BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
1.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut : a.
Tabel korelasi menunjukkan korelasi Pearson antara Dukungan Sosial dengan Subjective Well-being sebesar 0,612. Hubungan kedua nilai tersebut signifikan atau tidak dapat dilihat dari nilai sig = 0,000. Nilai ini identik dengan p-Value lebih kecil dari level alfa (0,05). Jadi dapat disimpulkan bahwa Ha diterima dan ada hubungan signifikan antara Dukungan Sosial dengan Subjective Well-being pada ODHA
b.
Rata-rata level dukungan sosial yang terjadi pada responden berdasarkan hasil perhitungan memiliki skor dengan kategori rendah sebanyak 4 responden (13,3%), kategori sedang sebanyak 18 responden (60,0%) dan kategori tinggi sebanyak 8 responden (26,7)
c.
Rata-rata level Subjective Well-Being yang terjadi pada responden berdasarkan hasil perhitungna memiliki skor dengan kategori rendah sebanyak 5 responden (16,7%), kategori sedang sebanyak 19 responden (63,3%) dan kategori tinggi sebanyak 6 responden (20,0%).
d.
Dukungan sosial dapat memberikan kenyamanan fisik dan psikologis kepada individu. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana dukungan sosial dapat mempengaruhi kesehatan individu, salah satunya adalah kejadian dan efek dari stress. Lieberman (1992) mengemukakan teori dukungan sosial dapat menurunkan kecenderungan munculnya kejadian yang dapat mengakibatkan stress. Selain itu dukungan sosial yang diterima oleh individu yang sedang mengalami atau menghadapi stress akan dapat mempertahankan daya tahan tubuh dan meningkatkan kesehatan individu (Baron & Byrne, 2000). Kondisi ini dijelaskan oleh Sarafino (2006) bahwa berinteraksi dengan orang lain dapat memodifikasi atau mengubah persepsi individu mengenai kejadian tersebut dan ini akan mengurangi potensi munculnya stress baru atau stress berkepanjangan.
e.
Sehubungan dengan rasa nyaman secara fisik dan psikologis seorang individu, selanjutnya dikatakan bahwa orang yang bahagia juga cenderung percaya diri, puas dengan hubungan sosial, pekerjaan, kesehatan dan pendapatan mereka. Ciri-ciri ini juga didukung oleh penelitian longitudinal Danner (dalam Carr, 2004) yang menunjukkan kebahagiaan memiliki efek terhadap umur panjang dimana seseorang yang bahagia akan lebih panjang umur. Ciri-ciri tersebut menunjukkan bahwa kebahagiaan atau SubjectiveWell Being merupakan aspek yang penting dalam kehidupan seseorang.
1.2
Diskusi
a.
ODHA dalam kehidupan sehari-hari sangat memerlukan dukungan sosial. Mereka mengalami diskriminasi dan stigma dari masyarakat luar, walaupun usaha advokasi terus berjalan seperti yang dilakukan oleh Indonesia AIDS Coalition namun proses yang harus dilakukan masih panjang.
b.
Salah satu masalah ODHA yang cukup mendasar adalah ketika ingin mengambil keputusan menikah. Sharing dari beberapa subjek setelah pengambilan data, sangat sulit untuk menjalin suatu hubungan yang mengarah lebih lanjut terutama perkawinan. Hubungan yang sudah ditata sebaik mungkin dan ada pengertian antara pasangan mengenai status kesehatan ODHA, akhirnya menjadi kandas karena tidak mendapat restu dari orang tua berhubungan dengan status ODHA-nya.
c.
Lebih lanjut kesulitan yang muncul apabila telah menikah dengan pasangan yang normal (tidak terinfeksi virus HIV/AIDS) adalah ketika muncul keinginan untuk mempunyai keturunan. Informasi yang tepat dan akurat sangat dibutuhkan dan hal ini menjadi kendala. Dengan adanya informasi dari dokter, konselor ataupun teman, ODHA dapat menemukan jalan keluar yaitu dengan datang ke rumah sakit yang mempunyai dokter spesialis untuk menangani masalah seputar HIV/AIDS dan mendapatkan jalan keluar yang cukup melegakan.
d.
Beberapa ODHA yang ditemui, setelah mengidap sakit yang cukup lama sudah dapat melepaskan diri dari rasa ketakutan yang mereka rasakan pada
awal mendapatkan vonis. Seiring jalannya waktu, penerimaan diri dan menjadi produktif membuat ODHA tidak terlalu memikirkan penyakit yang dideritanya. Mereka telah dapat melihat bahwa sakit yang dideritanya bukanlah sebagai halangan dan hal ini secara tidak langsung meningkatkan level Subjective Well-Being. e.
Peran dokter, kelompok dukungan, dukungan rekan sebaya, keluarga dan Signifikan Other sangat penting bagi ODHA terutama pada masa-masa awal mengetahui status sebagai ODHA. Infromasi dan dukungan moral penting agar dapat melewati masa kritis penerimaan diri. Seperti disebutkan oleh Kubler Roos mengenai tahapan-tahapan penerimaan terhadap penyakit terminal yang pastinya memerlukan bantuan dari orang lain, keluarga, teman dan tentunya diri sendiri.
f.
Dan akhirnya, dukungan sosial dan Subjective Well-Being merupakan hal yang berkaitan erat bagi ODHA dalam melanjutkan roda kehidupannya. Dukungan dan penerimaan diri serta meningkatnya kualitas hidup, membuat ODHA merasakan kebahagiaan dan berharga seperti manusia lain di dunia.
1.3
Saran
a.
Keluarga, teman atau Significant Other merupakan hal penting penting bagi ODHA sebagai Support System maka diharapakan komunikasi dapat berjalan dengan baik hingga terjadi pengertian untuk menghindari adanya salah sangka.
b.
Dalam era globalisasi sekarang ini, ODHA diharapkan dapat mencari informasi yang berguna bagi dirinya sendiri melalui media-media yang tersedia baik cetak, elektronik maupun sosial media lainnya. Hal ini berhubungan dengan pengetahuan yang dapat menjadi bekal kesadaran diri dan modal menghadapi masalah yang kemungkinan muncul di hari-hari berikutnya.
c.
Tetap berpikir positif dan bertindak positif karena dengan demikian ODHA dapat terhindar dari stress yang mengakibatkan menurunnya imuntas kekebalan tubuh hingga menjadi mudah terserang penyakit.
d.
Kepada peneliti selanjutnya, hendaknya menambah jumlah subjek yang diteliti serta mempadukan dengan penelitian secara kualitatif sehingga hasil yang didapat lebih mendalam dan tidak hanya muncul dalam tampilan berupa data.