Bung Karno Dan Lima Kebenaran Ilahiyah http://www.bergelora.com/opini-wawancara/artikel/2097-bung-karno-dan-lima-kebenaran-ilahiyah.html
Minggu, 14 Juni 2015
Laksamana
TNI
(Pur)
Slamet
Soebijanto
(Ist)Ditengah Penjajahan Kolonialisme Belanda pada 6 Juni 1900, seorang perempuan, Ida Ayu Nyoman Rai, yang sehari-hari dipanggil Nyoman, melahirkan seorang putra bernama Soekarno. Pada 1 Juni 1945, dihadapan Badan Penyelidik Usaha Persiapan kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) Soekarno, pertama kali berpidato tentang Pancasila yang selanjutnya menjadi dasar Ideologi Negara Republik Indonesia. Sehingga Setiap 1 Juni dikenal sebagai Hari Kelahiran Pancasila. Ia menjadi menjadi Proklamator dan Presiden Pertama Republik Indonesia yang berdiri pada 17 Agustus 1945. Pada 22 Juni 1966 Soekarno dipaksa meletakkan jabatan lewat penolakan oleh MPRS atas Pidato Pertanggung Jawaban Presiden Soekarno,--setelah sebuah kudeta militer yang didukung Amerika Serikat pada 30 September 1965. Presiden Soekarno meninggal dunia di RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat) Gatot Subroto, Jakarta pada 21 Juni 1970. Sebagai penghormatan terhadap Bulan Bung Karno, selama sebulan Bergelora.com akan menurunkan berbagai tulisan tentang Bung Karno. Oleh : Laksamana TNI (Pur) Slamet Soebijanto* “ Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah “ (Presiden R.I. Soekarno) Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah satu-satunya negara di dunia yang terbentuk bangsanya dahulu, baru negaranya. Sumpah pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, adalah tonggak sejarah bersatunya bangsa-bangsa yang tinggal di Bumi Nusantara, tonggak terbentuknya Bangsa Indonesia. Para Pemuda telah mengambil keputusan stategis dan penting bagi perjalanan cita-cita mewujudkan kemerdekaan 1
Indonesia. Keputusan dan tekad mempersatukan diri menjadi satu kesatuan kebangsaan, meningkatkan semangat juang dan keberanian diri untuk segera memerdekakan bangsa dari penindasan asing. Dibuktikan dengan keberaniannya saat terjadi kekosongan kekuasaan di Indonesia, pada tanggal 17 Agustus 1945, memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia. Pertanyaannya, mengapa bangsa-bangsa yang tinggal di Nusantara yang berbeda suku, berbeda adat istiadat dan budaya, berbeda bahasa, berbeda agama dan berbeda tempat/pulau mau bersatu dan berikrar menjadi : Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa? Tentunya bukan keputusan sembarangan, pasti ada sesuatu kekuatan yang melatarbelakangi dan mendorong bersatunya bangsa-bangsa yang ada di Nusantara. Kalau dipelajari dan dicermati dengan teliti, kekuatan tersebut adalah adanya nilai-nilai luhur dan budaya yang berkembang dan tumbuh dalam kehidupan bermasyarakat, yang melahirkan adat-istiadat, norma, kaidah dan asas dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai tersebut adalah nilai-nilai kebenaran yang bertitik tolak pada ajaran agama-agama yang dipeluk masyarakat Nusantara, nilai-nilai kebenaran yang bertitik tolak pada kebenaran ilmu, nilai-nilai kebenaran yang bertitik tolak pada kebenaran rasa persatuan, nilai-nilai kebenaran yang bertitik tolak pada kebenaran nilai etika dan budaya, nilai-nilai kebenaran yang bertitik tolak pada kebenaran profesi. Nilai-nilai kebenaran tersebut pada dasarnya adalah nilai kebenaran Ilahiyah, yang diturunkan sejak Nabi Adam oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, untuk dipakai sebagai panduan dalam