Journal Of Economic Management & Business - Volume 13, Nomor 2, Mei 2012 Journal Of Economic Management & Business Volume 13, Nomor 2, Mei 2012 ISSN: 2301-4717 Hal. 1-11
ekonomi islam sebagai sumber etika dalam transformasi sistem ekonomi
a. hadi arifin
Dosen pada Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh
Abstrak goes here. Keywords: ....
a. Hadi Arifin
LATAR BELAKANG Sejak kemunculannya pertama kali di muka bumi, manusia telah dihadapkan pada persoalan bagaimana caranya memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Bermula dari manusia bekerja sebagai individu seorang diri, lalu bekerjasama sebagai anggota kelompok manusia yang makin lama makin berkembang jumlahnya. Waktu pun beredar, dan peradaban manusia pun mengalami kemajuan yang pesat. Lalu manusia mesti bekerja keras, bersaing, dan bahkan bertikai, untuk alasan klasik yang tak pernah usang, yakni untuk memenuhi dan mempertahankan kehidupan ekonominya. Kegiatan ekonomi merupakan aktivitas yang amat fundamental sejak keberadaan hidup manusia di muka bumi ini, meskipun kemudian setelah bermilyar tahun manusia dapat menjelaskannya dalam suatu peradaban pemikiran ekonomi menurut yang mereka fahami. Sebagaimana hukum gravitasi bumi telah berlaku sejak bumi ini diciptakan Allah, meskipun setelah bermilyar tahun kemudian Newton dapat menemukannya. Persoalan ekonomi adalah suatu fenomena kehidupan manusia yang bersifat universal, tetapi memiliki prinsip dan etika tersendiri sesuai pemikiran mereka masing masing. Benih untuk lahirnya sebuah pemikiran ekonomi sesungguhnya telah tersebar dan tercecer dimana-mana, mengikuti peradaban dan penyebaran hidup manusia. Lingkungan kondusif bagi kelahiran “bayi ekonomi ”, yang kini telah tumbuh dan menyebar di dunia adalah berasal dari peradaban Islam, peradaban kapitalisme, dan peradaban sosialisme. Di dalam peradaban kapitalisme, benih pemikiran ekonomi memperoleh tempat yang subur untuk berkembang oleh serangkaian proses pemikiran, dan penulisan buku ilmiah dari pemikir-pemikir ekonominya. Adam Smith adalah salah seorang pemikir terkemuka yang telah
membidani kelahiran pemikiran ekonomi kapitalisme, dengan tulisannya monumental pada tahun 1776 M. Dasar analisanya semata-mata objektif. Smith tidak percaya pada dorongan subjektif yang ikhlas yang mendasari tindakan ekonomi seseorang, ketika ia menulis: ”Bukan berkat kemurahan hati tukang daging, tukang pembuat bir atau tukang roti kita dapat makan siang, akan tetapi karena mereka memperhatikan kepentingan pribadi mereka. Kita berbicara bukan kepada rasa kemanusiaan mereka, melainkan kepada cinta mereka kepada diri mereka sendiri, dan janganlah sekali-kali berbicara tentang keperluan-keperluan kita, melainkan tentang keuntungan-keuntungan mereka”. Ternyata teori Smith-lah yang sampai kini mendasari perkembangan ekonomi liberal yang melahirkan ekonomi kapitalisme, dan telah mulai berjangkit sejak revolusi industri, serta makin berkembang dengan adanya penemuan Smith pada suatu masa dalam sejarahnya. Setelah kapitalisme merajalela dimana-mana dalam kebebasan nilai, maka telah menimbulkan penderitaan dan kesengsaraan pada masyarakat. Adalah Karl Marx, si bidan yang di”nabi”kan oleh pengikutnya, yang melahirkan ”pemikiran ekonomi sosialisme”, dengan membangun teori ”scientific socialism” berdasarkan azas ”materialisme historis” dan ”dialektik materialisme” dan pada masamasa selanjutnya, menulis dan mengkritik kapitalisme, mengupas dan kemudian meramalkan keruntuhan sistem tersebut dalam bukunya ”Das Kapital”. Kapitalisme memang tidak segera mati seperti diramalkan oleh Marx, tetapi pemikiran Marx sendiri tentang ekonomi sosialisme memunculkan kekuatan baru yang tidak kalah besarnya. Dewasa ini pertarungan masih dengan sengit terjadi antara kedua paham tersebut dalam skala dan gelanggang yang tidak tanggung-tanggung luasnya. Baik Adam Smith maupun Karl Marx, sesungguhnya tidak lagi diikuti secara murni ajaran-ajarannya. Tetapi dalam berbagai ranting dan cabang pemikiran
Journal Of Economic Management & Business - Volume 13, Nomor 2, Mei 2012
yang diturunkan dari padanya masih dapat ditemui dasar-dasar ajaran kedua tokoh tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam peradaban Islam, Al Qur’an, adalah sumber utama bagi melahirkan pemikiran ekonomi Islam, di mulai sejak masa kepemimpinan Rasulullah Muhammad Sallallahualaihi Wassallam. Persoalan utama yang di kaji dan di aplikasi adalah mengenai pemenuhan kebutuhan pokok, keadilan, efisiensi, dan pertumbuhan serta kebebasan beretika. Kontribusi utama tasawuf pada saat itu adalah mendorong kemitraan yang saling menuntungkan, tidak rakus dalam memanfaatkan kesempatan yang di berikan Allah Subhanahuwata’ala, dan secara tetap menolak penempatan tuntutan kekayaan dunia yang terlalu tinggi. Berdasarkan Al-qur’an dan Al-hadist mereka juga mengkaji konsep maslahah dan mafsadah, yang pembahasannya amat tertuju pada al-falah (kesuksesan) dalam arti yang amat luas. Pendekatan para fuqaha selalu global dan rasional, serta menerapkan methodologi analisis ekonomi positif dan normatif untuk menyatakan mengenai perilaku adil, merata, dan keseimbangan dalam segala aspek perekonomian masyarakat. Pemikiran ekonomi Islam tersebut, telah mendapatkan perhatian khusus dari cendikiawan muslim lain dan non muslim, termasuk Schumputer yang mengkaji mengenai pemikiran Ibn Khaldun. Pola kehidupan ekonomi yang berlaku sekarang adalah wujud dari sistem ekonomi kapitalisme. Akibatnya, telah makin deras merembes kepada bidang kehidupan lain.Dewasa ini semakin banyak kita menyaksikan bergeser dan berpadunya nilai kehidupan bangsa kita, yang ramah dan jujur. Bertukar dan bertambah dengan nilai kehidupan baru yang asing, dan dalam beberapa hal sesungguhnya banyak bertentangan dengan nilai pola kehidupan ekonomi Islam. Akhirnya muncullah budaya permissive, gaya hidup hedonistik, kemiskinan ditengah kemakmuran yang
bertentangan dengan nilai etika agama. Selanjutnya, kitapun telah menyaksikan berjangkitnya nilai individualisme, materialisme, dan konsumerisme yang banyak dibawa dan timbul dari proses interaksi dengan pola kehidupan baru dan asing. Memang harus di akui bahwa sistem ekonomilah yang makin efektif dan dominan mempengaruhi sistem kehidupan masyarakat. Seolah-olah faktor ekonomilah yang membentuk karakter manusia, pada hal sebenarnya manusialah yang seharusnya mengendalikan tingkah laku ekonomi berdasarkan etika kehidupan yang mereka anut. Sebagai akibat dari fenomena ekonomi dunia yang didominasi oleh aliran ekonomi kapitalisme sampai saat ini, ternyata telah gagal menyelesaikan permasalahan masyarakat, bahkan menambah masalah baru bagi ekonomi dunia. Krisis keuangan global saat ini menunjukkan kegagalan sistem ekonomi dunia dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat. Kalau kita melihat lintas sejarah manusia sepanjang abad 20 telah terjadi lebih 20 kali krisis besar yang melanda banyak negara. Hal ini menunjukkan krisis kerap terjadi hampir setiap 5 tahun sekali, yang mengakibatkan penderitaan bagi ratusan juta umat manusia. Menurut Muhammad Taqi Usmani volume transaksi yang terjadi di pasar uang (currency speculation and derivative market) dunia berjumlah US$ 1,2 trillion dalam satu hari, sedangkan volume transaksi pada perdagangan dunia di sektor riil hanya US$ 6 trillion untuk setahun. Rasionya sebesar 500 : 6, Jadi sekitar 1 % dari transaksi pasar uang. Lebih parah lagi, hanya 45% dari transaksi di pasar dalam bentuk spot, selebihnya sebesar 54% dalam bentuk forward, futures dan options trading. Ini menunjukkan bahwa ekonomi kapitalisme tidak mempunyai perangkat kebijakan yang tegas dan terlalu mendewakan modal dan memberikan penghargaan yang berlebihan terhadap modal yang direfleksikan dalam bentuk bunga. Suku bunga dinyatakan sebagai jantung perkonomian
a. Hadi Arifin
