DAFTAR PUSTAKA Buku Cangara, Hafied. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo. Darmanto. 2004. Hand Out Training Juru Kamera & Editor Film. Jogjakarta: Studio Audio Visual Puskat Jogjakarta. Devito, Joseph A. 1977. Komunikasi Antar Manusia. Jakarta: Proffesional Book. Domminick, Joseph R. 2000. The Dynamic of Mass Communication. USA: Mc Graw Hill Companies. Effendy, Onong Uchjana. 2002. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Haris, Herdiansyah. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Salemba Humanika. KN, Anton Mabruri. 2009. Penulisan Naskah TV, Program Acara Televisi . Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Koontz , O’Donnell. 1986. Essentials of Management. McGraw-Hill. N.Y. Krisyantono, Rakhmat. 2007. Teknik Praktis Riset Komunikas. Kencana Prenanda Media. Mabruri, Anton Mabruri. 2011. Manajemen Produksi. Depok: Mind 8 Publishing House. McQuail, Denis. 2011. Teori Komunikasi Massa McQuail. Jakarta : Salemba Humanika. Moleong. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Morissan. 2005. Jurnalistik Televisi Mutakhir. Tangerang: Ramdina Prakasa. ________. 2007. Periklanan Komunikasi Pemasaran Terpadu. Tangerang: Ramdina Prakasa. ________. 2009. Manajemen Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio dan Televisi. Tangerang: Ramdina Prakarsa. ________. Manajemen Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio dan Televisi.
Muhammad, Arni. Komunikasi Organisasi. 2005. Jakarta : PT. Bumi Aksara. Mulyana, Deddy. 2001. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Nasution, M. N. 2010. Manajemen Mutu Terpadu. Jakarta: Ghalia Indonesia. Nugroho, Fajar. 2007. Cara Pintar Bikin Film Dokumenter. Yogyakarta: Galangpress. Nurzain, Umar. 1993. Penulis Features. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Rakhmat, Jalaludin. 2004. Psikologi Komunikasi. Bandung: Rosdakarya. Schechter, Danny. 2007. Matinya Media, Perjuangan Menyelamatkan Demokrasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Schenk, Sonja dan Ben Long and. 2000. Digital Filmmaking Handbook. Massachusetts: Charles Ricer Media. INC Rockland. Sendjaja, Sasa Djuarsa. 2002. Teori Komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka. ___________________. Dkk. 2003. Pengantar Ilmu Komunikasi. Pusat Penelitian Universitas Terbuka. Setyobudi, Ciptono. 2012. Teknologi broadcasting TV – Edisi Kedua. Yogyakarta: Graha Ilmu. Simatupang, Lono Laskoro. 2007. Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta : Pustaka Widyatama. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatid Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suhartono, Imam. 2005. Metode Penelitian Sosial : Suatu teknik dibidan gpeneltian kesejahteraan social dan ilmu sosial lainnya. Bandung : PT Remaja Rosda Karya Team, Lovure Cyber. 2013. Smart Book Video Editing. Kuncikom. Wahyudi, JB. 1991. Komunikasi Jurnalistik Pengetahuan Praktis Kewartawanan surat kabar. majalah. radio dan televisi. Bandung: alumni Bandung. Wayne, Pace R.. dan Don F. Faules. Komunikasi Organisasi. 2004. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Wibowo, Fred. 2007. Tehnik Produksi Program Televisi. Yogyakarta: Pinus Book Publisher.
Internet TVOne (2014, Oktober). Website [online]. Diakses pada tanggal 22 Oktober 2014 dari http://www.tvonenews.tv/tentangkami/
PEDOMAN WAWANCARA
Sharif Husein
: Kepala departemen postpro
1. Sebagai kepala departemen, apa peran lengkap anda dalam departemen anda ? (POAC) 2. Bagaimana proporsi (pembagian) staff antara editor news dan current affair ? (Planning) 3. Bagaimana menciptakan lingkungan kerja staff yang baik ? (Manajemen Produktifitas) 4. Adakah konsep tertentu yang hadir terkait visi misi tvOne pada program yang diedit ? (actuating) 5. Bagaimana cara anda meningkatkan produktivitas kerja staff anda ? (manajemen produktifitas)
Ade Bagia
: Supervisor department postpro current affair tvOne
1. Bagaimanakah perencanaan dari pada manajemen editor khususnya pada departemen postpro current affair ? (Planning, Organizing) 2. Bagaimana cara mengatur penjadwalan editor dan program ? (Planning) 3. Bagaimana cara anda mengawasi kinerja staff anda ? (Controlling) 4. Apa saja masalah yang biasanya timbul dan solusi yang biasanya anda lakukan ? (Manajemen Produktifitas) 5. Apakah ada sistem reward – punishment dalam lingkungan kerja editor ? (Manajemen Produktifitas) 6. Bagaimana cara anda menangani konflik yang terjadi ? (Manajemen Produktifitas) 7. Bagaimana cara anda mengatur suasana kerja yang nyaman, persaingan sehat, motivasi kerja dan etos kerja yang sesuai dengan visi misi perusahaan ? (manajemen produktifitas)
Rendy Putra Suryadiningrat
: Staff editor program
1. Bagaimana tahap anda menyelesaikan paska produksi suatu program ? (Planning, Organizing, Actuating, Controlling) 2. Berapa waktu yang anda perlukan di setiap tahap tersebut ? (Manajemen Produktifitas, Actuating) 3. Apa kendala yang anda temui, dan solusinya ? (controlling, manajemen produktifitas) 4. Bagaimana etika komunikasi anda dengan program maker ?
Muhammad Rizal
: Asisten Produser Karikatur Negeri
1. Apa peran anda dalam tahap paska produksi program anda ? 2. Jelaskan persiapan apa saja yang anda perlukan sebelum video program anda di olah oleh editor ? 3. Apakah anda mengevaluasi editing program anda setiap kali selesai diolah?
HASIL TRANSKIP WAWANCARA NARASUMBER 1 Transkrip wawancara dengan Sharif Husein , Kepala Departemen Post Pro Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala departemen postpro program tvOne, Sharif Husein, 19 Januari 2015, pukul 11.00 WIB. Dari yang saya ketahui editor dibagi atas dua departemen postpro program dan news. Yang news berapa orang pak ? Kisaran news itu terakhir 33 orang. Lebih besar (dari program) karena jumlah shiftnya 24 jam. Berbeda shiftnya dengan CA (program-current affair) terkadang shift panjang. Tidak 8 jam murni, bisa saja 10 jam karena ngedit program. Kalau di news 8 jam. Tapi 24 jam harus ada orang terus. Dalam 1 hari dibagi 3 shift , setiap 8 jam. Kalau di CA untuk saat ini baru di bagi 2. Seharusnya dari alat yang ada bisa jadi 24 jam full. Cuma editornya itu mengerjakan kadang 2 shift, bisa 12 jam, 10 jam, kadang 8 jam. Karena program ini dihandle oleh orang itu tertentu. Kalau di news dia di rolling. Dia menangani bukan hanya 1 program misalnya dia masuk jam 7 pagi sampai jam 3 sore. Dia menghandle semua program yang tayang pagi. Mulai program kabar pasar - kabar pagi, Indonesia terkini, kabar siang.
Sudah ada program-program yang harus dikerjakan.
