Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
BAB IV STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN 4.1
Latar BelakangK-3 Proyek
Penerapan K-3 pada proyek bangunan gedung akan lebih kompleks dibandingkan dengan proyek non gedung. Inilah salah satu alasan kami untuk memilih penerapan K-3 di proyek gedung. Studi kasus pada ProyekPLAZA OLEOS TOWER 1 di Jakarta akan kita kupas sejak dari dokumen kontrak, standard proyek, manual K-3 yang berlaku, standarisasi sistim kesalamatan dan kesehatan kerja (K-3) yang ditentukan oleh Departemen Pekerjaan Umum dan DepartemenTenaga Kerja dan Transmigrasi, Standarisasi sistim Keselamatan dan Kesehatan kerja yang diterapkan oleh kontaktor, dan prosentase kesesuaian pelaksanaan sistim Keselamatan dan Kesehatan kerja (K-3) yang di gunakan di Proyek PLAZA OLEOS TOWER 1 di Jakarta dengan standarisasi sistim kesalamatan
dan
kesehatan
kerja
(K-3)
yang
ditentukan
oleh
DepartemenPekerjaan Umum dan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
4.2
Maksud dan Tujuan K-3 Proyek
Adapun maksud dan tujuan studi kasus proyek ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan sistim K-3 di proyek terutama pada pembangunan gedung, sehingga dapat efektif dan efisien dalam upaya untuk mencegah terjadinya bahaya kecelakaan di lapangan yang disebabkan karena kesalahan pekerja atau kurang tersedianya suatu sistim keselamatan dan kesehatan kerja yang memadai bahkan peralatan yang memadai.
4.3
Penerapan K-3 Proyek
4.3.1
Pembentukan Panitia Pembina K-3 (P2K-3) Proyek 1.
Struktur Organisasi K-3
Penerapan K-3 proyek dan pembentukan Panitia Pembina K-3 (P2K3) proyek maka diperlukan struktur organisasi dan tugas dan tanggung jawab yaitu(Donny Cahyo, 2012): Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 1
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
KEPALA PROYEK
PENGENDALI SISTEM K-3
PETUGAS K-3
PUSAT PENGENDALI DOKUMEN K-3
TIM TANGGAP DARURAT
Gambar 4.1 Struktur Organisasi K-3
2.
Tugas dan Tanggung jawab
Personil yang bertanggung jawab atas terwujudnya pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah sebagai berikut (Donny Cahyo, 2012) : a.
Kepala Proyek adalah Orang yang bertugas memimpin jalannya pekerjaan di proyek. Tugas dan tanggung jawab Kepala Proyek adalah : 1)
Bertanggung
jawab
terhadap
pelaksanaan
kegiatan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3) di proyeknya.
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 2
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
2)
Menunjuk atau memerintahkan satuan kerjanya di proyek untuk mendukung pelaksanaan K-3 di proyeknya.
3)
Memantau pemenuhan terhadap Undang – undang dan peraturan yang berlaku.
4)
Membantu dan mendukung penuh petugas K-3 dan kegiatan K-3.
b.
Pengendali sistim K-3 adalah orang yang bertugas mengatur semua yang berhubungan tentang K-3 di proyek. Tugas dan tanggung jawab Petugas pengendali K-3 adalah : 1)
Membuat revisi dari rencana K-3 apabila ada identifikasi bahaya yang belum masuk dalam rencana K-3 proyek.
2)
Mengendalikan kegiatan K-3 di proyek sesuai dengan rencana K-3 proyek.
3)
Menganalisa dan melaporkan semua permasalahan yang menyangkut pelaksanaan sistim K-3 di proyek.
4)
Membuat instruksi – instruksi kerja untuk pekerjaan – pekerjaan beresiko tinggi apabila dipandang perlu di tingkat proyek.
c.
5)
Memantau pelaksanaan K-3 proyek.
6)
Memelihara bukti kerjanya.
Petugas K-3 adalah orang yang bertugas mengawasi dan menerapkan penerapan K-3 di proyek. Tugas dan tanggung jawab Petugas K-3 adalah : 7)
Memberikan bimbingan dan penyuluhan kepada semua karyawan dan pekerja mengenai masalah K-3.
8)
Membuat laporan berupa data statistik
yang merekam
kejadian – kejadian K-3dan kecelakaan kerja. 9)
Membuat dan mengadakan rambu – rambu dan fasilitas K-3.
10)
Mengadakan koordinasi dengan instansi terkaitfasilitas K-3 misalnya : ke Rumah Sakit atau Klinik Pengobatan terdekat,
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 3
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
Dinas Tenaga Kerja, Dinas Pemadam Kebakaran, Jamsostek, dll. 11)
Melaksanakan Pemeriksaan (check list) dan pengetesan (fisik, kimia, biologi).
12)
Menjamin bahwa pelaksanaan K-3 di proyek sesuai dengan rencana K-3 di proyek.
13)
Menghentikan pelaksanaan pekerjaan di proyek apabila dianggap dapat membahayakan keselamatan pekerja dengan persetujuan Manager Operasi / Site Manager.
d.
14)
Mengkoordinir Petugas Safety patrol.
15)
Melaksanakan tugas – tugas K-3 lainya.
16)
Memalihara bukti kerjanya.
Pusat Pengendali K-3 adalah orang yang bertanggung jawab penuh tentang jalannya K-3 di proyekTugas dan Tanggung Jawab Pusat Pengendali K-3 adalah : 1)
Memelihara dan mendistribusikan dokumen K-3 berdasarkan persetujuan K-3 berdasarkan persetujuan petugas sasaran K3 Membuat daftar induk dokumen K-3 yang berlaku termasuk nomor revisinya untuk menghindari kesalahan penggunaan
dan
memastikan
dokumen
mutu
yang
didistribusikan telah sampai kepada yang berkepentingan. 2)
Membuang / menghancurkan dokumen yang sudah tidak berlaku atau menyimpan terpisah untuk referensi.
3) e.
Memelihara bukti kerjanya.
Tim Tanggap Darurat adalah orang yang diberi tugas untuk mengatur dan bertanggung jawab apabila ada kejadian kecelakaan di proyek. Tugas dan Tanggung Jawab Tim Tanggap Darurat adalah : 1)
Siaga yang tanggap atas kondisi yang ada.
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 4
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
2)
Memantau Pelaksanaan K-3, misalnya : Pengecekan terhadap penandaan di proyek dan pembangunan APD yang sesuai.
3)
Melakukan koordinasi untuk mengatasi situasi dan kondisi darurat.
4)
Menghubungi instansi terkait apabila diperlukan.
5)
Membuat laporan – laporan terjadinya situasi / kondisi darurat ke atasan apabila diperlukan.
6)
Membuat evaluasi penyebab terjadinya situasi dan kondisi darurat.
7)
Mengadakan simulasi dan skenario keadaan darurat di proyek.
8)
3.
Memelihara bukti – bukti kerjanya.
Struktur Organisasi Tim Tanggap Darurat
Di dalam penerapan K-3 proyek dan pembentukan Tim Tanggap Darurat di proyek maka diperlukan struktur organisasi dan tugas dan tanggung jawab yaitu (Donny Cahyo, 2012):
Ketua Safety Officer
Koordinator P3K
Koordinator
Koordinator
Evakuasi
Anti huru - hara
Koordinator Pemadam Kebakaran
Gambar 4.2 Struktur Organisasi Tim Tanggap Darurat
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 5
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
4.
Tugas dan Tanggung Jawab Tim Tanggap Darurat
Personil yang bertanggung jawab atas terwujudnya pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah sebagai berikut : a.
Safety Officer Tugas dan tanggung jawab Safety Officeradalah : 1)
Memberikan pengarahan kepada seluruh pekerja ( setiap pagi jam 07.45 ) yang berada di lokasi / area proyek, tentang pentingnya : a) Mengenakan APD (Alat Pelindung Diri) selama di dalam area dan disesuaikan dengan kebutuhan kerjanya. b) Mematuhi rambu – rambu yang dipasang di area sebagai pedoman c) Mengutamakan kesehatan dan keselamatan kerja.
2)
Mengamati, memeriksa dan melakukan tindakan di setiap area kerja terhadap : a) Personil yang berada di area proyek, apakah mereka sudah memakai APD ? b) Personil yang berada di area proyek, apakah sudah memenuhi aturan K-3 ? c) Alat / peralatan yang digunakan pekerja, apakah sudah memenuhi persyaratan keselamatan ? d) Area / lokasi yang digunakan untuk bekerja ataupun dilalui personil, apakah sudah aman, tidak ada lubang – lubang yang membahayakan ? e) Alat / peralatan seperti P3K dan rambu rambu K-3, apakah sudah sesuai dengan ketentuan ? f) Memastikan bahwa jalur evakuasi tidak terhambat oleh sesuatu apapun. g) Aktifitas pekerja tidak membahayakan dirinya maupun lingkungan.
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 6
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
h) Seluruh aktifitas Safety Officerdituangkan dalam buku laporan harian yang setiap saat dapat diperiksa oleh petugas K-3. 3)
Petugas Safety Officer berhak menindak para pelaku yang melanggar ketentuan tersebut sebagai berikut : a) Memberi peringatan. b) Memberlakukan sanksi denda. c) Mengeluarkan pelaku dari area proyek.
4)
Petugas Safety Officeradalah merupakan bagian dari security system, sehingga harus berkoordinasi dengan anggota dan koordinator security.
5)
Beberapa alat bantu K-3 yang harus diperiksa setiap saat : a) Alat pemadam api ringan (APAR) harus : 1. Ada di tempat sesuai layout. 2. Terlihat dan mudah dijangkau 3. Petunjuk penggunaan mudah di baja. 4. Segel dalam kondisi lengkap. 5. Jarum penunjuk dalam posisi hijau. 6. Tidak ada kerusakan / karat. 7. Tinggi 120 cm dari lantai. b) Kotak P3K harus : 1. Ada di tempat sesuai layout. 2. Terlihat dan mudah dijangkau. 3. Isi lengkap sesuai ketentuan. c) Rambu – rambu harus : 1. Ada di tempat sesuai layout. 2. Tidak rusak, terlihat dan mudah di baca. 3. Jenis – jenis rambu : a. Rambu – rambu ketentuan / keharusan : indikasi warna biru berarti harus wajib menggunakan helm, sepatu, safety belt, dll.
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 7
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
b. Rambu larangan : indikasi warna merah berarti dilarang merokok, menyalakan api, dll. c. Rambu Peringatan : indikasi warna kuning berarti ada peringatan misalnya ”awas lubang“ d. Rambu anjuran : warna hijau misalnya Jalur Evakuasi 6)
Menghubungi Koordinator terkait bilamana terjadi sesuatu: a) Koordinator kebakaran. b) Koordinator Evakuasi. c) Koordinator P3K. d) Koordinator Anti huru – hara.
7) b.
Mengetahui prosedur penanganan keadaan darurat.
Koordinator dan petugas P3K Tugas dan tanggung jawab petugas P3K adalah : 1)
Membantu
koordinator
team
tanggap
darurat
dalam
menjalankan manajemen K-3. 2)
Mempelajari situasi dan kondisi bila setiap saat diperlukan untuk melakukan pertolongan pertama pada kecelakaan.
3)
Membuat hubungan yang baik dengan pihak terkait seperti Rumah Sakit, Dokter, dan Tim Medis.
4)
Memberikan pertolongan pertama pada korban sesuai kondisi korban.
5)
Menggunakan
peralatan
yang
ada
saat
memberikan
pertolongan. 6)
Membawa korban ke Rumah Sakit yang dirujuk.
7)
Melaporkan kepada atasan kejadian kecelakaan tersebut, baik kronologis terjadinya kecelakaanmaupun kondisi akhir korban.
8) c.
Siaga dan tanggap atas kondisi yang ada.
Koordinator dan Petugas Evakuasi. Tugas dan tanggung jawab petugas evakuasi adalah :
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 8
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
1)
Membantu
koordinator
tim
tanggap
darurat
dalam
menjalankan manajemen K-3. 2)
Mempelajari situasi dan kondisi bila saat diperlukan untuk melakukan evakuasi.
3)
Melaksanakan
evakuasi
bila
terjadi
keadaan
darurat
kecelakaan kerja, kebakaran, ancaman bom dan huru – hara. 4)
Selalu
mendahulukan
keselamatan
jiwa
dari
pada
keselamatan barang / material. 5) d.
Siaga yang tanggap atas kondisi yang ada.
Koordinator dan Petugas Anti Huru – Hara. Tugas dan tanggung jawab petugas huru - hara adalah : 1)
Membantu
koordinator
team
tanggap
darurat
dalam
menjalankan manajemen K-3. 2)
Mempelajari situasi dan kondisi bila setiap saat diperlukan untuk melakukan pengamanan atas terjadinya huru – hara.
3)
Melokalisir tindakan huru – hara agar tidak meluas.
4)
Menyidik timbulnya huru – hara.
5)
Melakukan tindakan persuasif untuk meredakan huru – hara. Tersebut.
6)
Menghubungi atau meminta bantuan pihak berwajibuntuk mengatasi kondisi bila tidak dapat diatasi sendiri.
7)
Melaporkan kepada atasan kejadian huru – hara tersebut, baik kronologis terjadinya huru – hara tersebut maupun kondisi akhir.
8) e.
Siaga yang tanggap atas kondisi yang ada.
Koordinator dan Petugas Pemadam Kebakaran. Tugas dan tanggung jawab petugas pemadam kebakaran adalah : 1)
Membantu Koordinator team tanggap darurat dalam menjalankan manajemen K-3.
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 9
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
2)
Mempelajari situasi dan kondisi bila setiap saat diperlukan pada waktu ada bahaya kebakaran untuk melakuakan pemadaman api.
3)
Melakuakan pemeriksaan atas alat pemadam api yang tersedia : a) Selalu ada di tempat sesuai layout. b) Terlihat dan mudah dijangkau. c) Petunjuk penggunaan mudah dibaca. d) Segel dalam kondisi lengkap. e) Jarum penunjuk dam posisi hijau. f) Tidak ada kerusakan / karat. g) Penempatan sesuai peraturan ( 120 cm dari lantai ).
4)
Melaksanakan tindakan pemadaman apabila terjadi indikasi kebakaran.
5)
Memberikan tanda / sinyal bahaya kepada seluruh personil yang ada disekitar lokasi kebakaran.
6)
Selalu
mendahulukan
keselamatan
jiwa
dari
pada
keselamatan barang atau material. 7)
Menghubungi aparat terkait bila setelah 3 menit api belum juga dapat dipadamkan.
