dan juga ada kemen-UKM. Jadi ada UKM itu sama sekali belum sensitif disabilitas, belum memberikan kesempatan kepada penyandang disabilitas itu belum terbuka. Kemenpan juga gagal sudah mengalokasikan 300 orang untuk penempatan pegawai sipil disabilitas, hanya bisa tertampung 30 orang saja. Nah ini adalah perlu adanya suatu penelitian dan penempatan ini diserahkannya kepada kemsos dan tidak melibatkan organisasi disabilitas sehingga perspektif disabilitasnya tidak ada, disamping berbagai banyaknya kegagalan karena job yang diminta tidak sesuai dengan keahlian, umur penyandang disabilitas tidak bisa menyampai standard umur yang dipersyaratan, dan banyak lagi, dan pendidikan penyandang disabilitas masih rendah. Ini merupakan kegagalan dari kementerian Pan ini. Kemudian juga MoU itu, yang dari, kemudian juga kita membutuhkan lembaga ini karena selama ini pemahaman pejabat negara itu tentang disabilitas itu sangat kurang. Akhirnya tadi menyebabkan adanya persepsi keliru, persepsi keliru itu apa? Yaitu... PIMPINAN RAPAT: Drs. HARDI SELAMAT HOOD (KETUA KOMITE III) Ya Ibu karena kita tersisa waktu sangat sedikit sekali Bu, mungkin ada hal-hal pokok saja yang disampaikan. PEMBICARA: ARIANI SOEKANWO/PPUA PENCA (NARASUMBER) Yaitu persepsi yang keliru maksudnya ya itu, penyandang disabilitas menjadi isu kementerian sosial, leading sector-nya adalah bidang sosial itulah perspektif keliru. Kemudian juga masalah penyandang disabilitas itu kemudian harusnya dibentuk pansus, tetapi kenapa dibentuk panja? Padahal bagaimana Komisi VIII bisa menangani masalah transportasi, masalah pemilu akses ini, yaitukan sulit sekali. Dilain pihak KemenPAN tidak menerima urgensi dari RUU Pendanaan Disabilitas, sudah 3 kali kita bersurat, tetapi beliau tidak mau menerima kita. Apakah penderita disabilitas itu bukannya warga negara Indonesia? Dia mengalokasikan 300 porsi untuk PNS disabilitas, tetapi hanya 30%. Ini perlu komunikasi, tapi mereka tidak mau. Ini adalah persepsi yang keliru. Kemudian stigma bahwa penyandang disabilitas adalah orang yang tidak bisa diberdayakan, tidak mampu, semuanya itu adalah yang keliru. RDPU KOMITE III DENGAN NARASUMBER DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 18 JANUARI 2016
15
Kemudian membuat bangunan-bangunan infrastruktur yang mubadzir seperti banyak sekali di DKI kita lihat bahwa pembuatan ubin pemandu untuk tuna netra itu harusnya bebas hambatan tetapi justru ditabrakkan. Ditabrakkan tiang listrik, dimasukkan lubang karena mereka tidak mengajak disabilitas gitu. Kemudian dibuatkan RAM, RAM yang telalu curam, akhirnya, bukannya yang landai tetapi itu harus malah mencelakakan penyandang disabilitas, ini contoh-contohnya. Yang terakhir kesimpulan, bahwa sebetunya RUU Penyandang Disabilitas adalah pendekatan yang berdasarkan hak asasi yang diharapkan oleh ya terhadap penyandang disabilitas yang dilakukan oleh negara. Jadi adanya goodwill dan understanding yang bisa mendapatkan solusi dari inklusif penyandang disabilitas dari pada penyandang, dari para pejabat negara yang saat ini masih keliru, itu diperlukan adanya goodwill dan understanding sehingga ada solusi untuk disabilitas inklusif, disemua pembangunan di Indonesia, kalau di Asia bisa, kenapa Indonesia, kan juga harus bisa, terimakasih. PIMPINAN RAPAT: Drs. HARDI SELAMAT HOOD (KETUA KOMITE III) Tepuk tangan kepada Ibu Ariani sudah panjang lebar menjelaskan kepada kita semua. Saya memang terpaksa mengingatkan Ibu karena bagi politisi memulai boleh terlambat tapi mengakhirinya harus tepat waktu itu, itu persoalan tersendiri memang. Oleh karena itu kami tidak memperkenalkan sahabat kami satu persatu, nanti yang bertanya atau yang ingin mendiskusikan langsung menyebutkan namanya. Dipersilakan Ibu Eni, Ibu Maria, Bapak Abraham, kemudian Ibu Fahira. Ibu Eni Khairani dipersilakan.
