ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH DI DESA SUKASARI KALER KECAMATAN ARGAPURA KABUPATEN MAJALENGKA PROPINSI JAWA BARAT
Oleh: DAMANAH A14101016
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
“Bersabarlah Hai Muhammad dan tiadalah kesabaran itu melainkan dengan pertolongan Allah” (Q.S. An-Nahl:127)
Engkau merangkak mencari mulia, dan orang-orang yang mencarinya berusaha sepenuh jiwa menempuh kelelahan Mereka mengejar mulia hingga banyak yang jemu, Yang akan menemukannya hanya yang sungguh-sungguh dan bersabar Jangan mengira bahwa mulia adalah kurma yang akan kau makan, tak kan pernah kau dapatkan mulia sebelum pahitnya sabar.
Kupersembahkan dengan setulus hati karya terbaikku Teruntuk Ayah, Ibu, Aa Nana dan De Wacih Sebagai bukti telah terselesaikannya amanah yang engkau percayakan kepadaku dengan sepenuh kemampuanku
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH DI DESA SUKASARI KALER KECAMATAN ARGAPURA KABUPATEN MAJALENGKA PROPINSI JAWA BARAT
Oleh: DAMANAH A14101016
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN DAMANAH. Analisis Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Bawang Merah Di Desa Sukasari Kaler Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa Barat. (Di bawah bimbingan NUNUNG KUSNADI). Selama periode 1989-2003, rata-rata pertumbuhan penggunaan domestik bawang merah adalah sebesar 3,9 persen per tahun, dengan kecenderungan (trend) pola pertumbuhan yang bersifat konstan. Konsumsi rata-rata bawang merah untuk tahun 2004 adalah 4,56 kg/kapita/tahun atau 0,38 kg/kapita/bulan (Dirjen Hortikultura, 2004). Estimasi permintaan domestik untuk komoditas tersebut pada tahun 2004 mencapai 915 550 ton (konsumsi = 795 264 ton; benih, ekspor dan industri = 119 286 ton). Besarnya permintaan terhadap komoditi bawang merah merupakan peluang pasar yang menjanjikan. Tingginya permintaan bawang merah baik dari pasar luar negeri maupun domestik tentu harus diimbangi dengan peningkatan penawaran bawang merah oleh produsen. Upaya pemenuhan permintaan bawang merah tersebut tentunya harus didukung dengan perluasan lahan dan peningkatan produksi. Perkembangan produksi bawang merah di Indonesia dari tahun 1970 - 2004 mengalami pertumbuhan dengan kecenderungan meningkat. Adanya peningkatan produksi pada kenyataannya tidak diiringi dengan peningkatan pendapatann petani bawang merah. Hal ini dikarenakan adanya kebijakan pemerintah untuk mengurangi subsidi pada input-input pertanian maupun kebijakan harga untuk komoditas pertanian membuat petani sulit untuk meningkatkan pendapatannya. Petani dihadapkan pada kenyataan bahwa harga input-input pertanian secara rata-rata meningkat lebih cepat dari harga output. Penelitian ini bertujian untuk mengetahui faktor-faktor pyang mempengaruhi produksi dan pendapatan usahatani bawang merah. Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi petani dan pihak yang berkepentingan sebagai bahan pertimbangan untuk pengembangan usahatani bawang merah di Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka Jawa Barat. Selain itu, bagi pihak lain yang membutuhkan rujukan untuk penelitian selanjutnya atau kegiatan lain yang berkaitan serta bagi peneliti sebagai pembelajaran sosial dan meningkatkan kapasitas dalam melakukan penelitian. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dan deskriptif. Dalam memperoleh data digunakan teknik wawancara langsung dengan pengisian kuisioner. Alat bantu analisis yang digunakan adalah kalkulator, Microsoft Exel 2003 dan program komputer Minitab 13,1. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui gambaran proses usahatani bawang merah. Analisis kuantitatif digunakan untuk mengkaji faktor-faktor produksi dan pendapatan usahatani bawang merah. Analisis efisiensi usahatani menggunakan alat analisis Revenue Cost Ratio (R/C rasio). Analisis senitivitas pada pendapatan usahatani. Analisis fungsi produksi diduga dengan persamaan fungsi produksi Cobb-Douglas, analisis efisiensi ekonomi faktor produksi dengan menggunakan rasio Nilai Produk Marjinal (NPM) dengan Biaya Korbanan Marjinal (BKM).
Analisis fungsi produksi Cobb-Douglas menunjukan bahwa dari tujuh variabel yang diduga berpengaruh yakni luas lahan (X1), tenaga kerja pria (X2), tenaga kerja wanita (X3), bibit (X4), pupuk buatan (X5), pupuk kandang (X6) dan obat-obatan (X7) ternyata hanya lima variabel yang dapat dijelaskan oleh fungsi
produksi yang diperoleh yakni luas lahan, tenaga kerja wanita, bibit, pupuk buatan dan obat-obatan. Sedangkan variabel tenaga kerja pria dan pupuk kandang tidak dapat dijelaskan oleh fungsi produksi Cobb-Douglas karena memiliki koefisien regresi yang negatif yang mengindikasikan bahwa kedua faktor tersebut berada pada Daerah Produksi III. Sementara salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam penggunaan fungsi produksi Cobb-Douglas sebagai fungsi penduga adalah bahwa koefisien regresi harus positif (b >1) atau berada pada Daerah Produksi I dan II. Dari hasil pendugaan model fungsi produksi Cobb-Douglas maka diperoleh faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi adalah luas lahan, bibit dan pupuk buatan. Faktor-faktor produksi yang tidak berpengaruh adalah tenaga kerja wanita dan obat-obatan. Analisis efisiensi ekonomis penggunaan input produksi menunjukkan bahwa penggunaan faktor-faktor luas lahan, tenaga kerja wanita, bibit, pupuk buatan dan obat-obatan tidak efisien. Hal ini diindikasikan oleh nilai rasio NPM dan BKM yang lebih besar dari satu pada variabel luas lahan, bibit, pupuk buatan dan obat-obatan. Nilai rasio NPM/BKM yang lebih besar dari satu mengindikasikan bahwa penggunaan faktor produksi tersebut masih kurang. Sementara pada variabel tenaga kerja wanita nilai rasio NPM/BKM kurang dari satu yang menunjukan bahwa penggunaan faktor produksi ini sudah berlebihan. Pendapatan per hektar atas biaya total tertinggi terjadi pada kelompok usahatani lahan sedang (Rp 25.880.100). Kemudian pada urutan kedua adalah pada kelompok usahatani lahan luas (Rp 25.613.730) dan pada urutan ketiga adalah pada kelompok usahatani lahan sempit (Rp 19.282.210). Dilihat dari rasio rupiah per rupiah (R/C ratio) petani lahan sedang di daerah penelitian relatif lebih efisien dibandingkan petani lahan sempit dan petani lahan luas. Rasio R/C atas biaya tunai dan rasio R/C atas biaya total menunjukan bahwa usahatani bawang merah di Desa Sukasari Kaler cukup efisien. Hal ini diindikasikan dengan nilai rasio R/C atas biaya tunai dan rasio R/C atas biaya total yang nilainya lebih besar dari satu pada semua strata luas lahan. R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total pada kelompok usahatani lahan sedang (4,04 dan 1,97) lebih besar dibandingkan pada kelompok usahatani lahan sempit (3,47 dsn 1,65) dan lahan luas (3,09 dan 1,88).
Hasil analisis sensitivitas menunjukan bahwa usahatani bawang merah di daerah penelitian sangat sensitif terhadap perubahan harga pupuk. Kenaikan harga pupuk sebesar 10 persen menyebabakan rasio R/C atas biaya tunai turun sebesar 13 persen pada usahatani lahan sempit, 18 persen pada usahatani lahan sedang dan 11 persen pada usahatani lahan luas. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disarankan bahwa petani dapat meningkatkan penggunaan input produksi terutama penggunaan bibit, pupuk buatan dan obat-obatan karena penggunaanya belum optimal. Yang kedua disarankan pada petani untuk mengusahakan bawang merah pada lahan sedang apabila ingin mencapai efisiensi usahatani dari sisi rasio R/C. Selanjutnya disarankan pada pemerintah untuk memperhatikan proporsi kenaikan harga-harga input pertanian sehingga rasio harga input terhadap harga output tetap terjaga pada level yang menguntungkan petani. Dengan kata lain, kenaikan harga input harus disertai dengan kenaikan harga output. Perbaikan harga output dapat dilakukan dengan memperbaiki sistem tataniaga hasil pertanian.
Judul
: Analisis Faktor-faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Bawang Merah Di Desa Sukasari Kaler Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa Barat
Nama
: Damanah
NRP
: A14101016
Menyetujui, Dosen Pembimbing Skripsi
ttd
Dr. Ir. NUNUNG KUSNADI, MS NIP.131 415 082
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
ttd
Prof. Dr. Ir. DIDY SOPANDIE, M. Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus : 25 Juni 2008
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA KARYA ILMIAH INI BENAR-BENAR KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Juni 2008
Damanah A14101016
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 18 April 1983 di Majalengka, Jawa Barat. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara, putri dari pasangan Bapak Warta dan Ibu Sarah. Penulis menamatkan pendidikan dasar di SD Negeri Pamupukan, Waringin pada tahun 1995. Penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama ke SLTP Negeri 1 Palasah dan tamat pada tahun 1998. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan menengah di SMU Negeri 1 Jatiwangi dan tamat pada tahun 2001. Penulis melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dan diterima di Program Studi Manajemen Agribisnis, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2001 melalui jalur USMI. Penulis saat menjadi mahasiswa aktif di organisasi Keluarga Muslim Sosek (KMS) periode 2002-2003 dan periode 2003-2004 sebagai Bendahara. Selain itu, penulis juga aktif sebagai pengurus Departemen Ekonomi DKM AlHurriyyah, IPB pada periode 2002-2003 dan periode 2003-2004. Penulis juga aktif sebagai Senior Resident (SR) Asrama TPB-IPB periode 2004-2006. Selain itu juga penulis pernah menjadi Asisten mata kuliah Pendidikan Agama Islam (PAI) pada tahun 2003/2004 dan menjadi Asisten praktikum mata kuliah Ekonomi Umum tahun 2003/2004, Ekonomi Dasar I pada tahun 2004/2005 dan Ekonomi Dasar II pada tahun 2004/2005.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan hidayah dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini merupakan syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor produksi dan pendapatan usahatani bawang merah di Desa Sukasari Kaler, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka, Propinsi Jawa Barat. Analisis faktor produksi dilakukan dengan menggunakan pendugaan fungsi produksi Cobb-Douglas. Analisis pendapatan usahatani bawang merah yang dilakukan adalah perhitungan pendapatan, R/C rasio. Pada penelitian ini juga dilakukan analisis efisiensi ekonomi penggunaan faktor produksi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai informasi dan bahan pertimbangan untuk menganmbil keputusan produksi bawang merah bagi masyarakat di Desa Sukasari Kaler dan semua pihak yang berkepentingan.
Bogor, 25 Juni 2008
Penulis
UCAPAN TERIMAKASIH
Banyak pihak yang telah membantu terselesaikannya penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin sekali mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang tidak terhingga pada pihak-pihak tersebut. Semoga amal perbuatan yang telah dilakukan mendapat ridho dari Allah SWT. Ucapan terimakasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada: 1.
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan, koreksi, arahan, pemikiran dan saran-sarannya kepada penulis.
2.
Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS selaku dosen penguji utama atas koreksi dan saran-sarannya kepada penulis.
3.
Tintin Sarianti, SP selaku dosen penguji dari Komisi Pendidikan program studi Manajemen Agribisnis atas koreksinya.
4.
Keluarga tercinta Ayah, Ibu, Aa Nana, Dede Wacih atas semua curahan cinta dan kasih sayang, dorongan dan motivasi, pengorbanan materil dan moril yang tiada terhingga, kepercayaan yang tak pernah lekang serta Do’a yang tiada pernah putus terpanjatkan untuk kebaikan teteh.
5.
BAPEDA Kab Majalengka, Dinas Pertanian Kab. Majalengka, BPS Kab. Majalengka, Pemerintah Kec. Argapura, PPL Kec. Argapura, Desa Sukasari Kaler atas semua bantuan dan data-data penelitian.
6.
Keluraga bapak D. Suryaatmaja dan Ibu Yoyoh dan Engkar serta keluarga bpk Pulung yang telah bersedia menjadi keluarga dan bagi nda selama penelitian di Desa Sukasari Kaler.
7.
Teman-teman dekatku Dewi, Dyah, Novi, Indri, Santi, Dede As3, Mbak Nisa, Mbak Tien, Mbak Peni, Mbak Rina, Kak Agus, Baby, Opah, Ndea atas perhatian, semangat, do’a dan bantuannya.
8.
Mbak Bombong, Mas Nendar dan Mbak Fitra atas dukungan dan bantuannya.
9.
Pimpinan Asrama TPB-IPB (Dr. Ir. Bonny P.W. Soekarno,MS), Manajer Unit (Ibu Lailan, ibu Endar, ibu Irma, Pak Irmansyah, Pak Sugeng, Pak Arif), Staf BPA, atas doa, pengertian dan dukungannya.
10. Teman-teman Senior Resident angkatan 41 dan 42 (Ka Budi, Ka Agus, Ka Supri, Ka AsGoen, Ka Febri, Mba Nisa, Mba Tien, Mba Rina, Mba Lia, Mba Dini, Teh Aan, Mba Fitri, Dewi, Astri, Ela, Lina, Arfi, Eka, Yani, Yuni, Eli, Uni Dewi, Rini, AsSur, Deni, Setyo dan semuanya atas do’a, perhatian dan ukhuwah yang indah terjalin. 11. Teman-teman AGB ’38
yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas
kenangan dan kebersamaannya. 12. Teman-teman kost “Raihana”, Rully, heny, rhena, zaki, mimil, dina dkk. 13. Teman-teman di “Bursa Darmaga” (Kak Taufik, Iman, Mba Tien, Mba Rina, Nafisah dan Lina) dan teman-teman manajemen “Mathemathic Study Club (MSC)” (kak Taufik dkk atas doanya). 14. Bu Erna (pimpinan BTA dan IEC Cibinong), wati dan staf lainnya serta pengajar BTA dan IEC. 15. Pegawai Komdik Sosek, PAP, Sekret Agb yang tidak bisa saya sebutkan.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL .........................................................................................
Halaman xii
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
xv
I.
PENDAHULUAN ................................................................................. I.1. Latar Belakang ................................................................................. I.2. Perumusan Masalah ......................................................................... I.3. Tujuan Penelitian ............................................................................. I.4. Kegunaan Penelitian ........................................................................
1 1 10 13 13
II.
TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 2.1. Aspek Biologis Bawang Merah ....................................................... 2.2. Usahatani Bawang Merah ................................................................ 2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Produksi Usahatani.....
14 14 15 16
III. KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................... 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ........................................................... 3.1.1. Fungsi Produksi ..................................................................... 3.1.2. Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor produksi................... 3.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani ....... 3.1.4. Usahatani ............................................................................... 3.1.5. Pendapatan usahatani ............................................................ 3.1.6. Imbangan Penerimaan dan Biaya .......................................... 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ...................................................
21 21 21 30 34 36 38 43 46
IV. METODE PENELITIAN .................................................................... 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................... 4.2. Metode Pengumpulan Data ............................................................. 4.3. Metode Penarikan Sampel .............................................................. 4.4. Metode Pengolahan dan Analsis Data ............................................. 4.4.1. Metode Analisis Fungsi produksi .......................................... 4.4.2. Metode Analisis Efisiensi Ekonomis ..................................... 4.4.3. Metode Analisis Pendapatan Usahatani ............................... 4.4.4. Metode Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya ............... 4.4.5. Metode Analisis Sensitivitas ................................................. 4.5. Batasan Operasional ........................................................................
49 49 49 50 50 51 56 57 58 60 60
V.
63 63 66 67 71 71
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ............................ 5.1. Karakteristik Wilayah .................................................................... 5.2. Penduduk dan Mata Pencaharian ................................................... 5.3. Sarana dan Prasarana ...................................................................... 5.4. Karakteristik Petani Responden ..................................................... 5.4.1. Umur Petani Responden ....................................................... 5.4.2.Pendidikan Formal dan Pengalaman Bertani Petani Responden ............................................................................. 5.4.3. Luas Dan Status Penguasaan Lahan ..................................... 5.4.4. Jumlah Tanggungan Keluarga ...............................................
72 73 75
VI. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BAWANG MERAH ............................................................................. 6.1. Analisis Faktor-faktor Produksi Usahatani Bawang Merah ......... 6.2. Efisiensi Ekonomi Penggunaan Input dalam Usahatani Bawang Merah ................................................................................
76 76 89
VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH............................................................................................... 7.1. Gambaran Usahatani Bawang Merah di Desa Sukasari Kaler ...................................................................................... 7.1.1. Bibit ....................................................................................... 7.1.2. Pupuk .................................................................................... 7.1.3. Obat-obatan .......................................................................... 7.1.4. Tenaga Kerja ......................................................................... 7.1.5. Alat-alat Pertanian Yang Digunakan .................................... 7.2. Analisis Pendapatan Usahatani Bawang Merah ............................. 7.3.Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya Usahatani Bawang Merah ................................................................................ 7.4. Analisis Sensitivitas ........................................................................
108 110
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 7.1. Kesimpulan .................................................................................... 7.2. Saran ...............................................................................................
113 113 115
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
116
LAMPIRAN ...................................................................................................
119
92 92 93 94 96 97 102 103
DAFTAR TABEL No 1.
Halaman Volume Produksi dan Luas Lahan Produk Hortikultura di Indonesia Tahun 1990-2004 …………...............................................................
2
2.
Neraca Ekspor-Impor Produk Hortikultura 1993-2003 …................
3
3.
Neraca Ekspor-Impor Bawang Merah 1993-2003 ……....................
5
4.
Luas Lahan, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah di Indonesia dan Propinsi Jawa Barat Tahun 1970-2004 ……..............
8
5.
Perbedaan Penelitian ini dengan Penelitian terdahulu .......................
20
6.
Metode Perhitungan Pendapatan Usahatani ......................................
59
7.
Luas Tanah Menurut Penggunaan di Kabupaten Majalengka Tahun 2004 ………………………………...................................................
8.
Jumlah Penduduk Menurut Golongan Usia di Desa Sukasari Kaler Kecamatan Argapura, Majalengka 2006 ...........................................
9.
64
Tingkat
Pendidikan
Pendudukan
di
Desa
Sukasari
66
Kaler
Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka Dirinci Menurut Keadaan Akhir Tahun 2006 ............................................................... 10.
Mata Pencaharian Pokok Penduduk di Desa Sukasari Kaler Kecamatan Argapura, Majalengka Tahun 2006 …........................…
11.
17.
72
Luasan Lahan yang Diusahakan Responden pada Usahatani Bawang Merah di Desa Sukasari Kaler ….........................................
16.
71
Jumlah Responden Usahatani Bawang Merah Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Sukasari Kaler ...................................................
15.
70
Jumlah Responden Usahatani Bawang Merah Berdasarkan Umur Di Desa Sukasari Kaler ……………………………..........................
14.
70
Jumlah Gedung dan Guru di Berbagai Jenjang Pendidikan yang Ada di Desa Sukasari Kaler Tahun 2006……………........................
13.
68
Kondisi Saluran Irigasi di Desa Sukasari Kaler Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka Tahun 2006 …………..................
12.
67
74
Jumlah Tanggungan Keluarga Responden Usahatani Bawang Merah di Desa Sukasari Kaler …………………...............................
75
Hasil Pendugaan Variabel Fungsi Produksi Cobb-Douglas .............
77
18.
Hasil Pendugaan Variabel Fungsi Produksi Bawang Merah per Luasan Lahan Satu Hektar .................................................................
19.
Hasil Pendugaan Variabel Fungsi Produksi dengan Menghilangkan Data Pencilan .....................................................................................
20.
Curahan Tenaga Kerja Usahatani Bawang Merah
74
per Musim
Tanam per Hektar di Desa Sukasari Kaler ........................................ 26.
91
Nilai Input yang Digunakan untuk Usahatani Bawang Merah per Musim Tanam per Hektar Di Desa Sukasari Kaler ...........................
25.
89
Kombinasi Optimal Penggunaan Faktor Produksi pada Usahatani Bawang Merah di Desa Sukasari Kaler .............................................
24.
85
Rasio Nilai Produk Marjinal dan Biaya Korbanan Marjinal dari Produksi Usahatani Bawang Merah ..................................................
23.
82
Perkembangan Produksi Bawang Merah pada Responden di Desa Sukasari Kaler Tahun 2007 ...............................................................
22.
81
Hasil Pendugaan Variabel Fungsi Produksi Cobb-Douglas dengan Menghilangkan Variabel X2 dan X6 ..................................................
21.
79
101
Nilai Penggunaan dan Penyusutan Peralatan Usahatani Bawang Merah di Desa Sukasari Kaler ...........................................................
102
27.
Nilai Rasio R/C Atas Biaya Total Hasil Analisis Sensitivitas ...........
111
28.
Analisis Pendapatan dan Rasio R/C Usahatani Bawang Merah per Hektar per Tahun di Desa Sukasari Kaler Pada Tahun 2006 ............
112
DAFTAR GAMBAR No 1.
Halaman Pertumbuhan Penggunaan Bawang Merah di Indonesia Tahun 1989-2003 ……….............................................................................
4
2.
Daerah-daerah Produksi dan Elastisitas Produksi ……….................
24
3.
Fungsi Produksi dan Pengaruh Perubahan Harga Input Variabel .....
26
4.
Hubungan Faktor-faktor yang mempengaruhi Pendapatan Petani Bawang Merah …………………………..........................………….
5.
Kerangka
pemikiran
Operasional
Faktor-faktor
45
yang
Memepengaruhi Produksi dan Pendapatan Usahatani Bawang Merah .................................................................................................
48
DAFTAR LAMPIRAN No
Halaman
1.
Tabulasi Data Hasil Penelitian ......................................................
120
2.
Matriks Korelasi Antar Variabel Fungsi Produksi ……...............
123
3.
Hasil Pendugaan Analisis Regresi Fungsi Produksi CobbDouglas ………………………………………………….........…
4.
Hasil Pendugaan Analisis Regresi Fungsi Produksi CobbDouglas Usahatani Bawang Merah per Hektar ………….............
5.
Hasil
Analisis
Regresi
Fungsi
Produksi
130
Analisis Pendapatan dan Rasio R/C Usahatani Bawang Merah di Desa Sukasari Kaler (Harga Pupuk Naik 40 Persen) ……………
12.
129
Analisis Pendapatan dan Rasio R/C Usahatani Bawang Merah di Desa Sukasari Kaler (Harga Pupuk Naik 30 Persen) ……………
11.
128
Analisis Pendapatan dan Rasio R/C Usahatani Bawang Merah di Desa Sukasari Kaler (Harga Pupuk Naik 20 Persen) ……………
10.
127
Analisis Pendapatan dan Rasio R/C Usahatani Bawang Merah di Desa Sukasari Kaler (Harga Pupuk Naik 10 Persen) ……………
9.
126
Hasil Analisis Regresi Fungsi Produksi Coob-Douglas Tanpa Variabel X2 dan X6 ……………………………............................
8.
125
Hasil Analisis Regresi Fungsi Produksi Coob-Douglas dengan menghilangkan Observasi 1,2,3,4,11 dan 32 ……........................
7.
124
Cobb-Douglas
Usahatani Bawang Merah per Hektar dengan Data Pencilan ....... 6.
123
131
Analisis Pendapatan dan Rasio R/C Usahatani Bawang Merah di Desa Sukasari Kaler (Harga Pupuk Naik 50 Persen) ……………
132
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Sektor Pertanian masih merupakan mata pencaharian utama bagi penduduk Indonesia. Sebagian besar rumah tangga di Indonesia adalah rumah tangga pertanian yang berada di pedesaan. Rumah tangga pertanian merupakan rumah tangga petani pengguna lahan, baik lahan sawah maupun lahan kering. Perkembangan
sektor
pertanian
dapat
meningkatkan
taraf
hidup
masyarakat, membuka kesempatan kerja, mengurangi jumlah pengangguran, meningkatkan devisa dan pemanfaatan sumberdaya alam yang tersedia dengan tetap mempertahankan kelestarian lingkungan. Sektor pertanian memegang peran penting karena 46,26 persen dari 90,8 juta penduduk yang bekerja, memiliki mata pencaharian sebagai petani (Badan Pusat Statistik, 2004). Sektor pertanian terdiri dari subsektor tanaman pangan, subsektor perkebunan, subsektor peternakan, dan subsektor hortikultura. Subsektor hortikultura terdiri dari komoditas buah-buahan, sayuran, tanaman hias, dan tanaman obat-obatan. Subsektor hortikultura saat ini mengalami perkembangan cukup pesat. Tanaman hortikultura sangat besar peranannya dalam menunjang usaha pemerintah untuk meningkatkan pendapatan petani, meningkatkan kesempatan kerja, mengurangi impor dan melestarikan sumber daya alam (Asgar dan Ali,1990). Perkembangan volume produksi subsektor hortikultura selama periode 1993 – 2003 mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun, namun secara keseluruhan menunjukan trend yang meningkat (Tabel 1).
22
Tabel 1. Volume Produksi dan Luas Lahan Produk Hortikultura di Indonesia Tahun 1990-2003 Tahun 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
Volume Produksi (Ton) 137.036.321 133.736.321 148.764.128 151.037.872 142.012.932 142.554.524 146.849.911 149.358.155 147.264.712 151.352.171 158.268.501
Luas Lahan (Ha) 30.359.734 29.904.990 32.327.932 32.400.562 30.417.139 32.090.557 32.191.189 31.428.715 30.978.412 30.549.227 30.893.904
Sumber: Departemen Pertanian, diolah 20041)
Komoditas hortikultura jenis sayur-mayur merupakan salah satu komoditas ungggulan di Indonesia. Hampir 70 persen komoditas sayuran menjadi komoditas ekspor. Hal tersebut terjadi karena produk sayuran yang berasal dari Indonesia banyak diminati oleh konsumen di luar negeri. Karena, selain harga yang murah, kualitasnya mampu bersaing dengan negara lain yang lebih maju teknologi pertaniannya. Meskipun komoditas hortikultura merupakan komoditas ekspor, namun dalam neraca perdagangan masih mengalami minus artinya impor lebih besar daripada ekspor. Dengan melihat neraca nilai ekspor-impor, maka neraca perdagangan produk hortikultura ini pernah mengalami surplus yang sangat tinggi yaitu pada tahun 1999, mencapai USD 215 juta. Namun setelah itu nilai neraca perdagangan terus mengalami penurunan sampai akhirnya mengalami defisit mulai tahun 2001 (Tabel 2).
1
Hortikultura yang diambil dari http://database.deptan.go.id/bdspweb/f4-free-frame.asp pada tahun 2006
23
Tabel 2. Neraca Ekspor-Impor Produk Hortikultura Tahun 1995-2003 Tahun
Volume (juta Ton)
Nilai (juta USD)
Ekspor
Impor
Neraca
Ekspor
Impor
Neraca
1995
0,4
0,3
0,1
170,5
190,2
(19,7)
1996
0,5
0,3
0,2
237,5
232,4
5
1997
0,3
0,4
-0,08
141,1
258,3
(117,2)
1998
0,2
0,3
-0,09
77,9
121,6
(43,7)
1999
0,6
0,4
0,2
356,2
140,6
215,6
2000
0,5
0,6
-0,03
296,8
252,9
43,9
2001
0,3
0,6
-0,3
169,1
254,7
(85,7)
2002
0,4
0,6
-0,2
205,2
334,5
(129,3)
2003
0,3
0,6
-0,3
205,1
333,18
(128,09)
Sumber Data: BPS diolah Subdit PI PPH Hortikultura
2)
Diantara komoditas sayuran yang ada di Indonesia, bawang merah merupakan komoditas hortikultura jenis sayur-sayuran yang dibutuhkan oleh hampir semua kalangan. Bawang merah pada umumnya digunakan sebagai bumbu masak sehari-hari pada rumah tangga, rumah makan sampai hotel. Kegunaan lain dari bawang merah adalah sebagai obat tradisional (sebagai kompres penurun panas, diabetes, penurun kadar gula dan kolesterol darah, mencegah penebalan dan pengerasan pembuluh darah dan maag) karena kandungan senyawa allin dan allisin yang bersifat bakterisida (Rukmana, 1994). Selain itu, pesatnya peningkatan industri pengolahan makanan juga cenderung meningkatkan kebutuhan bawang merah di dalam negeri kurang lebih 5% setiap tahunnya di luar konsumsi untuk restoran, hotel dan industri olahan (Suwandi dan Azirin, 1995).
2
Analisa Perkembangan Ekspor-Impor Sektor Pertanian yang diambil dari http://agribisnis.deptan.go.id/eksim/analisa/rekap%20eksim%20horti%20th%201999%20%202005.htm pada tahun 2006
24
Selama periode 1989-2003, rata-rata pertumbuhan penggunaan domestik bawang merah adalah sebesar 3,9 persen per tahun, dengan kecenderungan (trend) pola pertumbuhan yang bersifat konstan (Gambar 1)3). Konsumsi rata-rata bawang merah untuk tahun 2004 adalah 4,56 kg/kapita/tahun atau 0,38 kg/kapita/bulan (Dirjen Hortikultura, 2004). Estimasi permintaan domestik untuk komoditas tersebut pada tahun 2004 mencapai 915 550 ton (konsumsi = 795 264 ton; benih, ekspor dan industri = 119 286 ton).