menjalani kehidupan ini. Lima Kebenaran Ilahiyah Lima kebenaran Ilahiyah berkembang dan tumbuh subur di bumi Nusantara sejak zaman pra sejarah, dipegang teguh dan dipratekkan dalam kehidupan sehari-hari,menyebabkan masyarakat Nusantara dikenal sebagai bangsa-bangsa yang rilijius. Sebagai bangsa yang relijius, maka perilaku kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat selalu berkeadaban dan berkeadilan, selalu menjaga hubungan baik antar sesama, saling menghormati, tolong menolong dan bergotong royong, sejauh mungkin menghindari percecokan, dan setiap permasalahan selalu dipecahkan dengan cara bermusyawarah untuk mufakat, karena yang dicari adalah kebenaran/keadilan. Peristiwa kecil yang terjadi sekitar tahun 1923-1927, suatu pertemuan yang tidak tercatat dalam sejarah, dan sengaja dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan rahasia untuk menghindarkan dari pantauan VOC/Belanda, tanpa pamrih, yang dilakukan oleh para Raja dan Sultan di Tapak-Sereng Bali (bukan Tampak Siring), menghasilkan kesepakatan dan keputusan strategis untuk mempersatukan diri, meleburkan wilayah 2
kerajaan dan kesultanan menjadi satu wilayah besar Nusantara. Keluhuran budi dan kebesaran jiwa yang ditunjukkan oleh para Raja dan Sultan, adalah cerminan dari jiwa-jiwa yang dilandasi oleh “ lima kebenaran Ilahiyah”, yang selalu dipegang teguh dan digunakan sebagai panduan dalam menjalankan pemerintahan, sekaligus sebagai wujud rasa tanggung jawab moral dan keinginan luhur ingin segera mengentaskan derita panjang masyarakat dari penindasan VOC/Belanda. “Lima nilai kebenaran Ilahiyah” inilah, disepakati dan digunakan para pendahulu bangsa sebagai dasar untuk mempersatukan dan pengikat bangsa-bangsa di Nusantara, sebelum membentuk negara. Nilai-nilai kebenaran Ilahiyah yang selalu didengungkan dan ditanamkan pada berbagai pertemuan dan kesempatan, dilakukan dari generasi ke generasi oleh para tokoh agama, Ilmuwan, tokoh pergerakkan, para Raja, Sultan dan para Pemangku adat telah membangkitkan dan membangun semangat nasionalisme serta militansi rakyat Nusantara. Nilai-nilai kebenaran Ilahiyah yang disampaikan dalam berbagai pidato dan ceramah tersebut, dalam proses perjalanan waktu semakin mengerucut dan tajam, berhasil difahami dengan benar dan diambil intisarinya, kemudian dirumuskan dalam lima susunan rumusan kalimat pendek, padat, berisi dan penuh makna, yang satu sama lainnya saling kait-mengkait, dan tersusun dengan urutan yang pasti, tidak bisa dibolak-balik. Rumusan kalimat pendek “lima kebenaran Ilahiyah” yang diperkenalkan dan disampaikan oleh Soekarno dalam berbagai kesempatan diskusi pada saat terlibat pembicaraan tentang kemerdekaan bangsa. Lima Kebenaran Ilahiyah yang berkembang dan tumbuh di bumi Nusantara, dikenal dengan nama Pancasila, bagi bangsa Indonesia adalah asas, sifat dan jatidiri. Dengan demikian, Pancasila adalah Imam dan pemimpinya Bangsa Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila adalah lintasan sejarah bangsa, Pancasila dirancang sebagai tujuan bangsa dan dirancang sebagai sistim berbangsa dan bernegara. Lima Lintasan Pancasila sebagai lintasan sejarah bangsa. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang negaranya ditakdirkan terletak diantara dua Samudra dan dua Benua, sekaligus sebagai “Pintu Dunia”, terletak diantara 00 – 150 Lintang Utara dan 00 – 150 Lintang Selatan, artinya geografi Indonesia berada di pusat mineral dunia, sehingga Indonesia bagaikan gadis cantik yang sempurna, diperebutkan untuk dikuasai oleh negara-negara dunia, karena ada ungkapan “ barang siapa mengusai Indonesia akan menguasai dunia”. Para pendiri bangsa sangat mengerti dan faham akan potensi yang dimiliki, dan suatu niscayaan pada suatu saat Indonesia akan tumbuh menjadi kekuatan kawasan yang 3