8)
Melaporkan kepada atasan kejadian kebakaran tersebut, baik kronologis terjadinya kebakaran maupun akibat yang dei timbulkan.
9)
4.3.2
Siaga dan tanggap atas kondisi yang ada.
Sasaran K-3 Proyek. 1. Petugas Sasaran K-3 (PSK3) / KAPRO DAN TEKNIK Untuk mengetahui sasaran K-3 dan tugas – tugasPSK3 / KAPRO dan Teknik maka dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 10
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
Tabel 4.1Sasaran K-3 proyek yang dilakukan oleh PSK3 / KAPRO DAN TEKNIK : No
SASARAN
1.
Tidak ada kecelakaan di tempat kerja.
2.
Menjaga Kesehatan karyawan dan pekerja di lingkungan proyek.
3.
Peningkatan kepedulian karyawan dan pekerja di lingkungan proyek.
4.
Kesesuaian dengan peraturan undang – undang.
PSK3 / KAPRO
TEKNIK
a. Bersama bagian operasi proyek membuat Rencana K3 Proyek / K-3 Plan. b. Perbaikan site managemen, metode kerja sehingga memenuhi standar K-3. c. Melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan Rencana K-3 Proyek. d. Membentuk Struktur Organisasi K-3 sebagai pelaksanaan kebijakan K-3. a. Melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan kegiatan dan pengecekan kesehatan bagi karyawan.
a. Membantu PSK3 menyiapkan data – data teknis untuk K3 Plan. b. Review terhadap seluruh Metode Kerja dan Site Managemen sehingga memenuhi standar K-3.
a. Membuat program pelatihan dengan peningkatan pemahaman karyawan terhadap K-3. b. Memantau pelaksanaan sosialisasi K-3 untuk sub kontraktor / supplier yang dilakukan PSK3 dan pendukung. c. Memastikan bahwa Suplier / sub kontraktor mendukung pelaksanaan K-3. a. Mengidentifikasi / memahami peraturan dan undang – undang yang digunakan. b. Memantau pemenuhan peraturan undang – undang yang berlaku serta terkait dengan K-3.
a. Karyawan mendapatkan sosialisasi secara rutin dan program pelatihan. b. Bersama PSK3 melaksanakan K-3 untuk sub kontraktor. c. Memastikan bahwa sub kontraktor mendukung pelaksanaan K-3.
a. Mengikutsertakan karyawan logistic pada kegiatan kesehatan secara rutin.
a. Memahami dan memenuhi peraturan dan undang – undang yang berlaku serta terkait dengan K-3.
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 11
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
2.
OPERASIONAL DAN LOGISTIK
Untuk mengetahui sasaran K-3 dan tugas – tugas Operasional dan Logistikmaka dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
Tabel 4.2 Sasaran K-3 proyek yang dilakukan oleh Operasinal dan Logistik : No. 1.
SASARAN Tidak ada kecelakaan di tempat kerja.
OPERASIONAL a. Memastikan implementasi site managemen dan metode kerja sesuai dengan setandar K-3. a. Mengikutsertakan karyawan bagian logistik pada kegiatan kesehatan secara rutin.
2.
Menjaga kesehatan karyawan dan pekerja di lingkungan proyek.
3.
Peningkatan kepedulian karyawan dan pekerja di lingkungan proyek.
a. Karyawan mendapatkan sosialisasi secara rutin dan program pelatihan.
4.
Kesesuaian dengan peraturan undang – undang.
a. Memahami dan memenuhi peraturan undang – undang yang berlaku serta terkait dengan K-3.
LOGISTIK a. Penanganan material dan bahan – bahan berbahaya sesuai standar K-3. a. Mengikutsertakan karyawan bagian logistik pada kegiatan kesehatan secara rutin. a. Karyawan mendapatkan sosialisasi secara rutin dan program latihan. b. Bersama PSK3 melaksanakan sosialisasi K-3 untuk suplier. c. Memastikan bahwa suplier mendukung pelaksanaan K-3.
a. Memahami dan memenuhi peraturan undang – undang yang berlaku serat terkait dengan K-3.
2. ADMINISTRASI / KEUANGAN DAN PERALATAN Untuk mengetahui sasaran K-3 dan tugas – tugas Administrasi / Keuangan dan Peralatan maka dapat dilihat dalam tabel berikut ini : Tabel 4.3 Sasaran K-3 proyek yang dilakukan oleh Administrasi dan Peralatan: No. 1.
SASARAN Tidak ada kecelakaan di tempat kerja.
ADMIMISTRASI / KEUANGAN a. Meningkatkan kepedulian seluruh karyawan terhadap K3. b. Melakukan koordinasi
PERALATAN a. Penanganan peralatan dan pelaksanaan peralatan operator sesuai dengan standar
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 12
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
dengan PSK3 terkait dengan pengamanan proyek.
2.
Menjaga kesehatan karyawan dan pekerja di lingkungan proyek.
a. Melaksanakan kegiatan dan pengecekan kesehatan secara rutin.
3.
Peningkatan kepedulian karyawan dan pekerja di lingkungan proyek. Kesesuaian dengan peraturan undang – undang.
a. Karyawan mendapatkan sosialisasi secara rutin dan program pelatihan.
4.
4.4
a. Memahami dan memenuhi peraturan undang – undang yang berlaku serta terkait dengan K-3.
K-3. b. Memastikan penggunaan peralatan sesuai dengan jadwal. a. Mengikutsertakan karyawan bagian peralatan pada kegiatan kesehatan secara rutin. a. Karyawan mendapatkan sosialisasi secara rutin dan program pelatihan. a. Memahami dan memenuhi peraturan undang – undang yang berlaku serta terkait dengan K-3.
Persyaratan K-3 Sesuai Manual K-3
Pada persyaratan K-3 terdapat pedoman teknis pengoperasian dan sistim manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K-3) bagi kontraktor (Donny Cahyo, 2012) : 1. Penerapan Menerapkan kebijakan K-3 secara efektif dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diberlakukan untuk mencapai kebijakan K-3 harus dapat mengintegrasikan sistim managemen proyek yang sudah ada. Yang perlu diperhatikan oleh perusahaan pada tahap ini adalah (Donny Cahyo, 2012) : a. Jaminan Kemampuan Sumber daya manusia, Sumber daya fisik misalnya sarana dan peralatan, dan finansial penting bagi penerapan kebijakan K-3 dari suatu organisasi. Pencapaian dari sasaran kebijakan ini harus terdefinisi dan tersedia. Dalam mengalokasikan sumber daya, organisasi juga dapat mengembangkan suatu prosedur untuk menempatkan manfaat – manfaat, sama halnya dengan biaya, kedalam setiap kegiatan produk atau jasa, insiden rehabilitasi dan sejenisnya.
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 13
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
Dalam mengorganisir penerapan dan manajemen yang efektif dari kebijakan K-3, organisasi perlu mengetahui hal – hal sebagai berikut : 1) Mengalokasikan sumber daya sesuai dengan ukuran dan jenisnya. 2) Mengidentifikasi keahlian yang diperlikan pada segala tingkatan didalam organisasi serta mengkoordinasi pelatihan – pelatihan yang diperlukan. 3) Membuat penyebaran informasi K-3 yang efektif. 4) Mengatur penyediaan informasi berupa nasehat dari para ahli serta jasa lain secara efektif. 5) Mengatur suatu kegiatan bimbingan serta keterlibatan secara aktif dan tenaga kerja di bidang K-3. Untuk penerapan jaminan kemampuan maka dibutuhkan : a) Integrasi Dalam suatu organisasi yang mempunyai sistim manajemen yang terdokumentasi
dan
dilaksanakan
akan
merasa
mudah
mengembangkan serta mengintegrasikan sistimya kedalam SMK3, organisasi lain mungkin lebih memilih memperkenalkan sistim yang terdokumentasikan secara terpisah b) Tanggung jawab Agar dapat meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja maka seluruh orang dari seluruh lapisan organisasi harus didorong untuk ikut serta dalam pengembangan dan pelaksanaan Program K3.Dengan melibatkan tenaga kerja dalam keputusan mengenai perubahan dan memberikan respon terhadap kepentingan orang. Maka hal tersebut akan sangat membantu dalam menetapkan tujuan bersama antara manajemen dan para tenaga kerja. Untuk menjamin efektifnya pengembangan dan penerapan SMK3 maka perlu ada suatu rencana yang mendukung terhadap SMK3 tersebut. Organisasi perlu : 1) Mendefinisikan,
menetapkan,
mendokumentasikan
dan
menyebarluaskan tanggung jawab K-3, wewenang untuk Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 14
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
bertindak dan pelaporan terhadap semua manajer, tenaga kerja, kontraktor, sub kontraktor dan pengunjung. 2) Mempunyai proses yang memantau dan memberitahukan perubahan tanggung jawab dan pertanggungjawaban apabila ditimbulkan oleh perubahan sistim atau proses K-3. 3) Dapat memberikan respon dengan tepat waktu dan efektif terhadap perubahan keadaan atau situasi. c) Konsultasi, motivasi dan kesadaran Seorang pimpinan perlu menunjuk komitmennya terhadap K-3 dengan berkonsultasi dan apabila diperlukan mengikut sertakan tenaga
kerja
baik
perorangan
atau
kelompok
dalam
pengembangan, pelaksanaan SMK3. d) Pelatihan dan ketrampilan Efektifnya pelaksanaan SMK3 tertanggung pada kecakapan dan cara untuk menjamin bahwa kecakapan yang diperlukan untuk mencapai tujuan K-3 terpenuhi. Prosedur perlu dimiliki untuk mengenal standar kecakapan dan memenuhinya melalui program pelatihan. Standar kecakapn K-3 dapat dikembangkan dengan cara : 1) Menggunakan standar kecakapan proyek. 2) Memeriksa uraian pekerjaan atau jabatan. 3) Menganalisa hasil pemeriksaan dan audit. 4) Menganalisa tugas kerja. 5) Meninjau ulang laporan kecelakaan.
b. Dukungan Tindakan Untuk dukungan suatu proyek maka dibutuhkan : 1. Komunikasi Komunikasi dua arah yang efektif beserta pelaporan dalam waktu dini adalh unsur penting dari sisi manajemen K-3. Pemberian informasi
yang
diperlukan
kepada
tenaga
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
kerja,
badan IV - 15
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
perwakilannya dan pihak lain yang terkait akan dapat memotivasi tenaga kerja dan mendorong pemahaman masyarakat serta penerimaan tenaga kerja. Upaya - upaya untuk meningkatkan kinerja K-3 dalam suatu proyek adalah : a. Memberitahukan hasil- hasil dari peninjauan ulang sistim manajemen, pemantauan dan audit kepada orang – orang didalam organisasi yang bertanggung jawab dan mempunyai andil dalam kinerja proyek. b. Mengidentifikasi dan menerima informasi K-3 yang diperlukan. c. Menjamin bahwa informasi yang berkaitan disebarluaskan kepada para tenaga kerja. 2. Pelaporan Prosedur untuk pelaporan informasi disebarluaskan kepada para tenaga kerja di waktu dini perlu disusun untuk menjamin bahwa SMK3 dipantau keselamatan dan kesehatan kerjanya. Prosedur pelaporan internal yang perlu disusun mencakup : a) Pelaporan kejadian kecelakaan. b) Pelaporan ketidaksesuaian prosedur atau penerapan. c) Pelaporan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja. d) Pelaporan identifikasi.
c. Pengendalian dokumen Dokumen K-3 menjelaskan tentang standard dan mengatur tindakan, maka harus didefinisasikan, oleh karena itu proyek perlu menjamin bahwa dokumen dapat diidentifikasikan, dapat ditinjau ulang secara periodic, dokumen versi terbaru tersedia di semua tempat untuk memfungsikan sistim yang efektif dan dokumen yang dahulu perlu diambil.
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 16
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
d. Identifikasi Bahaya, Penilaian Resiko dan Pengendalian Resiko Semua bahaya yang teridentifikasi dinai untuk menentukan tingkat resiko yang merupakan pengukuran kemungkinan dan konsekuensi, cidera, dan sakit yang timbul karena lingkungan yang mengandung bahaya.Dalam langkah akhir dilakukan pengendalian resiko. Untuk mengurangi tingkat resiko diperlukan : 1) Identifikasi bahaya Identifikasi bahaya adalah proses pencarian semua kegiatan dan situasi, produksi dan jasa yang dapat menimbulkan potensi cidera. 2) Penilaian resiko Penilaian resiko adalah resiko yang dipakai untuk menentukan prioritas tingkat resiko atau sakit yang ditimbulkan oleh setiap bahaya yang teridentifikasi untuk maksud pengendalian. 3) Tindakan pengendalian Suatu proyek perlu merencanakan pengendalian kegiatan produk atau jasa yang dapat menimbulkan resiko pada keselamatan kerja dan tenaga kerja dapat dicapai dengan mendokumentasikan dan melaksanakan kebijakan, standar untuk tempat kerja untuk mengelola dan mengendalikan suatu kegiatan proyek. 4) Perancangan dan teknik keselamatan dan kesehatan kerja Perlu dipertimbangkan pada perancangan awal dan pada tahap perancangan untuk membina pengendalian resiko. Pemakaian serta pemeliharaan fasilitas, alat dan sistim –sistim dipertimbangkan apabila suatu proses, produk,jasa atau tempat kerja disusun dan dibuat dengan mempertimbangkan keselamatan dan kesehatan kerja, maka jumlah prosedur yang akan ditambahkan untuk mengelola bahaya akan berkurang. 5) Pengendalian Administratif Apabila proses identifikasi bahaya telah terjadi dan sarana pengendalian
lainya
telah
disususn
maka
pengendalian
administrative perlu dipakai dan keemudian didokumentasiakan Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 17
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
dan diintegrasiakan dengan sistim manajemen yang ada. Prosedur dan instruksi kerja tertulis harus dibuat dengan mempertimbangkan keselamatan dan kesehatan serta keamanan dimasukan untuk setiap tahap.Prosedur perlu ditinjau ulang secara rutin.Serta pada saat terjadi perubahan terhadap alat, proses dan bahan ini ditanda tangani dan diberi tanggal. 6) Peninjauan ulang kontrak Apabila ulang kontrak maka suatu proyek harus memasok suatu barang termasuk prosedur yang mencakup identifikasi bahaya, penilaian resiko dan pengendalian bahwa proyek mampu memenuhi persyaratan K-3 yang teridentifikasi.Suatu proyek perlu menjamin bahwa orang yang berkewajiban untuk meninjau ulang K-3 yang terdapat dalam kontrak mempunyai ketrampilan dan pengalaman yang sesuai dengan bidangnya. 7) Pembelian Sistim untuk pembelian jasa atau kontrak termasuk prosedur dalam proyek. Dan merupakan bagian yang tek terpisahkan dari strategi manajemen proyek. Sistim ini menjamin bahwa kontraktor dan su kontraktor mentaati persyaratan K-3. 8) Kesiapan dan respon terhadap hal – hal yang tak terduga Keadaan darurat atau bencana walaupun sistim manajemen K-3 menitik beratkan pada pencegahan penyakit dan cidera karena kecelakaan pada waktu kerja di proyek tetapi perlu diketahui kejadian tak terduga dapat terjadi, karena itu maka suatu proyek perlu merencanakan untuk menghadapi hal – hal yang tak terduga sebelumnya dan secara sukarela bekala menguji rencana untuk mengusahakan agar respon yang terjadi di minimalisasikan. Rencana keadaan darurat diantaranya : a) Pemasangan atau penyediaan sistim pemberian tanda atau alarm. b) Organisasi dan tanggung jawab keadaan darurat. Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 18
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
c) Daftar personalia inti. d) Keterangan tentang jasa keadaan darurat. e) Rencana komunikasi internal dan eksternal. f) Rencana pelatihan dan pengujian efektifitas. g) Alat pengaman keadaan darurat yang tersedia dan terpelihara dengan baik. 9) Kesiapan dan respon terhadap kejadian yang menyangkut tenaga kerja. Insiden ini dapat berupa cedera ringan sampai fatal.Yang dialami satu karyawan bahkan lebih.Maka suatu proyek harus mempunyai prosedur yang sesuai untuk meringankan akibat dari kejadian tersebut terhadap mereka yang langsung mengalami cedera. 10) Rencana pemulihan keadaan darurat, Suatu proyek perlu membuat prosedur rancana keadaan darurat
sebagai bagian dari rencana
keadaan darurat / bencana untuk membantu penyembuhan tenaga kerja di lokasi secepat mungkin setelah kejadian berakhir. Dengan prosedur tersebut maka proyek tersebut dapat mengurangi waktu yang diperlukan untuk mengembalikan ke keadaan normal dan membantu tenaga kerja yang cedera.