Gambar 1. Pertumbuhan penggunaan bawang merah di Indonesia tahun 1989-2003 (Litbang Deptan, 2006) Besarnya permintaan terhadap komoditi bawang merah merupakan peluang pasar yang menjanjikan, ternyata belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh petani bawang merah di Indonesia. Hal ini terlihat dari besarnya ketergantungan Indonesia terhadap bawang merah impor. Besarnya nilai ketergantungan ini dapat dilihat dari neraca perdagangan yang terjadi.
3
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah yang diambil dari http://www.litbang.deptan.go.id/special/komoditas/b3bawang pada tahun 2006
25
Selama periode 1993-2003 Indonesia merupakan net importer bawang merah (volume impor > volume ekspor). Ekspor dan impor selama periode tersebut secara berturut-turut mengalami penurunan rata-rata 9% dan 5% per tahun. Penurunan ekspor dari tahun ke tahun terjadi lebih cepat dibandingkan dengan penurunan impor.
Tabel 3. Neraca Ekspor- Impor Bawang Merah Tahun 1993-2003 Tahun
Volume (Ton)
Nilai (USD)
Ekspor
Impor
Neraca
Ekspor
Impor
Neraca
1993
5.336,5
22.252,9
- 16.916,4
1.541.403
9.154.800
- 7.613.397
1994
6.843,3
15.213,3
- 8.370,0
1.775.171
5.963.869
- 4.188.698
1995
4.158,5
31.616,2
- 27.457,7
1.071.889
11.662.148
- 10.590.259
1996
7.171,0
42.057,4
- 34.886,4
1.620.627
15.646.850
- 14.025.223
1997
3.189,0
43.083,6
- 39.894,6
778.008
14.380.674
- 13.602.666
1998
176,3
43.016,8
- 42.840,5
47.306
11.499.515
- 11.452.209
1999
8.602,7
35.775,3
-35.689,0
2.770.566
9.067.750
- 6.297.184
2000
6.753,3
56.710,8
- 49.957,5
1.835.233
12.913.800
- 11.078.567
2001
5.991,5
47.946,3
- 41.954,8
1.670.775
12.475.026
- 10.804.251
2002
6.816,2
32.928,8
- 26.112,6
2.188.967
9.069.031
- 6.880.064
2003
5.402,1
42.007,9
- 36.605,8
2.421.134
12.369.945
- 10.180.978
Sumber Data: BPS diolah Subdit PI PPH Hortikultura4)
Dapat dilihat dalam neraca perdagangan bawang merah tahun 1993-2003, setiap tahunnya Indonesia mengalami defisit yang cukup besar. Defisit terbesar terjadi pada tahun 1998 yakni sebesar 11,45 juta dollar Amerika. Dari segi volume, defisit terbesar terjadi pada tahun 2000 yakni sebesar 49,96 ribu ton
4
Analisa Perkembangan Ekspor-Impor Sektor Pertanian yang diambil dari http://agribisnis.deptan.go.id/eksim/analisa/rekap%20eksim%20horti%20th%201999%20%202005.htm pada tahun 2006
26
(Tabel 3). Perbedaan nilai tersebut dikarenakan pengaruh nilai kurs mata uang rupiah terhadap dolar Amerika. Tingginya permintaan bawang merah baik dari pasar luar negeri maupun domestik tentu harus diimbangi dengan peningkatan penawaran bawang merah oleh produsen. Upaya pemenuhan permintaan bawang merah tersebut tentunya harus didukung dengan perluasan lahan dan peningkatan produksi. Perkembangan produksi bawang merah di Indonesia dari tahun 1970 - 2004 mengalami pertumbuhan dengan kecenderungan meningkat. Peningkatan jumlah produksi sejalan dengan peningkatan luas lahan pertanian yang ditanami bawang merah. Begitu juga dengan produktivitas lahan mengalami kecenderungan yang meningkat, produktivitas lahan tertinggi terjadi pada tahun 2001 yakni sebesar 10,48 ton per hektar. Peningkatan produktivitas lahan ini mengindikasikan adanya pengelolaan yang intensif serta kecocokan lahan pada tanaman bawang merah. Perkembangan produksi, luas lahan dan produktivitas bawang merah di Indonesia dan Jawa Barat secara lengkap disajikan pada Tabel 4. Di Indonesia, Pulau Jawa merupakan daerah sentra produksi dan pengembangan bawang merah dataran rendah. Sentra penanaman di Jawa Timur antara lain: Malang, Nganjuk, Probolinggo, dan Kediri. Di Jawa Tengah antara lain: Tegal, Brebes dan Wates. Sedangkan di Jawa Barat antara lain: Majalengka, Kuningan dan Cirebon. Daerah di luar Jawa yang merupakan sentra bawang merah adalah Samosir (Sumatra utara) dan Lombok Timur. 5)
5
Bawang Merah diambil dari http://warintek.progressio.or.id/pertanian/bmerah.htm pada tahun 2006
27
Seperti halnya perkembangan produksi bawang merah nasional, di Jawa Barat juga mengalami kecenderungan yang meningkat. Produktivitas bawang merah di Jawa Barat tertinggi mencapai 9,96 ton per hektar pada tahun 2004. namun pada lima tahun terakhir yakni dari 2000 – 2004 luas lahan dan produksi bawang merah mengalami penurunan dibandingkan tahun 1999 (Tabel 4). Keberhasilan peningkatan produktivitas bawang merah tersebut, menurut Kartasasmita (1996) telah ikut membantu mengatasi masalah-masalah kemiskinan dan kesenjangan terutama di wilayah pedesaan. Menurut Prabowo (1995), peningkatan produktivitas tanaman dapat meningkatkan pendapatan petani. Tetapi peningkatan pendapatan petani ini cenderung hanya terjadi pada sekelompok petani saja, yaitu para petani berlahan luas atau petani kaya. Sedangkan bagi petani kecil ataupun petani gurem, karena kurangnya akses mereka terhadap teknologi, kredit atau kelembagaan lainnya membuat mereka sulit meningkatkan pendapatannya. Apalagi dalam usaha pertanian, luas lahan masih merupakan faktor dominan yang menentukan tingkat pendapatan (Suryawati, 1996 dalam Wicaksono, 1997). Sementara itu, upaya untuk meningkatkan pendapatan petani juga banyak menghadapi kendala. Adanya kebijakan pemerintah untuk mengurangi subsidi pada input-input pertanian maupun kebijakan harga untuk komoditas pertanian membuat petani sulit untuk meningkatkan pendapatannya. Petani dihadapkan pada kenyataan bahwa harga input-input pertanian secara rata-rata meningkat lebih cepat dari harga output (Sidabalok, 1996 dalam Wicaksono, 1997).
28
Tabel 4. Luas Lahan, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah di Indonesia dan Propinsi Jawa Barat Tahun 1970 – 2004 Luas lahan (Ha) Produksi (Ton) Indonesia Jawa Barat Indonesia Jawa Barat 1970 35.856 6.191 206.151 41.839 1971 36.787 5.883 128.537 13.258 1972 37.537 6.837 199.324 34.191 1973 39.046 7.011 173.829 20.182 1974 37.916 5.151 176.140 20.875 1975 38.956 7.475 136.045 26.829 1976 43.989 6.914 186.559 28.170 1977 41.998 6.673 171.162 26.469 1978 43.669 7.872 201.376 32.589 1979 49.958 8.246 218.588 39.231 1980 53.949 8.178 217.723 35.746 1981 51.403 6.374 176.031 27.790 1982 47.249 7.252 159.379 32.712 1983 61.143 9.853 283.819 45.531 1984 57.467 9.514 295.079 62.204 1985 68.569 13.633 361.058 83.265 1986 68.579 12.256 382.117 76.858 1987 65.164 10.525 412.522 66.102 1988 63.365 13.162 379.380 90.406 1989 60.399 10.125 399.488 70.970 1990 70.081 12.369 495.183 79.845 1991 70.989 12.375 509.013 87.680 1992 68.913 13.823 528.311 104.989 1993 75.123 13.293 561.267 91.862 1994 84.630 13.739 636.864 93.114 1995 77.210 13.936 592.548 85.621 1996 96.292 14.656 768.567 106.941 1997 88.540 10.025 605.736 76.919 1998 79.498 10.565 599.304 80.291 1999 104.289 18.583 938.293 142.928 2000 84.038 13.310 772.818 122.389 2001 82.147 12.699 861.150 103.326 2002 79.867 10.483 766.572 96.619 2003 88.029 13.353 762.795 120.219 2004 88.707 12.170 757.399 121.194 Sumber Data: Pusat Data dan Informasi Deptan 6) Tahun
6
Produktivitas (Ton/Ha) Indonesia Jawa Barat 5,75 6,76 3,49 2,25 5,31 5,00 4,45 2,88 4,65 4,05 3,49 3,59 4,24 4,07 4,08 3,97 4,61 4,14 4,38 4,76 4,04 4,37 3,42 4,36 3,37 4,51 4,64 4,62 5,13 6,54 5,27 6,11 5,57 6,27 6,33 6,28 5,99 6,87 6,61 7,01 7,07 6,46 7,17 7,09 7,67 7,60 7,47 6,91 7,53 6,78 7,67 6,14 7,98 7,30 6,84 7,67 7,54 7,60 9,00 7,69 9,20 9,20 10,48 8,14 9,60 9,22 8,67 9,00 8,54 9,96
Pusat Data dan Informasi Departemen Pertanian Subsektor Tanaman Pangan dan Hortikultur Komoditas Bawang Merah diambil dari http://database deptan.go.id/bdspweb/f4-free-frame.asp pada tahun 2006
29
Menteri Pertanian Anton Apriyanto mengatakan, harga bawang merah lokal sekarang ini menurun akibat masuknya bawang merah impor. Pada bulan Oktober 2006 harga jual bawang merah di Brebes di tingkat petani mencapai Rp.1.500/kg, padahal harga Break Event Point (BEP) sebesar Rp. 3.500/kg.7) Pada bulan November 2006 harga jual bawang merah di tingkat petani mulai meningkat yakni mencapai harga Rp. 2.500/kg sampai Rp.3000/kg. Namun harga tersebut belum mencapai harga BEP. Sehingga petani bawang merah masih mengalami kerugian. Kanaikan harga bawang merah tersebut diakibatkan berkurangnya produksi bawang merah. 8) Adanya kebijakan pemerintah untuk mengurangi subsidi pada input-input pertanian terutama pupuk mengakibatkan petani menerima harga pupuk yang tinggi. Kebijakan kenaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk ini berlaku mulai 17 Mei 2006. Pupuk urea misalnya, dari harga Rp 1.050 per kg dinaikkan menjadi Rp 1.200 per kg. Setelah kenaikan pada bulan Mei 2006 tersebut, pemerintah berencana untuk menaikkan lagi harga pupuk urea sebesar 50 persen, sehingga harganya menjadi Rp 1.800 per kg pada bulan Januari 2007. 9) Kondisi tersebut semakin menyulitkan bagi petani karena harga pupuk yang diterima petani dilapangan lebih tinggi dari harga dasar (HET) yang ditetapkan pemerintah.
7
8
Harga bawang merah lokal turun akibat serbuan bawang impor diambil dari http://www.depkominfo.go.id/?action=view&pid=news&id=3686 pada tahun 2006 Meskipun harga bawang merah mulai merangkak naik namun petani bawang merah tetap merugi diambil dari http://agribisnis.deptan.go.id/index.php?files=Berita_Detail&id=340 pada bulan
Desember 2006 9
Pemerintah gulirkan BLP, harga pupuk naik diambil dari http://www.antara.co.id/seenws/?id=46720 pada bulan Desember 2006
30
Kondisi petani bawang merah masih sangat memprihatinkan, terutama petani kecil yang merupakan petani mayoritas di Indonesia. Umur petani bawang merah rata-rata 31 - 40 tahun. Mereka umumnya menjadi petani bawang merah sejak usia remaja. Pendidikan rata-rata petani bawang merah adalah lulusan SD, jarang yang lulusan sekolah menengah ke atas. Luas lahan yang mereka miliki rata-rata kurang dari setengah hektar. Sementara pendapatan atas biaya total yang mereka peroleh adalah sebesar Rp.6.500.000 – Rp.7.000.000,- untuk satu kali masa tanam (4 bulan). Namun pendapatan yang besar ini tidak selamaya mereka peroleh, mereka lebih banyak memperoleh keuntungan kecil atau bahkan mengalami kerugian (Maulina, 2001). Oleh karena itu, perlu adanya terobosan baru untuk pengembangan pertanian bawang merah agar dapat meningkatkan pendapatan meraka. Upaya peningkatan tersebut bisa ditempuh dengan memperbaiki faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi bawang merah.
1.2. Perumusan Masalah Kebutuhan masyarakat terhadap bawang merah semakin meningkat dari waktu ke waktu. Selama periode 1989-2003, rata-rata pertumbuhan penggunaan domestik bawang merah adalah sebesar 3,9 persen per tahun, dengan kecenderungan (trend) pola pertumbuhan yang bersifat konstan (Gambar 1). Konsumsi rata-rata bawang merah untuk tahun 2004 adalah 4,56 kg/kapita/tahun atau 0,38 kg/kapita/bulan (Dirjen Hortikultura, 2004). Untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat tersebut, Indonesia masih banyak bergantung pada bawang merah impor. Hal itu terlihat dari besarnya volume impor bawang merah. Selama periode 1993-2003 Indonesia merupakan
31
net importer bawang merah (volume impor > volume ekspor). Dapat dilihat dalam neraca perdagangan bawang merah tahun 1993-2003, setiap tahunnya Indonesia mengalami defisit yang cukup besar (Tabel 3). Peningkatan permintaan dan konsumsi bawang merah (Gambar 1) seharusnya dapat meningkatkan pendapatan yang diperoleh petani bawang merah. Namun petani tidak mengalami perbaikan pendapatan karena harga bawang merah yang diterima petani selama ini berada dibawah harga Break Event Point (BEP). Pada bulan Oktober 2006 harga jual bawang merah di Brebes di tingkat petani mencapai Rp.1.500/kg, padahal harga BEP sebesar Rp. 3.500/kg. Pada bulan November 2006 harga jual bawang merah di tingkat petani mulai meningkat yakni mencapai harga Rp. 2.500/kg sampai Rp.3000/kg. Namun harga tersebut belum mencapai harga BEP, sehingga petani bawang merah masih mengalami kerugian. Kebijakan pemerintah untuk mengurangi subsidi pada input-input pertanian terutama pupuk mengakibatkan petani menerima harga pupuk yang tinggi. Kebijakan kenaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk ini berlaku mulai 17 Mei 2006. Pupuk urea misalnya, dari harga Rp 1.050 per kg dinaikkan menjadi Rp 1.200 per kg. Setelah kenaikan pada bulan Mei 2006 tersebut, pemerintah berencana untuk menaikkan lagi harga pupuk urea sebesar 50 persen, sehingga harganya menjadi Rp 1.800 per kg pada bulan Januari 2007. Kondisi tersebut semakin menyulitkan bagi petani karena harga pupuk yang diterima petani dilapangan lebih tinggi dari harga dasar (HET) yang ditetapkan pemerintah. Pengurangan subsidi input-input pertanian tersebut mengakibatkan hargaharga input pertanian meningkat, sehingga biaya yang ditanggung oleh petani semakin tinggi. Petani saat ini menghadapi kenyataan bahwa biaya meningkat
32
lebih cepat daripada harga output. Peningkatan biaya ini berakibat pada semakin berkurangnya pendapatan yang diterima petani dari usahataninya. Pengurangan subsidi pupuk mengakibatkan harga pupuk meningkat sehingga berpengaruh pada jumlah penggunaan pupuk oleh petani pada produksi usahatani bawang merah. Pengurangan penggunaan pupuk berpengaruh pada berkurangnya produksi bawang merah yang dihasilkan petani. Turunnya produksi akan mengakibatkan penerimaan petani bawang merah berkurang dengan asumsi faktor lain ceteris paribus. Pada akhirnya akan berakibat pada turunnya pendapatan dari usahatani bawang merah sebagai akibat dari naiknya biaya produksi dan turunnya produksi. Pada lima tahun terakhir yakni dari 2000 – 2004 luas lahan dan produksi bawang merah di Propinsi Jawa Barat mengalami penurunan dibandingkan tahun 1999 (Tabel 4). Penurunan luas lahan ini diduga karena adanya peralihan fungsi lahan bawang merah menjadi lahan untuk komoditas lain, lahan pekarangan dan perumahan. Dengan adanya beberapa permasalahan yang diuraikan yaitu kondisi harga bawang merah yang berada di bawah harga BEP, pengurangan subsidi input-input pertanian, peningkatan harga pupuk (harga pupuk diatas HET) dan penurunan produksi bawang merah menimbulkan pertanyaan bagaimana pengaruh kondisi tersebut terhadap pendapatan petani, masih menguntungkan atau tidak ? Bagaimana tingkat pendapatan usahatani bawang merah di daerah penelitian ? Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi bawang merah ? .
33
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang ada maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat produksi bawang merah di daerah penelitian. 2. Menganalisis efisiensi ekonomi usahatani bawang merah di daerah penelitian. 3. Menganalisis pengaruh pengurangan subsidi pupuk terhadap pendapatan usahatani bawang merah di daerah penelitian. 4. Menganalisis tingkat pendapatan usahatani bawang merah di daerah penelitian.
1.4. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memberikan informasi mengenai tingkat pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi bawang merah di kecamatan Argapura kabupaten Majalengka Jawa Barat. Manfaat dari penelitian ini antara lain sebagai berikut : 1. Memberikan informasi dan bahan pertimbangan bagi petani dan pihak yang berkepentingan untuk pengembangan usahatani bawang merah di Desa Sukasari Kaler Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka. 2. Bagi pihak lain yang membutuhkan bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya atau kegiatan lain yang berkaitan. 3. Untuk peneliti agar dapat memperoleh pembelajaran sosial dan meningkatkan kapasitas mahasiswa dalam melakukan penelitian.
34
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Aspek Biologis Bawang Merah Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayur-sayuran yang banyak digunakan dalam bentuk segar maupun olahan untuk konsumsi rumah tangga, industri pengolahan makanan, dan industri makanan. Oleh sebab itu, bawang merah mempunyai nilai ekonomis yang baik karena penggunaanya yang cukup luas tersebut. Pengusahaan bawang merah ditujukan untuk memenuhi permintaan rumah tangga dan industri pengolahan makanan. Bawang merah atau Allium Sp merupakan tanaman musiman yang berbentuk rumput, berakar serabut, daunnya berbentuk silindris, pangkal daun berubah bentuk dan fungsinya membentuk umbi lapis sehingga disebut berumbi lapis serta termasuk famili Liliaceae (Rahayu, 1994). Bawang merah dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran rendah sampai dataran tinggi, yakni pada ketinggian kurang lebih 1.100 meter di atas permukaan laut (dpl). Akan tetapi, ketinggian ideal yang memungkinkan bawang merah untuk berproduksi secara optimal adalah ketinggian 0 – 800 meter dpl. Bawang merah mampu menghasilkan produksi terbaik di dataran rendah dengan suhu 25 °C – 32 °C dan iklim kering (Rukmana, 1994). Menurut Samadi dan Cahyono (1996), tanaman bawang merah masih dapat ditanam di dataran tinggi, tetapi hasilnya tidak sebaik jika di tanam di dataran rendah. Tanaman bawang merah yang ditanam di dataran tinggi menghasilkan umbi yang kecil-kecil dan umur panennya panjang yaitu 80 – 90 hari. Sedangkan bawang merah yang ditanam di dataran rendah biasanya akan
35
menghasilkan umbi yang besar-besar dan umur panennya sekitar 60 – 70 hari bahkan bisa kurang tergantung varietas yang digunakan.
2.2. Usahatani Bawang Merah Ditinjau dari sudut ekonomi produksi, usahatani merupakan suatu perusahaan karena kegiatannya bersifat ekonomis. Usahatani merupakan suatu organisasi produksi yang bersifat reproduksi biologis dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang diperoleh secara komersial dengan tujuan untuk memperoleh keluaran yang memberikan keuntungan maksimum. Bawang merah (Alium ascalonicum L.) merupakan komoditas sayuran komersial andalan sudah tentu dalam pengusahaannya harus memiliki budaya komersial dalam arti bertujuan mencari keuntungan. Sebagai komoditas yang bersifat komersial, sebagian besar bahkan seluruh hasil produksi bawang merah dijual, bukan untuk dikonsumsi sendiri oleh petaninya. Agar dapat memberikan keuntungan, diperlukan pengelolaan yang intensif agar faktor-faktor produksi yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal. Menurut Rosantiningrum (2004) yang melakukan penelitian mengenai produksi bawang merah di kabupaten Brebes, Jawa Tengah menunjukan bahwa penggunaan faktor-faktor produksi usahatani bawang merah masih belum optimal. Faktor-faktor produksi yang diamati meliputi : luas lahan, jumlah bibit, jumlah tenaga kerja, pupuk N, pupuk P, pupuk K dan pestisida. Pendapatan usahatani merupakan suatu bentuk imbalan dari jasa pengelola (petani), tenaga kerja dan modal, yang dimiliki (termasuk didalamnya lahan), yang diperoleh dari kegiatan berproduksi dalam usahatani (Tjakrawiralaksana,
36
1985). Pendapatan diperoleh dari selisih antara penerimaan dari penjualan komoditas yang dihasilkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan komoditas tersebut (Soeharjo dan Patong, 1973). Penelitian mengenai pendapatan usahatani bawang merah telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Hasil yang didapat menunjukan bahwa usahatani bawang merah ini layak dilakukan dan menguntungkan, dilihat dari perbandingan Revenue-Cost (R/C Ratio) yang lebih besar dari satu. Hal tersebut menunjukan bahwa ada insentif yang diterima petani atas faktor-faktor produksi (lahan, tenaga kerja, modal dan jasa pengelola) yang telah digunakan untuk usahatani bawang merah. Maulina (2001) menganalisis bahwa usahatani bawang merah di Kecamatan Kersana Kabupaten Brebes memiliki nilai pendapatan Rp. 23,01 juta dengan nilai R/C rasio sebesar 1,4.
Anggraini (2001) melalui penelitiannya
tentang bawang merah di Kecamatan Wanasari Kabupaten Brebes mengemukakan bahwa rasio antara penerimaan dengan biaya produksi untuk usahatani bawang merah adalah 1.6. Begitu juga dengan penelitian Rosantiningrum (2004) yang menganalisis pendapatan usahatani bawang merah di Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes menunjukan bahwa nilai R/C rasio sebesar 1,2.
2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Produksi Usahatani Penelitian terdahulu menunjukan bahwa produksi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut dijabarkan menjadi beberapa variabel yang diduga mempunyai pengaruh terhadap produksi dengan menggunakan uji tertentu. Variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi bisa menjadi acuan untuk pengembangan pertanian melalui peningkatan produksi yang diperoleh petani.
37
Faktor-faktor yang berpengaruh berbeda-beda tergantung jenis dan lokasi usahataninya, termasuk variabel-variabel yang digunakan untuk menjabarkan faktor-faktor tersebut. Salah satu faktor yang banyak berpengaruh terhadap tingkat produksi usahatani adalah luas lahan garapan (Kartina, 2001 ; Niftia, 2005 ; Sumiyati, 2006 ; dan Suroso, 2006). Faktor ini merupakan faktor utama dalam usahatani karena terkait dengan keberlangsungan usahatani. Tingkat produktivitas lahan juga berpengaruh terhadap besarnya produksi usahatani yang di peroleh petani (Mosher, 1966 dan Hansen, 1981 dalam Gohong, 1993 ). Faktor ini terkait dengan jumlah produksi yang dihasilkan dengan memperhitungkan tingkat kesuburan lahan dan efisiensi penggunaan . Input pertanian lain yang berpengaruh terhadap tingkat produksi usahatani adalah bibit yang digunakan (Mosher, 1966 dan Hansen, 1981 dalam Gohong, 1993 ; Niftia, 2005 ; Sumiyati, 2006 dan Suroso, 2006). Penggunaan jumlah bibit ini terkait dengan jarak tanam yang nantinya akan berpengaruh pada daya tumbuh dan hasil yang diperoleh. Jumlah pupuk yang digunakan juga mempengaruhi tingkat produksi suatu tanaman (Mosher, 1966 dan Hansen, 1981 dalam Gohong, 1993 ; Niftia, 2005 ; Sumiyati, 2006 dan Suroso, 2006). Hal ini terkait dengan tingkat kesuburan lahan dan unsur-unsur kimia yang tersedia agar tanaman bisa tumbuh dan berproduksi dengan optimal. Dalam beberapa penelitian faktor pupuk ini dijabarkan lagi berdasarkan jenis pupuknya yaitu pupuk kimia (Urea,TSP,KCL,ZA dan lain-lain) dan pupuk kandang (Hamid, 2004; Niftia, 2005 ; Sumiyati, 2006 dan Suroso, 2006).
38
Pestisida dan obat-obatan pemberantas hama penyakit juga mempengaruhi tingkat produksi (Mosher, 1966 dan Hansen, 1981 dalam Gohong, 1993 ; Niftia, 2005; Sumiyati, 2006 dan Suroso, 2006). Penggunaan pestisida dan obat-obatan pemberantas hama dan penyakit ini sangat dibutuhkan untuk menjaga produksi tanaman. Faktor lainnya yang mempengaruhi tingkat produksi usahatani adalah tenaga kerja (Niftia, 2005; Sumiyati, 2006 dan Suroso, 2006). Faktor tenaga kerja ini ada juga yang dijabarkan menjadi tenaga kerja rumah tangga (Kartina, 2001 dan Hamid, 2004) dan tenaga kerja luar luar rumah tangga (Hamid, 2004). Besarnya modal yang dimiliki petani juga berpengaruh terhadap tingkat produksi petani (Hamid, 2004). Modal sering diartikan sebagai tiap-tiap yang digunakan untuk menghasilkan output. Modal dalam bidang pertanian biasanya terbentuk sebagai hasil perpaduan antara unsur alam dan kerja. Modal dalam usahatani sering diklasifikasikan kedalam : modal tetap (fixed capital), seperti lahan dan bangunan ; Modal kerja/usaha (working capital) seperti alat-alat, mesin, tanaman di lapangan dan ternak produksi yang dipelihara ; dan modal lancar/berubah (current/variable capital) seperti bibit/benih tanaman, pupuk, obat-obatan dan makanan ternak, serta uang tunai untuk upah buruh (Tjakrawiralaksana, 1985). Menurut Hartono, 2000 ; Kartina, 2001; Hamid, 2004 dan Niftia, 2005 tingkat pendidikan petani juga berpengaruh terhadap tingkat produksi. Tingkat pendidikan ini berkaitan dengan tingkat penguasaan teknologi pertanian, wawasan dan pola pikir. Selain itu, faktor lain yang berpengaruh adalah lama bertani (Hartono, 2000 ; Kartina, 2001; Hamid, 2004 dan Niftia, 2005). Faktor ini terkait
39
dengan pengalaman yang dimiliki petani dalam berusahatani. Pengalaman ini berkaitan dengan kemampuan petani untuk merespon apa yang terjadi di alam/lapangan untuk menjaga keberhasilan usahataninya. Hubungan antara faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi dapat dimodelkan kedalam suatu fungsi produksi. Fungsi produksi yang banyak digunakan pada penelitian terdahulu adalah fungsi produksi Cobb-Douglas (Niftia, 2005; Sumiyati, 2006 dan Suroso, 2006). Dalam menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat produksi usahatani ini ada beberapa metode yang telah digunakan oleh peneliti sebelumnya. Metode analisis yang digunakan untuk menguji signifikansi antara faktor-faktor yang ada hubungannya dengan tingkat produksi adalah Metode Ordinary Least Square (OLS) (Hartono, 2001; Hamid, 2004; Niftia, 2005; Sumiyati, 2006 dan Suroso, 2006). Metode Ordinary Least Square (OLS) digunakan untuk model regresi dengan bentuk hubungan linier yakni parameter pada persamaan harus linier sedangkan variabel bebas tidak ditentukan. Metode ini merupakan penduga tak bias linier terbaik (BLUE = Best Linier Unbiased Estimation). Metode lain yang juga digunakan untuk menguji signifikansi model yakni uji Chi Square (X2) (Gohong, 1993 dan Kartina, 2001). Uji Chi Square (X2) merupakan uji statistik nonparametrik. Uji nonparametrik sebaiknya tidak digunakan apabila uji parametrik yang memerlukan asumsi-asumsi tertentu dapat diterapkan. Kebaikan dari uji nonparametrik adalah bahwa uji tersebut mudah penerapannya, relatif sederhana dan mudah dijelaskan atau dimengerti bila dibandingkan dengan uji parametrik. Diantara uji-uji statistik nonparametrik, uji
40
Chi Square (X2) merupakan prosedur nonparametrik yang paling luas penggunaannya (Daniel, 1989 dalam Gohong, 1993). Dari hasil-hasil penelitian terdahulu dapat disimpulkan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi tingkat produksi usahatani adalah lahan, benih, pupuk, obat-obatan,
tenaga kerja,
modal, tingkat pendidikan dan pengalaman
berusahatani. Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani bawang merah. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap produksi bawang merah adalah luas lahan, tenaga kerja pria, tenaga kerja wanita, bibit, pupuk buatan, pupuk kandang dan obat-obatan. Perbedaan faktor-faktor produksi yang digunakan sebagai faktor penduga pada penelitian ini dengan faktor-faktor produksi pada penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Perbedaan Penelitian ini dengan Penelitian Terdahulu Keterangan
Faktor-faktor Produksi
• • • • • • • • • •
Hasil Penelitian Terdahulu Luas lahan Tingkat produktivitas lahan Bibit Pupuk Pupuk kandang Pestisida dan obat-obatan pemberantas hama Tenaga kerja Modal Tingkat pendidikan pengalaman
• • • • •
Penelitian ini Luas lahan Tenaga kerja pria Tenaga Kerja wanita Bibit Pupuk buatan
• Pupuk kandang • Obat-obatan
Selain itu juga dilakukan analisis tingkat pendapatan usahatani bawang merah dan R/C rasio yang dibedakan atas strata luas lahan usahatani bawang merah yang dimiliki.