diperhitungkan/ditakuti. Langkah pertama yang dilakukan para pendiri bangsa adalah mempersatukan bangsa-bangsa di Nusantara dengan ikatan nilai-nilai kenearan Ilahiyah, yang berkembang dan tumbuh menjadi norma, kaidah dan asas dalam kehidupan bermasyarakat. Perjuangan panjang untuk mewujudkan cita-cita luhur tersebut dapat dikelompokan dalam 5 lintasan Lintasan I, perjuangan yang dirintis oleh tokoh-tokoh agama yang melakukan perlawanan terhadap VOC, seperti Perang Diponegoro, Perang Padri, Perang Maluku dan perang-perang lainnya yang terjadi di Nusantara. Lintasan II, perlawanan oleh para cerdik cendekia dengan membentuk Boedi Oetomo pada tahun 1908, Lintasan III, perlawanan rakyat yang membentuk laskar-laskar perlawanan menghadapi Belanda dalam agresi I dan II, dan kelompok perlawanan ini kemudian menjadi cikal bakal TNI. Dengan demikian adalah benar TNI adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, TNI adalah tentaranya Rakyat. Lintasan IV, perjuangan Para Raja dan Sultan yang menyumbangkan harta bendanya, membantu peperangan melawan penjajah. Dan Lintasan V, adalah perlawanan rakyat dengan caranya sendiri diseluruh wilayah tanah air. Dengan demikian Kemerdekaan Indonesia adalah benar-benar hasil perjuangan panjang para tokoh agama, para cerdik cendikia, kelompok perlawanan rakyat yang jadi cikal bakal TNI, para Raja/Sultan dan rakyat pada umumnya, bukan hasil perjuangan partai. Tujuan Berbangsa Pancasila sebagai tujuan berbangsa, Sila 1. Ketuhanan Yang Maha Esa, menyatakan dan menegaskan bahwa setiap warga negara Indonesia harus beragama dan menjalankan agamanya dengan baik dan benar. Disadari bahwa kehidupan didunia hanya sementara dan tujuan hidup sebenarnya adalah selamat dunia akhirat. Sila 2, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Dengan meletakkan agama sebagai landasan berbangsa dan bernegara, maka disetiap jiwa manusia Indonesia pasti melekat jiwa kasih sayangnya, dan dalam menjalani kehidupannya pasti berkeadilan dan berkeadaban. Sila 3. Persatuan Indonesia. Dengan landasan agama, maka setiap manusia Indonesia pasti akan menjaga hubungan satu sama lain, menjaga tali silaturahmi, menjaga persatuan. Sila. 4, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Landasan agama mengajarkan kasih sayang sesama manusia, menuntun setiap manusia Indonesia untuk mengutamakan kepentingan bersama dan akan selalu bermusyawarah mufakat dalam memecahkan setiap persoalan yang ada, karena yang dicari adalah kebenaran/keadilan. Sila. 5, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, adalah hasil akhir. Dengan demikian betapa indahnya Pancasila sebagai tatanan nilai yang digali dari
4