4.5
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Tentang Pedoman Sistem ManajemenKeselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3) Konstruksi Bidang PekerjaanUmum
Menurut Peraturan Menteri Perkerjaan Umum No.29/PRT/M/2006 tentang Persyaratan Teknis Bangunan Gedung, dalam penerapannya di lapangan keselamatan dan kesehatan kerja pada proyek konstruksi dapat dilaksanakan pada berbagai pekerjaan meliputi: 1.
Pekerjaan Perancah.
2.
Pekerjaan Tanah.
3.
Pekerjaan Beton.
4.
Pekerjaan Finishing dan pembongkaran.
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 19
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
4.5.1
Pekerjaan Perancah
Perancah adalah alat bantu berupa sebuah bangunan sementara yang digunakan pada pekerjaan konstruksi yang sedang dilaksanakan, bertujuan untuk menunjang beban, dan atau jalan kerja/tempat kerja yang aman sebelum bangunan permanen selesai atau konstruksi mempunyai kekuatan.
Menurut Peraturan Menteri Perkerjaan Umum No.29/PRT/M/2006 tentang Persyaratan Teknis Bangunan Gedung, persyaratan perancah adalah: 1.
Ketentuan Umum Perancah : a.
Perancah harus dihitung dengan faktor pengaman sebesar 4 kali beban maksimal.
b.
Dalam pemasangannya harus dilakukan oleh ahlinya.
c.
Harus ada tangga pengaman untuk tempat berjalan.
d.
Penguat (Bracked) harus cukup kuat.
e.
Perancah harus dikaitkan pada bangunan dengan sistim japit dan diperhatikan kestabilannya.
f.
Peralatan pelengkap seperti tali baja, papan, dan klem harus dalam kondisi baik dan secara periodik harus diinspeksi.
2.
Pemeriksaan a.
Dalam pembuatannya dan setelah digunakan perancah harus selalu dikontrol oleh ahlinya.
b.
c.
Pemeriksaan tersebut bertujuan agar perancah : 1)
Dalam kondisi stabil
2)
Bahan yang dipakai tidak rusak dan cukup baik untuk dipakai
3)
Sudah diberi pegangan
Waktu pemeriksaan dianjurkan 1)
Satu minggu sekali
2)
Sesudah hujan
3)
Setelah hari libur
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 20
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
3.
Tidak boleh dibuka sebagian.
Menurut Peraturan Menteri Perkerjaan Umum No.29/PRT/M/2006 tentang Persyaratan Teknis Bangunan Gedung,jenis perancah berdasarkan bahan yang umum digunakan antara lain: 1. Perancah bambu atau kayu a.
Persyaratan bahan 1)
Kayu atau bambu yang digunakan harus lurus.
2)
Mempuyai urat yang lurus, tidak ada mata kayu, tidak ada lubang ulat.
3)
Bambu tidak mempunyai sayatan-sayatan dipermukaan sehingga kulit bambu harus masih utuh.
4)
Usia bambu sudah cukup tua dan ukiran bambu paling sedikit 75 mm.
b.
Persyaratan teknis 1)
Perancah-perancah tersebut tidak boleh melebihi 4,5 m dan jarak antar tiang 1,5 m faktor pengaman adalah 4 kali.
2)
Sambungan dari dua kayu / bambu harus saling melengkapi sekurang-kurangnya 600 mm – 1000 mm.
3)
Pengikat rotan adalah yang paling cocok.
4)
Harus diberi penguat diagonal.
5)
Pemeriksaan dilakukan sebelum dipakai dan setiap minggu.
6)
Pembongkaran perancah harus dilakukan tahap demi tahap dimulai dari atas turun ke bawah.
c.
Perancah baja / besi a) Persyaratan bahan 1) Pipa-pipa baja harus berdiameter luar kira-kira 48,5 mm dan 8 SWG atau 4 mm tebal dindingnya. 2) Sambungan antara perancah-perancah besi (Fitting) harus punya kapasitas menahan beban sebesar 650 kg. 3) Alas dasar sebagai tumpuan ke tanah harus mempunyai ukuran 15 mm2.
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 21
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
b) Persyaratan teknis Jarak antara tiang tidak boleh melebihi 2,4 m. d.
Perancah Modul
Adalah perancah yang semua bagiannya direncanakan dalam satuan modul, sebagian dari perancah yang biasa ialah frem H type pesambung baja dan type “cup look”. Syarat penguat dan “tie back” adalah sama dengan perancah lainnya.
Keuntungan dari sistim ini adalah mudah konstruksinya membutuhkan sedikit keahlian dan biasanya sangat cepat membangunnya, hanya biaya bahannya mahal. e.
Perancah untuk beton / bekisting Perancah untuk konstruksi beton terdiri dari papan acuan dan penumpu (supports). Penempatan papan acuan : 1)
Papan acuan dipasang dan dibongkar dibawah pengawasan orang yang berpengalaman dan dikerjakan oleh pekerja yang terampil.
2)
Pemasangan papan acuan berdasarkan gambar rencana yang jelas mengenai jarak balok melintang, balok penumpu dan penyambungnya.
3)
Balok kayu dan penumpu harus cukup kuat menahan beban dengan memperhitungkan pengaruh cuaca hujan.
4)
Bahan-bahan untuk acuan harus diperiksa dengan teliti sebelum digunakan.
5)
Bahan-bahan bangunan tidak boleh diletakkan atau ditumpu pada papan acuan.
6) f.
Papan acuan diberi penguat horizontal dan vertikal yang cukup.
Penumpu (Supports) 1) 2)
Harus kuat menahan gaya horizontal. Diberi penguat pada arah horizontal dan menyilang.
3)
Bahan untuk penumpu dari kayu atau besi.
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 22
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
4)
Harus kuat menahan gaya muatan tegak lurus yang diakibatkan oleh papan acuan, beton, alat pemadat, pekerja, dan lainnya.
5)
Setiap penumpu tidak boleh mempunyai sambungan lebih dari satu.
6)
Pada setiap tingkat yang mempunyai sambungan harus ada penguat silang.
7)
Sambungan diberi perkuatan dengan pelat besi untuk mencegah pembengkokan.
8)
Paku-paku yang menjorok keluar harus diamankan.
9)
Penumpu dan papan penompang harus mempunyai alat yang kuat untuk menahan gaya terpusat yang diterima.
10) Pondasi penumpu ditempatkan pada arah tanah yang keras.
4.5.2
Pekerjaan Tanah
Menurut Peraturan Menteri Perkerjaan Umum No.29/PRT/M/2006 tentang Persyaratan Teknis Bangunan Gedung,tanah atau lahan merupakan pondasi alami yang diperlukan dalam membangun prasarana dan sarana fisik pekerjaan struktur. Kebutuhan sarana dan prasarana pengaman keselamatan dan kesehatan kerja ada 9 kiat antara lain : 1.
Perancah dan tenaga kerja untuk pekerjaan pada ketinggian atau sarana transportasi pada tempat kerja.
2.
Konstruksi penyangga untuk melindungi pekerja yang ada dibawah.
3.
Dinding penahan tanah untuk menjaga agar tanah tidak longsor.
4.
Pagar pengaman untuk menjaga agar pekerja tidak jatuh dari suatu ketinggian atau terperosok ke dalam lubang galian.
5.
Sirkulasi udara untuk menjaga kebersihan udara di tempat kerja.
6.
Penerangan untuk meghindari kecelakaan pada tempat gelap.
7.
Prasarana tanda peringatan, petunjuk untuk menghindari pekerja memasuki daerah yang berbahaya.
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 23
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
Contohnya :
Hati- hati Licin…!!!
Awas benda jatuh dari atas…!!!!!!!!!
8.
Prasarana perlindungan untuk pekerjaan pergerakan yang digunakan sebagai alat transportasi vertical. Contoh alat : kran angkat (jib crane).
9.
Sarana komunikasi untuk memberikan instruksi ke pusat kegiatan.
a) Pekerjaan Galian Menurut Peraturan Menteri Perkerjaan Umum No.29/PRT/M/2006 tentang Persyaratan Teknis Bangunan Gedung, dalam melaksanakan pekerjaan galian perlu diperhatikan berbagai hal khususnya cara melaksanakan pekerjaan diantaranya adalah : 1.
Stabilitas tanah, akan melemah pada saat kondisi tanah : kering, retakretak, dan tanah berpasir.
2.
Air tanah yang dapat merembes (infiltrasi) melalui lapisan tanah dan tanah yang mengandung air terlalu banyak.
3.
Galian yang dalam.
4.
Adanya aktivitas atau beban pada sekitar galian.
5.
Sebelum pekerjaan galian dilakukan perlu diteliti dan diuji stabilitas tanah atau bangunan diatasnya. Pemeriksaan ini dilakukan setelah : a. Pekerjaan berhenti satu hari b. Setelah peledakan c. Setelah terjadi longsor dan keruntuhan konstruksi d. Setelah hujan lebat atau gempa bumi
6.
Jika terdapat batu lepas, tonggak, pohon atau bangunan yang menggantung atau besar diatas tempat kerja harus disingkirkan.
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 24
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
7.
Pemeriksaan terhadap instalasi yaitu saluran pembuangan, air, listrik diharuskan sebelum pekerjaan dimulai.
8.
Gambar layout instalasi disekitar lokasi dan persiapan untuk menanggulangi masalah instalasi yang timbul.
9.
Menghubungi instansi yang bersangkutan dan mempunyai kontak langsung terhadap petugas yang bertanggung jawab.
10. Galian diusahakan bebas dari air, pembuatan saluran agar air genangan dapat dialirkan. 11. Dilarang menempatkan atau menumpuk barang-barang atau benda berat dan menggerakkan peralatan di dekat sisi galian yang akan membahayakan pekerja. 12. Bagi pekerja yang bekerja ditempat ketinggian perlu tempat berpijak yang aman dan melindungi tenaga kerja dibawahnya. 13. Penopang kayu untuk alas alat berat, pinggir galian perlu dibuat. 14. Dinding galian harus dibuat talud pengaman atau konstruksi pengaman lengkap dengan balok untuk penahan mencegah longsor serta balok koppel tidak boleh dibebani benda berat, dipasang dan dibongkar dibawah pengawasan seorang ahli. 15. Pekerjaan yang menggunakan peralatan skop atau cangkul harus memperhatikan jarak yang cukup antara yang satu dengan yang lain. 16. Pengawasan terus-menerus harus dilakukan pada pekerjaan ini.
b) Pekerjaan Timbunan Menurut Peraturan Menteri Perkerjaan Umum No.29/PRT/M/2006 tentang Persyaratan Teknis Bangunan Gedung, dalam melaksanakan pekerjaan timbunan perlu diperhatikan berbagai hal khususnya cara melaksanakan pekerjaan diantaranya adalah: 1.
Penggunaan peralatan angkut harus direncanakan secara baik sehingga tidak menimbulkan kecelakaan bagi pekerja.
2.
Peralatan pemindahan tanah dijalankan bila lapangan telah aman.
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 25
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
3.
Peralatan harus dihindarkan bersentuhan langsung dengan konduktor listrik.
4.
Jalan dan jalur pengangkut yang berdebu harus disiram air.
5.
Tanda-tanda yang diperlukan untuk pelaksanaan timbunan adalah rambu-rambu diantaranya : “ lentera, bendera merah, dan tanda alat pengaman lainnya “
6.
Penimbunan pada lubang dengan konstruksi penyangga harus pada tempatnya selama diperlukan untuk mencegah longsor.
7.
Pengatur lalu lintas dan pemandu operasional harus ada 3 peralatan
c) Pekerjaan Bawah Tanah Menurut Peraturan Menteri Perkerjaan Umum No.29/PRT/M/2006 tentang Persyaratan Teknis Bangunan Gedung, dalam melaksanakan pekerjaan bawah tanah perlu diperhatikan berbagai hal khususnya cara melaksanakan pekerjaan diantaranya adalah: 1.
Konstruksi penyangga harus kuat.
2.
Harus tersedia jalan masuk yang aman ke lokasi proyek dan rencana transportasi serta tangga naik turun untuk pekerja dan barang harus terpisah.
3.
Batuan yang lepas pada pekerjaan pengeburan disingkirkan.
4.
Pengurangan debu pada tempat kerja dapat dilakukan dengan sarana ventilasi yang cukup juga dengan penyiraman air.
5.
Pemeriksaan yang teliti pada pekerjaan sumur dilakukan sebelum pekerjaan diturunkan atau setelah peledakan.
6.
Semua tempat kerja dibawah tanah harus diperiksa paling sedikit satu kali untuk setiap penggantian shift pekerja.