Kesemua ini merupakan ulah perbuatan manusia yang telah meninggalkan etika ekonomi dalam berbagai aspek kehidupan. Sehingga Francis Fukuyama menyatakan dunia saat ini telah mengalami kegoncangan yang sangat luar biasa ditengah-tengah masyarakat, yang mengakibatkan terjadinya gangguan serius terhadap etika dan sosial yang dianut oleh masyarakat, sehingga diperlukan kondisi yang mengkaji implikasi etika dan sosial dalam masyarakat. Pemikiran ekonomi Islam yang telah diakui kekekalannya ini oleh pemikir ekonomi di seluruh dunia, bukanlah pula akan menjadi tongkat ajaib yang dapat mengubah permasalahan dalam seketika. Dan tidaklah pula jurus jitu untuk menghindari keterpurukan ekonomi yang sudah terjadi, namun dengan kita menerapkan ekonomi Islam, kita juga tidak akan sampai menjual baju yang sedang kita pakai. Diperlukan suatu transformasi sistem ekonomi yang sesuai etika dasar manusia yang hanif, dalam upaya keluar dari keterpurukan ekonomi saat ini. Mengingat kebutuhan dunia untuk mengatasi krisis ekonomi global, maka penulis perlu mengkaji ekonomi islam sebagai sumber etika transformasi sistem ekonomi, berdasar pemikiran ekonomi Islam yang sudah lama terlupakan, semenjak jatuhnya khilafah Usmaniyah. Sistem Ekonomi Islam Prinsip utama filsafat ekonomi Islam ialah terdapat pada makna kalimat tauhid, yakni kalimat syahadat. Karena kehidupan manusia di muka bumi merupakan ujian dan semua perbekalan yang tersedia bagi manusia adalah amanah, maka ia harus mempertanggung-jawabkannya dihadapan Allah dan keberhasilan hidup ukhrawinya tergantung pada amaliahnya dalam kehidupan di muka bumi. Karena setiap orang mendapatkan kesempatan yang sama berhubungan dengan Tuhan dan alam semesta, lalu
hubungan tertentu antar manusia dengan manusia pun ditetapkan. Hubungan tersebut berupa mu’min akhul mu’min (hubungan persaudaraan) dan musaawah (persamaan) . ”Tauhid adalah ibarat mata uang dengan dua muka; yang pertama menggambarkan Allah sebagai Khaliq (pencipta) dan pada sisi lainnya semua manusia adalah sama atau setiap orang adalah saudara bagi yang lain”. (Q.S 7:35) Al Qur’an secara qath’i (pasti) menyatakan bahwa kehidupan yang ideal antara lain adalah kehidupan yang seimbang secara material dan spiritual (Q.S. 6:112), dimana hidup kifayah(kecukupan) dan amn (damai) mendapat dukungan yang amat luas dan dalam, serta diridhai oleh Allah Subhanahuwata’ala. Dari filsafat di atas, membuka perspektif yang amat sempurna bagi kegiatan ekonomi. Tiada larangan apa pun untuk menjalankan usaha ekonomi. Manusia dianjurkan memanfaatkan kesempatan luas untuk berproduksi, sesuai dengan nikmat Allah yang hampir tidak terbatas. Sebagaimana firmanNya: ”Dan jika kamu hitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak bisa menghitungnya” (Q.S. 14:34). Kenikmatan dari kemajuan pertanian, perdagangan, perniagaan, industri dan berbagai bentuk kegiatan produktif yang sudah dikenal pada awal sejarah Islam merupakan anugerah Ilahi. Banyak pemikir ekonomi Islam membahas tujuan usaha ekonomi yang sempurna secara terperinci. Tujuan ini bisa bersifat pribadi atau sosial masyarakat. Tujuan pribadi yang diperbolehkan, termasuk antara lain pemenuhan kebutuhan pribadi dan keluarga. Menabung untuk jaminan hari tua dan hasrat untuk bisa meninggalkan warisan bagi keturunan diakui pula sebagai tujuan usaha produktif yang dibenarkan. Kebutuhan minimal untuk mempertahankan kehidupan pada dasarnya adalah kewajiban. Sementara tidak ada batas maximum ditetapkan dalam batas jumlah. Kesederhanaan dalam usaha
Journal Of Economic Management & Business - Volume 13, Nomor 2, Mei 2012
pemenuhan kebutuhan ini lebih diutamakan. Sedangkan keserakahan, bakhil (kikir) dan keinginan yang berlebihan untuk mencapai kesenangan dan kemewahan adalah tercela. Kesederhanaan pada umumnya diartikan dalam kaitannya dengan konsep negatif mengenai keborosan (israf) dan pengeluaran barang dan jasa yang dilarang oleh Islam (tabdzir). Pemuasan hati dengan kehidupan mewah dan hasrat untuk berbangga-bangga dicela. Islam tidak dapat membenarkan pamer kemewahan dari golongan elite yang bergelimang kemewahan. Pemikir ekonomi islam lain mengenai kegiatan ekonomi memberi arti yang sangat penting untuk tujuan sosial. Pemberantasan kelaparan dan kemelaratan, penyakit dan buta huruf serta pengerahan dana untuk memperkuat negara Islam dan penyebaran agama Allah (da’wah) dinyatakan sebagai tujuan terpuji dari kegiatan ekonomi perorangan. Seseorang yang terlibat dalam kegiatan produktif untuk tujuan-tujuan tersebut di atas, dianggap sebagai memenuhi kehendak Allah dan dijanjikan balasan yang setimpal di dunia dan di akhirat. Tujuan kegiatan ekonomi ialahuntuk menjadikan masyarakat Islam secara ekonomis kuat, sehingga ia dapat dikembangkan dan mampu bersaing dengan baik dan berhasil sesuai dengan sistem ekonomi lainnya di seluruh dunia. Disebutkan bahwa hubungan yang sifatnya tidak terbatas dari tujuan sosial dalam kegiatan ekonomi, bertentangan dengan sifat keterbatasan dari tujuan-tujuan perorangan. Kegiatan ekonomi yang demikian, diberikan ruang gerak yang tidak terbatas dan sangat digalakkan. Ekonomi Islam telah mengatur bagaimana mengolah sumber daya yang ada, mekanisme pendistirbusian harta kekayaan dan pola konsumsi para konsumen. Islam adalah suatu sistem kehidupan yang sangat universal, komprehensif dan integral, yang tidak hanya sebagai sekedar agama. Islam adalah agama dan dunia, ibadah dan mua’malah, aqidah dan syari’ah, kebudayaan dan peradaban, agama dan
negara. Mengkaji ekonomi dari sudut Islam, kita akan diajak merefleksikan diri kepada para ahli fiqh dan ahli ushul-fiqh yang telah menjadikan “agama” sebagai salah satu dari lima hal yang sifatnya dlaruri (tidak boleh tidak, harus ada) diharuskan untuk menjaga dan memeliharanya, yaitu: agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Dan ditambah satu lagi, kehormatan. Salah satu ibadah Islam yang pokok (mua’malat) pada kenyataannya merupakan bagian sistem keuangan dan ekonomi Islam, itulah ibadah zakat, yang oleh Allah dikaitkan dengan ibadah shalat pada dua puluh delapan ayat al-Qur’an. Dan inilah rukun Islam yang ketiga dan dibangun secara sistematik dan agung dalam rangka menuju ekonomi masyarakat yang adil, merata dan makmur. Mannan mendefinisikan ekonomi Islam sebagai upaya untuk mengoptimalkan nilai Islam dalam kehidupan ekonomi rakyat. Jadi, Ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam itu sendiri. Sedangkan menurut Metwally, lebih menekan pada usaha mempelajari masalah rakyat Islam dalam memenuhi kebutuhannya, dimana disebutkan bahwa: “Ekonomi Islam adalah ilmu yang mempelajari perilaku Muslim (yang beriman) dalam suatu masyarakat Islam yang mengikuti al-Quran dan Hadits”. Memang banyak sumbangsih pemikiran terhadap definisi ekonomi Islam itu, tapi umumnya tidak lepas dari aturan atau syari’at Islam itu sendiri. Jadi, hakekat ekonomi Islam itu sendiri merupakan pengetahuan yang dihasilkan dari sebuah upaya manusia keluar dari persoalan ekonomi dengan kebenaran al-Qur’an dan Hadits. Di dalam Al-Qur’an juga disebutkan persoalan ekonomi Islam diidentikan dengan Wasathan, yang artinya “ummat yang pertengahan”. Atau pun bisa diartikan menggunakan rizki yang ada di sekitar kita dengan cara berhemat agar kita menjadi
manusia yang baik dan tidak merusak nikmat apa pun yang diberikan Nya. Dari sini bisa dinyatakan bahwa Ekonomi Islam dapat disebut juga dalam terminologi “ekonomi illahiyah” atau, “ekonomi syari’ah”, atau “ekonomi Qur’an, atau hanya “ekonomi Islam” saja, Walaupun sekarang lebih populer dinyatakan dalam terminologi ”ekonomi Islam”. Sedangkan sumber hukum ekonomi Islam yang diakui oleh empat mazhab adalah: Istihsan, Istislah, dan Istishab. Beberapa pemikir ekonomi Islam yang amat terkenal pada masanya, akan dikemukakan berikut ini, untuk menggambarkan betapa hebatnya pola pikir, sikap, dan etika mereka dalam hal istihsan, istislah, dan istishab mengatur fenomena ekonomi masyarakat. Zaid bin Ali (80-120H./699-738M), adalah pelopor transaksi secara kredit dimana harga kredit lebih lebih tinggi dari harga tunai, yang dilandasi prinsip saling ridha kedua belah pihak. Sedangkan Abu Hanifah (80150H/699-767M). Ia menggagas keabsahan dan kesahihan hukum kontrak jual beli dengan apa yang dikenal dewasa ini dengan bay’ al-salam dan al-murabahah, asalkan jelas di dalam akad tentang komoditi, mutu, kuantitas, waktu dan tempatnya. Selanjutnya Al-Awza’i (88-157H./707-774M.), Ia adalah penggagas orisinal dalam ilmu ekonomi syariah, tentang kebolehan dan kesahihan sistem muzara’ah sebagai bagian dari bentuk murabahah dan membolehkan peminjaman modal, baik dalam bentuk tunai atau sejenis. Imam Malik Bin Anas (93-179H./712796M.) Ia pun memiliki pemikiran orisinal dalam pemikiran ekonomi, seperti Teori istislah yang diperkenalkannya mengandung analisis nilai kegunaan atau teori utility dalam filsafat Barat yang di kemudian hari diperkenalkan oleh Jeremy Benthan dan John Stuart Mill. Kemudian, Abu Yusuf (112182H./731-798H.)Ia dikenal atas perhatianya terhadap keuangan umum serta perhatianya pada peran negara, pekerjaan umum, dan perkembangan pertanian. Ia juga adalah
a. Hadi Arifin