Selebihnya dia harus mengerjakan program yang untuk sore. Sebagai kepala departemen , apa peran anda terhadap departemen anda ? Mengarahkan supervisor jika ada kesulitan. Misal, ada tim editor yang menemui masalah. Editing-nya terlalu ribet, atau lainnya dimana dalam keadaan
supervisor tidak dapat menangani. Sebagai kepala departemen saya harus mencari solusinya. Biasanya hal – hal bersifat administrasi, training,
sumber daya
manusia. Contoh lainnya, di tempat postpro program shiftnya bermasalah. Faktor penyebabnya bisa berupa dari program maker (produser) yang kerjaannya terhambat memberi data olahan. Terkadang supervisor melapor ke atasannya. Untuk kemudian di tingkat manager atasan produser dan atasan postpro bicara langsung. Agar dapat mengatur bawahannya untuk mengikuti aturan. Selain dari kehadiran produser (program maker) yang terlambat, materi yang belum lengkap, belum di convert. Kemudian dalam hal peningkatan skill (SDM). Kepala departemen harus melihat speed (kecepatan produktifitas) harus ditambah di departemen yang dibutuhkan. Alat-alat bagaimana perlu di upgrade. Penambahan SDM juga kepala departemen yang mengontrol. Semisal supervisor mau nambah atau mengurangi sumber daya. Kami mengerem, kalau memang kelayakannya masih cukup. Kepala departemen yang menentukan. Perlu ditambah atau tidak. Kemarin saya berbicara dengan pak Ade. Mengenai reward dan punishment. Sistem yang digunakan adalah hitungan poin. Apa peran anda dalam penilaian kinerja bawahan anda ? Kinerja tvOne agak berbeda dengan stasiun TV lain. Kita memiliki kurva manajemen dari HRD. Setiap tahun terdapat target. Misalnya tahun ini target
departemen postproduction targetnya sekian. Sekian itu dihitung dari share dan rating. Ketika hasil dari target rating dan share penonton tvOne tidak tercapai itu dapat berimbas kepada departemen ini juga. Tidak serta merta kita sudah mensuport yang penting jadi. Tidak bisa begitu, kita dituntut untuk mengedit program agar editannya bagus. Selebihnya produser membuat naskah ceritanya bagus. Jadi, menghasilkan suatu program yang disukai oleh pemirsa. Dampaknya ketika share dan rating meningkat. Contoh, tahun ini kita menargetkan share pada posisi 6. Dan tercapai. Efeknya, penilaian kita bagus. Dari sisi seluruh posisi departemen postproduction nilainya baik. Tapi kan supervisor juga memiliki kriteria penilaian sendiri. Bisa saja ada staff yang sering mangkir, walaupun pekerjaannya bagus. Tapi dia tertolong dari tim yang lain. Contoh lainnya, misalnya program kabar petang, karikatur negeri. Masingmasing memiliki target. Kabar petang targetnya 2. Karikatur negeri targetnya 1. Jika mereka tercapai terus sampai akhir tahun. Jika karikatur negeri tidak tercapai, tapi yang membantu kabar petang. Misalnya kabar petang melebihi target. Meskipun karikatur negeri gagal, sehingga disuport oleh program yang ada. Secara keseluruhan penilaian di departemen postpro tidak bisa perprogram. Karena nanti supervisor akan melihat. Misalnya editor A sering mangkir. Sering bolos, kecepatan mengedit untuk menyelesaikan program terlalu memakan durasi lama. Semua wewenang tersebut untuk kang Ade (supervisor).
Sistem penilaian kita online. Setiap karyawan menilai dirinya sendiri secara online. Dia bisa menuliskan layak mendapat nilai apa. Saya akan menetralisir sesuai kurva yang diberikan HRD. Misalnya, yang baik ada 10 orang, baik sekali ada 10 orang, cukupnya ada 2 orang, atau kurang sekali 1 orang. Sebagai kepala departemen, supervisor yang mengetahui anak buah. Nantinya supervisor akan saya panggil. Untuk diskusi tentang penilaian pribadi karyawan tersebut. Akan tetapi saya juga harus mengecek ke program maker. Saya tanya juga ke produser tentang penilaiain ini. Dari produser saya klarifikasi kembali ke kang ade (supervisor). Saya lihat kembali programnya. Share dan ratingnya bagus atau tidak. Hasil jadi programnya bagus atau tidak. Biasanya hasil kerja anak buah saya tidak sesuai kurva. Kalau pekerja saya hasilnya baik, saya harus angkat dong. Akan tetapi saya harus banding ke level atas. Kebetulan postproduction tidak memiliki GM. Dari posisi saya langsung naik ke wakil pemimpin redaksi. Dari situ beliau bertanya kepada saya tentang penilaian ini. Tidak usah mengikuti manajemen. Jika orangnya bagus iya bagus. Beliau orangnya fair (adil). Dari situ saya perjuangkan kalau memang mereka bagus, dan melebihi kuota kurva. Sistem ini plus minus. Seperti kita sekolah ada ranking 1 sampai 10. Tidak mungkin di sekolah ada 2 ranking 1. Pasti ada perbedaannya. Minusnya, akan terjadi keributan. Saat pekerja merasa kerjanya baik tapi penilaiannya seperti ini. Bagaimana proporsi pembagian staff antara editor news dengan program current affair ?
Kalau di current affair itu lebih simple perhitungannya. Perhitungannya berdasarkan program dan jumlah shift. Misalnya, 1 program yang berdurasi 1 jam, membutuhkan 5,4 shift tergantung editornya. Kadang ada data yang harus di convert. Durasi convert itu bisa 1 hari. Idealnya pengerjaan editingnya 4 shift. Jadi hitungannya adalah 5 program dikali 5 shift. Kemudian di bagi jumlah orang (staff). News ini yang agak ribet. Perhitungannya tidak berdasarkan program. Hitungannya paket. Dia mengerjakan paket berita banyak program. 1 paket durasinya 3 menit. Sedangkan kita sebagai editor tidak bisa seperti produk panci atau sepatu. Satu orang satu hari bisa membuat 50 panci atau sepatu. Tambah satu orang jadi dua orang bisa membuat 100 panci atau sepatu. Editor tidak begitu. Ada kreativitias. Tidak bisa seperti itu. Misal membuat paket 3 menit, yang simple, tidak butuh pendalaman. Mungkin membutuhkan waktu 10 menit. Tapi kalau membuat program yang butuh pendalaman itu lebih lama. Maka dari itu di news, kami bagi 1 tim yang mengerjakan paket yang tanpa pendalaman, efek, dan lain-lain. Ada pula tim khusus yang mengedit paket yang butuh pendalaman, seperti efek, sound, looping. Ada pula tim yang mengedit paket yang lebih berat. Editingnya sekelas editing program current affair. Dimana harus memahami konsep, naskah, voice over, efek seperti itu. Tim ini ada sekitar 4 orang. Dan tidak bekerja 24 jam.
Adakah konsep tertentu yang hadir terkait konsep visi-misi tvOne pada program yang di edit ? Policy dari tvOne sebenarnya simple mengenai politik, hukum, dan keamanan. Kalau berita yang berbau criminal yang kampungan. Segmentasi penonton kita A B C1 . sedangkan metro tv itu A B tidak pakai C. kami masih memakai C. kalau anda sering menonton program patroli di indosiar. Itu penontonnya C2, D, E. Itu sebabnya patroli gambarnya seram. Yang seperti itu tidak boleh. Sesuaikan visi kita mencerdaskan dari sisi politik. Tapi tidak boleh berita yang terlalu sadis, keras, menampilkan darah, dan lain-lain. Kalaupun ada kasus yang sangat berat, seperti pembunuhan. Kami membuat gambar dalam bentuk grafis. Mengkronologiskan kasus saat itu. Itu juga tidak boleh animasi yang kasar. Dibidang politiknya harus semua bidang. Akan tetapi karena ini adalah tv yang ownernya terlibat dalam politik juga. Mungkin akan ada ketidak seimbangan. Kalau kata masyarakat, metro Tv lebih kesana, tvOne lebih kesini. Padahal di luar negeri juga seperti. Seperti CNN dengan FOX di amerika serikat. Meskipun tak separah di Indonesia. Yang mengawasi hal tersebut adalah dari produser. Produser dapat informasi itu dari produser eksekutifnya. Produser eksekutif juga diberikan informasi
dari
wakil
pemimpin
redaksi.
Mereka
yang
akan
mempertanggungjawabkan muatan program. Jadi tidak bisa seenaknya karena tv berita, ada aturannya.
