BAB IV PEMBAHAS AN
IV.1. Analisis Kebijakan Kredit PT Tirta Varia Intipratama IV.1.1. Analisis Kebijakan Penjualan Kredit Penjualan merupakan kegiatan operasional perusahaan di mana dengan ini perusahaan memperoleh pendapatannya. Dengan pendapatan yang diperoleh perusahaan dapat memenuhi sumber dana bagi kegiatan operasional perusahaan sehari-hari. Oleh karena itu perusahaan harus berusaha untuk meningkatkan volume penjualan dan meningkatkan pendapatan. Kegiatan penjualan sendiri dapat dibagi menjadi dua macam yaitu, penjualan secara tunai atau secara kredit. Pada umumnya perusahaan lebih menyukai penjualan secara tunai karena dengan penjualan secara tunai perusahaan dapat langsung menerima kas yang ada untuk digunakan dalam kegiatan operasional perusahaan. Berbeda dengan perusahaaan, pelanggan lebih menyukai penjualan secara kredit karena dengan pembelian secara kredit pelanggan dapat menunda pembayaran terhadap barang yang telah dibeli dan dananya pun dapat digunakan untuk keperluan yang lebih penting. Salah satu kebijakan kredit yang dilakukan perusahaan adalah bila mana pelanggan terlambat melakukan pembayaran lebih dari 1 (satu) bulan setelah tanggal jatuh tempo atas invoice yang telah diserahkan dari perusahaan, maka perusahaan akan menghentikan pengiriman air minum kepada pelanggan sampai pelanggan bersedia untuk menyelesaikan pembayaran. Hal ini akan menjadi permasalahan bagi perusahaan karena pelanggan akan pelanggan dapat beralih kepada perusahaan atau distributor lain dalam hal pembelian barang. 48
Dalam penjualan secara tunai maka bagian finance mencatat dibuku penerimaan kas dan membuat bukti penerimaan kas dengan melampirkan bukti pendukung seperti foto copy faktur penjualan. Sedangkan dalam penjualan secara kredit, perusahaan memberikan jangka waktu pelunasan atas pembelian barang yang dilakukan oleh pelanggan. Dalam hal ini, perusahaan akan menerima pembayaran saat jatuh tempo waktu yang ditentukan sebelumnya. PT Tirta Varia Intipratama melakukan penjualan baik secara tunai maupun kredit. Dalam melakukan penjualan secara kredit, perusahaan sebagai penjual memberikan jangka waktu tertentu dalam melunasi pembayarannya. Jangka waktu tertentu merupakan syarat kredit (credit term) atau syarat pembayaran yang ditetapkan oleh perusahaan dalam rangka penjualan secara kredit kepada pelanggannya. Jangka waktu pembayaran yang ditentukan oleh PT Tirta Varia Intipratama adalah selama 30 (tiga puluh) hari setelah kwitansi tagihan / Invoice diterima oleh pihak pembeli. Saat ini perusahaan sedang mempertimbangkan perubahan jangka waktu pembayaran menjadi 60 hari setelah kwitansi tagihan / Invoice diterima oleh pihak pembeli.. Kebijakan perusahan dengan memberikan tenggang waktu pembayaran atau kredit kepada pelanggan dalam hal pembayaran dimana hal tersebut dilakukan supaya pelanggan lebih terikat atau tidak beralih kepada perusahaan atau distributor lain dalam hal pembelian barang. 1. Surat Pesanan Pembelian (Purchase Order) Penerimaan pesanan pembelian dari pelanggan kepada bagian penjualan sebagai awal dari proses penjualan. Dimana dalam pesanan pembelian memuat tentang data pelanggan, uraian barang, jumlah barang. Oleh karena harga barang sudah ditentukan
49
diawal berlangganan maka untuk harga hanya untuk memastikan saja sewaktu-waktu ada perubahan karena adanya promosi atau diskon. 2. M emo Persetujuan Kredit. Bagian kredit membuat memo persetujuan kredit dengan pengecekan atau penelitian terhadap status piutang pelanggan. Dengan pertimbangan-pertimbangan atau asumsi lain sehingga bagian kredit dapat mengambil keputusan dan tidak salah dalam memberikan kredit kepada pelanggan yang tidak mampu atau tidak layak dalam melakukan
pembayaran.
