BERBENAH MERAIH UNIVERSAL ACCESS 2019 Praktik Cerdas USAID IUWASH Regional Jawa Tengah
BERBENAH MERAIH UNIVERSAL ACCESS 2019 Praktik Cerdas USAID IUWASH Regional Jawa Tengah
BERBENAH MERAIH UNIVERSAL ACCESS 2019 Praktik Cerdas USAID IUWASH Regional Jawa Tengah PENGARAH Louis O’Brien, Foort Bustraan, Lutz Kleeberg, Purwoko Hadi, Alifah Sri Lestari, Virgi Fatmawati. PENYUNTING Farida Utami, Reiner Ntoma KONTRIBUTOR Jefry Budiman, Yudi Wijanarko, Abdul Muhtar, Abdul Hazis, Andi Fardiansyah, Arief Widjanarko, Arif Wibowo, Dwi Anggraheni Hermawati, Edy Triyanto, Ribut Maryanto, Ronny Sutrisno, Wedya Sudarprasedha, Widiyatmoko dan Oni Hartono. FOTO IUWASH Jawa Tengah, Dhana Kencana, Ali Lutfi, Musfarayani, Reiner Ntoma. LAYOUT & DESAIN Pryatin M Santoso
Kata Pengantar TTanpa terasa, Program Indonesia Urban Water, Sanitation and Hygiene (IUWASH) yang didanai oleh the U.S. Agency for International Development (USAID) telah menyelesaikan semua kegiatan dan pendampingannya dengan hasil memuaskan di 10 kota/kabupaten untuk wilayah kerja Jawa Tengah selama lima tahun ini. Atas nama Pemerintah Amerika Serikat dan Program USAID IUWASH, perkenankan Saya secara tulus mengucapkan terima kasih dan penghargaan tertinggi kepada seluruh jajaran Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, 10 kota dan kabupaten yaitu Kota Surakarta, Kota Salatiga, Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Kabupaten Batang, Kabupaten Kendal, Kabupaten Klaten, Kabupaten Kudus, Kabupaten Rembang dan Kabupaten Sukoharjo atas dukungan dan kerjasama yang sangat berharga dalam mendukung pembangunan sektor Air Minum dan Sanitasi. IUWASH adalah program lima tahun dengan total pendanaan dari USAID sebesar 40,7 juta Dollar Amerika Serikat. Program ini adalah bagian dari Kerjasama Komprehensif antara Pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat yang ditandatangani pada tahun 2009 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Barack Obama. Tujuan Program IUWASH adalah mendukung Pemerintah Indonesia dalam mencapai kemajuan signifikan untuk Tujuan Pembangunan Millennium (Millennium Development Goals/MDGs) 2015 dan target Universal Access 2019 khususnya bagi peningkatan akses masyarakat terhadap air bersih yang aman dan fasilitas sanitasi yang layak. Secara spesifik, tujuan utama Program IUWASH adalah meningkatkan akses terhadap air bersih bagi 2,4 juta penduduk berpenghasilan rendah di wilayah perkotaan dan akses terhadap sanitasi layak bagi 250.000 penduduk miskin perkotaan di Indonesia. Kegiatan IUWASH untuk wilayah Jawa Tengah telah dimulai sejak Juni 2011. Kemitraan yang terjalin bersama Pemerintah Daerah di 10 kota/kabupaten telah dilaksanakan melalui berbagai kegiatan dan telah membuahkan hasil serta dampak positif bagi masyarakat. Di antaranya, program adaptasi terhadap perubahan iklim melalui pembangunan sumur resapan di Kota Salatiga, Kabupaten Semarang dan Batang; program efisensi energi untuk PDAM Kota Surakarta; reklasifikasi pelanggan PDAM Kabupaten Klaten; pengurangan tingkat air tak berekening (NRW) untuk PDAM Kabupaten Rembang; pengembangan UPTD PAL dan Layanan Lumpur Tinja Terjadwal di Kota Surakarta dan Kabupaten Batang, pengelolaan air limbah rumah tangga dengan IPAL komunal di Kabupaten Kendal; program Kampung Sanitasi di Kota Surakarta dan masih banyak lagi. Buku ini berisi kumpulan cerita sukses dari berbagai kegiatan, pendekatan dan pelaksanaan Program IUWASH yang dilaksanakan di 10 kota/kabupaten dampingan di Provinsi Jawa Tengah. Kami bangga telah bermitra dengan Pemerintah Indonesia dan menjadi bagian dari pembangunan sektor air bersih, sanitasi dan higienitas di 54 kota/kabupaten. Selamat membaca buku ini dan semoga Anda mendapatkan inspirasi dan motivasi untuk membangun Indonesia yang lebih sehat, produktif dan sejahtera.
Louis O’Brien USAID IUWASH Chief of Party
DAFTAR ISI
Kata Pengantar Daftar Isi
iii v
‘Kampung Sanitasi Semanggi’ Kota Surakarta: Model Layanan Integratif Air Bersih dan Sanitasi
1
AIR BERSIH Efisiensi Energi PDAM Kota Surakarta Hemat Biaya Produksi Rp 966 juta per Tahun
7
PDAM Kabupaten Rembang Berhasil Tekan 26,5% Air Tak Berekening
11
Rencana Bisnis Tingkatkan Kinerja PDAM Kabupaten Sukoharjo
15
Peraturan Bupati untuk Reklasifikasi Pelanggan PDAM Kabupaten Klaten
19
Paguyuban Banyu Bening: Forum Komunikasi Pelanggan Enam PDAM di Jawa Tengah
23
Melestarikan Mata Air dengan 920 Sumur Resapan
27
Peraturan Desa dan RPJMDES Dorong Peran Desa dalam Tata Kelola Sumber Daya Air
31
Promosi Kredit Mikro PDAM Kabupaten Sukoharjo Jaring 500 Pelanggan Baru
35
Susun 54 SOP, PDAM Kota Salatiga Benahi Kinerja dan Pelayanan
39
SANITASI Bisnis Jamban Sehat, Menguntungkan Sekaligus Beramal
45
Bangun 6.050 Jamban Sehat dan Lima IPAL Komunal, Kabupaten Klaten Gandeng Program PPSP, PNPM Mandiri dan USAID IUWASH
49
Tekat Kabupaten Rembang untuk 100% Bebas BABS
53
Kampung Nyaman dan Bersih, Berkat IPAL Komunal
57
Layanan Lumpur Tinja Terjadwal (L2T2) untuk Kota Surakarta yang Lebih Sehat
61
UPTD PAL Dorong Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Batang
65
LINTAS SEKTOR Revitalisasi IPLT dengan Peraturan Walikota Surakarta Peta Jalan Pembangunan Sanitasi
71
Kabupaten Batang: Dari IPLT, UPTD PAL hingga Peningkatan Anggaran Sanitasi
75
Pusat Pengelolaan Pengaduan Masyarakat (P3M) Siap Respon Cepat Masukan Warga Kota Semarang
79
Kreativitas Forum CSR Kabupaten Batang Dorong Partisipasi Swasta
83
Foto: Dhana Kencana
‘Kampung Sanitasi Semanggi’ Kota Surakarta: Model Layanan Integratif Air Bersih dan Sanitasi Di salah sudut Kota Surakarta, terdapat satu kampung yang kini terkenal sebagai Kampung Sanitasi dan Air Minum. Sebuah kampung yang telah memiliki sarana Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal dan sarana mandi, cuci dan kakus (MCK) umum serta master meter dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Surakarta. Ini tentu merupakan pencapaian yang membanggakan bagi Kampung Semanggi, sebuah kampung yang mayoritas masyarakatnya berpenghasilan rendah. Kampung yang dulu dikenal sebagai kampung kumuh, kini telah menjadi kampung yang bisa mengakses air minum yang layak dan mampu menghilangkan kebiasaan buruk warga membuang air besar sembarangan.
Keseharian masyarakat Kampung Semanggi, Pasar Kliwon, Kota Surakarta.
Berawal dari Proyek Percontohan “Kampung Sanitasi” Kampung Semanggi terletak di Kelurahan Pasar Kliwon, Kota Surakarta. Seperti namanya yang berarti tanaman paku air, Semanggi berada di pinggiran perairan Sungai Bengawan Solo. Sebagian dari warga Semanggi, tepatnya RW 23, menempati tempat tinggal yang berlokasi di atas tanah milik negara. Seperti kampung pada umumnya yang berada di pinggiran sungai, masyarakat di kampung ini tidak memiliki sarana air minum dan sanitasi yang memadai. Hanya ada satu hidran umum memasok air minum dari PDAM setempat untuk RW 23. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari untuk minum dan memasak, sebagian besar rumah tangga membeli air dari hidran umum ini seharga Rp 500 per 20 liter. Sementara itu, untuk kebutuhan mencuci, mandi dan kebutuhan lainnya, banyak rumah tangga mengandalkan sumur dangkal yang kualitas airnya secara umum tidak aman dan payau karena telah terkontaminsi dengan air limbah rumah tangga. Dalam hal sanitasi, hanya 10% saja dari penduduk memiliki akses ke jamban pribadi, selebihnya melakukan buang air besar di tempat terbuka atau di sungai 1
terdekat. Pada tahun 2005, pemerintah daerah Kota Surakarta melalui Dinas Pekerjaan Umum, membangun fasilitas enam buah toilet umum di RW 23. Namun, toilet umum ini tidak mampu melayani kebutuhan penduduk yang mencapai 1.750 orang. Akibatnya, warga RW 23 yang umunya berpenghasilan rendah ini, membuang air limbah rumah tangga ke selokan atau sungai dan tetap buang air besar di sungai atau kakus jumbleng yang terbuka. Akibatnya, kasus penyakit diare dan infeksi kulit di kampung ini sangat tinggi. Menanggapi hal tersebut di atas, IUWASH, Pokja Sanitasi Surakarta dan organisasi non-pemerintah lokal, Lembaga Pengembangan Teknologi Pedesaan (LPTP) berkolaborasi mengembangkan proyek percontohan yang dikenal sebagai “Kampung Sanitasi”. Kampung Sanitasi dikembangkan untuk memberikan model bagi penyediaan air minum dan pengembangan sanitasi berbasis masyarakat di masa depan. Pembangunan sarana fisik disertai dengan kampanye pendidikan serta pelatihan terkait untuk memastikan operasi dan pemeliharaan sarana-sarana. Proses pembangunan, mulai dari perencanaan hingga konstruksi selesai pada awal tahun 2014. Proyek ini
Foto: Ali Lutfi
Dubes Amerika Serikat untuk Indonesia, Robert O, Blake Jr. didampingi Walikota Surakata, FX. Hadi Rudiyatmo meresmikan fasilitas MCK di Kampung Semangi pada Mei 2014.
menghabiskan biaya Rp 884.300.000 dan telah dinikmati oleh masyarakat di kampung ini. 48 KK kini telah menyambungkan jamban mereka ke IPAL komunal dan sebanyak 98 KK sudah dapat menikmati akses air minum melalui jaringan perpipaan sistem master meter. Bagi rumah tangga yang tidak mendapatkan akses ke IPAL Komunal karena lokasi tempat tinggal yang jauh dari jaringan pipa IPAL, mendapatkan akses sanitasi ke MCK 5 pintu. Sarana air minum dan sanitasi tersebut diresmikan pada 13 Mei 2014 oleh Dubes Amerika Serikat untuk Indonesia,
Robert O, Blake Jr. yang didampingi oleh Walikota Surakata pada FX. Hadi Rudiyatmo. Dalam sambutannya Hadi Rudiyatmo mengatakan bahwa proyek ini akan direplikasi ke wilayah yang lain dan Semanggi akan menjadi jalur dari Kampung Sanitasi menuju Kota Sanitasi. Semanggi Kampung Sanitasi Masyarakat Kampung Semanggi RW 23 pun kini sudah dapat menikmati akses air minum dan sanitasi yang layak bagi kesehatan. Kampung yang dulunya nampak kumuh, kini bersih tidak tercium lagi bau yang menyengat. 2
Saya sangat bersyukur, program ini sangat bermanfaat bagi saya yang tidak punya apa-apa. Saya sangat berterima kasih, sekarang saya sudah tidak buang air besar di kali lagi, air pun tidak beli lagi dengan jerigen. Sutinah Warga RW 23, Kampung Semanggi
Foto: Dhana Kencana
Foto: Ali Lutfi
Ketua KSM Dabagsari Makmur, Sudrajat.
Mbah Sutinah mengatakan sebelum ada fasilitas mandi cuci dan kakus umum, dia dan anggota keluarganya menggunakan kakus tradisional yang limbahnya langsung dialirkan ke sungai Bengawan Solo. Namun setelah program Kampung Sanitasi diterapkan, Mbah Sutinah mengatakan bahwa tidak ada lagi yang menggunakan kakus tersebut hingga akhirnya kakus tersebut ditutup pada bulan Maret 2015. Sarana master meter air, IPAL Komunal, dan MCK umum ini dikelola seecara mandiri oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Dabagsari Makmur. KSM Dabagsari Makmur beranggotakan lima orang dan bertugas operasi dan pemeliharaan, seperti: memeriksa meteran air, menagih iuran air dan IPAL Komunal.
Walikota Surakarta, FX Hadi Rudiyatmo menjelaskan fungsi-fungsi fasilitas yang tersedia di MCK kepada Duta Besar AS, Robert O’Blake Jr.
Ketua KSM Dabagsari Makmur, Sudrajat menyatakan bahwa Kampung Semanggi kini banyak mendapatkan kunjungan belajar dari warga lain untuk mempelajari pengelolaan air minum dan sanitasi. “Dulu saat awal proyek, banyak warga menolak. Saya dianggap orang yang menimbulkan masalah. Dulu saya banyak musuhnya, tetapi kini setelah masyarakat mendapatkan manfaatnya tidak lagi. Bahkan sekarang kalau ada masalah apapun, baik yang berhubungan dengan urusan air dan sanitasi atau bukan, mereka pangggil saya. Secara langsung memang saya tidak mendapatkan manfaat ekonomi dari kegiatan ini, tapi saya banyak relasi sekarang dan itu yang berharga untuk saya, ungkap Sudrajat dengan mata berbinar-binar. 3
Keberadaan MCK umum di kampung ini juga telah membantu Rum Hidayati, penjaga MCK di Kampung Semanggi. Setiap orang yang memakai fasilitasi MCK ini wajib membayar iuran buang air besar 100 rupiah untuk anak-anak dan 300 rupiah bagi orang dewasa serta 1000 rupiah untuk mandi. Penjaga dan perawat hanya menyetorkan 13.000 ke KSM sedangkan sisanya menjadi upah mereka. Rata-rata pendapatan harian dari menjaga MCK ini sekitar 30 – 50 ribu rupiah per hari. “Daripada menjadi buruh cuci, saya senang dengan pekerjaan sekarang ini. Sekalian menjaga MCK, saya bisa sekaligus mengasuh anak,” tutur Rum Hidayati.
AIR BERSIH Foto: Musfarayani
Foto: IUWASH Jawa Tengah
6
Efisiensi Energi PDAM Kota Surakarta Hemat Biaya Produksi Rp 966 juta per Tahun
Audit Efisiensi Energi di PDAM Surakarta tahun 2014 telah berhasil menghemat energi listrik sebesar 3.097 kWH. Hal itu diperoleh setelah PDAM melaksanakan rekomendasi hasil audit efisiensi energi dengan menambah pompa baru yang berkapasitas rendah, memindahkan pompa ke lokasi yang tepat dan mengganti pompa dengan spesifikasi sesuai kebutuhan serta memasang teknologi penghemat daya listrik. PDAM Surakarta yang setiap tahun mengeluarkan biaya 6.5 milyar untuk energi listrik, kini berpotensi mnghemat energi sebesar 857.429 kWh per tahun atau setara dengan penghematan biaya energi sebesar Rp 966 juta per tahun.
Menekan biaya operasional merupakan salah satu cara yang dilakukan harus dilakukan agar pertumbuhan perusahaan optimal. Langkah ini dilakukan melalui penerapan kebijakan efisiensi di segala sektor pembiayaan, termasuk efisiensi penggunaan energi listrik. Salah satu upaya efisiensi yang dilakukan di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Surakarta adalah meningkatkan efisiensi penggunaan energi listrik. Sebelumnya, total biaya yang harus dikeluarkan PDAM Surakarta untuk energi listrik hampir mencapai Rp 6,5 miliar per tahun, yang digunakan untuk menggerakkan 38 unit pompa yang terpasang di 26 sumur dalam. Biaya untuk energi listrik yang dikeluarkan mencapai 21% dari total biaya produksi PDAM Surakarta. Audit Efisiensi Energi Dalam rangka peningkatan efisiensi energi, pada tahap awal, manajemen PDAM Surakarta bekerja sama dengan IUWASH untuk melakukan proyek percontohan audit efisiensi energi, termasuk pelatihan cara melakukan audit efisiensi energi kepada staff PDAM, baik pelatihan teori didalam kelas maupun praktik dilapangan.
Audit efisiensi energi peralatan yang menggunakan energi listrik di PDAM Surakarta.
Audit efisiensi energi dilakukan untuk menganalisa dan menghitung tingkat efisiensi penggunaan energi dalam 7
proses produksi dan distribusi air minum, khususnya efisiensi energi pada sistem perpompaan. Melalui audit efisiensi energi ini, dapat diketahui tingkat pemborosan listrik yang terjadi, serta langkah-langkah yang diperlukan untuk meningkatkan efisiensi energi, termasuk peralatan yang diperlukan, efisiensi pemakaian energi yang dihasilkan serta kebutuhan biaya investasi dan “pay back period” dari investasi tersebut. Pelatihan audit efisiensi energi dari IUWASH dilakukan secara langsung kepada staf PDAM. Pada pelatihan ini, staf PDAM diajarkan untuk mengetahui data-data sekunder yang diperlukan dan mempraktikkan langsung cara mengukur debit dan tekanan pada pompa, mengukur kelistrikan pada panel starter dari motor penggerak pompa serta mengevaluasi sistem perpipaan pompa yang terpasang, termasuk penempatan peralatan yang ada seperti manometer dan lain lain. Berdasarkan data sekunder dan data hasil pengukuran tersebut, staff PDAM dilatih menghitung efisiensi energi dari pompa yang diaudit. Peserta pelatihan kemudian dikenalkan pada berbagai teknologi efisiensi energi yang dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi energi. Pengetahuan dan kemampuan melakukan Audit Efisiensi Energi ini
Foto: Dhana Kencana
Direktur PDAM Surakarta, Maryanto.
diharapkan akan menjadi bekal bagi staf PDAM untuk dapat melakukan audit efisiensi energi sendiri serta melakukan pengawasan dan evaluasi pelaksanaan efisiensi energi. Dengan demikian, rekomendasi mereka dapat menjadi bahan kebijakan yang tepat dalam upaya meningkatkan kinerja perusahaan. Untuk mendukung pelaksanaan efisiensi energi, manajemen PDAM perlu mengalokasikan dana untuk menerapkan efisiensi energi, baik untuk melakukan audit efisiensi energi maupun untuk melakukan perbaikan dan pengadaan serta pemasangan peralatan dan
pemeliharaan sistem pemompaan sesuai dengan rekomendasi hasil audit energi. Berbenah Memperbaiki Kinerja Perpompaan Secara umum, penerapan Program Audit Efisiensi Energi yang dilakukan PDAM Surakarta menunjukkan sejumlah perkembangan. Dibandingkan dengan penggunaan energi listrik sebelumnya, pada 2014 manajemen berhasil menurunkan pemakaian energi listrik sebesar 3.097 kWH per tahun atau 258,08 kWh per bulan. Penghematan ini diperoleh setelah manajemen PDAM Surakarta 8
melaksanakan rekomendasi dari hasil audit efisiensi energi. Dari hasil audit energi tersebut, ditemukan adanya inefisiensi dalam penggunaan energi listrik akibat pemanfaatan teknologi pompa air yang kurang tepat serta pembayaran denda kilo Volt Ampere Reactive hour (kVARh) yang masih relatif tinggi. Mengantisipasi hal tersebut, PDAM Surakarta berupaya untuk menggunakan pompa air secara lebih bijaksana, yaitu dengan cara penggunaan yang disesuaikan dengan kebutuhan. Penyesuaian itu dilakukan dengan cara
menambah, mengganti dan merelokasi pompa air yang ada. Penambahan pompa air berkapasitas rendah dilakukan di Instalansi Pengolahan Air (IPA) Plesungan, Kadipiro, Jebres, dan Jurug. Pompa ini sekaligus melengkapi keberadaan alat sejenis dengan kapasitas yang lebih besar. Meski demikian, pompa air tambahan ini tidak digunakan bersamaan dengan pompa air yang sudah tersedia sebelumnya, tapi hanya dioperasikan pada saat pemakaian air rendah untuk menggantikan peran pompa air berkapasitas lebih tinggi. Pada saat jam pemakaian air rendah, permintaan dari masyarakat relatif rendah sehingga cukup menggunakan pompa dengan kapasitas yang rendah. Dengan demikian, biaya energi yang dikeluarkan menjadi lebih ekonomis. Penghematan daya listrik juga dilakukan dengan cara merelokasi pompa air sesuai dengan kebutuhan. Hal ini diterapkan
terhadap pompa air yang terletak di Jebres dengan daya 45 kW yang dipindahkan ke Jurug yang berdaya 37 kW dan sebaliknya. Hasil audit efisiensi energi juga merekomendasikan penggantian alat pompa jenis rumah keong yang dinilai tidak efisien dan digantikan oleh pompa tipe submersible multi stages yang dipasang horizontal dalam reservoir (tadah isap). Penggantian pompa tersebut dilakukan di IPA Jebres, Jurug, Kartosuro, dan Plesungan dan diperkirakan dapat menurunkan biaya listrik hingga Rp 8 juta setiap bulan. Sedangkan untuk mengurangi denda kVARh, pengelola PDAM Surakarta telah memasang capasitor bank di IPA Banjarsari. Melalui pemasangan alat ini, denda kVARh yang harus dibayarkan turun sebesar Rp 932 ribu per bulan. Pemasangan capasitor bank itu kemudian dilanjutkan di IPA lain dengan harapan dapat menurunkan denda kVARh yang harus dibayarkan. Pada Desember 2014, PDAM Surakarta juga
9
memasang dua unit Variable Speed Drive di IPA Jurug. Pemasangan alat ini dilakukan untuk pengendalian distribusi air ke Solo Selatan dan Timur. Investasi Besar, Keuntungan Berkelanjutan Program Audit Efisiensi di PDAM Surakarta ini telah memberikan pengalaman dan pelajaran, bagi manajemen PDAM maupun karyawan PDAM yang menjadi bagian dari Tim Audit Esiensi Energi. Biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan audit, efisiensi energi dan pelaksanaan rekomendasinya jauh lebih kecil dibandingkan dengan biaya energi listik yang dapat dihemat. Dengan meningkatkan efisiensi energi, maka akan terjadi potensi penghematan energi sebesar 857.429 kWh per tahun atau setara dengan biaya energi sebesar Rp 966 juta per tahun. Bagi Tim Audit, kegiatan ini menjadi ajang pembelajaran yang sangat berari bagi peningkatan kinerja perusahaan di masa depan.