7.
Pemeriksaan terhadap peralatan, mesin-mesin bangunan, penyangga, jalan, gedung dilakukan minimal satu kali seminggu.
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 26
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
4.5.3
Pekerjaan Beton
Menurut Peraturan Menteri Perkerjaan Umum No.29/PRT/M/2006 tentang Persyaratan Teknis Bangunan Gedung,pekerjaan beton, beton adalah campuran air, semen, pasir, dan kerikil dengan perbandingan tertentu, untuk mendapatkan sifat tertentu campuran dapat ditambah zat-zat lain (additive). Didalam konstruksi struktur biasanya beton diberi besi bertulang yang berfungsi sebagai penerima gaya tarik. Sebelum pelaksanaan beton pada pekerjaan struktur dilaksanakan, diharuskan mengetahui metode penyimpanan bahan-bahannya antara lain : 1. Bahan cair (cat, tinner, minyak gas, bensin) : a. Disimpan pada tempat yang tertutup rapat sehingga tidak mudah tumpah atau tercampur bahan lain. Dalam hal bahan mudah terbakar harus dipisahkan dari bahan lain. b. Botol, kaleng, jerigen untuk menyimpan bahan cair harus diberi label yang mudah terbaca menyatakan bahan apa yang ada didalamnya. c. Botol yang terbuat dari kaca diletakkan di rak yang terendah. d. Rak tertinggi harus masih dalam jangkauan orang, jika melebihi harus disediakan tangga khusus. 2. Bahan serbuk (semen, kapur, tras) : a. Bahan serbuk yang dikemas dalam karung atau kantong maksimum hanya boleh ditumpuk setinggi 10 kantong. b. Dibagian bawah harus diberi landasan sehingga tidak kena genangan air. c. Dalam pengambilan dijaga permukaan tumpukan selalu rata. 3. Bahan lembaran (seng gelombang, multiplek) : a. Diletakkan dengan cara mendatar. b. Tinggi tumpukan maksimum setinggi orang. 4. Bahan curah (pasir, koral) : a. Timbunan bahan agar dibuat maksimum setinggi orang rata-rata untuk menghindari kelongsoran bahan.
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 27
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
b. Pekerja yang menangani pengambilan bahan ini harus bersepatu untuk menghindari butir-butir tajam. 5. Bahan lempengan (genteng, tegel abu-abu, tegel keramik) : a. Diletakkan dengan cara tegak lurus. b. Tinggi maksimum tumpukan setinggi orang. 6. Bahan bentuk bata (bata merah, batako, bata beton) : a. Diletakkan tegak lurus menurut sisi yang terpendek. b. Peletakan
diselang-seling
arahnya
untuk
memudahkan
penghitungan. c. Tinggi tumpukan maksimum setinggi orang. 7. Bahan betuk balok (kayu, profil besi) : a. Ditumpuk dengan diberi alas berupa balok kayu atau kaso melintang
arah
memanjang
balok
untuk
memudahkan
pengangkutan pengambilan. b. Pada setiap tinggi ± 50 cm diberi balok pengunci melintang. c. Tinggi tumpukan maksimum setinggi orang rata-rata. d. Dalam halnya tentang penyimpanan kayu-kayu bekas maka sebelumnya paku yang masih menancap dicabut dahulu. e. Pengambilan selalu dilakukan dari lapisan atas tumpukan dan harus dijaga agar permukaan sedapat mungkin rata. f. Setiap kali pengangkatan balok, minimum harus dilakukan oleh 2 orang untuk menjaga keseimbangan dan kemudahan bergerak. 8. Bahan berbentuk balok bulat (pipa besi besar, tiang pancang bulat) : a. Ditumpuk semakin keatas jumlah batang perlapis semakin sedikit dan ditepi lapisan bawah diberi patok penahan. b. Pengambilan harus dari bagian atas. 9. Batu : a. Tumpukan batu sebaiknya tidak melebihi tinggi orang, untuk menjaga keruntuhan. b. Tepi tumpukan dibuat miring dan pengambilan dari atas.
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 28
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
10. Besi beton : a. Dipisah-pisah berdasarkan ukuran diameternya. b. Ditempatkan pada tempat yang tidak berlumpur. c. Bebas dari lalu lintas orang, sehingga tidak terinjak-injak dan tetap bersih dan tidak berkarat. d. Diletakkan sedekat mungkin dengan tempat pemotongan dan pembengkokan.
Menurut Peraturan Menteri Perkerjaan Umum No.29/PRT/M/2006 tentang
Persyaratan
Teknis
Bangunan
Gedung,pelaksanaan
pembuatan beton dalam keselamatan dan kesehatan kerja adalah: 1) Cetakan
harus
pembongkaran
diperiksa dibawah
dalam
pemasangan
pengawasan
dan
orang
yang
berpengalaman dan cakap, serta sedapat mungkin dikerjakan oleh pekerja yang terampil. 2) Gambar dan sketsa harus diberikan kepada pekerja untuk mempermudah pelaksanaan dan keamanannya. 3) Dalam merencanakan, kayu yang dipakai dan sebagai penumpu harus diperhitungkan antara lain beban gerak, pengaruh sudut dan pengaruh hujan. 4) Papan dan kerangka harus diperiksa sebelum digunakan. 5) Kerangka dan papan harus diberi kaitan untuk mengangkat. 6) Bahan bangunan yang lain yaitu yang agak berat tidak boleh ditimbun atau diletakan pada papan form. 7) Untuk mencegah bahaya roboh perlu digunakan perancah agar dapat memberi dukungan atau mengikat papan form untuk lantai, untuk pengecoran atap.
Menurut
Peraturan
Menteri
Perkerjaan
Umum
No.29/PRT/M/2006 tentang Persyaratan Teknis Bangunan Gedung,syarat-syarat penumpu dan penopang adalah : Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 29
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
1. Dalam pekerjaan struktur, cetakan beton biasanya harus ditopang oleh penumpu dan penopang yang dapat menahan beban-beban, dan penyangga tersebut tidak boleh berubah posisinya yaitu turun, miring, melengkung sewaktu pengecoran dilaksanakan. 2. Penumpu harus terbuat dari besi atau kayu yang berserat lurus. 3. Penumpu dan penopang harus mempunyai alas yang kuat dan ukuran yang sesuai untuk menahan gaya terpusat yang diterima. 4. Penumpu harus kuat serta aman yaitu : a.
Gaya muatan tegak lurus yang disebabkan oleh papan cetakan, beton, alat penggetar, dan sebagainya.
b.
Gaya horizontal dari penumpu ataupun akibat dari kegiatan lain yang berdekatan.
5. Penopang dan penumpu harus : a.
Mempunyai jarak yang sesuai dan pondasi yang cukup.
b.
Posisi harus kuat serta diberi pengikat pada arah horizontal dan menyilang pada kedua arah.
6. Bila penumpu dengan sambungan disambung harus sesuai : a.
Penumpu dan sambungan harus dibagi rata pada papan form.
b.
Setiap
penumpu
tidak
diperkenankan
untuk
mempunyai sambungan lebih dari satu. c.
Sambungan harus diperkuat dengan pelat besi penguat
untuk
menjaga
pembongkaran
atau
pelenturan. d.
Pada setiap tingkat yang mempunyai sambungan harus ada penguat silang.
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 30
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
7. Sloof untuk menumpu ini harus ditempatkan pada pondasi yang kuat tidak pada tanah yang lunak. 8. Penumpu yang didapat memanjang harus diberi alas pembatas mencegah yang melampaui batas. Bila perlu panjang maksimal yang diizinkan harus tertulis jelas pada penumpu. 9. Penopang
harus
direncanakan
terkunci
kuat
pada
posisinya pada waktu terpancang. 10. Penopang harus tetap pada tempatnya sampai beton cukup kuat untuk menahan muatan yang ada dan beban sendiri beton. 11. Penopang harus terikat kuat atau diberi penguat untuk mencegah pergeseran atau perubahan bentuk. 12. Penopang harus terlindungi dari kerusakan yang dapat ditimbulkan dari kendaraan, muatan yang terayun, dan lainnya 13. Penopang harus sedemikian rupa, sehingga pada waktu disingkirkan masih ada penumpu yang cukup kuat untuk menahan, serta tidak menimbulkan biaya. 14. Paku, kawat serta bagian lainnya yang menjorok keluar harus disingkirkan atau diamankan dari papan penopang. Pelaksanaan pembetonan dilakukan dengan cara : a. Penyambungan pengecoran dilakukan bersamaan atau terus menerus sehingga daya ikat beton dapat terjamin dan kuat. Dan penyambungannya pada struktur yang tidak menahan beban momen atau momennya = 0, maka pelaksanaan penghentian pengecoran harus mendapat persetujuan dari perencana. b. Pengawasan
pembesian
pada
umumnya
beton
menahan gaya tekan dan besi dapat menerima gaya tarik, oleh sebab itu letak pembesian tidak boleh Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 31
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
berbeda dengan gambar rencana. Dengan demikian perlu diadakan pemeriksaan pembesian sebelum diadakan pengecoran. c. Persiapan pengecoran pekerja harus memenuhi : 1) Menghindari singgungan langsung dengan semen dan yang diangkut dengan concrete bucket. 2) Menghindari terhadap melecutnya ujung besi beton
yang mencuat
direnggangkan
dan
sewaktu sewaktu
ditekan
atau
diangkat
atau
diangkut. 3) Menghindari
terhadap
getaran
sewaktu
menjalankan vibrator.
4.5.4
Pekerjaan Finishing dan Pembongkaran
Menurut Peraturan Menteri Perkerjaan Umum No.29/PRT/M/2006 tentang Persyaratan Teknis Bangunan Gedung,Pekerjaan finishing adalah kegiatan akhir dari suatu proses konstruksi, umumnya pada tahap ini berbagai jenis kegiatan banyak dilakukan secara bersamaan sehingga fungsi koordinator pelaksanaan menjadi sangat penting. Kegiatan tesebut sering dapat menimbulkan keadaan karena bahan-bahan atau alat bantu diletakkan dengan sembarang dan menganggu pekerja yang masih mengerjakan bagian bangunan lainnya, bahkan dapat mencelakakannya. Dimana pekerjaan finishing antara lain : pekerjaan plesteran, pasangan bata, pengecatan, pemasangan kusen, dinding, lantai, sanitair, tangga, plafon, interior, atau dekorasi.Persyaratan teknis suatu pekerjaan finishing dan pembongkaran adalah : 1. Pelaksanaan pekerjaan setiap harinya harus mendapat persetujuan dari Project Manager atau Site Manager (Kepala Pelaksana). Hal ini menyangkut semua pekerjaan baik yang dilaksanakan sendiri maupun yang dikerjakan para sub kontraktor.
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 32
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
2. Penggunaan bangunan bantu perlu selalu diawasi secara periodik, hal ini dikarenakan dari pengalaman pekerja selalu menggunakan rambu-rambu atau sejenisnya sebagai bangunan bantu atau steiger untuk bekerja. 3. Pembentukan suatu kelompok-kelompok pekerja yang bertanggung jawab penuh, harus ditetapkan tiap pekerjaan per pelaksana untuk bertanggung jawab, terutama pada pembangunan gedung bertingkat banyak sekali kegiatan pekerja yang bersamaan. 4. Rambu-rambu peringatan selalu dicek setiap saat agar tidak berpindah dari tempatnya, demikian pula net atau jaring-jaring harus dipasang pada daerahdaerah yang berbahaya yang menyebabkan bagian lain tertimpa dari atas. 5. Pada pekerjaan pembongkaran harus diyakini bahwa untuk bagian konstruksi tertentu telah aman sesuai teknis demikian pula aliran listrik serta kabelkabelnya. 6. Pada pembongkaran suatu bangunan harus dipastikan bahwa semua aliran listrik, gas, air benar-benar telah aman. 7. Pada pembongkaran perlu diperhitungkan gangguan yang timbul seperti debu, bising, dan juga hal-hal yang mungkin terjadi pada bangunan di sebelahnya. 8.
4.6
Sirkulasi jalan keluar dan pembuangan bongkaran sudah diperhitungkan.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Tentang Keselamatan danKesehatan Kerja Pada Konstruksi Bangunan
Dalam menimbang kondisi di lapangan bahwa kenyataan menunjukkan banyak terjadi kecelakaan, akibat belum ditanganinya pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja secara mantap dan menyeluruh pada pekerjaan konstruksi bangunan, sehingga karenanya perlu diadakan upaya untuk membina norma perlindungan kerjanya.
Menurut Peraturan Menteri Tenaga kerja dan Transmigrasi No.01 tahun 1980 dalam penerapannya di lapangan keselamatan dan kesehatan kerja pada proyek konstruksi dapat dilaksanakan pada berbagai pekerjaan meliputi: 1.
Pekerjaan Perancah.
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 33
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
2.
Pekerjaan Tanah.
3.
Pekerjaan Beton.
4.
Pekerjaan Pembongkaran.
5.
Pekerjaan Tentang Mesin – Mesin.
4.6.1 Pekerjaan Perancah Perancah (Scaffolding) adalah bangunan peralatan (platform) yang dibuat untuk sementara dan digunakan sebagai penyangga sebuah bangunan konstruksi, bahan – bahan serta alat – alat pada setiap pekerjaan konstruksi bangunan termasuk pekerjaan pemeliharaan dan pembongkaran.