peletak dasar prinsip-prinsip perpajakan yang dikemudian hari “diambil” oleh para ahli ekonomi sebagai canons of taxation. Sedangkan pemikiran kontroversialnya ada pada pandanganya yang menentang pengendalian harga atau tas’ir, yakni penetapan harga oleh penguasa. Selain itu Abu Yusuf juga mempertegaskan mengenai peran dan tanggung jawab negara dalam mewujudkan fasilitas publik seperti irigasi dan jalan raya. Sehingga pemerintah dapat memaksimalkan sektor pertanian. Sementara Abu ‘Ubayd al-Qasim bin Sallam (157-224H/774-738M),menjelaskan pembahasan ekonomi syariah tentang hak pemerintah atas rakyatnya dan hak rakyat atas pemerintahnya. Ilmu ekonomi syariah adalah bagian tak terpisahkan dari ilmu hukum ketatanegaraan. Selanjutnya al-Mawardi (450H.), menyatakan bahwa institusi negara dan pemerintahan untuk mensejahterakan (al-falah) rakyatnya, baik secara spiritual (ibadah), ekonomi, politik dan hak-hak individual (privat: hak Adami) secara berimbang dengan hak Allah atau hak publik. Abu Hamid al-Ghazali (1059-1111 H) ,Tokoh yang lebih dikenal sebagai sufi dan filosof serta pengkritik filsafat terkemuka ini melihat bahwa uang bukanlah komoditi, melainkan alat tukar. Sementara, Nasirudin Tusi (1201-1274 H), telah membahas mengenai pembelanjaan rumah tangga dan pemerintah, Serta berbagai bentuk kontrak sosial. Ibnu Taymiyyah (1262-1328 H) menegaskan tentang tugas, fungsi dan peran pemerintah sebagai pelaksana amanat untuk kesejahteraan rakyat, serta menekankan adanya intervensi pemerintah dalam mekanisme pasar; pengawasan pasar; hingga akuntansi yang erat kaitanya dengan sistem dan prinsip zakat, pajak, dan jizyah. Pendapat Ibnu Taymiyyah ini sangat bertolak belakang dengan Adam Smith yang menganggap persoalan ekonomi bebas dari intervensi pemerintah. Ibn Khaldun (1332-1406 H), Cendekiawan yang lebih dikenal sebagai Bapak “ilmu
Journal Of Economic Management & Business - Volume 13, Nomor 2, Mei 2012
sosial”, Ia menjelaskan hubungan antara ilmu ekonomi dengan kesejahteraan manusia. Referensi filosofisnya merujuk kepada “ketentuan akal dan etika” dimana ilmu ekonomi adalah pengetahuan normatif dan sekaligus positif. Ia pun mengetengahkan gagasan ilmu ekonomi yang mendasar, yakni; pentingnya pembagian kerja, pengakuan terhadap sumbangan kerja terhadap teori nilai, teori mengenai pertumbuhan penduduk, pembentukan modal, lintas perdagangan, sistim harga dsb. Pemikiran Ibnu Khaldun mendahului Adam Smith, Ricardo, Malthus dan penulis neo klasik sekaliber Keynes. Kebangkitan Islam pada masa ini tidaklah semata-mata bersifat kegiatan politik. la lebih merupakan lambang dari perubahan mendasar dari dunia Islam masa kini: suatu usaha untuk melepaskan diri dari ikatan-ikatan budaya dasar peradaban Barat, yang secara paksa dicangkokkan pada masyarakat Islam, tanpa belas kasih mengabaikan aspirasi ideologi mereka serta tradisi sejarahnya, dan suatu usaha untuk menemukan kembali Islam sebagai dasar dari suatu sistem sosial yang baru, kebudayaan dan peradaban masa depan mereka. Ini adalah proses kreatif walaupun penuh tantangan dan meliputi hampir seluruh segi kehidupan mereka di bidang intelektual, sosial, politik, ekonomi, pendidikan, kebudayaan dan internasional. Mereka terlibat dalam mawas diri yang seksama, suatu pengkajian kembali dari perkembangan kebudayaan selama dominasi Barat dan pengaruh lanjutannya, serta perumusan suatu strategi baru untuk perkembangan yang bebas dengan menimba inspirasi dari cita-cita dan tata nilai Islam mengenai Ummah.Ini merupakan usaha berdimensi banyak dan masih pada tahap pembentukan. Kebangkitan Islam merupakan suatu kenyataan yang telah selesai, hanya dalam pengertian bahwa ia merupakan awal dari suatu proses. Dalam keadaan demikian dia hanyalah permulaan menuju masa depan
yang penuh tantangan. Diantara penyebab timbulnya semangat kajian terhadap ekonomi islam, karena terjadi berbagai krisis ekonomi yang melanda dunia, sehingga semangat untuk mengaktualisasi ekonomi islam lebih berkembang pesat, agar tujuan dasar ekonomi islam dalam menegakkan keadilan dapat tercapai. Etika Ekonomi Islam Salah satu fenomena yang paling penting dalam moral adalah fenomena pembenaran nilai-nilai etika. Ciri-ciri etika islam adalah bersifat fitri, berdasarkan pada keadilan, menghasilkan kebahagiaan bagi manusia, dan bersifat rasional sebagai alat mencapai kebenaran hakiki. Terminologi yang paling dekat dengan etika dalam Islam adalah akhlak jamak dari khuluq. Akhlak adalah kebiasaan kehendak dan perbuatan yang tidak dikehendak seperti bernafas. Apabila seseorang membiasakan berkehendak bersedekah, maka kebiasaan kehendak ini membentuk akhlak dermawan. Namun demikian mari sama-sama kita melihat bagaimana Al-Quran menceritakan mengenai etika. Ada beberapa kata yang digunakan untuk menceritakan etika diantaranya dengan ungkapan kata Akhlak. Firman Allah surat al-Qalam ayat 4: Dan Sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak yang agung. Al-Quran juga menggunakan kata-kata Khayr (kebaikan) untuk menggambarkan mengenai etika ataupun akhlak. Kata-kata khayr muncul dalam Al-Quran sebanyak 176 kali tidak termasuk kata derivatifnya, sedangkan kata-kata Syarr (keburukan) yang disebutkan dalam Al-Quran lebih sedikit sebanyak 31 kali. Selain itu Al-Quran juga menggunakan kata Birr (kebajikan) sebagaimana firman Allah dalam surat Ali-Imran ayat 92. Pengertian birr hanya terbatas kepada perbuatan yang bermanfaat kepada orang lain sedangkan khair semua kebaikan. Selain itu Al-Quran juga menggunakan
kata Qist sebagai sebagai jalan hanif untuk menggambarkan etika sebagaimana disebutkan dalam surat an-Nahl ayat 9: Dan hak bagi Allah (menerangkan) jalan yang lurus, dan di antara jalan-jalan ada yang bengkok. dan Jikalau dia menghendaki, tentulah dia memimpin kamu semuanya (kepada jalan yang benar). Terdapat beberapa kata lain dalam Al-Quran yang menggambarkan tentang etika, kadangkala Al-Quran menyebutknya dengan kata ‘adl (adil) (5:6, 6:125, dan 17:35), Haqq (kebenaran) (2:42, dan 86:13) dan ma’ruf (kebaikan) (3:104). Kesemua kata yang disebutkan dalam Al-Quran di atas merupakan ungkapan terhadap makna akhlak (etika) dalam Islam. Islam bukan agama sempit yang hanya datang untuk menyelamatkan rakyatnya bagi kehidupan akhirat, namun Islam merupakan cara hidup yang membina keseluruhan tatanan kehidupan manusia sesuai dengan prinsip yang diturunkan oleh Allah sebagai panduan manusia. Oleh sebab itu marilah kita menelaah kembali aktivitas ekonomi dalam rangka kerja Islam. Konsumsi. Konsumsi merupakan proses akhir dari hirarki barang dan jasa, kalau produksi indentik dengan penciptaan nilai baru maka konsumsi menghilangkan nilai ciptaan. Dalam ekonomi Islam adanya hubungan erat antara konsumsi dengan produksi walau keduanya mempunyai peran masingmasing dalam aktivitas perekonomian. Hubungan erat ini menunjukkan adanya pemahaman dan tanggung jawab terhadap tugas masing-masing. Dalam ekonomi konvensional konsumen dipahami dengan manusia yang mempunyai berbagai keinginan untuk mencapai kepuasan, tetapi dalam Islam bukan hanya mencapai kepuasan, namun dengan mengkonsumsi barang atau jasa akan mendapatkan keberkatan di dunia dan akhirat. Konsep harta dalam Islam dipahami
a. Hadi Arifin
sebagai amanah(QS 33:72) dan ujian (QS 8:28) sehingga manusia lebih berhati-hati dalam menggunakannya. Dan pada akhirnya manusia harus mengakui keterbatasannya dan mengikuti perintah Allah (QS 57:7). Sehingga tidak ada satupun yang dikonsumsi dan diproduksi oleh manusia terlepas dari nilai etika. Prinsip dasar konsumsi dalam Islam terdiri dari hal, pertama Iman kepada hari akhirat menghasilkan pola pikir manusia lebih matang dan tajam; kedua konsep kesuksesan (falah) karena disaat konsumen mengkonsumsi barang dan jasa yang di ridhai oleh Allah maka dia telah mencapai kesuksesan, karena kesuksesan tidak dapat diukur dengan semakin banyak barang dan jasa yang dikonsumsi; ketiga konsep harta sebagai amanah, sehingga harta tidak hanya menggambarkan sebagai lambang kejahatan dan alat mediasi untuk menuju ke neraka, namun juga dapat menjadi alat untuk menuju ke surga. Mannan menjelaskan secara panjang lebar mengenai prinsip konsumsi dalam Islam yaitu : pertama prinsip adil yaitu dengan mengkonsumsi barang dan jasa yang baik dan benar (halalan tayiban); kedua Prinsip bersih dan suci; ketiga Prinsip sederhana (tidak Israf, wastefull) dengan menjauhi berhutang, menjaga aset dengan baik, tidak hidup mewah dan boros (QS 25:67, 7:31, 2:219, 25:67, 17:26, 2:273, 9:60); keempat prinsip kemaslahatan karena menurut kaedah usul fiqh al aslu fil asya’ al ibahah maa lam yarid dalilut tahrim (segala anugerah Allah halal untuk dimanfaatkan selama tidak ada dalil yang mengharamkannya); kelima prinsip etika dengan memahami batasan-batasan yang ditetapkan oleh Allah, sebagai learning prosses untuk menguatkan keimanan kepada Allah, selain itu konsumen juga mengedepankan sifat-sifat terpuji seperti bersyukur, zikir, dan tafakkur terhadap nikmat yang telah dianugerahkan oleh Allah. Dalam keadaan tertentu barang mewah sebaiknya tidak di produksi, namun lebih