Foto: Dhana Kencana
10
PDAM Kabupaten Rembang Berhasil Tekan 26,5% Air Tak Berekening
Air tidak berekening (Non-Revenue Water/ NRW) menjadi masalah utama bagi PDAM Kabupaten Rembang yang hingga saat ini. Dengan 18.471 sambungan rumah tangga dan wilayah cakupan 24persen, tingkat NRW di PDAM Rembang adalah 30.31%. PDAM Rembang berupaya mengatasi masalah ini, dan untuk itu dilakukan proyek percontohan penurunan NRW di Unit Kerja Lasem. Setelah pelaksanaan kegiatan penurunan NRW, 526 pelanggan di Unit Lasem telah dapat menikmati kembali layanan air PDAM yang lebih baik dari sebelumnya.
Air Tidak Berekening atau Non-Revenue Water (NRW) atau yang lebih sering dikenal sebagai Kehilangan Air, merupakan salah satu masalah dari hampir seluruh PDAM di Indonesia. Pada umumnya tingkat kehilangan air di PDAM-PDAM di Indonesia saat ini menunjukkan angka yang mengkhawatirkan. Kondisi serupa juga dialami PDAM Tirta Dharma yang melayani kebutuhan air minum masyarakat di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Layanan air minum yang disediakan PDAM Tirta Dharma Kabupaten Rembang telah dimanfaatkan lebih dari 144.192 jiwa melalui 18.352 sambungan rumah tangga di Kabupaten Rembang. Dengan kapasitas terpasang 218 liter per detik dan rata-rata produksi 169,65 liter per detik, PDAM Tirta Dharma rata-rata menjual air 116,94 liter per detik dan masih memiliki kapasitas terpasang yang belum dimanfaatkan sebesar 48,35 liter per detik. Namun, ketersediaan air baku di daerah ini semakin menurun sedangkan kebutuhan air minum terus meningkat, sementara pada saat yang sama, tingkat kehilangan air PDAM Tirta Dharma juga cukup tinggi. Oleh karena itu, persoalan kehilangan air di PDAM Tirta Dharma harus segera ditanggulangi.
Pemeriksaan tekanan air PDAM Rembang di IPA Gunungsari.
Sejumlah upaya dilakukan PDAM Tirta Dharma untuk menurunkan tingkat 11
kehilangan air tersebut, diantaranya mendapat bantuan teknis dari IUWASH. Bantuan teknis ini berupa pendampingan pada pilot project program penurunan kehilangan air di unit Lasem, Kabupaten Rembang. Untuk melaksanakan proyek percontohan ini, PDAM Tirta Dharma membentuk Tim NRW yang terdiri atas perwakilan dari semua bidang dan unit-unit pelayanan di lingkungan PDAM. Keterlibatan semua bidang dan unit kerja di PDAM Tirta Dharma dalam pilot proyek ini dimaksudkan agar seluruh bidang/ unit kerja ini mendapat penglaman dan transfer pengetahuan secara langsung. Dengan demikian, setiap unit pelayanan dapat memahami program ini dan diharapkan dapat mereplikasikannya nanti di unit masing-masing. Berlatih dan Bekerja Bersama Menurunkan NRW Berdasarkan kesepakatan, proyek percontohan penurunan NRW dilaksanakan di Unit Pelayanan Lasem. Unit ini memberikan layanan air minum kepada masyarakat di Desa Pohlandak, Jolotundo, Karangturi, Sumbergirang, dan Muragan. Pelaksanaan program ini diawali dengan penyelenggaraan pelatihan didalam kelas tentang mengenai NRW dan teknis cara penurunan dan pengendalian NRW. Pelatihan difasilitasi oleh Akademi Tirta
Foto: IUWASH Jawa Tengah
Pengukuran water balance nol (WB-0) di salah satu wilayah cakupan Unit Pelayanan Lasem.
Wiyata (Akatirta) ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang teori dan teknik melakukan penurunan dan pengendalian tingkat NRW. Setelah itu pelatihan dilanjutkan dengan langsung pelatihan prakter di lapangan. Tahap pertama pelatihan di lapangan adalah melakukan pengukuran akurasi meter air pelanggan. Tahap selanjutnya adalah melakukan perhitungan water balance nol (WB-0) untuk mengetahui besaran NRW dari
tiap komponen NRW. Hal ini dilakukan dengan melakukan pengukuran tekanan air dan pemakaian air oleh pelanggan selama 2 x 24 jam dan membandingkannya dengan volume air yang melalui meter air DMA. Dari hasil WB-0 diperoleh data mengenai tingkat NRW di zona tersebut yang ternyata mencapai 43,46%. Untuk mengetahui indikasi lokasi kebocoran, tim selanjutnya melakukan step test. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mempersempit area pencarian 12
kebocoran air. Hasil step test kemudian dibagi menjadi tiga kriteria, yaitu di indikasikan area dengan kebocoran rendah, sedang dan tinggi. Pencarian lokasi titik kebocoran kemudian dilakukan dengan menggunakan leak detection. Pendeteksian dilakukan dengan menggunakan alat sounding pada wilayah yang termasuk kategori kebocoran sedang dan tinggi. Setelah semua perbaikan kebocoran dan penggantian meter pelanggan, maka
Pelaksanaan program ini juga dirasakan manfaatnya bagi staff PDAM yang tergabung dalam Tim NRW karena mereka mendapat pengetahuan secara lengkap, baik teori maupun praktik mengenai NRW dan bagaimana teknis menanggulangi dan pengendaliannya. Mereka pun terlatih untuk merencanakan, mencari data, serta mengolah dan menganalisis data berdasarkan hasil temuan di lapangan. “PDAM sangat beruntung mendapatkan pendampingan kegiatan perontohan penurunan NRW dari IUWASH dengan dukungan dari Akatirta. Kegiatan ini sangat dinantikan dan menambah pengetahuan bagi karyawan dalam penanganan NRW yang sampai saat ini masih menjadi kendala dalam peningkatan kinerja PDAM. Di masa yang akan datang, tim NRW akan diperkuat sehingga dapat melakukan kegiatan serupa di unit lainnya,” ujar Kabag Teknik PDAM Tirta Dharma, Suroso.
Foto: Dhana Kencana
Kepala Bagian Teknis PDAM Rembang, Suroso memeriksa tekanan air instalasi perpipaan IPA Gunungsari didampingi salah seorang staf.
tahap selanjutnya adalah melakukan perhitungan water balance satu (WB-1). Tujuannya adalah untuk mengetahui berapa persen tingkat kehilangan air setelah dilakukan perbaikan dan pembenahan pola pemakaian air oleh pelanggan dan tekanan air di meter induk. Dari hasil pengukuran WB-1 diperoleh data bahwa nilai kebocoran mencapai 16,87%. Dari selisih tingkat NRW pada perhitungan WB-0 dan WB1 diketahui penurunan rtingkat NRW di unit Lasem akibat kegiatan ini adalah 43,46% – 16,87% atau 26,59%
Berhasil Menurunkan NRW, Mendorong Replikasi Disamping terjadinya penurunan tingkat NRW, terdapat sejumlah manfaat dari pelaksanaan proyek percontohan penurunan NRW di Unit Pelayanan Lasem. Setidaknya hal ini dirasakan langsung oleh 526 rumah di lima desa yang memanfaatkan jasa layanan dari PDAM Tirta Dharma - Kabupaten Rembang ini. Mereka merasakan penyediaan air minum yang lebih baik, baik secara kualitas, kuantitas, maupun kontinuitas relatif lebih baik dibanding sebelumnya. 13
“Air hilang setetes, uang pun turut menghilang. Semakin banyak air yang hilang, maka PDAM pun akan semakin banyak kehilangan uang”, tegas Awaludin Setyaji, Direktur Akatirta dalam satu pelatihan tentang pengurangan NRW yang diselenggaraan di Hotel Paragon Solo. Hasil yang diperoleh dari pelaksanaan percontohan dinilai cukup baik oleh manajemen PDAM. Karena itu mereka melakukan replikasi kegiatan NRW pada unit pelayanan lainnya. Salah satunya adalah pada Unit Layanan Kota Rembang yang dijadwalkan pada April 2015. “Kami berkomitmen untuk menempatkan program penurunan NRW menjadi kegiatan utama PDAM pada 2015,” kata Direktur PDAM Tirta Dharma, Gus Wakhid Hidayat.
Foto: Dhana Kencana
14
Rencana Bisnis Tingkatkan Kinerja PDAM Kabupaten Sukoharjo
“Dulu kita bekerja tanpa rencana. Kalau ada laporan kebocoran, kita baru tangani kebocoran itu. Tidak perlu kita membuat rencana untuk mengurangi kebocoran. Yang penting air mengalir, itu saja. Kini setelah Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Sukoharjo memiliki Rencana Bisnis, kita bekerja punya tujuan, punya cita-cita”, demikian pernyataan Mat Hasim, Kepala Bagian Teknik PDAM Sukoharjo saat menyampaikan tentang pentingnya Rencana Bisnis bagi PDAM.
Kantor PDAM Sukoharjo.
Rencana Bisnis, Alat untuk Meningatkan Kinerja Bagi sebuah perusahaan, ketersediaan Rencana Bisnis merupakan hal yang sangat penting. Rencana bisnis merupakan gambaran tentang apa yang akan dilakukan oleh sebuah perusahaan dalam jangka pendek, yang di dalamnya berisi rencana dan target capaian yang akan diraih oleh seluruh pihak yang terlibat di dalam perusahaan. Untuk memiliki rencana bisnis, banyak PDAM mempercayakan sepenuhnya penyusunan rencana bisnisnya kepada pihak ketiga. sehingga rencana yang tersusun kadang tidak sesuai dengan kondisi PDAM yang sesungguhnya dan pengembangannya di masa mendatang. Terlebih lagi jika rencana bisnis yang tersusun ternyata hasil salinan dari perusahaan sejenis. Hal inilah yang sering terjadi kepada sejumlah PDAM di Indonesia. Walau tergolong perusahaan kecil dengan pelanggan sebanyak 15.000 sambungan rumah atau sekitar 13% dari total penduduk, tidak berarti bahwa PDAM Sukoharjo tidak membutuhkan Rencana Bisnis. PDAM berkomitmen untuk beroperasi dengan baik dan benar dalam melayani pelanggannya dengan dibuatnya rencana bisnis. Terlebih lagi mandat pemerintah daerah kepada PDAM melalui Peraturan Daerah Kabupaten 15
Sukoharjo Nomor 20 Tahun 2007 tentang Perusahaan Daerah Air Minum menyatakan bahwa salah satu tugas Direksi PDAM adalah menyusun Rencana Bisnis lima tahunan. Anggota Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM), Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, M. Aulawi Dzin Nun dalam satu kesempatan mengatakan, rencana bisnis wajib dimiliki oleh PDAM guna meningkatkan kinerja mereka.
Jadi rencana bisnis itu gunanya untuk merencanakan ke depan lebih baik secara teknik dan manajerial. Dengan demikian, rencana bisnis itu akan memuat program dengan dana dan waktu yang jelas serta apa yang akan dikerjakan, baik oleh PDAM sendiri maupun dengan pihak swasta. M. Aulawi Dzin Nun Anggota Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM), Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Foto: Dhana Kencana
Mat Hasim, Direktur Teknik PDAM Tirta Makmur Sukoharjo.
Alasan itulah yang kemudian mendorong IUWASH melakukan pendampingan bagi PDAM Sukoharjo untuk menyusun rencana bisnis yang akan memuat segala macam rencana kegiatan PDAM Sukoharjo dari tahun 2013 sampai dengan 2017. Proses pendampingan IUWASH dilakukan melalui berbagai kegiatan seperti pelatihan, survei kepuasan pelanggan, dan focus group discussion (FGD) atau diskusi kelompok terfokus untuk menyusun aspek penting dalam rencana bisnis, antara lainvisi, misi, strategi, rencana program dan kegiatan. Bantuan memfasilitasi penyusunan rencana bisnistahun 2013-2017 merupakan
salah satu bantuan IUWASH yang diberikan kepada PDAM Tirta Makmur, dalam rangka meningkatkan kinerja PDAM untuk dapat memberikan pelayanan air minum di Kabupaten Sukoharjo yang lebih baik.
daerah, PDAM berkewajiban memberikan pelayanan air minum kepada masyarakat sehingga Oleh karena itu, PDAM perlu terus meningkatkan layanannya dengan cara yang rasional dan realistis.
Menggali Potensi Diri, Semangat dalam Menyusun Rencana Bisnis Sejatinya rencana bisnis PDAM adalah strategi bisnis pengembangan perusahaan yang diciptakan secara menyeluruh dan berkelanjutan. Rencana bisnis disusun untuk mewujudkan visi dan misi perusahaan dengan mempertimbangkan kondisi faktor internal dan eksternal. Sebagai perusahaan milik pemerintah
Secara umum, internal PDAM mengetahui apa yang dimilikinya dan persoalan apa saja yang harus dihadapinya. Dengan demikian, mereka mempunyai modal untuk menyusun sebuah rencana bisnis yang terukur. Namun pada kenyataannya mereka mengalami kesulitan untuk memformulasikan tantangan dan peluang yang ada ke dalam sebuah dokumen rencana.
16
Oleh karena itu, PDAM Sukoharjo didorong untuk melakukan analisis Strenghts, Weaknesses, Opportunities, Threats (SWOT) dengan mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan PDAM Sukoharjo kemudian dipadukan dengan peluang dan kesempatan yang ada dari luar PDAM. Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui kebutuhan PDAM Sukoharjo dalam 5 tahun yang akan datang sekaligus mengetahui tantangan yang dihadapi.Kebutuhan itu antara lain adalah alat-alat penunjang kegiatan, investasi dan sumber-sumber pembiayaan. Pendampingan dilakukan oleh IUWASH secara partisipatif kepada PDAM Sukoharjo dengan melibatkan Tim Rencana Bisnis PDAM Sukoharjo, Dewan Pengawas PDAM, direksi dan SKPD terkait. Secara intensif dan sistematis, mereka dipandu menyusun Rencana Bisnis yang benar. Untuk mendukung pencapaian target dalam Rencana Bisnis, dilakukan pula advokasi kepada Pemerintah Kabupaten Sukoharjo dan Satuan Kerja (Satker) Jawa Tengah untuk mencari dukungan pendanaan untuk membiayai program dan kegiatan yang tertuang dalam Rencana Bisnis PDAM Sukoharjo. Perubahan mendasar terjadi dalam organisasi PDAM melalui penyusunan rencana bisnis ini. Tersusunnya rencana bisnis telah memberi harapan besar untuk terjadinya perbaikan manajemen di tubuh PDAM. Perubahan pola pikir yang
positif dari staf dan jajaran direksi PDAM Sukoharjo untuk adanya perubahan yang lebih baik telah terdorong dengan adanya rencana bisnis yang disusun sendiri oleh pihak PDAM, tanpa bantuan pihak ketiga atau konsultan.
Metode penyusunan rencana bisnis yang diberikan membuat kami akhirnya mempunyai Rencana Bisnis yang baik dan sesuai dengan kondisi internal dan ekternal PDAM sendiri. Dengan demikian kami yakin akan bisa melaksanakan semua program yang ada di dalamnya. Kami juga telah memiliki Tim Rencana Bisnis sendiri yang kuat. Ke depan, kami tidak lagi memerlukan pendampingan dari pihak lain dalam menyusun. Slamet Sanyoto Direktur Utama PDAM Tirta Makmur Sukoharjo
Keberadaan rencana bisnis di lingkungan PDAM Sukoharjo membawa angin baru bagi peningkatkan kinerja perusahaan. Dengan mendasarkan kepada dokumen tersebut, kegiatan
17
yang dilakukan petugas PDAM lebih terarah dan sistematis. “Kalau dulu tidak ada rencana. Kalau ada kebocoran baru ditangani. Tidak ada rencana untuk mengurangi kebocoran Yang penting air mengalir dan jalan terus,” kata Kabag Teknik PDAM Sukoharjo, Mat Hasim. Menurut Mat Hasim, di masa lalu PDAM Sukoharjo tidak mempunyai peta jaringan perpipaan. Akibatnya petugas perbaikan sering kali mengalami kesulitan untuk menangani kebocoran pipa. Petugas tidak tahu harus menutup jalur yang mana terlebih dahulu sebelum menutup kebocoran. “Pemetaan itu ada di kepala, tetapi orang-orangnya berpindah-pindah. Kalau pun ada peta, peta itu sudah lama tidak pernah diperbarui,” lanjut Mat Hasim. Perencanaan yang baik juga telah mampu menghasilkan efisiensi anggaran. Kinerja pengelolaan keuangan pun menjadi lebih baik. Kebocoran anggaran bisa ditekan seminimal mungkin. Pengelolaan keuangan yang baik berimbas pada peningkatan kesejahteraan para karyawannya. “Jika dulu gaji ke-13 PDAM di daerah lain sudah gembargembor, kita masih menunggu uangnya terkumpul dahulu. Sekarang sudah bisa gaji ke-13, 14, dan 15. Itu semua bisa karena kinerja keuangan sudah baik,” tambah Mat Hasim.
Foto: IUWASH Jawa Tengah
Foto: Dhana Kencana
18
Peraturan Bupati untuk Reklasifikasi Pelanggan PDAM Kabupaten Klaten
Ketika PDAM Kabupaten Klaten berniat untuk memperbarui klasifikasi pelanggan, Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Klaten mempertanyakan dasar hukum reklasifikasi tersebut. Ketika PDAM menjawab bahwa kebijakan tersebut dilakukan atas dasar Surat Keputusan Direktur Utama PDAM, Bagian Hukum Sekda Kabupaten Klaten pun terheran. Padahal, jika suatu kebijakan yang menyangkut kepentingan umum suatu daerah dikeluarkan, harus didasari oleh sebuah paraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah setempat.
Direktur Utama PDAM Klaten, Irawan Margono memeriksa kembali bukti pembayaran rekening air pelanggan sesuai klasifikasi bersama staf Seksi Rekening Langganan.
Pro dan Kontra Reklasifikasi Pelanggan Pada awal tahun 2013, PDAM Klaten secara mengejutkan mengumumkan akan melakukan penyesuaian klasifikasi golongan pelanggan. Pengumuman tersebut kontan mengundang berbagai reaksi dari masyarakat. Tidak sedikit yang menyatakan dukungannya dan menganggap bahwa penyesuaian tersebut wajar mengingat PDAM Klaten belum pernah melakukan penyesuaian sejak didirikan pada tahun 1977. Namun demikian, banyak juga yang berpendapat sebaliknya dan menganggap penyesuaian tersebut memberatkan dan tidak adil, mengingat kualitas layanan PDAM Kabupaten Klaten yang masih belum optimal. Pasalnya, PDAM Klaten tidak mencantumkan nilai kenaikan tarif dalam pengumuman tersebut sehingga banyak yang khawatir PDAM Klaten akan menentukan sendiri nilai kenaikan tarif secara sepihak. Menanggapi kekhawatiran masyarakat, Direktur Utama PDAM Kabupaten Klaten, Irawan Margono, menjelaskan bahwa penyesuaian yang dimaksudkan adalah verifikasi ulang penggolongan pelanggan. Pada dasarnya penggolongan pelanggan PDAM terbagi menjadi dua, yaitu golongan rumah tangga dan golongan usaha. Penyesuaian ini juga bukan dibuat tanpa sebuah alasan. Menurut Irawan, sejak tahun 1977, sudah terjadi banyak perubahan 19
pada data pelanggan, terutama pada golongan pelanggan rumah pelanggan. Banyak rumah yang telah bertambah luas bangunannya ataupun peruntukannya. Luas bangunan bisa saja bertambah atau menyusut dan juga berubah dari tempat tinggal menjadi perkantoran atau tempat usaha atau juga sebaliknya. Program seperti ini biasa disebut sebagai “reklasifikasi” atau melakukan pendataan penggolongan kembali terhadap pelanggan PDAM. Agar reklarifikasi dapat segera dilakukan, PDAM Kabupaten Klaten pun berkonsolidasi dengan Bagian Hukum Sekretaris Daerah Kabupaten Klaten untuk memberikan izin melakukan reklarifikasi tersebut. Namun izin tersebut tidak dikabulkan oleh Sekda Kabupaten Klaten yang mempertanyakan dasar hukum dari pelaksanaan reklarifikasi tersebut karena Surat Keputusan Direktur Utama PDAM yang diajukan oleh PDAM Klaten tidak cukup kuat untuk dijadikan dasar hukum. Tata Kelola yang Transparan di PDAM Kabupaten Klaten Bukan hanya sekali saja pengajuan penerapan kebijakan baru oleh PDAM Klaten ditolak oleh Sekda Kabupaten Klaten. Kepala Bagian Hukum Setda Kabupaten Klaten, Bambang Sri Gyanta mengatakan bahwa PDAM Klaten memiliki “kebiasaan” untuk menetapkan kebijakan
publik hanya berdasarkan Surat Keputusan Direktur PDAM. “Dulu, PDAM sempat menetapkan kebijakan pemadaman air secara berkala. Itu juga hanya berdasarkan Surat Keputusan Direktur PDAM. Padahal, seharusnya kebijakan yang terkait dengan kebijakan publik harus berdasarkan peraturan perundang-undangan. Makanya, kita (Bagian Hukum Sekda Kabupaten Klaten) waktu itu langsung bertindak dan membatalkan kebijakan pemadaman air berkala itu,” Bambang menceritakan. PDAM Klaten lalu meminta dukungan IUWASH untukturut serta mengadvokasikan kebijakan reklarifikasi tersebut kepada Sekda Kabupaten Klaten. Tergerak dengan tekad PDAM Klaten untuk meningkatkan pelayanan mereka kepada masyarakat, IUWASH pun menyambut kerja sama dengan PDAM Klaten. Berbagai langkah ditempuh oleh PDAM Klaten dan IUWASH agar reklarifikasi pelanggan ini dapat dilaksanakan. Hal yang menjadi prioritas adalah penyusunan regulasi sebagai dasar pelaksanaan reklarifikasi pelanggan. IUWASH memfasilitasi berbagai kegiatan seperti diskusi tentang penyusunan peraturan daerah terkait reklarifikasi pelanggan dan lokakarya penyusunan regulasi (legal drafting) yang melibatkan Bagian Hukum dan Bagian Perekonomian Sekda Kabupaten Klaten, Direksi beserta staff PDAM serta Dewan Pengawas PDAM. Beberapa masukan dari para pihak diperoleh pada rangkaian diskusi yang diselenggarakan dalam berbagai kesempatan tersebut. Dari segi hukum, masukan dari Bagian Hukum Sekda Kabupaten Klaten menjadi kerangka dasar dari regulasi yang akan disusun. Direksi beserta staff PDAM juga diberikan pelatihan mengenai penyusunan regulasi
serta pelatihan advokasi agar kedepannya dapat lebih mudah mengajukan penerapan kebijakan. Pada waktu yang bersamaan, PDAM Klaten juga melakukan sensus pelanggan yang ditujukan untuk mengetahui sekaligus membandingkan penggolongan pelanggan terdahulu dengan kondisi rumah/gedung pelanggan saat ini. Data yang diperoleh dari sensus ini akan digunakan sebagai indikator klasifikasi pelanggan yang baru. Dengan modal draft regulasi yang telah disusun bersama, PDAM Klaten dengan dukungan IUWASH melakukan advokasi dan mediasi dengan Pemerintah Kabupaten Klaten secara intensif. Akhirnya setelah melalui proses hamper satu tahun, Pemkab Klaten pun menyetujui draf regulasi klasifikasi pelanggan yang diajukan oleh PDAM Klaten dan disahkan dalam Peraturan Bupati Klaten Nomor 539/29/2014 tentang Klasifikasi Golongan Tarif Pelanggan Air Minum Perusahaan Daerah Air Minum Klaten.