41
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Fungsi Produksi Menurut Doll dan Orazem (1984), fungsi produksi menggambarkan sebuah hubungan antara input dan output. Fungsi produksi juga menggambarkan suatu tingkat dimana sumberdaya sebagai input ditransformasikan menjadi output. Secara matematis fungsi produksi dapat dinyatakan sebagai berikut : Y = f(X1,X2, X3, .... , Xn)
(3.1)
dimana : Y
=
jumlah produksi yang dihasilkan dalam proses produksi
X
=
faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi
f
= bentuk hubungan yang mentransformasikan faktor-faktor produksi ke dalam hasil produksi
Dalam proses produksi pertanian dapat berlaku hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang (The law of Diminishing Return). Hukum tersebut mempunyai arti bahwa jika suatu faktor produksi ditambah terus dalam suatu proses produksi, sedangkan faktor produksi lainnya tetap maka tambahan jumlah produksi per satuan faktor produksi pada akhirnya akan menurun. Hukum ini akan menggambarkan adanya kanaikan yang negatif dalam kurva fungsi produksi. Untuk mengukur tingkat produktivitas dari suatu proses produksi, terdapat dua tolak ukur yaitu : (1) Produk Marjinal (PM) dan (2) Produk Rata-rata (PR). Produk Marjinal adalah perubahan dari produk total yang disebabkan oleh perubahan satu unit faktor produksi. Sedangkan, Produk Rata-rata adalah produk
42
total per satuan faktor produksi. Kedua tolak ukur ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
=
PM
PR =
∂Y ∂X i
=
f ' (X i )
(3.2)
Y Xi
(3.3)
Untuk melihat perubahan dari jumlah produksi yang disebabkan oleh faktor produksi yang dipakai dapat dinyatakan dengan elastisitas produksi (Ep). Elastisitas produksi adalah persentase perubahan dari output yang diakibatkan oleh perubahan input sebesar satu persen. Persamaan elastisitas produksi dapat dirumuskan sebagai berikut :
Ep =
∂Y Y ∂X i X i
=
∂Y ∂X i
Xi Y
=
PM PR
Dimana : Ep
= elastisitas produksi
∂Y
= perubahan hasil produksi
∂X i
= perubahan faktor produksi ke-i
Y
= hasil produksi
Xi
= jumlah faktor produksi ke-i
(3.4)
43
Menurut Doll dan Orazem (1984), suatu proses produksi dapat dibagi ke dalam tiga daerah produksi berdasarkan elastisitas produksi dari faktor-faktor produksi yaitu daerah produksi I, daerah produksi II, dan daerah produksi III (Gambar 2) a. Daerah Produksi I Daerah ini terletak antara titik asal 0 dan x2, serta terjadi ketika PM lebih besar daripada PR. PR yang mengalami peningkatan sepanjang daerah ini, mengindikasikan bahwa tingkat rata-rata faktor produksi yang ditrasformasikan menjadi produk meningkat sampai PR mencapai maksimum. Elastisitas produksi pada daerah ini lebih besar dari satu (Ep > 1), yang artinya setiap penambahan satu persen input dalam proporsi yang tetap akan meningkatkan output yang lebih besar dari satu persen. Di daerah ini petani masih mampu memperoleh sejumlah produksi yang cukup menguntungkan jika sejumlah faktor masih ditambahkan. b. Daerah Produksi II Daerah ini terletak antara titik x2 dan x3, dan terjadi ketika PM mengalami penurunan dan lebih kecil dari PR tetapi lebih besar dari nol. Elastisitas produksi pada daerah ini bernilai antara nol dan satu (0 < Ep < 1). Menunjukan bahwa setiap penambahan satu persen input dalam proporsi yang tetap akan meningkatkan output diantara nol sampai satu persen. Daerah ini dicirikan oleh penambahan
hasil
produksi
yang
peningkatannya
semakin
berkurang
(diminishing/decreasing returns). c. Daerah Produksi III Daerah ini terjadi ketika PM bernilai negatif. Pada situasi tersebut, produk total (PT) dan produk rata-rata dalamkeadaan menurun. Daerah ini mempunyai
44
elastisitas produksi lebih kecil dari nol (Ep < 0), yang artinya bahwa setiap penambahan
satu
persen
input
akan
menurunkan
output.
Daerah
ini
mencerminkan pemakaian faktor produksi yang berlebihan. Dalam situasi Ep < 0 ini maka setiap upaya untuk menambah sejumlah faktor produksi tetap akan merugikan petani.
Y
PT I
0
II
x1
III
x2
x3
X
PM / PR
PM 0
x1
x2
PR x3
X
Keterangan : Y
= Produksi
X
= Faktor Produksi
PT
= Produksi Total
PM
= Produk Marjinal
PR
= Produk Rata-rata
Gambar 2. Daerah-daerah Produksi dan Elastisitas Produksi (Doll dan Orazem, 1984)
45
Untuk melihat pengaruh dari adanya pengurangan subsidi terhadap input pertanian yaitu pengurangan subsidi pupuk terhadap produksi dapat dilihat pada Gambar 3. Garis Y=f(X) merupakan garis yang menunjukan tingkat produksi bawang merah. Garis ini juga menggambarkan hubungan antara input yang ditransformasikan menjadi output. Keuntungan maksimum dari suatu produksi dapat dicapai pada saat produk marjinal (MP) sama dengan rasio harga (Px / Py). Dengan kata lain, pada saat kemiringan garis produksi Y=f(X) sama dengan kemiringan garis rasio harga (Px / Py), pada grafik terjadi pada titik a. Adanya pengurangan subsidi pupuk mengakibatkan harga pupuk (Px) naik, sehingga garis rasio harga (Px / Py) bergeser ke kiri atas menjadi garis P’x/Py. Karena pergeseran ini mengakibatkan kemiringan garis rasio harga yang baru berubah maka keuntungan maksimum yang dapat dicapaipun berubah. Titik produksi yang dapat mencapai keuntungan maksimum bergeser dari titik a menjadi titik b. Pengurangan subsidi pupuk mengakibatkan harga pupuk (Px) naik sehingga penggunaan pupuk berkurang. Produsen yang rasional, yang berproduksi dengan tujuan maksimisasi keuntungan maka akan mengurangi penggunaan pupuk yakni dari X1 menjadi X2. Karena pupuk merupakan faktor produksi yang penting maka pengurangan penggunaan pupuk ini berakibat pada berkurangnya hasil produksi (Y) yakni dari Y1 menjadi Y2.
46
Y
P’x / Py
Y1 Y2
a
Px / Py
b
Y= f (X)
0
X2
X1
X
Gambar 3. Fungsi Produksi dan Pengaruh Perubahan Harga Input Variabel (Doll dan Orazem, 1984)
Menurut Soekartawi (1986), untuk mengamati pengaruh beberapa faktor produksi tertentu terhadap output secara keseluruhan dalam keadaan sebenarnya adalah tidak mungkin. Oleh karena itu, hubungan antara faktor produksi dengan output perlu disederhanakan dalam suatu model. Untuk mendapatkan model fungsi produksi yang baik, hendaknya fungsi tersebut : 1. Dapat dipertanggungjawabkan 2. Mempunyai dasar yang logik secara fisik maupun ekonomi 3. Mudah dianalisis 4. Mempunyai implikasi ekonomi.
47
Bentuk model fungsi yang dapat digunakan untuk membuat fungsi produksi ada beberapa macam, antara lain model akar pangkat dua, model fungsi kuadratik, dan model fungsi Cobb-Douglas. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Secara sistematis bentuk umum fungsi produksi Coob-Douglas dengan output sebesar Y dari input terdiri dari X1,X2, X3, .... , Xn dapat dirumuskan sebagai berikut : Y = a X1b1 X2b2 X3b3.... Xnbn eu
(3.5)
Penggunaan fungsi produksi Cobb-Douglas harus memenuhi beberapa asumsi yaitu nilai a > 0 dan nilai koefisien regresi harus lebih besar dari nol (b1 > 0, b2 > 0, dan seterusnya). Pemilihan model ini didasarkan pada pertimbangan adanya kelebihan dari fungsi produksi Cobb-Douglas, antara lain : 1. Perhitungan fungsi produksi Coob-Douglas sederhana karena dapat diubah kedalam bentuk persamaan linier berganda dengan cara melogaritmakan fungsi produksi tersebut sehingga menjadi : Ln Y = ln a +
n
∑b i =1
i
. ln X i + u
Dimana : Y X a bi u i
= peubah yang dijelaskan = peubah yang menjelaskan = koefisien intersep = parameter peubah ke-i = kesalahan pengganggu (error) = 1,2,3, ... , n
(3.6)
48
2. Koefisien pangkat dari masing-masing fungsi produksi Cobb-Douglas sekaligus menunjukan besarnya elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi yang digunakan terhadap output. Hal ini ditunjukan oleh turunan pertama fungsi Cobb-Douglas, yaitu : Y
= a X ibi
∂Y ∂X i = a bi X ibi −1
(
∂Y ∂X i = bi X i−1 a X ibi
)
∂Y ∂X i = bi X i−1 Y bi bi
=
(3.7)
∂Y X i ∂X i Y
= Ep
3. Jumlah koefisien pangkat dari fungsi produksi Cobb-Douglas dapat menunjukan return to scale. Return to scale perlu diketahui untuk menentukan keadaan dari suatu produksi, apakah mengikuti kaidah increasing, constant atau decreasing return to scale. a. Increasing return to scale, bila (b1 + b2 + b3 + … + bn) > 1. Dalam keadaan demikian dapat diartikan bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar. b. Constant return to scale, bila (b1 + b2 + b3 + … + bn) = 1. Dalam keadaan ini dapat diartikan bahwa penambahan faktor produksi akan proporsional dengan penambahan produksi. c. Decreasing return to scale, bila (b1 + b2 + b3 + … + bn) < 1. Pada kondisi ini dapat dinyatakan bahwa proporsi penambahan faktor produksi melebihi proporsi penambahan produksi.
49
Penyelesaian fungsi produksi Cobb-Douglas selalu dilogaritmakan untuk mengubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linier, maka persyaratan yang harus dipenuhi dalam fungsi produksi Cobb-Douglas adalah: (1) tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol, (2) tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan, (3) tiap variabel X adalah perfect competition, dan (4) perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim sudah tercakup pada faktor kesalahan. Asumsi lain dalam penggunaan fungsi produksi ini adalah bahwa petani berusahatani pada saat produk marjinal semakin menurun dan positif dengan tujuan untuk memaksimumkan keuntungan. Namun, fungsi produksi Cobb-Douglas mempunyai kelemahan. Menurut Soekartawi (1994) kelemahannya adalah: 1. Terjadi spesifikasi variabel yang keliru yang akan menghasilkan elastisitas produksi yang negatif atau nilainya terlalu besar atau nilainya terlalu kecil. Spesifikasi
yang
keliru
juga
sekaligus
mendorong
terjadinya
multikolinieritas pada variabel bebas yang dipakai. 2. Terjadi kesalahan pengukuran variabel yang akan menyebabkan besaran elastisitas menjadi terlalu tinggi atau terlalu rendah. 3. Terjadi multikolinieritas yaitu suatu kondisi dimana nilai-nilai pengamatan dari X1……Xn mempunyai hubungan yang kuat sehingga variabel X tertentu tidak begitu mempengaruhi Y tetapi justru dipengaruhi oleh variabel X lainnya.
50
3.1.2. Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor Produksi
Efisiensi produksi terdiri dari efisiensi teknis dan efisiensi ekonomi. Menurut Teken (1965) efisiensi teknis tercapai pada saat produksi rata-rata mencapai maksimum. Sedangkan efisiensi ekonomis tercapai pada saat penggunaan faktor-faktor produksi sudah dapat mencapai keuntungan maksimum. Teken (1965) mengemukakan dua syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai keuntungan maksimum yaitu syarat keharusan (neccesary condition) dan syarat kecukupan (sufficient condition). Syarat keharusan (neccesary condition) bagi penentuan efisiensi dan tingkat produksi optimum adalah
hubungan fisik antara faktor produksi dengan produksi harus diketahui. Dalam analisis fungsi produksi, syarat ini dipenuhi jika produsen (petani) berproduksi pada daerah produksi II yaitu pada saat elastisitas produksinya bernilai antara nal dan satu (0 < Ep < 1). Pada tingkat tertentu penggunaan faktor-faktor produksi di daerah ini akan memberikan keuntungan maksimum. Syarat kecukupan (sufficient condition) untuk mencapai efisiensi tingkat tertinggi atau tingkat produksi optimal adalah nilai produk marjinal (NPM) sama dengan biaya korbanan marjinal (BKM). Untuk mencapai tingkat produksi yang optimum dimana tercapai efisiensi ekonomis maka perlu memasukan variabel harga yaitu harga faktor produksi dan harga produk. Kondisi efisiensi ekonomis pada suatu kegiatan usahatani terkait dengan tujuan kegiatan usahatani yang pada umumnya adalah untuk memaksimumkan keuntungan. Menurut Doll dan Orazen (1984), keuntungan dapat diperoleh dengan mengurangi penerimaan total dengan biaya total. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:
51
⎛
n
⎞
π = PY .Y − ⎜ ∑ Px i X i + BTT ⎟⎟ ⎝ i =1
(3.8)
⎠
Dimana: Π I Y Py Xi Pxi BTT
= laba atau keuntungan = 1,2,3,…..n = output (produk) = harga output = faktor produksi ke-i = harga faktor produksi ke-i = biaya tetap total
Keuntungan maksimum tercapai pada saat turunan pertama dari persamaan fungsi keuntungan terhadap masing-masing faktor produksi sama dengan nol. Sehingga persamaan diatas menjadi:
δπ δY = PY . − Pxi = 0 δxi δxi
; i = 1,2,3,.......n (3.9)
Py
δY = Pxi δxi
δY adalah produk marjinal faktor produksi ke-i. δxi
Dimana
Sehingga Py × PMxi = Pxi
(3.10)
Dimana: Py × PMxi
= nilai produk marjinal xi (NPMxi)
Pxi
= harga faktor produksi atau biaya korbanan marjinal xi (BKMxi)
52
Dengan membagi ruas kiri dan ruas kanan persamaan (3.10) dengan Py maka persamaan tersebut menjadi: PMxi =
Pxi Py
(3.11)
Dengan demikian secara matematis dapat diketahui besarnya produk marjinal. Apabila harga faktor produksi tidak dipengaruhi oleh jumlah pembelian faktor produksi, persamaan dapat ditulis sebagai berikut: NPMxi = BKMxi NPMxi =1 BKMxi
(3.12)
Secara ekonomis, efisiensi akan tercapai pada kondisi dimana harga sama dengan nilai produk marjinalnya. Jika harga dari faktor produksi x ke-i (Pxi) adalah biaya korbanan marjinal (BKM) dan produk marjinal dikalikan dengan tingkat harga output adalah nilai produk marjinal (NPM), maka kondisi efisiensi ekonomis tercapai pada PMxi = BKMxi. Untuk penggunaan faktor produksi lebih dari satu, keuntungan maksimum tercapai apabila:
NPMx n NPMx1 NPMx 2 = = ......... = =1 BKMx1 BKMx 2 BKMx n
(3.13)
Jika rasio NPM dan BKM kurang dari satu, menunjukan penggunaan faktor produksi telah melampaui batas optimal maka setiap penambahan biaya akan lebih besar dari tambahan penerimaannya. Bagi produsen yang rasional akan mengurangi penggunaan faktor produksi sehingga tercapai kondisi NPM sama dengan BKM. Pada saat rasio NPM dengan BKM lebih besar dari satu, berarti
53
kondisi optimum belum tercapai sehingga produsen yang rasional akan menambah penggunaan faktor produksi sehingga tercapai kondisi NPM sama dengan BKM. Apabila penggunaan faktor produksi belum atau tidak optimal maka kombinasi penggunaan faktor produksi yang optimum dapat dicari dengan cara melihat produk marjinal pada fungsi Cobb-Douglas yaitu:
PMxi = bi ×
Y Xi
(3.14)
Maka kombinasi faktor produksi optimal dapat dicari dari persamaan (10) dan persamaan (14) yaitu: NPMxi = Pxi PMxi × Py = Pxi bi ×
Y × Py = Pxi Xi
Xi =
bi × Y × Py Pxi
Dimana: NPMxi
= Nilai Produk Marjinal faktor produksi ke-i
BKMxi
= Biaya Korbanan Marjinal faktor produksi ke-i
Y
= Output
Py
= Harga output
Xi
= Faktor produksi ke-i
Pxi
= Harga faktor produksi ke-i
Bi
= Elastisitas faktor produksi ke-i
(3.15)
54
3.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani
Produksi usahatani dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang dapat dikendalikan oleh petani. Faktor internal antara lain petani pengelola, tanah, tenaga kerja, modal, tingkat teknologi, kemampuan petani mengalokasikan penerimaan keluarga dan jumlah keluarga. Faktor internal merupakan unsur pokok usahatani. Faktor eksternal adalah faktorfaktor yang tidak dapat dikontrol atau dikendalikan karena berada di luar jangkauan petani. Faktor eksternal antara lain yaitu tersedianya sarana transportasi dan komunikasi, aspek-aspek yang menyangkut pemasaran hasil dan bahan usahatani, fasilitas kredit dan sarana penyuluhan bagi petani (Hernanto, 1988). 3.1.3.1. Lahan
Lahan merupakan faktor produksi yang langka sehingga perlu digunakan secara efisien. Luas lahan merupakan salah satu ukuran besaran usahatani. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam usahatani berkaitan denga lahan yang digunakan adalah kesesuaian lahan, daya dukung lahan, status penggunaan lahan, fragmentasi lahan, serta aksesibilitas terhadap sarana prasarana pendukung. Usaha-usaha untuk meningkatkan efisiensi penggunaan lahan antara lain pemilihan komoditas cabang usahatani dan pengaturan pola tanam. Ukuran efisiensi penggunaan lahan adalah perbandingan antara output dan input. Lahan merupakan faktor produksi yang mewakili unsur alam dan merupakan jenis modal yang sangat penting yang harus dibedakan dari jenis modal lainnya. Menurut Tjakrawiralaksana (1985), hal ini disebabkan karena lahan sebagai modal mempunyai sifat khusus yaitu: 1. Tidak dapat diperbanyak,
55
2. Tidak dapat berpindah tempat, 3. Dapat dipindahkan hak kepemilikannya, 4. Dapat diperjualbelikan. 5. Nilai (biaya) lahan tidak disusutkan, 6. Bunga atas lahan dipengaruhi oleh produktivitas lahan tersebut. 3.1.3.2. Tenaga Kerja
Tenaga kerja dalam usahatani sangat diperlukan untuk menyelesaikan kegiatan produksi usahatani. Jenis tenaga kerja pada usahatani bisa berupa tenaga kerja manusia (pria, wanita), tenaga kerja mesin dan tenaga kerja ternak. Tenaga kerja dapat bersumber dari dalam keluarga (petani, istri dan anak-anaknya maupun dari luar keluarga berupa buruh yang disewa ataupun gotong-royong. Tenaga kerja mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: 1. Continous flow input
Continous flow input artinya tenaga kerja tersebut dipakai atau tidak dipakai tetap tersedia atau dayanya terus mengalir. Jika dilihat dari segi ekonomi, kita berusaha memanfaatkan input ini yang terus mengalir agar tidak sia-sia dan dapat efisien. 2. Full time labour (tenaga kerja tetap) Tenaga kerja ini bersifat ”Lumpy” yaitu input yang tidak dapat atau tidak mudah dibagi-bagi. Sifat ”Lumpy” akan semakin besar jika tenaga kerja tersebut dibayar bulanan. Namun, jika pembayaran tenaga kerja tersebut berdasarkan output yang dihasilkan maka tenaga kerja tersebut tidak bersifat ”Lumpy”. 3. Pada usahatani, tenaga kerja merupakan faktor produksi yang dominan.
56
4. Tenaga kerja dipengaruhi ”Human factor” atau ”Individual factor”. Sifat ini berpengaruh pada produktivitas dan efisiensi produksi. 3.1.3.3. Modal
Modal adalah barang ekonomi yang dapat digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa. Macam modal usahatani adalah lahan, bangunan, peralatan, mesin, tanaman, ternak, ikan, bahan sarana produksi, stok produksi, uang tunai dan lain-lain. Sumber modal usahatani berasal dari modal sendiri dan modal dari luar. Modal sendiri merupakan modal milik petani, lahan dan nonlahan. Sedangkan modal dari luar adalah modal yang dimiliki petani dan dikuasai petani tapi harus dikembalikan kepada pemilik saat jatuh tempo. 3.1.3.4. Manajemen
Manajemen merupakan tindakan manusia (petani) dengan kemampuan dan keterampilan
dalam
mengkombinasikan
faktor-faktor
produksi
lainnya
(lahan,tenaga kerja dan modal) dalam proses produksi pertanian untuk menghasilkan produk secara maksimal. Keberhasilan usahatani sendiri dapat dicapai dengan pengelolaan atau manajemen yang baik. Petani bisa dikatakan sebagai manajer atau pengelola, selain sebagai tenaga kerja keluarga (Peranginangin, 1999).
3.1.4. Usahatani
Usahatani adalah organisasi dari alam, tenaga kerja, modal dan manajemen yang ditujukan pada produksi di bidang pertanian. Pada dasarnya unsur-unsur pokok usahatani terdiri atas lahan, tenaga kerja, modal dan manajemen. Keempat unsur tersebut mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan usahatani
57
(Soeharjo dan Patong, 1973). Menurut Soekartawi, (1986) usahatani yang ada di Indonesia mempunyai ciri antara lain memiliki lahan sempit, modal relatif kecil, tingkat pengetahuan terbatas dan kurang dinamik sehingga berakibat pada rendahnya pendapatan usahatani. Usahatani menurut Rifai (1960) dalam Tjakrawiralaksana (1985) didefinisikan sebagai organisasi dari alam, kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di bidang pertanian. Ketatalaksanaan organisasi itu sendiri diusahakan oleh seorang atau sekumpulan orang-orang. Dengan demikian dapat diketahui bahwa usahatani terdiri atas manusia petani (bersama keluarganya), tanah (beserta fasilitas yang ada diatasnya seperti bangunan-bangunan, saluran air) dan tanaman ataupun hewan ternak. Tujuan setiap petani dalam menjalankan usahataninya berbeda-beda. Apabila tujuannya untuk memenuhi kebutuhan keluarga baik dengan melalui atau tanpa melalui peredaran uang, maka usahatani tersebut disebut usahatani pencukup kebutuhan keluarga (subsistence farm). Usahatani komersial (comercial
farm) adalah usahatani yang didorong oleh keinginan untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya (Soeharjo dan Patong, 1973). Soekartawi (1986) mengemukakan bahwa tujuan berusahatani dapat dikategorikan
menjadi
dua
yaitu
memaksimumkan
keuntungan
dan
meminimumkan biaya. Konsep memaksimumkan keuntungan adalah bagaimana mengalokasikan sumberdaya dengan jumlah tertentu seefisien mungkin, untuk memperoleh keuntungan maksimum. Sedangkan konsep meminimumkan biaya berarti bagaimana menekan biaya produksi sekecil-kecilnya untuk mencapai tingkat produksi tertentu.
58
Adapun ciri-ciri usahatani di Indonesia menurut Soekartawi, 1986 adalah sebagai berikut: 1. Sempitnya lahan yang dimiliki petani, 2. Kurangnya modal, 3. Pengetahuan petani yang masih terbatas serta kurang dinamis, 4. Rendahnya pendapatan petani.
3.1.5. Pendapatan Usahatani
Pendapatan didefinisikan sebagai keuntungan yang diperoleh petani, merupakan hasil selisih dari penerimaan usahatani dengan biaya yang dikeluarkan selama periode usahatani. Berhasil atau tidaknya suatu usahatani dapat dilihat dari besarnya pendapatan yang diperoleh petani dalam mengelola suatu usahatani. Pendapatan rumah tangga dapat didefinisikan sebagai total penerimaan dari satu rumah tangga dikurangi total pengeluarannya baik dari kegiatan usahatani maupun kegiatan luar usahatani dalam suatu periode tertentu. Pada umumnya pendapatan rumah tangga petani di pedesaan berasal dari dua sektor, yaitu: 1. Pendapatan dari sektor pertanian, meliputi penerimaan dari usahatani padi sawah, usahatani tanaman semusim selain padi, usahatani pekarangan dan tanaman tahunan, usaha peternakan, usaha budidaya perikanan kolam, kegiatan berburuh tani dan jasa tanah. 2. Pendapatan dari sektor non pertanian, meliputi penerimaan dari semua kegiatan di luar pertanian seperti kegiatan perdagangan, usaha angkutan, industri rumah tangga, kegiatan berburuh diluar pertanian.
59
Masing-masing sumber pendapatan tersebut akan memberikan kontribusi yang berbeda-beda terhadap total pendapatan rumah tangga. Masing-masing sumber pendapatan tersebut akan memberikan kontribusi yang berbeda-beda terhadap total pendapatan rumah tangga. Soeharjo, A dan Dahlan Patong (1973) memberikan beberapa ukuran pendapatan rumah tangga petani yaitu: 1. Pendapatan kerja petani (Operator’s farm labor income) Pendapatan ini diperoleh dengan cara menghitung semua penerimaan yang berasal dari penjualan, yang dikonsumsi keluarga dan kenaikan nilai inventaris. Kemudian hasilnya dikurangi dengan semua pengeluaran baik tunai maupun yang diperhitungkan, termasuk bunga modal dan nilai kerja keluarga. Biasanya hasil dari perhitungan ini nilai pendapatannya kecil bahkan bernilai negatif. 2. Penghasilan kerja petani (Operator’s farm labor earnings) Diperoleh dari menambah pendapatan kerja petani denga penerimaan tidak tunai. 3. Penghasilan kerja keluarga (Family farm labor earnings) Diperoleh dari menambah penghasilan kerja petani dengan nilai kerja keluarga. Penggunaan sumberdaya yang berasal dari keluarga tidak dianggap sebagai pengeluaran. Pendapatan ini merupakan balas jasa dari kerja dan pengelolaan petani serta anggota keluarga. 4. Pendapatan keluarga (Family income) Diperoleh dengan menghitung pendapatan dari sumber-sumber lain yang diterima petani bersama keluarga disamping kegiatan pokok usahatani
60
tersebut, tidak membedakan sumber-sumber pendapatan untuk memenuhi keperluan sehari-hari. Analisis pendapatan mempunyai kegunaan bagi petani pemilik faktor produksi. Ada dua tujuan utama dari analisis pendapatan, yaitu menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usahatani dan keadaan yang akan datang dari suatu perencanaan tindakan. Analisis ini juga dapat digunkan untuk mengukur berhasil atau tidaknya suatu kegiatan usahatani (Soeharjo dan Patong, 1973). Dalam analisis pendaptan usahatani dibutuhkan dua komponen pokok, yaitu penerimaan dan pengeluaran selama usahatani dijalankan dalam waktu yang ditetapkan. Penerimaan, menurut Soekartawi (1986), adalah nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu. Produk usahatani tersebut terdiri dari produk yang dijual, produk sampingan yang dijual, juga produk yang dikonsumsi keluarga yang berasal dari hasil kegiatan produksi usahatani. Penerimaan usahatani bisa dibedakan menjadi penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai tidak mencakup bentuk benda, tapi benar-benar yang diterima petani dalam bentuk tunai (cash), seperti hasil penjualan produk. Penerimaan tidak tunai memperhitungkan penerimaan yang tidak berbentuk uang cash, seperti produk yang dikonsumsi keluarga. Biaya dalam usahatani dibedakan menjadi dua, yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai merupakan pengeluaran tunai usahatani yang dikaluarkan oleh petani itu sendiri. Biaya yang diperhitungkan adalah biaya yang dibebankan kepada usahatani untuk penggunaan tenaga kerja keluarga, penyusutan alat-alat pertanian, dan biaya imbangan sewa lahan. Biaya yang
61
diperhitungkan ini tidak secara benar-benar dikeluarkan dalam bentuk tunai, tapi diperlukan untuk memperhitungkan berapa besar nilai sumberdaya yang telah dikeluarkan untuk produksi usahatani. Menurut Hernanto (1989) dalam Chairuddi (2005) biaya produksi dalam usahatani dabat dibedakan berdasarkan: 1. Jumlah output yang dihasilkan, terdiri dari : a. Biaya tetap adalah biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi, misalnya : pajak tanah, sewa tanah, penyusutan alat-alat dan bangunan pertanian, dan bunga pinjaman. b. Biaya variabel adalah biaya yang berhubungan langsung dengan jumlah produksi, misalnya : pengeluaran untuk bibit, pupuk, obat-obatan, dan biaya tenaga kerja. 2. Langsung dikeluarkan dan diperhitungkan, terdiri dari : a. Biaya tunai adalah biaya tetap dan biaya variabel yang dibayar tunai. Biaya tetap misalnya: pajak tanah dan bunga pinjaman, sedang biaya variabel misalnya : pengeluaran untuk bibit, pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja luar keluarga. Biaya tunai ini berguna untuk melihat pengalokasian modal yang dimiliki oleh petani. b. Biaya tidak tunai (diperhitungkan) adalah biaya penyusutan alat-alat pertanian, sewa lahan milik sendiri (biaya tetap), dan tenaga kerja dalam keluarga (biaya variabel). Biaya diperhitungkan ini berguna untuk melihat bagaimana manajemen usahatani.