PEMBICARA: Dra. ENI KHAIRANI, M.Si. (BENGKULU) Bismillahirrahmanirrahiim. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya memenuhi janji ketika dulu kita bertemu sama-sama Bu Ariani di ruangan ini, saya bilang sama di forum bahwa saya Insya Allah akan mendukung RUU disabilitas ini sampai kemudian DPD bisa melakukan pengawalan lebih cepat dari harapan kita semua dan saya juga menitipkan dengan Pimpinan ketika itu, di daerah juga saya ngecek di daerah. Nah sempat saya berbicara bersama-sama Bu Maulani di acara KPI dan ketika itu menghadirkan PLT Kakanwil Departemen Sosial dan sekaligus kita mengkritisi karena Departemen Sosial sendiri tidak ramah terhadap distabilitas dan lansia. Untuk ngurus urusan yang terkait dengan hak-hak penyandang distabilitas ditempatkanlah petugasnya di lantai 2, sementara mereka yang berkursi roda tidak akan bisa akses ke atas, dan saya uji coba juga waktu saya ngajak rekan distabilitas untuk talk show di media lokal, di daerah, nggak bisa naik karena liftnya nggak ada, lantai 3, saya saja ngos-ngosan, bagaimana mereka yang pakai kursi roda ataupun tongkat? Ini luar biasa membuat saya menjadi gelisah. Akhirnya saya ajak kawan-kawan rekan disabilitas didaerah untuk bertemu besok harinya dengan gubernur, alhamdulillah kemudian disetujui desakan kita, gubernur membuat surat edaran untuk semua pembangunan di provinsi Bengkulu yang akan datang memperhatikan, mewajibkan akses untuk akses kawan-kawan disabilitas. Jadi saya pikir penting punya kedekatan secara fisional dengan gunernur, untuk bisa membantu banyak pihak. Jadi senyum Ibu Maulani, senyum Ibu Ariani, dan kawan-kawan semua menurut saya jadi representasi senyum-senyum kawan-kawan diseluruh Indonesia, ketika DPD memberikan dukungan penuh terhadap perjuangan kawan-kawan ini. RDPU KOMITE III DENGAN NARASUMBER DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 18 JANUARI 2016
16
Nah saya pikir saatnya DPD lebih concern bisa memastikan, mempercepat proses ini dan kami juga sudah titip lewat bu Maulani dan kawan kawan untuk isu-isu strategis, isu-isu penting terkait dengan Rancangan Undang-Undang ini jangan sampai ada yang tercecer karena mungkin ada hal-hal kepekaan Anggota yang ada di parlemen ini, belum sama dengan kawan-kawan yang memang penyandang disabilitas. Itu kawan-kawan penyandang disabilitas ini penting untuk selalu diajak berbicara mengenai pasal-pasal yang menyangkut kebutuhan yang isu-isu pokoknya itu bisa dimasukkan didalam Rancangan Undang-Undang disabilitas ini. Lalu saya sangat setuju untuk perlindungan perempuan disabilitas. Ini harusnya serta merta dalam pengarusutamaan gender, tapi selama ini tertinggal, berikut dengan anggaran untuk perempuan penyandang disabilitas. Kalau Jakarta menjadi percontohan saya sangat setuju. Itu Ibu Ariani sangat cerdas mengambil Jakarta sebagai daerah contoh, percontohan daerah yang ramah terhadap disabilitas dan lansia. Kita berharap itu bisa di konkritkan oleh pemerintah daerah DKI dan mudah-mudahan diikuti oleh daerah-daerah yang lainnya. Ibu, saya pikir dalam kunjungan kerja saya di daerah, sesuai dengan bidang tugas kami pendidikan, agama, kesra saya selalu bahwa sekarang isu-isu soal disaabilitas ini. Ternyata banyak dipendidikan, didiknas provinsi kabupaten/kota selalu saya bisa bicarakan tentang diantaranya distribusi guru pendidikan luar biasa ini. Ternyata di daerah saya untuk lima tahun yang akan datang semua guru SLB, SMPLB itu pensiun. Jadi saya ingatkan dengan kepala dinas provinsi/kabupaten/kota pastikan bahwa sebelum lima tahun akan datang guru-guru itu sudah tersedia, sehingga hak-hak anak kita dibidang pendidikan khusus untuk disabilitas bisa terpenuhi. Saya pikir perlu kita dukung secara penuh RUU Disabilitas ini untuk memberikan sebuah keyakinan bahwa tidak ada masyarakat yang didiskriminasikan. Terima kasih dari saya. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. PIMPINAN RAPAT: Drs. HARDI SELAMAT HOOD (KETUA KOMITE III) Terimakasih untuk Senator Eni Khairani dari provinsi Bengkulu. Beliau sangat concern terhadap penyandang disabilitas, sebagai Pimpinan saya juga selalu diingatkan untuk berkomitmen terhadap penyandang disabilitas. Terimakasih Bu Eni Senator Maria Goreti, Kalimantan Barat dipersilakan. PEMBICARA: MARIA GORETI, S.Sos., M.Si (KALBAR) Terimakasih Ketua. Ibu-Bapak Anggota Komite III yang saya hormati dan banggakan, Ibu dan bapak narasumber. Pada sore hari yang berbahagia ini saya minta maaf kepada Pimpinan karena sedikit terlambat sehingga saya tadi sebentar bertanya kepada narasumber mengenai batasan-batasan dari distabilitas itu. Saya mengamati, terus terang saya tadi juga googling ya, Bu ya karena sempat tidak tune lagi ke isu Ibu terakhir. Kurang lebih satu setengah tahun yang lalu, mungkin kita bertemu. Satu dari saya adalah sebuah tanggapan ya bu, kami ini yang datang ke sini ini memang hasil dari pemilihan umum, pemilu, gitu ya Bu, tapi sejujurnya, rasa-rasanya seluruh Anggota DPD itu tidak pernah, kalau boleh saya, mungkin tidak terlalu cocok gitu ya Bu memperalat, memperalat teman-teman atau saudara-saudara kita yang penyandang disabilitas ini gitu. Oleh sebab itu Bu, kalau bisa jangan terlalu banyak pembahasan diporsi kepentingan politis tadi itu karena kan ini kadang-kadang berbahaya bagi kami dan bisa jadi RDPU KOMITE III DENGAN NARASUMBER DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 18 JANUARI 2016
17