Walaupun begitu, penerapan reklarifikasi pelanggan baru diimplementasikan pada awal tahun 2016. Hal ini dikarenakan proses pendataan ulang sekitar 28.000 pelanggan PDAM yang memakan waktu cukup lama. Penerapan tarif baru sesuai dengan klasifikasi golongan yang diatur dalam Peraturan Bupati Klaten Nomor 539/29/2014 tentang Klasifikasi Golongan Tarif Pelanggan Air Minum Perusahaan Daerah Air Minum Klaten baru akan diterapkan muali rekening bulan Februari 2016, seiring dengan pemberlakuan Perbup pada bulan Maret 2016 mendatang. Saat ini, PDAM Kabupaten Klaten sedang giat untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai penerapan reklarifikasi golongan ini. Sosialisasi dilakukan dengan berbagai cara seperti menyebarkan surat edaran ataupun melalui media komunikasi seperti situs resmi PDAM Kabupaten Klaten (http:// www.pdamklaten.com) dan siaran talkshow “Obrolan Air Minum dan Sanitasi” (ORASI) yang disiarkan oleh Radio Siaran Publik Daerah Kabupaten Klaten.
Foto:IUWASH Jawa Tengah
Salah satu fasilitas yang digunakan PDAM Klaten dalam mempublikasikan kebijakan reklasifikasi pelanggan melalui siaran talkshow “Obrolan Air Minum dan Santasi” (ORASI).
20
Golongan Lama
Total
Hasil Reklasifikasi - Perubahan Golongan Pelanggan R1
R2
R3
Komposisi
Rumah Tangga 1
592
18
473
101
2,1%
Rumah Tangga 2
26.408
394
12.645
13.369
93,0%
Rumah Tangga 3
1.402
104
121
1.177
4,9%
28.402
516
13.239
14.647
1,8%
46,6%
51,6%
Total Komposisi
Tabel diatas adalah hasil reklasifikasi pelanggan dimana pelanggan rumah tangga 1 yang awalnya sebanyak 592 pelanggan berdasarkan hasil reklasifikasi mengalami perubahan hanya 18 pelanggan tetap di golongan R1, 473 pelanggan pindah menjadi pelanggan R2 dan 101 pelanggan pindah menjadi pelanggan R3.
Secara total, hasil reklasifikasi pelanggan mengubah golongan pelanggan yang ada menjadi lebih tinggi dari sebelumnya. Jika sebelum reklasifikasi komposisi terbesar ada pada pelanggan rumah tangga 2 (93%), maka setelah reklasifikasi, komposisi pelanggan yang dominan kini ada pada pelanggan R2 (46.6%) dan R3 (51.6%).
Untuk pelanggan rumah tangga 2, hasil reklasifikasi menunjukkan bahwa sebanyak 394 pelanggan pindah menjadi golongan R1, 12.645 pelanggan tetap pada golongan R2 dan 13.369 pelanggan berpindah menjadi pelanggan R3.
Pembelajaran dari Klaten, Pentingnya Transparansi dan Partisipasi Publik Mantan Direktur PDAM Klaten, Ambar Muryati mengatakan bahwa pengalaman yang ia dapatkan semasa proses advokasi reklarifikasi pelanggan merupakan suatu pembelajaran yang berharga. Ambar mengatakan bahwa sebelumnya, PDAM Kabupaten Klaten menetapkan kebijakan dengan dasar Surat Keputusan Direktur PDAM Klaten dan ternyata sudah dipraktikkan
Sedangkan untuk pelanggan rumah tangga 3, hasil reklasifikasi menunjukkan bahwa sebanyak 104 pelanggan menjadi golongan R1, 121 pelanggan menjadi pelanggan R2 dan 1.177 pelanggan tetap pada golongan R3.
21
semenjak PDAM Klaten didirikan. “Selama ini, PDAM selalu kesulitan untuk menetapkan kebijakan baru karena pasti ditentang oleh masyarakat. Akhirnya bisa tahu bahwa Surat Keputusan dari Direktur PDAM saja tidak cukup kuat untuk meyakinkan masyarakat. Namun apabila penetapan kebijakan adalah berdasarkan peraturan perundang-undangan, masyarakat dengan sendirinya akan menerima kebijakan tersebut karena dianggap sebagai sebuah mandat,” tutur Ambar. Ambar juga menambahkan bahwa bagi pihak PDAM sendiri, keberadaan Perbup No. 539/29/2014 akan memudahkan staf PDAM dalam memberikan penjelasan kepada masyarakat mengenai penyesuaian tarif baru ini, khususnya para staf lapangan yang sering berinteraksi langsung dengan masyarakat. Sedangkan Direktur Utama PDAM Klaten saat ini, Irawan Margono berpendapat bahwa keberadaan Perbup No. 539/29/2014 dapat dijadikan salah satu landasan untuk meningkatkan keperacayaan masyarakat Kabupaten Klaten terhadap PDAM Klaten. “Memang masih ada warga masyarakat yang keberatan dengan penggolongan baru ini, tetapi banyak yang memaklumi dan mendukung karena mereka percaya ini semua agar PDAM Klaten dapat meningkatkan kualitas pelayanan kepada mereka dan tugas kami di PDAM adalah membalas kepercayaan yang telah diberikan tersebut,” tutur Irawan.
Foto: IUWASH Jawa Tengah
22
Paguyuban Banyu Bening: Forum Komunikasi Pelanggan Enam PDAM di Jawa Tengah
Pelanggan perusahaan daerah air minum (PDAM) kerap bingung ketika harus menyampaikan keluhan. Kadang mereka sungkan datang sendiri ke PDAM atau siapa yang harus mereka temui. Di sisi lain, PDAM juga seringkali gamang ketika harus mengeluarkan kebijakan karena khawatir tidak dapat diterima dengan baik oleh pelanggan. Untuk mengatasi hambatan itulah, maka Forum Komunikasi Pelanggan (FKP) PDAM ini ada. Bersama IUWASH, di Provinsi Jawa Tengah terselenggara enam forum, yaitu di Rembang, Batang, Semarang, Sukoharjo, Klaten dan Solo. Walau rata-rata baru terbentuk, namun kiprah FKP dalam menjembatani komunikasi antara pelanggan dan PDAM dapat dikatakan sudah cukup baik.
Salah satu anggota FKP PDAM Surakarta berbagi pengalaman dengan peserta Workshop Regional FKP PDAM mitra IUWASH Jawa Tengah yang diselenggarakan pada 31 Maret 2015 - 1 April 2015 di Pagilaran, Kabupaten Batang.
Membina hubungan baik dengan pelanggan merupakan faktor penting bagi perkembangan PDAM yang menyediakan pelayanan umum. Kualitas, kuantitas, dan kontinuitas airnya harus terus terjaga. Dengan demikian, PDAM akan mampu menumbuhkan loyalitas dari pelanggannya. Pelanggan yang loyal tidak akan mudah berpaling ketika menemukan ketidakpuasan. Mereka akan segera menyampaikan keluhan yang dirasakannya kepada pihak perusahaan. Mereka pun tidak akan ragu-ragu untuk memberikan masukan konstruktif yang bisa jadi merupakan ide baru bagi perbaikan dan pertumbuhan PDAM. Dukungan pelanggan seperti itu akan sangat bermanfaat bagi perkembangan PDAM. Bagaimanapun, sebagai badan usaha, keberlanjutan PDAM dipengaruhi oleh sikap pelanggannya. Untuk meningkatkan kinerja, PDAM butuh masukan konstruktif dari pelanggannya. Selain itu, PDAM juga butuh dukungan pelanggan untuk melaksanakan kebijakan usahanya. Namun pada kenyataannya, masih banyak keluhan atau masukan dari pelanggan yang belum direspon dengan baik oleh PDAM. Sebaliknya, banyak juga kebijakan PDAM yang tidak dipahami pelanggan. Akibatnya, 23
kinerja PDAM tidak kunjung membaik dan pelanggan cenderung tidak peduli, bahkan menentang kebijakan PDAM. Hal semacam ini sebenarnya tidak perlu terjadi jika komunikasi di antara keduanya terjalin dengan baik. Komunikasi memungkinkan kedua belah pihak bisa saling mengetahui kebutuhan dan keinginan masing-masing. Dengan demikian, PDAM dan pelanggan bisa saling mengerti dan memahami sehingga besar kemungkinan akan muncul sikap partisipatif dari pelanggan untuk bekerja sama dan mendukung peningkatan kualitas PDAM. Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan suatu pola komunikasi yang menempatkan keduanya dalam posisi yang sejajar. Selain itu, diperlukan suatu sistem komunikasi yang terprogram dengan baik yang dapat mengatur peran dan tanggung jawab dari masing-masing pihak, serta dilengkapi rencana tindak lanjut yang mengarah kepada perbaikan layanan. Menjembatani Harapan Pelanggan dan Kemampuan PDAM Salah satu cara untuk mewadahi komunikasi di antara pelanggan dan PDAM adalah melalui pembentukan Forum Komunikasi Pelanggan (FKP). Melalui forum ini, pelanggan dan PDAM
Foto: IUWASH Jawa Tengah
Perwakilan dari beberapa FKP PDAM di Jawa Tengah antusias mendengarkan pengalaman dari perwakilan FKP PDAM lain.
dapat saling berinteraksi dan mengatasi persoalan yang mungkin terjadi di antara keduanya. Dengan demikian, kinerja PDAM bisa ditingkatkan dan pelanggan bisa menikmati pelayanan yang lebih memuaskan. Karena itulah, peran dan manfaat keberadaan FKP itu terus disosialisasikan IUWASH kepada sejumlah PDAM di Jawa Tengah. Meskipun menawarkan sejumlah keuntungan, ternyata tidak semua PDAM bersedia untuk membentuk FKP karena merasa belum
perlu membentuk FKP karena mampu mengelola pelanggan dengan pola kebijakan yang telah diterapkannya. Dari sekian banyak PDAM di Jawa Tengah, enam PDAM di antaranya telah membentuk FKP dengan difasilitasi oleh IUWASH. Keenam PDAM itu berada di Kota Semarang, Kota Surakarta, Kabupaten Batang, Kabupaten Rembang, Kabupaten Sukoharjo, dan Kabupaten Klaten. Berbagai cara dilakukan FKP untuk menjembatani komunikasi antara 24
pelanggan dan PDAM. Misalnya di Kota Semarang, FKP memanfaatkan media massa, baik televisi maupun radio, untuk menampung aspirasi dan keluhan pelanggan. Mereka juga memperluas jaringan kerja dengan cara bekerja sama dengan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK). Di Surakarta, FKP memanfaatkan pertemuan warga di tingkat RT/RW sebagai sarana untuk memediasi persoalan yang terjadi di antara pelanggan dan PDAM. Sedangkan di
Batang, FKP memanfaatkan keberadaan koordinator pelanggan dan media sosial facebook sebagai media komunikasi. Bersama-sama Mewujudkan Harapan Pelanggan dan PDAM Secara umum, keenam FKP yang telah dibentuk melalui fasilitasi IUWASH telah menunjukkan peran yang baik dalam satu tahun pertamanya. Ratarata mampu menjalankan program kerja yang disusun untuk setiap enam bulan. Penyusunan program kerja ini dikonsultasikan terlebih dahulu dengan manajemen PDAM di wilayah masingmasing. Dengan demikian program kerja FKP juga bisa sejalan dengan kegiatan yang direncanakan oleh Bagian Hubungan Langgaran PDAM. Kinerja positif yang ditunjukkan oleh beberapa FKP di Jawa Tengah pun mendapat penilaian positif dari PDAM, seperti halnya di Batang. Bagian Hubungan Pelanggan PDAM Batang, Evi Rosa mengatakan bahwa FKP Kabupaten Batang sangat membantu PDAM Batang dalam meningkatkan pelayanan mereka.
Karena sering berkomunkasi dengan pelanggan, kami bisa tahu apa yang sebenarnya diinginkan pelanggan. Evi Rosa Hubungan Pelanggan PDAM Batang
Berdasarkan pengamatan Ketua FKP PDAM Batang, Fatah Raharjo, sejak FKP berdiri terjadi peningkatan pelayanan yang diberikan PDAM Batang. Salah satunya adalah penanganan keluhan dari pelanggan yang lebih cepat. “Meski belum seratus persen, namun paling tidak, kini kami lebih responsif ketika terdapat laporan kerusakan atau kebocoran dari pelanggan. Mungkin kendala kami ada pada pelanggan yang berlokasi jauh dari PDAM saja. Tapi sebagian pelanggan kami sudah memuji kinerja kami,” ujar Fatah.
25
Dedikasi FKP terhadap tugasnya patut dihargai. Walaupun tidak dibayar, mereka tetap mengemban tugas mereka sebagai jembatan antara pelanggan dan pihak PDAM dengan baik. Hal tersebut ditunjukkan dengan kebersediaan mereka menerima keluhan dari pelanggan secara non-stop 24 jam. Informasi dari masyarakat itu kemudian mereka sampaikan melalui kepada PDAM melalui berbagai cara seperti, melalui saluran telepon, SMS, interaksi langsung, atau melalui media sosial. Alfa Yunita, Bendahara FKP Batang mengaku pernah menerima laporan kebocoran pipa pada tengah malam.
Informasi kebocoran pipa yang terjadi di Bagian Utara Kota Batang, kemudian saya teruskan ke PDAM melalui SMS dan langsung ditangani teknisi pada siang harinya. Alfa Yunita Bendahara FKP Batang
Foto: Dhana Kencana
26
Melestarikan Mata Air dengan 920 Sumur Resapan
Terjadinya penurunan debit mata air dan air sungai di wilayah Provinsi Jawa Tengah telah mencapai tingkat yang sangat mengkhawatirkan. Hal ini diakibatkan oleh akumulasi dampak penurunan daya resap dan daya simpan lahan terhadap air hujan serta terjadinya perubahan iklim yang mengakibatkan terjadinya perubahan pola hujan, yaitu penurunan curah hujan, periode dan intensitas hujan. Berbagai upaya dilakukan oleh masyarakat, salah satunya adalah dengan membangun sumur resapan di daerah tangkapan air yang berfungsi untuk memasukkan air hujan sebanyak mungkin kembali ke dalam tanah. Gerakan masyarakat ini menumbuhkan semangat menyelamatkan sumberdaya air sebagai modal dasar kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat di Kabupaten Semarang, Batang dan Salatiga.
Anggota KSM Bismo Sejahtera melakukan pemeriksaan rutin terhadap salah satu sumur resapan di Desa Bismo
Air mempunyai peran penting bagi kehidupan manusia. Air bukan sekadar harus tersedia tetapi juga harus dilestarikan sehingga bisa dimanfaatkan secara berkesinambungan. Karena itu, konservasi air menjadi tanggung jawab bersama. Namun kenyataannya, ketersediaan air yang semakin menipis menjadi persoalan yang serius. Berdasarkan data dari Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air dan Mineral Jawa Tengah, sebagian besar sumber mata air yang berada di kawasan Gunung Merbabu mengalami kekeringan pada musim kemarau dalam kurun waktu 15 tahun terakhir. Kondisi tersebut memaksa masyarakat yang berada disekitar lokasi tersebut harus berjalan sekitar 3-5 kilometer untuk mendapatkan air bersih. Kasus serupa terjadi pada sumber mata air Ngablak yang berada di kawasan Gunung Ungaran. Alih fungsi lahan yang semula berfungsi sebagai daerah tangkapan air menjadi pemukiman warga telah berdampak pada penurunan debit mata air. Tentunya, hal ini mengakibatkan pasokan air baku yang dapat digunakan oleh PDAM Kabupaten Semarang semakin berkurang. Hal serupa juga terjadi pada mata air Senjoyo. Para petani di daerah hilir Senjoyo mengalami kesulitan mengatur pola 27
tanam akbiat berkurangnya debit mata air. Pada musim kemarau, petani sudah tidak mendapatkan pasokan air irigasi dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Senjoyo. Petani pun menjadi sangat tergantung pada curah hujan. Potensi sawah yang subur di Kecamatan Suruh dan Pabelan Kabupaten Semarang menjadi tidak optimal. Penurunan debit air Senjoyo juga mengakibatkan pasokan air baku untuk PDAM Kota Salatiga juga berkurang. Kondisi serupa terjadi juga terhadap mata air Mubal di Bismo dan Watu Lumbung di Kabupaten Batang. Debit air di kedua mata air itu mengalami penurunan dikarenakan perubahan iklim. Meskipun pada musim hujan daerah di sekitar mata air itu kebanjiran, namun pada musim kemarau justru mengalami kekeringan yang luar biasa. Fenomena yang terjadi di Kota Salatiga, Kabupaten Semarang, dan Kabupaten Batang memberikan gambaran permasalahan dan ancaman yang terjadi saat ini yang berpeluang untuk mengancam ketersediaan dan kesinambungan sumberdaya air untuk masa mendatang, baik secara kuantitas maupun kualitas. Untuk mengantisipasi ancaman tersebut, maka diperlukan perhatian dari setiap pihak untuk menjaga, mengelola dan melestarikan sumbersumber air tersebut.
Foto: IUWASH Jawa Tengah
Proses pembuatan sumur resapan yang dilakukan oleh masyarakat bersama Serikat Paguyuban Petani Qoryah Thayyibah di wilayah Kabupaten Semarang.
Salah satu kegiatan penyelamatan sumber air yang dilakukan di Jawa Tengah adalah program pengembalian air ke alam dengan menggunakan teknologi sumur resapan. Program yang difasilitasi IUWASH ini melibatkan sejumlah pemerintah daerah, perusahaan swasta, dan masyarakat di sekitar lokasi program. Program ini diselenggarakan sebagai upaya mengembalikan air ke alam melalui pembuatan sumur resapan yang terintegrasi dengan pengembangan kapasitas dan pemberdayaan masyarakat di sekitardaerah tangkapan air. Gerakan Masyarakat untuk Mata Air Senjoyo dan Ngablak Sebagai upaya menyelamatkan sumber mata air Senjoyo dan Ngablak, IUWASH memfasilitasi kegiatan pengembalian air
ke alam yang melibatkan Pemerintah Kota Salatiga, PDAM Kota Salatiga, Pemerintah Kabupaten Semarang, PDAM Kabupaten Semarang dan Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah (SPPQT). Selain itu, kegiatan ini melibatkan warga yang bermukim di sekitar daerah tangkapan air Senjoyo dan Ngablak, serta memanfaatkan kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan-perusahaan yang beroperasi di kedua kota/kabupaten tersebut, baik perusahaan BUMN/BUMD ataupun swasta. Kegiatan yang dilakukan antara lain adalah membangun sumur resapan di sekitar daerah tangkapan air di kedua mata air tersebut serta melaksanakan peningkatan kapasitas masyarakat dan para pemangku kepentingan lainnya agar program 28
“pengembalian air ke alam” tersebut dapat direplikasikan oleh pihak terkait secara berkesinambungan dan berkelanjutan. Sebelum sumur resapan itu dibangun, SPPQT telah melakukan pengkajian, sosialiasi dan pembentukan kelompok masyarakat yang nantinya akan menjadi pelaksana kegiatan program pengembalian air ke alam ini. Kelompok masyarakat yang sudah terbentuk kemudian mendapat pelatihan oleh team IUWASH tentang teknik penentuan titik lokasi dan proses pembangunan sumur resapan. Agar sumur resapan tersebut dapat berfungsi dan terpelihara dengan baik, IUWASH juga melatih masyarakat mengenai teknik pengelolaan dan
Ngobo. Sumur-sumur resapan tersebut diperkirakan mampu menampung 600 juta liter air untuk diresapkan kembali ke dalam tanah setiap tahunnya.