Hal
ini
dilakukan
untuk
mengurangi
terjadinya
keterlambatan pembayaran piutang yang cukup lama. 3. Pemrosesan DO (Delivery Order) bagian pemrosesan DO (Delivery Order) akan menandatangani surat pesanan pembelian setelah mendapat persetujuan dari bagian kredit. Hal ini merupakan persetujuan atau kesepakatan transaksi pembelian. Atas dasar surat pesanan pembelian dan memo persetujuan kredit kemudian membuat surat DO (Delivery Order) atau memo permintaan barang kepada bagian gudang yang memuat tanggal, uraian barang, dan jumlah barang. Dengan adanya DO tersebut kemudian bagian gudang membuat surat jalan dan menyiapkan barang yang telah diorder sesuai dengan DO dan surat jalan untuk proses pengiriman barang. Dengan diterimanya berkas pengiriman barang maka akan dibuat faktur penjualan. Ketatnya kebijakan kredit perusahaan dan jangka waktu pembayaran yang ditentukan perusahaan akan mengakibatkan pelanggan beralih ke distributor lain. M aka sebaiknya perusahaan mengubah kebijakan kredit nya dengan memperpanjang jangka waktu pembayaran dari 30 hari menjadi 60 hari setelah kwitansi tagihan / Invoice diterima oleh pihak pembeli. Perusahaan harus lebih selektif dalam penilaian calon 50
pelanggan untuk pemberian kredit agar peluang tidak tertagihnya piutang dapat diminimalisir. IV.1.2. Pengakuan dan Pelaporan Piutang PT Tirta Varia Intipratama 1. Pengakuan Piutang Pengakuan piutang usaha berkaitan dengan pengakuan pendapatan. Oleh karena pendapatan pada umumnya dicatat ketika kas terealisasikan, maka piutang yang berasal dari penjualan barang kepada pelanggan umumnya diakui disaat penjualan tersebut telah selesai dilaksanakan. Pengakuan piutang untuk pelanggan yang belum teregistrasi, setelah pelanggan melakukan pememesanan barang dan mengajukan pinjaman maka bagian penjualan akan mengirim data pelanggan ke supervisor cabang untuk diberikan pinjaman. Kemudian supervisor cabang akan melakukan peninjauan kondisi dan kegiatan usaha pelanggan. Jika sesuai dengan kriteria perusahan maka supervisor akan membuat M OU. Piutang dagang diakui setelah M OU dibuat oleh perusahaan dan disetujui oleh pelanggan. Untuk pelanggan yang telah teregistrasi pengakuan piutang yang berkaitan dengan pengakuan pendapatan pada PT Tirta Varia Intipratama dimulai pada saat pelanggan memesan barang dagangan ke bagian penjualan dan telah ditanda tangani oleh supervisor penjualan dan atas dasar memo persetujuan tersebut dari bagian kredit, dan dikeluarkan DO (Delivery order) oleh bagian pemrosesan DO dan surat jalan oleh bagian gudang kepada bagian pengiriman untuk proses pengiriman barang. Setelah selesai melakukan pengiriman barang berkas pengiriman barang diserahkan ke bagian gudang yang kemudian diserahkan ke bagian administrasi untuk dilakukan pembuatan faktur penjualan atau invoice. Adapun faktur penjualan tersebut sebagai bukti memulai proses penjualan secara kredit yang menimbulkan piutang bagi perusahaan.
