BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Pada bab terakhir ini peneliti akan menjelaskan lebih lanjut penelitian yang telah dilakukan. Bab ini terdiri dari tiga bagian yaitu kesimpulan, diskusi, dan saran. Pada bagian kesimpulan terdapat rangkuman hasil analisis data yang ada pada bab sebelumnya, yang sekaligus merupakan jawaban dari masalah penelitian ini. Setelah itu, peneliti memaparkan diskusi dan diakhiri dengan saransaran agar dapat melanjutkan penelitian serupa yang lebih baik nantinya.
5.1. Kesimpulan Setelah peneliti melakukan penelitian dan mendapatkan hasil serta menganalisis hasil-hasi yang didapat, pada bab ini peneliti akan menyimpulkan hasil dari penelitian. Kesimpulan ini merupakan jawaban dari permasalahan penelitian. Kesimpulan-kesimpulan dari penelitian ini yaitu: 1 Pada pasangan suami istri yang keduanya bekerja, resolusi konflik dalam menghadapi konflik pernikahan, mayoritas subjek penelitian ini menggunakan pendekatan konstruktif yaitu gaya akomodasi, integrasi dan kompromi. 2 Tingkat kepuasan pasangan suami istri yang keduanya bekerja berbeda-beda tingkatannya. Ada yang tingkatan kepuasannya tinggi, ada yang rata-rata, dan ada yang rendah. Dari keseluruhan subjek penelitian ini, kebanyakan dari mereka berada pada tingkat kepuasan pernikahan rata-rata dalam kelompok subjek. 3 Tidak ada hubungan yang signifikan antara gaya resolusi konflik penghindaran dengan kepuasan pernikahan.. 4 Gaya resolusi konflik dominasi berhubungan secara signifikan dengan kepuasan pernikahan. Hubungan antara keduanya merupakan hubungan yang negatif atau berlawanan arah. Artinya, semakin tinggi nilai gaya dominasinya semakin rendah tingkat kepuasan pernikahannya. 5 Gaya resolusi konflik akomodasi memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat kepuasan pernikahan. Hubungan diantara keduanya merupakan hubungan yang positif, dengan kata lain semakin nilai gaya akomodasi.
Hubungan antara resolusi, Shintya Desmayanti, FPsi47 UI, 2009
48
6 Pada gaya integrasi ditemukan adanya hubungan yang signifikan dengan kepuasan pernikahan. Hubungan diantara dua variabel merupakan hubungan yang psositif atau searah. Artinya, semakin tinggi tingkat gaya integrasi seseorang maka semakin tinggi tingkat kepuasan pernikahannya. 7 Gaya kompromi tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kepuasan pernikahan. Artinya, tinggi rendahnya tingkat gaya resolusi konflik kompromi tidak mempengaruhi tingkat kepuasan pernikahan.
5.2. Diskusi Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada pasangan suami istri yang bekerja lebih cenderung menggunakan gaya resolusi konflik dengan cara konstruktif. Cara konstruktif disini merupakan cara resolusi konflik dengan menampilkan perilaku-perilaku yang lebih kooperatif, asertif, dan prososial.Cara konstruktif yang mereka gunakan kebanyakan adalah gaya integrasi dan gaya kompromi. Namun, ditemukan juga jumlah subjek yang tidak sedikit pada gaya resolusi konflik dominasi dan gaya tersebut merupakan cara resolusi konflik destruktif. Jika dilihat dari tingkat kepuasan pernikahan, hasil yang didapat dalam penelitian ini yaitu mayoritas dari subjek memiliki tingkat kepuasan pada level rata-rata. Berkaitan dengan hubungan antara variabel resolusi konflik dan kepuasan pernikahan, dari kelima gaya resolusi konflik yaitu gaya penghindaran, gaya dominasi, gaya akomodasi, gaya integrasi dan gaya kompromi, hanya tiga gaya yang memiliki korelasi atau hubungan yang signifikan dengan kepuasan pernikahan. Ketiga gaya resolusi konflik yang memiliki hubungan signifikan dengan kepuasan pernikahan yaitu gaya dominasi, gaya akomodasi, dan gaya dominasi. Gaya resolusi konflik dominasi memiliki hubungan yang signifikan dengan kepuasan pernikahan dengan indeks korelasi (r = -.321, p>0.05). Hubungan pada gaya ini dengan kepuasan pernikahan merupakan hubungan yang berlawanan arah, artinya semakin tinggi tingkat dominasinya maka kepuasan pernikahannya semakin rendah. Pada hubungan antara gaya akomodasi dengan kepuasan pernikahan indeks korelasi yang diperoleh sebesar (r = .335, p>0.01).