Foto: Dhana Kencana
Neman Surono, Ketua KSM Bismo Sejahtera.
pemeliharaan sumur resapan tersebut. Disisi lain, SPPQT juga memberikan pelatihan di bidang pertanian, di antaranya pelatihan pengembangan pertanian organik serta pembuatan pupuk organik dan pestisida. Pengetahuan yang diperoleh dari pelatihan tersebut menjadi bekal bagi masyarakat proses pelaksanaan pembuatan 920 lokasi sumur resapan di daerah tangkapan air mata air Senjoyo dan Ngablak yang berada di enam desa/ kelurahan di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang. Di antara 920 sumur tersebut, 874 sumur berlokasi di tengah pemukiman warga, sedangkan 46 sumur lainnya dibangun di area perkebunan milik PTPN
Gerakan Mayarakat untuk Mata Air Bismo dan Watu Lumbung Berdasarkan data IUWASH, penurunan debit air di mata air Bismo dan Watu Lumbung mencapai 5-10% dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Penurunan ini terjadi terus menerus akibat penurunan kemampuan dan kapasitas lahan dalam menahan dan meresapkan air hujan kedalam tanah yang diperburuk oleh terjadinya dampak perubahan iklim dan berdampak pada perubahan pola hujan, intensitas hujan dan periode hujan di wilayah tersebut. Kondisi ini cukup memprihatinkan, mengingat kedua mata air tersebut merupakan sumber air bersih bagi Kota Batang dan sekitarnya. Mata air Bismo yang terletak di Desa Bismo, Kecamatan Blado dan mata air Watu Lumbung yang terletak di Desa Tambakboyo, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang ini merupakan sumber air baku utama bagi PDAM Batang. Oleh karena itu, Pemkab dan PDAM Batang merasa perlu untuk membuat program perlindungan kelestarian air. Mereka kemudian mengajak masyarakat dan sejumlah perusahaan yang tergabung dalam Forum CSR untuk terlibat dalam program itu. Dengan dukungan IUWASH, Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Bismo Sejahtera di Desa Bismo dan KSM Sumber Barokah di Tambakboyo yang bertujuan untuk mensukseskan program pengembalian air ke alam melalui pembuatan sumur resapan dan reboisasi. Menurut Ketua KSM Bismo Sejahtera, 29
Neman Surono, tercatat 160 sumur resapan berhasil dibangun masyarakat di dua desa tersebut yang dibangun di titiktitik yang sudah ditetapkan berdasarkan kesepakatan warga. “Saat program ini diperkenalkan, warga langsung antusias untuk mensukseskannya. Kami mengerti betapa pentingnya melindungi sumber air karena merupakan kebutuhan dasar manusia. Maka dari itu, kami mengerjakan dan memelihara (sumur resapan) secara gotong-royong dan hasilnya kita tidak pernah lagi khawatir kehabisan pasokan air walaupun musim kemarau yang panjang datang,” tutur Neman. Kedua KSM tersebut juga telah menerima 7.000 bibit tanaman buah yang diperoleh dari Forum CSR Kabupaten Batang, Bibitbibit tanaman yang di antaranya adalah alpukat, manggis, cengkih, aren dan kelapa tersebut telah ditanam di daerah yang menjadi tangkapan air bagi kedua mata air tersebut.
Foto: Dhana Kencana
30
Peraturan Desa dan RPJMDES Dorong Peran Desa dalam Tata Kelola Sumber Daya Air
Berkat semangat dan komitmen dari warganya, Desa Patemon, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang kini telah memiliki peraturan desa (perdes) dalam upaya untuk melakukan pengelolaan dan perlindungan (konservasi) sumberdaya air, sehingga menjadi contoh bagi desa-desa lain di Kabupaten Semarang dalam hal akselerasi pembangunan desa, terutama dalam bidang konservasi air. Desa Patemon yang dulunya mengalami krisis air, kini justru berlimpah dengan pasokan air yang berkelanjutan. Hal ini berkat program pelestarian air yang dimasukkan sebagai prioritas utama dalam program pembangunan Desa Patemon yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa dan Peraturan Desa tentang Tata Kelola Sumber Daya Air.
Kepala Desa Patemon, Puji Rahayu.
Berawal dari Gerakan Membuat Sumur Resapan Pertumbuhan penduduk telah mendorong alih fungsi lahan, area yang sebelumnya merupakan hutan, pesawahan dan perkebunan beralih fungsi menjadi area pemukiman. Sedangkan lahan pekarangan yang ada di sekitar pemukiman lebih banyak yang berlantai semen, sehingga tidak ada air yang meresap ke dalam tanah. Pertumbuhan penduduk juga sangat berpengaruh kepada peningkatan penggunaan air, baik untuk keperluan konsumsi, sanitasi, maupun industri. Khusus untuk keperluan industri, semakin besar skala industrinya, semakin besar pula volume air yang dipergunakan. Persoalan ini juga menjadi perhatian warga Desa Patemon, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang. Desa Patemon dikelilingi oleh pabrik-pabrik dari berbagai macam jenis industri yang dalam proses produksinya membutuhkan pasokan air yang besar. Seringkali menggunakan air tanah, baik yang berasal dari mata air maupun sumur bor dalam sebagai sumber air utama mereka. Selain pabrik, berkembang juga wilayah pemukiman tempat tinggal karyawan pabrik-pabrik tersebut. Para penghuni pemukiman karyawan tersebut juga menggunakan sumber mata air yang sama, yaitu dari sumber mata air dan air tanah. Kondisi tersebut akan membuat 31
keseimbangan dan ketersediaan cadangan air tanah di wilayah Desa Patemon dan sekitarnya akan mengalami penurunan secara drastis dan sulit untuk dipulihkan. Menyadari ancaman dan permasalahan tersebut, warga Desa Patemon merasa perlu untuk melakukan gerakan konservasi air untuk mengantisipasi ancaman krisis air. Gerakan konservasi itu kemudian diwujudkan dalam bentuk pembangunan sumur resapan, pembuatan biopori dan memperluas area yang memungkinkan air meresap ke tanah. Tujuannya adalah untuk memanen air hujan yang berlimpah dan menyimpannya sebagai sumber air cadangan. Dengan demikian akan semakin meningkatkan jumlah dan cadangan air tanah di wilayah Desa Patemon sehingga dapat mengimbangi kebutuhan dan pemakian air tanah tersebut. Joko Waluyo, warga Desa Patemon yang juga menjabat sebagai ketua Paguyuban Petani Sendang Rahayu dan pengurus Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Patemon menceritakan bahwa pada tahun 2012-2013, Desa Patemon mengalami krisis kekeringan yang parah. Saat itu, warga Desa Patemon yang rata-rata berprofesi sebagi petani dan peternak kesulitan untuk mendapatkan air. “Untuk keperluan sehari-hari, air sulit didapatkan, apalagi untuk irigasi sawah dan memberi minum ternak,” kenang Joko. Walaupun Pemerintah
keberadaan sumur resapan. Di antaranya adalah tidak ada lagi air limpasan yang mengalir atau menggenang dipekarangan rumah warga karena air hujan diarahkan untuk masuk ke dalam sumur resapan. Volume tanah yang tergerus air hujan pun cenderung berkurang. Sedangkan volume sumur gali milik warga cenderung bertambah. Manfaat itu kemudian menginspirasi warga lain untuk membuat sumur serupa. Dengan memanfaatkan lahan yang tersedia dan dana yang dimiliki, warga membuat sumur yang sama. Hingga pada tahun akhir 2014, lebih dari 250 sumur resapan telah dibangun di Desa Patemon.
Foto: Dhana Kencana
Joko Waluyo, Ketua Paguyuban Petani Sendang Rahayu, Desa Patemon, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang melakukan perawatan sumur resapan miliknya.
Kabupaten Semarang dengan sigap memberikan bantuan pasokan air dengan menggunakan jerigen, namun tetap tidak bisa mencukupi keperluan warga. Pada tahun 2014, IUWASH bersama Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah (SPPQT) kemudian memperkenalkan program sumur resapan kepada warga Desa Patemon. Joko melihat hal tersebut sebagai solusi untuk mengatasi krisis kekeringan yang terjadi sebelumnya.
Walaupun begitu, ketika Joko mensosialisasikan rencana pembangunan sumur resapan di desanya, banyak warga desa yang menolak. Namun setelah melihat manfaat yang dihasilkan oleh sumur resapan, warga pun akhirnya sepakat untuk mensukseskan program pembangunan sumur resapan di desa mereka. Berdasarkan pengalaman warga, terdapat sejumlah manfaat yang bisa diperoleh dari 32
Terbitkan RPJMDes dan Perdes bagi Keberlanjutan Gerakan Selamatkan Air Ternyata jumlah sumur resapan yang telah dibangun masih dirasakan kurang oleh warga Desa Patemon. Warga merasa perlu menambah sumur resapan, namun keadaan ekonomi desa tidak mendukung. Hal tersebut kemudian mendorong warga Desa Patemon untuk mencari solusi untuk meningkatkan pembangunan sumur resapan di desanya. Salah satu terobosan yang digagas warga adalah mendorong gerakan konservasi air menjadi isu yang dibahas dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) dan mendorong penerbitan Peraturan Desa (Perdes) tentang tata kelola sumberdaya air. Melalui RPJMDes dan Perdes tersebut, warga Patemon berharap desanya semakin sejahtera dan terhindar dari bahaya kekeringan di masa yang akan datang. Sejumlah upaya pun dilakukan untuk menginisiasi penyusunan RPJMDes dan Perdes tersebut, d antaranya melalui
serangkaian kegiatan warga desa yang difasilitasi IUWASH. Warga juga menjalin kerjasama dengan sejumlah pihak, seperti Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Semarang dan KSM Patemon untuk mendukung penyusunan RPJMDes dan Perdes yang mengatur tata kelola sumber daya air.
Draf yang sama juga diserahkan kepada Bepermades Semarang untuk dikaji dan dievaluasi dan hasil konsultasi publik dan kajian dari Bapermades kemudian dijadikan bahan pertimbangan dalam menyusunan draf terakhir. Tim perumus kemudian menyerahkan draf terakhir kepada kepala desa untuk selanjutnya disahkan dan ditandatangani.
Dukungan juga datang dari DPRD Kabupaten Semarang. Ketua DPRD Kabupaten Semarang, Bambang Kusriyanto mengatakan ketika menghadiri lokakarya penyusunan RPJMDes Patemon bahwa DPRD akan mendukung dan akan mengupayakan agar Pemerintah Kabupaten Semarang mengeluarkan peraturan daerah tentang pembangunan sumur resapan. “Gagasan warga Patemon ini sangat inspiratif. Air merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Oleh karena itu, kami akan mengupayakan untuk menyusun sebuah peraturan tentang sumur resapan,” ujar Bambang Kusriyanto.
Mengikat Warga dan Perusahaan Penandatanganan Perdes Patemon No. 03/2015 tentang Tata Kelola Sumber Daya Air Desa Patemon dilakukan Kepala Desa Patemon, Puji Rahayu, pada 18 Mei 2015. Perdes tersebut di antaranya menyebutkan bahwa Pemerintah Desa Patemon wajib melaksanakan program konservasi air untuk mendukung tata kelola air. Kegiatan yang dilakukan meliputi penanaman pohon di kawasan penghijauan di wilayah Desa Patemon serta pengembangan dan pemeliharaan sumur resapan.
Penyusunan RPJMDes dan Perdes dilakukan berdasarkan identifikasi potensi dan masalah yang terjadi di Patemon. Identifikasi diperoleh berdasarkan masukan dari warga yang disampaikan dalam rapat pembahasan. Potensi dan masalah itu kemudian diformulasikan dalam bentuk draf RPJMDes dan Perdes oleh tim perumus.
Berdasarkan Perdes tersebut, setiap orang yang memiliki dan/atau mendirikan bangunan di wilayah Desa Patemon wajib membuat sumur resapan di lingkungan bangunan secara swadaya. Sedangkan setiap perusahaan wajib membangun dua unit sumur resapan dengan kapasitas 16 m3 untuk warga Desa Patemon setiap tahun. Setiap perusahaan juga diwajibkan mengolah limbah Industri sesuai dengan standar baku mutu lingkungan.
Untuk meningkatkan partisipasi warga dalam penyusunan dan pelaksanaannya, draf naskah RPJMDes dan Perdes disosialisasikan kepada warga desa melalui proses uji publik. Dalam proses uji publik, tim perumus memaparkan hasil rumusannya kepada warga. Pada kesempatan ini warga berkesempatan untuk memberikan masukan akhir sebelum draf difinalisasi.
Pemberlakuan Perdes tersebut merupakan angin segar bagi gerakan konservasi air di Patemon. Warga pun merasa yakin target pembangunan sumur resapan di Patemon bisa tercapai. “Dengan adanya RPJMDes dan Perdes Tata Kelola Sumber Daya Air, sekarang kami lebih percaya diri untuk mewujudkan membangun tambahan 600 unit sumur resapan,” tutur Joko Waluyo. 33
Pemdes Patemon berencana untuk mengembangkan program pembangunan sumur resapan ini secara berkelanjutan. Setiap tahun kami akan membangun minimal dua sumur resapan. Rencana kami adalah membangun 1000 unit sumur resapan di Desa Patemon. Puji Rahayu Kepala Desa Patemon
Langkah Pemdes Patemon menerbitkan Perdes tentang pengelolaan sumberdaya air mendapat apresiasi dari berbagai kalangan. Misalnya saja dari Kepala Bidang Bapermades Kabupaten Semarang, Mindarto. “Apa yang sudah dilakukan Desa Patemon menunjukan bahwa masyarakat memiliki komitmen, dan kemampuan untuk membangun desanya, khususnya di sektor perlindungan air. Dan ini harus dicontoh oleh desa lain,” kata Mindarto. Pada bulan Maret 2015, Desa Patemon mendapatkan kehormatan sebagai penyelenggara peresmian sumur resapan ke 920 yang dibangun di Kabupaten Semarang dan Kota Salatiga oleh IUWASH, CCFI dan SPPQT. Acara tersebut dihadiri oleh Direktur Misi USAID Indonesia, Andrew Sisson, Ketua Pelaksana Coca-Cola Foundation Indonesia, Titie Sadarini dan Kepala Dinas Pengelola Sumber Daya Air dan Mineral Jawa Tengah, Mindarto.
Foto: IUWASH Jawa Tengah
34
Promosi Kredit Mikro PDAM Kabupaten Sukoharjo Jaring 500 Pelanggan Baru
“Pelanggan PDAM Tirta Makmur Kabupaten Sukoharjo masih sedikit baru mencakup sekitar 19% dari total jumlah penduduk. Warga banyak yang enggan menjadi pelanggan, karena mereka menganggap air sumur mereka bagus, tidak perlu menyambung ke PDAM. Namun dengan berbagai strategi, dalam jangka waktu 3 bulan saya berhasil menjaring nasabah untuk kredit sambungan ke PDAM sekitar 500 sambungan rumah”.
Hingga 2013, cakupan pelayanan air minum yang diselenggarakan PDAM Tirta Makmur baru mencapai 19,19%. Pencapaian itu tentu saja masih jauh di bawah target yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat yang menargetkan target nasional sebesar 68,87%. Kondisi pencapaian ini tentu saja cukup memprihatinkan dan membutuhkan penanganan serius agar bisa ditingkatkan. Jika dilihat dari potensi yang dimiliki, peluang PDAM Tirta Makmur untuk mengembangkan dan memperluas usaha masih terbuka lebar. Selain itu, masih banyak warga yang belum bisa mengakses layanan air minum yang sehat. Berdasar data tersebut, manajemen PDAM Tirta Makmur berupaya mengidentifikasi persoalan yang menghambat capaian kinerja PDAM. Manajemen juga menyoroti kinerja pemasaran yang harus ditingkatkan. Untuk itu manajemen mencari faktor penyebab yang mengakibatkan masyarakat tidak tertarik berlangganan PDAM.
Mbah Sutiyem, salah satu pelanggan PDAM Sukoharjo yang memanfaatkan kredit sambungan air PDAM dengan bangga memperlihatkan keran air PDAM di rumahnya.
Tidak Butuh dan Dana Terbatas, Alasan Warga Tidak Mau Menjadi Pelanggan Air PDAM Dari data survei yang dilakukan oleh PDAM Tirta Makmur, terdapat dua faktor yang menyebabkan minat masyarakat Kabupaten Sukoharjo untuk berlangganan PDAM rendah. Pertama, masyarakat 35
terbiasa menggunakan air dari sumber air yang tersedia di permukiman mereka. Kedua, ketidakmampuan masyarkat untuk membayar biaya sebesar Rp 5 ratus ribu secara tunai agar mendapatkan pelayanan sambungan air PDAM. Sebagian besar masyarakat terbiasa menggunakan air sumur yang dibuat di sekitar rumah mereka. Karena itu, mereka tidak merasa perlu mencari sumber air baru untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan demikian, mereka merasa tidak perlu untuk berlangganan air PDAM, meski pun air yang mereka konsumsi mungkin masih perlu dipertanyakan kualitasnya. Bagi warga yang tidak mempunyai sumber air sendiri, mereka memanfaatkan sumber air yang dekat dengan pemukiman. Mereka terpaksa melakukan itu karena keadaan mereka tidak memungkinkan untuk memliki sumber air sendiri. Bahkan untuk mengakses layanan PDAM pun mereka tidak mampu karena tidak mampu untuk membiayai pemasangan sambungan baru. Kondisi itu merupakan tantangan sekaligus peluang bagi manajemen PDAM Tirta Makmur untuk memperluas pelayanan mereka dengan cara menawarkan pemasangan sambungan baru kepada masyarakat. PDAM Tirta Makmur pun
Foto: IUWASH Jawa Tengah
Sisuka Suharkasih, Promotor PDAM Tirta Makmur (tengah), sedang menjelaskan skema kredit sambungan PDAM kepada warga.
kemudian membentuk tim promosi dan pemasaran guna memaksimalkan peluang tersebut. Salah satu tugas dari tim ini adalah menyusun strategi pemasaran yang tepat untuk mencapai target yang ditetapkan perusahaan. Sebagai bekal, tim promosi dan pemasaran PDAM Tirta Makmur mengikuti pelatihan promosi dan pemasaran yang difasilitasi IUWASH. Dalam pelatihan ini, tim promosi
dan pemasaran PDAM Tirta Makmur mendapat pengetahuan mengenai teknik promosi dan memasarkan sambungan baru melalui mekanisme mikro kredit. Tim juga dibekali pengetahuan untuk mengembangkan strategi promosi dan pemasaran. Dengan pengetahuan tersebut tim ini diharapkan mampu mencapai target yang telah ditetapkan. Walaupun begitu, ternyata Tim Promosi 36
dan Pemasaran PDAM Tirta Makmur gagal mencapai target yang telah ditentukan. Selain karena kurang berpengalaman, anggota tim tersebut terdiri dari staf PDAM Tirta Makmur yang tidak memiliki jiwa pemasaran sama sekali. Akhirnya PDAM Tirta Makmur memutuskan untuk merekrut tenaga profesional untuk membantu mereka dalam mempromosikan dan memasarkan pemasangan pipa sambungan baru
Foto: IUWASH Jawa Tengah
Salah satu rumah warga yang juga telah menjadi pelanggan PDAM Tirta Makmur Kabupaten Sukoharjo.
PDAM kepada masyarakat sekaligus menjadi “mentor” bagi tim promosi dan pemasaran PDAM Tirta Makmur, yaitu Sisuka Suharkasih. Merebut Hati Nasabah dengan Menyediakan merchandise Berbekal informasi kegiatan penyuluhan rutin Tim Promosi dari PDAM Tirta Makmur, Sus, begitu dia disapa, mendatangi warga tersebut di rumah mereka setiap sore. Warga diajak untuk berdialog tentang perlunya menjadi pelanggan air PDAM. Dengan memanfaatkan alat peraga promosi berupa pamflet dan brosur yang dia
buat sendiri, Sus melakukan pendekatan persuasif agar mereka mau mengakses kredit sambungan PDAM. Untuk memancing minat, Sisuka Suharkasih menyediakan merchandise dengan jumlah yang terbatas dan diberikan kepada masyarakat yang berhasil mengajak saudara atau tetangganya untuk menjadi pelanggan baru PDAM. Meskipun sederhana, merchandise berupa baju kaos dan payung ini terbukti efektif memotivasi masyarakat untuk turut aktif memasarkan program kredit mikro sambungan PDAM ini. 37
Untuk menyesuaikan dengan kemampuan masyarakat untuk membayar, Sus juga menyiapkan dua macam skema mikro kredit, yaitu dengan cara pembayaran cicilan 10 kali dan cicilan 20 kali. Untuk kedua skema, Sus mengenakan uang muka biaya pemasangan sebesar Rp 75.000. Beda diantara kedua skema adalah jumlah cicilan yang harus dibayarkan setiap bulan. Untuk skema cicilan 10 kali, dikenakan biaya Rp 50.000 per bulan dan untuk skema cicilan 20 kali, cicilan yang harus dibayarkan setiap bulan adalah Rp 25.000.
Foto: Dhana Kencana
38
Susun 54 SOP, PDAM Kota Salatiga Benahi Kinerja dan Pelayanan
Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) di lingkungan PDAM Salatiga ternyata membawa banyak manfaat. Pelayanan yang diberikan PDAM menjadi relatif lebih efektif dan lebih cepat. Hal itu dirasakan oleh para pelanggan, baik pelanggan lama maupun pelanggan baru. Di kalangan internal PDAM Salatiga sendiri, menurut Ilham Sulistiyana, Kepala Sub-bagian Teknik PDAM Salatiga, staf yang dulunya bekerja sesukanya kini terpacu untuk lebih giat bekerja sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
Staf PDAM Kota Salatiga sedang melayani pelanggan yang melakukan pembayaran rekening air.
Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah pedoman atau acuan prosedur yang digunakan untuk mensyaratkan unit kerja dalam mencapai tujuan yang sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Pedoman ini berisi tata kerja, prosedur dan sistem kerja yang harus dipatuhi oleh unit kerja terkait dalam menyelesaikan pekerjaannya. Pedoman ini bersifat baku sehingga dapat juga digunakan untuk mengukur kinerja unit kerja/instansi terkait. SOP tidak hanya bersifat internal tetapi juga eksternal. Selain dapat digunakan untuk mengukur kinerja yang berkaitan dengan ketepatan program dan waktu, SOP juga dapat digunakan untuk menilai kinerja instansi di mata publik terkait dengan tingkat respon, tanggung jawab dan akuntabilitas kinerja instansi tersebut.
kinerjanya dapat dievaluasi dan terukur. Namun berdasarkan pengkajian yang dilakukan IUWASH, ternyata sejumlah PDAM di Jawa Tengah belum memiliki sebuah SOP yang memadai. Salah satunya adalah PDAM Salatiga. Karena belum tersedia SOP yang tertulis, aktivitas yang dilakukan di lingkungan PDAM Salatiga dilakukan berdasarkan kebiasaan yang berlangsung turun temurun. Apa yang dilakukan pendahulunya menjadi acuan untuk bekerja. Praktik tersebut ditemui di hampir setiap bidang. Manajamen PDAM Salatiga berpendapat agar kondisi ini tentu harus segera dibenahi. PDAM Salatiga harus segera menyusun dan memiliki SOP.
Keberadaan SOP banyak memberikan manfaat bagi kinerja unit kerja dalam perusahaan. Di antaranya dapat mengurangi tingkat kesalahan dan kelalaian yang mungkin dilakukan pegawai, meningkatkan efisiensi, efektivitas dan akuntabilitas pelaksanaan tugas, serta menciptakan ukuran standar kinerja sebagai acuan mengevaluasi dan memperbaiki kinerja.