Menurut Peraturan Menteri Tenaga kerja dan Transmigrasi No.01 tahun 1980 tentang ketentuan umum perancah adalah sebagai berikut : a. Perancah yang sesuai dan aman harus disediakan untuk semua pekerjaan yang tidak dapat dilakukan dengan aman oleh seorang yang berdiri di atas konstruksi yang kuat dan permanen, kecuali apabila pekerjaan tersebut dapat dilakukan dengan aman dengan mempergunakan tangga. b. Perancah harus diberi lantai papan yang kuat dan rapat sehingga dapat menahan dan menahan dengan aman tenaga kerja, perlatan dan bahan yang dipergunakan. c. Lantai perancah harus diberi pagar pengaman, apabila tingginya lebih dari 2 meter. d. Jalan - jalan sempit, jalan – jalan dan landasan (runway) harus dari bahan dan konstruksi yang kuat, tidak rusak dan aman untuk tujuan pemakaiannya. e. Perancah tiang kayu yang terdiri dari sejumlah tiang kayu dan bagian atasnya dipasang gelagar sebagai tempat untuk meletakkan papan-papan perancah harus diberi palang pada semua sisinya. f. Untuk perancah tiang kayu harus digunakan kayu lurus yang baik. g. Perancah gantung harus terdiri dari angker pengaman, kabel-kabel baja penggantung yang kuat dan sangakar gantung dengan lantai papan yang dilengkapi pagar pengaman. Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 34
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
h. Keamanan perancah gantung harus diuji tiap hari sebelum digunakan. i. Perancah gantung yang digerakkan dengan mesin harus menggunakan kabel baja. j. Perancah tupang sudut (outrigger cantilever) atau perancah tupang siku (jib scaffold), hanya boleh digunakan oleh tukang kayu, tukang cat, tukang listrik, dan tukang-tukang lainnya yang sejenis, dan dilarang menggunakan panggung perancah tersebut untuk keperluan menempatkan sejumlah bahanbahan. k. Tangga yang digunakan sebagai kaki perancah harus dengan konstruksi yang kuat dan dengan letak yang sempurna. Perancah tangga hanya boleh digunakan untuk pekerjaan ringan. l. Dilarang menggunakan perancah jenis dongkrak tangga (ledder jack) untuk pekerjaan pada permukaan yang tinggi. m. Perancah kuda-kuda hanya boleh digunakan sewaktu bekerja pada permukaan rendah dan jangka waktu pendek. n. Perancah siku dengan penunjang (bracket scaffold) harus dijangkarkan ke dalam dinding dan diperhitungkan untuk dapat menahan muatan maksimum pada sisi luar dari lantai peralatan. o. Perancah persegi (square scaffold) harus dibuat secara teliti untuk menjamin kestabilan perancah tersebut. p. Perancah tupang jendela hanya boleh digunakan untuk pekerjaan-pekerjaan ringan dengan jangka waktu pendek dan hanya untuk melalui jendela terbuka dimana perancah jenis tersebut ditempatkan. q. Tindakan pencegahan harus dilakukan agar dapat dihindarkan pembebanan lebih terhadap lantai perancah yang digunakan untuk truck membuang sampah. r. Perancah pada pipa logam harus terdiri dari kaki, gelagar palang dan pipa penghubung dengan ikatan yang kuat, dan pemasangan pipa-pipa tersebut harus kuat dan dilindungi terhadap karat dan cacat-cacat lainnya. s. Perancah beroda yang dapat dipindah-pindahkan (mobile scaffold) harus dibuat sedemikian rupa sehingga perancah tidak memutar waktu dipakai. Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 35
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
t. Perancah kursi gantung dan alat-alat sejenisnya hanya digunakan sebagai perancah dalam hal pengecualian yaitu apabila pekerjaan tidak dapat dilakukan secara aman dengan menggunakan alat-alat lainnya. u. Truck dengan perancah bak (serial basket trucks) harus dibuat dan digunakan sedemikian rupa sehingga tetap stabil dalam semua kedudukan dan semua gerakan.
4.6.2
Pekerjaan Tanah
Setiap tenaga kerja dilarang memasuki konstruksi bangunan di bawah tanah kecuali tempat kerja telah diperiksa dan bebas dari bahaya-bahaya kejatuhan benda, peledakan, uap, debu, gas atau radiasi yang berbahaya.
Menurut PeraturanMenteri Tenaga kerja dan Transmigrasi No.01tahun 1980 ketentuan umum tentang pekerjaan tanah adalah sebagai berikut: a. Setiap pekerjaan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga terjamin tidak adanya bahaya terhadap setiap orang yang disebabkan oleh kejatuhan tanah, batu atau bahan – bahan lainnya yang terdapat di pinggir atau di dekat pekerjaan galian. b. Pinggir-pinggir dan dinding - dinding pekerjaan galian harus diberi pengaman penunjang yang kuat untuk menjamin keselamatan orang yang bekerja di dalam lubang atau parit. c. Setiap tenaga kerja yang bekerja dalam lubang galian harus dijamin pula keselamatannya dari bahaya lain. d. Apabila terdapat kemungkinan bahaya runtuhnya batu atau tanah dari atas sisi konstruksi bangunan di bawah tanah, maka konstruksi tersebut harus segera diperkuat. e. Untuk mencegah bahaya kecelakaan, penyakit akibat kerja maupun keadaan yang tidak nyaman, konstruksi di bawah tanah harus dilengkapi dengan ventilasi buatan yang cukup. f. Pada konstruksi bangunan di bawah tanah harus disediakan sarana penanggulangan bahaya kebakaran. Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 36
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
g. Tenaga kerja dilarang masuk ke tempat dimana kadar debunya melebihi ketentu nilai ambang batas yang berlaku, kecuali apabila mereka memakai respirator.
4.6.3
Pekerjaan Beton
Pembangunan konstruksi beton harus direncanakan dan dihitung dengan teliti untuk menjamin agar konstruksi dan penguatnya dapat memikul beban dan tekanan lainnya sewaktu membangun tiap-tiap bagiannya. Menurut Peraturan Menteri Tenaga kerja dan Transmigrasi No.01tahun 1980 ketentuan umum tentang pekerjaan beton adalah sebagai berikut : a. Usaha pencegahan yang praktis harus dilakukan untuk menghindarkan terjadinya kecelakaan tenaga kerja selama melakukan pekerjaan persiapan dan pembangunan konstruksi beton. b. Kejatuhan benda-benda dan bahan-bahan yang diangkut dengan ember adukan beton (concrete buckets). c. Sewaktu beton dipompa atau dicor pipa-pipa termasuk penghubung atau sambungan dan penguat harus kuat. d. Sewaktu pembekuan adukan (setting concrete) harus terhindar dari goncangan dan bahan kimia yang dapat mengurangi kekuatan. e. Sewaktu lempengan (panel) atau lembaran beton (slab) dipasang ke dalam dudukannya harus digerakan dengan hati-hati. f. Setiap ujung-ujung mencuat yang membahayakan harus dilengkungkan atau dilindungi. g. Menara atau tiang yang dipergunakan untuk mengangkat adukan beton (concrete bucket towers) harus dibangun dan diperkuat sedemikian rupa sehingga terjamin kestabilannya. h. Beton harus dikerjakan dengan hati-hati untuk menjamin agar pemetian beton atau bekisting dan penguatnya dapat memikul atau menahan seluruh beban sampai beton menjadi beku.
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 37
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
4.6.4
Pekerjaan Pembongkaran
Menurut PeraturanMenteri Tenaga kerja dan Transmigrasi No.01tahun 1980 ketentuan umum tentang pekerjaan beton adalah sebagai berikut : a. Rencana pekerjaan pengangkutan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum pekerjaan pembongkaran dimulai. b. Semua instalasi, listrik, gas, air, dan uap harus dimatikan, kecuali apabila diperlukan sepanjang tidak membahayakan. c. Semua bagian-bagian kaca, bagian-bagian yang lepas, bagian-bagian yang men-cuat harus disingkirkan sebelum pekerjaan pembongkaran dimulai. d. Pekerjaan pembongkaran harus dilakukan tingkat demi tingkat dimulai dari atap dan seterusnya ke bawah. e. Tindakan-tindakan pencegahan harus dilakukan untuk menghindarkan bahaya rubuhnya bangunan. f. Alat mekanik untuk pembongkaran harus direncanakan, dibuat dan digunakan sedemikian rupa sehingga terjamin keselamatan operatornya. g. Sewaktu alat mekanik untuk pembongkaran digunakan, terlebih dahulu harus ditetapkan daerah berbahaya dimana tenaga kerja dilarang berada. h. Dalam hal tenaga kerja atau orang lain mungkin tertimpa bahaya yang disebabkan oleh kejatuhan bahan atau benda dari tempat kerja yang lebih tinggi, harus dilengkapi dengan penadah yang kuat atau daerah berbahaya tersebut harus dipagar. i. Dinding-dinding tidak boleh dirubuhkan kecuali lantai dapat menahan tekanan yang diakibatkan oleh runtuhnya dinding tersebut. j. Apabila tenaga kerja sedang membongkar lantai harus tersedia papan yang kuat yang ditumpu tersendiri bebas dari lantai yang sedang dibongkar. k. Tenaga kerja dilarang melakukan pekerjaan di daerah bawah lantai yang sedang dibongkar dan daerah tersebut harus dipagar. l. Konstruksi baja harus dibongkar bagian demi bagian sedemikian rupa sehingga terjamin kestabilan konstruksi tersebut agar tidak membahayakan sewaktu dilepas.
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 38
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
m. Tindakan pencegahan harus dilakukan untuk menjamin agar tenaga kerja dan orang - orang lain tidak kejatuhan bahan - bahan atau benda - benda dari atas sewaktu cerobong - cerobong yang tinggi dirubuhkan.
4.6.5
Pekerjaan Tentang Mesin – Mesin
Menurut PeraturanMenteri Tenaga kerja dan Transmigrasi No.01tahun 1980 tentangketentuan umum tentang pekerjaan beton adalah sebagai berikut: a. Mesin – mesin yang digunakan harus dipasang dan dilengkapi alat – alat pengaman untuk menjamin keselamatan kerja. b. Mesin harus dihentikan untuk pemeriksaan dan perbaikan pada tenggang waktu yang sesuai dengan petunjuk pabriknya. c. Tindakan pencegahan harus dilakukan untuk menghindarkan terjadinya kecelakaan karena mesin bergerak secara tiba-tiba. d. Operator mesin harus terlatih untuk pekerjaannya dan harus mengetahui peraturan keselamatan kerja untuk mesin tersebut.
4.7
Konsep Keselamatan Konstruksi Menurut OHSAS 18001:1999
Suraji dan Bambang Endroyo (2009) menyatakan bahwa keselamatan konstruksi adalah keselamatan orang yang bekerja (safe for people) di proyek konstruksi, keselamatan masyarakat (safe for public) akibta pelaksanaan proyek konstruksi, keselamtan property (safe for property) yang diadakan untuk pelaksanaan proyek konstruksi dan keselamatan lingkungan (safe for environment) di mana proyek konstruksi dilaksanakan.
Menurut OHSAS 18001;1999 kecelakaan adalah kejadian yang tidak diharapkan yang dapat menimbulkan kematian, sakit, luka, kerusakan dan kerugian lainnya (Efansyah, 2007). Di samping pengertian tentang keselamatan dan kecelakaan, ada beberapa istilah antara lain hazard, incident dan near-miss.Hazard (sumber bahaya) adalah sumber atau situasi dengan suatu potensi untuk merugikan manusia dalam hal luka-luka, sakit, kerusakan pada property, kerusakan pada tempat pekerjaan.Lingkungan atau kombinasi dari semua itu.Incident(insiden) Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 39
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
adalah peristiwa yang mempunyai potensi menyebabkan kecelakaan. Termasuk pengertian incidentadalah near-miss (hampir celaka), yaitu suatu kejadian yang cenderung celaka tetapi tidak/belum mengakibatkan luka-luka, sakit, kerusakan pada property, dan kerusakan lainnya.
Keselamatan konstruksi pada hakekatnya adalah untuk melindungi pekerja dan orang-orang yang ada di tempat kerja, masyarakat, peralatan da mesin, serta lingkungan agar terhindar dari kecelakaan.Untuk itu semua dapat dilakukan dengan usaha-usaha preventif, kuratif dan rehabilitative.Usahapreventuf biasa dengan mengadakan peratutan dan perundangan yang harus ditaati oleh semua penyelenggara kegiatan (konstruksi). Usaha kuratif dilakukan apabila ternyata terjadi kecelakaan sehingga untuk penanganannya diperlukan usaha dan dana. Dalam hal ini manfaat asuransi tenaga kerja maupun asuransi teknik (asuransi engineering) menjadi sangat berarti.Usaha rehabilitative adalah pemulihan kembali korban-korban kecelakaan (manusia maupun bukan manusia) agar dapat kembali
berfungsi
sebagaimana
sebelumnya.Khusus
untuk
manusia,
dimungkinkan adanya perpindahan posisi/job disesuaikan dengan kondisi fisik dan psikis yang bersangkutan setelah terjadi kecelakaan.
Salah satu usaha yang perlu dilakukan dalam meminimalisir terjadinya kecelakan pada proyek konstruksi antara lain melalui pembuatan peraturan perundangan dan pengawasannya. Peraturan dan perundangan adalah ketentuan yang mengikat agar terjadi keteraturan. Dengan kata lain adalah ketentuan untuk “memaksa” berbagai pihak yang terkait dengan pelaksanaan keselamatan konstruksi agar beraktivitas sesuai dengan aturan tertentu. Menurut Yassin (2003), dalam suatu kontrak kerja pekerjaan keinsinyuran perlu dibuat pasalpasall yang mengatur secara preventif keselamatan kerja dengan menujuk UU dan peraturan yang berlaku. Kontrak-kontak internasional (FIDIC, SIA, JTC) telah mencantumkan article atau pasal tentang K3 secara mendalam.