Hubungan antara resolusi, Shintya Desmayanti, FPsi UI, 2009
Universitas Indonesia
49
Hubungan gaya akomodasi dengan kepuasan pernikahan merupakan hubungan yang searah, artinya semakin tinggi tingkat gaya akomodasi maka semakin tinggi tingkat kepuasan terhadap hubungan pernikahan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang menyatakan bahwa pasangan yang puas dengan pernikahannya, lebih suka menunjukkan pola akomodasi dalam resolusi konflik mereka ( Rusbult, et al, 1991). Begitu pula dengan gaya integrasi yang memiliki hubungan yang signifikan dengan kepuasan pernikahan, indeks korelasi sebesar (r = .526, p>0.01). Hubungan diantara gaya resolusi konflik integrasi adalah hubungan yang searah, semakin tinggi tingkat gaya integrasinya maka tingkat kepuasan pernikahannya semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil penemuan penelitian lain yang mengindikasikan bahwa pasangan yang terikat dalam perilaku positif dalam hal ini gaya integrasi (seperti mendengarkan, kompromi, dan keterikatan) memiliki kepuasan hubungan yang lebih baik dibandingkan pasangan yang menampilkan perilaku negatif (seperti menyerang, menarik diri, membantah) memiliki kepuasan pernikahan yang lebih rendah (Bradburry & Karney, 1993; Jacobson & Addis, 1993; Noller & Fitzpatrick, 1999). Dengan adanya hubungan ketiga gaya tersebut dengan kepuasan pernikahan, hal ini sejalan dengan penelitian yang menunjukkan bahwa perilaku konflik konstruktif dan destruktif berhubungan dengan kualitas dan stabilitas pernikahan. Hubungan ini resiprokal (timbal balik)- kedua perilaku konflik tersebut mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kepuasan hubungan suatu pasangan dalam pernikahan (Fletcher & Thomas, 2000). Namun ada ketidaksesuaian dengan yang dikemukakan oleh Fletcher dan Thomas (2000), yaitu pada penelitian ini ditemukan tidak adanya korelasi atau hubungan yang signifikan antara gaya penghindaran dan gaya kompromi dengan kepuasan pernikahan. Hal ini juga tidak sejalan dengan hasil penelitian yang mengemukakan bahwa gaya yang destruktrif salah satunya gaya penghindaran memiliki kepuasan pernikahan yang rendah
dan pada gaya konstruktif seperti gaya kompromi memiliki
kepuasan pernikahan yang tinggi ( Bradbury & Karney, 1993; Jacobson & Addis, 1993; Noller & Fitzpatrick, 1992). Ketidaksesuaian ini mungkin dikarenakan para subjek yang memiliki gaya penghindaran dan gaya kompromi bukan merupakan gaya yang ditimbulkan dalam diri sesungguhnya atau dengan kata lain gaya yang
Hubungan antara resolusi, Shintya Desmayanti, FPsi UI, 2009
Universitas Indonesia
50
mereka munculkan mengikuti gaya yang dimunculkan dari pasangannya (Willmot & Hocker, 2001). Kemungkinan lain adalah kepuasan pernikahan mereka lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti pekerjaan, usia pernikahan, atau jumlah anak yang dimiliki. Berkaitan dengan adanya faktor lain yang lebih berhubungan atau berpengaruh, peneliti menambahkan hasil penelitian. Dari hasil tambahan penelitian, faktor-faktor yang berhubungan dengan kepuasan pernikahan yaitu usia pernikahan, pendidikan, dan pekerjaan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Duvall & Miller (1985) yaitu faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan adalah tingkat pendidikan dan pekerjaan. Pada pekerjaan ini bisa berhubungan dengan penghasilan subjek. Faktor-faktor ini mungkin juga yang lebih berpengaruh pada subjek yang gaya resolusi konfliknya tidak berhubungan secara signifikan dengan kepuasan pernikahan. Hasil tambahan lain yaitu hubungan jumlah anak dengan kepuasan