PDAM Salatiga akhirnya meminta dukungan dari IUWASH untuk membantu dalap proses penyusunan SOP. PDAM Salatiga, IUWASH dan dengan dibantu oleh Akademi Teknik Tirta Wiyata (AKATIRTA) Magelang sebagai konsultan dari sisi akademik kemudian menyusun SOP yang komprehensif sebagai pedoman kerja dan acuan perbaikan kinerja di bidang kelembagaan, teknik, keuangan dan hubungan langganan.
Dengan memperhatikan manfaat tersebut, semestinya setiap satuan unit kerja pelayanan publik memiliki SOP agar
Penyusunan SOP Kegiatan penyusunan SOP PDAM Salatiga dimulai pada tanggal 26 Maret
39
Foto: Dhana Kencana
Samino, Direktur Utama PDAM Salatiga.
2013. Berdasarkan inventarisasi yang dilakukan Tim SOP PDAM, terdapat 53 SOP yang masih berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Keseluruhan SOP itu kemudian dianalisa dan dikembangkan oleh AKATIRTA yang berperan sebagai konsultan penyusunan SOP. Penyusunan draf SOP dilaksanakan secara bertahap. Draf yang sudah disusun kemudian dibahas dan didiskusikan bersama dengan Tim SOP PDAM. Beberapa draf yang dinilai sesuai dengan kondisi yang ada dapat langsung ditindaklanjuti
menjadi draft final. Sedangkan draf yang dinilai tidak sesuai dengan kondisi yang ada masih harus diperbaiki atau bahkan diganti. Sebagai bahan pembahasan pertama, AKATIRTA mengajukan 20 draf SOP yang berkaitan dengan bidang teknik, hubungan langganan, dan keuangan kepada Tim SOP PDAM. Sebagian besar dari draf tersebut dinilai cocok oleh Tim SOP PDAM dan dapat langsung menindaklanjutinya dengan menjadikannya sebagai draf final. 40
Salah satu draf yang dibahas adalah SOP terkait dengan Air Tidak Berekening (Non-Revenue Water/NRW), perlindungan air baku dan wilayah tangkapan air. Tiga hal tersebut dianggap krusial karena pada saat itu idle capacity atau kapasitas tidak terpakai PDAM Salatiga adalah nol. Beberapa SOP lain juga memerlukan penjelasan lanjutan, terutama SOP yang membahas perihal kebijakan lintas bidang yang perlu lebih diperjelas siapa yang akan ditetapkan sebagai leading sector.
Pada pertemuan selanjutnya, terdapat 13 draf SOP di bidang hubungan langganan yang diserahkan AKATIRTA. Namun SOP ini rupanya tidak sesuai dengan kondisi terkini PDAM Salatiga yang sudah menerapkan sistem penagihan secara online. Untuk itu AKATIRTA menyusun draf baru yang sesuai dengan kondisi yang ada. Pada pembahasan kelompok draf ketiga, AKATIRTA menyertakan 8 draf SOP terkait bidang umum yang dinilai cukup baik dan bisa diterapkan di lingkungan PDAM Salatiga, sehingga dipersilakan untuk menanganinya lebih lanjut. Setelah melalui fase koordinasi, keseluruhan draf SOP itu dibahas kembali dalam sebuah lokakarya yang dilaksanakan pada tanggal 3 September 2013. Pada kegiatan ini, AKATIRTA memaparkan 45 SOP, dengan rincian 13 SOP untuk Pelayanan Pelanggan , 10 SOP untuk Bidang Teknis dan 22 SOP Terkait dengan Pengelolaan Keuangan. Salah satu rekomendasi dari lokakarya
adalah penyusunan sembilan SOP baru terkait dengan bidang teknik, keuangan dan hubungan langganan. Dengan demikian total draf SOP yang disusun adalah 54 buah. Draf ini kemudian diajukan kepada Direktur Utama PDAM untuk disahkan. Bekerja Lebih Giat Berkat SOP Penerapan SOP di lingkungan PDAM Salatiga ternyata membawa banyak manfaat. Pelayanan yang diberikan PDAM menjadi relatif lebih efektif dan lebih cepat. Hal tersebut dirasakan oleh para pelanggan, baik pelanggan lama maupun pelanggan baru. Tugastugas di bidang teknik pun relatif lebih terorganisir, baik dalam melakukan pekerjaan lapangan maupun dalam melakukan perawatan mesin. Penerapan SOP yang tepat juga menyebabkan penurunan tingkat NRW di PDAM Salatiga. Tingkat NRW yang semula mencapai 25,56% turun menjadi 24% pada akhir Desember 2013 dan turun lagi menjadi 23% pada akhir
41
Desember 2014. Hal itu sejalan dengan proses perawatan jaringan dan mesin yang dilakukan secara rutin. Perubahan besar juga dirasakan pada bidang keuangan. Berbagai lembar panduan yang dipersiapkan AKATIRTA untuk mendukung SOP terkait pengelolaan keuangan dirasakan membawa banyak kemajuan. Semua aktivitas administrasi tercatat dengan lengkap, mulai dari pemasukan hingga ke pembelian sehingga tingkat kebocoran anggaran PDAM Salatiga pun dapat ditekan. Menurut Ilham Sulistiyono, Kasubag Teknik, SOP ini mampu menumbuhkan semangat kerja pegawai PDAM. “Dulu istilahnya kalau kerja, mereka biasa bekerja sesukanya, berangkat pagi pulang siang; tetapi dengan adanya SOP yang di dalamnya terdapat target penyelesaian, para pegawai kini bekerja dengan lebih giat dan cekatan agar target penyelesaian yang telah ditentukan dalam SOP bisa tercapai SOP,” tutur Ilham Sulistiyono.
SANITASI Foto: Dhana Kencana
Foto: Dhana Kencana
44
Bisnis Jamban Sehat, Menguntungkan Sekaligus Beramal
“Saya usaha jamban ini sudah sejak 2011. Namun, baru 3 tahun terakhir ini jamban yang saya buat menggunakan standar nasional Indonesia (SNI). Jamban dengan standar SNI ini tekniknya sangat bagus, sederhana tapi kuat sehingga jamban tidak merembes. Sampai sekarang sudah sekitar 325 unit jamban telah saya buat. Saya bisnis jamban sehat SNI ini menggunakan modal 35 juta rupiah. Dalam jangka waktu tiga tahun, modal itu telah kembali. Kini saya hanya tinggal menikmati keuntungannya saja”.
Sanitarian Sekaligus Wirausaha Sanitasi Dunung Sutoto sehari-hari bekerja sebagai sanitarian Puskesmas Wonosari II, Kabupaten Klaten. Selain sebagai sanitarian, ternyata Dunung juga seorang wirausaha sanitasi. Ternyata Dunung bukan satu-satunya sanitarian yang menekuni wirausaha yang sama. “Ada sekitar 10 wirausaha sanitasi jamban sehat dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang aktif melayanai pesanan jamban sehat untuk warga. Mereka juga sanitarian yang sehari-hari bekerja di Puskesmas,” pungkas Dunung. Sejak tahun 2011, Kementerian Kesehatan melalui Dinas Kesehatan se-provinsi Jawa Tengah menggalakkan promosi penggunaan jamban sehat kepada masyarakat, khususnya yang berpenghasilan rendah. Promosi ini juga dibarengi dengan penyaluran dana stimulan untuk pengadaan jamban sehat. Program ini dilakukan mengingat tingginya kasus penyakit diare di Kabupaten Klaten akibat masih banyaknya praktik buang air besar sembarangan, seperti di sungai atau di tempat-tempat terbuka lainnya.
Dunung Suroto, salah satu wirausahawan sanitasi yang juga seorang sanitarian di Puskesmas Wonosari II, Kabupaten Klaten, tengah memeriksa peralatan cetak tangki septik miliknya.
Salah satu strategi program tersebut adalah untuk mendorong para sanitarian menjadi wirausaha sanitasi untuk membangun jamban sehat. Untuk itulah, para sanitarian perwakilan Puskesmas di 45
seluruh kota dan kabuapten Jawa Tengah dilatih tentang teknis pembuatan jamban sehat agar jika ada yang memesan jamban, maka wirausaha sanitasi ini siap untuk membangunnya. Melalui program tersebut, beberapa kota/kabupaten di Jawa Tengah kini telah memiliki wirausaha sanitasi yang sebagian besar merangkap sebagai sanitarian di Puskesmas. Namun karena keterbatasan pada pengetahuan teknis dan manajemen yang memadai, maka kualitas jamban yang dibangun tidak memenuhi syarat jamban sehat. Jasa usaha sanitasi juga tidak berkembang. Bahkan ada beberapa wirausaha sanitasi yang belum pernah mendapatkan pesanan membangun jamban. Tidak adanya pesanan untuk membangun jamban melalui wirausaha bukan berarti tidak ada masyarakat atau lembaga yang tidak membutuhkan penyedia jasa sanitasi. Permasalahannya adalah tidak banyak orang mengetahui keberadaan wirausaha jamban sehat tersebut. Selain itu di kalangan masyarakat sendiri sudah ada persepsi bahwa membangun jamban sehat itu mahal. Melihat persoalan itu, IUWASH Regional Jawa Tengah mengembangkan kerjasama dengan Pemerintah Daerah di
Foto: Dhana Kencana
Dunung Sutoto, siap melayani pembuatan jamban sehat SNI yang tidak hanya di wilayah Kabupaten Klaten, tapi hingga ke beberapa wilayah lain seperti Surakarta, Sukoharjo dan Kartosuro.
10 kabupaten/kota di Jawa Tengah untuk menggairahkan kembali para wirausaha sanitasi melanjutkan usaha mereka. IUWASH mendampingi para wirausahawan sanitasi ini untuk meningkatkan kemampuan teknis pembuatan jamban sehat SNI, penjualan jasa/marketing, manajemen usaha dan pengelolaan keuangan mereka. Pendampingan IUWASH ini dilakukan melalui serangkaian kegiatan pelatihan yang dibarengi dengan praktik pembuatan jamban sehat SNI yang
memiliki empat kriteria dasar antara lain kedap, tersedia air bersih, menggunakan jamban leher angsa dan pemipaan. Setiap kabupaten mengirimkan 2 orang wirausahawan sanitasi untuk mengikuti pelatihan tersebut. Kebutuhan Masyarakat Meningkat, Bisnis Sanitasi Menggeliat Setelah mendapatkan pelatihan, Dinas Kesehatan di setiap kota/kabupaten memberikan bimbingan lebih lanjut kepada para wirausaha sanitasi agar 46
mereka mendapatkan surat izin usaha yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang sesuai dengan kebijakan masing-masing daerah. Untuk menumbuhkan kebutuhan masyarakat akan jamban sehat, Dinas Kesehatan juga secara rutin melakukan kegiatan pemicuan yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan tentang dampak buang air sembarangan terhadap kesehatan dan pencemaran lingkungan serta menumbuhkan rasa
jijik agar masyarakat tergerak kemudian berkomitmen melakukan perubahan. Namun hal yang paling penting adalah mempromosikan bahwa membuat jamban sehat itu tidak mahal. Perkembangan usaha jamban sehat SNI ini paling cepat terjadi di Kabupaten Klaten. Kini sudah ada sekitar 10 orang wirausahawan sanitarian yang aktif. Mereka membangun kerjasama dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM) Mandiri Perkotaan untuk membantu dalam penyediaan modal awal skema mikro kredit. Salah satu faktor percepatan pembangunan jamban sehat itu adalah peran dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Klaten (Bappeda). Bappeda Kabupaten Klaten mengajak para fasilitator dari PNPM Mandiri Perkotaan dan mendorong mereka untuk membangun jamban sehat SNI dengan menggunakan jasa para wirausahawan sanitasi yang telah dilatih tersebut. Hal tersebut dilakukan sebagai salah satu upaya dalam mendukung Program Penanggulangan
Kemiskinan yang diusung oleh Pemerintah Kabupaten Klaten. Dunung Sutoto, salah satu alumni dari pelatihan yang difasilitasi oleh IUWASH, mengaku bahwa dari 325 unit jamban yang telah ia dibangun, 198 unit adalah jamban yang dibangun melalui program PNPM. “Menariknya yang memesan tidak saja berasal dari Klaten, tetapi juga sampai Solo, Sukoharjo dan Kartosuro.,” tutur Dunung. Menurut Dunung, permintaan jamban sehat itu rata-rata jenisnya sama, yaitu seharga 1,8 juta rupiah. ”Jamban yang umumnya dipesan orang itu jamban yang memiliki dua lubang, dengan kedalaman 1,5 dan diameter 1 m. Kalau sesuai dengan yang disarankan IUWASH saat pelatihan itu terlalu mahal buat masyarakat, karena bisa mencapai 4-5 juta rupiah. Tapi jamban yang kita bangun tetap sesuai SNI, kami hanya tekan sampai 1,8 juta rupiah. Untuk membuatnya pun cepat, 1 hari bisa selesai”, tegas Dunung. Dunung juga mengatakan bahwa dalam waktu dekat ini sudah ada permintaan
47
dari Desa Kingkan, Kecamatan Wonosari sejumlah 60 unit, Desa Sekaran 8 unit dan Desa Sukorejo 25 unit. Ketiga desa tersebut diperoleh dari anggaran dana desa. “Jumlah jamban itu belum termasuk yang dibangun Ibu Narti, Ibu Dina dan Pak Sutoyo”, sambung Dunung. Di Klaten, para wirausahawan sanitasi ini telah mendirikan Paguyuban Sanitarian. Paguyuban ini menurut Dunung didirikan untuk menyatukan langkah membangun lingkungan yang sehat dengan mendorong dan mempromosikan penggunaan jamban sehat SNI. Dengan gencarnya gerakan pemicuan dan promosi melalui radio bahwa membangun jamban sehat itu tidak mahal, terbukti telah menumbuhkan kebutuhan masyarakat untuk membuat jamban sehat. Terbukti pula bahwa bisnis jamban sehat cukup menguntungkan. Selain karena pasar masih terbuka, pembangunan jamban sehat juga dapat mendorong target Pemerintah Kabupaten Klaten untuk meningkatkan 100% akses masyarakat terhadap sanitasi yang layak.
Foto: IUWASH Jawa Tengah
48
Bangun 6.050 Jamban Sehat dan Lima IPAL Komunal, Kabupaten Klaten Gandeng Program PPSP, PNPM Mandiri dan USAID IUWASH Melalui Program Percepatan Pembangunan Sanitasi (PPSP), Kabupaten Klaten berbenah mengejar ketertinggalannya dalam pembangunan sarana sanitasi. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum dan Balai Lingkungan Hidup bekerjasama menggalang sumberdaya dari berbagai pihak. Anggaran dari APBN dan APBD, termasuk dari PNPM dan IUWASH juga dialokasikan bagi percepatan pembangunan sanitasi di Kabupaten Klaten Melalui kerjasama tersebut, lima unit IPAL Komunal telah dibangun di lima desa dan peningkatan pembangunan jamban keluarga dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) juga telah meningkat dari yang semula pada tahun 2014 hanya 2.315 unit meningkat menjadi 6.050 unit pada tahun 2015.
Menggalang Kerjasama untuk Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemerintah Kabupaten Klaten telah menerapkan kebijakan untuk menjalankan program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP). Dalam rangka menjalankan program itu, Kabupaten Klaten telah menyusun perencanaan strategis dalam pembangunan sektor sanitasi secara komprehensif yang kemudian dituangkan ke dalam Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Klaten. Salah satu fokus utama dari SSK Klaten adalah penerapan program Stop BABS di wilayah perkotaan dan pedesaan. Menurut artikel “Ribuan Balita di Klaten Terserang Diare” 1 yang diterbitkan di situs Joglosemar.com, dikatakan bahwa pada kurun waktu Januari hingga Oktober 2014, ditemukan sebanyak 30% atau 9.428 balita di Kabupaten Klaten terserang penyakit diare. Sementara total keseluruhannya terdapat 26.413 warga terserang diare dalam kurun waktu tersebut. Masalah tersebut terjadi karena masih rendahnya kesadaran masyarakat akan kebersihan diri dan kesehatan lingkungan. Warga yang tinggal di bantaran
Masyarakat bersama staf IUWASH dan perwakilan PNPM Mandiiri Perkotaan mempraktikkan pembangunan jamban sehat saat pelatihan teknis pembangunan jamban sehat di Kabupaten Klaten.
sungai bahkan masih buang air besar 1 http://joglosemar.co/2014/11/ribuan-balita-di-klatenterserang-diare.html
49
sembarangan. Atas dasar permasalahan tersebut, Pemkab Klaten terdorong untuk segera mengimplementasikan PPSP. Untuk mensukseskan PPSP, Bappeda, Dinas Pekerjaan Umum (DPU), Badan Lingkungan Hidup (BLH), dan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Klaten mengembangkan beberapa program yang berfokus pada pembangunan sarana fisik dan kegiatan penyuluhan. Sarana fisik yang telah dibangun melalui Anggaran Pembangunan Belanja Daerah (APBD) adalah pembangunan IPAL Komunal oleh DPU di lima desa, yaitu Desa Drono, Desa Nglinggi, Desa Manjung, Desa Sumberejo dan Desa Buntalan. Pemkab Klaten didukung oleh IUWASH memfasilitasi pertemuan, lokakarya, dan pelatihan bagi instansi terkait, untuk penyamaan persepsi, pengelolaan program, juga pengenalan opsi teknologi khususnya tangki septik yang memenuhi kritera teknis. IUWASH juga mendampingi Bappeda dalam melakukan koordinasi dengan PNPM Mandiri Perkotaan dan Pedesaan untuk memprioritaskan alokasi dana untuk pembangunan tangki septik. Jamban Berkualitas, Tak Harus Mahal Salah satu strategi pendekatan dalam penyuluhan di tingkat desa/kelurahan yang dikembangkan adalah pemicuan. Pemicuan pada prinsipnya adalah
harus menyiapkan dana minimal Rp. 300 ribu, hampir semua yang bertanya menyanggupi,” kenang Ibu Suryati. Informasi tentang pengadaan jamban sehat ini menjadi kunci suksesnya pendekatan untuk perubahan perilaku melalui pemicuan. Setelah komitmen untuk berubah perilaku sudah ditumbuhkan, langkah selanjutnya adalah penyediaan sarana jamban.
Foto: IUWASH Jawa Tengah
Praktik di lapangan saat training teknis pembuatan jamban sehat.
pendekatan yang mengajak masyarakat untuk merubah perilaku buruk dalam kesehatan diri dan lingkungan. Pemicuan dilakukan dengan membangkitkan rasa ‘jijik’ dan ‘takut’ terhadap perilaku BABS serta menyadarkan bahwa perilaku BABS bisa menyebabkan terjadinya penyakit, baik bagi diri sendiri maupun bagi lingkungan sekitar. Pendekatan seperti ini terbukti efektif. Seperti pada kasus di Desa Jetis, Kecamatan Klaten Selatan, kegiatan pemicuan yang dilakukan di PAUD dan dihadiri oleh 25 orang yang rata-rata tidak memiliki jamban
dapat menumbuhkan minat untuk membangun jamban. Setelah Pemutaran film “Mendadak Mules” yang menjelaskan tentang bahaya dari perilaku BABS, beberapa warga pun menjadi tergerak untuk membangun jamban di rumah mereka. Ibu Supriyati, petugas penyuluh Desa Jetis mengatakan setelah kegiatan pemicuan di desanya tersebut, beberapa warga menanyakan cara dan biaya untuk dapat membangun jamban di rumah mereka. “Banyak yang khawatir tidak sanggup membayar tapi saya meyakinkan bahwa nanti akan ada bantuan dari PNPM. Saat saya katakan warga tetap 50
Selain gencar melakukan pemicuan, dukungan dari IUWASH yang menyediakan teknologi pembuatan tangki septik yang kedap, sederhana, dan tidak mahal menjadi faktor penting akan keberhasilan promosi jamban sehat. Bahkan kerjasama kolaborasi para pemangku kepentingan di Klaten ini berhasil mengadaptasi jamban sehat dengan harga yang cukup terjangkau, yaitu Rp 1,8 juta per unit. Teknik pembangunan tangki septik menggunakan moulding/cetakan dengan diameter 1 meter dua unit dan kedalaman 1,5 meter. Informsai tentang harga jamban yang relatif murah ini menarik minat masyarakat. Sebelumnya, masyarakat berpersepsi bahwa membangun jamban membutuhkan biaya yang mahal, paling sedikit Rp 10 juta. Ketika mengetahui bahwa ternyata harganya tidak sampai setengah dari yang mereka bayangkan, masyarakat pun bersemangat untuk membangun jamban di rumah mereka. PNPM melalui program pengadaan jamban keluarga, mengalokasikan anggaran bagi tiap desa sebanyak 30-40 jamban, dengan pagu anggaran per jamban sebesar Rp1,5 juta. Menurut Ichwanul, Fasilitator Teknik PNPM Mandiri
Perkotaan di Kabupaten Klaten, fokus program PNPM pada tahun 2013-2015 adalah pengadaan jamban keluarga. Potensi PNPM dalam pembangunan sarana sanitasi perlu didukung dengan pemahaman tentang opsi teknologi serta teknik pembuatannya. Untuk itu IUWASH menyelenggarakan pelatihan bagi staf PNPM tentang teknik pembuatan jamban tangki septik yang memenuhi kriteria teknis. Kini, dari 11 desa dampingan lokasi program PNPM di Kecamatan Klaten Barat, sudah ada 9 desa yang mengadopsi teknik pembangunan tangki septik. Delapan (8) desa telah memiliki moulding yang dapat digunakan untuk cor di tempat dan dapat disewakan ke desa lain apabila dibutuhkan. “Teknik pembuatan tangki septik yang diperkenalkan IUWASH ini lebih efisien dari segi waktu maupun biaya,” Ichwanul mengatakan. Klaten Berbenah, Impian Kota Sehat Terwujud Kini tujuan Pemkab Klaten untuk menjadikan Kabupaten Klaten sebagai kabupaten yang sehat telah dirasakan oleh warga Klaten. Adanya beberapa program sanitasi memberi dampak yang positif. Kreativitas semua pihak juga menjadi penggerak masyarakat yang memicu kesadaran untuk hidup lebih sehat. Dalam rangka berbenah, Pemkab Klaten juga secara rutin mengadakan survei tentang pengaruh kegiatan pemicuan dan
promosi terhadap minat menggunakan jamban. Hasilnya yang ditunjukkan cukup signifikan, ternyata melalui kegiatan pemicuan dan perluasan informasi melalui berbagai media, minat untuk memiliki jamban semakin meningkat. Percepatan pembangunan sanitasi juga merambah pada program kerja pemerintahan desa di Kabupaten Klaten, Hal ini terbukti dengan adanya dana alokasi dana yang dianggarkan untuk pembangunan tangki septik kedap yang memenuhi kriteria teknis di hampir setiap desa di Kabupaten Klaten. Perubahan memang tidak mudah, namun dengan informasi yang berkesinambungan, masyarakat akan lebih pro aktif dalam setiap kegiatan. Apa yang telah dilakukan oleh Pemkab Klaten membuktikan bahwa masyarakat yang lebih banyak mengetahui informasi tentang sanitasi dan kesehatan lingkungan akan lebih mudah terpicu dan berminat untuk memiliki sarana kesehatan yang memenuhi standar. Dengan strategi ini, kesadaran warga untuk hidup lebih sehat semakin baik. Terbukti dari tahun ke tahun jumlah pembangunan tangki septik kedap di Kabupaten Klaten terus meningkat. Pada tahun 2013-2014, 2.315 unit jamban telah dibangun dan pada tahun 2014-2015 meningkat menjadi
51
6.050 unit jamban individu. Dukungan masyarakat terhadap PPSP yang dicanangkan oleh Pemkab Klaten ini juga berperan besar dalam mensukseskan program tersebut. Hasilnya, pada tahun 2014, Desa Solo, Kecamatan Karangdowo di Kabupaten Klaten yang ditunjuk mewakili Provinsi Jawa Tengah, mampu meraih Juara 1 Lomba Perilaku Hidup Sehat dan Bersih di tingkat Nasional. Wakil Bupati Klaten, Sri Hartini menyatakan bahwa kini pemahaman masyarakat Klaten terhadap sanitasi yang layak sudah sangat baik.