Journal Of Economic Management & Business - Volume 13, Nomor 2, Mei 2012
mengutamakan memproduksi barang kebutuhan pokok. Dalam keadaan paceklik, salah satu cara menghindari dari tidak mengkonsumsi barang mewah adalah dengan meninggikan pajaknya. Konsumen yang Islami harus bangga dengan mengikuti ajaran Islam dan hijrah dari pemahaman economic man ke arah Islamic man, sehingga pada akhirnya tingkah laku konsumen yang Islami mengantarkan manusia kearah kehidupan yang sederhana dan tidak mubazir. Dengan mengikuti 5 skala prioritas: pertama agama, kedua nyawa, ketiga akal pikiran, keempat keturunan dan kelima harta kekayaan. Produksi Kalau konsumsi menghilangkan nilai suatu barang atau jasa maka produksi kebalikannya. Sumber daya alam yang diciptakan oleh Allah untuk dimanfaatkan oleh manusia (QS 2:29). Dalam ajaran Islam, manusia bertanggung jawab membuktikan setiap ciptaan Allah bermanfaat dan tidak ada yang sia-sia (QS 14:32-33). Hanya dengan usaha yang diridhai Allah akan menghasilkan manfaat dan keberkahan, upaya tersebut disebut juga dengan pengabdian kepada Allah. Kahf mengatakan produksi bukan hanya sekedar meningkatkan nilai tambah barang, namun dengan produksi juga dapat meningkatkan nilai tambah etika produsen dan konsumen. Dari sudut pandang ekonomi islam, produksi merupakan suatu upaya untuk menjadikan suatu barang berguna dan memberi manfaat kepada manusia. Nilai baru yang dimiliki oleh suatu barang dihasilkan dari sumber daya alam, manusia hanya merubah fungsi dan manfaat barang tersebut sehingga nilai dan manfaatnya bertambah. Tujuan produksi selain mendapatkan keuntungan di dunia dan akhirat, produsen yang Islami sangat mengutamakan memproduksi barang-barang kebutuhan pokok. Selain itu produksi juga bertujuan
sebagai menyahuti panggilan Allah untuk berusaha dan bekerja, menghindari dari pembekuan harta kekayaan dan pinalti terhadap harta (tanah) yang tidak dimanfaatkan. Karena dalam ekonomi Islam apabila tanah ditelantarkan dalam jangka waktu 3 tahun, maka hak kepemilikan tanah tersebut beralih. Pihak pemerintah wajib menyerahkan kepada pihak yang mau menggarap harta tanah tersebut. Setiap produsen bertanggung jawab dalam memproduksi barang kebutuhan umat Islam secara sederhana, barang kebutuhan keluarga, dan kebutuhan dimasa yang akan datang, yang semuanya itu bagian dari fardu kifayah. Distribusi Dalam ekonomi konvensional seorang pekerja akan mendapatkan upah, seorang pengusaha akan mendapatkan keuntungan bahkan lebih tragisnya seseorang bisa saja mendapatkan bunga tanpa harus bekerja. Namun Islam mempunyai mekanisme pendistribusian harta kekayaan tersendiri. Baik dengan cara hubungan darah ataupun tidak, seperti warisan, hibah, waqaf, sedekah, zakat, kafarat, dan jizyah, yang setidaknya terdapat 12 mekanisme pendistribusian harta kekayaan dalam Islam. Zakat adalah salah satu instrumen distribusi harta kekayaan dalam Islam. Zakat bukan hanya sekedar kewajiban individu, namun merupakan kewajiban sosial yang harus dijalankan oleh umat Islam. Zakat mempunyai makna tumbuh, berkembang dan suci, yang terdiri dari zakat perusahaan dan zakat individu. Begitu juga dengan waqaf, kemampuan mendistribusikan harta kekayaan sangat luar biasa, jika umat Islam mampu mengelola dengan baik dan benar, seperti pemanfaatan pada sektor pendidikan, kesehatan, dengan mekanisme waqaf tunai. Kharaj atau sewa telah diperkenalkan pada masa awal Islam oleh Umar bin Khattab dengan memberlakukan sistem kharaj atas tanah pertanian yang dikuasai oleh umat
10
Islam dari hasil peperangan. Sebelumnya harta rampasan perang semuanya dibagi untuk pejuang dijalan Allah, namun setelah Umar melihat prospek perekonomian negara Islam, maka umar memutuskan untuk tidak membagi harta rampasan perang tersebut, tetapi dikelola oleh negara. Terkait dengan distribusi, ihtikar (monopoli) merupakan upaya penimbunan terhadap segala hal, dan monopoli ini merupakan hal yang sangat dilarang apalagi penimbunan terhadap barang kebutuhan pokok.Dari segi bahasa ihtikar bermakna mengumpulkan, memendamkan dan zhalim. Menurut istilah, Ihtikar merupakan penguasaan terhadap bahan kebutuhan orang ramai, kemudian disimpan hingga persediaanya kurang dalam pasar dan menyebabkan kenaikan harga serta menyusahkan orang banyak. Fuqaha Hanafiyah mendefinisikan monopoli dengan penimbunan makanan sehingga menyebabkan naiknya harga, Abu Yusuf berpendapat setiap perbuatan yang dapat menyusahkan orang ramai apabila dipendamkan maka ia dikatakan sebagai monopoli walaupun emas atau pakaian. Adapun menurut pendapat Malikiyah monopoli adalah segala aktifitas yang terjadi di pasar yang menyebabkan kesusahan orang ramai baik dalam bentuk makanan, minyak dan kapas. Sementara menurut Syafi’iyah dan Hanabilah monopoli adalah seseorang yang membeli makanan untuk disimpan sehingga harganya naik. Dari uraian di atas dapat disimpulkan tidak ada satu kegiatanpun yang dilakukan oleh manusia terlepas dari nilai etika walaupun dia bebas dari segi ekonomi, hal ini diintepretasikan untuk mengingat Allah disaat mendistribusi, mengkonsumsi, dan memproduksi barang atau jasa Uang Dalam ekonomi konvensional pembahasan mengenai uang telah mengalami tiga fase perubahan, fase pertama dikenal dengan neo klasik, fase kedua disebut
a. Hadi Arifin
juga dengan fase keynes dan yang terakhir dikenal dengan fase post keynes. Sementara itu teori keuangan neo klasik dan keynes lebih terfokus pada penentuan tingkat suku bunga, dan kurang memberi perhatian kenapa bunga dikenakan. Oleh sebab itu terdapat kekeliruan dalam teori ekonomi mengenai keuntungan dengan bunga. Bunga merupakan faktor yang menyebabkan tingginya harga, untung dan sewa. Uang mendapat perlakuan istimewa jika dibandingkan dengan komoditas lainnya. Pakar ekonomi mendefinisikan uang menurut fungsinya; pertama sebagai alat tukar, kedua sebagai nilai pengukur, ketiga menjadi standar bagi nilai yang tertunda dan keempat mengenai nilai simpanan. Ahli ekonomi berbeda pendapat mengenai sifat uang, apakah ia termasuk dalam kekayaan dalam sebuah negara atau menjadi utang. Patikin, Tobin, Gurley dan Shaw, Pigou, Metzler dan Habeler tidak memasukkan uang flat dan keseluruhan sifatnya dalam kekayaan negara. Sedangkan Martin, Pesek dan Thomas Saving mengkatagorikan uang sebagai kekayaan relevan yang merupakan sebagian dari kekayaan bersih. Berdasarkan pemahaman ekonomi seperti telah disebutkan di atas, dapat dikemukakan beberapa hal mengenai uang: pertama uang mempunyai sifat rekaan, misalnya dengan hanya memegang uang akan mendapatkan keuntungan nyata tanpa harus membelanjakan; Kedua tidak ada biaya yang dikenakan karena menyimpannya; Ketiga permintaan terhadap uang tidak asli, karena permintaan sebenarnya kepada barang dan jasa yang dapat diperoleh dengan uang; Keempat uang tidak mengalami nilai susut. Kelima uang merupakan kelaziman sosial dari tatanan masyarakat. Al-Quran dan Hadits menggambarkan secara komprehensif tentang fungsi uang. Hal ini mendorong beberapa cendikiawan muslim memberikan perhatian khusus mengenai uang dan perannya, diantaranya adalah Baqir al-Sadr dan Mahmud
Journal Of Economic Management & Business - Volume 13, Nomor 2, Mei 2012
Abu Saud. Sadr dan Saud mengatakan menjadikan uang sebagai ukuran nilai merupakan puncak permasalahan. Sadr juga mengatakan dengan mengaktualisasikan pengutipan zakat dan penghapusan bunga akan menghilangkan perasaan untuk mendapatkan keuntungan dengan menggunakan uang. Menurut Monzer Kahf fungsi uang sebagai perantara adalah ukuran nilai yang dapat memudahkan transaksi bukan untuk menimbulkan hambatan. Ekonomi Islam secara tegas mengatur tentang uang sebagai alat tukar, dengan Bank Sentral sebagai jalur resmi dalam melakukan transaksi luar negeri serta menyatakan bahwa krisis keuangan hanya dapat diselesaikan dengan pengharaman bunga, spekulasi dan monopoli. Samuelson mengatakan bunga adalah harga atau sewa karena menggunakan uang. Menurut penulis permasalahan pertama yang dihadapi jika kita menerapkan teori ini adalah setiap sewa akan mengalami susut nilai berbeda dengan uang tidak akan mengalami susut nilai jika dalam keadaan yang statis. Selain itu benda yang kita sewa akan tetap wujud kebendaannya sampai pada akhir masa sewa, namun berbeda dengan uang yang akan habis di pakai setelah diperoleh. Bunga Menurut teori keuangan neo klasik dan keynes lebih terfokus pada penentuan tingkat suku bunga, dan kurang memberi perhatian kenapa bunga dikenakan. Terdapat kekeliruan dalam toeri ekonomi mengenai keuntungan dengan bunga. Bunga merupakan faktor yang menyebabkan tingginya harga, untung dan sewa. Dalam Islam secara tegas mengharamkan riba dengan beberapa alasan, pertama karena bunga merupakan zulm (penindasan) terhadap jerih payah usaha orang lain. Kedua menciptakan kesenjangan sosial antara miskin dengan kaya. Ketiga menciptakan golongan yang tidak produktif dengan mengharapkan bayaran bunga dari harta