bumerang karena kalau kita membicarakan hal ini di daerah, di provinsi kita masing-masing ataupun di kabupaten, khawatirnya pemerintah daerah itu, seolah atau ada implisit menginginkan kita itu ada cash and carry Bu dengan para penyandang disabilitas itu. Kalau boleh saya ingin menitikberatkan, ditekankan pada negara itu harus memberikan penghargaan tertinggi pada hak-hak pendidikan penyandang disabilitas ini. Coba kita lihat di Pasal 42 kalau ini masih benar ya, masih berlaku dan semoga sudah dianulir, di Pasal 42 dikatakan di sini malah ini Ibu dan Bapak sekalian yang memberikan catatan. Saya rasa ini di bold, di garis bawah begitu bawah RUU ini versi baleg menghapus ketentuan mengenai lembaga pendidikan yang wajib menerima peserta didik penyandang disabilitas gitu. Nah bertepatan dalam pengalaman saya dua tahun terakhir, Ibu, saya juga ada mengamati, Ibu dan Bapak ya, mengamati sekolah-sekolah di provinsi kami dan di kabupaten betul ada yang memang menolak terutama kaum autis. Tadi saya tanya dengan Ibu Maulani apakah mereka tergolong pada distabilitas, ternyata kata Ibu iya gitu, nah berarti kan kita luput. Kami luput gitu lho Bu, tapi juga kami kan tidak bisa mem-pressure pemerintah daerah karena memang undang-undangnya belum ada gitu. Nah saya menginginkan sebenarnya titik tekan kita pada selain hak politik dan sipil tadi, tapi hak-hak kependidikan. Justru menurut saya inilah penghargaan tertinggi dari negara kita terhadap saudarasaudari yang menyandang disabilitas ini Bu karena tapi juga untuk hak politik saya ingin menitiktekankan selain, kalau dalam hak politik itu kan ada hak dipilih dan memilih. Jadi jangan hanya memilih tapi juga dipilih gitu karena saya percaya saudara-saudari yang begitu itu kadang-kadang malah lebih apa ya bu, lebih punya hati, lebih caring dibandingkan orang yang menganggap dirinya sehat gitu sehingga kalau mereka dipercaya, ditempat kami bertepatan ada, wakil bupati tapi yang bersangkutan, disabilitas Bu di Singkawang, kalau Ibu pernah dengar. Nah itu kan kemarin orangnya caring sekali terhadap sesama manusia Bu dan juga sangat pluralis gitu. Nah jadi dua titik poin saya Pak Ketua, tolong kita inikan karena kita juga kan di Komite yang membidangi pendidikan. Titik tekannya mesti lebih kepada di sana dan negara wajib memberikan penghargaan tertinggi pada pengakuan mereka juga terhadap pendidikan, baik Sekolah Dasar maupun Pendidikan Tinggi. Terimakasih Ketua. PIMPINAN RAPAT: Drs. HARDI SELAMAT HOOD (KETUA KOMITE III) Terimakasih Senator Maria Goreti, Kalimantan Barat. Dipersilakan Senator Abraham Liyanto, Nusa Tenggara Timur. PEMBICARA: Ir. ABRAHAM LIYANTO (NTT) Terima kasih Pimpinan. Bapak-Ibu narasumber yang saya hormati, saya hanya ada satu pertanyaan untuk Pak Fajri ya dan sebelumnya saya terima kasih banyak untuk ke Ibu Maulani dan Ibu Ariani yang sudah memberikan banyak pencerahan bagi kita menyangkut Undang-Undang disabilitas ini. Undang-Undang ini sebenarnya sudah ada ya tahun 1997 dan ini kan kita mau sempurnakan ya. Jadi sebenarnya saya ingin tadi bertanya ke Pak Fajri dan mungkin ini juga teman-teman atau mungkin juga ke KNDI ya. Apakah sudah ada semacam usulan-usulan konkrit DIM-nya itu pasal-pasal mana yang perlu dibahas sehingga kita lebih mempertajam dan apa yang menjadi keinginan. Kalau saya membaca tadi usulnya Ibu Maulani bahwa ya perubahan-perubahan itu terutama melibatkan didalam pembahasan program-programnya tentunya menyangkut sampai ke anggaran. Kemudian juga butuh support fasilitas bersama Andriani. Kalau mau jujur sebenarnya orang-orang disabilitas ini kalau kita bandingkan dengan negara-negara maju itu banyak prestasinya gitu ya. Jadi walaupun mereka ini RDPU KOMITE III DENGAN NARASUMBER DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 18 JANUARI 2016
18
catatnya berbagai macam tapi jika kita lihat banyak negara itu justru expose keberhasilan dari orang-orang cacat itu dan kadang lebih normal, lebih prestasi daripada orang normal. Saya melihat yang paling pokok disini Pak Pimpinan, Pimpinan, dan mungkin juga para staf ahli kita, yang perlu dicatat dan perlu dimasukkan nanti didalam pembahasan kita dengan DPR kan ini, dibawa DPR nanti. Kita yang perlu untuk penekanan memberikan masukan-masukan yang konkrit saja. Yang pertama saya lihat mungkin perlu sosialisasi juga, banyak fasilitas kalau saya lihat misalnya tempat khusus untuk orang cacat dan sebagainya, tapi kalau kita berebut naik kereta, atau jangan jauh-jauh mau naik pesawat itu, di bis itu ada tempat duduk yang untuk orang disabilitas tapi biasanya anak muda yang duduk disitu. Nah ini saya kira bukan salah ini, tapi barangkali belum sosialisasi saja. Nah bagaimana penekanan itu tadi, misalnya perlu ada pasal yang harus diini, bila perlu tadi ada denda, misalnya walikota yang tidak membuat jalan khusus itu tapi di anggaran sudah ditetapkan karena kalau ingin dilibatkan dalam anggaran, tentu itu ya, kita sudah tekankan didalam anggaran tetapi nanti implementasinya kan persoalannya disitu. Implementasi ini nanti bisa jadi mubadzir. Nah kalau ada hal-hal yang bersifat begitu apakah ada pasal yang perlu kita atur di dalam sini supaya ada semacam denda atau punishment apa begitu. Nah saya minta pandangan konkrit dari Pak Fajri itu yang ahli disini. Yang berikut tadi pasal 1 nomor 18 sebenarnya ya mensos sudah dianggap sebagai leading sector begitu ya tapi kelihatan tidak sependapat dengan Bapak dan Ibu sekalian apakah ada usul lagi dari Bapak-Ibu? Kalau