Rata-rata keluarga yang sudah mempunyai jamban sehat di Kabupaten Klaten sudah banyak. Kami berharap bahwa dalam kurun waktu lima tahun, sudah tak ada lagi perilaku BABS di Kabupaten Klaten. Sri Hartini Wakil Bupati Klaten
Foto: IUWASH Jawa Tengah
52
Tekad Kabupaten Rembang untuk 100% Bebas BABS
Pada tanggal 26 November 2015, sebanyak 50 desa di Kabupaten Rembang telah dinyatakan “Open Defecation Free” (ODF) atau Bebas dari Praktik Buang Air Besar Sembarangan (BABS). Desa-desa itu dianggap oleh Tim Penilai Dinas Kesehatan Kabupaten sebagai desa yang 100% warganya sudah menggunakan jamban keluarga. Dari 50 desa itu, 12 desa di antaranya berasal dari Kecamatan Rembang. Hal ini merupakan buah dari kerja keras para pemangku kepentingan di Kecamatan Rembang dan para sanitarian dan wirausaha sanitasi di Kecamatan Rembang.
Salah satu penerima manfaat Program PNPM Mandiri dan IUWASH untuk peningkatan akses terhadap fasilitas sanitasi layak di Kabupaten Rembang.
Pada tahun 2011, jumlah penderita diare di Kabupaten Rembang naik hampir enam persen dibandingkan tahun 2010. Dari 10.101 kasus menjadi 10.689 kasus dan separuh di antaranya diderita oleh balita. Sementara pada 2010, Dinas Kesehatan Kabupaten Rembang mencatat, jumlah rumah yang memiliki jamban belum mencapai 50% atau baru 48,9% dan dari yang telah memiliki jamban itu baru 75% yang bisa dikategorikan sebagai jamban sehat. Masalah tersebut kemudian membuat Pemerintah Kabupaten Rembang meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berperilaku hidup bersih di desadesa, salah satunya melalui gerakan Stop BABS yang dicanangkan sejak tahun 2011. Pemerintah Kabupaten Rembang menargetkan bahwa seluruh desa di Rembang sudah bebas perilaku BABS pada tahun 2017. Untuk memicu gerakan Stop BABS di desa, Dinas Kesehatan Kabupaten Rembang memberikan hadiah berupa dana tunai sebesar Rp 75.000.000 bagi desa yang telah dinyatakan Bebas dari perilaku BABS. Dengan motivasi tersebut, Kecamatan Rembang yang merupakan pusat pemerintahan (ibukota) Kabupaten Rembang pun gencar mengembangkan program untuk percepatan Stop BABS. 53
Kecamatan Rembang dan PNPM-MP Percepat Program Stop BABS Untuk mempercepat program Stop BABS tersebut, Kecamatan Rembang meminta bantuan kepada IUWASH yang telah menjalin kerjasama dengan Kabupaten Rembang dalam peningkatan akses sanitasi yang layak. Kecamatan Rembang juga meminta dukungan dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) yang selama ini banyak bergerak dalam dalam bidang pembangunan sarana dan prasarana umum masyarakat. Sebagai permulaan, IUWASH berusaha untuk mengusulkan program pembangunan masyarakat oleh PNPMMP yang lebih sering berfokus pada kesejahteraan organisasi masyarakat agar lebih memperhatikan pembangunan sarana dan prasarana sanitasi dasar. Pendekatan intensif dilakukan langsung pada Kepala Seksi Ekonomi dan Pembangunan (Kasi. Ekbang), M. Mahfud, yang bertugas sebagai Penanggung Jawab Operasional Kegiatan (PJOK). Dalam proses perencanaan dan penerapan program PNPM-MP, PJOK berperan dalam memberikan persetujuan terhadap kegiatan yang akan didanai melalui Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Dari hasil diskusi bersama IUWASH, M. Mahfud sepakat untuk mengalokasikan anggaran PNMP-MP untuk pengadaan jamban sehat.
tersebut, pembangunan sarana jamban keluarga bagi masyarakat miskin untuk mendukung program Stop BABS di Kecamatan Rembang dapat berjalan dengan lancar. Kecamatan Rembang Miliki Desa Bebas BABS Terbanyak Perubahan sikap dan perilaku bukan sesuatu yang mudah untuk dilakukan. Butuh kerja keras dan waktu yang cukup lama bagi masyarakat untuk dapat berubah dari yang kurang memperhatikan sanitasi menjadi masyarakat yang peduli terhadap kegiatan sanitasi. Tidak cukup dengan informasi, masyarakat juga membutuhkan contoh dan cerita dari masyarakat lainnya agar lebih termotivasi.
Foto: Dhana Kencana
M. Mahfudz, Kepala Seksi Ekonomi dan Pembangunan Kecamatan Rembang yang juga merupakan Penanggung Jawab Opersional Kegiatan Kecamatan Rembang.
Gerak cepat kemudian dilakukan bersama antara IUWASH, PNPM-MP dan Kecamatan Rembang. Mereka menyelenggarakan sosialisasi dan pelatihan teknis pembuatan jamban sehat kepada Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Kabupaten Batang. Dinas Kesehatan Kabupaten Rembang juga digandeng untuk turut serta dalam kegiatan pemicuan bagi masyarakat di tingkat desa/kelurahan dengan melibatkan tenaga sanitarian setempat. IUWASH juga memberikan pelatihan teknis pembangunan jamban sehat SNI dan pengelolaan usaha kepada wirausaha sanitasi.
Hasil dari pemicuan dan pelatihan tersebut memberikan hasil yang menggembirakan. Dalam kurun waktu 1 tahun (2013-2014), PNPM-MP telah berhasil membangun lebih dari 2900 unit jamban di Kecamatan Rembang. Keberhasilan tersebut tidak terlepas dari peran berbagai pihak, terutama PJOK Kecamatan Rembang dan Pemerintah Kecamatan yang telah mewajibkan setiap BKM untuk memasukkan kegiatan pembangunan jamban keluarga dalam Rencana Program Kegiatan Desa dari masing-masing BKM. Dengan instruksi 54
Perubahan perilaku juga harus didukung dengan kemudahan akses untuk mendapatkan jamban yang sehat SNI. Dukungan PNPM-MP yang mewajibkan BKM untuk mengalokasikan anggaran bagi pengadaan jamban menjadi faktor penting untuk perubahan perilaku masyarakat. “Kami sangat terbantu dengan program ini, karena mencakup kegiatan yang cukup lengkap, mulai dari pemicuan, pelatihan teknis, perencanaan teknis, pendanaan dan pelaksanaan kegiatan. Semua dalam satu paket yang lengkap,” tutur Ibu Anik sanitarian Puskesmas Rembang II. Masyarakat miskin sebagai penerima manfaat juga sangat merasakan manfaat dari kegiatan ini. Ibu Sarinah dari Desa Pandean mengatakan bahwa sebelumnya ia hanya dapat bermimpi untuk memiliki jamban di rumahnya
Foto: IUWASH Jawa Tengah
Pelatihan pembuatan jamban sehat yang difasilitasi oleh USAID IUWASH sebagai upaya untuk menyukseskan gerakan Stop BABS di Kabupaten Rembang.
karena pendapatan keluarganya yang relative kecil. “Apabila tidak ada program ini, mungkin kami tidak akan bisa membangun jamban bagi keluaga kami sendiri. Pendapatan kami hanya cukup untuk hidup keluraga,” Ibu Sarinah katakan. M. Mahfud, PJOK Kecamatan Rembang mengatakan bahwa setelah menjalankan program Stop BABS ini, ia semakin termotivasi untuk mengembangkan program ini hingga semua desa di Kecamatan Rembang yang berjumlah 35 desa/kelurahan dapat berstatus Bebas BABS. “Kami mempunyai obsesi
agar Kecamatan Rembang menjadi Kecamatan yang Bebas BABS. Kegiatan ini sangat membantu kami dalam pencapaian tersebut. Ke depan kami tidak hanya akan mengandalkan dana dari PNPM-MP, tetapi juga dana desa,” ungkap M. Mahfud dengan antusias. Hasil kerja keras para pemangku kepentingan di Kecamatan Rembang patut mendapatkan diberi penghargaan. Namun, masih ada 23 desa/kelurahan yang masih perlu dibenahi agar Kecamatan Rembang benar-benar Bebas dari BABS. 55
Foto: Dhana Kencana
56
Kampung Nyaman dan Bersih, Berkat IPAL Komunal
Kampung Ngaglik, RT 5/RW 9 Kelurahan Kaliwungu, Kabupaten Kendal kini telah berubah wajah. Tidak ada lagi genangan air di dalam got dan tidak ada lagi bau tidak sedap. Hal ini karena tidak ada lagi kebiasaan buang air besar sembarangan di kebun maupun di selokan. Semua ini berkat dibangunnya Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal di Kampun Ngaglik. Kini, sebanyak 260 jiwa atau 69 KK yang tinggal di Kampung Ngaglik, telah mendapatkan akses layanan sanitasi yang lebih layak dan kampung yang sebelumnya terlihat kotor kini terlihat asri dan nyaman.
Sawar, anggota KSM Sami Makmur sedang melakukan pemeliharaan IPAL komunal di Kampung Ngaglik
Kampung Ngaglik yang terletak di Desa Kutoharjo, Kelurahan Kaliwungu, Kabupaten Kendal berada di wilayah kawasan industri dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Kondisi tersebut membuat kampung ini terkesan kumuh. Selain karena pembangunan yang kurang teratur, kesadaran masyarakat akan perilaku hidup sehat juga masih kurang. Hal ini ditunjukkan dengan sedikitnya jumlah warga yang memiliki jamban dengan tangki septik yang layak. Kebiasaan membuang sampah dan limbah ke saluran got semakin memperburuk lingkungan sehingga seringkali tercium aroma tak sedap. Hal ini tentu membuat warga maupun masyarakat lain yang kebetulan melewatinya menjadi tidak nyaman.
Ngaglik sekaligus menjadikannya sebagai lokasi proyek percontohan bagi program peningkatan akses sanitasi masyarakat di Kabupaten Kendal.
Dalam rangka mendukung tercapainya target 100 % masyarakat mengakses air minum, 0 % pemukiman kumuh, dan 100 % masyarakat mendapatkan akses sanitasi yang layak pada tahun 2019, Bappeda Kabupaten Kendal menilai bahwa kondisi di Kampung Ngaglik ini harus segera dibenahi dan dijadikan sebagai salah satu prioritas program pembangunan Kabupaten Kendal.
Menjawab Kekhawatiran, Tantangan Awal Pembangunan IPAL Komunal Sebagai langkah awal, IUWASH bersama dengan Pokja AMPL dan LPTP C-Betech melakukan survei lokasi untuk menentukan lokasi IPAL Komunal. Berdasarkan survei tersebut, RT 5/RW 9 terpilih sebagai lokasi pembangunan IPAL dengan alasan lokasi tersebut memiliki kondisi sanitasi terburuk di Desa Ngaglik.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Pemkab Kendal, dalam hal ini Bappeda, meminta dukungan dari IUWASH untuk memperbaiki kondisi sanitasi di Kampung
Penentuan lokasi ini sempat mendapat perlawanan dari masyarakat setempat. Mereka khawatir kalau nantinya IPAL Komunal tersebut akan bocor
57
Dengan luas lahan yang tersedia di Kampung Ngaglik sangat terbatas, IUWASH menganjurkan untuk membangun Instalasi Pengolahan Air Limbah Komunal. Bappeda bersama IUWASH kemudian menggandeng Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (Pokja AMPL) Kabupaten Kendal dan Lembaga Pengembangan Teknologi Pedesaan – Center for Community-Based Environmental Technology (LPTP C-Betech) yang merupakan mitra IUWASH untuk turut serta dalam proyek pembangunan IPAL Komunal tersebut.
Foto: Dhana Kencana
Text Foto: Dhana Kencana
Dua orang anggota KSM Sami Makmur sedang melakukan pemeliharaan saluran air limbah yang mengalir ke IPAL komunal di Kampung Ngaglik.
atau meledak dan memaksa untuk memindahkan lokasi IPAL ke tempat lain. Walaupun sudah diyakinkan bahwa hal yang mereka khawatirkan tidak akan terjadi, masyarakat tetap menolak hingga akhirnya Anang Hadi S, Staf Bidang Fisik dan Prasarana Bappeda bersama tim turun tangan langsung menangani konflik di tengah masyarakat. “Pendekatan kepada warga Kampung Ngaglik memang harus dilakukan secara khusus. Umumnya masyarakat masih menganggap bahwa segala macam teknologi pasti
menggunakan listrik dan dapat meledak. Maka dari itu, kita harus menjelaskan kepada mereka dengan kata-kata yang mudah dimengerti bahwa IPAL Komunal tidak menggunakan listrik, tapi air limbah yang dibuang oleh masyarakat untuk menjadi air bersih,” kenang Anang Hadi. Pendekatan yang dilakukan oleh Anang Hadi beserta timnya ternyata sukses meyakini warga RT5/RW9 dan merekapun memberikan izin untuk membuat IPAL Komunal di wilayah mereka. Setelah proses 58
pembangunan yang memakan waktu sekitar satu tahun, akhirnya IPAL Komunal di RT 5/RW 9 Kelurahan Kaliwungu, Kabupaten Kendal selesai dibangun. Dari target layanan 100 KK, hanya 45 KK yang dapat tersambung. Hal ini disebabkan lokasi yang kurang ideal dari sisi topografi, sehingga pengaliran gravitasi tidak dapat menjangkau seluruh target. Untuk melayani rumah yang belum tersambung dengan IPAL Komunal, dibangun sebuah MCK Umum yang air limbahnya disalurkan ke IPAL Komunal. IPAL Komunal di Desa
Ngaglik diresmikan pada tanggal 12 September 2013 oleh Bupati Kendal saat itu, Dr. Hj. Widya Kandi Susanti. Menindaklanjuti pembangunan IPAL Komunal dan MCK Umum, IUWASH bersama LPTP C-Btech juga memberikan pendidikan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) kepada masyarakat. Pendidikan PHBS ini bukan hanya bertujuan untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya PHBS, tetapi juga untuk memastikan keberlanjutan penggunaan IPAL Komunal dan MCK Umum tersebut oleh masyarakat. Organisasi Masyarakat Pengelola IPAL Komunal, Kunci Sukses Keberlanjutan Sarana Kunci sukses sebuah program adalah pelibatan masyarakat sebagai penerima manfaat. Karena itu, agar fasilitas sanitasi yang telah dibangun dapat berkelanjutan, maka masyarakat harus dilibatkan sejak persiapan, pelaksanaan, hingga pasca pembangunan. Oleh karena itu, kelompok swadaya masyarakat (KSM) Sami Makmur
dibentuk untuk mengelola IPAL Komunal di Kampung Ngaglik. Dalam mengelola dan memelihara IPAL Komunal, KSM Sami Makmur melakukan tugas mereka dengan penuh dedikasi. Pemeliharaan dan perawatan sarana dilakukan secara rutin setiap minggu oleh tim perawatan yang memang khusus dibentuk dan bertugas untuk memastikan IPAL Komunal selalu terjaga dan terus berfungsi sebagaimana mestinya. Iuran bulanan pelanggan IPAL Komunal ditetapkan Rp 5000, beberapa pelanggan membayar lebih dari yang telah ditentukan. Sawar, salah satu angota KSM Sami Makmur yang bertanggung jawab atas perawatan IPAL Komunal mengatakan bahwa iuran dari warga tersebut merupakan gagasan dari warga sendiri, hingga akhirnya KSM Sami Makmur memutuskan bahwa iuran dari warga tersebut akan dijadikan uang kas untuk keperluan perawatan IPAL Komunal.
59
Pernah ada saluran outlet yang patah. Saat itu, warga memutuskan mengumpulkan iuran untuk biaya mengganti outlet yang patah tadi. Akhirnya, malah menjadi iuran rutin dan kini dijadikan sebagai uang kas. Sawar Anggota KSM Sami Makmur
Foto: Dhana Kencana
60
Layanan Lumpur Tinja Terjadwal (L2T2) untuk Kota Surakarta yang Lebih Sehat
Setelah Instalasi Pengelolaan Lumpur Tinja (IPLT) Putri Cempo direvitalisasi, Pemerintah Kota Surakarta ingin agar IPLT Putri Cempo tidak lagi kehilangan fungsinya seperti sebelumnya. Oleh karena itu, Pemerintah Kota Surakarta mencanangkan Program Layanan Lumpur Tinja Terjadwal (L2T2) untuk memastikan pasokan lumpur tinja yang diolah di IPLT Putri Cempo akan terpenuhi sesuai kapasitas rencana desain secara terusmenerus dan berkelanjutan. Selain itu, program L2T2 ini merupakan salah satu langkah mewujudkan visi Pemerintah Kota Surakarta untuk menjadikan Kota Surakarta sebagai “Kota Paling Sehat” pertama di Indonesia.
Petugas penyedotan lumpur tinja dari CV. Daffa Jaya, salah satu mitra pelaksana penyedotan lumpur tinja terjadwal PDAM Kota Surakarta.
Program L2T2 untuk Memastikan Keberlanjutan Fungsi IPLT Selama lebih dari lima tahun, Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT ) Putri Cempo di Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta tidak dapat beroperasi sesuai fungsinya. Masalah utama yang dihadapi oleh IPLT Putri Cempo adalah tidak terpenuhinya pasokan lumpur tinja dengan berbagai permasalahan antara lain, tertutupnya jalan akses menuju ke IPLT oleh tumpukan sampah TPA dan tidak ada kepastian jumlah lumpur tinja yang akan diolah IPLT. Akibatnya, instalasi yang dibangun oleh Direktorat Jendral Cipta Karya PU pada tahun 1993 ini tidak dapat lagi berfungsi dengan optimal. Untuk mengatasi masalah ini, Pemda Kota Surakarta dengan PDAM sebagai operator Pengelola Air Limbah menjalankan perbaikan pengelolaan melalui program Layanan Lumpur Tinja Terjadwal (L2T2). Program L2T2 ini memiliki tujuan utama untuk memperbaiki kualitas lingkungan (terjaganya kualitas air dari cemaran fisik maupun bakteriologi sesuai baku mutu lingkungan), namun juga diharapkan dapat mengurangi defisit/kerugian biaya operasional dan pemeliharaan yang selama ini selalu disubsidi oleh Divisi Bidang Air Minum PDAM Kota Surakarta. 61
Program L2T2 ini disambut dengan antusias oleh seluruh jajaran Pemda (Bappeda dan dinas terkait serta Walikota Surakarta). Bahkan Walikota saat itu, FX Hadi Rudyatmo menjamin bahwa “akses menuju IPLT dijamin akan lancar”. Komitmen Walikota Surakarta diwujudkan dengan perbaikan akses jalan tersebut melalui anggaran Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) tahun anggaran 2013. Semula, akses jalan menuju IPLT susah untuk dilalui truk penyedot lumpur tinja karena rusak dan tertimbun sampah. Saat ini, kondisi jalan telah diperbaiki dengan konstruksi beton dan sampah tidak lagi menutupi jalan. Butuh Perwal agar L2T2 Berjalan Agar program L2T2 dapat beroperasi, dibutuhkan sebuah peraturan daerah yang khusus mengatur tentang pengelolaan lumpur tinja. Mengingat regulasi tersebut akan mengajak seluruh warga Kota Surakarta, maka dalam penyusunannya melibatkan seluruh pemangku kepentingan terkait, seperti Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (Pokja AMPL), PDAM Kota Surakarta, Badan Perencana Pembangunan Daerah Kota Surakarta, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Kesehatan, Badan Lingkungan Hidup dan Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Surakarta untuk terlibat secara aktif dalam
Foto: Reiner Ntoma
Peluncuran Program Layanan Lumpur Tinja Terjadwal oleh Deputy Mission Director of USAID Indonesia, Derrick Brown (kempat dari kiri) di Kota Surakarta, Oktober 2015.
penyusunan regulasi tersebut. Penetapan spesifikasi tangki septik yang sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI), tata cara penyedotan, pengangkutan, pembuangan dan pengolahan lumpur tinja di IPLT yang tertuang dalam SOP operasional telah disusun dan disempurnakan. Penyusunan regulasi terkait program L2T2 selesai dengan penerbitan Peraturan Walikota Nomor 16-A Tahun 2014 tentang Pengelolaan Lumpur Tinja yang disahkan tanggal 13 Agustus 2014.
L2T2 Sebagai Program Wajib Kota Surakarta Pada tanggal 23 Oktober 2015, Pemerintah Kota Surakarta meluncurkan program Layanan Lumpur Tinja Terjadwal (L2T2) secara resmi dengan melaksanakan penyedotan lumpur tinja secara simbolis di rumah dinas Walikota Surakarta, Loji Gandrung, Kota Surakarta. Pada tahap awal, program L2T2 ini fokus untuk melayani sekitar 19.000 pelanggan PDAM di Surakarta. Namun, masih terdapat berbagai kendala yang masih harus 62
dicarikan solusinya, seperti tangki septik yang tidak memiliki lubang penyedotan atau akses menuju rumah pelanggan yang tidak dapat dilalui oleh truk penyedot lumpur tinja. Walaupun begitu, melalui program L2T2 ini, paling tidak Pemerintah Kota Surakarta kini boleh bernafas lega. Pemerintah Pusat melalui Satker PPLP Provinsi Jawa Tengah telah selesai merevitalisasi IPLT Putri Cempo dengan anggaran Rp 5 milyar dari APBN Tahun 2015.