11
yang dikumpulkan. Menurut Hamedullah prinsip resiko unilateral merupakan dasar pengaharaman riba dalam Islam. Bunga telah menciptakan ketidakseimbangan antara produksi dengan distribusi. Dimana sipeminjam modal tidak dapat menggunakan modal pinjaman secara keseluruhan dikarenakan dia harus membayar bunga dari modal pinjaman. Ketidakseimbangan ini merupakan faktor penyebab terjadinya monopoli, stagnansi dan imperialisme. Bunga sebagai penghalang untuk mewujudkan tumbuhnya investasi dan distribusi normal. Karena dengan bunga akan menahan aliran dana dari investasi yang mempunyai pulangannya skala kecil. Kenyataan ekonomi dunia saat ini masih menganut sistem bunga sehingga sangat layak apabila krisis ekonomi kerap terjadi hampir setiap 5 tahun sekali. Adalah Islam mempunyai solusi dalam mengatasi masalah bunga dengan memberlakukan sistem zakat dan qirad. Kedua instrumen ini merupakan alternatif untuk mensehatkan ekonomi sebuah negara. Sistem Ekonomi Saat Ini Kondisi ekonomi global diperkirakan belum akan pulih pada 2009. Sejumlah ekonom dunia, termasuk peraih Hadiah Nobel Ekonomi Paul Krugman yang awalnya optimistis ekonomi Amerika Serikat tak akan sampai mengalami krisispun, mengatakan bahwa tak menutup kemungkinan kondisi masih akan memburuk. Hal ini terutama dikaitkan dengan perkembangan terakhir di negara berkembang, yang berpotensi berkembang menjadi krisis mata uang terbesar yang pernah ada (istilah Krugman : the mother of all currency crisis). Di Eropa Timur, dampak krisis global mengakibatkan resesi di sejumlah negara. Rontoknya nilai tukar akibat penarikan dana oleh investor, yang dibarengi dengan turunnya penerimaan ekspor dan tingginya inflasi, memunculkan risiko kebangkrutan
12
seluruh ekonomi Eropa Timur. Kondisi di atas hanya mengulang sejarah kegagalan masa lalu pada tahun 1972. Krugman dan analis valas di Morgan Stanley, Stephen Jen, mencemaskan akan terjadinya kejatuhan tajam (hard landing) nilai aset-aset dan perekonomian emerging markets dan ini berpotensi menjadi pemicu (episentrum) krisis global baru (setelah krisis finansial amerika serikat ) dalam beberapa bulan mendatang. Dampak krisis ini juga akan sangat memukul negara maju dan perekonomian global, serta negara-negara yang bertaklid buta kepada Barat dalam segala hal dan melakukan kesalahan yang sama dengan melihat krisis hanya lewat simtom. Jika disigi lebih dalam, maka akan didapatkan bahwa Subprime Mortgages Crisis muncul dari sifat keserakahan manusia, yang sudah dikenal sejak masa Yunani kuno, terutama oleh Plato. Pemikiran ini kemudian dianut dan dikembangkan menjadi “dalil” bagi Adam Smith untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan pembangunan secara keseluruhan. Dengan memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada manusia dan membiarkan melakukan apapun yang terbaik menurut mereka dalam memenuhi kebutuhannya masing-masing, pada akhirnya akan selaras dengan kemakmuran masyarakat banyak. Pemerintah tidak perlu campur tangan. Inilah yang menjadi cikal bakal salah satu doktrin ekonomi kapitalis Laissez Faire – Laissez Passer, yang kira-kira berarti : biarkan semua terjadi, biarkan semua berlalu (let do, let pass). Dipercaya, tanpa adanya intervensi atau campur tangan dari pemerintah maka semua tindakan manusia akan berjalan secara harmonis, otomatis dan bersifat self-regulating Krisis Finansial Global yang terjadi saat ini untuk kesekian kalinya menjadi bukti kegagalan Ekonomi Kapitalisme. Teori dasar ekonomi kapitalisme yang diletakkan oleh Adam Smith, hanya sebatas ilusi dan terbukti tidak ada dalam realita ekonomi, dimana kenyataannya intervensi pemerintah
a. Hadi Arifin
tetap harus ada. Bahkan tanpa ragu, Ekonom Penerima Hadiah Nobel Ekonomi tahun 2001, Joseph Stiglitz, menganjurkan agar pemerintah AS segera campur tangan dengan mengeluarkan paket stimulus kepada dunia finansial dalam negeri AS. Hasil Pertemuan Puncak, Pasar Moneter dan Ekonomi Dunia Pemimpin Kelompok Government Twenty (G20) di Washington, menetapkan lima rencana aksi berupa: Penguatan transparansi & akuntabilitas; Penguatan regulasi; Mendorong integritas dalam pasar keuangan; Memperkuat kerjasama internasional; Reformasi institusi keuangan internasional. Berita yang paling mengagetkan adalah kekhawatiran akan ancaman runtuhnya perusahaan-perusahaan Bank Investasi terbesar di pusat keuangan Wall Street di New York AS. Lehman Brothers, salah satu perusahaan investasi bank AS terbesar memasukkan permohonan status bangkrut pada tanggal 15 September 2008. Inilah akhir nasib suatu bank besar dan tertua yang berdiri di negara bagian Alabama tahun 1844 dan jatuh begitu saja– padahal di tahun 2007 perusahaan tersebut masih melaporkan jumlah penjualan sebesar 57 milyar dolar dan di bulan Maret 2008 masih sempat dinyatakan oleh majalah Business Week sebagai salah satu dari 50 perusahaan papan atas di tahun 2008. Namun kini, Lehman bernilai tidak lebih dari senilai 2 milyar dolar saja. Rentetan peristiwa ini dirangkum oleh majalah Wall Street Journal dengan katakata,” Sistem keuangan Amerika terguncang hingga ke pusarnya.” Krisis keuangan global, telah ikut mempengaruhi perekonomian Indonesia. Kasus terakhir yang telah melanda di Indonesia adalah di-PHK-nya ribuan pekerja dari beberapa perusahaan dan kolapsnya salah satu institusi perbankan swasta. Belum lagi muncul kekhawatiran akan terjadinya PHK besar pada awal semester 2009. Bukti real bahwa Indonesia telah terimbas resesi dunia salah satunya terlihat dari runtuhnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Journal Of Economic Management & Business - Volume 13, Nomor 2, Mei 2012
yang merosot 58,3%. Memasuki 2008, IHSG mencapai 2731,5, sedangkan 21 November 2008 turun hingga 1.146. Jatuhnya nilai perdagangan di lantai bursa diikuti oleh melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat . Depresiasi rupiah mencapai 32,51%. Awal 2008, nilai rupiah ada di posisi Rp. 9.433 per dolar Amerika Serikat yang kemudian turun secara tajam menjadi Rp 12.500 per dolar Amerika Serikat pada 25 November 2008. Sebagai pembanding, Singapura sudah dinyatakan resesi saat nilai tukar mata uangnya hanya 4,86 % begitu pula dengan Jerman yang Indeks Bursa Sahamnya turun 48,08 %. Inggris, salah satu negara dibelahan benua Eropa yang terimbas resesi dunia setelah Amerika Serikat, ternyata mengalami depresiasi mata uang yang mendekati seperti apa yang dialami oleh rupiah, yakni sekitar 32 %. Sementara itu, pada tingkat lokal, Nanggroe Aceh Darussalam sebagai provinsi yang baru saja keluar dari krisis politik dan keamanan serta bencana alam, memiliki permasalahan yang juga tidak sederhana, meski semuanya adalah derivasi dari apa yang terjadi secara nasional bahkan internasional. Setelah berada di penghujung tahun keempat pasca tsunami, dimana setiap tahunnya trilyunan rupiah disediakan baik bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri, tetapi sampai hari ini Aceh dengan 4.163.250 penduduknya yang tersebar di 23 kabupaten/kota belum juga dapat terentaskan secara ekonomi. Di tengah sekian banyak persoalan yang masih melilit Serambi Mekah ini, serapan dana yang telah disediakan setiap tahunnya untuk dapat mendongkrak perekonomian masyarakat aceh, tergolong rendah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) untuk tahun 2008 telah disediakan sebesar 8,5 trilyun rupiah. Dengan dana sebesar itu, Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA) hanya mampu menyerap 3 (tiga) trilyun rupiah atau sekitar 35,29 % sedangkan 5,5 trilyun rupiah sisanya tidak dapat dimanfaatkan. Dan dari 3
13