62
Berdasarkan tunai tidaknya penerimaan dan biaya usahatani, maka pendapatan dapat dibedakan menjadi pendapatan tunai usahatani dan pendapatan total usahatani. Pendapatan tunai usahatani merupakan selisih antara penerimaan tunai usahatani dan biaya tunai usahatani. Sedangkan pendapatan total usahatani adalah selisih antara penerimaan total usahatani (termasuk yang dikonsumsi keluarga) dan biaya total usahatani (termasuk biaya yang diperhitungkan). Berkaitan dengan ukuran pendapatan dan keuntungan, Soekartawi (1986) mengemukakan beberapa definisi sebagai berikut : 1. Biaya tetap (fixed cost) yaitu biaya yang besarnya tidak tergantung pada besarnya produksi. Contohnya pajak, sewa tanah, penyusutan alat-alat, bangunan dan bunga pinjaman. 2. Biaya variabel (variable cost) yaitu biaya yang besarnya tergantung pada besarnya produksi. Contohnya bibit, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja. 3. Penerimaan tunai usahatani (farm receipt) yaitu nilai uang yang diterima dari penjualan produk. 4. Pengeluaran tunai usahatani (farm payment) yaitu nilai yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. 5. Pendapatan kotor usahatani (total farm income) yaitu nilai produksi total usahatani (1 tahun), dijual dan tidak dijual, peningkatan nilai inventaris. 6. Pengeluaran total usahatani (total farm expenses) yaitu nilai semua input yang habis dipakai (tunai dan tidak tunai), termasuk tenaga kerja keluarga, ditambah penurunan nilai inventaris.
63
7. Pendapatan bersih usahatani (net farm income) yaitu ukuran yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi, kerja, modal sendiri ditambah pinjaman dan pengelolaan. Besarnya pendapatan yang diterima merupakan balas jasa untuk tenaga kerja dan modal yang digunakan dalam proses produksi usahatani. Besar kecilnya pendapatan usahatani dapat digunakan untuk melihat keberhasilan kegiatan usahatani yang dilakukan. Soeharjo dan Patong (1973) mengemukakan bahwa besar kecilnya tingkat pendapatan yang diperoleh petani dipengaruhi antara lain : (1) skala usaha, (2) ketersediaan modal, (3) penggunaan teknologi baru, (4) tingkat harga input, (5) ketersediaan tenaga kerja keluarga, (6) tingkat pengetahuan dan keterampilan, (7) sarana transportasi, (8) sistem pemasaran, dan (9) kebijakan pemerintah. Pendapatan usahatani yang diterima seorang petani dalam satu tahun berbeda dengan pendapatan yang diterima petani lainnya. Perbedaan pendapatan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor ini ada yang masih dapat diubah dalam batasan-batasan kemampuan petani dan ada faktor yang tidak bisa diubah yaitu iklim dan tanah.
3.1.6. Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C ratio)
Rasio penerimaan atas biaya (R/C ratio) menunjukan berapa besarnya penerimaan yang akan diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam produksi usahatani. Dengan kata lain, analisis rasio penerimaan atas biaya produksi dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif suatu
64
kegiatan usahatani. Artinya dari angka rasio penerimaan atas biaya tersebut dapat diketahui apakah usahatani menguntungkan atau tidak. Ukuran pendapatan usahatani dapat diukur dengan menggunakan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio analysis) yang didasarkan pada perhitungan secara finansial. Analisis ini menunjukan besar penerimaan usahatani yang akan diperoleh petani untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan untuk kegitan usahatani. Jika nilai R/C ratio meningkat itu menunjukan adanya peningkatan penerimaan. Jika nilai R/C > 1 berarti penerimaan yang diperoleh akan lebih besar daripada unit biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut. Sebaliknya, jika R/C < 1 maka tiap unit biaya yang dikelurkan akan lebih besar daripada penerimaan yang diperoleh. Jika R/C = 1 maka tiap biaya yang dikeluarkan akan sama dengan penerimaan yang diperoleh. Pendapatan usahatani merupakan selisih antara total penerimaan usahatani dengan total biaya yang dikeluarkan untuk produksi. Sehingga faktor yang mempengaruhi besarnya pendapatan usahatani bawang merah adalah total produksi bawang merah, harga bawang merah, total input yang digunakan serta harga input produksi yang berlaku. Hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani disajikan pada Gambar 4.
65
Pupuk
Bibit/Benih
Luas Lahan
Kesuburan Lahan
Obat-obatan
Produktivitas
Air
Produksi Total
Harga Bawang Merah
Total Biaya Produksi Bawang Merah
Penerimaan Usahatani Bawang Merah
Pendapatan Usahatani Bawang Merah
Tenaga Kerja
Gambar 4. Hubungan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Bawang Merah
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Pupuk merupakan input pertanian yang sangat penting. Pada usahatani bawang merah, petani melakukan pemupukan tiga sampai empat kali dalam satu musim tanam. Hal ini mengakibatkan kebutuhan pupuk sangat tinggi. Adanya kebijakan pemerintah untuk mengurangi subsidi input-input pertanian terutama pupuk mengakibatkan harga pupuk yang diterima petani semakin tinggi. Kenaikan harga pupuk ini menyebabkan biaya produksi bawang merah yang harus dikeluarkan petani semakin besar. Disisi lain, harga jual bawang merah yang diterima petani cenderung lebih rendah dari harga BEP. Sehingga pada akhirnya keuntungan yang diterima petani mengalami penurunan akibat adanya kenaikan biaya produksi. Kebijakan pengurangan subsidi pupuk yang berakibat pada naiknya harga pupuk menyebabkan petani mengurangi penggunaan pupuknya untuk mengurangi biaya produksi dan berharap tetap memperoleh keuntungan dari usahatani bawang merah yang dikelolanya. Penggurangan jumlah pupuk yang digunakan diduga akan berpengaruh pada produksi yang dihasilkan, dengan kata lain produksi bawang merah akan mengalami penurunan. Perubahan hasil produksi yang diperoleh akan berakibat pada perubahan pendapatan usahatani bawang merah dari sisi pwenerimaan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5, yakni faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan pendapatan usahatani bawang merah. Analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah analisis fungsi produksi yakni untuk mengetahui faktor produksi apa saja yang berpengaruh nyata terhadap
93
produksi. Kemudian dilakukan analisis efisiensi penggunan faktor produksi untuk mengetahui sudah efisien atau tidak usahatani bawang merah yang sudah dijalankan
di daerah penelitian. Setelah diketahui efisien atau tidaknya,
selanjutnya dilakukan analisis kombinasi input optimal. Pada penelitian ini juga dilakukan analisis usahatani bawang merah. Dari analisis ini diketahui penerimaan yang diterima oleh petani bawang merah dan jumlah biaya yang dikeluarkannya. Kemudian dilanjutkan dengan menganalisis pendapatan yang diterima petani yang dibedakan berdasarkan strata luas lahan garapan. Selanjutnya dilakukan analisis imbangan penerimaan dan biaya dari berusahatani bawang merah untuk mengetahui tingkat efisiensi dari sisi biaya yang dikeluarkan pada masing-masing strata.
94
Subsidi pupuk
Harga Pupuk
Biaya produksi
Penggunaan Pupuk
Produksi
Faktor Produksi: • Luas lahan • Tenaga kerja pria • Tenaga kerja wanita • Bibit • Pupuk kandang • Obat-obatan
Gambar
5.
Pendapatan Usahatani Bawang Merah
Penerimaan Usahatani Bawang Merah
Harga Bawang Merah
Kerangka Pemikiran Operasional Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi dan Pendapatan Usahatani Bawang Merah
95
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian mengenai tingkat pendapatan usahatani bawang merah dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dilaksanakan di Desa Sukasari Kaler Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive di dasarkan atas potensi desa yang akan diteliti yang disesuaikan dengan tujuan penelitian. Desa yang dipilih memiliki potensi dan mewakili karakter sebagai desa dengan economic base usahatani bawang merah. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 20 Januari sampai dengan tanggal 28 Februari 2007.
4.2. Metode Pengumpulan Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan responden melalui panduan kuisioner yang dilakukan melalui pendekatan pendapatan. Jenis data primer yang dikumpulkan dari petani antara lain umur, pendidikan formal, jumlah anggota keluarga, pengalaman usahatani bawang merah, luas lahan garapan, penggunaan input untuk usahatani bawang merah, Output yang diperoleh, pendapatan usahatani bawang merah, dan pendapatan usaha lain. Data sekunder diperoleh melalui data-data yang tersedia pada dinas-dinas dan instansi terkait, seperti Departemen Pertanian, Dinas Pertanian Kabupaten Majalengka, Biro Pusat Statistik Kabupaten Majalengka, Kecamatan Argapura
96
dan Instansi terkait lain. Data Sekunder juga diperoleh dari internet dan literaturliteratur terkait lainnya.
4.3. Metode Penarikan Sampel
Sampel yang akan menjadi objek dalam penelitian ini adalah rumah tangga petani yang kegiatan utamanya melaksanakan usahatani bawang merah. Pemilihan sampel petani dilakukan dengan menggunakan metode sampel acak (Random
Sampling). Untuk melakukan pengambilan sampel secara acak, terlebih dulu disiapkan daftar populasi (Sampling Frame) petani bawang merah yang ada di Desa Sukasari Kaler. Data ini diperoleh dari Data sekunder yang ada di desa. Daftar populasi ini terdiri dari nomor, nama dan alamat petani. Dari kerangka sampel ini selanjutnya dilakukan pengambilan sampel secara acak dengan menggunakan teknik angka acak (Random Number), nomor – nomor urut petani yang muncul secara acak itulah yang dijadikan sampel penelitian. Untuk kepentingan analisis yang dilakukan maka diambil 80 sampel petani bawang merah dari populasi sebesar 729 petani bawang merah yang ada di Desa Sukasari Kaler.
4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif digunakan untuk mengkaji tingkat pendapatan usahatani bawang merah, tingkat efisiensi usahatani bawang merah dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat produksi usahatani bawang merah. Metode analisis
97
yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis pendapatan usahatani dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat produksi usahatani. Dalam penelitian ini analisis data meliputi analisis pendapatan dan fungsi produksi yang dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupa kalkulator,
Microsoft Exel 2003 dan program komputer Minitab 13,1. 4.4.1. Metode Analisis Fungsi Produksi
Analisis fungsi produksi adalah analisis yang menjelaskan hubungan antara produksi dengan faktor-faktor produksi yang mempengaruhinya. Menurut Soekartawi (1986), untuk mengamati pengaruh beberapa faktor produksi tertentu terhadap output secara keseluruhan dalam keadaan yang sebenarnya adalah tidak mungkin. Oleh karena itu, hubungan antara faktor produksi dengan output perlu disederhanakan kedalam bentuk suatu model. Berbagai macam fungsi produksi telah dikenal dan dipergunakan oleh peneliti.Pada penelitian ini, fungsi produksi yang digunakan untuk menjelaskan parameter Y dan X adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Dengan menggunakan fungsi produksi produksi Cobb-Douglas secara langsung dapat diketahui keadaan
return to scale produksi tersebut, sehingga fungsi produksi lebih mudah untuk diduga. Sedangkan koefisien faktor-faktor produksi menunjukan elastisitas dari faktor produksi tersebut terhadap tingkat produksi yang dihasilkan. Analisis produksi dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas dilakukan dengan menetapkan terlebih dahulu faktor-faktor produksi yang digunakan dalam usahatani bawang merah. Setelah faktor-faktor produksi tersebut ditetapkan, selanjutnya disusun suatu model fungsi produksi untuk menduga
98
hubungan antara faktor-faktor produksi yang digunakan dengan jumlah produksi yang dihasilkan. Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam menganalisis usahatani bawang merah adalah luas lahan, tenaga kerja pria, tenaga kerja wanita, bibit, pupuk urea, pupuk kandang, dan obat-obatan. Model fungsi produksi Cobb-Douglas yang digunakan dalam penelitian ini secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:
Y = a X 1b1 X 2b 2 X 3b 3 X 4b 4 X 5b 5 X 6b 6 X 7b 7 e u
(4.1)
Untuk memudahkan dalam menganalisis serta menduga koefisien dari fungsi produksi
tersebut,
maka
model
dapat
diubah
kedalam
bentuk
linier
logaritma.Sehingga model fungsi produksi bawang merah dapat ditulis sebagai berikut: Ln Y = Ln a + b1 Ln X 1 + b2 Ln X 2 + b3 LnX 3 + .......... + b7 LnX 7 + u Dimana: Y a bi X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 u
= hasil produksi bawang merah (kg) = koefisien intersep = parameter peubah ke-i, dimana i=1,2,3,…,7 = luas lahan (Ha) = tenaga kerja pria (HOK) = tenaga kerja wanita (HOK) = bibit (Kg) = pupuk buatan (Kg) = pupuk kandang (Kg) = obat-obatan (Kg) = unsur galat
(4.2)
99
Dalam menyelesaikan atau menduga koefisien dari fungsi produksi tersebut maka salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode kuadrat terkecil (OLS = Ordinary Least Square). Selanjutnya persamaan regresi tersebut dianalisis untuk memperoleh nilai t-hitung, P-value, F-hitung dan R2. Nilai t-hitung dan P-value digunakan untuk untuk menguji secara statistik apakah koefisien regresi dari masing-masing parameter bebas (Xn) yang dipakai, secara terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadapa parameter tidak bebas (Y). Apabila t-hitung lebih besar dari t-tabel atau P-value < α, berarti parameter yang diuji berpengaruh nyata terhadap parameter tidak bebas, dan bila t-hitung < t-tabel atau P-value > α , berarti parameter yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap parameter tidak bebasnya. Nilai F-hitung digunakan untuk melihat apakah parameter bebas yang digunakan (X1, X2, X3,X4, X4, X5, X6, X7) secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap parameter tidak bebas. Bila F-hitung < F-Tabel, maka parameter bebas yang dipakai dalam analisis tersebut secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap parameter tidak bebas. Nilai R2 digunakan untuk melihat sejauh mana besar keragaman yang diterangkan oleh parameter bebas terhadap parameter tidak bebas. Apabila tidak terdapat koefisien regresi yang nyata pada taraf uji tertentu dan nilai koefisien korelasi lebih besar dari 0,8 berarti model yang digunakan mengalami multikolonieritas, yaitu terjadi korelasi linier yang erat antar parameter bebas. Untuk mengatasi adanya masalah multikolinieritas, koefisien regresi dapat diduga dengan metode Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis
100
Methode).Pengujian-pengujian yang dilakukan dalam hal ini adalah pengujian model penduga dan pengujian terhadap parameter regresi. 1.
Pengujian terhadap model penduga Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah model penduga
yang diajukan sudah tepat untuk menduga parameter dan fungsi produksi. Hipotesis: H0 : b1 = b2 = ..... = b7 = 0 H1 : Setidaknya ada satu bi ≠ 0 Uji statistik yang digunakan adalah uji F F − hitung =
R 2 / (k − 1) 1− R2 (n − k )
(
)
(4.3)
Dimana: R2
= koefisien determinasi
k
= jumlah parameter
n
= jumlah pengamatan (contoh)
Kriteria Uji: F-hitung > F-Tabel (k-1,n-k) Æ Tolak H0 F-hitung < F-Tabel (k-1,n-k) Æ Terima H0 Jika H0 ditolak berarti paling sedikit ada satu peubah bebas (X) yang digunakan berpengaruh sighifikan terhadap peubah tak bebas. Apabila H0 ditolak, maka garis regresi linier berganda yang bersangkutan dapat digunakan untuk memperkirakan/meramalkan peubah tak bebas (Y). Sebaliknya jika H0 diterima
101
berarti tidak ada peubah bebas yang digunakan yang berpengaruh signifikan terhadap peubah tak bebas. Apabila H0 diterima maka garis linier regresi linier berganda
yang
bersangkutan
tidak
dapat
digunakan
untuk
memperkirakan/meramalkan Y. Untuk melihat sejauh mana variasi peubah tak bebas (Y) dijelaskan oleh peubah bebas (Xi) dapat dilihat dari besarnya nilai koefisien determinasi (R2). Koefisien determinasi dapat dirumuskan sebagai berikut:
R2 = 1−
SSE SST (4.4)
R2 =
SSR SST
Dimana : SST : Jumlah kuadrat total SSE : Jumlah kuadrat galat/eror SSR : Jumlah kuadrat regresi Nilai R2 bergerak antara nol sampai dengan satu atau dalam notasi matematis ditulis sebagai 0 ≤ R2 ≤1. Jika R2 sama dengan satu berarti bahwa sumbangan peubah bebas secara bersama-sama terhadap variasi peubah tak bebas adalah seratus persen. Hal ini berarti bahwa seluruh variasi pada peubah tak bebas dijelaskan oleh model. 2.
Pengujian koefisien regresi Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah setiap peubah bebas
berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebas.
102
Hipotesa : H0 : bi = 0 H1 : bi > 0
; i = 1,2,3,…..,7
Uji statistik yang digunakan adalah uji t. t − hitung =
bi S bi
(4.5)
Dimana: bi
= koefisien regresi ke-i yang diduga
Sbi = standar deviasi koefisien regresi ke-i yang diduga Kriteria uji: t-hitung < t-tabel (α,n-k)
Æ Terima H0
t-hitung > t-tabel (α,n-k)
Æ Tolak H0
Jika H0 ditolak, artinya peubah Xi berpengaruh signifikan terhadap peubah tak bebas Y. Sebaliknya, jika H0 diterima maka peubah bebas
Xi tidak
berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebas Y. 4.4.2.Metode Analisis Efisiensi Ekonomi
Efisiensi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sebagai suatu penggunaan input yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan penerimaan yang sebesar-besarnya. Keadaan ini dapat terjadi jika nilai produk marjinal (NPM) sama dengan biaya korbanan marjinal (BKM), atau dengan kata lain rasio antara NPM dan BKM sama dengan satu. Tapi dalam kenyataan, nilai rasio ini tidak selalu sama dengan satu. Adapun yang sering terjadi adalah sebagai berikut:
103
• Nilai rasio NPM dan BKM lebih besar dari satu (NPM/BKM > 1), ini artinya penggunaan belum efisien, input perlu ditambah untuk mencapai efisien. • Nilai rasio NPM dan BKM lebih kecil dari satu (NPM/BKM < 1), yang berarti penggunaan input tidak efisien, input perlu dikurangi agar menjadi efisien. 4.4.3. Metode Analisis Pendapatan Usahatani
Analisis pendapatan usahatani dilakukan dengan melihat selisih antara penerimaan dan pengeluarannya. Data yang dibutuhkan dalam menganalisis tingkat pendapatan usahatani adalah data penerimaan dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk usahatani. Penerimaan dalam usahatani bawang merah adalah nilai produk total usahatani yang terdiri dari produk yang dijual, produk yang dikonsumsi sendiri dan produk yang disimpan untuk bibit. Biaya adalah segala sesuatu yang dikeluarkan untuk usahatani, meliputi biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Pendapatan dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Metode perhitungan pendapatan usahatani dapat dilihat pada Tabel 6. Pendapatan atas biaya tunai secara umum dapat dituliskan sebagai berikut: Y = TR – Bt
(4.6)
Dimana: Y
= Tingkat pendapatan tunai atau keuuntungan tunai usahatni
TR
= Penerimaan total usahatani
Bt
= Biaya tunai
104
Sedangkan untuk perhitungan pendapatan atas biaya total adalah sebagai berikut: Y = TR – BT
(4.7)
Dimana: Y
= Tingkat pendapatan total atau keuuntungan total usahatni
TR
= Penerimaan total usahatani
BT
= Biaya total (biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan).
4.4.4. Metode Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio)
Untuk melihat keuntungan relatif usahatani bawang merah dilakukan penghitungan nilai imbangan antara penerimaan dengan biaya. Nilai imbangan ini terdiri dari nilai imbangan penerimaan terhadap biaya total dan nilai imbangan penerimaan terhadap biaya tunai. Nilai imbangan merupakan rasio dari penerimaan terhadap biaya. Dapat ditulis sebagai berikut :
Total Penerimaan R atas biaya total = C Total Biaya
(4.8)
dan R Total Penerimaan atas biaya tunai = C Biaya Tunai
(4.9)
105
Tabel 6. Metode Perhitungan Pendapatan Usahatani Uraian
Jumlah fisik
Harga Satuan
Nilai (Rupiah)
1. Penerimaan a. Dijual
(1)
b. Dikonsumsi sendiri
(2)
c. Disimpan untuk bibit
(3)
Total Penerimaan
(1) + (2) +(3) = (4)
2. Pengeluaran A. Biaya Tunai a. Benih b. Pupuk - Urea - ZA - NPK - KCl - Pupuk Kandang - ..................... - .................... - ..................... c. Obat-obatan d. Tenaga Kerja e. ..................... Total Biaya Tunai
(5)
B. Biaya Diperhitungkan a. Sewa Lahan b. Penyusutan c. Tenaga Kerja Keluarga d. ......................... Total Biaya Diperhitungkan Total Pengeluaran
(6) (5) + (6) = (7)
3.a. Pendapatan Atas Biaya Total
(1) – (7)
b. Pendapatan Atas Biaya Tunai
(1) – (5)
4.a. R/C Atas Biaya Total
(1) / (7)
b. R/c Atas Biaya Tunai
(1) / (5)
Persentase
106
4.4.5. Metode Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas digunakan untuk menguji kepekaan terhadap perubahan komponen biaya, harga output, dan tingkat suku bunga. Dalam penelitian ini, analisis sensitivitas hanya dilakukan untuk menguji kepekaan finansial usahatani bawang merah akibat perubahan harga pupuk. Perubahanperubahan yang diujikan adalah peningkatan harga pupuk dari 10 persen sampai 50 persen akibat adanya pencabutan subsidi pupuk oleh pemerintah.
4.5. Batasan Operasional
Dalam penelitian ini variabel yang diduga berpengruh terhadap produksi usahatani bawang merah (Y) adalah luas lahan (X1), tenaga kerja pria (X2), tenaga kerja wanita (X3), bibit (X4), pupuk urea (X5), pupuk kandang (X6) dan obatobatan (X4). Secara jelas diuraikan sebagai berikut: 1. Output / produksi (Y) Produksi bawang merah adalah total produksi pada sebidang tanah dengan luasan tertentu dalam satu tahun dalam satuan kilogram. Harga jual adalah harga yang diterima petani pada saat panen di daerah penelitian. Harga diukur dalam satuan rupiah. 2. Luas Lahan (X1) Luas lahan adalah yang dimaksud adalah luasan bidang tempat petani melakukan usahatani dalam satu tahun, diukur dalam satuan hektar. Biaya korbanan marjinalnya adalah sewa lahan satu hektar selama musim tanam.
107
3. Tenaga kerja pria (X2) Tenaga kerja pria adalah jumlah tenaga kerja pria yang digunakan dalam proses produksi selama musim tanam baik berasal dari dalam keluarga maupun luar keluarga. Tenaga kerja yang digunakan diukur dalam satuan HOK (Hari Orang Kerja). Satu HOK sama dengan satu HKP (Hari Kerja Pria). Biaya korbanan marjinalnya adalah tingkat upah yang dikeluarkan dalam satu hari kerja. 4. Tenaga kerja wanita (X3) Tenaga kerja wanita adalah jumlah tenaga kerja wanita yang digunakan dalam proses produksi selama musim tanam baik berasal dari dalam keluarga maupun luar keluarga. Tenaga kerja wanita yang digunakan diukur dalam satuan HOK (Hari Orang Kerja). Satu HKW (Hari Kerja Wanita) sama dengan 0,8 HOK. Biaya korbanan marjinalnya adalah tingkat upah yang dikeluarkan dalam satu hari kerja. 5. Bibit (X4) Bibit adalah jumlah bibit yang ditanam petani untuk luas lahan tertentu pada musim tanam dan diukur dalam satuan kilogram. Biaya korbanan marjinalnya adalah harga bibit dalam satu kilogram. 6. Pupuk urea (X5) Input pupuk urea adalah jumlah pupuk urea yang digunakan dalam proses produksi dalam musim tanam dan diukur dalam satuan kilogram. Biaya korbanan marjinalnya adalah harga pupuk urea dalam satu kilogram.
108
7. Pupuk kandang (X6) Input pupuk kandang adalah jumlah pupuk kandang yang digunakan dalam proses produksi dalam musim tanam dan diukur dalam satuan karung. Biaya korbanan marjinalnya adalah harga pupuk kandang dalam satu karung. 8. Obat-obatan (X7) Input obat-obatan adalah jumlah obat-obatan pemberantas hama dan penyakit yang digunakan dalam proses produksi dalam musim tanam dan diukur dalam satuan kilogram. Biaya korbanan marjinalnya adalah harga obat-obatan dalam satu kilogram.
109
V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
5.1. Karakterirtik Wilayah
Kabupaten Majalengka secara geografis terletak antara 108°61’ - 109°48’ Bujur Timur (BT) dan 6°14’ - 7°24’ Lintang Selatan (LS), dengan ketinggian berkisar antara 25 – 2.000 meter diatas permukaan laut (dpl). Wilayahnya berbatasan dengan Kabupaten Indramayu disebelah Utara, Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Kuningan disebelah Timur, Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Tasikmalaya disebelah Selatan, serta Kabupaten Sumedang disebelah Barat. Jumlah penduduk Kabupaten Majalengka sebanyak 1.185.000 jiwa dengan kepadatan penduduk 984 jiwa per kilometer persegi. Kabupaten Majalengka terdiri atas 23 kecamatan dengan 318 desa dan 13 kelurahan dengan luas wilayah 102.424 hektar yang terdiri dari 50.925 hektar sawah dan 69.499 hektar lahan non sawah. Adapun penggunaan tanah di Kabupaten Majalengka selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 7. Pada Tabel 7 terlihat bahwa sebagian besar lahan kering (non sawah) digunakan sebagai tegal atau kebun yakni sebesar 24.250 hektar (20,14 persen) dan hutan negara sebesar 20.140 hektar (16,72 persen). Sementara untuk pada lahan sawah, penggunaan terbesar pada lahan pertanian dengan irigasi teknis yaitu sebesar 17.453 hektar (14,49 persen) dan lahan tadah hujan sebesar 12.895 hektar (10,71 persen). Besarnya areal pertanian di lahan tadah hujan menunjukan bahwa keberhasilan pertanian yang ada masih sangat tergantung dengan faktor alam yakni ketersediaan air hujan untuk pengairan tanaman.
110
Tabel 7. Luas Tanah Menurut Penggunaannya Di Kabupaten Majalengka Tahun 2004 Jenis Penggunaan Lahan 1. Lahan Sawah a. Irigasi teknis b. Irigasi 1/2 teknis c. Irigasi sederhana d. Irigasi Non PU e. Tadah hujan 2. Lahan Non Sawah a. Pekarangan/bangunan b. Tegal/kebun c. Ladang/huma d. Pengembalaan e. Rawa f. Kolam/empang g. Perkebunan h. Hutan rakyat i. Hutan negara j. Sementara tidak diusahakan k. Lainnya TOTAL
Luas (ha)
Persentase (%)
17.453 7.880 5.819 6.878 12.895
14.49 6.54 4.83 5.71 10.71
12.336 24.250 45 1.281 105 588 214 3.884 20.140 230 6.426 120.424
10.24 20.14 0.04 1.06 0.09 0.49 0.18 3.23 16.72 0.19 5.34 100.00
Sumber: BPS Kabupaten Majalengka, 2004
Kecamatan Argapura berada di wilayah Kabupaten Majalengka. Jarak Kecamatan Argapura dari ibukota kabupaten adalah 15 km dengan wilayah seluas 6.056 Ha dengan ketinggian 857 meter diatas permukaan laut. Jumlah penduduk kecamatan Argapura sebanyak 33.421 jiwa yang terdiri dari 16.686 jiwa penduduk laki-laki dan 16.735 jiwa penduduk perempuan dengan tingkat kepadatan penduduk 552 jiwa per kilometer persegi. Batas administratif Kecamatan Argapura sebelah utara adalah Kecamatan Sukahaji dan Kecamatan Rajagaluh, Kecamatan Banjaran disebelah selatan, Kecamatan Maja disebelah barat dan disebelah timur dengan Kabupaten Kuningan. Kecamatan Argapura terdiri dari 14 desa, 105 rukun warga dan 211
111
rukun tetangga. Pusat pemerintahan Kecamatan Argapura berada di Desa Sukasari Kidul. Desa Sukasari Kaler terletak di Kecamatan Argapura. Jarak dari ibukota kecamatan sekitar 0,5 kilometer. Desa ini berbatasan dengan Desa Tegal Sari disebelah utara, Desa Sukasari Kidul disebelah Selatan, Desa Cibunut disebelah Timur dan Desa Sadasari disebelah barat. Desa Sukasari Kaler terdiri dari 12 RW dan 24 RT, dengan luas wilayah sekitar 267,446 hektar. Desa ini memiliki topografi lahan berupa lahan lereng pegunungan yang berada pada ketinggian sekitar 700 meter diatas permukaan laut. Ketinggian ini merupakan ketinggian ideal yang memungkinkan bawang merah berproduksi secara optimal. Wilayah Desa Sukasari Kaler sebagian besar digunakan sebagai lahan pertanian dengan komoditas andalan berupa sayuran yakni bawang merah, bawang daun dan seledri. Areal pertanian yang ada di Desa Sukasari Kaler terbagi menjadi dua yaitu sawah dan kebun (tadah hujan). Penduduk setempat biasa menyebut kebun/ladang dengan istilah leuweung (hutan) karena letaknya di lereng gunung. Sawah biasanya ditanami tiga kali dalam setahun dengan pola pergiliran tanam yaitu padi, sayuran (bawang daun, bawang merah, atau lainnya), palawija (ubi jalar, jagung atau lainnya). Sedangkan ladang biasanya hanya ditanami dua kali dalam setahun yakni dengan bawang merah dengan teknik tumpang sari dengan sayuran lain. Adapun pada musim kemarau biasanya dibiarkan kosong atau ditanami dengan ubi jalar.