tadi disebutkan transparansi saja multi sektor boleh, itu justru saya ragu nanti, tidak ada koordinator dan tidak ada mengikatkan bertanggungjawab itu justru ini tadi pemahaman kita saja justru masih seperti itu. Nanti ini lebih parah, apakah ini dimasukkan didalam HAM? Misalnya ya menyangkut tadi ada sanksi dan denda sehingga lebih keras harus ada usul konkrit gitu, harus ada, kalau dilepas begitu saja bagi saya, kalau dipikir kembali itu mungkin bisa jadi distorsi. Jadi ada usul konkrit juga ya, barangkali ada hal-hal yang sifatnya lebih spesifik. Kalau saya bandingkan tadi, ini kebetulan dalam praktik sosial ditempat saya, di daerah, ada kasus bahwa kita ingin membantu orang cacat ya, itu alat-alat peraganya, ini kereta ini, dapat sumbangan misalnya dari yayasan sosial di luar negeri, negara yang sudah punya perhatian khusus tentang ini, tetapi justru masuk disini itu kena pajak, bea cukai itu tinggi. Itu jadi soal gitu, jadi selain kita sendiri sudah punya undang-undang, nggak dilaksanakan dan daerag ngerti karena masalahnya ada disosialisasi, disisi lain ada banyak perhatian, bantuan, karena tadi jumlah kita 10 juta ya, 10%, 25 juta penyandang cacat di Indonesia, penyandang cacat, ooh itu sudah ada aturannya tentang itu. Saya ingin masukkan poin-poin lebih konkrit gitu ya Pimpinan ya, jika mungkin ini dicacat oleh staf ahli saja supya mungkin pembahasan kita tidak sia-sia buang waktu gitu. Kemudian ada hak-hak bermain misalnya, kalau olahraga prestasi sudah ada, di tempat-tempat rekreasi gitu ya, hiburan, makanan, dan sebagainya, fasilitas parkir, yang lebih umumlah. Kalau kita sering ke luar negeri itu ada parkir, ada gambar kereta disitu, yang lain nggak boleh parkir disitu kecuali kereta disabilitas. Disini belum ada ya yang saya sudah lihat di bis-bis itu ada tapi kurang digunakan. Nah barangkali Pak Fajri tolong dipertajam itu masuk dibagian mana dari pasal-pasal itu atau bab mana itu sehingga kita lebih fokus dan yang tadi itu, setuju nggak kalau kita masuk multi sektor tapi harus dicari kelembagaan yang bisa mengkoordinir ini. Saya kira ini usulan konkrit saya, Pimpinan mohon direkondisikan dengan narasumber, terimakasih.
RDPU KOMITE III DENGAN NARASUMBER DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 18 JANUARI 2016
19
PIMPINAN RAPAT: Drs. HARDI SELAMAT HOOD (KETUA KOMITE III) Terimakasih Bapak Abraham Liyanto dari Nusa Tenggara Timur. Kami persilakan Ibu Emilia Contessa, ini tidak tuna suara ini Bu, malah lebih bagus kali ini. Senator dari Jawa Timur dipersilakan. PEMBICARA: Hj. EMILIA CONTESSA (JAWA TIMUR) Terima kasih Pimpinan. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Salam sejahtera bagi kita semua. Bapak dan Ibu sekalian, saya langsung saja karena kita sudah, waktu ya. Jadi saya dari Jawa Timur dan terus terang, saya selama saya reses, atau tidak reses pun, saya agak sering berkunjung ke SLB-SLB dari Jawa Timur, sampai saya tahu perusahaan mana saja yang merekrut disabilitas untuk menjadi karyawannya, itu termasuk ada beberapa perusahaan dan itu menjadi catatan saya dan saya sangat mengapresiasi apa yang sudah mereka lakukan. Kemudian, tapi banyak sekali yang membuat saya prihatin antara lain apabila saya ke SLB selalu mereka keluhannya adalah mereka minta bantuan untuk bisa diberikan alat-alat sekolah, alat alat belajar. Salah satunya adalah sampai-sampai yang minta bantuan alat-alat salon, segala macam. Saya menjadi bingung dan saya mohon saya diberi penjelasan, sebetulnya kita bicara pendidikan, kita mempunyai dana pendidikan yang ribuan triliun dan 20%-nya itu kalau saya tidak salah itu untuk pendidikan. Saya tidak tahu apakah 20% dari 2040 triliun itu termasuk untuk dana pendidikan bagi disabilitas. Itu yang saya ingin tanya karena sangat tidak adil begitu berlimpahnya dana untuk pendidikan bagi anak-anak kita yang lain, sedangkan tidak mengucur, tidak mengalir kepada anak-anak kita yang disabilitas. Tahun lalu, RDP dengan ibu menteri sosial itupun saya sampaikan, saya bilang, kita ini sebetulnya merancang anak-anak kita yang disabilitas ini mau kemana? Apakah mereka hanya dipersiapkan untuk menjadi tukang pijit? Dan itu saya sangat prihatin dan saya sangat ada sedikit kecewa, kekecewaanlah. Jadi apa yang diharapkan di gaul 2015 ini sangat-sangat wajar apabila, karena, anak anak kita yang disabilitas itu mempunyai, memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan anak-anak kita yang lain, seperti di luar negeri. Mereka mempunyai hak yang sama, mereka, mohon maaf, tidak punya kaki tapi mereka adalah ahli komputer sehingga mereka mempunyai gaji yang ribuan dolar setiap bulannya, setara dengan para ahli komputer yang normal, seperti itu. Nah itu, saya rasa seharusnya memang kita perjuangkan supaya dengan rasa keadilan, supaya anak-anak kita yang disabilitas ini bisa mendapatkan haknya sesuai atau sama dengan warga negara yang lain. Jadi Pimpinan, mohon ini diperjuangkan agar Rancangan UndangUndang ini, sudah menjadi Rancangan Undang-Undang kan? Bisa disahkan menjadi Undang-Undang dengan sekali lagi, demi rasa keadilan. Terimakasih Pimpinan. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. PIMPINAN RAPAT: Drs. HARDI SELAMAT HOOD (KETUA KOMITE III) Terima kasih Senator Emilia Contessa. Terakhir dan mohon izin pada Anggota kita sudah melewati 10 menit, mohon diizinkan untuk kita teruskan, kita tambah sekitar 15 menit. Kami persilakan Ibu Fahira, setelah itu selesai itu pertanyaan.
