Bung Karno, pohon sukun dan Pancasila Rabu, 7 Juni 2017 16:28 WIB | 88 Views Oleh Kornelis Kaha
Masyarakat di depan patung Ir. Soekarno (Bung Karno) di alun-alun Kota Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT). (ANTARA)
“Sampai kapan pun pikiran kami, warga Ende, tidak berubah. Kami tetap mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara." Kupang (ANTARA News) - Pohon sukun bercabang lima itu terlihat tumbuh subur di antara sejumlah pohon lainnya di samping Lapangan Pancasila di Kota Ende yang berada di Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Di samping pohon sukun tersebut terdapat patung diri Soekarno (Bung Karno), Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan Republik Indonesia pertama. Patung itu memang dibuat dan ditempatkan di dekat pohon sukun untuk mengenang saat-saat sang Proklamator itu duduk dan merenungkan falsafah negara yang kelak melahirkan butir-butir Pancasila sebagai dasar negara Indonesia hingga saat ini. Bukanlah tanpa alasan jika pemerintah daerah Ende kemudian menamakan tempat tersebut dengan nama "Taman Perenungan Bung Karno", dan menjadikan lokasi itu sebagai bagian dari sejarah. Ende merupakan tempat bersejarah bagi lahirnya Pancasila. Di bawah pohon sukun yang rindang bercabang lima itulah Bung Karno mendapatkan buah pemikiran tentang Pancasila.
1
Dari tahun 1934--1938 dalam pengasingan di Ende yang jauh dari aktivitas politik, Bung Karno banyak meluangkan waktu bercengkerama dengan masyarakat setempat. Bersama kaum pelajar Sang Bapak Bangsa itu mengadakan diskusi keagamaan, dan bahkan juga menyelenggatakan pertunjukan sandiwara atau tonil dengan rakyat biasa yang mayoritas buta huruf. Aktivitas keseharian di Ende membuat Bung Karno banyak mempunyai waktu untuk merenung memikirkan masa depan bangsa dan negara Indonesia, yang kelak pada 17 Agustus 1945 kemerdekaannya diproklamirkan dirinya. Bung Karno disebutkan menyarikan pikirannya bahwa bangsa yang kuat harus dibangun dengan pondasi ideologi yang kuat, layaknya pula pohon sukun. "Dengan kata lain, Ende banyak menginspirasi pemikiran Bung Karno tentang kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga lahirlah Pancasila," kata Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDT) Eko Putro Sandjojo saat mengunjugi kota Ende pada Kamis (1/6). Gagasan tentang Pancasila itu dikemukakan pertama kali oleh Bung Karno pada 1 Juni 1945 dalam sidang Dokuritsu Junbi Cosakai atau Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Momentum tersebut yang kemudian oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dijadikan dasar untuk menetapkan tanggal 1 Juni sebagai Hari Kelahiran Pancasila dan dituangkan dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila sekaligus menetapkannya sebagai hari libur nasional. Pada peringatan tahun ini untuk kali pertama Hari Lahir Pancasila dirayakan melalui Pekan Pancasila yang dimeriahkan dengan berbagai kegiatan dimulai tanggal 29 Mei hingga 4 Juni 2017. Eko Putro mengatakan Indonesia adalah negara besar, bahkan negara kepulauan terluas di dunia yang dikaruniai lebih dari 17.100 pulau. Selain itu, Indonesia juga memiliki lebih dari 1.128 etnis/suku bangsa, 746 ragam bahasa daerah, yang artinya menjadi bukti bahwa kekuatan Indonesia adalah pada keberagaman
2
dan kebhinnekaannya. Ia menambahkan keberagaman Indonesia juga tercermin melalui 74.910 desa di Indonesia. Pemerintah berkomitmen menjunjung tinggi kemajemukan desa-desa di Indonesia melalui otonomi desa. Hal tersebut tercermin dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Saat ini Indonesia sedang menghadapi tantangan, karena berbagai pandangan dan tindakan yang dianggap dapat mengancam persatuan bangsa. Sikap intoleran dan maraknya pesan-pesan kebencian yang beredar di media sosial sedikit demi sedikit dapat mengikis toleransi yang selama ini telah dibangun dan terbentuk. Menurut Eko Putro, ancaman terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara dapat ditanggulangi jika semua elemen masyarakat berperan aktif menjaga Pancasila sebagai ideologi bangsa. Pemahaman terhadap Pancasila harus ditingkatkan melalui pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, seperti yang terlihat dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara di Kota Ende. Masyarakat di Kabupaten Ende mencerminkan kebhinnekaan sesuai dengan yang tertera dalam Pancasila, selain terdiri atas beberapa ragam suku, penganut agama yang berbeda, juga menjunjung toleransi di atas perbedaan tersebut. "Saya lihat sendiri kehidupan masyarakat di kota ini memang sangat toleran, Saling menghormati, dan menjaga rasa kebinekaan yang tercermin dalam lambang Burung Garuda," ujarnya. Masyarakat yang menganut agama-agama berbeda bisa saling hidup rukun dan damai, tanpa ada rasa saling menggangu dan saling mencemooh seperti yang diharapkan oleh pendiri bangsa dan negara ini. Kota Ende layak mejadi contoh bagi daerah lain di Indonesia mulai dari Sabang hingga Merauke dan dari Mangias hingga Rote. Gubernur NTT Frans Lebu Raya pun mengatakan jika orang Indonesia ingin belajar tentang Pancasila dan tentang toleransi maka diundang untuk datang ke NTT, sebab di daerah itu Pancasila lahir dan Ende mempunyai andil yang besar bagi Indonesia.