112
5.2. Penduduk dan Mata Pencaharian
Penduduk Desa Sukasari Kaler pada tahun 2006 berjumlah 3.444 jiwa dengan 1.066 kepala keluarga yang terdiri dari 1.717 jiwa penduduk laki-laki dan 1.727 jiwa penduduk pereempuan. Jumlah penduduk menurut umur dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Usia Di Desa Sukasari Kaler Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka Tahun 2006 Golongan Umur (tahun)
Jumlah (Jiwa)
Persentase (%)
0 – 10
671
19.45
11 – 20
606
17.57
21 – 30
567
16.43
31 – 40
390
11.30
41 – 50
432
12.52
> 50
784
22.72
3450
100.00
Jumlah
Sumber: Data Potensi Desa Sukasari Kaler Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka, 2006
Berdasarkan Tabel 8. dapat dilihat bahwa penduduk Desa Sukasari Kaler paling banyak adalah penduduk dengan golongan umur diatas 50 tahun yakni sebesar 784 jiwa (22,72 persen). Sedangkan penduduk paling sedikit pada golongan umur 31 – 40 tahun yakni sebesar 390 jiwa (11, 30 persen). Golongan usia tidak produktif (golongan umur 0 – 15 tahun dan golonngan umur > 50) di Desa Sukasari Kaler cukup besar yakni 1.757 jiwa (50,93 persen). Sementara golongan usia produktif usia 16 – 55 tahun berjumlah 1.865 jiwa (50.06 persen). Sebagian besar penduduk Desa Sukasari Kaler adalah lulusan sekolah dasar yakni sebanyak 2.255 orang (66,01 persen). Terdapat 46 orang (1,35 persen)
113
merupakan tamatan akademi/perguruan tinggi. Pada Tabel 9 terlihat bahwa penduduk Desa Sukasari Kaler yang tidak pernah mengenyam pendidikan formal cukup besar yakni 103 orang (3,02 persen). Begitu juga yang tidak tamat sekolah dasar juga cukup besar yakni 368 orang (10,77 persen). Dari Tabel 9 terlihat bahwa kesadaran penduduk akan pentingnya pendidikan masih kurang. Tabel 9. Tingkat Pendidikan Penduduk Di Desa Sukasari Kaler Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka Dirinci Menurut Keadaan Akhir Tahun 2006 Tingkat Pendidikan
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
Belum sekolah
421
12.32
Tidak pernah sekolah (usia 7 – 45 tahun)
103
3.02
Pernah SD tapi Tidak Tamat
368
10.77
2.255
66.01
Tamat SLTP
127
3.72
Tamat SLTA
96
2.81
Tamat Akademi/Perguruan Tinggi
46
1.35
3.416
100.00
Tamat SD
Jumlah
Sumber: Data Potensi Desa Sukasari Kaler Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka, 2006
Penduduk Desa Sukasari Kaler memiliki beragam jenis pekerjaan seperti yang terlihat pada Tabel 10 Sektor pekerjaan yang digeluti oleh penduduk antara lain : pertanian, industri, pemerintahan, perdagangan dan lain-lain. Sebagian besar penduduk bekerja pada sektor pertanian, yaitu 729 orang (43,50 persen) bekerja sebagai petani dan 446 orang (26,61 persen) sebagai buruh tani.
5.3. Sarana dan Prasarana
Jalur perhubungan di Kecamatan Argapura menggunakan jalur darat berupa jalan aspal walaupun beberapa jalan yang menghubungkan antara satu
114
desa dengan desa lainnya berupa jalan yang diperkeras. Alat transportasi yang ada di Kecamatan Argapura berupa: minibus, truk umum, sepeda motor, mobil bak terbuka dan sepeda. Adanya sarana dan prasarana tranportasi yang baik mempermudah pembelian input dan penjualan output pertanian. Tabel 10. Mata Pencaharian Pokok Penduduk Di Desa Sukasari Kaler Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka Tahun 2006 Jenis Pekerjaan
Jumlah (Orang)
Persentae (%)
Petani
729
43.50
Buruh tani
446
26.61
Karyawan Swasta
14
0.84
PNS
56
3.34
5
0.30
Sopir
36
2.15
Pengrajin
79
4.71
Pedagang
279
16.65
Montir
32
1.91
Lainnya
39
2.33
1.676
100.00
TNI/POLRI
Jumlah
Sumber: Data Potensi Desa Sukasari Kaler Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka, 2006
Sarana transportasi yang ada di Desa Sukasari Kaler adalah ojeg, truk umum, angkutan umum (mobil bak terbuka) dan sepeda. Angkutan umum (mobil bak terbuka tidak beroperasi setiap hari, hanya pada hari-hari pasar saja yakni hari rabu dan jum’at. Alat transportasi yang penting di Desa ini adalah sepeda motor. Sebagian besar penduduk Desa Sukasari Kaler memiliki sepeda motor sebagai alat transportasi yakni sebanyak 268 kepala keluarga. Pada tahun 2005 pernah ada angkutan pedesaan tapi sekarang sudah tidak ada lagi. Hal itu terjadi karena angkutan pedesaan yang beroperasi mengalami
115
kerugian dan kurang disukai. Penduduk lebih menyukai mobil bak terbuka dengan alasan bisa mengangkut sayuran yang akan dipasarkan dalam jumlah lebih besar. Jalan yang ada di Desa Sukasari Kaler sebagian besar merupakan jalan aspal dengan kondisi masih baik. Hanya sebagian kecil saja yang masih berupa jalan tanah yakni sekitar 0,8 kilometer. Jalan yang menghubungkan dengan desa lainnyapun berupa jalan aspal. Jembatan yang ada di desa ini kondisinya cukup baik karena berupa jembatan beton. Sehingga akses desa ini terhadap daerah disekitarnya tidak mengalami kesulitan. Desa Sukasari Kaler sebagai desa agraris tentu sangat membutuhkan adanya sarana irigasi untuk keberhasilan pertaniannya. Sarana irigasi yang ada di desa ini meliputi saluran primer, saluran sekunder dan saluran tersier. Kondisi saluran irigasi ini cukup baik (Tabel 11). Sarana dan prasarana perekonomian yang ada berupa Koperasi Unit Desa (KUD). Sedangkan pasar sebagai pusat kegiatan ekonomi tidak ada di Desa Sukasari Kaler. Sehingga untuk melakukan transaksi ekonominya penduduk biasanya pergi ke pasar terdekat yang ada di Kecamatan Maja. Jarak tempuh menuju pasar ini dari pusat desa sekitar dua puluh menit dengan menggunakan sepeda motor. Pasar ini cukup ramai dan ada setiap hari, hanya saja ada hari-hari tertentu yang sangat ramai yakni pada rabu dan jum’at dimana dikenal dengan hari pasar. Pasar maja merupakan pusat perdagangan sayuran untuk petani di daerah Kecamatan Maja, Kecamatan Argapura dan sekitarnya. Dari pasar ini kemudian sayuran dikirim ke berbagai tujuan seperti Jakarta, Bogor dan lain-lain.
116
Tabel 11. Kondisi Saluran Irigasi Di Desa Sukasari Kaler Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka Tahun 2006 Jenis Saluran
Kondisi
Panjang Saluran (Meter)
Baik
Rusak
Saluran Primer
4500
4000
500
Saluran Sekunder
8200
7300
900
Saluran Tersier
7600
7400
200
Sumber: Data Potensi Desa Sukasari Kaler Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka, 2006
Sarana dan prasarana pendidikan yang ada di Desa Sukasari Kaler berupa gedung TK, SD dan Lembaga Pendidikan Keagamaan serta guru dapat dilihat pada Tabel 12. Gedung SLTP adanya di Kecamatan dan SLTA ada di Kecamatan Maja sedangkan di Kecamatan Argapura belum ada SLTA. Sarana ibadah yang ada di Desa Sukasri Kaler adalah mesjid dan mushola.
Tabel 12. Jumlah Gedung dan Guru di Berbagai Jenjang Pendidikan Di Desa Sukasari Kaler Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka Tahun 2006 Jenjang Pendidikan
Jumlah Sekolah
Jumlah Guru
TPA
2
4
TK
1
4
SD/Sederajat
3
32
Lembaga Pendidikan Agama (Pesantren)
2
4
Jumlah
8
44
Sumber: Data Potensi Desa Sukasari Kaler Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka, 2006
117
5.4. Karakteristik Petani Responden 5.4.1. Umur Petani Responden
Berdasarkan umurnya, petani responden yang mengusahakan tanaman bawang merah dikelompokkan menjadi 5 kelompok, yaitu usia 21 – 30 tahun, 3140 tahun, 41 – 50 tahun, 51 – 60 tahun dan > 60 tahun. Jumlah dan persentase dari masing-masing kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Jumlah Responden Usahatani Bawang Merah Berdasarkan Umur Di Desa Sukasari Kaler Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka Kelompok Umur (tahun) 21- 30 31 – 40 41 – 50 51 – 60 > 61 Jumlah
Jumlah Responden 3 19 25 23 10 80
Persentase (%) 3.75 23.75 31.25 28.75 12.50 100.00
Sumber: Data Primer diolah, 2007
Dari Tabel 13, terlihat bahwa jumlah petani responden terbesar berada pada kelompok usia 41 – 50 tahun, yaitu sebanyak 25 responden (31,25 persen). Kemudian diikuti kelompok usia 51 – 60 tahun sebanyak 23 responden (28,75 persen). Jumlah petani responden peringkat ke tiga dan empat berturut–turut pada kelompok usia 31 – 40 tahun dan > 60 tahun yaitu sebanyak 19 responden (23,75 persen) dan 10 responden (12,50 persen). Sisanya, sebanyak tiga responden (3,75 persen) berada pada kelompok usia 21 – 30 tahun. Hal ini menunjukan bahwa rata-rata petani responden berusia setengah baya, sebab sebagian besar penduduk yang berusia muda merantau dan jarang yang mau meneruskan usaha oarang tuanya untuk menjadi petani. Para pemuda yang merantau umumnya melihat hasil
118
yang lebih besar dengan merantau ke kota daripada menjadi petani. Sebagian pemuda lain lebih memilih menjadi pedagang hasil pertanian.
5.4.2. Pendidikan Formal dan Pengalaman Bertani Petani Responden
Tidak semua responden mengenyam pendidikan formal atau bangku sekolah dan dapat berbahasa Indonesia dengan baik. Secara lengkap tingkat pendidikan formal responden dapat dilihat pada Tabel 14. Dari Tabel 14 terlihat bahwa petani responden yang tidak mengenyam pendidikan (Tidak Sekolah) sebanyak sebelas responden (13,75 persen) dan petani yang mengenyam pendidikan sebanyak 69 responden (86,25 persen). Pada umumnya petani responden berpendidikan tamat SD dan tidak tamat SD yaitu berturut-turut sebanyak 47 responden (58,75 persen) dan 20 responden (25,00 persen). Sisanya, yaitu dua orang responden tamat SLTP.
Tabel 14. Jumlah Responden Usahatani Bawang Merah Berdasarkan Tingkat Pendidikan Di Desa Sukasari Kaler Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka Tingkat Pendidikan
Jumlah Responden
Persentase (%)
Tidak Sekolah
11
13.75
Tidak Tamat SD
20
25.00
Tamat SD
47
58.75
Tamat SLTP/sederajat
2
2.50
Jumlah
80
100.00
Sumber: Data Primer diolah, 2007
Walaupun ada sebagian responden yang tidak sekolah dan tidak tamat SD, namun tidak berarti pengetahuan dan pengalaman mereka dalam berusahatani bawang merah kurang. Sebab, responden umumnya sudah terjun dalam usahatani
119
bawang merah lebih dari lima tahun, bahkan sebagian besar dari responden sudah mulai bertanam bawang merah dari kecil sambil membantu orang tua. Pengetahuan berusahatani bawang merah lebih banyak diperoleh dari proses belajar dari orang tua mereka daripada melalui penyuluhan pertanian yang diberikan oleh PPL. Mereka masih sukar untuk menerima saran dari PPL, sebab menurut mereka apa yang disarankan kadang tidak bisa meningkatkan hasil produksinya.
5.4.3. Luas dan Status Pengusahaan Lahan
Luas lahan yang digunakan petani responden untuk mengusahakan usahatani bawang merah cukup beragam tergantung lahan yang dimiliki dan kemampuan responden tersebut. Namun, dari seluruh responden lahan yang digunakan merupakan lahan milik sendiri tanpa sewa kepada orang lain yang merupakan warisan dari orang tua atau dari usaha membeli sendiri. Dalam penelitian mengenai tingkat pendapatan usahatani bawang merah, petani di kategorikan menjadi tiga kategori yaitu petani yang mengusahakan usahatani bawang merah pada lahan sempit, petani yang mengusahakan pada lahan sedang dan petani yang mengusahakan lahan luas. Dasar pengkategorian luas lahan ini adalah dengan menggunakan kriteria luas lahan rata-rata dan standar deviasi. Luas lahan sempit yakni luas lahan rata-rata dikurangi 0,25 standar deviasi. Sedangkan kategori lahan luas adalah luas lahan rata-rata ditambah 0,25 standar deviasi. Rata-rata luas lahan usahatani bawang merah dari seluruh responden adalah 0,737 hektar. Sedangkan nilai standar deviasi dari luas lahan adalah 0,447 hektar. Sehingga diperoleh bahwa lahan yang kurang dari 0,626
120
hektar adalah lahan sempit, luas lahan antara 0,626 hektar sampai 0,849 hektar adalah lahan sedang dan lahan yang memiliki luas lebih dari 0,849 hektar adalah lahan luas. Pada Tabel 15 terlihat bahwa petani bawang merah di desa Sukasari Kaler sebagian besar termasuk dalam kategori petani dengan luas lahan sempit yakni sebanyak 37 responden (46,25 persen). Sementara petani dengan kepemilikan lahan keategori luas sebanyak 25 responden (31,25 persen). Dan sisanya yakni 18 responden (22,50 persen) memiliki lahan dengan kategori luas lahan sedang. Lahan sempit memiliki luas lahan rata-rata sebesar 0,380 hektar dengan luas minimum 0,042 hektar dan luas maksimum sebesar 0,607 hektar. Sementara luas lahan rata-rata pada kategori lahan sedang adalah 0,735 hektar dengan luas minimum 0,629 hektar dan luas maksimum 0,847 hektar. Dan pada kategori lahan luas, luas rata-ratanya adalah 1,268 hektar dengan luas minimum 0,868 hektar dan luas maksimum 2,037 hektar.
Tabel 15. Luasan Lahan yang Diusahakan Responden pada Usahatani Bawang Merah Di Desa Sukasari Kaler Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka Kategori
Luas Lahan
Jumlah
Lahan
(Ha)
Responden
Persentase
Luas Rata-rata
Luas
Luas
Minimum Maksimum
Sempit
< 0,626
37
46,25
0,380
0,042
0,607
Sedang
0,626 - 0,849
18
22,50
0,735
0,629
0,847
Luas
> 0,849
25
31,25
1,268
0,868
2,037
80
100,00
Jumlah Sumber: Data Primer diolah, 2007
Berdasarkan Tabel 15 dapat dilihat bahwa sebagian besar petani mengusahakan usahatani bawang merah pada lahan kurang dari 0,626 hektar yaitu sebanyak 37 responden (46,25 persen). Hal ini menunjukan bahwa di daerah
121
penelitian masih banyak petani yang termasuk petani kecil. Ini juga disebabkan karena lahan yang dimiliki petani dilereng gunung yang kadang sulit untuk dijangkau sehingga tidak ditanami bawang merah melainkan dengan tanaman lain seperti pohon-pohonan yang diambil kayunya.
5.4.4. Jumlah Tanggungan Keluarga
Jumlah tanggungan keluarga yang ditanggung responden sebagian besar berjumlah tiga orang yang meliputi istri dan dua orang anak. Responden yang memiliki jumlah tangguangan keluarga tiga orang sebanyak 27 responden (33,75 persen). Kemudian responden yang memiliki tanggungan keluarga sebanyak dua orang ada 24 responden (30,00 persen). Peringkat ketiga dan keempat berturutturut responden yang memiliki empat orang tanggungan dan satu orang tanggungan yakni 14 responden (17,50 persen) dan 11 responden (13,75 persen). Sisanya, yakni 4 responden (5,00 persen) memiliki tanggungan keluarga lebih dari empat orang. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Jumlah Tanggungan Keluarga Responden Usahatani Bawang Merah Di Desa Sukasari Kaler Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka Jumlah Tanggungan Keluarga (Orang) 1 2 3 4 >4 Jumlah Sumber: Data Primer diolah, 2007
Jumlah Responden
Persentase (%)
11 24 27 14 4 80
13.75 30.00 33.75 17.50 5.00 100.00
122
VI. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BAWANG MERAH
6.1. Analisis Faktor-faktor Produksi Usahatani Bawang Merah
Pada analisis fungsi produksi tidak dibedakan berdasarkan strata luas lahan karena diduga hasilnya tidak berbeda. Hal ini dikarenakan data yang digunakan adalah data rata-rata dari seluruh responden dan model fungsi produksi yang digunakanpun sama. Model fungsi produksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap produksi usahatani bawang merah adalah di Desa Sukasari Kaler Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka adalah luas lahan (X1), tenaga kerja pria (X2), tenaga kerja wanita (X3), bibit (X4), pupuk buatan (X5), pupuk kandang (X6) dan obat-obatan (X7). Variabel-variabel tersebut dianalisis dengan menggunakan Minitab Realeas 13.20. Hasil analisis regresi linier fungsi produksi Cobb-Douglas dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Tabel 17. Berdasarkan data pada Tabel 17, maka model fungsi produksi CobbDouglas usahatani bawang merah di Desa Sukasari Kaler dapat diduga dengan persamaan sebagai berikut: Ln Y = 4,99 + 0,577 Ln X1 - 0,0826 Ln X2 + 0,176 Ln X3 + 0,427 Ln X4 + 0,199 Ln X5 - 0,0542 Ln X6 - 0,205 Ln X7
Pada persamaan tersebut terlihat bahwa ada koefisien dari variabel bebas yang bernilai negatif. Ini menggambarkan bahwa usahatani bawang merah ini berada pada daerah II dan III. Sedangkan secara teori ekonomi bahwa fungsi produksi Cobb-Douglas hanya mampu menjelaskan fungsi produksi yang berada pada daerah I dan II atau pada daerah yang mempunyai elastisitas produksi yang
123
positif. Sehingga persamaan fungsi produksi tersebut tidak dapat dipakai untuk menggambarkan kondisi sebenarnya.
Tabel 17. Hasil Pendugaan Variabel Fungsi Produksi Bawang Merah Variabel
Koefisien
Std Error
T hitung
P-value
Konstanta
4,9895
0,9399
5,31
0,000
Luas lahan (X1)
0,5767
0,1664
3,47
0,001
98,8
Tenaga kerja pria (X2)
-0,0826
0,0500
-1,65
0,103
4,9
Tenaga kerja wanita (X3)
0,1757
0,0494
4,56
0,001
8,4
Bibit (X4)
0,4275
0,0609
7,01
0,000
22,4
Pupuk buatan (X5)
0,1992
0,1281
1,56
0,124
67,8
Pupuk kandang (X6)
-0,0542
0,0532
-1,02
0,312
7,9
Obat-obatan (X7)
-0,2053
0,0688
-2,98
0,004
13,6
R-sq
VIF
= 98,7 %
R-sq (adj) = 98,6 % F hitung
= 777,82
F tabel
= 2,79;
dengan α = 1 persen
Walaupun pada Tabel 17 kita melihat bahwa kriteria statistik menunjukan nilai yang baik antara lain nilai R-Sq (koefisien determinasi) sebesar 98,7 persen yang menunjukan bahwa 98,7 persen variasi produksi dapat dijelaskan oleh variasi dari variabel bebas luas lahan, tenaga kerja pria, tenaga kerja wanita, bibit, pupuk buatan, pupuk kandang dan obat-obatan. Sedangkan 1,3 persen dipengaruhi oleh faktor lain diluar model. Uji F menyatakan bahwa model nyata pada tingkat kepercayaan 99 persen, yang berarti bahwa faktor-faktor produksi secara bersama-sama mempengaruhi produksi. Namun tetap saja persamaan tersebut tidak dapat digunakan untuk menduga produksi usahatani di daerah penelitian karena syarat
124
utama dari fungsi produksi Cobb-Douglas tidak terpenuhi. Yaitu bahwa nilai koefisien regresi harus bernilai lebih besar dari nol atau nilai b > 0 (Beatti, Bruce R, 1985). Pada persamaan tersebut menunjukan ada tiga koefisien regresi yang bernilai negatif (b < 0) yaitu koefisien dari variabel tenaga kerja pria (X2), pupuk kandang (X6) dan obat-obatan (X7). Pada persamaan fungsi produksi tersebut juga menunjukkan adanaya masalah multikolinieritas. Hal ini ditunjukan oleh nilai VIF yang lebih besar dari 10 pada variabel luas lahan (X1), bibit (X4), pupuk buatan (X5) dan variabel obatobatan (X7). Untuk memperoleh fungsi produksi Cobb-Douglas yang memenuhi syarat maka dilakukan penghitungan fungsi produksi dengan cara menghitung fungsi produksi berdasarkan luasan lahan satu hektar. Yaitu dengan membagi semua variabel dengan luas lahan (X1) atau dengan kata lain menghilangkan variabel luas lahan (X1) sehingga diperoleh persamaan regresi sebagai berikut: Ln Y = 5,02 - 0,118 Ln X2 + 0,163 Ln X3 + 0,445 Ln X4 + 0,222 Ln X5 - 0,0749 Ln X6 - 0,209 Ln X7
Pada Tabel 18 terlihat bahwa fungsi produksi Cobb-Douglas yang baru masih tidak memenuhi syarat untuk digunakan sebagai model penduga produksi bawang merah di Desa Sukasari Kaler Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka. Hal ini terlihat dari hasil pendugaan bahwa koefisien regresi variabel tenaga kerja pria, pupuk kandang dan obat-obatan masih bernilai negatif. Hanya saja pada hasil pendugaan ini sudah tidak terjadi masalah multikolinieritas. Ini diindikasikan oleh nilai VIF yang kurang dari 10 pada semua variabel bebas. Nilai Koefisien determinasi persamaan ini adalah 81,5 persen yang menunjukan bahwa 81,5 persen variasi produksi dapat dijelaskan oleh variasi dari variabel bebas
125
tenaga kerja pria, tenaga kerja wanita, bibit, pupuk buatan, pupuk kandang dan obat-obatan. Sedangkan sisanya yakni 18,5 persen variasi produksi dijelaskan oleh faktor lain diluar model.
Tabel 18. Hasil Pendugaan Variabel Fungsi Produksi Bawang Merah per Luasan Lahan Satu Hektar Variabel
Koefisien
Std Error
T hitung
P-value
Konstanta
5,0195
0,9446
5,31
0,000
Tenaga kerja pria (X2)
-0,1180
0,0426
-2,77
0,007
1,5
Tenaga kerja wanita (X3)
0,1626
0,0487
3,34
0,001
1,0
Bibit (X4)
0,4446
0,0599
7,42
0,000
2,3
Pupuk buatan (X5)
0,2220
0,1276
1,74
0,086
1,5
Pupuk kandang (X6)
-0,0749
0,0511
-1,47
0,147
1,3
Obat-obatan (X7)
-0,2092
0,0691
-3,03
0,003
2,1
R-sq
VIF
= 81,5 %
R-sq (adj) = 80,0 % F hitung
= 53,59
F tabel
= 2,96;
Setelah
dengan α = 1 persen
mencoba
membuat
persamaan
fungsi
produksi
dengan
menghilangkan variabel luas lahan dan hasil persamaan fungsi produksi CobbDouglas masih belum memenuhi persyaratan sebagai model penduga, maka dilakukan lagi perhitungan fungsi produksi dengan tidak memasukkan beberapa observasi yang memiliki plot sisaan yang sangat berbeda (data pencilan) yang diduga berpengaruh pada terbentuknya fungsi produksi yang tidak logis. Fungsi produksi yang diperoleh adalah sebagai berikut: Ln Y = 7,60 - 0,0330 Ln X2 + 0,0046 Ln X3 + 0,206 Ln X4 + 0,0521 Ln X5 - 0,0396 Ln X6 + 0,0186 Ln X7.
126
Dari persamaan fungsi produksi yang diperoleh masih terdapat dua variabel bebas yang memiliki nilai koefisien regresi negatif (b < 0) yaitu pada variabel tenaga kerja pria dan pupuk kandang. Sehingga persamaan ini pun belum memenuhi syarat ekonomi sebagai model penduga. Karena model ini masih belum bisa menjelaskan pengaruh tenaga kerja pria dan pupuk kandang. Kedua variabel ini berada pada Daerah III (daerah produksi yang memiliki elastisitas produksi kurang dari nol). Dari persamaan Ln Y = 4,99 + 0,577 Ln X1 - 0,0826 Ln X2 + 0,176 Ln X3 + 0,427 Ln X4 + 0,199 Ln X5 - 0,0542 Ln X6 - 0,205 Ln X7 (Lampiran 2). Selanjutnya dilakukan perbaikan fungsi produksi dengan tidak menyertakan beberapa observasi yang memiliki nilai plot sisaan yang sangat berbeda (data pencilan), sehinggan diperoleh persamaan yang baru (Lampiran 8). Ln Y = 7,65 + 0,800 Ln X1 - 0,0285 Ln X2 + 0,0073 Ln X3 + 0,196 Ln X4 + 0,0477 Ln X5 - 0,0357 Ln X6 + 0,0188 Ln X7
Pada fungsi produksi Cobb-Douglas diatas terlihat masih ada dua variabel bebas yaitu variabel tenaga kerja pria dan variabel pupuk kandang yang memiliki tanda negatif pada koefisien dugaannya. Hal ini tidak memenuhi syarat pada fungsi produksi Cobb-Douglas. Pada Tabel 19 terlihat bahwa persamaan ini mempunyai nilai R-Sq yang tinggi yakni 99,8 persen. Nilai VIF pada persamaan ini sebagian besar memiliki nilai
lebih
besar
dari
10,
yang
mengindikasikan
terjadinya
masalah
multikolinieritas. Fungsi produksi yang diperoleh ini belum bisa digunakan untuk melakukan pendugaan sehingga dilakukan lagi pengolahan data untuk memperoleh fungsi produksi yang sesuai dengan teori produksi. Maka selanjutnya
127
yang dilakukan adalah tidak menyertakan variabel bebas yang memiliki nilai koefisien dugaan negatif (b < 0) yakni variabel tenaga kerja pria (X2) dan variabel pupuk kandang (X6). Dalam arti bahwa variabel tersebut diasumsikan tidak dapat diubah-ubah atau tetap.
Tabel 19. Hasil Pendugaan Variabel Fungsi Produksi dengan Menghilangkan Data Pencilan Variabel
Koefisien
Std Error
T hitung
P-value
Konstanta
7,6495
0,6170
12,40
0,000
Luas Lahan (X1)
0,7995
0,0989
8,09
0,000
314,2
Tenaga kerja pria (X2)
-0,0285
0,0136
-2,09
0,040
4,2
Tenaga kerja wanita (X3)
0,0073
0,0155
0,47
0,637
7,2
Bibit (X4)
0,1959
0,0645
3,04
0,003
141,0
Pupuk buatan (X5)
0,0477
0,0418
1,14
0,259
63,8
Pupuk kandang (X6)
-0,0357
0,0205
-1,74
0,087
12,5
Obat-obatan (X7)
0,0188
0,0138
0,43
0,433
19,6
R-Sq
VIF
= 99,8 %
R-Sq (adj) = 99,8 % F hitung
= 4802,5
F tabel
= 2,79; dengan α = 1 persen
Setelah melakukan beberapa perhitungan lagi, maka akhirnya diperoleh fungsi produksi Cobb-Douglas yang memenuhi syarat sebagai fungsi penduga. Syarat- syarat tersebut adalah bahwa nilai konstanta a > 0 yang pada persamaan ini bernilai 7,14 dan nilai koefisien regresi b > 0. Pada persamaan dibawah ini terlihat bahwa nilai koefisien regresi semua variabel adalah positif.