RDPU KOMITE III DENGAN NARASUMBER DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 18 JANUARI 2016
20
PEMBICARA: FAHIRA IDRIS, S.E., M.H. (WAKIL KETUA KOMITE III) Terima kasih Pimpinan. Terima kasih kepada narasumber yang hari ini sangat menginspirasi. saya sebagai perwakilan dari Jakarta sangat berharap bahwa berbagai organisasi disabilitas ini, kan tadi wanita terus kemudian masalah pemilu dan lain sebagainya itu punya satu bentuk organisasi khusus yang merupakan kumpulan dari beberapa organisasi disabilitas, dan kalau bisa itu berada diseluruh daerah di Indonesia. langkah penting adalah bersama-sama dengan DPD RI kita melakukan audiensi dengan kepala daerah yang bersangkutan karena salah satu tujuannya adalah kalau kita memang mengharapkan undang-undang ini, memang inilah problematika kita di Indonesia, undang-undang kita ini sangat lama sekali bisa terbentuk tetapi sambil menunggu undang-undang itukan ada beberapa kebijakan yang bisa diciptakan, salah satunya perda. Di Jakarta sendiri saya mencatat bahwa pada tahun 2014 Pemprov DKI itu sudah pernah mengirimkan bantuan sekitar 1 miliar untuk kebutuhan pokok dan 500 juta untuk program penguatan kemandirian. Saya bertanya apakah para narasumber tahu akan hal ini yang terjadi di DKI? Terus sebetulnya kalau melihat dari pors sumbangan tersebut agak disayangkan ya karena sebetulnya yang saya harapkan adalah sebetulnya kebutuhan kita untuk kemandirian itu lebih penting, pelatihan-pelatihan dan lain sebagainya itu menurut saya lebih penting, dari hanya sekedar memberikan kebutuhan pokok saja, dan memang saya sangat prihatin karena yang terjadi saat ini advokasi untuk para penyandang disabilitas itu tidak ada. Contohnya, ada satu pekerja ya, yang dia sebetulnya lulusan S1, dia hanya buta warna tetapi apa yang terjadi, dia ditolak oleh banyak perusahaan, akhirnya sekarang jadi kuli bangunan. Bayangkan, dan itu juga saya bertanya, bagaimana sih kira-kira nanti badan ini yang bisa membantu teman-teman disabilitas untuk mengadvokasi mereka dan juga saya juga menginginkan teman-teman untuk terus konsisten memaksa kepada kepala daerah memastikan bahwa 1% dari karyawan di perusahaan itu adalah penyandang disabilitas. Tetutama perusahan-perusahaan besar tentunya karena kalau perusahaan kecil dipaksa juga mereka mungkin kurang mampu. Ini teruslah semangat untuk bersuara ya. Kalau di Jakarta sendirikan sudah keluar Pergub nomor 24 tahun 2013 yang merupakan turunan dari Perda nomor 10 tahun 2011 tentang Penyandang Disabilitas. Nah ini saya minta didorong untuk seluruhnya wilayah Indonesia itu harus punya. Terus kemudian karena dulu DKI sudah ingin membentuk badan pengawas disabilitas, pertanyaan saya apakah niat tahun 2014 itu sekarang ini sudah terwujud? Karena menurut saya itu penting. Itukan bisa terdiri dari dinas sosial, pengamat organisasi-organisasi disabilitas, dan itu adalah pernyataan dari saya. Dua pertanyaan adalah apakah sudah pernah melihat negara-negara mana saja yang sudah disabilitas friendly? Setahu saya dulu saya pernah menjenguk om saya di Belanda, itu disana cukup disabilitas friendly. Terus kemudian saya diakhir acara mau minta nomor hp yang buat video tadi, video itu bagus sekali karena saya mau buat untuk ada satu keperluan, terima kasih. PIMPINAN RAPAT: Drs. HARDI SELAMAT HOOD (KETUA KOMITE III) Terima kasih Ibu Fahira. Senang sekali kalau punya om di Belanda ini. Saya om saya di Pacitan ini, sponsor ya, di Inggris itu orang tua angkat. Baiklah para Senator yang berbahagia, kita coba tersisa 15 menit, mohon izin kepada narasumber untuk dapat menggunakan waktu itu selama 10 menit, setelah itu kita 5 menit RDPU KOMITE III DENGAN NARASUMBER DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 18 JANUARI 2016
21
akan closing statement untuk acara ini. Dipersilakan silakan siapa saja untuk memulai, kami persilakan, dan saya izin sebentar keluar, nanti Ibu Fahira yang mimpin, silakan. PEMBICARA: FAJRI NURSYAMSI, S.H., M.H./PUSAT STUDI HUKUM DAN KEBIJAKAN (PSHK) (NARASUMBER) Baik, mungkin saya mengawali respon terhadap komentar dan pertanyaan pertama dari Pak Abraham ya. Pak mohon izin, semua yang dikatakan Pak Abraham sebenarnya sudah ada di RUU, namun sayangnya ada beberapa hal klausul yang bisa dikatakan hilang pasca diproses di DPR Pak. Jadi memang tidak ada, jadi tidak ada di draft terakhir. Misalkan tadi Bapak katakan terkait dengan fasilitas parker, lalu hak mendapatkan hiburan, lalu, kalau haknya ada, tapi bagaimana kemudian norma untuk melaksanakannya itu, itu