Foto: Dhana Kencana
Sewer cleaner untuk kendaraan operasional pengelolaan IPLT yang dimiliki oleh PDAM Kota Surakarta.
Untuk menjadikan Kota Surakarta yang sehat memenuhi kualitas sesuai kesehatan lingkungan, bukan hanya dilihat dari keberhasilan mekanisme L2T2 saja, tapi kepastian volume tangki septik sesuai jumlah penghuni rumah pemilik tangki septik, kepastian kekedapan dinding tangki septik dan kepastian terolahnya semua lumpur tinja di IPLT dengan benar, sangat menentukan kualitas kota yang sehat.
sudah menjadi Kota Sehat seperti yang diharapkan. Namun dengan pelaksanaan program L2T2 ini, pekerjaan awal untuk menjadikan Surakarta sebagai kota yang sehat dan bebas dari pencemaran lingkungan di masa depan akan dapat terwujud selama program L2T2 dapat dijalankan dengan disiplin.
Memang masih terlalu dini untuk mengatakan bahwa Kota Surakarta 63
Foto: Dhana Kencana
64
UPTD PAL Dorong Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Batang
Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Randukuning di Kabupaten Batang sudah lama tidak berfungsi. Salah satu penyebabnya adalah karena anggaran operasional dan pemeliharaan tidak tersedia. Oleh karena itu, Dinas Cipta Karya Tata Ruang dan Energi Sumber Daya Mineral (DCKTR-ESDM) Kabupaten Batang bersama dengan Bagian Organisasi dan Bagian Hukum Sekretaris Daerah Kabupaten Batang membentuk Unit Pelaksana Teknis Kebersihan, Instalasi Pengelolaan Limbah Sampah dan Tinja. Selain diharapkan dapat fokus mengelola air limbah domestik dan lumpur tinja, UPT ini diharapkan juga bisa mengakses anggaran bagi kegiatan operasional dan pemeliharaan.
IPLT Randukuning yang telah berfungsi kembali setelah direvitalisasi.
Mengakses Dana Revitalisasi IPLT dari Satker PPLP Kabupaten Batang telah memiliki sarana IPLT sejak tahun 1994 yang dibangun melalui Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara (APBN). IPLT ini berada Padukuhan Randukuning, Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang. Sayangnya, IPLT Randukuning sudah tidak lagi beroperasi sejak tahun 2010 karena tidak adanya anggaran untuk biaya operasional dan pemeliharaan IPLT tersebut. Melihat situasi tersebut, Pemerintah Pusat melalui Satuan Kerja Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman (Satker PPLP) Provinsi Jawa Tengah mendukung Kabupaten Batang untuk merevitalisasi IPLT Randukuning dengan alokasi anggaran sebesar Rp 1 milyar pada tahun anggaran 2014. Akan tetapi Satker PPLP meminta Kabupaten Batang untuk dapat memenuhi beberapa persyaratan, di antaranya: a) Surat minat dari Bupati; 2) Kesiapan lahan; c) Dokumen UKL/ UPL; d) Kesanggupan untuk pembiayaan operasional dan pemeliharaan; dan e) Keberadaan lembaga yang mengelola air limbah. Sebenarnya Satker PPLP juga mensyarakat truk tinja, tetapi karena Dinas Cipta Karya Tata Ruang dan Energi Sumber Daya Mineral (DCKTR & ESDM) Kabupaten Batang telah memiliki satu 65
unit truk tinja, maka syarat ini tidak termasuk di dalamnya. IUWASH yang berkomitmen mendukung pemerintah daerah untuk meningkatkan pelayanan air minum dan sanitasi, mendorong para pemangku kepentingan terkait di Kabupaten Batang untuk bersama-sama merancang strategi. Salah satunya adalah mendorong Kabupaten Batang untuk memiliki lembaga Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang berfungsi sebagai operator pengelolaan air limbah. Sebagai langkah awal, IUWASH memfasilitasi Sekda, DCKTR-ESDM, Bagian Organisasi dan Bagian Hukum Kabupaten Batang untuk melakukan kunjungan belajar ke UPTD Pengelolaan Air Limbah di Kota Makassar. Hasil pembelajaran di UPTD PAL Makassar menunjukkan bahwa pembentukan UPTD PAL itu membutuhkan payung hukum berupa Peraturan Bupati. Sehingga UPTD nantinya dapat bekerja dengan maksimal dan dapat mengakses anggaran baik dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Nashikin, Sekretaris Daerah Kabupaten Batang mengungkapkan, “Selama ini IPLT Randukuning masih di bawah pengelolaan Bidang Permukiman, Seksi Kebersihan, DCKTR-ESDM. Padahal
Foto: Dhana Kencana
Totok Sugihanto, Kepala DCKTR-ESDM Kabupaten Batang
bidang air limbah itu luas sekali. Sehingga kami membentuk bidang khusus air limbah domestik dan tinja agar bidang itu mendapat perhatian khusus dan bisa mengelola IPLT Randukuning”. Karena itulah sepulang dari kunjungan belajar, Bagian Organisasi dan Bagian Hukum Kabupaten Batang kemudian menyusun Peraturan Bupati (Perbup) terkait kelembagaan UPT. Dan, Satker PPLP Provinsi Jawa Tengah langsung mengusulkan ke Kementrian PU Pusat untuk penganggaran revitalisasi IPLT Randukuning.
Perbup Terbit, UPT pun Terbentuk Setelah melalui proses, baik melalui focus group discussion (FGD) dan lokakarya, maka terbitlah Peraturan Bupati Batang No 13 Tahun 2014 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Kebersihan, Instalasi Pengelolaan Limbah Sampah dan Tinja pada Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Energi Sumber Daya Mineral Kabupaten Batang. Berbeda dengan Kota Makasar, UPTD PAL berada di bawah Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, di Kabupaten 66
Batang berada di bawah DCKTR-ESDM, bersama-sama dengan bidang pengelolaan sampah. Selain itu, Pemerintah Kabupaten Batang juga mengeluarkan Peraturan Bupati No 19 Tahun 2014 tentang Tugas Pokok, Fungsi, Uraian Tugas, dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Kebersihan, Instalasi Pengelolaan Limbah Sampah dan Tinja pada Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Energi Sumber Daya Mineral Kabupaten Batang. Dalam Perbup ini jelas menguraikan bahwa di bawah UPT ini terdapat dua bidang, yaitu pengelolaan sampah dan pengelolaan tinja.
Adapun tugas pokok bidang pengelolaan air limbah dan tinja adalah: a. Pelaksana Operasional dan Pemeliharaan IPLT yang bertugas mengoperasikan IPLT dan merawat serta memelihara unit-unit instalasi pengolahan lumpur tinja agar dapat bekerja secara optimal; b. Pelaksana Operasional dan Penyedotan Lumpur Tinja yang bertugas mengoperasikan truk penyedot lumpur tinja dan pembinaan operator sehingga dapat bekerja secara optimal;
bertugas melakukan kegiatan pembinaan kepada Lembaga Pengelola Air Limbah serta Pemberdayaan Masyarakat agar mampu meningkatkan peran serta masyarakat pada kegiatan pengelolaan air limbah dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan mereka.
c. Pelaksana Monitoring, Pembinaan dan Laboratorium IPLT yang bertugas melaksanakan kegiatan pembinaan lembaga pengelola limbah tinja, pemberdayaan masyarakat dan kegiatan laboratorium IPLT sehingga dapat menunjuang peningkatan kinerja IPLT;
Berharap IPLT dan Pengelolaan Air Limbah Berjalan Dengan terbentuknya UPT terkait sampah dan lumpur tinja ini, pengelolaan air limbah domestik dan IPLT Randukuning nantinya diharapkan dapat berjalan optimal. Sambil menunggu berfungsinya kembali IPLT, UPT berbenah diri melakukan persiapan pemantapan organisasi, mulai dari menyusun SOP, pengelolaan organisasi sampai dengan peningkatan kapasitas staf terkait pengelolaan air limbah dan lumpur tinja.
d. Pelaksana Monitoring, Evaluasi, dan Pembinaan Lembaga Pengelola IPAL dan Partisipasi Masyarakat yang
Pemkab Batang pun tidak tinggal diam. Mereka mengalokasikan dana APBD 2015 sebesar Rp 490 juta untuk
67
pengadaan truk penyedot tinja dan pembangunan kantor UPT Kebersihan, Instalasi Pengelolaan Sampah dan Tinja. Ditambah pula dana tambahan sebesar Rp 145 juta untuk biaya operasional dan pemeliharaan IPLT Randukuning. Subiyanto, Kepala Bidang DCKTR-ESDM menyatakan bahwa peningkatan kapasitas staf UPT yang khusus menangani air limbah domestik dan tinja ini dapat menambah kepercayaan diri mereka ketika IPLT Randukuning itu akan difungsikan kembali. IPLT saat ini sudah selesai dibangun tetapi belum ada serah terima dari pihak Kementerian PUPR. Amat Sukardi, Kepala UPT Kebersihan, Intalasi Pengololaan Limbah Sampah dan Tinja DCKTR-ESDM menyatakan bahwa untuk semakin memperkokoh peran UPT, saat ini mereka sedang menyusun Rencana Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik. Agar pengelolaan air limbah sejak di hulu sampai hilir dapat berjalan secara optimal.
LINTAS SEKTOR Foto: Dhana Kencana
Foto: Dhana Kencana
70
Revitalisasi IPLT dengan Peraturan Walikota Surakarta
Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Putri Cempo di Kota Surakarta adalah aset daerah yang seharusnya bermanfaat dalam mendukung pelayanan sanitasi masyarakat. Namun aset yang terletak di belakang tempat pembuangan akhir sampah (TPA) Putri Cempo ini terbengkalai selama lebih dari lima tahun sejak dibangun. PDAM Kota Surakarta, selaku pengelola IPLT, menyusun langkah-langkah guna merevitalisasi instalasi tersebut, termasuk mendorong Pemerintah Kota Surakarta untuk menerbitkan peraturan sebagai landasan bagi pelaksanaan sistem pengelolaan limbah cair terpadu pertama di Indonesia.
IPLT Putri Cempo kini beroperasi lebih optimal setelah direvitalisasi.
Aset Daerah yang Terbengkalai Selama lebih dari lima tahun, Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT ) Putri Cempo di Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta tidak dapat beroperasi optimal. Masalah utama yang dihadapi oleh IPLT Putri Cempo adalah tidak adanya pasokan lumpur tinja yang dapat diolah. Truk tinja enggan masuk ke lokasi IPLT yang terletak di belakang Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Putri Cempo karena hanya dapat diakses melalui satu ruas jalan. Kondisi tersebut menyulitkan truk tinja yang hendak menuju ke IPLT karena seringkali jalanan tertutup limpahan sampah dari TPA Putri Cempo. Lumpur yang mengendap tidak terolah dan mengeras sehingga tidak dapat dialirkan ke sungai karena justru akan mencemari sungai. Celakanya lagi, karena keengganan truk tinja untuk masuk ke IPLT, muatan limbah tinja yang telah mereka kumpulkan justru dibuang ke sungai tanpa diolah terlebih dahulu. PDAM Kota Surakarta, sebagai operator IPLT Putri Cempo, sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Cair, menyadari bahaya yang akan muncul karena tidak berfungsinya IPLT. Namun 71
kondisi yang ada menyebabkan PDAM Kota Surakarta tidak dapat menjalankan amanah dari Perda tersebut dengan baik. Mengetahui situasi tersebut, IUWASH kemudian menggagas kerjasama dengan PDAM Kota Surakarta untuk merevitalisasi IPLT Putri Cempo. Untuk mengatasinya, IUWASH mengusulkan beberapa solusi, salah satunya adalah program Sistem Layanan Lumpur Tinja Terjadual (L2T2). Program L2T2 ini tidak hanya bertujuan meningkatkan pengelolaan lumpur tinja, namun juga diharapkan dapat mengurangi biaya operasional dan pemeliharaan sistem air limbah terpusat yang selama ini selalu disubsidi oleh Divisi Bidang Air Minum PDAM Kota Surakarta. Dengan program L2T2, diharapkan pembangunan sanitasi di Kota Surakarta dapat berjalan sesuai amanah Perda Nomor 3 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Cair dan demikian juga IPLT Putri Cempo dapat direvitalisasi. Dukungan yang Muncul Saat Dibutuhkan Usulan Program L2T2 sebagai salah satu upaya untuk merevitalisasi IPLT Putri Cempo ini ternyata disambut baik oleh Pemerintah Kota Surakarta. Dukungan nyata diberikan oleh Walikota Surakarta pada saat itu, FX Hadi Rudyatmo. Dengan segera, beliau memerintahkan agar akses jalan ke IPLT Putri Cempo diperbaiki
melakukan penyedotan tinja dan tidak memiliki tangki septik yang memenuhi standar. Bukan saja hal tersebut dapat mencemari lingkungan tempat tinggal mereka, tetapi juga sebagai salah satu sebab minimnya pasokan lumpur tinja yang dapat dioleh di IPLT Putri Cempo. Karena itu program Layanan Lumpur Tinja Terjadwal (L2T2) ini, masyarakat diwajibkan untuk melakukan penyedotan tangki septik secara terjadwal terhadap bangunan rumah perorangan ataupun gedung, baik milik pemerintah ataupun swasta, khususnya yang belum tersambung dengan jaringan sistem air limbah terpusat. Sistem layanan lumpur tinja atau sistem pengelolaan lumpur tinja yang baik meliputi lima pilar dimulai dari penyediaan jamban dan tangki septik yang terstandar, penyedotan, pengangkutan, pembuangan, dan pengolahan tinja yang baik. IUWASH memfasilitasi penyusunan Peraturan Walikota (Perwal) yang mendukung terlaksananya sistem tersebut.
Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Kesehatan, Badan Lingkungan Hidup dan Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Surakarta juga menyambut program L2T2 dengan antusias dan sepakat agar regulasinya segera tersusun.
Untuk meyakinkan para pemangku kepentingan, IUWASH memfasilitasi serangkaian diskusi untuk memberikan pemahaman mengenai pentingnya Perwal. IUWASH juga terlibat aktif dalam memberikan berbagai masukan substansial dalam penyusunan Perwal tersebut, seperti ketentuan tentang jamban yang sehat dan tangki septik yang sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI), tata cara dan ketentuan tentang penyedotan, pengangkutan, sampai pengolahan lumpur tinja di IPLT, kejelasan penyelenggara layanan serta pengawasan
Berdasarkan hasil sejumlah studi dan sensus pelanggan PDAM yang dilakukan IUWASH pada 2013, ternyata masih banyak warga Kota Surakarta yang tidak
Setelah hampir satu tahun, akhirnya pada Agustus 2014, Pemerintah Kota Surakarta secara resmi mengesahkan Peraturan Walikota Nomor 16A Tahun 2014 tentang
Foto: Wisnu Purnomo Sidhi
Peraturan Walikota Surakarta Nomor 16-A Tahun 2014, tentang Pengelolaan Lumpur Tinja.
dengan menggunakan anggaran Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) tahun 2013. Hadi Rudyatmo juga mengusulkan penyusunan regulasi yang mendukung program L2T2. Tidak hanya Walikota Surakarta tetapi seluruh pemangku kepentingan terkait, seperti Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (Pokja AMPL), PDAM Kota Surakarta, Badan Perencana Pembangunan Daerah Kota Surakarta,
72
Foto: Dhana Kencana
Nanang Pirmono, Kepala Bidang Limbah Cair PDAM Kota Surakarta
Pengelolaan Lumpur Tinja. Dalam Perwal disebutkan antara lain bahwa setiap warga kota Surakarta wajib menggunakan tangki septik yang sesuai ketentuan dan teregistrasi serta wajib melaksanakan sedot tinja secara berkala. Bagi pelanggan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Surakarta akan dikenakan iuran tambahan sebesar Rp 8.500 per bulan yang ditambahkan ke dalam tagihan rekening air setiap bulan sebagai iuran untuk pelayanan sedot tinja terjadwal ini. Pada tanggal 23 Oktober 2015, Pemerintah Kota Surakarta akhirnya meluncurkan program Layanan Lumpur Tinja Terjadwal (L2T2) secara resmi dengan melaksanakan
penyedotan lumpur tinja secara simbolis di rumah dinas Walikota Surakarta, Loji Gandrung, Kota Surakarta. Belajar dan Bekerja Mengelola Lumpur Tinja Dari hasil evaluasi program percontohan yang dilaksanakan di kedua kecamatan, program L2T2 ini belum dapat dilaksanakan secara maksimal. Walaupun begitu, dengan program L2T2 ini, proses revitalisasi IPLT Putri Cempo sudah mulai terlihat hasilnya. Jika sebelumnya akses jalan tidak dapat dilalui karena rusak dan tertimbun sampah, kini akses jalan tersebut sudah diperbaiki dan tidak lagi tertutup sampah. 73
Agar IPLT dapat berfungsi optimal, PDAM Kota Surakarta menjalin kerjasama dengan pengusaha penyedotan tinja swasta. Nanang Pirmono, Kepala Bidang Air Limbah PDAM Surakarta mengatakan bahwa kerjasama dengan pihak swasta ini sangat penting agar terdapat sinergi antara pihak PDAM dengan pihak swasta dalam mensukseskan program L2T2 ini. “Saat ini kami sudah bekerjasama dengan dua perusahaan penyedotan tinja swasta, yaitu CV. Agung dan CV. Daffa. Kami juga sedang dalam proses penyepakatan MoU dengan 10 pengusaha sedot tinja lainnya yang terdapat di Kota Surakarta,” tutur Nanang Pirmono.
Foto: Dhana Kencana
74
Peta Jalan Pembangunan Sanitasi Kabupaten Batang: Dari IPLT, UPTD PAL hingga Peningkatan Anggaran Sanitasi Sebagai upaya mencapai target Akses Universal yang dicanangkan Pemerintah Indonesia, Pemerintah Kabupaten Batang melakukan berbagai upaya mulai dari meningkatkan anggaran untuk sanitasi dalam APBD, membentuk Unit Pelaksana Teknis Pengelolaan Air Limbah (UPT-PAL) serta merevitalisasi IPLT Randukuning agar dapat berfungsi kembali. Usaha Pemkab Batang ini juga mendapat dukungan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang telah mengalokasikan dana dari APBN untuk pembangunan sanitasi di Kabupaten Batang.
IPLT Randukuning setelah revitalisasi dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis Pengelolaan Air Limbah (UPT-PAL) di bawah naungan DCKTR-ESDM Kabupaten Batang.
Berawal dari Revitalisasi IPLT Randukuning Pemerintah Kabupaten Batang dan IUWASH sudah bekerjasama sejak tahun 2013. Kesepakatan kerjasama di bidang air bersih dan sanitasi ini berawal dari komitmen Bupati Batang, Yoyok Riyo Sudibyo untuk mengembalikan fungsi Instalasi Pengelolaan Lumpur Tinja (IPLT) Randukuning yang sudah tidak berfungsi sejak tahun 2011. Bupati sangat prihatin dengan buruknya sanitasi di Kabupaten Batang, khususnya kondisi IPLT Randukuning yang tidak beroperasi. “Sangat disayangkan berapa miliar rupiah dari APBD telah dihabiskan untuk membangun fasilitas IPLT Randukuning. Kita perlu segera mengatasi masalah ini dengan merevitalisasi IPLT dan sistem pengelolaan lumpur tinja di Kabupaten Batang sebelum kondisi sanitasi yang buruk berdampak negatif pada lingkungan dan kesehatan,” kata Yoyok. Lebih lanjut, Yoyok mengatakan bahwa IPLT Randukuning merupakan salah satu aset Kabupaten Batang karena tidak semua kota/kabupaten di Indonesia memiliki IPLT. Oleh karena itu, Yoyok merasa bahwa Kabupaten Batang sangat beruntung karena memiliki IPLT dan harus dapat menggunakan serta memeliharanya sebaik mungkin.