pernikahan. Pada faktor ini tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan dengan kepuasan pernikahan. Menurut Duvall & Miller (1985) faktor ini tidak termasuk faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan pasangan suami istri. Dalam pelaksanaan penelitian ini tidak terlepas dari keterbatasanketerbatasan peneliti yang menjadikan adanya kekurangan pada penelitian ini. Dalam pengambilan sampel penelitian, peneliti mendapatkan kesulitan untuk mendapatkan subjek yang sesuai dengan karakteristik yang ditentukan oleh peneliti. Hal itu juga yang menjadi alasan peneliti untuk menggunakan try out terpakai. Jumlah sampel dalam penelitian ini tampaknya kurang banyak merepresentasikan hubungan antara resolusi konflik dan kepuasan pernikahan pada pasangan bekerja. Keterbatasan lainnya adalah kurangnya kontrol dalam pengisian kuesioner pada beberapa kuesioner yang tidak disebarkan langsung oleh peneliti. Akibatnya, ada beberapa kuesioner yang tidak dapat diolah datanya karena tidak memenuhi kriteria, misalnya subjek tidak mengisi semua pernyataan kuesioner. Bukan hanya tidak mengisi semua pernyataan kuesioner, beberapa subjek juga tidak ingin mengisi data kontrol (seperti penghasilan, jam kerja, suku bangsa), sehingga peneliti tidak dapat mengolah hasil tambahan dari faktor-faktor
Hubungan antara resolusi, Shintya Desmayanti, FPsi UI, 2009
Universitas Indonesia
51
tersebut yang memungkinkan terdapat hubungan atau pengaruh terhadap resolusi konflik dan kepuasan pernikahan.
5.3. Saran Setelah penelitian yang telah dilakukan, peneliti memiliki beberapa saran metodologis dan saran praktis yang mungkin dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya dan dipertimbangkan oleh subjek penelitian yang terkait.
5.3.1. Saran Metodologis 1.
Menambahkan atau memperbanyak jumlah sampel, sehingga lebih dapat mewakili populasi yang diinginkan.
2.
Memperbaiki
data
kontrol
dan
menambahkan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi variabel yang diteliti pada data kontrol untuk memperkaya analisa tambahan.
5.3.2. Saran Praktis Dengan
melihat
hasil
penelitian
yang telah
dilakukan,
peneliti
menyarankan kepada pasangan suami istri khususnya pasangan suami istri yang keduanya bekerja, untuk mempelajari perilaku-perilaku yang menunjukkan cara konstruktif dalam menyelesaikan konflik. Dimana dalam hal ini yang termasuk didalamnya adalah gaya akomodasi, integrasi, dan kompromi. Perilaku-perilaku yang berkaitan dengan ketiga gaya tersebut misalnya mendengarkan secara aktif apa yang disampaikan oleh pasangan, terbuka dengan pendapat sendiri dan pendapat pasangan, tidak menghindari konflik yang terjadi, saling menghargai pendapat masing-masing, bekerjasama untuk memecahkan konflik yang terjadi. Cara resolusi konflik yang konstruktif juga dapat meningkatkan kepuasan dalam hubungan pernikahan. Berkaitan dengan hal itu, peneliti menyarankan kepada pasangan suami istri untuk menghindari penggunaan gaya yang mengarah pada perilaku destruktif yaitu gaya penghindaran dan dominasi, karena perilaku penyelesaian konflik yang destruktif dapat menurunkan tingkat kepuasan pernikahan.
Hubungan antara resolusi, Shintya Desmayanti, FPsi UI, 2009
Universitas Indonesia
52
Selain untuk para pasangan suami istri yang keduanya bekerja, mungkin untuk konselor dalam melakukan konseling pernikahan khususnya dalam permasalahan resolusi konflik, dapat mengarahkan kepada kliennya untuk mempelajari resolusi konflik dengan cara konstruktif tersebut.
Hubungan antara resolusi, Shintya Desmayanti, FPsi UI, 2009
Universitas Indonesia