yang dihilangkan. Lalu pengurangan bea masuk saya belum cek lagi tapi ada di draft terakhir. Nah yang terkait dengan fasilitas parker, lalu yang lain-lain dianggap klausul-klausul itu adalah terlalu detail bagi DPR Pak. Namun bagi kami sebenarnya, hal-hal itulah sebagai permasalahan riil yang terjadi terhadap penyandang disabilitas. Saya bisa ceritakan bahwa hal dari awal proses saya bantu Koalisi Penyandang Disabilitas ini untuk drafting Pak, untuk merumuskan pasal-pasal yang dilakukan adalah menyerap sebanyak mungkin masukan atau bahkan bisa dikatakan keluhan, tantangan di lapangan seperti apa dan kemudian dikonversi kepada pasal-pasal. Akhirnya memang menyebabkan pasal, selain, sebelum 160 pasal yang draft terakhir ini, itu ada 268 Pasal. Memang secara postur sangat besar, namun kemudian itu sebenarnya menyentuh permasalahan dan menjadi solusi terhadap permasalahan yang ada. Nah ini ketika masuk di DPR, diharmonisasi, banyak yang di-cut dan kemudian dianggap pasal-pasal yang sifatnya sangat detail itu dianggap itu ketentuan untuk peraturan pemerintah. Saya dalam hal ini memang karena terlibat penuh dalam proses sebenarnya tidak terlalu sepakat dengan hal itu karena itulah yang menjadi inti dari undang-undang ini. Kalau isinya hanya hak-hak saja, misalnya penyandang disabilitas berhak apa, berhak apa, saya pikir konvensi CRF ini sudah cukup dan bukan itu yang kita butuhkan, yang kita butuhkan justru bagaimana kemudian hak mendapatkan pendidikan misalnya, itu bisa terjamin dengan norma-norma yang sifatnya tadi, misalkan, dilarang untuk menolak calon peserta didik karena alasan kedisabilitasannya, itu yang kami inginkan. Norma itu, bagaimana kemudian hak atas pendidikan itu diterjemahkan dalam satu norma yang lebih operasional seperti itu. Mungkin ini yang menjadi masukan terkait dengan draft baru tersebut. Lalu kami sudah membuat dim dari draft terakhir 161 itu dan mungkin sudah dibagikan sebagian kepada Bapak-Ibu sekalian. Nah terkait dengan komisi nasional disabilitas, kami mengkritisi dari aspek kewenangannya pertama, lalu yang kedua perekrutan komisionernya bisa dikatakan seperti itu, yang kami usulkan pada awalnya adalah sebagai lembaga independen dimana isinya adalah berbagai elemen, terutama melibatkan penyandang disabilitas, tapi ketika masuk ke DPR ada berbagai perubahan. Terutama yang pertama ada ex officio dari pemerintah saya belum terlalu paham kenapa harus ada ex officio dari pemerintah. Yang kedua justru unsurunsur disabilitasnya tidak ada Pak. Jadi hanya golongan akademisi, yang saya ingat, tokoh masyarakat, seperti tadi sudah digolongkannya, padahal justru unsur penyandang disabilitas yang akan sangat merasakan apa yang akan dibutuhkan gitu walaupun belum tentu harus melalui seleksi yang sangat baik karena kami tidak mau juga setelah ada lembaganya tapi diisi oleh mereka yang tidak kompeten dan seperti itu tapi kemudian kesempatan prioritas untuk para penyandang disabilitas bisa duduk sebagai komisioner saya pikir harus dipertimbangkan karena mereka yang paling tahu apa sebenarnya yang diperlukan, dibutuhkan. RDPU KOMITE III DENGAN NARASUMBER DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 18 JANUARI 2016
22
Lalu terkait dengan denda, denda yang sifatnya, sanksinya ada tiga yang saya ingat, ada administrasi, ada sanksi denda untuk pengusaha, biasanya pemberi kerja dan lain-lain, lalu ada sanksi pidana juga. Nah ini pertimbangan kami memberikan, mengusulkan untuk sanksi adalah tidak terlalu ringan, tetapi juga tidak kemudian mengkriminalisasi banyak pihak yang ingin terlibat, terutama misalkan aspek orangtua ya. Misalkan, ada orangtua yang terpaksa harus memasung misalkan, tidak dikriminalisasi karena memang minimnya fasilitas atau pemahaman.Ssaya pikir pidana ini menjadi ultimum remedium, menjadi hal yang paling akhir dilakukan, kenapa karena level pemahaman itu dulu yang harus dipenuhi oleh implementasi dari undang-undang ini. Selebihnya mungkin bisa nanti masukan melalui DIM. Sebetulnya konstruksi dari Pasal 1 angka 18 ini dia dimasukkan dalam ketentuan umum Pak, jadi dipasal paling pertama. Nah sedangkan secara substansi ada sektor lain selain sektor sosial Pak, nah usulan kami yang lebih konkrit adalah ketentuan leading sector tidak ada dipasal 1 angka 18 tapi dia diturunkan ke subbab dibawahnya Pak. Jadi misalkan terkait dengan subbab pendidikan, nah disitu disebutkan bahwa menteri yang dimaksud dalam subbab ini adalah menteri urusan pendidikan, satu-satu Pak, kenapa? Karena agar tidak misleading