budaya sendiri, budaya bangsa-bangsa di Nusantara digunakan sebagai regulator dan koridor kehidupan berbangsa dan bernegara. Sistim Negara Pancasila sebagai sistim berbangsa dan bernegara. Potensi yang dimiliki Indonesia mendorong para Pendiri Bangsa bersikap hati-hati, cermat dan bijaksana dalam menyiapkan Indonesia sebagai negara yang berdaulat dan merdeka. Dari sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, Negara yang dipilih adalah Kesatuan Kebangsaan yang berbentuk Republik, Negara Kekeluargaan dan Undang-undang Dasar 1945, adalah undang-undang yang disusun dalam bingkai sistim kekeluargaan. Tata/sistim pemerintahan yang disiapkan berdasarkan Pancasila, menganut sistim majelis, tidak menganut sistim partai. Majelis Permusyawaratan Rakyat, adalah kumpulan 5 Majelis sesuai sila-sila Pancasila. Majelis I, Majelis Ketuhanan Yang Maha Esa diisi oleh tokoh-tokoh agama wakil-wakil dari agama-agama yang ada di Indonesia dan datang dari wilayah. Majelis II, Majelis Kemanusiaan yang adil dan beradab, diisi oleh para ilmuwan/cerdik cendikia yang merupakan wakil-wakil yang datang dari wilayah. Majelis III, Majelis Persatuan Indonesia adalah diisi oleh TNI dan bala pertahanan, wakil-wakil ditunjuk oleh Pemimpin TNI dan ditetapkan sebagai wakil dari daerah, dan harus tinggal didaerah yang diwakili. Majelis IV, Majelis Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, diisi oleh Raja, Sultan dan Pemangku Adat yang datang dari wilayah. Majelis V, Majelis Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, diisi oleh pimpinan profesi yang datang dari wilayah dan mewakili wilayahnya.
5
Gambar Skema: Pancasila sebagai tata berbangsa dan bernegara Majelis Kebenaran Dengan demikian, orang-orang yang duduk didalam majelis, sebenarnya adalah wakil-wakil kebenaran. Majelis I: Mewakili kebenaran berdasarkan Kebenaran Agama, Majelis II: Mewakili kebenaran berdasarkan Kebenaran Ilmu, Majelis III, Mewakili kebenaran berdasarkan Kebenaran arti pentingnya Persatuan-Kesatuan, Majelis IV: Mewakili kebenaran berdasarkan Kebenaran nilai Etika dan Budaya Bangsa dan Majelis V : Mewakili kebenaran berdasarkan Kebenaran Profesi. Carut marut yang terjadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini, karena bangsa Indonesia telah meninggalkan sejarah bangsanya sendiri, meninggalkan “nilai-nilai luhur dan budaya bangsa, yang mengandung kebenaran Ilahiyah” yang menjadi adat-istiadat, norma, kaidah dan asas dalam kehidupan bermasyarakat. Meninggalkan Pancasila dan memaksa bangsa ini untuk menggunakan “demokrasi yang bukan nilai dan budaya bangsa Indonesia“, sebenarnya adalah pengkhianatan terhadap para pendiri bangsa dan rakyat Indonesia. Adalah terbukti benar bahwa untuk menghancurkan Indonesia, “negara yang terbentuk bangsanya lebih dahulu” baru negara, yang harus dihancurkan adalah filosofi bangsanya yaitu Pancasila. Semoga dengan ditetapkan Bulan Juni sebagai Bulan Pancasila, bulan perenungan terhadap Sila-sila Pancasila yang merupakan nilai-nilai kebenaran ilahiyah, menyadarkan
6
semua anak bangsa bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia, adalah Negara yang terbentuk Bangsanya lebih dahulu yang berlandaskan pada “nilai-nilai kebenaran Ilahiyah”. Negara Kesatuan Kebangsaan yang berbentuk Republik, Negara Kekeluargaan, Negara yang dibangun melalui perjuangan panjang, mengorbankan jutaan jiwa dan harta benda rakyat Nusantara. Oleh karena itu, kedepan “tidak perlu ada dikotomi orde lama, orde baru maupun orde reformasi“, karena pada dasarnya kita sebenarnya adalah keluarga besar yang tinggal dirumah besar Indonesia. Dan sudah saatnya bangsa ini melepas baju-baju kepentingan dan mengganti dengan baju-baju pengabdian, kembali ke Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, dan menggunakan Pancasila sebagai tatanan berbangsa dan bernegara, Pancasila berdaulat Bangsa selamat. *Penulis adalah Mantan Kepala Staff Angkatan Laut, Tentara Nasional Indonesia (TNI) 2005-2007
7