128
Model fungsi produksi usahatani bawang merah di Desa Sukasari Kaler dapat diduga dengan persamaan sebagai berikut: Ln Y = 7,14 + 0,703 Ln X1 + 0,0146 Ln X3 + 0,202 Ln X4 + 0,0761 Ln X5 + 0,0188 Ln X7
Atau secara matematis model fungsi produksi Cobb-Douglas dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: Y = 7,14 X10,703 X30,0146 X40,202 X50,0761 X70,0188 Tabel 20. Hasil Pendugaan Variabel Fungsi Produksi Cobb-Douglas dengan Menghilangkan Variabel X2 dan X6 Variabel
Koefisien
Std Error
T hitung
P-value
Konstanta
7,14
0,600
11,89
0,000
Luas Lahan (X1)
0,703
0,094
7,84*
0,000
Tenaga kerja wanita (X3)
0,014
0,015
0,93
0,356
Bibit (X4)
0,202
0,066
3,04*
0,003
Pupuk buatan (X5)
0,076
0,041
1,83**
0,071
Obat-obatan (X7)
0,018
0,024
0,77
0,442
R-Sq
= 99,8 %
R-Sq (adj) = 99,8 % F hitung
= 6319,07
F tabel
= 3,34; dengan α = 1 persen
Keterangan :
* = nyata pada taraf α 1 persen ** = nyata pada taraf α 5 persen
Nilai uji t yang terlihat pada Tabel 20 menunjukan bahwa variabel lahan (X1) dan variabel bibit (X4) nyata berpengaruh terhadap naik turunnya produksi pada taraf kepercayaan 99 persen. Sementara variabel pupuk buatan (X5) berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 95 persen. Sedangkan variabel tenaga
129
kerja wanita (X3) dan variabel obat-obatan (X7) tidak berpengaruh nyata terhadap naik turunnya produksi bawang merah pada taraf α 5 persen. Nilai R-Sq pada model fungsi produksi Cobb-Douglas yang dihasilkan adalah 99,8 persen. Nilai ini menunjukan bahwa 99,8 persen variasi produksi bawang merah dapat dijelaskan oleh variabel – variabel yang ada pada model yakni variabel luas lahan, tenaga kerja wanita, bibit, pupuk buatan dan obatobatan. Sedangkan 0,02 persen sisanya, variasi produksi dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Namun demikian, hasil uji t menunjukan bahwa secara parsial hanya variabel luas lahan, bibit dan pupuk buatan yang berpengaruh nyata terhadap naik turunnya produksi bawang merah. Sementara itu jika dilihat dari uji F, niali F hitung > F tabel dengan α 1 persen. Ini menunjukan bahwa secara bersama-sama variabel luas lahan, tenaga kerja wanita, bibit, pupuk buatan dan obat-obatan berpengaruh nyata terhadap produksi. Nilai R-Sq yang besar namun tidak diikuti dengan hasil uji t yang signifikan menunjukan adanya masalah multikolinier. Yakni hubungan antar variabel bebas yang tinggi atau dengan kata lain variabel bebas saling mempengaruhi antara yang satu dengan yang lainnya. Seperti yang telah diketahui bahwa dalam model fungsi produksi CobbDouglas, besaran koefisien regresi merupakan elastisitas produksi dari variabelvariabel tersebut. Nilai koefisien regresi dari masing-masing faktor produksi memiliki tanda positif dan besarnya kurang dari satu. Angka ini menunjukan bahwa usahatani bawang merah berada pada Daerah Produksi II.
130
Luas lahan (X1)
Rata-rata kepemilikan luas lahan di daerah penelitian adalah 0,737 hektar. Sedangkan luas lahan garapan jumlahnya lebih besar dari itu, karena luas lahan garapan dalam satu tahun tergantung dari berapa kali menanam bawang merah pada lahan tersebut. Variabel luas lahan pada pembentukan model fungsi produksi ini merupakan luas lahan garapan. Karena data yang dikumpulkan merupakan data per tahun dimana dalam satu tahun petani menanam bawang merah sebanyak 2 kali tanam. Luas lahan berpengaruh positif terhadap produksi dan nyata pada tingkat kepercayaan 99 persen. Nilai elastisitas luas lahan dalam fungsi produksi usahatani bawang merah sebesar 0,703 yang artinya setiap penambahan luas lahan sebesar 1 persen akan diikuti dengan peningkatan jumlah produksi bawang merah sebesar 0,703 persen dengan asumsi ceteris paribus. Namun pada kondisi dilapangan, penambahan luas lahan adalah tidak mudah. Hal ini dikarenakan tanah atau lahan merupakan faktor yang terbatas jumlahnya apalagi dengan banyaknya penggunaan lahan untuk perumahan. Selain itu diperlukan tambahan modal yang besar untuk menambah luas lahan. Pada kenyataan dilapangan ditemukan bahwa ada gejala konversi lahan usahatani lahan bawang merah menjadi lahan usahatani komoditas lain. Hal ini dapat dilihat dari adanya beberapa responden yang tidak menanam bawang merah pada musim tanam 2007 padahal pada musim tanam sebelumnya (2006) mengusahakan bawang merah. Pada Tabel 21 terlihat bahwa ada 11 responden (13,75 %) yang tidak menanam bawang merah pada musim tanam 2007. Responden ini menggantinya dengan komoditi lain yaitu bawang daun. Selain itu.,
131
ada juga responden yang tetap menanam bawang merah namun luas lahannya dikurangi dan digantikan dengan komoditas lain yakni sebeanyak 8 responden (10 persen). Responden ini mengkonversi beberapa persil lahan bawang merah yang dimiliki menjadi lahan non bawang merah. Sebagian besar lahan yang dikonversi menjadi lahan untuk komoditas lain adalah lahan sawah.
Tabel 21. Perkembangan Produksi Bawang Merah pada Responden Di Desa Sukasari Kaler Tahun 2007 Musim Tanam 2006 Keterangan
Musim Tanam 2007
Menanam
Tidak
Menanam
Tidak
80
0
61
11
Mengurangi luas lahan
Jumlah Responden yang menanam
8
bawang merah Total
80
80
Salah satu alasan petani responden melakukan konversi lahan usahatani bawang merah menjadi lahan usahatani komoditas lain adalah masalah teknik budidaya. Teknik budidaya bawang merah di lahan sawah lebih rumit dan memerlukan tenaga kerja yang lebih besar pada pengolahan lahan dibandingkan budidaya lain. Sementara petani responden yang bertahan dengan usahatani bawang merah adalah petani responden yang memiliki lahan berupa lahan lereng gunung (ladang), karena teknik budidaya bawang merah pada lahan ini relatif lebih mudah daripada teknik budidaya bawang merah pada lahan saawah.
132
Beberapa kondisi tersebut menunjukan adanya penurunan luas lahan bawang merah di daerah penelitian. Hal ini yang diduga menjadi penyebab terjadinya penurunan produksi bawang merah di daerah penelitian. Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa lahan merupakan input produksi yang penting bagi keberlangsungan usahatani dan sangat berpengaruh terhadap besar kecilnya produksi usahatani. Hal tersebut selaras dengan hasil pendugaaan fungsi produksi bahwa faktor luas lahan berpengaruh positif terhadap produksi dengan tingkat kepercayaan yang tinggi. Luas lahan bawang merah yang semakin berkurang berakibat pada turunnya produksi bawang merah. Tenaga kerja wanita (X3)
Penggunaan tenaga kerja dalam usahatani tidak bisa diabaikan. Rata-rata penggunaan tenaga kerta wanita adalah 147,430 HOK untuk luas lahan satu hektar. Tenaga kerja wanita digunakan untuk kegiatan penanaman, penyiangan, kegiatan pasca panen (meres) dan sebagian kecil digunakan untuk kegiatan pengolahan lahan dan penyiraman. Kegiatan penyiangan dilakukan untuk membersihkan gulma yang tumbuh disekitar tanaman bawang merah. Oleh sebab itu diperlukan ketelitian dan ketekunan serta kesabaran untuk melakukannya agar ketika mencabut gulma, tanaman bawang merah tidak ikut tercabut. Tenaga kerja wanita pada model fungsi produksi usahatani bawang merah berdasarkan uji t tidak berpengaruh nyata pada taraf α 5 persen. Namun kalau kita lihat dari nilai P value dapat dinyatakan bahwa tenaga kerja wanita berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 65 persen. Nilai elastisitas tenaga kerja wanita adalah 0,014 yang artinya setiap penambahan tenaga kerja satu persen akan meningkatkan jumlah produksi sebesar 0,014 persen dengan asumsi faktor-faktor
133
lainnya dianggap tetap. Elastisitas produksi yang bernilai positif antara nol dan satu menunjukan bahwa penggunaan tenaga kerja wanita masih berada pada daerah yang rasional untuk berproduksi. Bibit (X4)
Takaran bibit yang digunakan petani responden rata-rata tiap hektarnya adalah 2.228,04 kg. Faktor produksi bibit berpengaruh positif terhadap hasil produksi dan nyata pada tingkat kepercayaan 99 persen dengan asumsi faktor lain tetap. Bibit yang digunakan sebagian besar petani di daerah penelitian bibit milik sendiri dari hasil panen sebelumnya. Kualitas bibit mempengaruhi produksi yang dihasilkan. Bibit yang berkualitas baik akan menghasilkan unbi bawang yang baik pula dan tahan terhadap hama dan penyakit, sehingga hasil produksinya tinggi. Besarnya pengaruh bibit terhadap produksi adalah sebesar 0,202 yang menunjukan bahwa penambahan bibit satu persen akan meningkatkan produksi bawang merah sebesar 0,202 persen dengan faktor lain dianggap tetap. Pupuk buatan (X5)
Faktor produksi pupuk buatan berpengaruh positif terhadap produksi yang dihasilkan dan nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen. Rata-rata penggunaan pupuk buatan tiap hektarnya adalah sebesar 1334,887 kg. Pupuk buatan adalah bahan kimia yang dapat ditambahkan pada lahan guna menyuplai satu atau lebih unsur hara essensial. Pupuk berguna untuk pertumbuhan tunas, perkembangan batang dan daun maupun pembentukan bunga. Besarnya pengaruh pupuk buatan terhadap produksi adalah sebesar 0.076 yang artinya setiap penambahan penggunaan pupuk buatan sebesar 1 persen akan meningkatkan produksi sebesar 0.076 persen dengan faktor lain tetap. Elastisitas produksinya bernilai positif
134
antara nol dan satu yang menandakan bahwa penggunaan pupuk buatan berada pada daerah yang rasional untuk berproduksi. Obat-obatan (X7)
Rata-rata pemakaian obat-obatan adalah sebesar 11,586 kg untuk lahan seluas satu hektar. Penggunaan obat-obatan ini sangat tergantung dengan tingkat serangan hama dan penyakit yang menyerang tanaman bawang merah. Obatobatan ini tidak berpengaruh secara signifikan terhadap produksi pada tingkat kepercayaan 95 persen. Dari nilai P yang dihasilkan bahwa obat-obatan berpengaruh terhadap tingkat produksi pada tingkat kepercayaan 56 persen. Nilai elastisitas obat-obatan ini adalah sebesar 0,018 yang artinya setiap penambahan penggunaan obat-obatan sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi sebesar 0,018 persen dengan asumsi faktor lain tetap. Pada model fungsi produksi Cobb-Douglas nilai koefisien regresi selain menunjukan elastisitas dari masing-masing variabel yang bersangkutan, jumlah dari nilai koefisien regresi variabel tersebut merupakan pendugaan terhadap keadaan skala usaha proses produksi yang sedang berlangsung. Jumlah elastisitas produksi dalam model adalah 1,013. Hal ini menunjukan bahwa tingkat skala usaha berada pada skala kenaikan hasil yang meningkat (Increasing Return to Scale) yang artinya bahwa penambahan satu persen dari masing-masing faktor produksi secara bersama-sama akan meningkatkan produksi bawang merah sebesar 1,013 persen.
135
6.2. Analisis Efisiensi Penggunaan Input dalam Usahatani Bawang Merah
Efisiensi ekonomis suatu usaha ditandai dengan tercapainya suatu persamaan, dimana Nilai Produk Marjunal (NPM) sama dengan Biaya Korbanan Marjinal (BKM) atau rasio antara NPM dan BKM sama dengan satu. Oleh karena itu BKM sama dengan harga dari masing-masing faktor produksi itu sendiri. Faktor-faktor produksi ini harus dapat dinilai dalam rupiah. Pada Tabel 22 dapat dilihat kondisi efisiensi produksi usahatani bawang merah di Desa Sukasari Kaler,dimana produksi rata-rata sebesar 13.550 kilogram per periode produksi dan harga produk adalah Rp 2.799,84 per kilogram.
Tabel 22. Rasio Nilai Produk Marjinal dan Biaya Korbanan Marjinal dari Produksi Usahatani Bawang Merah Faktor Produksi
Luas lahan Tenaga kerja wanita Bibit Pupuk buatan Obat-obatan
Input
Koefisien
Aktual
regresi
NPM
BKM
NPM/ BKM
1,474
0,703
18093824 1695000
10,675
108,656
0,014
4888,176
20000
0,244
1642,063
0,202
4666,96
3500
1,333
983,812
0,076
2930,718
1450
2,021
8,539
0,018
79972,01
48000
1,666
Keterangan: NPM = Nilai Produk Marjinal BKM = Biaya Korbanan Marjinal
Berdasarkan Tabel 22 dapat dilihat bahwa penggunaan faktor-faktor produksi usahatani bawang merah belum mencapai kondisi optimal. Rasio antara NPM dan BKM tidak sama dengan satu. Untuk faktor tenaga kerja wanita rasio NPM dan BKM lebih kecil dari satu. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan faktor produksi tersebut secara ekonomis sudah tidak efisien lagi atau sudah melampaui batas optimal. Hal ini mengakibatkan pada penambahan biaya yang
136
lebih besar daripada tambahan penerimaan yang diperoleh. Bagi produsen yang rasional maka akan mengurangi penggunaan faktor produksi tenaga kerja wanita sehingga tercapai kondisi NPM sama dengan BKM. Sedangkan untuk faktor luas lahan, bibit, pupuk buatan dan obat-obatan memiliki rasio NPM-BKM yang lebih besar dari satu. Rasio NPM dan BKM yang lebih dari satu ini menunjukan bahwa penggunaan luas lahan, bibit, pupuk buatan dan obat-obatan masih perlu ditingkatkan lagi untuk mencapai hasil yang maksimum. Secara umum penggunaan faktor-faktor produksi ini masih rendah. Ini disebabkan tingginya harga faktor produksi dan keterbatasan modal yang dimiliki petani. Variabel luas lahan mempunyai nilai rasio NPM dan BKM yang paling besar yaitu sebesar 10,675. Penggunaan variabel ini memerlukan penambahan yang besar untuk mencapai tingkat efisien. Penggunaan lahan yang relatif sedikit ini karena ketersediaan lahan yang terbatas. Selain itu, untuk menambah luas lahan sangat tidak mudah untuk dilakukan karena terkait dengan ketersediaan lahan dan modal yang dimiliki petani. Salah satu cara untuk menambah pengguanaan lahan yaitu dengan cara mengkonfersi luas lahan petani yang tidak ditanami bawang merah menjadi lahan bawang merah. Efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dapat dicapai dengan menggunakan kombinasi optimal dari faktor-faktor produksi. Kombinasi optimal ini diperoleh jika NPM sama dengan BKM atau rasio NPM/BKM sama dengan satu. Pada Tabel 23 dapat dilihat kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi dalam level yang efisien.
137
Tabel 23. Kombinasi Optimal Penggunaan Faktor Produksi pada Usahatani Bawang Merah di Desa Sukasari Kaler Faktor Produksi
Koefisien
Input
Regresi
Optimal
NPM
BKM
NPM/ BKM
Luas lahan
0,703
15,73 1695000 1695000
1
Tenaga kerja wanita
0,014
26,55
20000
20000
1
Bibit
0,202
2189,55
3500
3500
1
Pupuk buatan
0,076
1988,45
1450
1450
1
Obat-obatan
0,018
14,23
48000
48000
1
Keterangan: NPM = Nilai Produk Marjinal BKM = Biaya Korbanan Marjinal
Berdasarkan Tabel 23 diperoleh bahwa penggunaan input lahan yang optimal adalah sebesar 15,735 hektar. Berarti untuk mencapai tingkat yang efisiensi penggunaan lahan perlu ditingkatkan dari 1,474 hektar menjadi 15,735 hektar. Begitu juga dengan penggunaan input bibit harus ditingkatkan dari 1642,063 kilogram menjadi 2189,55 kilogram agar tercapai kondisi optimal. Untuk mencapai tingkat yang efisien maka penggunaan pupuk buatan harus ditingkatkan dari 983,812 kilogram menjadi 1988,446 kilogram. Sementara untuk mencapai kondisi optimal penggunaan obat-obatan maka perlu ditingkatkan dari 8,539 kilogram menjadi 14,2269 kilogram. Namun pada kenyataannya jarang sekali suatu usahatani berada pada kondisi optimal karena banyak faktor lain di luar model yang mempengaruhi keberhasilan usahatani bawang merah.
138
VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH DI DESA SUKASARI KALER
7.1. Gambaran Usahatani Bawang Merah di Desa Sukasari Kaler
Sentra produksi bawang merah di Kabupaten Majalengka terdapat di Kecamatan Argapura, Banjaran, Maja, Majalengka, Ligung, Kertajati dan Jatitujuh. Petani Desa Sukasari Kaler lebih banyak mengusahakan usahatani bawang merah dibandingkan tanaman sayuran lainnya, seperti bawang daun dan seledri. Padi tidak ditanam di daerah tanah kering, padi hanya ditanam di lahan sawah sekali setiap tahunnya pada musim hujan. Tanaman bawang merah menjadi unggulan Desa Sukasari Kaler karena tanahnya cocok dan memiliki bulan hujan sebanyak 7 bulan dalam setahun. Intensitas produksi atau panen bawang merah sebanyak dua kali dalam setahun pada lahan kering dan sekali setahun pada lahan sawah. Sebagian besar petani bawang merah pada lahan sawah beralih pada sayuran lain yakni bawang daun dengan alasan pemeliharaan lebih mudah dan resiko kegagalan yang relatif lebih kecil dibanding bawang merah. Hal ini mengakibatkan petani bawang merah berkurang, yang masih bertahan adalah petani bawang merah pada lahan kering (lereng gunung) karena pengolahan lahan disini lebih mudah. Luas lahan produksi yang digunakan petani untuk tanaman bawang merah rata-rata sebesar 0,737 hektar tiap tahunnya dengan rata-rata produktivitas 9,19 ton per hektar. Kegiatan budidaya usahatani bawang merah di Desa Sukasari Kaler dapat dikatakan relatif seragam, mulai dari awal penanaman, pengolahan lahan, perawatan, cara pemupukan, pemberantasan hama penyakit serta proses pemanenan. Namun terdapat perbedaan dalam intensitas dan kuantitas
139
penggunaan faktor produksi. Jenis sarana produksi bawang merah yang digunakan oleh petani antara lain : bibit, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja. 7.1.1. Bibit
Hampir seluruh petani bawang merah di Desa Sukasari Kaler menggunakan bibit yang mereka simpan sendiri dan sangat sedikit yang membeli bibit dari orang lain. Hal itu biasanya dilakukan jika terjadi kekurangan bibit diluar perkiraan mereka. Sehingga proses pembibitan merupakan aktivitas di luar usahatani yang sangat menunjang bagi keberlangsungan usahatani. Kegiatan ini merupakan kegiatan rutin bagi petani di Desa Sukasari Kaler. Kegiatan ini biasanya dilakukan setelah panen. Bawang merah yang akan dijadikan bibit biasanya diseleksi selama masih dalam proses masa tanam. Seleksi tersebut biasanya meliputi: warna daun, ketahanan terhadap hama dan penyakit serta bentuk umbi. Proses pemilihan ini dilakukan sendiri oleh petani. Tujuan dari seleksi ini adalah untuk memperoleh jenis bibit yang mempunyai sifat-sifat unggul tanaman bawang merah. Sebelum disimpan, bawang merah diolesi dengan Dhitane untuk mencegah serangan jamur pada masa penyimpanan. Bawang merah yang sudah siap dijadikan bibit minimal kalau sudah mengalami masa simpan selama tiga bulan. Petani responden umumnya menggunakan bibit bawang merah jenis batu dan sumenep. Varietas ini dianggap lebih tahan terhadap hama dan penyakit tanaman, buah bulat dan berbobot serta dianggap cocok dengan kondisi tanah dan iklim di Desa Sukasari Kaler.
140
Tabel 24. Nilai Input yang Digunakan untuk Usahatani Bawang Merah per Musim Tanam per Hektar Di Desa Sukasari Kaler Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka Komponen
Jumlah Fisik
Harga (Rp/satuan)
Nilai (Rp)
2228.04 kg
3.500
7.798.140
90.20 kg
500
451.000
Pupuk Urea
545.66 kg
1.300
709.358
Pupuk Za
292.71 kg
1.200
351.252
Pupuk NPK
235.49 kg
1.600
376.784
Pupuk TSP
290.76 kg
1.550
450.678
Obat-obatan
11.59 kg
48.000
556.320
24.85 botol
36.000
894.600
1 ha
4.600.000
4.600.000
Bibit Pupuk Kandang
Sewa Lahan Sumber: Data Primer diolah, 2007
Takaran bibit yang digunakan petani responden rata-rata tiap hektarnya adalah 2.228,04 kg dengan harga Rp 3.500,00 per kg. Pengeluaran total untuk bibit adalah Rp 7.798.140,00 untuk tiap hektarnya (Tabel 24). Mereka menggunakan bibit tersebut bervariasi tergantung dari jarak tanam dan kerapatan tanam yang diinginkan. Namun biasanya perbedaan ini lebih disebabkan oleh faktor tenaga kerja yang menanam. Setiap orang kadang-kadang menanam dengan jarak tanam yang berbeda, tetapi perbedaan jarak tanam ini tidak terlalu signifikan sehingga terlihat hampir sama ketika tanaman telah tumbuh. 7.1.2. Pupuk
Pupuk yang digunakan petani adalah pupuk kandang dan pupuk kimia (urea, TSP, ZA, NPK). Pupuk kandang biasanya sudah bercampur dengan pupuk kompos. Pupuk kandang diaplikasikan ke lahan pada saat penanaman. Banyaknya pupuk kandang yang digunakan tergantung keinginan petani. Penggunaan pupuk kandang dari penelitian ini adalah 90.20 kg per hektar per musim tanam dengan
141
harga Rp 500,00 per kg. Total pengeluaran untuk pupuk kandang adalah Rp 451.000,00 per hektar per musim tanam. Pupuk Kandang, pupuk ZA dan pupuk TSP diaplikasikan secara bersamasama pada saat penanaman bibit. Jadi pada saat penanaman di buat dua larikan, satu larikan untuk bibit dan satu larikan untuk pupuk. Tujuan penggunaan pupuk ini adalag supaya bibit yang sudah tertanam cepat tumbuh dan tidak terserang jamur, serangga ataupun cendawan. Penggunaan pupuk TSP masing-masing petani beragam, bahkan ada petani yang tidak menggunakannya dan mengganti dengan pupuk NPK atau ponska. Namun ada pula yang memakai kedua jenis pupuk tersebut dengan kombinasi pemakaian pupuk TSP pada saat tanam. NPK pada pemupukan pertama setelah tanam. Petani responden umumnya melakukan pemupukan tiga sampai empat kali dalam satu musim tanam. Pemupukan pertama pada saat tanam yakni menggunakan pupuk kandang, pupuk TSP dan ZA. Pemupukan kedua pada saat tanaman berumur dua sampai tiga minggu dengan pupuk urea dan NPK atau ponska. Pemupukan ketiga dilakukan berselang tiga minggu dari pemupukan sebelumnya dengan menggunakan pupuk yang sama seperti pemupukan kedua. Pemupukan keempat biasanya dilakukan tiga minggu sebelum panen dengan menggunakan pupuk KCl dan ZA serta ada yang menambahkan urea. Namun, hanya sebagian kecil petani yang menggunakan pupuk KCl karena sebagian besar petani merasa cukup dengan pupuk urea dan TSP serta pupuk kandang untuk tiap penanaman bawang merah.
142
Penggunaan pupuk TSP rata-rata tiap hektarnya adalah 290,76 kg untuk satu musim tanam dengan harga Rp 1.550,00 tiap kilogramnya. Total Pengeluaran untuk pupuk TSP tiap hektarnya adalah Rp 450.678,00. Sementara untuk pupuk NPK rata-rata tiap hektarnya menggunakan 235,49 kg dengan harga Rp 1.600,00 per kilogram. Pengeluaran total untuk pupuk NPK adalah Rp 376.784,00 per hektar (Tabel 24). Aplikasi pupuk urea masing-masing responden sebanyak satu atau dua kali selama satu musim tanam. Namun, rata-rata responden menggunakan pupuk urea dua kali dalam satu musim tanam. Penggunaan pupuk urea dari penelitian ini yaitu 545,66 kg tiap hektar dengan harga Rp 1.300,00 per kg. Total pengeluaran untuk pupuk urea yaitu Rp 709.358,00 per hektar. Penggunaan ZA biasanya dilakukan hanya satu kali selama satu musim tanam. Rata-rata responden menggunkan pupuk ZA sebanyak 292,71 kg per hektar dengan harga Rp 1.200,00 per kg. Total pengeluaran untuk pupuk ZA adalah Rp 351.252,00 per hektar untuk satu musim tanam. 7.1.3. Obat-obatan
Obat-obatan yang digunakan petani di tempat penelitian meliputi pestisida, fungisida, herbisida, dan insektisida dengan berbagai merek dagang yang beredar dipasaran. Salah satu jenis obat-obatan yang dipakai oleh hampir seluruh responden adalah Antrakol, Dhitane (fungisida), goal dan ron up (herbisida) serta perekat.
143
Aplikasi obat-obatan ini digunakan apabila tanaman bawang merah terserang hama. Penggunaan obat-obatan pada penelitian ini adalah 5,39 kg dan 24,85 botol (tiap botol rata-rat berisi 0,25 liter) tiap hektarnya. Pengeluaran total untuk obat-obatan yaitu Rp 1.153.320,00 per hektar per musim tanam. 7.1.4. Tenaga Kerja
Proses produksi usahatani bawang merah yang dilakukan petani di daerah penelitian meliputi persiapan bibit, pengolahan lahan, penanaman, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit, penyiangan rumput, penyiraman, pemanenan dan kegiatan pasca panen. Tenaga kerja berasal dari tenaga kerja luar keluarga (TKLK) dan tenaga kerja dalam keluarga (TKDK). Total tenaga kerja yang digunakan selama proses produksi setiap tahun dengan luas lahan satu hektar adalah 269,90 HOK (160,98 HOK TKLK dan 108,92 HOK TKDK). Biaya tenaga kerja per hari untuk Laki-laki adalah Rp 30.000,00 dan untuk tenaga kerja perempuan Rp 20.000,00. Satu hari kerja di tempat penelitian adalah 10 jam kerja mulai pukul 07.00 WIB – 17.00 WIB. Total pengeluaran yang digunakan petani untuk membayar tenaga kerja adalah Rp 4.385.258,20 tiap hektarnya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan selama proses produksi antara lain: 1. Kegiatan persiapan bibit Kegiatan ini dilakukan sehari sebelum tanam, biasanya pada malam hari sebelum keesokan paginya bibit ditanam di lahan. Persiapan bibit meliputi kegiatan pembersihan dan pengirisan ujung umbi bawang merah. Pengirisan ujung umbi bawang merah ini dilakukan dengan tujuan agar umbi cepat tumbuh dan menghasilkan anakan yang banyak sehingga akan diperoleh hasil yang optimal.