Bagaimana cara anda meningkatkan produktifitas kinerja staff ? Yang pertama, penambahan skill. Kedua, upgrade alat, upgrade teknolgi. Produktifitas itu didapat dari kecepatan. Kecepatan didapat dari alat dan skill. Kemahiran menggunakan software yang ada. Nanti ada trainingnya. Trainingnya kita mendatangkan dari luar, yang mahir menggunakan software editing. Kita panggil untuk mendidik karyawan. Sudah ada anggaran untuk training. Sebelum jadi karyawan editor program current affair, memang sudah harus bisa final cut pro. Training yang terbaik adalah sambil bekerja. Langsung belajar praktek lebih cepat mengertinya. Adapula training managemen. Diantaranya seven habit, bagaimana caranya mengatur tim. Jadi nanti kepala departemen akan diskusi dengan HRD untuk mengadakan training. Bagaimana pendapat anda, 1 editor = 1 program untuk manajemen editing postpro program yang ideal ? Sebenarnya bisa. Disini juga kita memberlakukan sistem seperti itu. Contoh karikatur negeri. Mungkin kalau yang bisa di handle 1 orang. Berbeda dengan program yang lain mungkin ada yang striping. Waktu tayang (deadline) nya terlalu dekat. Tidak mungkin dihandle oleh satu orang. Harus dengan 2 sampai 3 orang. Ada yang mengerjakan offline, online setengah, dan onlinefinishing. Tapi untuk sistem satu orang pun. Yang seminggu sekali seperti karikatur negeri. Jika dapat dimaksimalkan satu orang. Gunakan satu orang. Tapi kalau dua
orang itu kita menghitung alat dan efisiensi. Jangan sampai kalau pegang 1 program, ada staff yang menganggur. Dia harus tetap kerja. Kalau di dunia postproduction Production House mungkin hal tersebut bisa digunakan akan tetapi di dunia kerja (industri). Disini kita harus menghitung waktu efisiensi kerja. Satu hari tidak kerja berarti tidak efisien menurut HRD. Karena kita sistem kerjanya menganut seperti pabrik. Produktifitas harus, kreatifitas juga.
HASIL TRANSKIP WAWANCARA NARASUMBER 2 Transkrip wawancara dengan Ade Bagia, Supervisor Editor Post Production tvOne
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala departemen postpro program tvOne, Ade Bagia, 05 Januari 2015, pukul 19.52 WIB.
Bagaimanakah perencanaan manajemen editor khususnya pada departemen bapak ? Perencanaan dimulai dari tahap pengaturan jadwal shift para staff editor. Setiap program yang ada saya berikan editornya dan booth (tempat) nya. Misalnya Senin shift pagi. Booth 1, progam A. Booth 2, program B. Shift malam. Booth 1, program C. Booth 2, program D. Begitu seterusnya, di atur sedemikian rupa agar staff editor bisa cepat mengerjakan olahan programnya. Sesuai keinginan program maker. Dan tepat waktu dalam hal deadline. Setiap program berbeda jumlah shift yang diperlukan. Untuk durasi 30 menit dengan badan program 24 menit, disediakan 3 shift untuk masa pengeditan program. Untuk durasi 43 menit (60 menit) disediakan 4-5 shift untuk masa pengeditan program. Itupun tergantung dari jenis programnya. Jika program jenis dokumenter dan feature dengan durasi 60 menit (43 menit) mungkin harus ditambahkan 1 shift tambahan. Berbeda dengan program talkshow terutama yang berdurasi 60 menit. Kemungkinan besar akan tetap 3 shift. Karena talkshow telah menggunakan sistem studio dalam proses produksinya. Sehingga peran editor sudah bisa diminimalisir oleh peran departemen produksinya di master control room. Tantangan editor lebih ringan, sekedar memotong durasi, memasukan ulang
VT, merapikan audio. Berbeda dengan dokumenter dan feature yang benar-benar menggunakan sistem ENG. ENG itu apa pak ? Istilah produksi single kamera, tetapi bisa banyak kamera juga. Dalam arti produksi sistem ENG terdapat 4 kamera. Mengambil gambar di momen yang sama. Jika menggunakan sistem studio maka ke empat kamera tersebut akan dipilih oleh switcher. Jika di ENG tidak. Gambar dari 4 kamera tersebut akan dimasukan semua ke editing dan dipilah pilih untuk diolah oleh program maker dan editor. Dikarenakan banyaknya pilihan gambar. Hal ini yang membuat proses memakan waktu yang cukup lama. Selanjutnya, shift telah diatur. Saya memberi perintah ke editor A untuk masuk hari, shift, edit program dan jam sekian. Ketika salah satu diantara mereka ada yang sakit, izin, cuti. saya merubah lagi susunan itu. Bagaimana caranya agar yang tidak kosong ini tertutupi. Prioritasnya adalah mengutamakan yang akan tayang terlebih dahulu. Umpanya programnya tayang hari kamis . Hari ini (senin) harus mulai mengedit. Seandainya, kemudian editor program tersebut sakit. Saya akan mencari penggantinya. Saya akan relakan program yang sedang di edit akan tetapi programnya akan tayang pada hari jumat. Karena biasanya, program yang tayang hari jumat shift editnya ditengah-tengah. Bukan di awal minngu, di akhir minggu (weekly) biasanya. Saya hubungi program maker, saya koordinasikan bahwa ada program yang harus di prioritaskan. Merekapun biasanya dapat mengerti. Tetapi
konsekuensinya adalah program yang direlakan dapat mengajukan penambahan shift ekstra sebelum hari jumat. Umpamanya program tayang hari jumat. Hari rabu-kamis shift mengedit program adalah 1 shift rabu dan 1 shift kamis. Jika ada penambahan, maka saya akan menambah shift di hari kamis menjadi 2 shift. Saya harus mencari editor yang akan mengerjakan shift tambahan ini. Apa konsekuensi editor yang diganti ? (jadwal shift pekerja yang tidak bekerja) Editor yang shift nya kurang karena berbagai alasan. Nantinya akan mengambil jadwal lain setelah ia masuk. Jadwal akan diatur kembali dan kembali normal di akhir minggu. (misal) Editor yang sakit diganti hari atau jadwal mengeditnya ? Ada yang seperti itu. Jika umpanya belum selesai (project programnya) . Misalnya dia sakit senin, tayang hari jumat. Mungkin nanti hari sabtu, dimana semua sedang off. Saya akan fungsi(kan) editor itu. Tetapi mungkin untuk tayangan (program) berikutnya atau program lain. Karena editing itu sifatnya tidak baku. Pintar-pintar mengatur saja. Tidak ada aturan baku, tidak boleh ini harus ini, tidak bisa. Karena semua bermain jadwal, dapat berubah setiap hari. Hari ini ada yang cuti, besok ada yang sakit, lusa ada yang izin, saya tidak tau. Saya harus siap-siap. Saya tidak pernah menulis jadwal yang paten. Percuma. Karena nanti akan berubah lagi. Jadi saya Cuma ingat program A boothnya disini, program B
boothnya disini, C disini. Karena editor kan boothnya tetap, shift nya saja diganti setiap seminggu sekali. Bagaimana mengaturnya program-program yang ada. Sistem rolling shift per minggu (weekly), misalkan (program) Satu Jam Lebih Dekat 4 shift. 4 shit tersebut apakah di shift pagi semua atau campur ? Campur. Jadi 4 shift itu, program itu kan talkshow. Talkshow menggunakan sistem studio. Empat shift itu dibagi dua. Dua shift untuk bikin VT, dua shift untuk mengedit program hasil studio. Senin pagi (shift 1) dan selasa malam (shift 2) untuk VT. Rabu pagi biasanya crew sedang syuting. Rabu malamnya (shift 3) mengedit hasil syuting tadi, hingga Kamis pagi (shift 3). Berarti antara 2 shift pagi, dan 2 shift malam dikelola oleh editor yang berbeda ? Iya, Untuk edit VT ada senin pagi kemudian selasa malam. Masing – masing editornya berbeda. Kemudian yang Rabu malam dan yang kamis pagi. Itu adalah editor yang sama dengan shift pagi-pagi. Malam –malam. Finishing programnya adalah editor awal (shift 1). Per week (satu minggu) itu ada sekitar 5 shift (aktif) ? Iya , lima shift. Misalnya ada 5 shift aktif, senin sampai jumat. Dari pagi dan shift malam. Nah pembagian bapak itu bagaimana sistemnya , pertama 3, kemudian 2. Kemudian 4. Atau 2 (dan) 2 ?