sebenarnya akhirnya dan memang ada argumentasi misalkan disebutkan kenapa dipasal 1 agar menjadi coordinator, justru karena ini undang-undang memunculkan stigma lagi akhirnya, sedangkan orang setelah baca pasal itu baru baca ke bawah karena kalau tidak baca naskah akademiknyakan kadang kita tidak paham Pak. Nah usul kami, selain tadi memberikan kewenangan kepada kementerian untuk memberikan anggaran, yang kedua menurunkan leading sector itu perbidang karena jadi ketika bicara disabilitas, bidang apa dulu nih? Perhubungankah? PU-kah? atau apa nanti kita merujuk kepada kementrian terkait agar kemudian tidak ada misleading dan terjaga kewenangnannya mungkin itu Pak. Baik terima kasih. PEMBICARA: MAULANI ROTINSULU/HIMPUNAN WANITA DISABILITAS INDONESIA (NARASUMBER) Menanggapi saja apa yang disampaikan Pak Abraham tadi bahwasanya kita sebenarnya sudah ada surat edaran dari menteri keuangan tentang pembebasan pajak terhadap alat-alat bantu penyandang disabilitas Pak. Jadi itu bisa dimanfaatkan, sebenarnya pemerintah sudah mengeluarkan itu sejak lama dari tahun 1900-an sudah ada, terkait dengan itu. Kemudian Ibu Fahira, oh tidak orangnya, tapi tidak apa-apa, saya pikir Bapak-Ibu sekalian di Indonesia ada kurang lebih 24 peraturan daerah tentang disabilitas yang sudah dikeluarkannya baik dari bupati/walikota maupun gubernur. Ini memperlihatkan indikasi bahwasanya sebenarnya pemerintah daerah sudah sangat responsif. Jadi kalau misalkan ada keragu-raguan dari parlemen terkait dengan hal ini sebenarnya ini sangat tidak relevan sekali kelihatannya, terkait dengan itu. Desain yang sudah Bapak-Ibu, kalau misalkan Bapak-Ibu mau melihat juga yang paling sempurna desain itu versi parlemen, itu ada di RUU inisiatif DPR tahun 2014. Itu sudah diresmikan sebagai inisiatif DPR itu ada 251 Pasal, kami hanya menambahkan sedikit disana menjadi 268 Pasal. Nah kalau misalkan ini juga ditolak oleh desain panja yang baru ini juga kelihatannya aneh. Terkait dengan lembaga pengawas, seperti yang tadi Ibu Fahira Idris katakan, bahwasanya diperda DKI itu sudah diamanahkan ada satu lembaga pengawasan dan koordinasi dan bukan hanya di perda DKI, tapi diberbagai macam perda seperti perda Bangka Belitung, perda Kalimantan Barat terkait dengan penyandang disabilitas, ada beberapa yang sudah mengakomodir tentang lembaga. Satu lembaga yang mengawal pemajuan yang seperti Mas Fajri sampaikan, lembaga pemajuan dan lembaga dan lembaga pengawasan terhadap penyandang disabilitas, terhadap jalannya peraturan perda yang sudah RDPU KOMITE III DENGAN NARASUMBER DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 18 JANUARI 2016
23
dikeluarkan. Jadi sebenarnya indikasi-indikasi positif bahwasanya kominisi nasional disabilitas itu sudah terbentuk sudah di-frame-kan, sudah dikerangkakan semenjak dari level daerah. Jadi sebenarnya tingkat nasional yang akan dimasukkan di dalam RUU Penyandang Disabilitas ini, itu sudah tinggal rangkuman dari desain-desain daerah, saya pikir begitu, jadi aneh kalau kita mendengar ini ditolak oleh pemerintah, saya pikir demikian. Kemudian juga jalan keluar, permasalahan yang disampaikan Ibu Fahira Idris terkait dengan tidak adanya fasilitas atau kesempatan kerja bagi hanya seorang yang buta warna itu kita masukkan jalan keluarnya adalah membuat setiap kementerian membuat pusat-pusat layanan, informasi terhadap pusat-pusat informasi penyandang disabilitas terhadap sektorsektor yang terkait. Misalkan pusat informasi layanan penyandang disabilitas, layanan tenaga kerja bagi penyandang disabilitas, lalu pusat informasi layanan pendidikan terhadap penyandang disabilitas itu sudah kita masukkan didalam RUU Penyandang Disabilitas dan saya harap ini akan menjadi jalan keluar permasalahan-permasalahan yang Ibu-ibu, juga Ibu Emilia Contessa sampaikan. Demikian, terima kasih. PIMPINAN RAPAT: Drs. HARDI SELAMAT HOOD (KETUA KOMITE III) Silakan Ibu. PEMBICARA: ARIANI SOEKANWO/PPUA PENCA (NARASUMBER) Saya tadi menanggapi Ibu Maria Goreti ya, dari Kalimantan Barat. Saya pikir Ibu masih berpikiran charity, jadi Ibu menginginkan bahwa hak politik itu adalah hak asasi, jangan Ibu merasa bahwa para penyandang disabilitas itu dimanfaatkan, tidak. Itu justru memang keinginan kita dari penyandang disabilitas untuk bisa memilih, dipilih dan menjadi penyelenggara pemilu karena kita bisa berpartisipasi penuh didalam masyarakat dan selain itu memang selama ini KPU kita advokasi dan memang terbuka sehingga semua peraturanperaturan KPU, sampai Undang-Undang Pemilu pun sudah inklusif