trilyun tersebut 1,5 trilyun dihabiskan untuk belanja tidak langsung berupa belanja rutin pegawai dan operasi kantor. Satu setengah trilyun sisanya digunakan untuk belanja langsung. Artinya besaran dana yang telah dihabiskan untuk belanja tidak langsung sama dengan belanja langsung. Dengan kata lain, masyarakat Aceh secara umum pada tahun 2008 hanya mendapatkan stimulus sebesar 1,5 trilyun rupiah untuk sarana dan prasarana pelayanan publik, pembangunan infrastruktur serta perekonomian, dimana nilainya sama dengan biaya yang dihabiskan untuk operasional aparat Pemerintah Aceh. Jelas, ini merupakan suatu pemanfaatan dana yang belum berpihak pada masyarakat. Kondisi tersebut dimungkinkan oleh beberapa faktor seperti keterlambatan pembahasan anggaran, minimnya kapasitas aparatur pemerintah serta persoalanpersoalan tender. Setelah masuk akhir tahun keempat rehab-rekon, kondisi nelayan dan petani tambak masih belum ada perubahan secara signifikan dibandingkan sebelum bencana tsunami. Faktor penghambatnya adalah: karakter masyarakat yang sulit menerima informasi dari pihak luar, tidak ada tindak lanjut dari proyek yang telah digulirkan ditambah minimnya SDM departemen terkait. Kelemahan juga terjadi pada rendahnya pengetahuan dan ketrampilan mengelola pasca panen. Untuk pertanian, meskipun ada peningkatan produksi namun tidak sampai melebihi angka 10 persen. Sedangkan di bidang investasi, meskipun masih dinanti realisasinya, sampai oktober 2008, tercatat ada 16 investor asing yang berminat untuk menanamkan investasinya di aceh sudah mendapatkan surat persetujuan dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Perkebunan kelapa sawit, pertambangan, industri dan perikanan adalah sektor-sektor yang banyak diminati investor asing. Secara makro ekonomi, sesuai dengan patron ekonomi kapitalis yang tengah diterapkan, gambaran pertumbuhan ekonomi di Aceh ditunjukkan dengan nilai Produk
14
Domestik Regional Bruto (PDRB) Aceh yang mencerminkan kegiatan usaha produksi barang dan jasa yang menghasilkan nilai tambah bagi masyarakat Aceh dimana pada triwulan I hingga III tahun 2008, turun 7,98 persen dibandingkan triwulan yang sama di tahun 2007. Sedangkan untuk nilai PDRB triwulan III tahun 2008 merosot 10,87 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Melambatnya pertumbuhan ekonomi Aceh juga ditandai oleh tingkat pengangguran yang lebih dari 9 persen di tahun 2008, dimana pada tahun 2009 kemampuan daya serap tenaga kerja akan mendapat tekanan serius pasca selesainya upaya rekontruksi. Namun ironinya, sektor-sektor kerajinan seperti kain tenun, bordir dan batik motif aceh, kerajinan rotan dan lainnya yang menyerap banyak tenaga kerja masih belum tergarap. Semua itu selain masalah modal juga terkendala masalah rendahnya sikap kewirausahaan, dan tingkat ketrampilan serta kemampuan membangun jaringan pemasaran. Transformasi Sistem Ekonomi Aceh Aceh yang berada di ujung pulau Sumatera ,sejak masa lalu hingga kini telah di tandai terjadinya transformasi ekonomi, yaitu suatu pertumbuhan masyarakat agraris dalam kurun waktu ke waktu, yang telah mengalami serangkaian pasang surut transformasi, dari masa kejayaannya “ the glory of aceh” sampai masa keterpurukan “the bitter of aceh”, dalam suatu gelombang transformasi yang “unique and religious”. Di katakan unik dan religius, karena terjadinya perubahan yang cenderung berlangsung aman dan sejahtera, tetapi juga sedih dan duka nestapa. Betapa tidak, karena dalam suasana beranjaknya sebuah transformasi fundamental spiritual, dan adil, telah pula di timpa oleh kepahitan tragedi kemasyarakatan secara tiba-tiba, dan terencana, tetapi memilukan. Tragedi terakhir adalah bencana alam gempa dan tsunami, yang merupakan ujian berat dari Ilahi Rabbi bagi masyarakat Aceh.
a. Hadi Arifin
Jika kita berusaha untuk membuka lembaran sejarah peradaban Aceh, maka pada awal era peradaban Islam, kerajaan samudera-pasai pernah mengalami kemajuan ekonomi dan perdagangan internasional, bahkan sebagai pelabuhan terpenting (entrepot) selama beberapa waktu. Berdasarkan juga pada bukti arkeologis, saat itu telah diciptakan mata uang emas “deureuham atau Dirham” dimana pada sisi belakang semua dirham tertera ungkapan ”al- SULTAN al ADIL”,hal itu menunjukkan bahwa kerajaan tersebut mengalami kemakmuran pada masanya menurut ukuran pada masa itu. Kenyataan lain Aceh memiliki Undang-Undang Syariat Islam dan Undang Undang Pemerintahan Aceh yang memiliki kewenangan untuk menerapkan sistem ekonomi islam. Dari kenyataan diatas, Aceh dapat menerapkan sistem ekonomi islam secara kaffah dan menjadi amat berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi aceh dan internasional. Harus tercipta “Strategi transformasi etika sistem ekonomi islam Aceh Masa Depan” untuk mengagregasi dan mengartikulasi aspirasi murni masyarakat Aceh menuju kesejahteraannya. Aceh merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki sejarah panjang yang mewarnai perjalanan sejarah bangsa Indonesia dalam meniti kemerdekaan, bahkan telah memberikan kontribusi dalam pembangunan nasional. Aceh mempunyai 17 Kabupaten, 4 kota, 228 kecamatan, 642 mukim, 112 kelurahan dan 5.947 desa. Selain itu Aceh yang mempunyai penduduk 4.218.486 jiwa. Jumlah penduduk ini hanya mengalami pertumbuhan hanya 1,26%. Menurut Data Bank Dunia, penduduk miskin berada pada 38, 84 persen pada tahun 2002 atau sejumlah 1.409.788 jiwa dari jumlah penduduk 4.166.040 jiwa, dan berubah menjadi 1.707.897 jiwa di tahun 2003 atau 40,39 persen dari jumlah penduduk 4.218.486 jiwa. Pada tahun 2005 kemiskinan telah menurun menjadi 32,6%, dan pada tahun 2006 telah menurun lagi
Journal Of Economic Management & Business - Volume 13, Nomor 2, Mei 2012
menjadi 26,5%, dimana kemiskinan di Aceh sebahagian besar adalah fenomena pedesaan, dengan lebih dari 30% rumah tangga hidup di bawah garis kemiskinan. Aceh juga telah mengalami pertumbuhan yang rendah atau negatif selama tiga dasawarsa terakhir, tertinggal di belakang Indonesia dan Sumatera Utara hampir setiap tahunnya. Menurut BPS dan data kalkulasi Bank Dunia perekonomian Aceh terus menurun selama 4 tahun berturut turut setelah krisis keuangan melanda Indonesia. Penurunan perekonomian Aceh sebesar 10% pada tahun 2004 sebelum tsunami, dan kemudian menurun lagi 10% tahun 2005, disebabkan oleh penurunan sektor pertambangan dan manufaktur, serta juga dampak tsunami di tahun 2005. Kenyataan, Aceh telah menempuh suatu proses transformasi pembangunan pertanian dan industri . Hal ini di tandai dengan lahirnya zona pertanian dan zona industri di Aceh, dengan tingkat keberhasilannya tidak seperti yang diharapkan, karena proses transformasi yang di kembangkan adalah“transformasi kapitalisme”, yang sangat kecil memberikan dampak bagi kesejahteraan dalam kehidupan masyarakat. Era transformasi tersebut telah memunculkan kesenjangan kesejahteraan di dalam masyarakat Aceh, karena telah memunculkan “ketidakadilan” dan “ketidakseimbangan” , terutama dalam hal transformasi di sektor industri minyak dan gas, perkebunan, perikanan, dan industri, tanpa adanya transformasi di sektor pertanian berkelanjutan yang memiliki keterkaitan antara ke duanya. Kesenjangan ini telah menimbulkan serangkaian “konflik ekonomi sosial politik yang berkepanjangan dan krisis perilaku sosial masyarakat”. Bahwa Aceh memiliki potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia untuk menggerakkan ekonominya. Sektor pertanian dan industri akan menjadi pendorong transformasi ekonomi dalam menanggulangi pengangguran dan kemiskinan.
15
Proses transformasi di dalam masyarakat dari kondisinya yang tradisional agraris menuju ke bentuk kehidupan adil dan sejahtera, maka dapat berarti pula suatu proses “Transformasi Etika Sistem Ekonomi Islam” adalah suatu proses baik mental spiritual maupun material manusia secara keseluruhan hidupnya terpola dalam sistem kehidupan adil, merata, bermartabat dan sejahtera, dalam pola pikir dan perilaku kehidupan ekonomi, sosial dan politik masyarakat secara islami. Diperlukan empat hal utama yang amat penting dan menentukan dalam proses transformasi etika ekonomi islam kaffah,yaitu “yaitu strategi pertanian pangan, strategi industri pertanian, dan strategi pengentasan kemiskinan, serta strategi lembaga keuangan : bank islam sentral aceh dan uang emas aceh ”. Strategi ini harus di bangun melalui proses transformasi fondasi tipikal Aceh (Achenized type) yang kokoh dan relegius. Fondasi ini tak lain adalah membangun kesadaran kolektif masyarakat dan generasi muda Aceh yang berlandaskan pada nilai-nilai kultural yang religius dengan tetap teguh pada “etika ekonomi islam”yang telah sejak turun temurun terbukti berhasil mengangkat harkat dan martabat rakyat Aceh baik ditataran nasional maupun internasional. Transformasi aceh harus di mulai dari “transformasi etika sistem ekonomi Aceh”, yaitu kegiatan ekonomi yang didasarkan pada nilai nilai religious dalam melakukan produksi, konsumsi, pertukaran, distribusi, dan lembaga keuangan berazaskan pada perintah Ilahiyah, berakhlak, adil, merata dan seimbang. Etika ekonomi islam menganjurkan pada setiap orang dalam melaksanakan aktivitas untuk selalu mencari ridha Ilahi, tidak bebas nilai dan etika, tidak boleh mendahulukan kepentingan ekonomi diatas pemeliharaan nilai dan keutamaan yang diajarkan agama, menghargai kemanusiaan, terciptanya keadilan yang merata, dan kepemilikan harta yang tidak tanpa batas, prinsip itulah yang harus kita terapkan di Aceh.