Saya melihat bukan dari sisi itu, tapi melihat kondisi tim-nya juga. Oh berarti, setiap minggu intinya di update terus ? Update terus, tetapi yang secara reguler itu sama. Kenapa saya buat seperti itu. karena saya melihat program lain. Misalnya, satu jam itu masuknya shift pagi. Mengerjakan VT. Malamnya shift mengerjakan karikatur negeri. Selasa pagi karikatur negeri. Malamnya balik lagi ke satu jam. Rabu paginya karikatur negeri finishing. Karena tayang hari kamis. Sekarang karikatur negeri dikasih shift (normalnya) rabu malam , tidak mungkin. karena kamisnya tayang. Karena shifnya kan dari malam sampe pagi. Makanya diselingi oleh satu jam. Karena satu jam tayang hari sabtu. Lebih aman, hitungannya juga berdasarkan dari prioritas. Berarti, jam editor itu disesuaikan dengan waktu tayang ? Betul, pokoknya maksimum itu (H) -1 sebelum tayang. Itu harus selesai. Karena 1 hari ini untuk QC, jika ada revisi saya titip ke QC. Itu udah patokannya gitu. Perhatikan jadwal tayangnya program. Jika ada 3 shift yang dibutuhkan. Hitung mundur dari situ. Shift para staff editor di rolling per minggu dengan jatah 1 minggu 5 shift (5 hari , 5 shift) . semua 5 shift ? Sama, kan senin sampe jumat. Meskipun ada yang masuk di hari sabtu juga ? Seninnya libur. Intinya 5 shift saja. Kecuali seperti aziz (salah satu staff editor). Aziz itu ketika shift pagi. Dia kerja senin sampe sabtu. Tetapi ketika shift malam
mulai selasa sampe jumat. Jadi Cuma 4 hari yang malam. Yang pagi 6 hari. Ditukar, Sama saja sebenarnya jadi hitungannya per dua minggu 5shift x2. Apa saja masalah yang timbul, dan solusi yang dilakukan ? Dibidang teknis mungkin seperti alat heng, tiba-tiba alatnya error, gagal booting , tidak bisa capture. awalnya saya kerjakan sendiri dahulu. Saya diagnosa.Tetapi jika emang sudah lebih dari satu setengah jam (90menit) tidak ketemu masalahnya saya langsung lempar ke IT. Karena kadang-kadang ketika heng mungkin teknisi nya sedang tidak ditempat atau sibuk. Dibackup oleh saya. Biasanya sebelum saya diagnose, saya lapor terlebih dahulu ke IT, alat ini heng, tidak diketahui alasannya, coba saya perbaiki dulu sendiri. Saya utak-utak sedikit masalahnya. Seandainya
lebih dari satu
setengah jam tetap tidak dapat mobile (menyala). IT sudah mengetahui problem hasil laporan saya. Saya hubungi kembali, memberitau kondisi kerusakannya atau mungkin sudah normal setelah saya lihat.
Jika ada yang rusal nanti tinggal laporan, yang rusak apa. Nanti pertimbangan IT nya. Apakah di instal ulang, diganti softwarenya. Jika hardwarenya saya katakan umpamanya card Vga nya rusak, barulah mereka nanti siapkan penggantinya, karena ini harus tetap jalan. Jika tidak bisa dioperasikan secara normal. Maka saya akan mencari tempat yang kosong (menganggur). Kemudian tim IT mengerjakan yang rusak. Jika satu setengah jam (90menit) juga belum selesai. Maka kita
panggil bagian khusus repairing. Repairing itu ending solution. Semua berakhir disitu. Mereka yang memutuskan alat ini masih diperlukan lagi atau tidak. Apalagi masalah yang lain pak ? Kalau yang memakai isi muatan liputan. Harusnya mungkin dia ngirim datanya. Umpamanya mestinya dia sudah mulai mengedit senin. Ternyata senin baru liputan dia. kembali selasa. Jadi saya tarik yang prioritas lagi. Balik kaya orang sakit lagi. Saya cari penggantinya. Cari yang prioritas yang tayang lebih dulu. Harus ada yang dikerjakan. Tidak boleh kosong. Jadi gini, jika terjadi sesuatu di departemen saya. Program maker itu sebagai user (pengguna jasa). User itu tidak mau tau. Yang penting saya disediakan orang (editor), ada booth. Dia tidak mau tau , itu tanggung jawab saya. Apapun caranya. Entah saya harus merayu editor supaya kerja dua shift. Tambah setengah shift. Atau bagi – bagi. Terserah. Itu bisa saja saling terpaksa. Mungkin sama sekali tidak ada yang kosong. Umpamanya tidak ada yang menganggur gitu. Dalam arti, full boked semua umpamanya, mau tidak mau saya merayu editornya. kamu hari ini kerja satu setengah shift. Gantian sama yang malamnya satu setengah shift. Jumlah tiga shift kan totalnya kan. Nah itu untuk menambal jadwal. Akhirnya mereka mau kalau begitu. Kompensasinya apa ? kompensasinya mungkin , ketika hari jumat ini tidak ada kerjaan. Dia minta libur ya saya kasih. Ada sistem reward – punishment nya dilingkungan kerja ? Kalau reward secara terlihat, saya tidak pernah kasih. Karena itu atasan saya yang kasih.
Dalam bentuk ? Ya mungkin dalam bentuk penilaian, ada nilainya nanti. Ada raportnya. Ada poin. Pointnya kan dibagi macam-macam tuh. Ada point a point b . cara penanggulangan masalah. Kerja sama tim. Kreatifitasnya bagaimana. Tanggung jawabnya bagaimana. Disipilinnya, disiplin kerja terhadap kantor dan terhadap atasan. Nah itu rewardnya disitu. Itu nanti hadiahnya dalam bentuk apa, intensif dana, atau gaji (bonus) gitu ? Oh, tidak. Hanya berupa nilai. Nilai untuk presentase kenaikan gaji. Umpamanya ada satu point yang B. B nilai angkanya 0,75. Standar itu yang buat orang dalam (HCD). Nanti kenaikannya 0,75% . Saya tidak tahu selanjutnya bagaimana. Karena yang mengatur mereka (HCD). Saya berikan angka begini. Ke mereka juga begitu. Dari bapak juga yang kasih pointnya ? Tidak juga. Saya Cuma kasih dasarnya. Yang menentukan iya atau tidak itu boss. Atasan saya. Pak sharif yang menentukannya. Nanti mereka diskusi lagi, bareng saya juga diskusinya. Diskusi dengan HCD pak ? Tidak. Sama program maker. Jadi di klarifikasi si (staff editor) A apakah benar begini pekerjaannya ? iya benar. Atau tidak begitu kerjanya, dia tidak seperti ini. Punishmentnya mungkin ada pada nilai juga. Berarti dari bapak hanya memberikan sekedar laporan ?