disabilitas, memberikan hak-hak politiknya kepada penyandang disabilitas. Kemudian juga, bahwa melalui pemenuhan hak politik ini bisa dijadikan mile stone untuk pemenuhan hak-hak yang lain karena untuk memilih harus punya ktp dan selama ini penyandang disabilitas tidak bisa punya ktp karena diskriminasi. Nah ini kan kehilangan, tidak hanya hak politiknya, tapi hak-hak yang lain sebagai warga negara. Penyandang disabilitas tidak punya akte kelahiran, tidak punya akte kelahiran, tidak dimasukkan didalam KK. Jadi melalui pemenuhan hak politik ini, merembet kepada yang lain dan selama ini penyandang disabilitas yang terisolir didalam kamar, tidak boleh keluar sekarang ikut milih. Jadi merasa dirinya itu dihargai, jadi ini one man one vote meskipun kita tuna netra, sama haknya sama presiden, satu suara. Jadi meskipun penyandang disabilitas punya hak suara sama dengan Pak Gubernur, sama. Jadi ini suatu, meningkatkan harkat martabat dan kemudian juga selama ini kalau kita ada munas, ada acara HDI, hari disabilitas, itu yang sibuk hanya komunitas disabilitas, tetapi begitu pemilu, seluruh Indonesia bicara tentang disabilitas. Ini adalah sesuatu keunggulan dari pemenuhan hak politik. Di sinilah bahwa inklusi disabilitas itu sudah ada, contohnya KPU. KPU itu tidak berkeberatan memasukkan didalam semua panduan teknis semua apa-apanya tahapan-tahapan itu tanpa keberatan. Jadi ada good will-nya ada understanding dan inipun yang harus dicontoh oleh berbagai pejabat negara kita yang selama ini selalu diskriminasi, merasa melihat dengan mata sebelah begitu. Mungkin untuk Ibu Fahira, memang teman-teman di DKI sudah ingin mengadvokasi dibentuknya tadi dewan pengawas disabilitas yang sudah ada diperda, tapi kan selalu kalau tidak bergerak, ya tidak bergerak ya tidak ada apa-apa, nothing about us without us. Jadi RDPU KOMITE III DENGAN NARASUMBER DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 18 JANUARI 2016
24
disinilah didalam perspektif pemenuhan hak penyandang disabilitas itu harus melibatkan partisipasi penuh penyandang disabilitasnya. Jadi ini yang menjadi keprihatinan kami. Kemudian juga kepadaku Ibu Fahira karena ada di Jakarta, jadi kami juga ingin Ibu men-support gerakan kita, gitu ya. Jadi nanti kita akan sampaikan juga siapa yang membuat vcd tadi kalau Ibu menginginkan alamat ya, kalau Bapak-Ibu yang lain pun, kami ingin bantuannya untuk terus mendorong terus pemenuhan hak disabilitas yang sudah selama ini terdiskriminasi. Rasanya pemahaman-pemahaman masih terus harus kita berjuang terus, untuk itu kami sangat berbahagia mendapat support dari Senator-Senator di DPD ini semoga RUU Penyandang Disabilitas ini bisa berhasil dan bisa sesuai dengan kebutuhan kita. Jadi seperti tadi parkir, selama ini sepeda motor roda tiga kalau mau parkir itu mesti kelahi dulu karena tidak ada tempat parkir, hanya untuk roda dua dan roda empat. Nah yang roda tiga kan tidak punya. Padahal yang harley davidson itu parkirnyakan di depan lobby hotel boleh, lah kenapa kita tidak boleh. Lah ini pentingnya dimasukkan di dalam UndangUndang kita ini, jadi Undang-Undang versi 268 tadi, yang 251 sudah disampaikan Ibu Lani, kemudian ditambah beberapa pasal. Ini adalah memang kebutuhan kita, tidak mengada-ada, tetapi akomodasi yang layak yang kita butuhkan, terima kasih. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. PIMPINAN RAPAT: Drs. HARDI SELAMAT HOOD (KETUA KOMITE III) Terima kasih kepada tiga narasumber dan berikan hadiah tepuk tangan hangat pada narasumber. Sekali kami ucapkan terima kasih karena waktulah yang membatasi kita, tapi insya Allah karena ini adalah perjuangan bersama, kami akan kamu selalu menghubungi Bapak-Ibu sekalian untuk sama-sama kita perdalam, walaupun mungkin tidak dalam pertemuan formal seperti ini. Oleh karena itu dari meja sidang sekali lagi kami berterimakasih dan banyak manfaat sekali yang kami hasilkan pada pertemuan sore hari ini. Oleh itu juga izinkanlah kami menghadiahkan sebuah pantun buat kita semua. Mari bersama memakan kurma, kurma disimpan berbungkus kertas, mari terus berjuang bersama, untuk lahirnya Undang-Undang penyandang disabilitas. Karena sudah ditepuktangan maka berakhirlah pertemuan ini, dengan mengucapkan hamdalah, alhamdulillahi robbil 'alamin. Izinkanlah saya menutup pertemuan pada sore hari ini KETOK 3X Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat sore.
RAPAT DITUTUP PUKUL 16.02 WIB
RDPU KOMITE III DENGAN NARASUMBER DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 18 JANUARI 2016
25