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 40
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
4.8 Pelaksanaan dan Penerapan Sistim K-3 Pada Proyek Plaza Oleos Tower 1 di Jakarta. 1. Macam – Macam Pekerjaan Berwawasan K-3 yang Dilaksanakan PT. PULAUINTAN BAJAPERKASA KONSTRUKSI Pada Proyek Plaza Oleos Tower 1 di Jakarta. Dalam penerapannya di lapangan Keselamatan dan Kesehatan kerja (K-3) pada proyek Plaza Oleos Tower 1 melaksanakan macam – macam pekerjaan yang berwawasan K-3, pekerjaan tersebut antara lain adalah : Tabel 4.4Pelaksanaan dan Penerapan Pekerjaan Berwawasan K-3 / Job Analysis NO. 1
TAHAP PEKERJAAN Galian Tanah
BAHAYA Galian dalam Genangan air pada permukaan tanah Kurangnya rambu-rambu
2
3 4
Timbunan / tanah urugan
Bobok Bore pile Pembesian
RESIKO Tanah longsor Air masuk lagi ke dalam galian dan bisa menjadi erosi dan longsor Pekerja bisa celaka
Kurang disiplinnya para pekerja akan APD
Kepala bisa tertimpa serpihan batu dan barang dari atasnya dan juga kaki bisa terkena paku
Penumpukan bekas galian yang ada di pinggir bekas galian
Longsor dan dapat menimbun pekerja penggalian di bawahnya
Pancang ambruk secara tiba-tiba Pekerja kurang memahami fungsi alat kerja Alat kurang memadai
Tertimpa pancang yang di bobok Alat cepat rusak
Kurang peduli terhadap APD
Luka ringan pada tubuh
Kurangnya area fabrikasi dan penempatan material besi
Hasil kerja kurang maksimal
Hasil kerja kurang maksimal
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
PENGENDALIAN RESIKO Penerapan Prosedur Kerja Dibuatkan saluran untuk sementara ke selokan terdekat dan dibersihkan secara berkala Pemasangan rambu di setiap sudut area galian Diadakan Safety Officer dan memberikan peringatan kepada pekerja yang tidak memakai APD Timbunan di batasi dan segera di buang dengan menggunakan baket tanah yang ada Penerapan metode kerja Sosialisasikan cara pemakaian alat Cek alat sebelum bekerja atau digunakan Memberi teguran dan melarang bekerja bagi yang tidak menggunakan APD Beri area khusus untuk fabrikasi besi
PIC PM / SM SPV SFT
SFT
SM SM MEK MEK SFT
SPV
IV - 41
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan 5
6
7
8
9
Pengecoran
Dewatering
Pembuangan Tanah
Kebersihan
Begisting
Pekerja naik di atas Bucket cor
Jatuh
Bucket cor kurang bersih
Jalan beton kurang lancar dari dalam baket cor Air dapat menggenangi area kerja Penumpukan sisa pasir pada jalur buangan
Pompa rusak / tidak layak digunakan Saluran buang tersumbat
Terlalu banyak muatan dalam bak truk Tanah menempel pada ban truk
Tumpah di jalan
Sampah ada dimana – mana
Sampah kayu dan paku ada dimana – mana
Dapat menyebabkan sarang penyakit dan pandangan tidak sedap Kaki pekerja bisa terkena paku tersebut
Banyak pekerja yang kurang peduli terhadap APD
Kepala bisa luka dan kaki terkena paku
Alat kerja berserakan dimana – mana
Mengganggu pekerjaan yang lain dan juga akses jalan ke area kerja
Mengotori jalan raya
Larangan dan sanksi bagi yang melanggar Selesai melakukan pengecoran baket segera dibersihkan Segera diperbaiki atau diganti Segera di keruk / di gali sisa pasir tersebut agar jalur buangan lancer Kurangi muatan dan tutup bak truk dengan terpal Ban dibersihkan atau dicuci terlebih dahulu Pembersihan area proyek dan penempatan tong sampah di area kerja Sampah kayu dan paku dikumpulkan dan dibuang di tempat yang telah disediakan Beri pengarahan kepada para pekerja akan gunanya APD tersebut Dirapikan dan dipindahkan ketempat yang telah disiapkan
SFT MANDOR SUB / MEK SPV MANDOR SFT SFT
SUB / Mandor
SFT
SUB
Keterangan : PIC
:
Penanggung Jawab
MEK
:
Mekanik
SM
:
Site Manager
PM
:
Project Manager
SUB
:
Sub Kontraktor
SPV
:
Supervisor
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
SFT
:
Safety Patrol
IV - 42
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
2. Prosedur jika Terjadi Kecelakaan Kerja di Proyek Untuk mempermudah dalam menanggulangi bila terjadi kecelakaan kerja di proyek maka dibuat prosedur dahulu.Di bawah ini adalah prosedur apabila terjadi kecelakaan kerja di proyek Plaza Oleos Tower 1adalah :
RINGAN : P3K ( KANTOR K-3) KECELAKAN
BERAT : P3K ( KANTOR K-3)
RUMAH SAKIT
KERJA MENINGGAL DUNIA : RUMAH SAKIT KEPOLISIAN
KELUARGA KORBAN
DISNAKERTRANS
JAMSOSTEK
Dari prosedur diatas maka dapat dijelaskan sebagai berikut : Kecelakaan kerja dibagi menjadi 3 bagian : 1.
Kecelakaan ringan Bila terjadi kecelakaan ringan dalam proyek konstruksi hanya perlu dibawa ke kantor K-3 dan diobati dengan P3K yang ada. Karena kecelakaan ringan tidak mengakibatkan seseorang terluka yang cukup parah.
2.
Kecelakaan sedang Bila terjadi kecelakaan ringan dalam proyek konstruksi pertama – tama harus dibawa ke kantor K-3 kemudian dibawa ke Rumah Sakit. Karena kecelakaan sedang mengakibatkan seseorang tersebut terluka cukup parah dan harus ditangani oleh pihak Rumah Sakit.
3.
Meninggal dunia Bila terjadi kecelakaan kerja dan orang tersebut meninggal dunia maka perlu dibawa ke Rumah Sakit dan dilaporkan ke pihak Kepolisian, kemudian memberitahukan kepada keluarga korban dan
kepadaDISNAKERTRANS, kemudian melaporkan ke
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 43
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
JAMSOSTEK bila di proyek terjadi korban meninggal agar mendapatkan asuransi dari JAMSOSTEK.
4.9
Komitmen Top Management terhadap K3 Berpengaruh terhadap Kinerja Proyek Plaza Oleos Tower 1.
Temuan Peneliti menunjukkan bahwa faktor Komitmen Top Management terhadap K3 dalam pelaksanaan proyek memiliki pengaruh besar terhadap Kinerja Proyek Konstruksi, semakin tinggi Komitmen Top Management terhadap K3, akan mengakibatkan semakin tinggi pula Kinerja Proyek Konstruksi. Sebaliknya
semakin rendah Komitmen Top Management terhadap K3 akan
mengakibatkan semakin rendah pula Kinerja Proyek Konstruksi. Didalam pelaksanaan proyek Plaza Oleos Tower 1 yang dilaksanakan PT. Pulauntan menunjukkan
bahwa
komitmen
Top
Management
kurang
memperhatikan/mengabaikan hal-hal tersebut sehingga pengaruh terhadap pelaksanaan pekerjaan menjadi terhambat dengan kurang diperhatikannya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) terhadap pekerjanya.
Berdasarkan pengamatan terhadap para pekerja bahwa aspek yang paling berpengaruh adalah perusahaan memberikan perlengkapan K3, dimana para pekerja akan merasa aman dan nyaman melakukan pekerjaan konstruksi ketika dirinya dilindungi dengan adanya perlengkapan K3. Aspek lain yang diukur adalah pengawasan terhadap K3 para pekerja, dimana antara pihak manajemen dan para pekerja terjadi hubungan yang saling memperhatikan pentingnya K3 pada proyek konstruksi.
Sedangkan aspek perusahaan memberikan prioritas utama terhadap masalah K3 dan perusahaan akan memberhentikan pekerjaan yang membahayakan, dimana hasil pengumpulan data didapatkan bahwa pihak manajemen memiliki tanggung jawab terhadap keselamatan dan kesehatan pekerjanya.
Sedangkan aspek lain yang diukur adalah perusahaan memberikan latihan K3, dimana dengan pengetahuan yang dimiliki pekerja diharapkan pekerja memiliki Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 44
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
kesadaran akan budaya yang mengancam sehingga meminimalisir kecelakaan kerja.
1.
Implikasi Manajerial.
Implikasi manajerial membarikan kontribusi praktis bagi manajemen, yaitu sebagai berikut : a. Sebuah kebijakan K3, harus dimulai dari inisiatif Top Management terhadap keselamatan dan kesehatan pekerjanya harus ditunjukkan dalam bentuk sebuah pernyataan kebijakan yang tertulis. b. Penerapan kebijakan K3 dilakukan dengan menyusun sebuah program K3 yang bertujuan untuk mengendalikan lingkungan kerja, peralatan dan proses pekerjaan yang dilakukan, serta mengendalikan pekerja untuk mencegah kecelakaan yang kerap terjadi di tempat kerja, dapat berupa pelatihan dan pendidikan K3, pemeriksaan kesehatan, pencatatan dan pelaporan setiap insiden yang terjadi, safety meeting, serta dilakukannya publikasi mangenai K3. c. Pengukuran kinerja terhadap pelaksanaan program-program K3 yang dilakukan manajemen, bertujuan untuk mengetahui efektifitas daripada program-program tersebut.
Kinerja perusahaan jasa konstruksi dapat ditingkatkan dengan mengidentifikasi factor-faktor yang mempengaruhi peningkatan kinerja serta menganalisa seberapa besar pengaruh factor tersebut terhadap kinerja perusahaan, dalam hal ini budaya keselamatan dan kesehatan kerja. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa budaya keselamatan dan kesehtan kerja pada proyek Plaza Oleos Tower 1 yang dilakuakn oleh PT. Pulauintan Bajaperkasa Konstruski perlu diperbaiki dan dikembangkan untuk tercapainya manajemen solid.
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 45
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
2.
Kompetensi Pekerja Berpengaruh terhadap Kinerja Proyek Konstruksi.
Berdasarkan hasil pegumpulan data, bahwa apsek yang paling berpengaruh adalah pekerja mengerti sepenuhnya resiko dari pekerjaanya, dimana dengan mengerti akan tanggung jawab dan resiko dari pekerjaannya, para pekerja dapat melakukan pekerjaannya dengan sungguh-sungguh dan tidak ragu-ragu dalam bekerja. Sehingga diharapkan meminimalisir resiko terjadinya kecelakaan kerja dan dapat membantu meningkatkan kompetensi pekerja yang lain terhadap K3 pada lingkungan proyek Plaza Oleos Tower 1.
Pihak pimpinan harus bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kesehatan kerja para pekerjanya dan harus menetapkan suatu kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja serta menunjukkan perhatian terhadap keselamatan kerja. Proyek konstruksi yang memiliki budaya keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dikarakteristikkan dengan komunikasi yang didasarkan atas saling percaya (mutual trust) melalui kesamaan perspektif mengenai penyingnya keselamatan dan kesehatan kerja melalui keyakinan terhadap kemampuan kerja malalui keyakinan terhadap kemampuan dari tindakan pencegahan, sehingga diharapkan dapat mempengaruhi perilaku individu untuk meminimalisir tindakan tidak aman dan penciptaan kondisi tidak aman.
Hal ini sesuai dengan pernyataan menurut International Labour Organitatizon, pengalaman memperlihatkan budaya keselamatan yang kuatmenguntungkan pekerja, pengusaha, maupun pemerintah. Sedangkan teknik pencegahan selama ini telah terbukti efektif mencegah kecelakaan kerja dan meningkatkan kinerja usaha.
Sebagai pelaksana pekerjaan struktur pada proyek Plaza Oleos Tower 1 seharusnya PT.Pulauintan Bajaperkasa Konstruksi memberikan tenaga yang berkompeten dalam bidang K3 yang didasari dengan Pendidikan formal dan non formal seperti kursus dalam penangan K3 proyek konstruksi yang dilengkapi dengan sertifikat penghargaan untuk tenaga keahlian yang dimiliki untuk Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 46
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
menangani proyek konstruksi, dengan demikian pelaksanaan proyek akan berjalan dengan baik dan petugas K3 yang bersangkutan dapat memberikan pengarahan-pengarah atau penyuluhan kepada para pekerja untuk tercapainya system yang benar dan memberikan rasa nyaman pada lingkungan pelaksanaan proyek Plaza Oles Tower 1. Dengan dilaksanakannya kegiatan proyek tidak hanya semata-mata petugas K3 saja yang mempunyai peranan prnting untuk menjalankan tugasnya, akan tetapi dukungan dari Pimpinan proyek, Pelaksana dari masing-masing bagian dan para pekerja sendiri perlu mengaplikasikan apaapa yang sudah diberikan oleh petugas K3 untuk dilaksanakan pada pelaksanaan proyek. Karena dari hasil pengamatan secara langsung di lingkungan proyek pimpinan proyek beserta staf dari PT. Pulaintan Bajaperkasa Konstruksi yang terlibat dalam pembangunan proyek Plaza Oleos Tower 1 kurang memperhatikan K3 yang mengakibatkan kecelakaan kerja masih sangat besar peluangnya, seharusnya
dengan
kondisi
tersebut
pelaksana
pembangunan
harus
mengantisipasi agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan demi kelancaran dan kenyamanan yang didapat oleh para pekerja. Hal ini dibuktikan oleh data tertulis yang dari masing-masing personil K3 yang kurang menguasai, dengan demikian proyek akan terkendala dengan kegagalan pelaksanaan K3 yang kurang efektif dan tidak sesuai dengan yang diharapkan.
4.10
Penyebab Tidak Sepenuhnya Diterapkan System Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada Proyek Plaza Oleos Tower 1.
Temuan Peneliti menunjukkan bahwa penyebab tidak sepenuhnya diterapkan system Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada Proyek Plaza Oleos Tower 1 yang kurang diperhatikan sehingga para pekerja masih banyak yang kurang memperhatikan Pelaksanaan dan kebijakan tersebut harus disertai dengan dukungan program kegiatan-kegiatan lain seperti kegiatan pemantauan dan evaluasi yang berkesinambungan terhadap kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja. Dengan demikian peningkatan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja dapat terus dilakukan, demi mencegah atau meminimalkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, serta menciptakan tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif. Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 47
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
Pada prinsipnya, semua permasalahan yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah menjadi tanggung jawab setiap orang. Setiap karyawan sudah sepatutnya berpartisipasi dalam setiap kegiatan keselamatan dan kesehatan kerja, paling tidak pada masing-masing lingkungan kerjanya. Hal ini disebabkan karena dalam suatu lingkungan industri, selalu terdapat kegiatan yang melibatkan berbagai peralatan teknik dan sumber daya manusia. Meskipun demikian secara keseluruhan beban tanggung jawab atas berlangsungnya operasional kesehatan dan keselamatan kerja di perusahaan akan berada pada pundak pimpinan perusahaan tersebut.
Berdasarkan hasil pengamatan secara langsung maka dapat disimpulkan bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap peranan manajemen kondisi dan lingkungan kerja, dan kesadaran dan kualitas pekerja terhadap kinerja proyek.
1.
Peranan Manajemen
Dugaan terhadap pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) kurang diperhatikan, dengan pembuktian tidak adanya kejelasan struktur organisasi yang bertanggung jawab dalam menangani K3 dengan baik. Sehingga mengakibatkan praktik kerja yang tidak sesuai dengan standarisasi pelaksanaan K3 yang disyaratkan olah dinas/instansi terkait. Dengan demikian diduga bahwa peranan manajemen, kondisi dan lingkungan kerja, dan kesadaran dan kualitas pekerja yang merupakan factor-faktor pelaksanaan program keselamatan dan kesehatan kerja secara parsial berpengaruh nyata (significant) terhadap kinerja proyek konstruksi.
2.
Kondisi dan Lingkungan Kerja
Kondisi lingkungan yang sangat minim terhadap rambu-rambu Kesehatan dan keselamatan Kerja (K3) yang sangat kurang dilingkungan proyek mengakibatkan kewaspadaan para pekerja dalam menjalankan tugas masing-masing kurang berdasar dimana setip kejadian tidak dilandasi oleh peraturan-peraturan yang berlaku sesuai dengan anjuran-anjuran dari Depnakertrans mengenai jaminan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) diabaikan. Dengan demikian peluang Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 48
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
besar terjadinya kecelakaan masih sangat besar dan sangat membahaykan keselamatan pekerja dari kontraktor terhadap kinerja proyek konstruksi. Dengan demikian dapat dinyatakan diduga bahwa kondisi dan lingkungan kerja yang aman secara persial berpengaruh nyata (significant) terhadap kinerja proyek konstruksi. 3.