Iya, Laporan itu yang mengolah data itu, ya boss saya. Termasuk punishmentnya gitu juga ya ? Iya. Saya ga berhak. Saya hanya mengatur staff. Dan berfungsi hanya melapor saja. Pernah terjadi konflik di staff editor bapak? Kalau konflik yang serius tidak pernah. Selama ini tidak pernah. Hanya ada konflik bercanda. Mungkin ada rebutan alat. Alat-alat supporting, misalnya mau pake p2 tapi dipinjam. Dia buru-buru. karena mau tayang. Mau capture. Balikin card . atau mau dipakai lagi. Nah itu kan konflik, bagaimana caranya, nanti mengatur sendiri. Karena saya hanya penengah. Siapa duluan, kamu 15 menit lagi. Oke kamu silahkan tunggu. Mengantri setelah ini siapa, lalu siapa lagi. Begitu saja, tidak ada yang terlalu serius. Bagaimana cara bapak mengatur suasana kerja yang nyaman, membangun persaingan kerja yang sehat. Motivasi kerja, etos kerja yang sesuai dengan visi misi perusahaan ? Kalau motivasi saya tidak pernah menekankan apapun kepada mereka. Maksudnya, saya tidak pernah harus B, tidak. Saya bebas. Saya minta satu, Tanggung jawab. kamu kerjakan lebih cepat lebih bagus. Kamu kerjain lama, kenapa lama.
Jika lama umpamanya karena dari editor atau lemot. Kenapa bisa lemot ? apa yang tidak dikuasai ? tentang capture tidak bisa , itu dibicarakan. Adapula kenapa lemot, karena datanya lambat masuk. Saya akan temui program maker. Kenapa bisa lemot ? Jatah anda segini tidak bisa lebih. Itu tanggung jawab mereka. Tersedia 3 shift, beres tidak beres. Harus beres. Tapi kalau masalahnya dari editor. Harusnya 3 shift. Karena lemot. Umpamanya karena dia orang baru, dia lemot. Mestinya 3 shift jadi 4 shift. Oke lah tidak mengapa. Saya kasih toleransi kalau begitu. Dan mereka di beri kesempatan sendiri buat mendalami program itu. Jadi saya tidak minta macam-macam. Saya beri tahu programnya. Harus beres 3 shift pengerjaannya. Lebih cepat lebih bagus. Kalau dia kelarin 2 shift, bagus. Dia lebih santai nantinya. Tapi bukan berarti harus pulang. Tetap standby disini. Siapa tahu ada QC atau apa. Saya tidak keras banget. Saya cuma minta tanggung jawab. Karena kita di broadcast. Kita bekerja di dunia seni. Itu tidak bisa dengan waktu. Karena yang namanya seni. Itu tidak ada yang bilang itu jelek, hasilnya jelek. Tidak. Atau ada yang sebut itu bagus. Kata saya bagus, kata ridho belum tentu bagus. Kata saya jelek, kata ridho bisa aja bagus. Benar bukan ? yang namanya seni tidak bisa dipatok. Berbeda dengan kita beli sepatu, umpamanya nomor 43 itu enak. Nomor 42 belum tentu enak. Sempit . dikasi 45 longgar. Tidak enak kan ? Itu barang. Kalo seni tidak bisa. Atau jasa yang lain, seperti pengacara, berhasil dia bagus, tidak
berhasil dia jelek. Walaupun dia berhasil, dari pihak korban jelek, bener ? kalo tidak berhasil dari pihak korban bagus. Disini tidak ada nilai pakem. Tidak ada nilai berupa angka. Hanya ada program selesai atau belum. Penilaian bukan dari kita. Dari mana ? dari tim survey seperti AC Nielsen. Program dia nilainya bagus, dapat angka 1. Program kurang bagus dapat 0,2 . Terlihat disitu datanya. Boleh saya tahu, Jam masuk sama jam keluar kerja staff editor. Dari shift pagi dan shift malam ? Shift pagi itu sebenarnya kerjanya mulai jam 10. Sampai jam 6 sore (malam). Yang shift dua (malam) dari jam 6 antara 7 malam hingga subuh jam 2 atau 3. Ada berapa booth pak ? Dibawah ada 5. Diatas ada 3. Delapan booth. Delapan booth untuk mengedit berapa program pak ? Tiga puluh dua program. Berarti staff editornya ada 16 ? Iya ada enam belas. Ada yang baru tambah 1 , jadi 17. Kalau untuk gaji staff editor bapak, range nya pak ? Saya tidak pernah tahu soal gaji. Karena pihak HCD yang mengerjakan itu. Saya tidak tahu rangenya berapa . Bedanya di fresh graduate dengan yang berpengalaman.
Bagaimana cara bapak mengawasi staf bapak ? Saya melihat report dari program maker program yang mereka olah. Apakah kinerja mereka baik, cepat, dan sesuai keinginan. Akan tetapi saya juga sering meninjau ke booth mereka (staff editor) langsung. Apakah mereka menguasai alat, efek, dan lain-lain. Tapi saya tidak melihat secara langsung disetiap tahap. Biasanya saya meninjau pada tahap akhir, itupun tidak semua booth, atau hanya booth tertentu saja. Secara teknis memang saya mengawasi hasil olahan staff saya, tidak secara konten, karena itu merupakan tanggung jawab program maker. Akan tetapi saya selalu berkordinasi dengan program maker, jika saya menjumpai hal seperti muatan yang menyalahi aturan KPI, norma masyarakat, atau yang harus disensor atau diblur. Hal itu lah yang paling sering saya diskusikan dengan program maker. Paling tidak saya melakukan peninjauan setiap tiga hari sekali (karena memang tahap akhir editing adalah pada hari ke tiga). Jika saya melakukan peninjauan di hari awal, saya melihat apakah muatan gambar dan suara yang akan diolah sudah tersedia atau belum. Jika belum maka tanggung jawab saya koordinasi dengan program maker-nya. Jika hal ini terjadi, dapat berdampak pada penggunaan shift pekerja staff editor. Jika umpamanya telat, maka shift kerja editing program tersebut akan ditambah, dan akan saya tinjau ulang kembali jadwal para editor. Akan tetapi saya jarang melakukan pengawasan itu langsung, karena editor dan program maker udah saling mengerti. Akan tetapi jika ada editor yang
menghubungi saya dikarenakan bahan materi edit belum tersedia, maka saya harus menghubungi program maker yang bersangkutan dan saling koordinasi. Bagaimana pendapat anda, jika department post production program menggunakan sistem 1 editor = 1 program ? Jika dikatakan ideal, cara ini ideal. Memang harusnya begitu. Hanya saja kami keterbatasan dengan alat, waktu, dan SDM. Kalau misalnya 1 program = 1 editor. Itu berarti saya punya 32 editor (karena ada 32 program). Dari pihak manajemen sendiri hal tersebut tidak mungkin. Karena manajemen memiliki rumus sendiri untuk menghitung jumlah karyawan. Setiap departemen dihitung. Departemen Post Pro berapa orang, grafis berapa orang. Terdapat hitungan yang harus kami ikuti. Sistem 1 program = 1 editor juga terdapat keuntungan dan kerugiannya. Untungnya adalah editor dan program maker bekerja lebih mudah. Ruginya adalah jika editor-nya sakit, tidak ada yang bisa dikerjakan. Karena editornya cuma satu. Akan tetapi jika dicampur (mix) jika terjadi hal yang tidak diinginkan seperti izin kerja, sakit, dan lainnya, Editor lain dapat saling mengisi, dan mengedit program yang tertinggal tersebut. Jika editor bapak dapat mengerjakan beberapa program dalam satu pekan, berapa program yang dapat dikerjakan oleh staff editor bapak ? Macam-macam. Ada yang dua, ada yang tiga program/minggu. Seminggu itu ada 5 shift. Dalam 5 shift mereka bisa mengerjakan sampai tiga program secara bergantian.
HASIL TRANSKIP WAWANCARA NARASUMBER 3 Transkrip wawancara dengan Rendy Putra Suryadiningrat, Staff editor program Berdasarkan hasil wawancara dengan staff editor, Rendy Putra Suryadiningrat, 14 Januari 2015, pukul 20.50 WIB.