75
Saat melakukan analisis penyebab tidak berfungsinya IPLT Randukuning, IUWASH menemukan fakta bahwa kegiatan di IPLT Randukuning terhenti karena kurangnya pasokan lumpur tinja yang dibuang ke sana dan kurangnya pengetahuan petugas IPLT tentang teknis pengoperasian dan pengelolaan IPLT. Selain itu, ditemui bahwa selama ini Pemkab Batang hanya menganggarkan sekitar 1 % saja dari anggaran APBD untuk bidang air minum dan sanitasi lingkungan. Padahal, Pemerintah Pusat menyarankan agar anggaran untuk air minum dan sanitasi kota/kabupaten yang dianjurkan adalah 10 % dari APBD. Mendengar hal tersebut, Bupati Yoyok Sudibyo memerintahkan agar semua pelaksana kepemerintahan Kabupaten Batang, yaitu Sekretaris Daerah Kabupaten Batang, Bagian Hukum dan Bagian Organisasi Pemkab Batang, Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) serta Dinas Cipta Karya Tata Ruang dan Energi Sumber Daya Mineral (DCKTR-ESDM) Kabupaten Batang turut aktif dalam mendukung upaya revitalisasi IPLT Randukuning serta peningkatan pelayanan sanitasi secara keseluruhan. Prioritas utama Pemkab Batang sebagai upaya peningkatan layanan sanitasi adalah merevitalisasi IPLT Randukuning
Foto: Dhana Kencana
Bupati Batang, Yoyo Riyo Sudibyo.
agar dapat berfungsi seperti semula. IPLT Randukuning yang selama ini berada di bawah naungan DCKTR-ESDM dioperasikan oleh staff DCKTR-ESDM secara bergantian. Hal ini menyebabkan pemeliharaan dan pengelolaan IPLT Randukuning tidak konsisten. Oleh karena itu, Bupati Batang memerintahkan agar sebuah unit khusus untuk mengelola dan memelihara IPLT Randukuning segera dibentuk. Maka, pada tahun 2014, Unit Pelaksana Teknis Pengelolaan Air Limbah (UPT-PAL) Kabupaten Batang resmi dibentuk di bawah naungan DCKTR-ESDM yang berfungsi sebagai lembaga ad hoc sebagaimana diatur dalam Peraturan
Bupati Batang No 13 Tahun 2014 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Kebersihan, Instalasi Pengelolaan Limbah Sampah dan Tinja pada Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Energi Sumber Daya Mineral Kabupaten Batang. Sebagai bentuk dukungan terhadap pembentukan UPT-PAL Batang, Pemkab Batang mengalokasikan dana APBD 2015 sebesar Rp 490 juta untuk pengadaan truk penyedot tinja dan pembangunan kantor UPT-PAL serta dana tambahan sebesar Rp 145 juta untuk biaya revitalisasi IPLT Randukuning. 76
Kepala DCKTR-ESDM Kabupaten Batang, Sugihanto mengatakan bahwa dukungan Pemkab Batang ini sangat membantu proses revitalisasi IPLT Randukuning, terutama dari segi operasional. “Selama ini kami harus menyewa truk penyedot tinja dari perusahaan swasta tanpa menerima retribusi apapun dari mereka. Kini dengan adanya truk penyedot tinja milik kita sendiri, maka pengeluaran pun semakin sedikit dan dapat menjamin bahwa IPLT Randukuning akan terus disibukkan dengan semakin banyaknya pasokan lumpur tinja yang masuk,” Sugihanto menjelaskan. Untuk ke depannya, Sugihanto mengatakan bahwa Pemkab
Batang juga sedang mengusahakan penambahan anggaran agar UPT-PAL dapat menambah jumlah truk penyedot tinja minimal satu unit setiap tahun. Upaya revitalisasi IPLT Randukuning oleh Pemkab Batang ternyata mendapat perhatian dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR). “Upaya kita untuk mengembalikan fungsi IPLT Randukuning didukung oleh Kemen PUPR. Mereka mengalokasikan sebagian dana dari APBN 2015 untuk mendukung revitalisasi IPLT Randukuning,” tutur Sugihanto, saat tulisan ini dibuat IPLT sudah selesai dibangun. Optimisme yang Semakin Berkembang Agar IPLT yang sudah dibangun dapat terkelola dengan baik, maka dibentuk UPTD PAL yang mempunyai tugas mengelola Air Limbah Domestik secara kompresehensif di Kabupaten Batang. Dampak dari pembentukan UPT-PAL
Foto: Dhana Kencana
Asri Hermawan, Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah (DPPKAD) Kabupaten Batang.
Foto: IUWASH Jawa Tengah
Kondisi IPLT Randukuning sebelum direvitalisasi.
membuat porsi anggaran kegiatan pada sektor sanitasi meningkat cukup signifikan. Hal tersebut ditunjukkan dengan meningkatnya anggaran yang dialokasikan untuk sanitasi pada APBD 2015 Kabupaten Batang, yaitu sekitar Rp 17 milyar. Jumlah pengalokasian anggaran ini meningkat sebesar dua kali lipat dari tahun sebelumnya, yaitu Rp 8 milyar. Walaupun begitu, kenaikan anggaran untuk sanitasi ini justru dipandang sebagai sebuah kemajuan oleh Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah, Asri.
walaupun peningkatan layanan sanitasi di Kabupaten saat ini dapat dikatakan berjalan ke arah yang positif, namun masih banyak hal yang masih perlu dibenahi, salah satunya adalah alokasi anggaran yang masih belum optimal. “Porsi anggaran untuk air minum dan sanitasi seharusnya 10%, tapi saat ini kita masih belum dapat mengadvokasikan jumlah tersebut. Apabila dijalankan secara perlahan, pasti suatu saat bisa mencapai 10%, atau mungkin lebih,” M. Safi’I memaparkan.
Asri mengatakan bahwa pembentukan UPT-PAL dan revitalisasi IPLT Randukuning yang hingga saat ini masih berlangsung memang berdampak sangat besar pada pengalokasian anggaran APBD. “Walaupun kita mengeluarkan lebih banyak dari sebelumnya, namun tingkat kerugian yang dialami oleh Pemkab Batang sebelumnya kini berkurang drastis. Pada akhirnya, kita malah justru menjadi untung,” kata Asri.
Apa yang dikatakan oleh M. Safi’I memang terbukti. Terlihat dari kecenderungan peningkatan anggaran dari yang semula hanya 1,1% pada tahun 2013, meningkat ke 1,31% pada tahun 2014 dan pada tahun 2015 meningkat lagi menjadi 1,78%. Tren peningkatan anggaran ini menunjukkan bahwa komitmen Pemerintah Kabupaten Batang dalam meningkatkan layanan sanitasi bagi masyarakat di Kabupaten Batang tidak hanya sekedar janji manis, namun benar-benar dibuktikan.
Kepala Seksi Kebersihan, Bidang Permukiman, DCKTR & ESDM Kabupaten Batang, M. Safi’I mengatakan bahwa 77
Foto: Wisnu Foto: Dhana Purnomo Kencana Sidhi
78
Pusat Pengelolaan Pengaduan Masyarakat (P3M) Siap Respon Cepat Masukan Warga Kota Semarang Kota Semarang sebenarnya telah memiliki mekanisme pelibatan warga dalam proses pembangunan daerah dan pelayanan publik sejak tahun 2005 dengan pembentukan Pusat Penanganan Pengaduan Pelayanan Publik atau disingkat P5. Namun seiring dengan waktu, P5 ternyata tidak dapat berfungsi secara optimal. Masyarakat menilai bahwa mekanisme pengajuan pengaduan P5 terlalu berbelit dan ketinggalan zaman. Berbagai upaya untuk memfungsikan kembali mekanisme pengaduan masyarakat yang lebih sederhana dan mudah pun dilakukan. Kini, masyarakat bisa mengirimkan keluhan melalui SMS atau situs resmi Pusat Pengelolaan Pengaduan Masyarakat (P3M) yang kemudian akan meneruskan keluhan tersebut ke Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait.
Staf P3M Kota Semarang sedang menerima pengaduan dari masyarakat.
P5 Tidak Optimal, Pelibatan Masyarakat Tidak Terpenuhi Pada awalnya, Pusat Penanganan Pengaduan Pelayanan Publik (P5) Kota Semarang adalah perwujudan komitmen Pemerintah Kota Semarang untuk melibatkan masyarakat dalam pembangunan kota Semarang. Sayangnya, lembaga yang seharusnya menjadi “karya” Pemkot Semarang dalam upaya mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik melalui penyediaan akses bagi fungsi kontrol masyarakat terhadap kinerja pemerintah justru tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Sejak didirikan pada tahun 2005, banyak masyarakat Kota Semarang yang belum memanfaatkan mekanisme pengaduan P5 ini. Bahkan tidak sedikit yang tidak mengetahui sama sekali tentang keberadaan atau fungsi dari P5 itu sendiri. IUWASH memberikan dukungan kepada Pemkot Semarang untuk mengaktifkan kembali mekanisme pengaduan masyarakat tersebut. Berdasarkan kajian awal yang dilakukan IUWASH bersama Pemkot Semarang, mekanisme P5 terlalu kaku dan formal. Hal ini terutama dirasakan pada mekanisme pengajuan pengaduan yang masih menuntut masyarakat yang ingin mengajukan pengaduan 79
untuk mengisi formulir. Formulir tersebut kemudian baru akan disampaikan kepada SKPD terkait setelah loket pengaduan ditutup. Mekanisme ini kemudian memunculkan permasalah baru, yaitu lambatnya respon dari SKPD terkait. Selain karena disibukkan dengan tugas harian masing-masing, pihak SKPD pun seakan diberikan tugas tambahan dengan diserahkannya berkas formulir pengaduan masyarakat yang bertumpuk. Alhasil, respon atau tindakan terhadap pengaduan menjadi lambat atau bahkan tidak direspon sama sekali. IUWASH dan Pemkot Semarang sepakat bahwa perubahan terhadap P5 harus segera dilakukan agar pelibatan masyarakat dalam tata kelola kepemerintahan dan pembangunan Kota Semarang dapat terwujud. Hal pertama yang harus dilakukan adalah merevisi regulasi tentangi mekanisme pengelolaan pengaduan yang ada sebelumnya. Dengan melibatkan SKPD terkait dan Pokja AMPL, akhirnya disepakati bahwa revisi perlu dilakukan terhadap: a) Perubahan mekanisme penyampaian pengaduan; b) Perubahan struktur organisasi; dan c) Penggunaan media, saluran komunikasi dengan menggunakan teknologi informasi yang mengikuti perkembangan zaman.
Tampilan web P3M Kota Semarang
Partisipasi Masyarakat dalam Pengkajian Dalam proses penyusunan revisi, IUWASH bekerjasama dengan beberapa pihak dari jajaran pemerintahan dan masyarakat. Para pihak yang turut serta dalam penyusunan revisi tersebut adalah adalah Asisten II Sekda, Bagian Organisasi, Bagian Hukum, Bagian Pusat Data Elektronik Sekda Kota Semarang, Pokja AMPL, Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Sanitasi, dan KSM Air Bersih di seluruh Kota Semarang.
Prioritas dalam revisi ini adalah perubahan mekanisme pengaduan masyarakat yang diperuntukkan bagi masyarakat. Bersama sekitar 100 KSM, baik KSM yang mengelola sarana sanitasi komunal maupun air bersih dari 16 kecamatan di Kota Semarang, dilakukan pengkajian mendalam yang bertujuan mengetahui pola komunikasi yang dilakukan oleh KSM dengan pemerintah. Hasil dari pengkajian tersebut menunjukkan 80
bahwa proses pengaduan yang ada di masyarakat selama ini masih terbatas pada lingkungan sendiri, yaitu pada tingkat RT. Sedangkan dari tingkatan RT menuju ke tingkat Pemerintah Kota, masih harus melewati birokrasi yang berjenjang. Sedangkan sebagian masyarakat menilai bahwa sistem pengaduan dengan cara mendatangi loket pengaduan P5 dan mengisi formulir sangat menyita waktu dan tidak efektif.
Hasil kajian tersebut kemudian dipresentasikan kepada Pemerintah Kota dan para pemangku kepentingan lainnya dalam sebuah lokakarya. Menanggapi hasil kajian tersebut, para peserta lokakarya sepakat bahwa diperlukan suatu mekanisme pengaduan yang lebih mudah dan efektif. Membentuk Lembaga Baru untuk Menjalankan Fungsi Pengaduan Masyarakat Setelah disepakati bahwa revisi regulasi mekanisme pengaduan yang ada harus dilakukan, Bagian Organisasi Sekda Kota Semarang, lembaga yang menaungi P5 selama ini, meminta bantuan kepada IUWASH dan lembaga konsultan Strategi Pengkajian Edukasi Aternatif untuk Komunikasi (SPEAK) untuk melakukan revisi terhadap regulasi sebelumnya, yaitu Peraturan Walikota Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pusat Penanganan dan Pengaduan Pelayanan Publik. Rangkaian diskusi dan pembahasan dilakukan untuk menentukan apa saja yang perlu direvisi dan hasilnya kemudian dituangkan dalam Peraturan Walikota Nomor 31 Tahun 2014 tentang Pusat Pengelolaan Pengaduan Masyarakat (P3M).
Perbedaan mekanisme pengaduan antara P3M dengan P5 adalah: a) Mekanisme pengaduan atau saluran komunikasi P3M lebih fleksibel, dengan memanfaatkan teknologi media yang dapat dapat diakses dimana saja dan kapan saja tanpa harus mendatangi kantor P3M; b) P3M memanfaatkan saluran-saluran komunikasi digital seperti SMS, situs resmi P3M, email, media sosial (twitter, facebook dll); c) Khusus bagi wilayah kabupaten yang mayoritas penduduknya tinggal di pedesaan dan mungkin warganya belum terbiasa dengan teknologi informasi dan media sosial, maka saluran komunikasi bisa dengan memanfaatkan siaran radio; dan d) Pengaduan langsung bisa juga dilakukan melalui sekretariat-sekretariat pengelolaan pengaduan yang ada di kantor-kantor pemerintah/SKPD. Pola Pengelolaan Pengaduan Baru, Optimisme Baru Apa yang telah dihasilkan dalam perbaikan mekanisme pengaduan masyarakat ini sangat memuaskan para pemangku kepentingan. Asisten Administrasi Umum Sekda Kota Semarang, Agustin Lusin yang juga menjabat sebagai Ketua P3M berpendapat bahwa sistem yang
81
digunakan oleh P3M jauh lebih maju dan mudah digunakan bagi masyarakat. “Sekarang yang kita terapkan di P3M sederhana, cukup dengan SMS atau buka website. Namun jika kita lebih memilih cara biasa, seperti datang langsung ke P3M, tetap dilayani, ” tutur Lusin. Dengan berfungsinya P3M ini, KSM Sanitasi dan Air Bersih dan warga Kota Semarang dapat lebih memaksimalkan mekanisme pengaduan yang lebih mudah dan cepat. Mereka bisa menyalurkan pengaduan terkait persoalan teknis maupun non‑teknis pada sarana yang mereka kelola tanpa harus berhadapan dengan birokrasi yang berbelit. Kini, tugas utama para pengelola P3M adalah untuk terus menjaga kesinambungan kerjasama antar lembaga, menegakkan peraturan dan tata kelola anggaran yang ada. Sebab, bagaimanapun, mereka adalah faktor penentu berjalan atau tidaknya mekanisme dan fasilitas P3M. Bagaimanapun juga, sesuatu yang baru, biasanya mendatangkan rasa penasaran untuk mencoba dan mengenalnya. Momentum ini yang harus dimanfaatkan oleh pengelola P3M untuk menjadi dasar baru dalam menegakkan transparansi publik di Kota Semarang.
Foto: Musarayani
82
Kreativitas Forum CSR Kabupaten Batang Dorong Partisipasi Swasta
Kewajiban perusahaan untuk memenuhi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) telah diatur dalam Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Namun seringkali kegiatan CSR yang dilakukan oleh perusahaan dinilai kurang strategis, memilih menyalurkan sendiri dan terbatas pada kegiatan sosial. Bupati Batang, Yoyok Riyo Sudibyo mendorong agar perusahaan yang ada di Kabupaten Batang dapat menerapkan program-program CSR yang selain bermanfaat bagi masyarakat juga strategis dan berkelanjutan. Untuk itu, Forum CSR Kabupaten Batang melakukan berbagai upaya untuk mendorong perusahaan dapat berperan secara sinergis melalui forum CSR dalam beragam program yang berbasis masyarakat.
Wakil Bupati Batang, Soetadi melakukan penanaman pohon dalam rangkaian acara gerakan reboisasi bantuan program CSR yang digelar di Kabupaten Batang.
Banyak perusahaan yang masih salah menafsirkan isi dari Pasal 74 UndangUndang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang mengatur tentang CSR. Banyak yang menganggap bahwa asalkan perusahaan sudah menyalurkan dana CSR, itu sudah cukup. Padahal maksud dan tujuan diwajibkannya CSR terhadap perusahaan adalah agar perusahaan turut berperan serta dalam upaya pembangunan berkelanjutan, yang berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat. Hal tersebutlah yang kemudian menjadi perhatian Pemerintah Kabupaten Batang. Pemkab Batang menginginkan agar penyaluran CSR para perusahaan dapat dikoordinasikan dengan pemerintah sehingga bersinergi dan terpadu dengan program-program pemerintah. Berdasarkan hal tersebut, Pemkab Batang kemudian membentuk Forum CSR Kabupaten Batang dan menetapkan Sekretaris Tetap (Sektap) di kantor Pemkab Batang. Awalnya masih banyak perusahaan yang enggan bergabung dengan Forum CSR Batang. Beberapa berpendapat bahwa Forum CSR kurang representatif karena struktur organisasinya masih didominasi oleh orang-orang SKPD. Alasan tersebut yang membuat mereka menjadi ragu dan pada akhirnya tetap menyalurkan CSR sendiri-sendiri. 83
Potensi CSR untuk Mendorong Sinergi Pembangunan Kondisi Forum CSR Batang pun semakin memprihatinkan karena banyaknya perusahaan swasta yang sebelumnya bergabung akhirnya mengundurkan diri. Bahkan, beberapa perusahaan BUMN dan BUMD juga memutuskan mundur karena enggan dianggap memiliki kepentingan tertentu dengan terus bergabung bersama Forum CSR. Melihat kondisi tersebut, Ketua Forum CSR, Yulianto yang juga menjabat sebagai Direktur Utama PDAM Kabupaten Batang, memutuskan bahwa Forum CSR Batang membutuhkan perubahan, baik dari segi struktural dan juga operasional. Yulianto kemudian meminta dukungan dari IUWASH untuk mencari solusi agar Forum CSR Batang dapat berjalan optimal. Sebagai mitra yang telah menjalin kerjasama dengan PDAM Kabupaten Batang, IUWASH pun menyanggupi permintaan Yulianto dan mendukung pembenahan Forum CSR Batang. Hal pertama yang menjadi perhatian IUWASH adalah struktur organisasi Sektap Forum CSR Batang yang dinilai tidak mewakili semua golongan perusahaan yang ada di Kabupaten Batang. Hal lain yang menjadi perhatian IUWASH adalah kurangnya sarana komunikasi yang dapat digunakan oleh para perusahaan untuk saling berkomunikasi.
program yang tumpang tindih dengan pihak lain. Dalam hal ini, fungsi Forum CSR adalah mengatur dan mengkoordinir agar bantuan CSR disalurkan ke suatu wilayah dapat dilakukan secara komprehensif.
Foto: Dhana Kencana
Yulianto, Ketua Forum CSR Kabupaten Batang yang juga menjabat sebagai Direktur Utama PDAM Kabupaten Batang.
Namun, yang juga menjadi prioritas IUWASH adalah pemahaman tentang membangun kegiatan CSR yang berbasis pemberdayaan masyarakat. IUWASH menilai bahwa Forum CSR Batang memerlukan penguatan melalui beberapa kegiatan sebagai berikut: (a) Membangun tata kelola forum melalui penyusunan struktur organisasi forum yang lebih representatif dan mekanisme kerja forum yang berorientasi mandiri dan berkelanjutan; (b) Membuat situs web Forum CSR Batang sebagai sarana komunikasi seluruh pemangku kepentingan; (c) Memfasilitasi penyusunan rencana kerja Forum CSR; dan (d) Mengkampanyekan konsep CSR yang berbasis pemberdayaan masyarakat.
Konsep CSR yang berbasis masyarakat, merupakan pendekatan kerjasama kolaboratif dengan para pemangku kepentingan baik pemerintah, swasta dan masyarakat untuk mengembangkan program pemberdayaan masyarakat. Perusahaan didorong untuk menyalurkan dana CSR-nya ke lokasi-lokasi program pemberdayaan masyarakat tersebut. Pendekatan ini menempatkan program CSR sebagai komplemen atau pelengkap program pembangunan pemerintah sehingga dapat menjamin keberlanjutan program dan tidak dibatasi oleh periode pendampingan. Pendekatan kerjasama ini juga mengharuskan Forum CSR untuk melakukan koordinasi dengan SKPD terkait guna memastikan tidak ada 84
Strategi yang dikembangkan agar keterlibatan CSR dalam program pemberdayaan masyarakat berjalan efektif adalah: • Membentuk Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), sebagai kelompok yang dipersiapkan untuk mengelola program CSR. Beberapa dukungan IUWASH untuk kegiatan ini antara lain; pelatihan manajemen CSR, pelatihan penulisan proposal, dan fasilitasi identifikasi kebutuhan masyarakat menggunakan pendekatan partisipatif; • Memfasilitasi Forum CSR untuk mengelola dana CSR berdasarkan proposal yang diajukan oleh masyarakat. Dimana proposal tersebut harus dibuat sesuai identifikasi dan analisis kebutuhan masyarakat yang dilakukan secara partisipatif; • Melakukan pendampingan rutin kepada KSM dalam mengelola program yang didanai oleh CSR. Langkah Awal yang Monumental Penguataan Forum CSR Kabupaten Batang ini akhirnya berhasil. Pada awal tahun 2015, Forum CSR Batang bekerjasama dengan Pemkab Batang dan KSM Desa Bismo dan Tambakboyo untuk mengembangkan program pembangunan 160 unit sumur resapan di Desa Bismo dan Tambakboyo, Kecamatan Blado, Kabupaten Batang. Pembangunan sumur resapan tersebut untuk meresapkan kembali air limpasan hujan ke dalam tanah sehingga mata air yang ada di dua desa tersebut akan dapat bertahan dan meningkat. Selain itu, Forum CSR Batang juga memberikan bantuan
lain berupa pembangunan 50 jamban keluarga, 50 sumur resapan dan 7.000 bibit tanaman keras seperti alpukat, manggis, cengkih, aren dan kelapa. Menurut Neman Surono, Ketua KSM Bismo, bantuan yang diberikan oleh Forum CSR Batang dan Pemkab Batang ini sangat dinantikan oleh warga di desanya. Neman mengatakan bahwa sebelumnya KSM Bismo juga sempat bekerjasama dengan Dinas Kehutanan untuk reboisasi sejak tahun 1999. Tapi semakin lama kegiatan tersebut menjadi tidak rutin dan akhirnya tidak dilanjutkan lagi. “Padahal reboisasi harus rutin dilakukan, mengingat masyarakat juga sering menebang pohon. Kadang untuk digunakan sendiri atau karena berpotensi mengganggu kegiatan sehari-hari mereka,” Neman menjelaskan. Apa yang sudah dilakukan KSM di Desa Bismo dan Desa Tambakboyo ini menginspirasi desa lain untuk bertindak serupa. ”Kami juga berencana akan membuat 50 sumur resapan di Desa Teteleng. Mereka tertarik untuk membuat sumur resapan di sana. Anggarannya dari Forum CSR yang dikelola oleh Yayasan Lingkungan Hidup Sejahtera”, kata Neman.
Foto: IUWASH Jawa Tengah
Pembuatan sumur resapan yang memanfaatkan dana CSR dari PDAM Kabupaten Batang.
85
USAID IUWASH JAWA TENGAH adalah: Jefry Budiman, Abdul Muhtar, Abdul Hazis, Ahmad Mustofa, Andi Fardiansyah, Arief Widjanarko, Arif Wibowo, Bambang Wahyudi, Chatarina Meity Yovita, Dwi Anggraheni Hermawati, Edy Triyanto, Endah W. Adhie, Enggar Hapsari, Nabawi Majid, Ribut Maryanto, Ronny Sutrisno, Sherly Tulung, Sukino, Sumarno Mitrodiyono, Susanto Setiawan, Wedya Sudarprasedha, Widiyatmoko, Oni Hartono, Yayan Nuryawan dan Yudi Wijanarko.
86
USAID Indonesia Urban Water Sanitation and Hygiene 2016