Kondisi dan lingkungan kerja
memiliki pengaruh paling dominan terhadap kinerja proyek konstruksi. Kemudian diikuti oleh Peranan manajemen dan terendah kesadaran dan kualitas pekerja. Hal ini ditunjukkan oleh hal-hal yang sudah dibahas pada dugaan tersebut diatas sehingga perlu diadakan evaluasi secara menyeluruh terhadap kinerja system manajemen yang diterapkan pada Proyek Plaza Oleos Tower 1 ini untuk memperkecil terjadinya kecelakaan kerja yang mengakibatkan kerugian dari berbagai pihak yang bersangkutan dalam proyek tersebut.
4.11
Kategori Aplikasi Pelaksanaan yang diterapkan di Proyek PLAZA OLEOS TOWER 1 di Jakarta dengan Standarisasi dari DPU dan Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Kategori Aplikasi pelaksanaan yang diterapkan di Proyek PLAZA OLEOS TOWER 1 di Jakarta dengan Standarisasi dari Departemen Pekerjaan Umum dan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Dalam penelitian ini menggunakan metode blangko kerja untuk mengetahui hasil prosentase dari rata – rata wawasan penerapan K-3. Sebuah hasil penelitian terakhir dari tujuan penelitian ini untuk aplikasi pelaksanaan penerapan K-3 di ProyekPLAZA OLEOS TOWER 1 di Jakarta dengan standarisasi dari Departemen Pekerjaan Umum dan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.Oleh karena itu dengan pengolahan hasil prosentase dapat menyimpulkan bahwa sesuai atau tidak sesuainya penerapan K-3 di proyek ini apakah sudah melaksanakan sistim K-3 dengan standarisasi dari Departemen Pekerjaan Umum dan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.Di dalam blangko kerja ini berisi tentang pelaksanaan penerapan K-3 menurut Departemen Pekerjaan Umum dan DepartemenTenaga Kerja dan Transmigrasi dan penerapan K-3 di Proyek PLAZA Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 49
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
OLEOS TOWER 1 di Jakarta. Adapun rumus yang digunakan untuk mengetahui hasil frekuensi relatif yaitu menggunakan rumus : ∑ ∑
Dari hasil prosentase yang diperoleh maka dapat dikategorikan dalam beberapa kategori menurut Peraturan Perundangan dan Pedoman Teknis Sistim Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja oleh (Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, 1980) :
a. Bendera Emas Dengan pencapaian prosentase 80% s.d 100%. b. Bendera Perak Dengan pencapaian prosentase 60% s.d 79%. c. Tindakan hukum Dengan pencapaian prosentase < 60%.
Kemudian dari hasil perhitungan rumus frekuensi relatif maka dapat disimpulkan berapa nilai prosentase dari rata – rata yang diterapkan di dalam proyek ini. Dalam perhitungannnya maka bisa di lihat dalam tabel sebagai berikut ini :
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 50
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan Tabel 4.5 Kesesuaian Aplikasi Pelaksanaan K-3 Yang Dilaksanakan PT. PULAUINTAN BAJAPERKASA KONSTRUKSI Dengan Standarisasi dari Departemen Pekerjaan Umum dan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
NO.
KODE
STANDART PEKERJAAN
A.
Standarisasi dari Menteri Pekerjaan Umum No.29/PRT/M/2006 tentang Persyaratan Teknis Bangunan Gedung
1.
Pekerjaan Perancah (Modul) Bab IV 4.5.1 point 1d-e-f hal 22-23
2.
a. Papan acuan dipasang dan dibongkar dibawah pengawasan orang yang berpengalaman dan dikerjakan oleh pekerja yang terampil. b. Pemasangan papan acuan berdasarkan gambar rencana yang jelas mengenai jarak balok melintang, balok penumpu dan penyambungnya. c. Balok kayu dan penumpu harus cukup kuat menahan beban dengan memperhitungkan pengaruh cuaca hujan. d. Bahan-bahan untuk acuan harus diperiksa dengan teliti sebelum digunakan. e. Bahan-bahan bangunan tidak boleh diletakkan atau ditumpu pada papan acuan. f. Papan acuan diberi penguat horizontal dan vertikal yang cukup. g. Setiap penumpu tidak boleh mempunyai sambungan lebih dari satu.
REALISASI DI LAPANGAN TIDAK SESUAI SESUAI
KETERANGAN
√
−
Menggunakan scaffolding / gambar1).
√
−
Pemasangan selalu diawasi pengawas (lihat gambar 2).
√
−
(lihat gambar 3).
√
−
√
−
Pemasangan selalu diawasi oleh pengawas (lihat gambar 4). Kurangnya pengarahan untuk penempatan material (lihat gambar 5). (lihat gambar 6).
√
−
(lihat gambar 7).
perancah table form
type (lihat
oleh
Pekerjaan Tanah
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 51
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
Bab IV 4.5.2 hal 23-26
a. Dinding penahan tanah untuk menjaga agar tanah tidak longsor. b. Pagar pengaman untuk menjaga agar pekerja tidak terperosok kedalam lubang galian c. Prasarana tanda peringatan, petunjuk untuk menghindari pekerja memasuki daerah yang berbahaya. d. Penerangan untuk meghindari kecelakaan pada tempat gelap. e. Prasarana perlindungan untuk pekerjaan pergerakan yang digunakan sebagai alat transportasi vertical. f. Stabilitas tanah, akan melemah pada saat kondisi tanah : kering, retak-retak, dan tanah berpasir. g. Pemeriksaan terhadap instalasi yaitu saluran pembuangan, air, listrik diharuskan sebelum pekerjaan dimulai.
√
−
√
−
Dinding penahan tanah soldier pile pile + short crate (lihat gambar 8). (lihat gambar 9).
√
−
(lihat gambar 10).
√
−
(lihat gambar 11).
−
√
Kuramg diperhatikannya keselamatan kerja (lihat gambar 12).
−
√
Kuramg diperhatikannya keselamatan kerja (lihat gambar 13).
√
−
Sudah dilaksanakan, pengaturan belum bagus gambar 14).
h. Menghubungi instansi yang bersangkutan dan mempunyai kontak langsung terhadap petugas yang bertanggung jawab. i. Dilarang menempatkan atau menumpuk barang-barang atau benda berat dan menggerakkan peralatan di dekat sisi galian yang akan membahayakan pekerja.
√
−
−
√
Bahaya kelongsoran bisa terjadi akibat kurang diperhatikannya penempatan peralatan (lihat gambar 16).
√
Sangat membahayakan bagi pekerja
j. Bagi pekerja yang bekerja ditempat
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
−
tetapi (lihat
(lihat gambar 15).
IV - 52
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
ketinggian perlu tempat berpijak yang aman dan melindungi tenaga kerja dibawahnya. k. Harus tersedia jalan masuk yang aman ke lokasi proyek dan rencana transportasi serta tangga naik turun untuk pekerja dan barang harus terpisah. 3.
lain. (lihat gambar 17). − √
(lihat gambar 18).
Pekerjaan Beton Bab IV 4.5.3 hal 27-32
1. Besi beton : a. Dipisah-pisah berdasarkan ukuran diameternya. b. Ditempatkan pada tempat yang tidak berlumpur. c. Bebas dari lalu lintas orang, sehingga tidak terinjak-injak dan tetap bersih dan tidak berkarat. d. Diletakkan sedekat mungkin dengan tempat pemotongan dan pembengkokan. 2. Cetakan harus diperiksa dalam pemasangan dan pembongkaran dibawah pengawasan orang yang berpengalaman dan cakap, serta sedapat mungkin dikerjakan oleh pekerja yang terampil. 3. Gambar dan sketsa harus diberikan kepada pekerja untuk mempermudah pelaksanaan dan keamanannya. 4. Dalam merencanakan, kayu yang dipakai dan sebagai penumpu harus diperhitungkan antara lain beban gerak, pengaruh sudut dan pengaruh hujan.
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
√
−
√
−
√
−
√
−
√
−
−
−
−
−
Lokasi penyimpanan material berada disekitar proyek dan berdekatan dengan lokasi produksi ditempatkan di buket besi (lihat gambar 19).
Dilakukan pengecakan untuk kesempurnaan pekerjaan (lihat gambar 20). Pengecekan setiap langkah-langkah pekerjaan (lihat gambar 21). Tidak ditemukan bukti visual dilapangan. Tidak ditemukan bukti visual dilapangan.
IV - 53
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
5. Papan dan kerangka harus diperiksa sebelum digunakan. 6. Kerangka dan papan harus diberi kaitan untuk mengangkat. 7. Bahan bangunan yang lain yaitu yang agak berat tidak boleh ditimbun atau diletakan pada papan form. 8. Untuk mencegah bahaya roboh perlu digunakan perancah agar dapat memberi dukungan atau mengikat papan form untuk lantai, untuk pengecoran atap. 9. Persiapan pengecoran pekerja harus memenuhi : - Menghindari singgungan langsung dengan semen dan yang diangkut dengan concrete bucket. - Menghindari terhadap melecutnya ujung besi beton yang mencuat sewaktu ditekan atau direnggangkan dan sewaktu diangkat atau diangkut. - Menghindari terhadap getaran sewaktu menjalankan vibrator.
√
−
(lihat gambar 20).
−
−
−
√
Tidak ditemukan dilapangan.
√
−
√
−
bukti
visual
Pemasangan dilakukan dengan panduan dan pengecekan supervisi (lihat gambar 22).
(lihat gambar 23).
(lihat gambar 24).
4. Pekerjaan Finishing dan Pembongkaran Bab IV 4.5.4 hal 32-33
a. Pelaksanaan pekerjaan setiap harinya harus mendapat persetujuan dari Project Manager atau Site Manager (Kepala Pelaksana). Hal ini menyangkut semua pekerjaan baik yang dilaksanakan sendiri maupun yang dikerjakan para sub kontraktor. b. Penggunaan bangunan bantu perlu selalu
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
√
−
√
−
Pemasangan dilakukan dengan panduan dan pengecekan supervisi (lihat gambar 25).
Pemasangan
dilakukan
dengan
IV - 54
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
c.
d.
e.
f.
g.
h.
diawasi secara periodik, hal ini dikarenakan dari pengalaman pekerja selalu menggunakan rambu-rambu atau sejenisnya sebagai bangunan bantu atau steiger untuk bekerja. Pembentukan suatu kelompok-kelompok pekerja yang bertanggung jawab penuh, harus ditetapkan tiap pekerjaan per pelaksana untuk bertanggung jawab, terutama pada pembangunan gedung bertingkat banyak sekali kegiatan pekerja yang bersamaan. Rambu-rambu peringatan selalu dicek setiap saat agar tidak berpindah dari tempatnya, demikian pula net atau jaringjaring harus dipasang pada daerah-daerah yang berbahaya yang menyebabkan bagian lain tertimpa dari atas. Pada pekerjaan pembongkaran harus diyakini bahwa untuk bagian konstruksi tertentu telah aman sesuai teknis demikian pula aliran listrik serta kabelkabelnya. Pembongkaran suatu bangunan harus dipastikan bahwa semua aliran listrik, gas, air benar-benar telah aman. Pembongkaran perlu diperhitungkan gangguan yang timbul seperti debu, bising, dan juga hal-hal yang mungkin terjadi pada bangunan di sebelahnya. Sirkulasi jalan keluar dan pembuangan bongkaran sudah diperhitungkan.
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
panduan dan pengecekan supervisi (lihat gambar 25).
√
−
(lihat gambar 26).
√
−
(lihat gambar 9 dan 10).
−
√
−
√
Harus dilakukan pengecekan bias kondisi sudah berubah, pelaksanaan dilapangan masih belum rapid an teratur (lihat gambar 14). Sda
−
−
Pekerjaan Finishing dilaksanakan.
−
√
Lokasi TPS kurang strategis (lihat gambar 27).
belum
IV - 55
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
B.
Standarisasi dari Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.01 tahun 1980tentang Pedoman Sistim Manajemen K-3 Konstruksi bidang Pekerjaan Umum
1.
Pekerjaan Perancah Bab IV 4.6.1 hal 32-35
a. Perancah yang sesuai dan aman harus disediakan untuk semua pekerjaan yang tidak dapat dilakukan dengan aman oleh seorang yang berdiri di atas konstruksi yang kuat dan permanen, kecuali apabila pekerjaan tersebut dapat dilakukan dengan aman dengan mempergunakan tangga. b. Perancah harus diberi lantai papan yang kuat dan rapat sehingga dapat menahan dan menahan dengan aman tenaga kerja, perlatan dan bahan yang dipergunakan. c. Lantai perancah harus diberi pagar pengaman, apabila tingginya lebih dari 2 meter. d. Jalan - jalan sempit, jalan – jalan dan landasan (runway) harus dari bahan dan konstruksi yang kuat, tidak rusak dan aman untuk tujuan pemakaiannya. e. Perancah tiang kayu yang terdiri dari sejumlah tiang kayu dan bagian atasnya dipasang gelagar sebagai tempat untuk meletakkan papan-papan perancah harus diberi palang pada semua sisinya. f. Untuk perancah tiang kayu harus digunakan kayu lurus yang baik. g. Perancah gantung harus terdiri dari angker pengaman, kabel-kabel baja penggantung yang kuat dan sangakar
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
−
√
Petugas K3 harus memberikan sangsi yang tegas untuk setiap pelanggaran yang dilanggar oleh pekerja seperti memanjat pembesian yang seharusnya disediakan sendiri untuk jalan bagi pekerja (lihat gambar 23).
√
−
(lihat gambar 23).
−
√
√
−
Kurangnya kesadaran bahaya bagi pekerja dan lemahnya peraturan K3 (lihat gambar 28). Area loading / unloading dengan perkerasan beton (lihat gambar 26).
√
−
−
−
−
−
Penggunaa perancah kayu diminimalisir dengan menggunakan besi hollow, untuk keamanan dan segi ekonomis. Tidak ditemukan bukti visual dilapangan. Tidak ditemukan bukti visual dilapangan.