Program apa saja yang anda kerjakan ? Karikatur Negeri, Satu Jam Lebih Dekat, Tempo Hari. Dalam Sepekan. Hari senin shift pagi , Satu Jam Lebih Dekat. Malam, karikatur negeri. Selasa pagi, Karikatur Negeri. Malamnya Satu Jam Lebih Dekat. Rabu pagi, Karikatur Negeri. Malamnya Satu Jam Lebih Dekat. Kamis pagi, satu Jam lebih dekat. Malamnya Tempo Hari. Jumat pagi Tempo hari hingga malam. Saya mengambil shift senin hingga jumat, sabtu minggu libur. Bagaimana tahap anda mengerjakan proses paska produksi suatu program ? Bila di shift pertama biasanya saya mulai dari mengkoneksikan hardisk dengan komputer. Setiap program hardisknya ada banyak. Sejumlah 2 sampai 3 hardisk. Harus mengecek terlebih dahulu, yang mana yang kosong. Untuk copy bahan liputan. Dicopy untuk dimasukan didalam folder tersendiri. Satu episode = satu folder. Ada beberapa program yang harus di convert dulu bahannya. Ada yang sudah di convert dari mereka. Meskipun sekarang user (program maker) biasanya sudah mengconvert muatannya sendiri terlebih dahulu. Begitu masuk sudah mendapat naskah. Buka final cut. Ambil muatan edit. Taruh di Ambil Voice Over dari file 206. Masukin VO nya dulu, di taruh di sequence. Gambar dimasukan ke
final cut, di bagi perfolder kecuali VO. Kemudian VO dipotong-potong sesuai dengan naskah. VO dikerjakan langsung untuk 3 segmen. Saat mengolah VO sekalian mencari posisi wawancaranya diposisi dimana. Soundbite nya cukup ditandai dengan gambar (tulisan) title, seperti “wawancara bapak ini”. Agar ketahuan posisinya dimana. Lalu masukan gambar Host nya, sesuai urutan posisi dalam naskah. Didalam muatan dari hardisk juga sudah disusun diberi nama (kode) ada nama folder kamera 1, kamera 2, hari ke dua, hari ke tiga, sudah diberi nama seperti itu. Begitupun dengan host. Ada kamera 1, kamera 2. Untuk mengedit sesi Host, kita harus mensyncorise terlebih dahulu. Lalu di cut to cut sesuai “enaknya” gambar. Edit gambar Host itu langsung 3 segmen sesuai naskah. Setelah itu, buat sequence baru. Khusus untuk menaruh semua gambar dari folder kamera 1 hari pertama sampai terakhir, sambil dipisah berdasarkan durasi. Agar mencari gambarnya mudah. Setelah ditaruh, barulah mencari soundbite yang dibutuhkan. Disinilah peran reporter/user/program maker dibutuhkan. Agar bisa menjelaskan ingin menggunakan yang mana. Karena gambar sudah ditaruh semua di sequence lainnya. Kemudian isi gambar sesuai naskah VO pada sequence sebelumnya sebagai wadah untuk mengolah tubuh program. Biasanya 1 shift itu dapat mengerjakan memasukan VO, soundbite, untuk tiga segmen. Roughcut segmen 1. Kadang sudah ditambah music (backsound) kadang belum.Tergantung kesulitan program.
Pada shift kedua mengerjakan gambar program yang sudah di susun shift sebelumnya. Biasanya memakan waktu lebih lama saat penentuan soundbite. Karena harus mendengar semuannya. Tahap selanjutnya, jika semua sudah diaruh. Sisa memotong durasi saja. Penambahan backsound sifatnya relatif. Ada yang menambah backsound pada tahap awal atau saat mengedit. Atau menambahkan backsound ketika semua sudah jadi. Terlihat mood gambarnya, baru ditambah backsound yang sesuai. Penambahan backsound juga bersamaan dengan proses mixing. Sound (voice over, Sound natural, backsound) yang over di sesuaikan. Akan tetapi durasi tubuh programya biasanya belum fix. Sering over durasinya. Setelah itu tugasnya produser. Memotong durasi, yang mana dipotong. Biasanya bagian yang dipotong di shift 3. Adapun kondisi tertentu ketika VO baru masuk, produser sudah bisa mengetahui durasinya over atau tidak. Dan produser segera mengambil inisiatif. Setelah dipotong program yang tadinya sudah diedit akan berubah kembali cutting nya, musicnya. Itu diperbaiki kembali. Setelah itu barulah di export ke format .mov satu-satu persegmen. File yang sudah jadi dikirim melalui fileZila. Dalam proses memilah milih gambar, apakah yang berperan hanya anda sebagai editor atau ditemani secara penuh oleh program maker ? Biasanya cukup bertanya saja, benar tidak sequence ini atau bukan.
Berapa lama durasi yang anda butuhkan untuk mengerjakan tahap-tahap tersebut ? Berbeda-beda. Saya tidak punya waktu tersendiri untuk membaca naskah. Karena saat menyusun VO sudah ketahuan naskahnya. Saat copy gambar juga sudah membayangkan gambar. Pada tahap 1, memasukan VO dan tanda soundbite. Saya perlu 30 menit. Tahap 2 menaruh semua gambar, dan mencari soundbite perlu 2 jam. Selanjutnya mencari gambar program sesuai naskah itu bisa satu shift. Untuk tahap memotong durasi dari produser. Produser memakan waktu sekitar 1 – 2 jam. Editor perlu standby, karena mungkin nantinya akan dipanggil kembali oleh produser (user / program maker). Apa kendala yang anda temui dan apa solusi anda atas kendala tersebut ? Di beberapa program kadang ada materi yang telat datang. Seperti saat proses pembuatan VT. Materinya biasanya di ambil dari informasi google seperti artikel berita. Ada proses-proses tertentu yang dilakukan oleh program maker sendiri. Hal – hal seputar materi saja yang biasanya jadi kendala. Bagaimana etika komunikasi anda dengan program maker ? Sebelumnya kami janjian datang jam berapa. Begitu mengerjakan tetap butuh peran dia, seperti cari wawancara agar mempermudah dan mempercepat. Saat proses roughcut juga butuh dia. Sebenarnya tidak ada juga tidak mengapa. Akan tetapi jika ada akan lebih cepat, mencari filenya dimana, karena mereka tahu gambaran program. Seperti di program satu jam. Butuh konsultasi music nya mau
seperti apa ? biasanya mereka juga sering merevisi itu. Tergantung user sebenarnya. Apakah anda sering mengecek program yang anda edit ? Iya, pernah dapat revisi. Ternyata dalam video ada gambar rokok. Yang tadinya tidak terlihat, pada saat di komputer sensor edit terlihat dan lebih jelas. Idealkah sistem satu program = satu editor di departemen anda ? Memang seharusnya begitu. Idealnya seperti itu karena mood orang berbeda-beda. Karena editor campuran, begitu ketemu di shift lain. Berubah – rubah lagi mood badan programnya. Idealnya memang satu-satu.
HASIL TRANSKIP WAWANCARA NARASUMBER 4 Transkrip wawancara Muhammad Rizal , Asisten Produser program dokumenter Karikatur Negeri . Apa peran anda dalam tahap paska produksi program anda ? Ketika reporter dan cameramen telah pulang liputan. Kami bersama reporter mengecek gambar apa yang diambil. Untuk dikumpulkan untuk di edit. Mulai dari stock gambar, wawancara apa saja yang sudah diambil. Kualitas gambar dan audio harus dilihat. Isi gambar itu lengkap atau tidak. Mulai dari wide, medium, close up. Sequence gambar itu seperti apa. Apa yang kita mau di program itu dapat atau tidak. Bisa disebutkan tahap-tahapnya ? Baik, ketika reporter dan cameramen pulang dari liputan. Kami akan mengevaluasi gambar. Sesuai tidak dengan keinginan program karikatur negeri. Mulai dari gambar tentang (ambil contoh) masalah ikan bili-bili ini, pengaruh dari ikan mati di danau maninjau ini. Garis besarnya itu. Kita lihat mulai dari gambar ikannya, nelayan, penduduk, danau, itu harus kita lihat dulu. Lihat juga wawancara-wawancaranya dikumpulin dan dicek. Komponen yang kita mau diantaranya mulai dari latar belakang, proses dia sebagai nelayan kerambah, ada gambar pembukanya, gambar detailnya. Melihat, memilah, cari yang sesuai dengan shotlist atau yang kita rencanakan. Sebelum tim berangkat ada informasi seperti apa nanti disana yang mau diambil. Atau ada sesuatu yang baru diluar itu. Itu kita lihat lagi gambarnya satu persatu.