3
"Tanpa Ende, Pancasila tidak akan ada," ujarnya. Orang nomor satu di NTT itu menegaskan bahwa seluruh masyarakat NTT akan selalu berada di depan jika dibutuhkan untuk mengawal Pancasila. NTT, menurut dia, juga menyatakan secara tegas menolak hadirnya kelompok-kelompok radikal yang dapat menggangu keberadaan Pancasila yang selama ini telah diperjuangkan oleh para pendiri bangsa Indonesia. Sebagai komitmen bersama pada saat upacara peringatan Hari Lahir Pancasila itu di saksikan oleh Menteri Eko dan seluruh masyarakat NTT seluruh pejabat ASN di NTT dan seluruh pimpinan agama membacakan pernyataan untuk menolak gerakan radikal. "Kalau kita berbicara tentang NKRI, maka itulah keberagaman kita, yang saling menghormati satu dengan yang lain," ujarnya. Ia pun mengingatkan pesan-pesan yang pernah disampaikan oleh Bung Karno pada zaman penjajahan, yaitu "kalau mau menjadi penganut Kristen, maka tidak perlu menjadi Yahudi, kalau mau menjadi umat Islam tidak perlu menjadi Arab, dan kalau menjadi pemeluk Hindu tidak perlu menjadi India." "Tetapi, jadilah Kristen, Katolik, Hindu, Islam yang berkepribadian Indonesia, karena bangsa kita adalah bangsa yang majemuk," tutur Frans, mengulang pesan Bung Karno. Nilai-nilai yang telah ditanamkan oleh Bung Karno perlu untuk terus diajarkan dan ditanamkan kepada generasi muda sebagai penerus bangsa dan negara Indonesia Komitmen pemerintah untuk mengawal Pancasila sendiri juga dapat dilihat salah satunya melalui Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2017 Tentang Unit Kerja Presiden Pembinaan Pancasila. Bersama seluruh komponen bangsa, lembaga itu akan memperkuat pengamalan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta terintegrasi dengan program pembangunan nasional. Budayawan asal Ende Albert Bisa menilai etos kerja dan semangat hidup berbangsa dan bernegara masyarakat Indonesia dapat dijalankan sesuai dengan pengamalan Pancasila
4
yang telah dikeluarkan oleh Presiden Pertama Indonesia Bung Karno di Kota Ende, "Selama ini saya melihat bahwa apa yang diterapkan oleh masyarakat kita khususnya yang berada di luar NTT tak sesuai dengan pengamalan Pancasila yang ditandai dengan banyak kasus muncul kelompok-kelompok intoleran," ujarnya. Bagi masyarakat Ende, kehidupan berbangsa dan bernegaranya sudah sesuai dengan ideologi bangsa ini, yakni Garuda Pancasila. Kehidupan kerukunan umat beragama juga tercermin dalam kehidupan sehari-hari di kota tersebut. Albert mengemukakan bahwa masyarakat Ende menyakini bahwa semua manusia di Indonesia ini mahkluk ciptaan Tuhan yang artinya adalah semuanya anak Tuhan dan saling bersaudara. Sehingga, bila terjadi pertikaian maka sama dengan melanggar hubungan persaudaraan dalam Tuhan. Kehidupan yang rukun antar-umat beragama di kota Ende sudah terjalin sejak lama dan masih terpelihara hingga saat ini. Ende merupakan tempat bersejarah karena Pancasila lahir di daerah itu. Di bawah pohon sukun yang bercabang lima, Bung Karno mendapatkan inspirasi tentang Pancasila. Warga Ende yang sudah mendapat pelajaran bertoleransi dan hidup rukun dengan sesama sejak lama, semakin mempunyai landasan yang kuat untuk memelihara sikap hidup tersebut karena kota kesayangan mereka menjadi tempat cikap-bakal lahirnya Pancasila. "Sampai kapan pun pikiran kami, warga Ende, tidak berubah. Kami tetap mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara," ujarnya. Semangat dari warga Ende yang terus memeliharan dan menumbuhkan persaudaraan dan menjaga kebhinekaan itu menjadi contoh yang tepat untuk mengingatkan seluruh warga RI untuk bersama-sama menjaga kesatuan dan persatuan di Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan membuatnya tetap kokoh dari guncangan-guncangan yang terjadi. Peringatan Hari Kelahiran Pancasila pada 1 Juni, bukan sekedar menandai hari bersejarah sebagai hari libur nasional, tetapi merupakan ajakan kepada seluruh anak bangsa untuk merenungkan kembali falsafah berbangsa dan bernegara serta menjalaninya dalam kehidupan sehari-hari. Editor: Priyambodo RH
5
6