IV - 56
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
h. i.
j.
k.
l.
m.
n.
gantung dengan lantai papan yang dilengkapi pagar pengaman. Keamanan perancah gantung harus diuji tiap hari sebelum digunakan. Perancah gantung yang digerakkan dengan mesin harus menggunakan kabel baja. Perancah tupang sudut (outrigger cantilever) atau perancah tupang siku (jib scaffold), hanya boleh digunakan oleh tukang kayu, tukang cat, tukang listrik, dan tukang-tukang lainnya yang sejenis, dan dilarang menggunakan panggung perancah tersebut untuk keperluan menempatkan sejumlah bahan-bahan. Tangga yang digunakan sebagai kaki perancah harus dengan konstruksi yang kuat dan dengan letak yang sempurna. Perancah tangga hanya boleh digunakan untuk pekerjaan ringan. Dilarang menggunakan perancah jenis dongkrak tangga (ledder jack) untuk pekerjaan pada permukaan yang tinggi. Perancah kuda-kuda hanya boleh digunakan sewaktu bekerja pada permukaan rendah dan jangka waktu pendek. Perancah siku dengan penunjang (bracket scaffold) harus dijangkarkan ke dalam dinding dan diperhitungkan untuk dapat menahan muatan maksimum pada sisi luar dari lantai peralatan.
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
−
−
−
−
√
−
√
−
(lihat gambar 18).
−
−
Tidak ditemukan bukti visual dilapangan.
−
−
Tidak ditemukan bukti visual dilapangan.
√
−
(lihat gambar 18).
Tidak ditemukan bukti visual dilapangan. Tidak ditemukan bukti visual dilapangan. (lihat gambar 23).
IV - 57
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
o. Perancah persegi (square scaffold) harus dibuat secara teliti untuk menjamin kestabilan perancah tersebut. p. Perancah tupang jendela hanya boleh digunakan untuk pekerjaan-pekerjaan ringan dengan jangka waktu pendek dan hanya untuk melalui jendela terbuka dimana perancah jenis tersebut ditempatkan. q. Tindakan pencegahan harus dilakukan agar dapat dihindarkan pembebanan lebih terhadap lantai perancah yang digunakan untuk truck membuang sampah. r. Perancah pada pipa logam harus terdiri dari kaki, gelagar palang dan pipa penghubung dengan ikatan yang kuat, dan pemasangan pipa-pipa tersebut harus kuat dan dilindungi terhadap karat dan cacat-cacat lainnya. s. Perancah beroda yang dapat dipindahpindahkan (mobile scaffold) harus dibuat sedemikian rupa sehingga perancah tidak memutar waktu dipakai. t. Perancah kursi gantung dan alat-alat sejenisnya hanya digunakan sebagai perancah dalam hal pengecualian yaitu apabila pekerjaan tidak dapat dilakukan secara aman dengan menggunakan alatalat lainnya. u. Truck dengan perancah bak (serial basket trucks) harus dibuat dan digunakan sedemikian rupa sehingga tetap stabil dalam semua kedudukan dan gerakan.
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
√
−
(lihat gambar 18).
−
−
Tidak ditemukan bukti visual dilapangan.
√
−
√
−
Lokasi tempat sampah berada di belakang lokasi safety morning (lihat gambar 26 dan 27). (lihat gambar 28).
√
−
(lihat gambar 23).
−
−
Tidak ditemukan bukti visual dilapangan.
−
−
Tidak ditemukan bukti visual dilapangan.
IV - 58
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
2.
Pekerjaan Tanah Bab IV 4.6.2 hal 36
3.
a. Setiap pekerjaan, harus dilakukan sedemikian rupa sehingga terjamin tidak adanya bahaya terhadap setiap orang yang disebabkan oleh kejatuhan tanah, batu atau bahan–bahan lainnya yang terdapat di pinggir atau dipekerjaan galian. b. Pinggir-pinggir dan dinding-dinding pekerjaan galian harus diberi pengaman penunjang yang kuat untuk menjamin keselamatan orang yang bekerja di dalam lubang atau parit. c. Pada konstruksi bangunan di bawah tanah harus disediakan sarana penanggulangan bahaya kebakaran.
√
− Setiap lokasi-lokasi yang rawan dengan bahaya harus disediakan rambu-rambu (lihat gambar 10).
√
−
√
−
d. Tenaga kerja dilarang masuk ke tempat dimana kadar debunya melebihi ketentuan nilai ambang batas yang berlaku, kecuali apabila mereka memakai respirator.
−
−
a. Usaha pencegahan yang praktis harus dilakukan untuk menghindarkan terjadinya kecelakaan tenaga kerja selama melakukan pekerjaan persiapan dan pembangunan konstruksi beton. b. Kejatuhan benda-benda dan bahan-bahan
−
−
Setiap lokasi-lokasi yang rawan dengan bahaya harus disediakan rambu-rambu (lihat gambar 10).
Alat-alat yang diperlukan untuk penanggulangan bencana harus disiapkan dengan baik (lihat gambar 30). Tidak ditemukan bukti visual dilapangan.
Pekerjaan Beton Bab IV 4.6.3 hal 37
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Tidak ditemukan bukti visual dilapangan.
IV - 59
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
c.
d.
e.
f.
g.
h.
4.
yang diangkut dengan ember adukan beton (concrete buckets). Sewaktu beton dipompa atau dicor pipapipa termasuk penghubung atau sambungan dan penguat harus kuat. Sewaktu pembekuan adukan (setting concrete) harus terhindar dari goncangan dan bahan kimia yang dapat mengurangi kekuatan. Sewaktu lempengan (panel) atau lembaran beton (slab) dipasang ke dalam dudukannya harus digerakan dengan hatihati. Setiap ujung-ujung mencuat yang membahayakan harus dilengkungkan atau dilindungi. Menara atau tiang yang dipergunakan untuk mengangkat adukan beton (concrete bucket towers) harus dibangun dan diperkuat sedemikian rupa sehingga terjamin kestabilannya. Beton harus dikerjakan dengan hati-hati untuk menjamin agar pemetian beton atau bekisting dan penguatnya dapat memikul atau menahan seluruh beban sampai beton menjadi beku.
−
−
Tidak ditemukan bukti visual dilapangan.
−
−
Tidak ditemukan bukti visual dilapangan.
−
−
−
−
−
−
Tidak ditemukan bukti visual dilapangan.
√
−
(lihat gambar 22).
√
−
(lihat gambar 31).
√
−
√
−
Setiap keluar masuk barang harus melalui pengawasan (lihat gambar 32). (lihat gambar 15).
Tidak ditemukan bukti visual dilapangan. Tidak ditemukan bukti visual dilapangan.
Pekerjaan Finishing dan Pembongkaran Bab IV 4.6.4 hal 38
a. Rencana pekerjaan pengangkutan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum pekerjaan pembongkaran dimulai. b. Semua instalasi, listrik, gas, air, dan uap harus dimatikan, kecuali apabila
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 60
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
diperlukan sepanjang tidak membahayakan. Semua bagian-bagian kaca, bagianbagian yang lepas, bagian-bagian yang men-cuat harus disingkirkan sebelum pekerjaan pembongkaran dimulai. Pekerjaan pembongkaran harus dilakukan tingkat demi tingkat dimulai dari atap dan seterusnya ke bawah. Tindakan-tindakan pencegahan harus dilakukan untuk menghindarkan bahaya rubuhnya bangunan. Alat mekanik untuk pembongkaran harus direncanakan, dibuat dan digunakan sedemikian rupa sehingga terjamin keselamatan operatornya. Sewaktu alat mekanik untuk pembongkaran digunakan, terlebih dahulu harus ditetapkan daerah berbahaya dimana tenaga kerja dilarang berada. Dalam hal tenaga kerja atau orang lain mungkin tertimpa bahaya yang disebabkan oleh kejatuhan bahan atau benda dari tempat kerja yang lebih tinggi, harus dilengkapi dengan penadah yang kuat atau daerah berbahaya tersebut harus dipagar. Dinding-dinding tidak boleh dirubuhkan kecuali lantai dapat menahan tekanan yang diakibatkan oleh runtuhnya dinding tersebut. Apabila tenaga kerja sedang
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
−
√
− √
−
−
−
−
Tidak ditemukan bukti visual dilapangan.
−
(lihat gambar 35).
−
Tidak ditemukan bukti visual dilapangan.
−
√
√
Selalu dilakukan pengecekan sebelum dan memulai pekerjaan (ihat gambar 33). Perencanaan lokasi pembongkaran bekisting kurang diperhatikan (lihat gambar 34).
Perencanaan lokasi pembongkaran bekisting kurang diperhatikan (lihat gambar 34).
− Tidak ditemukan dilapangan. −
bukti
visual
(lihat gambar 33).
IV - 61
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
membongkar lantai harus tersedia papan yang kuat yang ditumpu tersendiri bebas dari lantai yang sedang dibongkar. k. Tenaga kerja dilarang melakukan pekerjaan di daerah bawah lantai yang sedang dibongkar dan daerah tersebut harus dipagar. l. Konstruksi baja harus dibongkar bagian demi bagian sedemikian rupa sehingga terjamin kestabilan konstruksi tersebut agar tidak membahayakan sewaktu dilepas. m. Tindakan pencegahan harus dilakukan untuk menjamin agar tenaga kerja dan orang - orang lain tidak kejatuhan bahan - bahan atau benda - benda dari atas sewaktu cerobong - cerobong yang tinggi dirubuhkan. 5.
√
√
−
(lihat gambar 35).
−
(lihat gambar 35).
−
(lihat gambar 35).
−
√
(lihat gambar 36).
−
√
(lihat gambar 36).
−
√
Langkah pekerjaan sangat berbahaya dan seharusnya pekerjaan tidak boleh dilanjutkan (lihat gambar 36).
√
√
Pekerjaan Mesin - Mesin Bab IV 4.6.5 hal 39
a. Mesin – mesin yang digunakan harus dipasang dan dilengkapi alat – alat pengaman untuk menjamin keselamatan kerja. b. Mesin harus dihentikan untuk pemeriksaan dan perbaikan pada tenggang waktu yang sesuai dengan petunjuk pabriknya. c. Tindakan pencegahan harus dilakukan untuk menghindarkan terjadinya kecelakaan karena mesin bergerak secara tiba-tiba. d. Operator mesin harus terlatih untuk
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 62
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
pekerjaannya dan harus mengetahui peraturan keselamatan kerja untuk mesin tersebut. C. 1.
√
√
−
(lihat gambar 36).
Program Pelaksanaan K3 Proyek PT. PULAUINTAN BAJAPERKASA KONSTRUKSI (2013) Pekerjaan Perancah a. Gunakan papan/kayu yang kuat sebagai landasan scaffolding, pasang adjustable jack base serta pakukan atau ikatkan Jack Base pada landasan scaffolding. b. Gunakan joint pin yang masih standard an pastikan joint pin sudah terpasang dengan benar. c. Gunakan joint pin yang masih standard an pastikan joint pin sudah terpasang dengan benar. d. Bracking harus terpasang dan terkunci dengan baik, dan pada pemasangan scaffolding yang tinggi harus dibantu dengan menggunakan pipa besi.
2.
−
(lihat gambar 37).
√
√
−
−
(lihat gambar 38).
(lihat gambar 38).
√
−
(lihat gambar 38).
−
√
Kuramg diperhatikannya keselamatan kerja (lihat gambar 12).
−
√
√
−
Pekerjaan Tanah a. Prasarana perlindungan untuk pekerjaan pergerakan yang digunakan sebagai alat transportasi vertical. b. Stabilitas tanah, akan melemah pada saat kondisi tanah : kering, retak-retak, dan tanah berpasir. c. Sebelum Pekerjaan galian dilaksanakan,
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Kuramg diperhatikannya keselamatan kerja (lihat gambar 13).
IV - 63
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
harus diperiksa terlebih dahulu apakah ada jaringan listrik, gas, dll. d. Untuk jalan naik dan turun pekerja ke tempat kerjanya harus dibuatkan tangga yang memadai dan aman bagi pekerja. e. Dilarang menempatkan atau menumpuk barang-barang atau benda berat dan menggerakkan peralatan di dekat sisi galian yang akan membahayakan pekerja. 3.
− (lihat gambar 18).
−
√ Bahaya kelongsoran bisa terjadi akibat kurang diperhatikannya penempatan peralatan (lihat gambar 16).
− − √
√ √ −
(lihat gambar17). (lihat gambar17). (lihat gambar10).
√ − −
− √ √
(lihat gambar 7). (lihat gambar 7). (lihat gambar 7).
√
−
−
√
57
24
Pekerjaan Finishing dan Pembongkaran a. Cek steger sebelum digunakan. b. Gunakan APD, masker, dll. c. Gunakan pijakan dengan benar.
5.
√
Pekerjaan Beton a. Gunakan safety belt. b. Gunakan sepatu dan helm. c. Prasarana tanda peringatan, petunjuk untuk menghindari pekerja terhindar dari bahaya.
4.
(lihat gambar 15).
Pekerjaan Listrik a. Setiap sambungan kabel harus disiolasi/diberi conector. b. Kabel tidak diperbolehkan lewat genangan air harus dilewatkan atas. ∑Nilai yang didapat
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 64
Bab IV Studi Kasus dan Pembahasan
Dari hasil jumlah nilai kesesuaian maka prosentase kesesuaian penerapan K-3 pada pekerjaan struktur di proyek Plaza Oleos Tower 1 dengan standarisasi dari Departemen Pekerjaan Umum dan DepartemenTenaga Kerja dan Transmigrasi dapat disimpulkan sebagai berikut ini : ∑ ∑
Dari nilai perhitungan di atas maka dapat diketahui bahwa nilai prosentase yang didapatkan adalah 50% maka penerapan K-3 pada pekerjaan struktur di Proyek PLAZA OLEOS TOWER 1 di Jakartabelum diterapkan dan belum dilaksanakan dengan tidak layak dan tidak sesuai dengan standarisasi dari Departemen Pekerjaan Umum dan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, maka dalam Proyek PLAZA OLEOS TOWER 1 di Jakarta termasuk dalam kategori “Tindakan Hukum” karena aplikasi pelaksanaan K-3 di lapangan hanya mencapai 50%.
Sedangkan dari hasil jumlah nilai kesesuaian maka prosentase kesesuaian penerapan K-3 di proyek Plaza Oleos Tower 1 standarisasi dari OHSAS 18001:1999 dan PT. Pulauintan pada pelaksanaan proyek Plaza Oleos Tower 1 perlu diadakan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui seberapa banyak peraturan-peraturan yang di jalankan sesuai dengan standarisasi yang di tentukan, karena nilai yang dicapai sesuai dengan peraturan sesuai dengan standarisasi dari Departemen Pekerjaan Umum dan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi masih jauh dibawah untuk mencapai kategori “Bendera Emas”.
Skripsi : Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
IV - 65