Ikutin bagusnya produsernya, baik misalnya gambarnya udah dapat. Cari lagi ada tidak gambar nelayan mencari ikannya. Ada tidak gambar nelayan menuju rumah atau naik perahu. Ini kenapa ikan mati. Ada tidak gambar penyebabnya. Siapa yang diwawancarai, nelayannya, penduduk sekitar, atau orang ahli yang mengetahui kenapa ikan di danau itu banyak yang mati. Terus wawancaranya mana, ada tidak. Bagus tidak audionya. Bocor tidak. Putus-putus tidak. Ada problem atau tidak. Baru kemudian gambar itu kami convert di kasih nama-nama. Memilah dan dikategorikan per item gambar. Seperti wawancara, dan lain-lain. Setelah dimasukkan per item. Kemudian dicari lagi mana yang mau diambil atau digunakan. Karena gambar banyak, kita dituntut durasinya hanya 21 menit. Gambar yang bermuatan lokasi sudah memakan durasi lama. Padahal yang dipakai Cuma 2 sampai 3 menit. Karena kita dokumenter bukan berita. Jadi harus benar-benar detail. Ambil matahari terbit, ambil matahari terbenam. Berangkat pagi, berangkat sore misalnya. Gambarnya harus lengkap. Ada gambar pembukanya, gambar detail, gambar penutup. Kemudian kami masukan di sequence sambil dipilah –pilah. Kalau untuk storyline nya sendiri ? Ada namanya pra naskah. Dibuat setelah rerporter riset, mereka membuat materinya. Dan bahan itu lah yang akan menjadi incaran gambarnya. Kemudian menentukan, gambar mana yang mau diangkat sebagai pembuka. Misal mau mengambil gambar-gambar ikan yang mati, dan nelayan juga masuk diantara
ikan-ikan itu. Itu yang kita siapkan pada saat presentasi sebelum berangkat. Dalam tahap pembuatan naskah pra-nya. Setelah syuting barulah dibuat storyline-nya. Sebagai acuan untuk editor. Storyline dibuat pada tahap pengumpulan gambar per-card. Semisal mau menulis naskah “kampung nan jauh di mato”. Gambarnya gunung sigalang. Jadi naskahnya ada 3 bagian. Ada video, audio, dan durasi. Jadi ketika audio berbunyi kampung nan jauh dimato. Gambar itu ada tinggal cari disini. Iya folder itu untuk mempermudah dia (editor) mencari file. Wawancara dimana ? wawancara ada di hari pertama card satu. Jadi naskah itu dibuat sebelum diediting. Prosesnya biasanya gambar ditransfer dulu. Biasanya kita convert dilapangan, agar mempercepat proses editing. Jadi kalau misalnya convertnya disini juga dapat memakan waktu. Jelaskan persiapan apa saja yang anda perlukan sebelum video program anda di olah oleh editor ? Meminta si editor lihat naskahnya, untuk gambaran dia. Ada yang langsung ke tahap cari backsound. Ada yang langsung meroughcut, baru cari backsoundnya. Karena backsound juga mengikuti program makernya. Mau lagu padang, atau karena tempo gambarnya lambat menggunakan backsound agar penonton tidak mengantuk. Kemudian di cek gambarnya untuk dimasukan di program. Di segmen satu gambarnya ini. Gambarnya gunung, cari gambar gunung. Awalnya saya sebagai reporter memasukan file gambarnya dikomputer. Karena kan melalui hardisk. File yang ditransfer diantaranya gambar-gambar. Gambar juga disusun berdasarkan set up lokasi, wawancara, set up narasumber, dan gambar tambahan. Gambar tambahan berupa gambar atau data dari library,
google. Saya sediakan itu semua. Biasanya itu atas dasar keinginan asprod, atau produsernya yang butuh gambar ini dan lain-lain. Saya meletakkan semua gambar atau data yang ada ke dalam satu sequence. Sehingga akan memudahkan editor mencari gambar yang dia mau. Tidak perlu melihat atau menarik tumbnails gambar karena terlalu lama prosesnya dan gambar yang banyak. Karena cara ini bisa terlihat isi gambarnya semua. Gambar-gambar ini juga dipisahkan per item, atau per hari. Kendala apa saja yang anda temui selama proses post production ? Gambar tidak lengkap. Kadang cameramen lupa. Kita butuh gambar tertentu untuk dipilah pilih dari proses wide, medium, close up. Ternyata ada gambar yang tidak ada dalam proses tersebut. Jadi agar tidak jumping. Kami menggunakan efek transisi dissolve. Padahal dalam karya dokumenter efek transisi itu sangat tidak dianjurkan. Alasannya karena tidak enak dimata. Kemudian setelah jadi, di cek per segmen. Nanti diberitahu, kekurangannya per segmen, dikasih juga solusinya dari program makernya. Gambarnya kurang bagus, cari gambar lain. Kadang ada editor yang transisi antar gambarnya itu agak lambat. Bagaimana supaya tidak terkesan lambat. Pake gambar lain. Kalau tidak ada gambar lain berarti pakai backsound. Kalau misalnya gambarnya bagus. Semua yang kita inginkan ada. Editor akan lebih mudah. Masalah utamanya kan, jika kualitas gambar itu tidak bagus, harus diolah terlebih dahulu. Audionya bermasalah. Nah untuk meminimalisir kekurangan ini membutuhkan efek ini – itu. Dan menempel efek itu kan tidak semudah atau cepat dikerjakan. Nantinya proses finishing harus melalui produsernya. Karena dia yang punya citarasa programnya sendiri.
HASIL TRANSKIP WAWANCARA NARASUMBER 5 Transkrip wawancara Tulus Wardhana, Akademisi bidang editing Berdasarkan hasil wawancara dengan akademisi dibidang editing, Tulus Wardhana, 14 Januari 2015, pukul 10.30 WIB. Bagaimana idealnya manajemen editing untuk stasiun TV format news program current affair ? Memanajemen teman-teman editor, kita harus mengetahui kemampuan dia. Jika di hardnews tekanan teknisnya lebih mudah dibandingkan feature. Di lapangan kekuatan teknis editor dapat kita bagi menjadi tiga : 1. Editor infotainment, dia dapat mengerjakan hardnews dan feature. 2. Editor feature, dia dapat mengerjakan hardnews. Tapi kemungkinan dia tidak bisa mengerjakan infotainment. 3. Editor hard news, jarang bisa mengerjakan infotainment dan feature. Mereka juga butuh waktu untuk penyesuaian program. Bagaimana idealnya memanajemen jadwal editor dan program yang akan di edit ? Beberapa stasiun TV berbeda manajemennya. Ada yang jadwal hariannya menjadi 3 (per delapan jam). Ada yang menggunakan editor itu bekerja jam tayang program dikurangi 8 jam sebelumnya. Semisal program tayang jam 10 berarti masuk 10 dikurangi 8. Ideal dalam artian untuk urusan kualitas jenis current affair akan lebih bagus lagi dikerjakan oleh satu program satu editor. Agar bisa memaknai taste programnya.