16
a. Hadi Arifin
KESIMPULAN Mencermati kondisi ekonomi saat ini yang sedang menghadapi fenomena krisis keuangan global, yang dihadapkan pada ketidakpastian, sedangkan di sisi lain adanya kemauan masyarakat atas cita-citanya untuk mengharapkan kesejahteraan, menurut saya terdapat 4 hal pokok yang mesti dikerjakan oleh pengambil kebijakan sistem ekonomi : Melaksanakan transformasi ekonomi menuju etika ekonomi islam, berazaskan etika spiritualistik, yang saya utarakan dalam sebuah untaian kalimat berikut ini : “sistem ekonomi tanpa etika spiritualistik akan menghancurkan umat manusia, sistem ekonomi dengan etika spiritualistik akan mensejahterakan umat manusia”. Suatu keajaiban ekonomi akan lahir dan menjelma menjadi sebuah perekonomian yang adil, merata dan seimbang di berbagai belahan dunia, jika kita secara bersama-sama mampu dan mau mentransformasikan sistem ekonomi yang beretika spiritualistik, yaitu tidak menjadikan uang sebagai komoditi dan penyimpan kekayaan, bank sentral adalah alat satu-satunya untuk mengontrol moneter, harga yang adil, distribusi adil, konsumsi dan produksi yang halal. Etika spiritualistik menganjurkan pada setiap orang dalam melaksanakan aktivitas untuk selalu mencari ridha Ilahi, tidak bebas nilai, tidak boleh mendahulukan kepentingan ekonomi diatas pemeliharaan nilai dan keutamaan yang diajarkan agama, menghargai kemanusiaan, terciptanya keadilan yang merata, dan kepemilikan harta yang tidak tanpa batas. Perlu terbangunnya transformasi penyediaan barang dan jasa yang dapat menjaga dan memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, harta dan kehormatan. Dalam keadaan tertentu, terutama pada masa paceklik barang dan jasa yang kategori mewah sebaiknya tidak di produksi. Tidak monopoli dan spekulasi dengan menimbun, dan menyimpan yang dapat merugikan ekonomi masyarakat.Kita harus hijrah dari pemahaman economic man ke islamic man.
Fungsi uang sebagai meribakan, dan jual beli uang sebagai komoditi dalam bentuk tunai dan kredit, serta uang telah dinyatakan sebagai jantung ekonomi, adalah telah menyalahi etika ekonomi dan telah merusak tatanan ekonomi dunia, keresahan dan kemiskinan di berbagai belahan dunia. Krisis ekonomi masa lalu dan krisis keuangan saat ini adalah bukti dari mendewakan uang. Kita semua berharap perlu segera mentransformasikan penggunaan uang sebagai satu satunya alat tukar atau alat ukur nilai yang sah yang dapat menciptakan stabilitas ekonomi yang adil, merata dan seimbang. Sistem ekonomi saat ini telah mempengaruhi pola pikir dan sistem pelaksanaan ekonomi di Aceh. Berdasarkan kajian sejarah dan kewenangan yang ada dari undang-undang yang disahkan RI, maka demi untuk kemajuan ekonomi Aceh, para pengambil kebijakan, pemikir aceh, ulama, dan tokoh masyarakat lainnya harus merancang suatu kerangka strategi transformasi etika sistem ekonomi islam aceh. Diperlukan empat hal utama yang amat penting dan menentukan dalam proses transformasi etika ekonomi islam, yaitu “ strategi pertanian berkelanjutan , strategi industri pertanian, dan strategi penanggulangan kemiskinan desakota, serta strategi pengembangan lembaga keuangan : bank islam sentral aceh dan uang emas aceh ”. Strategi ini harus di bangun melalui proses transformasi fondasi yang kokoh, adil, dan relegius serta bertipikal Aceh, yaitu kegiatan ekonomi yang didasarkan pada nilai nilai religious dalam melakukan produksi, konsumsi, pertukaran, distribusi, dan penataan lembaga keuangan berazaskan pada perintah Ilahiyah, berakhlak, adil, merata dan seimbang. Fondasi ini tak lain adalah membangun kesadaran kolektif masyarakat dan generasi muda Aceh yang berlandaskan pada nilai-nilai kultural yang religius dengan tetap teguh pada“ etika spiritualistik tipikal aceh” yang telah sejak turun temurun terbukti berhasil mengangkat harkat dan martabat rakyat Aceh baik di tataran nasional maupun internasional.
Journal Of Economic Management & Business - Volume 13, Nomor 2, Mei 2012
17
REFERENSI Afzalurrahman.Muhammad Sebagai Seorang Pedagang.Jakarta : Yayasan Swarna Bhumy.1997 Afzalurrahman.Doktrin Ekonomi Islam,Jilid 2.Yogyakarta : Dana Bakti Wakaf.1995 Abdul Aziz.Ekonomi sufistik Model Al-Ghazali.Jakarta : Wangsamerta.2004 Abdul Hamid Mahmud Thihmaz. Hidangan Halal Haram Keluarga Muslim. Jakarta: Cendekia. 2001 Abdul Malik al-Qosim. Bagaimana Para Salaf Mencari Nafkah.Solo : Al-Qowam.2004 Abdullah ‘Alwi Haji Hasan, Sales and Contracts in Early Islamic Commercial Law, Islamic Research Institute, International Islamic University, Islamabad, 1986. Adams, M, Man and Crisis, (terj.), New York: W.W Norton. 1968 Adiwarman Karim, Bank Islam, Analisis Fiqh dan Keuangan, The International Institute for Islamic Though, Indonesia, Jakarta, 2003. ________ , Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, IIIT Indonesia, Jakarta, 2003. Abu ‘Ubayd al-Qasim bn Sallam (157-224H/774-738M) dalam kitabnya, al-Amwa’l, Mu’assassat al-Nashir, Beirut, Libanon, cet.i, 1981. Abu al-Hasan ‘Ali bin Muhammad bin Habib al-Bashriy al-Bagdady al-Mawardy, al-Ahka`m al-Sultha`niyyah, Dar al-Fikr, Beirut [nd]. Ahmad N,Qawaid fiqhiyah.Modul dari Muamalat Institute al-Qadli AbuYusuf Ya’qub Ibrahim (112-182H), Kitab al-Kharaj, Muhib al-Din al-Khatib, [nd.]. Al-Qur’an dan Terjemahannya.Cet.Al-Jumanatul ‘Ali Anton Apriyantono.Tanya Jawab Soal Halal.Jakarta : Khairul Bayan.2004 Abdullah Umar Khoyyath.274 Hadits dan Doa Pilihan Nabi SAW.Jakarta : Pustaka Amani.1993 Ahmad, Sayed Mudhahar, Berjuang Mempertahankan Hutan, Kearifan Tradisional Masyarakat Aceh Melestarikan Ekosisitem Leuser, Jakarta: Madani Press. 1999 Ahmad, Abdurrahman Yusro, Muqaddimah fi ‘Ilm al-Iqtishad al-Islamiy, Iskandariyah:1988Al-Banna, Hasan, Risalah Pergerakan Jilid I,Gema Insani Press, Jakarta. 2002 Alfian, Teuku Ibrahim, Kronika Pasai Sebuah Tinjauan Sejarah, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 1973 Alfian, Teuku Ibrahim, Kronika Pasai, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 1973 An-Nabhani, Taqyuddin an-Nidzam al-Iqtishadi fi al-Islam, Darul Ummah, Beirut: 1990, yang dalam edisi bahasa Indonesia diberi judul Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam Cet ke-2, Risalah Gusti, Surabaya. 1996 Arif, Ahmad, “Di Nanggroe Aceh Darussalam: Melakukan Korupsi pun Bersama-sama”, Kompas, 13 Desember 2004. Arnold, Thomas W., Sejarah Dakwah Islam, (terj.), Jakarta: Widjaya, 1977. Asnawi, Sahlan, Teori Motivasi dalam Pendekatan Psikologi, Industri, dan Organisasi, Jakarta:
18
a. Hadi Arifin
Studi Press. 2002 Azmi, Wan Hussein, “Islam di Aceh Masuk dan Berkembangnya Hingga Abad XVI, dalam Ali Hasjmy, (ed.), Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia. Bandung: Al-Ma’arif. 1981 Badroen,Faisal,dkk,Etika Bisnis dalam Islam, UIN Jakarta Press, Jakarta: 2005. Baraja, Abdul Qadir, Gambaran Global Pemerintahan Islam, Surabaya: RAP. 2001 Burger, D.H., Sedjarah Ekonomis Sosiologis Indonesia, (ter.), Djakarta: Pradnya Paramita.1960 Chaidar, Al, Sayed Mudhahar Ahmad dan Yarmen Dinamika, Aceh Bersimbah Darah: Mengungkap penerapan Status Daerah Operasi Militer di Aceh 1989-1998, Jakarta: Al Kautsar. 1999 Coser, Lewis A., The Function of Social Conflict, (Glencoe: The Free Press, 1956). Sebagaimana dikutip Tubagus Ronny Rahman Nitbaskara, Paradoksal Konflik Otonomi Daerah, Jakarta: Peradaban. 2002 Chakravorty, S.K, Human Response Development, (New Delhi: Wiley East- Ern Ltd. 1990 Compton, Boyd R., Kemelud Demokrasi Liberal,, Surat-Surat Rahasia Boyd R. Compton. Jakarta: LP3ES. 1993 Dawam Raharjo, Menegakan Syariat Islam di Bidang Ekonomi, dalam Adiwarman Echols, John M. dan Hasan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta:Gramedia. 1986 Geertz, Clifford, Agricultural Involution: The Processess of Ecological Change in Indonesia, Berkeley, Los Angeles dan London: Berkeley University Press. 1963 Ibn Khaldun, The Muqaddimah, [nd] Ibn Taymiyyah, al-Hisbah fi al-Islam, [nd] ________ , al-Siyasat al-Syar’iyyah fi` Isla`h al-Ra`’iy wa al-Ra’iyyah Eisenstadt, SN, Tradition, Change, and Modernity, New York, Wiley, 1973. Imam Ghazali. Ihya Ulumuddin.Semarang : CV.Asy Syifa.(tahun terbit tidak ada) Imam Nawawi.Hadits Arba’in Nawawiah.Surakarta : Intermedia.2000 Irfan al-Haq, Economic Doctrine of Islam, The International Institute of Islamic Thought (IIIT), Herndon, Virginia, 1996. Ismail, Mohammad Gade, Pasai Dalam Perjalanan Sejarah abad ke-13 sampai ke-16, (Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1993 Javed Ansari, Ekonomi Islam antar Neoklasik dan Strukturalis: Laporan dari Islamabad dalam Islamisasi Ekonomi: suatu Sketsa Evaluasi dan Prospek Gerakan Perekonomian Islam, (Amrullah dkk., e.,) PLP2M, Yogyakarta, 1985. Juhaya S Praja, al-Hisbah sebagai Bentuk Intervensi Pemerintah dalam Mekanisme Pasar, makalah disajikan dalam Seminar Nasional yang diselenggarakan bersama oleh Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakata dengan BAPPEBTI Deperindag RI Jakarta, di Hotel Radison Yogyakarta, November, 1999.