144
Tenaga kerja yang digumakan dalam kegiatan ini adalah tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dengan jumlah rata-rata 2,55 HOK per hektar per musim. 2. Kegiatan pengolahan lahan Kegiatan pengolahan lahan untuk bawang merah ada perbedaan mencolok antara lahan sawah dan lahan perbukitan (lereng gunung). Untuk usahatani bawang merah di lahan sawah, pengolahan lahan melalui empat tahap pengolahan yaitu: pembuatan bedengan dan saluran air, pengolahan tanah tahap 1 (ngungkap pertama), pengolahan tahap II (ngungkap kedua), dan penggemburan. Sementara untuk lahan di lereng gunung (leuweung) hanya pembuatan bedengan dan penggemburan tanpa harus ada pengangkatan tanah (ngungkab). Sebagian besar responden pada penelitian ini adalah petani yang memiliki lahan di lereng gunung sehingga proses pengolahan lahannya tidak terlalu sulit. Kegiatan ini seluruhnya menggunakan tenaga kerja manusia baik dari dalam keluarga maupun luar keluarga. Kegiatan ini menghabiskan 1,99 HOK TKDK dan 21,61 HOK TKLK per hektar per musim tanam dengan biaya tenaga kerja Rp 30.000,00 per orang per hari. 3. Kegiatan Penanaman Penanaman biasanya dilakukan oleh tenaga kerja wanita, sementara tenaga kerja pria hanya bertugas untuk menyiram bedengan sebelum dan sesudah tanam serta mengangkut bibit dari rumah ke lahan. Penanaman dilakukan dengan sistem larek dengan bantuan cangkul atau pembajak kecil. Sistem larek inilah yang menyebabkan jarak tanam yang tidak teratur. Pada saat penanaman sekaligus juga pemberiann pupuk yang pertama yang meliputi pupuk kandang, TSP dan ZA. Jadi pada proses ini di buat dua larikan yaitu satu larikan untuk bibit dan satu larikan
145
untuk pupuk, jarak keduanya berdampingan. Kegiatan penanaman ini memakai 19,10 HOK per hektar per musim yang sebagian besarnya merupakan tenaga luar keluarga (TKLK) yaitu 17,68 HOK. 4. Kegiatan pemberantasan hama dan penyakit tanaman Kegiatan pemberantasan hama dan penyakit tanaman yang dimaksud dalam poin ini adalah kegiatan penyemprotan tanaman. Penyemprotan dilakukan terus-menerus selama musim tanam dengan frekuensi tergantung kondisi serangan hama dan penyakit. Kegiatan ini dilakukan dengan curahan tenaga kerja 6,10 HOK per hektar per musim. Kecilnya nilai HOK ini menunjukan bahwa tidak semua petani melakukan kegiatan ini dan frekuensi penyemprotan yang tidak terlalu sering. Kegiatan ini dilakukan hanya jika ada hama atau penyakit yang menyerang tanaman. 5. Kegiatan pemupukan Pemupukan merupakan kegiatan dalam usahatani bawang merah yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan zat hara bagi tanaman yang kurang tersedia di dalam tanah. Kegiatan ini dilakukan secara periodik. Petani responden rata-rata melakukan pemupukan tiga sampai empat kali dalam satu musim tanam. Pupuk yang digunakan diantaranya adalah pupuk kandang, urea, NPK, TSP dan ZA. Curahan kerja untuk kegiatan ini adalah 10,07 HOK per hektar per musim dengan tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) sebesar 7,68 HOK. 6. Kegiatan penyiangan rumput Kegiatan ini antara lain mencabut rumput-rumput yang tumbuh di sela-sela tanmaan bawang merah. Selain mencabuti rumput kegiatan ini juga sekaligus membuangi daun tanaman bawang merah yang terkena serangan ulat dan ada telur
146
serangganya. Ada beberapa responden yang tidak melakukan kegiatan ini melainkan menggantinya dengan penyemprotan herbisida. Namun ada juga yang mengkombinasikan antara penyiangan rumput dengan penyemprotan herbisida. Biasanya tergantung kebutuhan dan tergantung mana yang relatif lebih murah menurut petani. Kegiatan penyiangan rumput biasanya dilakukan oleh tenga kerja wanita dengan curahan kerja sebanyak 9,70 HOK per hektar per musim. 7. Kegiatan penyiraman Bawang merah merupakan tanaman yang memerlukan air yang cukup, sehingga kegiatan penyiraman ini sangat penting untuk tanaman. Biasanya petani responden melakukan penyiraman setiap dua hari sekali atau tiga hari sekali, bahkan ada yang harus setiap hari tergantung kondisi cuaca dan tanaman. Apabila ada hujan turun, kegiatan ini harus tetap dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan bekas air hujan yang menempel pada daun. Air hujan yang menempel di daun dan tidak disiram apabila terkena sinar matahari akan menyebabkan daun tanaman bawang merah menjadi busuk. Untuk proses penyiraman ini biasanya dilakukan oleh tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) baik pria maupun wanita. Tenaga kerja yang digunakan untuk proses penyiraman tanaman ini adalah 14,37 HOK per hektar per musim. 8. Kegiatan Pemanenan Kegiatan ini mencakup aktifitas pencabutan, pembersihan umbi (mutik), dan pengangkutan hasil dari lahan ke rumah pemilik. Kegiatan pencabutan dan pembersihan umbi (mutik) dilakukan oleh tenaga kerja wanita sedangkan pengangkutan hasil dilakukan oleh tenaga kerja pria. Kegiatan ini menghabiskan 24,67 HOK per hektar per musim tanam.
147
9. Kegiatan pasca panen Aktifitas yang dilakukan adalah penjemuran dan pengikatan bawang yangtelah kering (meres). Kegiatan penjemuran biasanya dilakukan oleh tenaga kerja dalam keluarga. Pada musim panas penjemuran dilakukan di bawah terik matahari, namun jika musim hujan maka pengeringan bawang dilakukan dengan cara menyimpannya di atas para (bagian rumah antara atap dan lantai ruangan) yang dibawahnya di beri tungku pembakaran kayu bakar untuk menghangatkan ruangan. Hampir semua petani responden mempunyai para-para untuk mengeringkan bawang merah dan juga berfungsi sebagai gudang penyimpanan. Kegiatan meres biasanya dilakukan oleh tenaga kerja wanita dari luar keluarga dan tenaga kerja keluarga baik pria maupun wanita. Curahan kerja untuk kegiatan ini adalah 30,45 HOK per hektar per musim.
Tabel 25. Curahan Tenaga Kerja Usahatani Bawang Merah per Musim Tanam per Hektar Di Desa Sukasari Kaler Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jenis Kegiatan
Persiapan Bibit Pengolahan tanah Penanaman Pemberantasan HPT Pemupukan Penyiangan rumput Penyiraman Pemanenan Kegiatan Pasca panen (Meres) TOTAL
Sumber: Data Primer diolah, 2007
Curahan Tenaga Kerja (HOK/Musim) TKDK TKLK Total 2.55 0.00 2.55 1.99 21.61 23.60 1.42 17.68 19.10 5.83 0.27 6.10 7.68 2.38 10.07 1.39 8.31 9.70 14.27 0.10 14.37 3.08 21.59 24.67 17.97 12.48 30.45 56.18 84.43 140.61
148
7.1.5. Alat-Alat Pertanian yang Digunakan
Peralatan yang digunakan dalam proses usahatani bawang merah di daerah penelitian meliputi cangkul, parang, sabit, golok, kored, pisau, tangki pupuk dan linggis. Total nilai peralatan yang digunakan oleh petani bawang merah di Desa Sukasari Kaler sebesar Rp 560.000,00. Jumlah, nilai dan penyusutan dari peralatan secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 26. Berdasarkan Tabel 18 dapat dilihat bahwa nilai penyusutan peralatan tiap tahunnya sebesar Rp 66.166,67. Nilai penyusutan ini dihitung dengan menggunakan metode garis lurus dengan asumsi bahwa peralatan yang umur teknisnya habis tidak dapat digunakan lagi dan tidak dapat dijual kembali.
Tabel 26. Nilai Penggunaan dan Penyusutan Peralatan Usahatani Bawang Merah Di Desa Sukasari Kaler Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka
No
Jenis Peralatan
Jumlah
Harga
Nilai
(Rp)
(Rp)
Umur Teknis (tahun)
Penyusutan (Rp)
1 Cangkul
3
30.000
90.000
12
7.500,00
2 Parang
2
12.500
25.000
12
2.083,33
3 Sabit
2
20.000
40.000
12
3.333,33
4 Golok
1
40.000
40.000
5
8.000,00
5 Kored (Cangkul kecil)
2
10.000
20.000
5
4.000,00
6 Pisau
6
2.500
15.000
2
7.500,00
7 Tangki pupuk
1
300.000
300.000
10
30.000,00
8 Linggis
1
30.000
30.000
8
3.750,00
445.000
560.000
66.000
66.166,67
Total Sumber: Data Primer diolah, 2007
149
7.2. Analisis Pendapatan Usahatani Bawang Merah
Pendapatan yang diperoleh petani merupakan kriteria untuk menentukan tingkat keberhasilan usahatani dalam menjalankan proses produksi. Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan. Pendapatan usahatani dibedakan menjadi pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Penelitian ini juga membedakan masing-masing pendapatan usahatani bawang merah pada lahan sempit, lahan sedang dan lahan luas. Kriteria untuk mengkategorikan luas lahan yang digunakan adalah luas lahan rata-rata seluruh responden dan nilai standar deviasi dari luas lahan. Sehingga diperoleh bahwa lahan yang kurang dari 0,626 hektar adalah lahan sempit, luas lahan antara 0,626 hektar sampai 0,849 hektar adalah lahan sedang dan lahan yang memiliki luas lebih dari 0,849 hektar adalah lahan luas. Dalam analisis pendapatan usahatani bawang merah, pengeluaran usahatani dibedakan menjadi dua yaitu pengeluaran tunai dan pengeluaran yang diperhitungkan. Biaya tunai usahatani bawang merahdi daerah penelitian antara lain biaya benih, biaya pupuk, biaya obat-obatan dan biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Sedangkan biaya diperhitungkan yaitu penggunaan bibit milik sendiri, tenaga kerja dalam keluarga (TKDK), penyusutan alat pertanian dan sewa lahan. Berdasarkan Tabel 28 dapat dikatakan bahwa usahatani bawang merah berlahan luas lebih produktif dibandingkan usahatani bawang merah berlahan sedang dan lahan sempit. Rata-rata produksi per hektar per musim tanam pada lahan luas adalah 9,5 ton sedangkan pada lahan sedang adalah 9,1 ton dan pada lahan sempit hanya sebesar 8,4 ton. Produktivitas ini sedikit lebih kecil daripada
150
produktivitas di Jawa Barat pada tahun 2004 yakni 9,96 ton, namun lebih tinggi dari rata-rata produktivitas nasional pada tahun 2004 yang hanya 8,54 ton. Penerimaan dari usahatani bawang merah pada lahan sempit adalah Rp 48.764.970,00 per hektar per tahun. Harga rata-rata yang terjadi selama tahun 2006 adalah Rp 2.874,81. Pada usahatani lahan sedang penerimaan yang diperoleh petani tiap tahunnya adalah Rp 52.527.630,00 dari usahatani seluas satu hektar. Sedangkan pada usahatani lahan luas penerimaan yang diperoleh adalah Rp 54.798.190,00 per hektar per tahun. Usahatani bawang merah yang berlahan luas menghabiskan biaya tunai yang lebih besar (60,86 persen) daripada biaya yang diperhitungkan (39,14 persen). Sedangkan usahatani bawang merah pada lahan sempit terjadi sebaliknya yakni biaya yang diperhitungkan yang lebih besar (52,27 persen) dibandingkan biaya tunai (47,73 persen) yang dikeluarkan. Begitu juga pada usahatani lahan sedang, biaya tunai yang dikeluarkan lebih kecil daripada biaya yang diperhitungkan yakni hanya sebesar 48,74 persen, sedangkan biaya yang diperhitungkannya sebesar 51,26 persen. Biaya tunai usahatani berlahan luas sebesar Rp 17.760.960,00 sedangkan usahatani berlahan sedang adalah Rp 12.988.240,00 dan usahatani berlahan sempit sebesar Rp 14.671.240,00. Biaya diperhitungkan usahatani berlahan luas adalah Rp 11.423.516,00 sedang usahatani berlahan sedang adalah Rp 13.369.290,00 dan usahatani berlahan sempit sebesar Rp 15.411.520,00. Sementara biaya total usahatani bawang merah pada lahan luas adalah Rp 29.184.470,00 sedangkan pada usahatani lahan sedang adalah Rp 26.647.530,00 dan pada lahan sempit sebesar Rp 29.482.760,00.
151
Dalam analisis pendapatan usahatani ini, persentase pengeluaran terbesar adalah biaya tenaga kerja baik pada usahatani lahan sempit, lahan sedang maupun lahan luas. Biaya tenaga kerja pada usahatani lahan sempit adalah Rp 9.300.230,00 atau 31,89 persen (TKLK sebesar 15,48 persen dan TKDK sebesar 16,41 persen) dari biaya total. Pada usahatani lahan sedang, besarnya biaya tenaga kerja adalah Rp 9.031.350,00 atau 33,89 persen (TKLK sebesar 13,26 persen dan TKDK sebesar 20,63 persen) dari biaya total. Sementara pada usahatani lahan luas, biaya tenaga kerja yang dikeluarkan adalah Rp 7.129.030,00 atau 24,42 persen dengan TKLK sebesar 15,99 persen dan TKDK sebesar 8,43 persen. Biaya tenaga kerja dalam keluarga pada usahatani lahan sempit dan lahan sedang lebih besar daripada biaya tenaga kerja luar keluarga. Hal ini menunjukan bahwa pada usahatani lahan sempit dan lahan sedang petani pemilik usahatani lebih banyak mencurahkan waktu kerjanya pada usahataninya. Sementara pada usahatani lahan luas, biaya tenaga luar keluarga yang lebih besar daripada biaya dalam keluarga. Hal ini menunjukan bahwa petani pemilik lebih banyak menggunakan tenaga kerja luar untuk mengolah usahataninya. Kalau kita melihat besarnya biaya tenaga kerja yang dikeluarkan, bisa dilihat bahwa biaya tenaga kerja usahatani lahan sempit dan lahan sedang lebih besar daripada biaya tenaga kerja yang dikeluarkan pada usahatani lahan luas. Secara logika hal ini kurang masuk akal, namun ini menunjukan bahwa usahatani lahan luas lebih efisien dalam penggunaan tenaga kerja bila dibandingkan dengan usahatani lahan sempit dan lahan sedang. Yang menjadi salah satu penyebabnya adalah banyaknya persil lahan yang dimiliki petani. Biasanya petani lahan sempit dan lahan sedang memiliki lahan dengan banyak persil namun dengan luasan yang
152
relatif sempit dengan lokasi yang berjauhan. Dengan demikian waktu efektif kerja tenaga kerja menjadi berkurang karena membutuhkan waktu tempuh perpindahan tempat kerja dari satu persil ke persil lain. Sementara pada usahatani lahan luas, biasanya setiap persil lahan yang dimiliki petani luasan lahannya relatir besar. Sehingga waktu efektif kerja tenaga kerja tidak banyak terkurangi oleh perpindahan tempat kerja. Persentase biaya tunai terkecil adalah biaya obat-obatan baik pada usahatani lahan sempit, lahan sedang maupun lahan luas. Pada usahatani lahan luas biaya yang dikeluarkan untuk membeli obat-obatan adalah Rp 1.864.660,00 (6,39 persen). Biaya obat-obatan yang dihabiskan pada usahatani lahan sedang adalah sebesar Rp 1.921.110,00 atau 7,21 persen dari biaya total. Sementara pada usahatani lahan sempit sebesar Rp 1.975.410,00 (6,84 persen). Biaya tunai terbesar yang dikeluarkan pada usahatani lahan sempit dan lahan sedang adalah biaya pupuk, masing-masing sebesar Rp 5.405.770,00 (18,34 perssen) dan Rp 5.568.570,00 (20,90 persen). Sementara pada usahatani lahan luas, biaya tunai terbesar adalah biaya bibit yakni sebesar Rp 5.757.590,00 atau 19,73 persen dari biaya total usahatani. Biaya bibit milik sendiri menempati urutan kedua terbesar persentase pengeluaran pada usahatani lahan sempit yakni Rp 5.908.350,00 (20,04 persen). Kemudian urutan selanjutnya adalah persentase pengeluaran untuk biaya pupuk yaitu sebesar Rp 5.405.770,00 (18,34 persen). Sementara pada usahatani lahan sedang berturut-turut adalah biaya pupuk sebesar Rp 5.568.570,00 (20,90 persen) dan biaya bibit millik sendiri sebesar Rp 5.460.340,00 (20,49 persen). Sedangkan pada usahatani lahan luas, urutan kedua pengeluaran terbesar adalah biaya bibit
153
(bibit yang membeli dari luar) yakni sebesar Rp 5.757.590,00 atau 19,73 persen. Urutan selanjutnya adalah pengeluaran untuk pupuk yakni sebesar Rp 5.470.650,00 atau 18,75 persen dari biaya total yang dikeluarkan untuk usahatani bawang merah. Berdasarkan Tabel 28 didapat bahwa pendapatan atas biaya tunai usahatani bawang merah berlahan sedang lebih besar dibandingkan usahatani bawang merah berlahan sempit dan lahan luas. Pendapatan atas biaya tunai usahatani lahan sedang adalah Rp 39.539.390,00 per hektar per tahun, sedangkan pada usahatani lahan sempit sebesar Rp 34.693.730,00 per hektar per tahun. Pendapatan atas biaya tunai pada usahatani bawang merah lahan luas adalah sebesar Rp 37.037.240,00 untuk masa satu tahun dengan luas lahan satu hektar. Pendapatan atas biaya tunai pada usahatani lahan sedang lebih besar dibanding pendapatan atas biaya tunai usahatani lahan luas. Sementara penerimaan total usahatani lahan sedang relatif labih kecil daripada penerimaan total usahatani lahan luas. Pendapatan atas biaya tunai yang lebih besar pada usahatani lahan sedang ini disebabkan karena biaya tunai yang dikeluarkan lebih kecil yakni hanya 48,74 persen dari biaya total. Sementara pada usahatani lahan luas biaya tunai yang dikeluarkan lebih besar yakni sebesar 60,86 persen dari biaya total usahtaani bawang merah. Pendapatan atas biaya total pada usahatani lahan sedang juga lebih besar dibandingkan usahatani lahan sempit dan usahatani lahan luas. Pendapatan atas biaya total usahatani bawang merah lahan sedang yaitu sebesar Rp 25.880.100,00 per hektar per tahun. Sedangkan pendapatan atas biaya total pada usahatani lahan luas adalah Rp 25.613.730,00 per hektar per tahun. Perbedaan yang terjadi antara
154
keduanya relatif kecil yakni hanya sekitar Rp.200.000,00. Sementara pendapatan atas biaya total terkecil terjadi pada usahatani lahan sempit yakni hanya sebesar Rp 19. 282.210,00 per hektar per tahun. Hal ini terjadi karena pada usahatani lahan sempit biaya tidak tunai atau biaya yang diperhitungkannya cukup besar yakni sebesar 52,27 persen dari biaya total usahatani bawang merah dan penerimaan total yang lebih kecil dibanding usahatni lahan sedang dan lahan luas.
7.3. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya Usahatani Bawang Merah
Berdasarkan hasil analisis pendapatan petani bawang merah di Desa Sukasari Kaler yang ditunjukkan pada Tabel 28 didapat bahwa R/C rasio atas biaya tunai usahatani lahan sedang lebih besar dibanding R/C rasio atas biaya tunai usahatani lahan sempit dan lahan luas. Hal ini terjadi karena biaya tunai usahatani berlahan luas lebih besar daripada biaya tunai pada usahatani lahan sedang dan lahan sempit. Begitu juga nilai R/C rasio atas biaya total pada usahatani lahan sedang lebih besar dibandingkan usahatani lahan sempit dan lahan sedang. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani bawang merah pada lahan sedang relatif lebih efisien dibanding usahatani bawang merah pada lahan sempit dan lahan luas. Nilai R/C rasio atas biaya tunai masing-masing usahatani berturut-turut adalah usahatani lahan sempit 3,47, usahatani lahan sedang 4,04 dan usahatani lahan luas sebesar 3,09. Hal ini menunjukan bahwa usahatani bawang merah pada lahan sedang relatif lebih efisien dari sisi pengembalian setiap rupiah yang dikeluarkan dibandingkan pada lahan sempit dan lahan luas. Pada usahatani lahan sedang, menunjukan bahwa setiap Rp 1,00 biaya tunai yang dikeluarkan petani
155
untuk menanam bawang merah pada lahan sedang, maka petani tersebut akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 4,04. Sedangkan pada usahatani lahan sempit setiap Rp 1,00 biaya tunai yang dikeluarkan maka petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 3,47 dan pada usahatani lahan luas hanya akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 3,09. Nilai R/C rasio atas biaya total masing-masing usahatani berturut-turut yaitu usahatani lahan sempit sebesar 1,65, usahatani lahan sedang 1,97 dan pada usahatani lahan luas sebesar 1,88. Hal tersebut menunjukan bahwa dilihat dari imbangan penerimaan atas biaya total usahatani lahan sedang relatif lebih efisien secara finansial daripada usahatani lahan sempit dan usahatani lahan luas. Pada usahatani lahan sedang, setiap rupiah biaya total yang dikeluarkan maka akan memperoleh penerimaan sebesar 1,97 rupiah, sementara pada usahatani lahan sempit hanya 1,65 rupiah dan pada lahan luas sebesar 1,88 rupiah. Sehingga berdasarkan nilai R/C rasio atas biaya tunai dan nilai R/C rasio atas biaya total usahatani bawang merah pada lahan sedang relatif lebih efisien jika dibandingkan dengan usahatani bawang merah pada lahan sempit dan lahan luas. Nilai R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total yang lebih besar dari satu pada semua kategori lahan mengindikasikan bahwa usahatani bawang merah di Desa Sukasari Kaler relatif efisien dalam pelaksanaannya ditinjau dari pengembalian setiap rupiah biaya yang dikeluarkan untuk produksi bawang merah.
156
7.4. Analisis Sensitivitas
Haasil analisis sensitivitas menunjukan bahwa usahatani bawang merah ini Sangat sensitif terhadap kenaikan harga pupuk. Kenaikan haraga pupuk ini memepengaruhi komponen biaya tunai produksi. Oleh karena itu perubahan harga akan mengakibatkan rasio R/C atas biaya tunai berubah. Kenaikan harga pupuk sebesar 10 persen mengakibatkan rasio R/C atas biaya tunai mengalami penurunan sebesar 13 persen pada lahan sempit, 18 persen pada lahan sedang dan 11 persen pada lahan luas. Penurunan rasio R/C atas biaya tunai terbesar terjadi pada usahatani bawang merah lahan sedang. Nilai rasio R/C atas biaya tunai akibat kenaikan harga pupuk sebesar 10 persen – 50 persen dapat dilihat pada Tabel 27. Pada kenaikan harga pupuk sebesar 20 persen, rasio R/C atas biaya tunai mengalami penurunan sebesar 25 persen pada usahatani lahan sempit, 33 persen pada usahatani lahan sedang dan 20 persen pada usahatani lahan luas. Pada kenaikan harga pupuk 20 persen, penurunan rasio R/C terbesar terjadi pada usahatani lahan sedang. Begitu juga pada kenaikan harga pupuk sebesar 30 persen, 40 persen dan 50 persen, penurunan rasio R/C terbesar terjadi pada usahatani lahan sedang. Kenaikan harga pupuk sebesar 50 persen berakibat pada turunnya rasio R/C atas biaya tunai hingga 50 persen lebih. Pada ushatani lahan sempit rasio R/C atas biaya tunai turun sebesar 56 persen yakni dari nilai rasio R/C atas biaya tunai sebesar 3,47 menjadi 2,91. Pada usahatani lahan sedang rasio R/C atas biaya tunai mengalami penurunan dari 4,04 menjadi 3,32 atau sebesar 72 persen. Sedangkan
157
pada usahatani lahan luas penurunan rasio R/C atas biaya tunai sebesar 43 persen yakni dari 3,09 menjai 2,66. Pengaruh kenaikan harga pupuk pada usahatani lahan sedang lebih besar daripada pengaruh yang terjadi pada usahatani lahan sempit dan lahan luas. Hal ini dikarenakan biaya pupuk pada usahatani lahan sedang relatif besar yakni sebesar 20,79 persen dari biaya total. Sementara pada usahatani lahan sempit biaya pupuk sebesar 18,25 persen dari biaya total dan 18, 66 persen dari biaya total pada usahatani lahan luas. Hasil perhitungan analisis sensitivitas dapat dilihat pada Lampiran 8-12.
Tabel 27. Nilai Rasio R/C Atas Biaya Tunai Hasil Analisis Sensitivitas
No
Uraian
Rasio R/C Atas Biaya Tunai Lahan Lahan Lahan Sempit Sedang Luas
1
Harga Pupuk Awal
3,47
4,04
3,09
2
Peningkatan Harga Pupuk 10 persen
3,34
3,86
2,98
3
Peningkatan Harga Pupuk 20 persen
3,22
3,71
2,89
4
Peningkatan Harga Pupuk 30 persen
3,11
3,57
2,81
5
Peningkatan Harga Pupuk 40 persen
3,00
3,44
2,73
6
Peningkatan Harga Pupuk 50 persen
2,91
3,32
2,66
Tabel 28. Analisis Pendapatan dan Rasio R/C Usahatani Bawang Merah per Hektar per Tahun Di Desa Sukasari Kaler Pada Tahun 2006 No 1 2
3
4 5 6 7
Uraian Penerimaan Biaya Tunai Bibit Pupuk Obat-obatan Tenaga Kerja Luar Keluarga Total Biaya Tunai Biaya Diperhitungkan Bibit milik sendiri Tenaga Kerja Dalam Keluarga Penyusutan Alat Sewa Lahan Total Biaya Diperhitungkan Total Biaya Pendapatan Atas Biaya Tunai Pendapatan atas Biaya Total R/C Atas Biaya Tunai R/C Atas Biaya Total
Harga/satuan 2874,81
Lahan Sempit Jumlah Nilai (Rp) Fisik 16962,85 48764971,36
5050 1518,89
421,15 3559,03
30000
152,11
2469,17 30000
2392,85 161,23
4600000
1,00
% Biaya
Lahan Sedang Jumlah Nilai (Rp) Fisik 18271,69 52527628,64
2126830,10 5405770,24 1975406,57 4563237,20 14071244,11
7,18 18,25 6,67 15,41 47,51
0,00 3666,21
5908354,59 4836994,72 198500,00 4600000,00 15543849,31 29615093,42 34693727,25 19149877,94 3,47 1,65
19,95 16,33 0,67 15,53 52,49 100,00
2211,41 117,76
183,29
1,00
Lahan Luas % Biaya
Jumlah Fisik 19061,50
0,00 5568571,73 1921111,90 5498556,46 12988240,10
0,00 20,79 7,17 20,53 48,50
1140,12 3601,74
5460342,62 3532778,09 198500,00 4600000,00 13791620,70 26779860,80 39539388,55 25747767,84 4,04 1,96
20,39 13,19 0,74 17,18 51,50 100,00
1740,01 82,03
155,60
1,00
Nilai (Rp)
% Biaya
54798194,36 5757592,97 5470653,38 1864661,32 4668048,58 17760956,24
19,64 18,66 6,36 15,92 60,58
4296373,42 2460970,55 198500,00 4600000,00 11555843,97 29316800,21 37037238,12 25481394,14 3,09 1,87
14,65 8,39 0,68 15,69 39,42 100,00
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu: 1.
Dari hasil pendugaan model fungsi produksi Cobb-Douglas maka diperoleh faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi adalah luas lahan, bibit dan pupuk buatan. Faktor-faktor produksi yang tidak berpengaruh adalah tenaga kerja wanita dan obat-obatan.
2.
Analisis efisiensi ekonomis penggunaan input produksi menunjukkan bahwa penggunaan faktor-faktor luas lahan, tenaga kerja wanita, bibit, pupuk buatan dan obat-obatan tidak efisien. Hal ini diindikasikan oleh nilai rasio NPM dan BKM yang lebih besar dari satu pada variabel luas lahan, bibit, pupuk buatan dan obat-obatan. Nilai rasio NPM/BKM yang lebih besar dari satu mengindikasikan bahwa penggunaan faktor produksi tersebut masih kurang. Sementara pada variabel tenaga kerja wanita nilai rasio NPM/BKM kurang dari satu yang menunjukan bahwa penggunaan faktor produksi ini sudah berlebihan.
3.
Pendapatan per hektar atas biaya total tertinggi terjadi pada kelompok usahatani lahan sedang (Rp 25.880.100). Kemudian pada urutan kedua adalah pada kelompok usahatani lahan luas (Rp 25.613.730) dan pada urutan ketiga adalah pada kelompok usahatani lahan sempit (Rp 19.282.210).
4.
Dilihat dari rasio rupiah per rupiah (R/C ratio) petani lahan sedang di daerah peneletian relatif lebih efisien dibandingkan petani lahan sempit dan petani
2
lahan luas. Rasio R/C atas biaya tunai dan rasio R/C atas biaya total menunjukan bahwa usahatani bawang merah di Desa Sukasari Kaler cukup efisien. Hal ini diindikasikan dengan nilai rasio R/C atas biaya tunai dan rasio R/C atas biaya total yang nilainya lebih besar dari satu pada semua strata luas lahan. R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total pada kelompok usahatani lahan sedang (4,04 dan 1,97) lebih besar dibandingkan pada kelompok usahatani lahan sempit (3,47 dsn 1,65) dan lahan luas (3,09 dan 1,88). 5.
Hasil analisis sensitivitas menunjukan bahwa usahatani bawang merah di daerah penelitian sangat sensitif terhadap perubahan harga pupuk. Kenaikan harga pupuk sebesar 10 persen menyebabakan nilai rasio R/C atas biaya tunai mengalami penurunan yang besar yakni 13 persen pada usahatani lahan sempit, 18 persen pada usahatani lahan sedang dan 11 persen pada usahatani lahan luas. Pada kenaikan harga pupuk sebesar 50 persen rasio R/C atas biaya tunai mengalami penurunan yang sangat besar yakni 56 persen pada usahatani lahan sempit, 72 persen pada usahatani lahan sedang dan 43 persen pada usahatani lahan luas.
8.2. Saran
Dari kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh pada penelitian ini maka disararan untuk :
3
1.
Berdasarkan hasil analisis efisiensi penggunaan input produksi
yang
menunjukan bahwa penggunaan input produksi belum optimal maka disarankan agar meningkatkan penggunaan input produksi terutama pada penggunaan bibit, pupuk buatan dan obat-obatan. Ketiga input ini masih kurang penggunaannya. Dengan tetap memperhatikan anjuran dari petugas PPL agar sesuai dengan kondisi lahan di daerah penelitian. 2.
Berdasarkan analisis efisiensi usahatani dari sisi rasio R/C diperoleh bahwa usahatani yang paling efisien adalah usahatani bawang merah pada strata lahan sedang, oleh karena itu disarankan apabila ingin mencapai efisiensi usahatani bawang merah dari sisi rasio R/C maka disarankan untuk melakukan usahatani bawang merah pada strata lahan sedang.
3.
Kebijakan pemerintah mengenai kenaikan harga pupuk seharusnya diikuti dengan kenaikan harga output sehingga rasio harga input terhadap harga output tetap pada proporsi yang menguntungkan petani. Peningkatan harga pupuk yang tidak diimbangi dengan kebijakan perbaikan harga output akan sangat merugikan petani bawang merah. Hal ini dikarenakan usahatani terutama usahatani bawang merah sangat sensitif terhadap perubahan harga pupuk. Perbaikan harga output dapat dilakukan dengan memperbaiki sistem tataniaga produk pertanian.