Kendala nya biasanya akan ada banyak revisi. Masalah yang biasanya akibat dari tidak matangnya pra produksi, dan produksi akan berimbas di paska. Editor itu mudah, jika pra dan produksinya sudah bagus. Paska nya akan lebih mudah. Yang jelas sebelum deadline harus sudah dapat di preview. Kemudian untuk masalah taste, sistem 1 editor 1 program itu akan lebih ideal. Taste program akan lebih mudah diserap. Taste dalam bahasan ini cukup luas , diantaranya : 1. Colouring 2. Cut gambar(ketukan gambar) 3. Angle Kamera 4. Audio mixing Bagaimana manajemen tahap editor program current affair yang ideal ? Editor sebagai technical support. Dalam pengerjaan dia telah di direct oleh produser. Editor harus mengetahui patokan dari storyboard atau storyline. Jika tidak ada produser wajib mendirect bersama di tahap editing. Tahapnya diantara lain : 1. StoryBoard yang lengkap, detail, dan mudah dipahami oleh editor. 2. Manajemen file/data disiapkan sebelum program dikerjakan oleh editor. 3. Backsound , dubbing, voice over 4. Info grafis, cg 5. Mengedit yang ditemani produser (proram maker)
6. Evaluasi, tergantung situasinya. Jika produser menemani maka evaluasi dilakukan melalui melihat sequence editing. 7. Export 8. Setor ke Quality Control. 9. Editor menunggu program evaluasi atau revisi dari QC. 10. Kebutuhan akan kekurangan gambar harus dipenuhi kembali oleh produser (program maker) sebagai penanggung jawab program. Bukan editor yang harus memperbaiki kekurangan program tersebut secara utuh. Kedekatan interpersonal dengan program maker juga berpengaruh. Jika komunikasinya bagus mereka dapat menjadi 1 visi. Dan memudahkan proses tersebut. Editor juga dapat memberi masukan. Masukan yang bagus diberikan pada saat pra produksi. Jadi idealnya adalah editor ikut dalam proses pra produksi. sehingga editor mengetahui bayangannya seperti apa programnya.
PT. LATIVI MEDIAKARYA Jl. Rawa Terate II No.2 Kawasan Industri Pulo Gadung Jakarta 13260, Indonesia
SURAT KETERANGAN
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Sabrina
Jabatan
: HRD
Nama Perusahaan
: PT. Lativi Media Karya (tvOne)
Alamat Perusahaan
: Jl. Rawa Terate II No.2 Kawasan Industri Pulo Gadung Jakarta 13260, Indonesia
Menerangkan bahwa mahasiswa Universitas Mercu Buana dibawah ini: Nama
: Ridho Azlam Ambo Asse
NIM
: 44111010143
Program Studi
: Ilmu Komunikasi / Broadcasting
Telah melaksanakan penelitian dan pengumpulan data dalam penyusunan skripsi yang berjudul “Manajemen Editing Post Production Program Current Affair di tvOne”. Demikian surat ini kami buat, atas perhatian dan kerjasama Bapak/Ibu, kami ucapkan terima kasih.
Jakarta, 26 Januari 2015 Hormat Kami
Sabrina HRD
DOKUMENTASI
“Peneliti foto bersama Rendy Putra Suryadiningrat, staff editor departemen post-production program current affair tvOne”
“Ruang Editing booth departemen postproduction program current affair tvOne ”
DOKUMENTASI
“Peneliti bersama Ade Bagia , supervisor editor departemen post-production program current affair tvOne”
“Peneliti bersama Muhammad Rizal, Asisten Produser program Karikatur Negeri tvOne”
CURRICULUM VITAE
Nama Lengkap
: Ridho Azlam Ambo Asse
Tempat/Tanggal Lahir
: Makassar, 8 Agustus 1992
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Status Perkawinan
: Belum Menikah
Agama
: Islam
Kewarganegaraan
: Indonesia
Tinggi Badan
: 166 cm
Berat Badan
: 66 kg
Alamat
: Kemanggisan Ilir 6. Jalan Hj. Senen, Gg Srikaya, RT 4, RW 12. No 4. Palmerah, Jakarta Barat.
Email
:
[email protected]
Handphone
: 087812169311 / 085714606150
PENDIDIKAN Sekolah Dasar
: SD
International
Timber
Indonesia, Penajam Paser Utara,
Coorporation Kalimantan
Timur (1998-2004) Sekolah Menengah Pertama
: SMP International Timber Coorporation Indonesia Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur (20042007)
Sekolah Menengah Atas
: SMA International Timber Coorporation Indonesia, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur (2007-2010)
Universitas
: Broadcasting, Universitas Mercu Buana, Jakarta Barat
SKILL Bahasa : Indonesia – Inggris
Score Toeic : 630
PENGALAMAN ORGANISASI Pembina Kemediaan , Komisi D Pusat Komisariat Nasional Forum Silaturahmi Lembaga Dakwah Kampus Indonesia Kepala Departemen Media Centre Rohis Ta’lim Alif 2013-2014 General Manager Oase Production Kepala Departemen Syiar Ceria LDK Al-Faruq UMB 2013-2014 Sekretaris Jenderal Ikhwah Gaul 2013-2014 Ketua OSIS SMP International Timber Coorporation Indonesia Anggota PRAMUKA SMP International Timber Coorporation Indonesia Ketua Rohis Ta’lim Alif 2012-2013
PENGALAMAN KERJA Video Editor Post Production program (Magang)
EVENT, SEMINAR, WORKSHOP o Pembicara dalam acara Seminar Onlinepreneur “Inspiring World with Dakwah Online and Socio Entrepreneur” . Institut Pertanian Bogor, 28 September 2014. o Instruktur program Oase Academy 1436 H. Universitas Mercu Buana, 21 Shafar 1436 H. o Peserta Sekolah Media, “Optimalisasi Peran Media dalam Memajukan Syiar Islam”. Universitas Budi Luhur. 1 Desember 2012. o Peserta workshop, “Konvergensi Media Menuju Era Digital”. SCTV Goes to campus. 7-8 Mei 2013. o Peserta pesantren film, “Dunia Film Dunia Dakwah”. Jama’ah Shalahuddin UGM, Yogyakarta. 7-8 Juni 2014. o Kuliah Umum, “Perkembangan Ilmu Komunikasi Melalui Perspektif Keilmuan dan profesi di masa depan”. September 2011.
o Bedah Film Dibalik Frekuensi dan Diskusi Publik: Pertarungan Jurnalis dibalik berita”. Jakarta, 10 April 2013. o Talkshow “Sukses Menulis Bersama Raditya Dika” Desember 2011 sebagai Peserta. o Political Communication Seminar, “Aktualisasi Praktek Komunikasi Politik Kontemporer”. Jakarta, 20 Juni 2012. o Seminar dan Talkshow “Madre the Movie bersama Benni Setiawan, Didi Petet, Vino G. Bastian” Maret 2013 sebagai Peserta o Peserta Leadership Communication “Be the best leader universe” 18-20 Mei 2014. o Kuliah Umum dan Bedah Buku PAK HARTO “The Untold Stories” oleh Prof. DR. J.B. Sumarlin, DR. Cosmas Batubara dan DR. Tanri Abeng, MBA. Jakarta, 25 Mei 2012. o Media Visit Global TV, 11 April 2012. o Workshop penyiaran se-jabodetabek, UKM Radio Mercu Buana. 7 Oktober 2014.
PENGHARGAAN
Mahasiswa berprestasi Broadcasting Universitas Mercu Buana Jakarta
Juara 1, Lomba Cerdas Cermat Islam se-Jadebek di Politeknik Negeri Jakarta 2011
Juara 1 dan 2, Lomba Video Simposium Mentoring tingkat Nasional, Univ. Brawijaya Malang, Jawa Timur
Juara 1, Lomba Film pendek Islamic Leadership Festival tingkat Nasional Institut Teknologi Bandung. 21 Mei 2014.
Juara Favorit, VLogging Citizen Journalism dari Dompet Dhuafa (bekerja sama dengan wideshot
Metro TV) tingkat
nasional
dengan tema
#IndonesiaMoveOn
Juara 2, Lomba Film pendek tingkat nasional di ajang Islamic Movie Days di Univ. Gajah Mada, Yogyakarta. 20 Juli 2014
Best Editor “Short Movie Competition – Castivity 3”. Himpunan Mahasiswa Jurusan Broadcasting Universitas Mercu Buana. 24 Oktober 2014.
Juara 3 tingkat Nasional, Lomba Video Kreatif Dompet Dhuafa dengan tema #TerimaKasihIbu.
HOBi :
Menonton Film
Surfing internet
Movie Production
Video Editing