Journal Of Economic Management & Business - Volume 13, Nomor 2, Mei 2012
19
Karim, Bank Islam: analisis fiqh dan Keuangan, IIIT Indonesia, Jakarta, 2003. Kamaludin, Laode, Format Indonesia Baru, Jakarta: Kaukus Nusantara. 1999 Kattsoof, Louis O., Element of Philoophy, New York: The Ronald Press Company, Penerjemah Soejono Soemargono, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya. 1995 Keesing, Roger M., Antropogi Budaya: Suatu Perspektif Kontemporer, (terj. Samuel Gunawan), Jakarta: Erlangga. 1989 Kell, Tim, The Roots Of Acehnese Rebellion 1989-1992, Ithaca: Cornell Modern Indonesia Project. 1995 Klitgaard, Robert, (et.al.) Penuntun Pemberantasan Korupsi dalam Pemerintah Daerah, (terj.) Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan Partnership for Governance Reform in Indonesia. 2002 _________ Membasmi Korupsi, (terj.) Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2001 Kroeber, A.L. dan Clyde Klukhon, Culture: A critical Review of Concept and Definitions, Cambridge, Mass: Harvard University Press.1952 MacAndrews, Collins dan Ichlasul Amal, Hubungan Pusat dan Daerah dalam Pembangunan. Jakarta: Rajagrafindo. 1993 Mahmud Abu Su’ud, Khuthut ra’isiyyah fi` al-Iqtisha`d al-Isla`miyy, Maktabat al-mana`r alisla`miyyah, Kuwait.1968 Mannan, M.Abdul, Teori & Praktek Ekonomi Islam, PT. Dhana Bhakti Wakaf, Yogyakarta. 1995 Mertokusumo, Sudikno dan A. Pitlo, Bab-Bab tentang Penemuan Hukum, Yogyakarta: PT Citra Aditya Bakti. 1993. Muhammad, M.Ag, Lukman Farouni, Visi Al-Qur’an tentang etika dan bisnis, Penerbit Salemba Diniyah. Jakarta. 2002 Muhammad Abu Zahrah, al-Imam Zaid, Cairo, Dar al-Fikr al-‘Araby, [nd]. Muhammad Abu Zahrah, Abu`Hani`fah, Cairo, Dar al-Fikr al-‘Araby [nd]. Muhammad Abu Zahrah, Ma`lik, Cairo, Dar al-Fikr al-‘Araby. 1952 Muhammad Abdul Mannan, Ekonomi Islam: Teori dan Praktek, PT Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta. 1993 Monzer Kahf, Monzer,Ph.d, Ekonomi Islam; telaah kritik terhadap fungsi sisteme konomi Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 1995 Muhammad Ali Quthb.50 Nasihat Rasulullah untuk Generasi Muda.Bandung : Al-Bayan. 2002 M.Quraish shihab.Tafsir al-Misbah, Vol.1. Jakarta : Lentera Hati.2000 M.Syafi’I Antonio.Bank Syariah Teori dan Praktek.Jakarta : Gema Insani Press.2003 Nitibaskara, Ronny, Paradoksal Konflik dan otonomi Daerah, Jakarta: Peradaban. 2002 Nitibaskara, Tubagus Ronny Rahman, Para-doksal Konflik Otonomi Daerah. Jakarta: Peradaban. 2002
20
a. Hadi Arifin
Noer, Deliar, „Mewujudkan Otonomi Daerah“, Republika, 5 Februari 2000. Parsons, Talcott, The Social System, Glencoe, Illinois: The Free Press. 1951 Qalahji, Muhammad Rawwas, Mabahis fi al-Iqtishad al-Islamiy min Ushulihi al-Fiqhiyyah cet ke 4, Dar an Nafes, Beirut: 2000. Roy Davies dan Glyn Davies, 1996 The History of Money From Ancient time oi Present Day. Reid, Anthony, “Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680”, (terj.), Jakarta: Yayasan Obor. 1993 Republik Indonesia, Rancangan Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah Aceh dan Nias, Sumatra Utara, Buku IV: Bidang Ekonomi dan Ketenagakerjaan, Jakarta: Bappenas, Maret 2005 Sami Hassan Hamoud, Progress of Islamic Banking: the Aspirations and the Realities, Islamic Economic Studies, vol 2 No.1. December 1994. Sayyid Hawwa.Jundullah.Jakarta : Gema Insani Press.2002 Sayyid Hawwa.Mensucikan Jiwa. Jakarta : Rabbani Press.2004 Sayyid Quthub.Tafsir Fi Dzilalil Qur’an,Jilid I.Jakarta : Gema Insani Press.2001 Schoorl, J.W., Modernisasi: Pengantar Sosiologi Pembangunan Negara-Negara Sedang Berkembang, Jakarta: Gramedia Pustaka. 1991 Sham, Abu Hasan, “Ikatan Aceh-Tanah Melayu Hubungan Kerajaan Islam Malaka dengan Kerajaan Islam Samudera Pasai” dalam Hasjmi, (ed)., Sejarah Masuk Islam di Aceh, (Banda Aceh: 1979). Shobhi Mahmashani, al-Awza’i: Ta’limuhu al-Insaniyyah wa al-a`nuniyyah, Beirut, Dar al- ‘Ilmli al-Mala’in, 1978. Siegel, James T., Shadow and Sound, The Historical Thought of The Sumatran People, Chicago and London: The University of Chicago Press. 1979 Sinha, Dharni P., “ Human Resource Development: The Indian Challenge”, dalam B.L Maheswari dan Dharni P, Sinha, Management og Change Trough Human Resource Development. New Delhi, Tta Mc Grawhill Publishing Co. Ltd. 1991 Siswanto, Andy, “Merekonstruksi Tata Ruang Aceh”, Kompas, 16 Februari 2005. Soeharto, Bohar, Perencanaan Sosial (Kasus Pendidikan), (Bandung: Armico, 1991). Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1990 Sri-Edi Swasono.Pedoman Menulis Daftar Pustaka, Catatan Kaki dll.Jakarta : UI-Press.2001 Sudin Haron, Islamic Banking: Rules and Regulations, Pelanduk Publications, Petaling Jaya, 1997. Sutan Remy Syahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukanya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, Grafiti, Jakarta, 1999. Sukmadjaya A. dan Rosy Y.Indeks al-Qur’an. Bandung : Pustaka.2000 Suparlan, Parsudi, “Konflik Agresivitas, dan Pengendaliannya”, dalam Jurnal Studi Kepolisian, Jakarta: PTIK, edisi 059, Januari-Maret. 2004
Journal Of Economic Management & Business - Volume 13, Nomor 2, Mei 2012
21
Suwarsono dan Alvin Y.SO, Perubahan Sosial dan Pembangunan di Indonesia, (Jakarta: LP3ES, 1991). Tafsir Ibnu katsir.cet.PT.Bina Ilmu: Surabaya.1992 Tylor, E.B., Primitive Culture: Researchs into the Development of mythology, Philosophy, Religion, Art and Custom, (London: John Murray (Publiser) Ltd., 1871). Tjahyadi, S.P. Lili, Hukum Moral Imperatif Immanuel Kant tentang Etika dan Imperatif Kategoris, Yogyakarta: Kanisius. 1991 Weber, Max, The Protestant Ethic And The Spirit of Capitalism, New York: Charles Scribner’s Son. 1958 Yusuf Qordhawi.Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam.Jakarta : Robbani Press.2001 Yusuf Qordhawi.Halal dan Haram dalam Islam.Jakarta : PT.Bina Ilmu.1985
22
a. Hadi Arifin