4
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, Eka.D.N. 2004. Analisis Usahatani dan Pemasaran Bawang Merah (Kasus di Kecamatan Wanasai, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah). Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Badan Pusat Statistik Majalengka. 2006. Kabupaten Majalengka Dalam Angka Tahun 2006). BPS Majalengka. Majalengka. Beatti, Bruce R. 1985. The Economics of Production. John Waley & Son, Inc. New York.
Biro Pusat Statistik. 2004. Sensus Pertanian 2003. Jakarta. Chairuddi, M. Brahmana. 2005. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Padi Lahan Kering dengan Pendekatan Stochastic Frontier (Di Desa Tanggeung, Kecamatan Tanggeung, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat). Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura, 2004. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah di Indonesia Tahun 1997-2003. Jakarta. Doll, J dan Frank Orazem. 1984. Production Economics : Theory With Aplications. John Wiley and Sons, Inc. New York. Gohong, Gundik. 1993. Tingkat Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan serta Faktor-faktor yang Mempengaruhinya Pada Daerah Opsus Simpei Karunei Di Kabupaten kapuas propinsi Kalimantan Tengah. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hamid, Azwar. 2004. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pendapatan Usahatani Bawang Merah (Kasus di Desa Dumeling , Kecamatan Wanasari, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah). Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hartono, Rudi. 2000. Analisis Pendapatan Usahatani Markisa dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kartasasmita, Ginanjar. 1996. Arah Kebijakan dan Perencanaan Pembangunan Pertanian Pada Repelita VII. Makalah Seminar pada Simposium Nasional dan Kongres VI PERAGI di Jakarta. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Jakarta. Kartina, Tina. 2000. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pendapatan Petani Lahan Kering pada Daerah UPUPSA dan Daerah Non UP-UPSA di DAS Cimanuk Hulu. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Maulina, Destriati. 2001. Analisis Usahatani dan Pemasaran Bawang Merah (Kasus di Desa Kemukten, Kecamatan Kresna, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah). Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Bogor. Bogor.
Prabowo, Dibyo. 1995. Diversifikasi Pedesaan. CPIS. Jakarta. Profil Desa Sukasari Kaler, Tahun 2006. Rahayu, E dan N. Berlian. 1994. Bawang Merah. Penebar Swadaya. Jakarta. Rosantiningrum, Ratna. 2004. Analisis Produksi dan Pemasaran Usahatani Bawang Merah (Studi Kasus Desa Banjaranyar, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah). Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rukmana, R. 1994. Bawang Merah: Budidaya dan Pengelolaan Pascapanen. Kanisius, Yogyakarta. Samadi, B dan Cahyono. 1996. Intensifikasi Budidaya Bawang Merah. Kanisius. Yogyakarta.
5
Soeharjo, A dan Dahlan Patong. 1973. Sendi-sendi Pokok Ilmu Usahatani. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor
Soekartawi. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Sumiyati, 2006. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi Usahatani Bawang Daun (Studi Kasus di Desa Sindangjaya, Kecamatan, Pacet, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat). Skripsi . Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Suroso, 2006. Analisis Pendapatan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Usahatani Jagung (Kasus Desa Ukirsari, Kecamatan Grabag, Kabupaten Purworejo, Propinsi Jawa Tengah). Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Suwandi dan A. Azirin. 1995. Pola Usahatani Berbasis Sayuran dengan Berwawasan Lingkungan Untuk Meningkatkan Pendapatan Petani. Prosiding Ilmiah Nasional Komoditas sayuran Balistra, Lembang. Teken. I.G. 1965. Beberapa Azas Ekonomi Produksi Pertanian. Penerbit Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tjakrawiralaksana, Abas. 1985. Usahatani. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Wicaksono, C. 1997. Tingkat dan Distribusi Pendapatan Rumah Tangga Petani Pada Wilayah Lahan Sawah dan Wilayah Lahan Kering (Kasus di Desa Sindang Rasa, Kecamatan Ciawi, Kabupaten DATI II Bogor, Jawa Barat). Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
6
LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabulasi Data Hasil Penelitian No Responden Tingkat Pendapatan (Rp) 3115633.333 1 1911033.333 2 6469633.333 3 63561893.33 4 33175493.33 5 31378973.33 6 31528013.33 7 3576233.333 8 22445153.33 9 17989733.33 10 17534173.33 11 19385753.33 12 13981993.33 13 13677553.33 14 20439393.33 15 28479613.33 16 23637713.33 17 30509953.33 18 34199893.33 19 36715173.33 20 23398553.33 21 23907213.33 22 20175093.33 23 23410113.33 24 18156413.33 25 7948053.333 26 25221493.33 27
Luas lahan Jumlah Tenaga Jumlah Biaya (Ha) kerja (HOK) Bibit (Kg) Pupuk (Rp) 0.787 448.80 1500 5600000 0.168 54.29 60 426500 0.437 93.64 500 5048000 2.009 563.28 4560 10980000 1.123 293.24 2560 6300000 0.954 194.96 2160 5180000 0.892 184.96 2000 4950000 0.716 182.56 1600 3960000 0.756 220.16 1720 4060000 0.629 193.40 1400 3300000 0.607 124.44 1400 3110000 0.645 199.40 1440 2980000 0.430 142.72 960 2270000 0.412 150.12 920 2080000 0.586 166.56 1320 3070000 0.736 178.40 1680 3960000 0.822 225.56 1840 4420000 0.978 248.88 2200 5280000 1.124 257.12 2560 6140000 1.237 346.32 2800 6830000 0.677 137.32 1520 3690000 0.810 212.28 1800 4290000 0.602 152.16 1360 3070000 0.663 196.84 1480 3690000 0.458 93.28 1040 2310000 0.254 114.16 560 1260000 0.868 195.76 1960 4520000
Biaya Obat- Tanggungan obatan (Rp) (Orang) 1724000 6 154000 4 816000 2 4211000 4 2448000 3 1892000 2 1554000 1 1542000 2 1682000 2 1443000 2 977000 3 1252000 1 662000 1 952000 4 1337000 1 1238000 4 1154000 3 2094000 2 1704000 2 2680000 2 1622000 1 1682000 1 922000 3 1212000 2 1002000 1 406000 2 1472000 5
Pendidikan (Tahun) 9 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
2
Lampiran 1. Lanjutan satu No Responden 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54
Tingkat Pendapatan (Rp) 28541853.33 43497473.33 31219333.33 32563673.33 24641173.33 11448113.33 9992253.333 30116753.33 29903853.33 5326673.333 6210033.333 -1139166.667 9362833.333 2370833.333 -698366.6667 2980683.333 546733.3333 14425193.33 45776233.33 17003113.33 52891253.33 22142953.33 6595273.333 6464693.333 19984953.33 -1549066.667 32668853.33
Luas lahan (Ha) 0.891 1.377 0.958 1.080 0.822 0.558 0.447 1.145 0.911 0.235 0.473 0.360 0.175 0.420 0.042 0.259 0.091 0.458 1.716 0.673 1.652 0.793 0.594 0.506 0.743 0.084 1.166
Jumlah Tenaga kerja (HOK) 215.52 299.88 202.28 272.76 254.52 147.88 139.36 269.76 245.92 76.08 186.00 71.80 55.80 101.48 18.34 150.34 56.84 146.32 279.12 205.12 315.60 234.16 195.24 153.00 227.76 58.02 291.44
Jumlah Bibit (Kg) 2000 3120 2160 2440 1800 1400 1000 2400 2000 460 1400 850 140 330 30 205 65 1040 3920 1500 3800 1800 1400 1200 1600 50 2600
Biaya Pupuk (Rp) 4950000 7920000 5090000 5980000 5050000 2830000 2180000 6020000 5050000 1090000 2560000 1299000 550000 3000000 178500 1086750 1048000 2470000 9674000 3500000 9210000 4490000 2970000 2630000 4360000 277000 6450000
Biaya Obatobatan (Rp) 1942000 2884000 2030000 2556000 1779000 1248000 932000 2431000 1950000 406000 1064000 199000 600000 750000 103000 767000 336000 906000 2492000 1114000 3152000 1288000 924000 856000 1332000 167500 2130000
Tanggungan (Orang) 3 3 4 1 4 3 3 2 3 2 3 5 3 3 5 4 4 3 2 4 4 2 4 3 4 3 3
Pendidikan (Tahun) 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
3
Lampiran 1. Lanjutan dua No Responden Tingkat Pendapatan Luas lahan Jumlah Tenaga Jumlah Biaya Biaya ObatTanggungan Pendidikan (Rp) (Ha) kerja (HOK) Bibit (Kg) Pupuk (Rp) obatan (Rp) (Orang) (Tahun) 10907493.33 0.428 93.44 1000 2486000 918000 2 6 55 66899793.33 2.037 469.52 4600 11490000 2656000 3 6 56 16174173.33 0.542 160.64 1200 2990000 1448000 3 6 57 32776553.33 1.037 271.92 2360 5500000 1902000 4 6 58 41041893.33 1.304 314.20 2960 7130000 2334000 2 6 59 12380833.33 0.425 168.56 960 2262000 1064000 3 9 60 14974253.33 0.547 209.52 1200 2390000 1170000 1 6 61 24656373.33 0.805 219.96 1840 4450000 1734000 1 6 62 9416373.333 0.335 111.80 800 2580000 726000 1 6 63 16395113.33 0.678 196.52 1540 3670000 1131000 2 6 64 22434713.33 0.847 255.24 1800 4660000 1702000 3 6 65 23453093.33 1.032 297.68 2200 5480000 1780000 2 6 66 44199953.33 1.458 378.60 3200 8020000 2758000 3 6 67 6714933.333 0.232 81.28 520 1090000 532000 3 6 68 16437473.33 0.502 141.88 1200 2680000 999000 2 6 69 68422793.33 1.812 400.24 4000 9900000 2760000 3 6 70 20916453.33 0.630 195.24 1400 3550000 788000 2 6 71 42003973.33 1.394 359.44 3000 7000000 2747000 3 6 72 3461433.333 0.199 80.80 400 1065000 392000 3 6 73 8751333.333 0.288 93.56 600 1480000 444000 3 6 74 10941273.33 0.309 97.52 700 1500000 303000 2 6 75 18119033.33 0.518 164.24 1200 2810000 1062000 3 6 76 5547853.333 0.171 60.28 380 920000 383000 2 6 77 13413473.33 0.447 141.44 1000 2470000 874000 4 6 78 49713233.33 1.541 363.48 3500 8350000 2542000 2 6 79 13054733.33 0.459 151.68 1040 2450000 966000 2 6 80 Rata-Rata 21155334.21 0.73729125 198.995375 1627.625 4038259.375 1403593.75 2.7125 6.076923077
Lampiran 2. Matrix Korelasi Antar Variabel Correlations: Ln Y; Ln X1; Ln X2; Ln X3; Ln X4; Ln X5; Ln X6; Ln X7
Ln Y 0,979 0,000
Ln X1
Ln X2
0,839 0,000
0,883 0,000
Ln X3
0,935 0,000
0,937 0,000
0,822 0,000
Ln X4
0,985 0,000
0,965 0,000
0,833 0,000
0,904 0,000
Ln X5
0,975 0,000
0,991 0,000
0,865 0,000
0,932 0,000
0,962 0,000
Ln X6
0,888 0,000
0,927 0,000
0,811 0,000
0,854 0,000
0,879 0,000
0,915 0,000
Ln X7
0,879 0,000
0,937 0,000
0,850 0,000
0,882 0,000
0,858 0,000
0,939 0,000
Ln X1
Ln X2
Ln X3
Ln X4
Ln X5
Ln X6
0,898 0,000
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
Lampiran 3. Hasil Pendugaan Analisis Regresi Fungsi Produksi Cobb-Douglas Regression Analysis: Ln Y versus Ln X1; Ln X2; ... The regression equation is Ln Y = 4,99 + 0,577 Ln X1 - 0,0826 Ln X2 + 0,176 Ln X3 + 0,427 Ln X4 + 0,199 Ln X5 - 0,0542 Ln X6 - 0,205 Ln X7 Predictor Constant Ln X1 Ln X2 Ln X3 Ln X4 Ln X5 Ln X6 Ln X7
Coef 4,9895 0,5767 -0,08264 0,17568 0,42749 0,1992 -0,05416 -0,20529
S = 0,1082
SE Coef 0,9399 0,1664 0,05003 0,04940 0,06096 0,1281 0,05316 0,06882
R-Sq = 98,7%
T 5,31 3,47 -1,65 3,56 7,01 1,56 -1,02 -2,98
P 0,000 0,001 0,103 0,001 0,000 0,124 0,312 0,004
VIF 98,8 4,9 8,4 22,4 67,8 7,9 13,6
R-Sq(adj) = 98,6%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 7 72 79
SS 63,7053 0,8424 64,5477
MS 9,1008 0,0117
F 777,82
P 0,000
2
Lampiran 4. Hasil Analisis Regresi Fungsi Produksi Cobb-Douglas Usahatani Bawang Merah per Hektar
Regression Analysis: Ln Y versus Ln X2; Ln X3; ... The regression equation is Ln Y = 5,02 - 0,118 Ln X2 + 0,163 Ln X3 + 0,445 Ln X4 + 0,222 Ln X5 - 0,0749 Ln X6 - 0,209 Ln X7 Predictor Constant Ln X2 Ln X3 Ln X4 Ln X5 Ln X6 Ln X7
Coef 5,0195 -0,11802 0,16257 0,44457 0,2220 -0,07491 -0,20921
S = 0,1087
SE Coef 0,9446 0,04258 0,04866 0,05990 0,1276 0,05108 0,06912
R-Sq = 81,5%
T 5,31 -2,77 3,34 7,42 1,74 -1,47 -3,03
P 0,000 0,007 0,001 0,000 0,086 0,147 0,003
VIF 1,5 1,0 2,3 1,5 1,3 2,1
R-Sq(adj) = 80,0%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source Ln X2 Ln X3 Ln X4 Ln X5 Ln X6 Ln X7
DF 1 1 1 1 1 1
DF 6 73 79
SS 3,80173 0,86309 4,66481 Seq SS 1,67713 0,06269 1,88518 0,00890 0,05949 0,10833
MS 0,63362 0,01182
F 53,59
P 0,000
3
Lampiran 5. Hasil Analisis Regresi Fungsi Produksi Cobb-Douglas Usahatani Bawang Merah per Hektar dengan menghilangkan beberapa observasi yaitu observasi 1,2,3,4,11 dan 32.
Regression Analysis: Ln Y versus Ln X2; Ln X3; ... The regression equation is Ln Y = 7,60 - 0,0330 Ln X2 + 0,0046 Ln X3 + 0,206 Ln X4 + 0,0521 Ln X5 - 0,0396 Ln X6 + 0,0186 Ln X7 74 cases used 6 cases contain missing values Predictor Constant Ln X2 Ln X3 Ln X4 Ln X5 Ln X6 Ln X7
Coef 7,5976 -0,03304 0,00460 0,20598 0,05211 -0,03959 0,01858
S = 0,02723
SE Coef 0,6096 0,01186 0,01487 0,06250 0,04119 0,01958 0,02374
R-Sq = 34,3%
T 12,46 -2,79 0,31 3,30 1,27 -2,02 0,78
P 0,000 0,007 0,758 0,002 0,210 0,047 0,437
VIF 1,2 1,1 1,1 1,3 1,1 1,0
R-Sq(adj) = 28,4%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 6 67 73
Source Ln X2 Ln X3 Ln X4 Ln X5 Ln X6 Ln X7
Seq SS 0,0128412 0,0000411 0,0076157 0,0021339 0,0028232 0,0004542
DF 1 1 1 1 1 1
SS 0,0259091 0,0496949 0,0756040
MS 0,0043182 0,0007417
F 5,82
P 0,000
4
Lampiran 6. Hasil Analisis Regresi Fungsi Produksi Coob-Douglas dengan menghilangkan Observasi 1,2,3,4,11 dan 32
Regression Analysis: Ln Y versus Ln X1; Ln X2; ... The regression equation is Ln Y = 7,65 + 0,800 Ln X1 - 0,0285 Ln X2 + 0,0073 Ln X3 + 0,196 Ln X4 + 0,0477 Ln X5 - 0,0357 Ln X6 + 0,0188 Ln X7 74 cases used 6 cases contain missing values Predictor Constant Ln X1 Ln X2 Ln X3 Ln X4 Ln X5 Ln X6 Ln X7
Coef 7,6495 0,79950 -0,02855 0,00733 0,19598 0,04766 -0,03566 0,01882
S = 0,02735
SE Coef 0,6170 0,09887 0,01365 0,01547 0,06449 0,04188 0,02051 0,02384
R-Sq = 99,8%
T 12,40 8,09 -2,09 0,47 3,04 1,14 -1,74 0,79
P 0,000 0,000 0,040 0,637 0,003 0,259 0,087 0,433
VIF 314,2 4,2 7,2 141,0 63,8 12,5 19,6
R-Sq(adj) = 99,8%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source Ln X1 Ln X2 Ln X3 Ln X4 Ln X5 Ln X6 Ln X7
DF 1 1 1 1 1 1 1
DF 7 66 73
SS 25,1393 0,0494 25,1887 Seq SS 25,1252 0,0041 0,0001 0,0060 0,0015 0,0021 0,0005
MS 3,5913 0,0007
F 4802,50
P 0,000
5
Lampiran 7. Hasil Analisis Regresi Fungsi Produksi Coob-Douglas dengan menghilangkan Variabel X2 dan X6 Regression Analysis: Ln Y versus Ln X1; Ln X3; Ln X4; Ln X5; Ln X7
The regression equation is Ln Y = 7,14 + 0,703 Ln X1 + 0,0146 Ln X3 + 0,202 Ln X4 + 0,0761 Ln X5 + 0,0188 Ln X7 74 cases used 6 cases contain missing values Predictor Constant Ln X1 Ln X3 Ln X4 Ln X5 Ln X7
Coef 7,1350 0,70339 0,01456 0,20209 0,07611 0,01884
S = 0,02820
SE Coef 0,6003 0,09407 0,01568 0,06642 0,04154 0,02437
R-Sq = 99,8%
T 11,89 7,48 0,93 3,04 1,83 0,77
P 0,000 0,000 0,356 0,003 0,071 0,442
VIF 267,4 7,0 140,6 59,0 19,2
R-Sq(adj) = 99,8%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source Ln X1 Ln X3 Ln X4 Ln X5 Ln X7
DF 1 1 1 1 1
DF 5 68 73
SS 25,1346 0,0541 25,1887 Seq SS 25,1252 0,0003 0,0060 0,0026 0,0005
MS 5,0269 0,0008
F 6319,07
P 0,000
Lampiran 8. Analisis Pendapatan dan Rasio R/C Usahatani Bawang Merah Di Desa Sukasari Kaler (Harga Pupuk Naik 10 Persen) Lahan Sempit No 1 2
3
4 5 6 7
Uraian Penerimaan Biaya Tunai Bibit Pupuk Obat-obatan Tenaga Kerja Luar Keluarga Total Biaya Tunai Biaya Diperhitungkan Bibit milik sendiri Tenaga Kerja Dalam Keluarga Penyusutan Alat Sewa Lahan Total Biaya Diperhitungkan Total Biaya Pendapatan Atas Biaya Tunai Pendapatan atas Biaya Total R/C Atas Biaya Tunai R/C Atas Biaya Total
Harga/satuan 2874,81
Jumlah Fisik 16962,85
5050 1670,78
421,15 3559,03
30000
152,11
2469,17 30000
2392,85 161,23
4600000
1,00
Nilai (Rp)
% Biaya
48764971,36
Lahan Sedang Jumlah Nilai (Rp) Fisik 18271,69 52527628,64
2126830,10 5946347,27 1975406,57 4563237,20 14611821,14
7,05 19,72 6,55 15,13 48,45
0,00 3666,21
5908354,59 4836994,72 198500,00 4600000,00 15543849,31 30155670,45 34153150,22 18609300,91 3,34 1,62
19,59 16,04 0,66 15,25 51,55 100,00
2211,41 117,76
183,29
1,00
Lahan Luas % Biaya
Jumlah Fisik 19061,50
0,00 6125428,90 1975406,57 5498556,46 13599391,94
0,00 22,36 7,21 20,07 49,65
1140,12 3601,74
5460342,62 3532778,09 198500,00 4600000,00 13791620,70 27391012,64 38928236,70 25136616,00 3,86 1,92
19,93 12,90 0,72 16,79 50,35 100,00
1740,01 82,03
155,60
1,00
Nilai (Rp)
% Biaya
54798194,36 5757592,97 6017718,72 1975406,57 4668048,58 18418766,83
19,21 20,08 6,59 15,57 61,45
4296373,42 2460970,55 198500,00 4600000,00 11555843,97 29974610,80 36379427,53 24823583,56 2,98 1,83
14,33 8,21 0,66 15,35 38,55 100,00
2
Lampiran 9. Analisis Pendapatan dan Rasio R/C Usahatani Bawang Merah Di Desa Sukasari Kaler (Harga Pupuk Naik 20 Persen) Lahan Sempit No 1 2
3
4 5 6 7
Uraian Penerimaan Biaya Tunai Bibit Pupuk Obat-obatan Tenaga Kerja Luar Keluarga Total Biaya Tunai Biaya Diperhitungkan Bibit milik sendiri Tenaga Kerja Dalam Keluarga Penyusutan Alat Sewa Lahan Total Biaya Diperhitungkan Total Biaya Pendapatan Atas Biaya Tunai Pendapatan atas Biaya Total R/C Atas Biaya Tunai R/C Atas Biaya Total
Harga/satuan 2874,81
Jumlah Fisik 16962,85
5050 1822,67
421,15 3559,03
30000
152,11
2469,17 30000
2392,85 161,23
4600000
1,00
Nilai (Rp)
% Biaya
48764971,36
Lahan Sedang Jumlah Nilai (Rp) Fisik 18271,69 52527628,64
2126830,10 6486924,29 1975406,57 4563237,20 15152398,16
6,93 21,13 6,44 14,87 49,36
0,00 3666,21
5908354,59 4836994,72 198500,00 4600000,00 15543849,31 30696247,47 33612573,20 18068723,89 3,22 1,59
19,25 15,76 0,65 14,99 50,64 100,00
2211,41 117,76
183,29
1,00
Lahan Luas % Biaya
Jumlah Fisik 19061,50
0,00 6682286,08 1975406,57 5498556,46 14156249,11
0,00 23,91 7,07 19,67 50,65
1140,12 3601,74
5460342,62 3532778,09 198500,00 4600000,00 13791620,70 27947869,82 38371379,53 24579758,82 3,71 1,88
19,54 12,64 0,71 16,46 49,35 100,00
1740,01 82,03
155,60
1,00
Nilai (Rp)
% Biaya
54798194,36 5757592,97 6564784,05 1975406,57 4668048,58 18965832,17
18,86 21,51 6,47 15,29 62,14
4296373,42 2460970,55 198500,00 4600000,00 11555843,97 30521676,14 35832362,19 24276518,22 2,89 1,80
14,08 8,06 0,65 15,07 37,86 100,00
3
Lampiran 10. Analisis Pendapatan dan Rasio R/C Usahatani Bawang Merah Di Desa Sukasari Kaler (Harga Pupuk Naik 30 Persen) Lahan Sempit No 1 2
3
4 5 6 7
Uraian Penerimaan Biaya Tunai Bibit Pupuk Obat-obatan Tenaga Kerja Luar Keluarga Total Biaya Tunai Biaya Diperhitungkan Bibit milik sendiri Tenaga Kerja Dalam Keluarga Penyusutan Alat Sewa Lahan Total Biaya Diperhitungkan Total Biaya Pendapatan Atas Biaya Tunai Pendapatan atas Biaya Total R/C Atas Biaya Tunai R/C Atas Biaya Total
Harga/satuan 2874,81
Jumlah Fisik 16962,85
5050 1974,56
421,15 3559,03
30000
152,11
2469,17 30000
2392,85 161,23
4600000
1,00
Nilai (Rp) 48764971,36
% Biaya
Lahan Sedang Jumlah Fisik Nilai (Rp) 18271,69 52527628,64
2126830,10 7027501,32 1975406,57 4563237,20 15692975,19
6,81 22,50 6,32 14,61 50,24
0,00 3666,21
5908354,59 4836994,72 198500,00 4600000,00 15543849,31 31236824,49 33071996,17 17528146,86 3,11 1,56
18,91 15,48 0,64 14,73 49,76 100,00
2211,41 117,76
183,29
1,00
Lahan Luas % Biaya
Jumlah Fisik 19061,50
0,00 7239143,25 1975406,57 5498556,46 14713106,28
0,00 25,40 6,93 19,29 51,62
1140,12 3601,74
5460342,62 3532778,09 198500,00 4600000,00 13791620,70 28504726,99 37814522,36 24022901,65 3,57 1,84
19,16 12,39 0,70 16,14 48,38 100,00
1740,01 82,03
155,60
1,00
Nilai (Rp) 54798194,36
% Biaya
5757592,97 7111849,39 1975406,57 4668048,58 19512897,50
18,53 22,89 6,36 15,02 62,81
4296373,42 2460970,55 198500,00 4600000,00 11555843,97 31068741,48 35285296,85 23729452,88 2,81 1,76
13,83 7,92 0,64 14,81 37,19 100,00
4
Lampiran 11. Analisis Pendapatan dan Rasio R/C Usahatani Bawang Merah Di Desa Sukasari Kaler (Harga Pupuk Naik 40 Persen) Lahan Sempit No 1 2
3
4 5 6 7
Uraian Penerimaan Biaya Tunai Bibit Pupuk Obat-obatan Tenaga Kerja Luar Keluarga Total Biaya Tunai Biaya Diperhitungkan Bibit milik sendiri Tenaga Kerja Dalam Keluarga Penyusutan Alat Sewa Lahan Total Biaya Diperhitungkan Total Biaya Pendapatan Atas Biaya Tunai Pendapatan atas Biaya Total R/C Atas Biaya Tunai R/C Atas Biaya Total
Harga/satuan 2874,81
Jumlah Fisik 16962,85
5050 2126,45
421,15 3559,03
30000
152,11
2469,17 30000
2392,85 161,23
4600000
1,00
Nilai (Rp)
% Biaya
48764971,36
Lahan Sedang Jumlah Nilai (Rp) Fisik 18271,69 52527628,64
2126830,10 7568078,34 1975406,57 4563237,20 16233552,21
6,69 23,82 6,22 14,36 51,09
0,00 3666,21
5908354,59 4836994,72 198500,00 4600000,00 15543849,31 31777401,52 32531419,15 16987569,84 3,00 1,53
18,59 15,22 0,62 14,48 48,91 100,00
2211,41 117,76
183,29
1,00
Lahan Luas % Biaya
Jumlah Fisik 19061,50
0,00 7796000,42 1975406,57 5498556,46 15269963,46
0,00 26,83 6,80 18,92 52,54
1140,12 3601,74
5460342,62 3532778,09 198500,00 4600000,00 13791620,70 29061584,16 37257665,18 23466044,48 3,44 1,81
18,79 12,16 0,68 15,83 47,46 100,00
1740,01 82,03
155,60
1,00
Nilai (Rp)
% Biaya
54798194,36 5757592,97 7658914,73 1975406,57 4668048,58 20059962,84
18,21 24,22 6,25 14,76 63,45
4296373,42 2460970,55 198500,00 4600000,00 11555843,97 31615806,81 34738231,52 23182387,54 2,73 1,73
13,59 7,78 0,63 14,55 36,55 100,00
5
Lampiran 12. Analisis Pendapatan dan Rasio R/C Usahatani Bawang Merah Di Desa Sukasari Kaler (Harga Pupuk Naik 50 Persen) Lahan Sempit No 1 2
3
4 5 6 7
Uraian Penerimaan Biaya Tunai Bibit Pupuk Obat-obatan Tenaga Kerja Luar Keluarga Total Biaya Tunai Biaya Diperhitungkan Bibit milik sendiri Tenaga Kerja Dalam Keluarga Penyusutan Alat Sewa Lahan Total Biaya Diperhitungkan Total Biaya Pendapatan Atas Biaya Tunai Pendapatan atas Biaya Total R/C Atas Biaya Tunai R/C Atas Biaya Total
Harga/satuan 2874,81
Jumlah Fisik 16962,85
5050 2278,33
421,15 3559,03
30000
152,11
2469,17 30000
2392,85 161,23
4600000
1,00
Nilai (Rp)
% Biaya
48764971,36
Lahan Sedang Jumlah Nilai (Rp) Fisik 18271,69 52527628,64
2126830,10 8108655,36 1975406,57 4563237,20 16774129,23
6,58 25,09 6,11 14,12 51,90
0,00 3666,21
5908354,59 4836994,72 198500,00 4600000,00 15543849,31 32317978,54 31990842,12 16446992,82 2,91 1,51
18,28 14,97 0,61 14,23 48,10 100,00
2211,41 117,76
183,29
1,00
Lahan Luas % Biaya
Jumlah Fisik 19061,50
0,00 8352857,60 1975406,57 5498556,46 15826820,63
0,00 28,20 6,67 18,56 53,44
1140,12 3601,74
5460342,62 3532778,09 198500,00 4600000,00 13791620,70 29618441,34 36700808,01 22909187,30 3,32 1,77
18,44 11,93 0,67 15,53 46,56 100,00
1740,01 82,03
155,60
1,00
Nilai (Rp)
% Biaya
54798194,36 5757592,97 8205980,07 1975406,57 4668048,58 20607028,18
17,90 25,51 6,14 14,51 64,07
4296373,42 2460970,55 198500,00 4600000,00 11555843,97 32162872,15 34191166,18 22635322,21 2,66 1,70
13,36 7,65 0,62 14,30 35,93 100,00