51
2. Pelaporan Piutang Piutang yang dilaporkan pada neraca menurut PT Tirta Varia Intipratama sebagai berikut : PT TIRTA VARIA INTIPRATAMA NERACA PER 31 JULI 2007 K E W A J I B A N DAN E KU ITA S
A KTIV A AKTIVA LANCAR
Rp
KEWAJIBAN LANCAR
Kas
93.745.591
Hutang Usaha
815.487.087
Bank
293.068.682
Hutang Bank
391.666.667
Piutang Usaha
191.390.843
Hutang Leasing
337.392.601
Piutang Lain-lain Persediaan
16.798.500 196.549.182
Biay a Dibay ar Dimuka
51.786.611
Uang Muka Pembelian
4.166.667
Jumlah Aktiva Lancar
847.506.076
AKTIVA TIDAK LANCAR Aktiva Tetap Bersih
Biay a YMH Dibayar
22.282.150
Hutang Pajak
41.129.338
Jumlah Kewajiban Lancar
JUMLAH AKTIVA Sumber : Departemen Accounting PT TVIP
1.607.957.843
EKUITAS 1.071.480.294
Modal Saham Laba/Rugi Tahun-tahun Lalu
Jumlah Aktiva Tidak Lancar
Rp
1.071.480.294 1.918.986.370
41.666.667 189.954.694
Laba/Rugi Tahun Berjalan
79.407.166
Jumlah Ekuitas JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS
311.028.527 1.918.986.370
Dengan mengacu kepada laporan neraca di atas, bahwa total piutang yang dilaporkan sebesar Rp 191.390.843 ,- menurut PT Tirta Varia Intipratama adalah total piutang bruto dengan tidak adanya cadangan piutang tak tertagih. Jika kemungkinan suatu saat terjadi piutang tak tertagih, misalnya salah satu pelanggan dinyatakan pailit atau tidak dapat memenuhi kewajibannya dalam melunasi hutang-hutangnya kepada PT. Tirta Varia Intipratama maka perusahaan akan melaporkan piutang dengan metode penghapusan langsung. Perusahaan mendebet rekening beban piutang tak tertagih dan mengkredit 52
rekening piutang sebesar jumlah piutang yang tidak tertagih. Dengan demikian saldo piutang tak tertagih tersebut telah dihapus dari catatan perusahaan. IV.1.3. Standar Kredit Dalam memberikan kredit, perusahaan harus melakukan penilaian terlebih dahulu kepada konsumennya. Penilaian tersebut dimaksudkan untuk menentukan layak tidaknya konsumen untuk diberi fasilitas kredit dari perusahaan. Penilaian ini hanya dilakukan kepada pelanggan yang dikategorikan star outlet yaitu pelanggan yang memesan barang lebih dari 200 gallon setiap harinya.
Penilaian pemberian kredit
kepada pelanggan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan antara lain: (a) character. Dalam hal ini perusahaan menilai bagaimana karakter, kesadaran moril, maupun kemauan seorang pelanggan dalam memenuhi kewajibannya dalam melunasi hutangnya yang telah jatuh tempo. Informasi seperti ini dapat didapat melalui pihak ketiga yang pernah bekerja sama dengan pelanggan sebelumnya, keterangan yang didapat ini tentu akan lebih baik daripada bertanya langsung kepada pelanggan. Disamping itu nama baik dan reputasi pelanggan juga dapat dilihat. Penilaian selanjutnya yang dilakukan adalah (b) capacity. Perusahaan menilai hal ini dengan melihat sejarah pembayaran yang pernah dilakukan oleh pelanggan. Hal ini dapat dilakukan pada pelanggan yang telah lama menjalin hubungan dengan perusahaan. Sedangkan untuk pelanggan baru perusahaan dapat melakukan pengamatan atau observasi terhadap kemampuan konsumen untuk membayar, seperti melihat jumlah penghasilan yang mampu diperoleh pelanggan apakah cukup memadai dalam memenuhi kewajibannya kepada perusahaan. Selanjutnya pertimbangan yang dilihat dari pelanggan dalam menjalin hubungan dalam penjualan kredit, yaitu (c) capital. Perusahaan harus melakukan survey terlebih 53
dahulu mengenai kondisi perusahaan dan kegiatan usaha pelanggan. (d) collateral. Perusahaan menilai apakah aset yang dimiliki oleh pelanggan sebanding dengan kredit yang diberikan oleh perusahaan. Penilaian terakhir yang dipertimbangkan adalah (e) condition of economy, merupakan pertimbangan yang dilakukan oleh perusahaan dengan melihat kondisi perekonomian secara umum. Kondisi perekonomian ini dilihat dari segi yang dapat mempengaruhi kemampuan pelanggan dalam melunasi hutangnya, misalnya tingkat inflasi, tingkat suku bunga, perubahan kebijakan pemerintah, dan lain-lain. Usaha-usaha yang dilakukan di atas merupakan usaha perusahaan dengan maksud meminimalkan seminimal mungkin resiko akan tidak tertagihnya piutang. Dengan penilaian di atas perusahaan sudah cukup untuk menentukan layak tidaknya seorang pelanggan diberikan fasilitas kredit. IV.1.4. Syarat Kredit Syarat penjualan atau syarat kredit menjelaskan kewajiban pembayaran pembeli. Adapun syarat kredit yang ditetapkan oleh perusahaan adalah 30 hari. Dalam menetapkan syarat kredit perusahaan harus mempertimbangkan 5 (lima) faktor pokok yang mempengaruhi penentuan syarat kredit, yaitu : a. Sifat Ekonomi Produk PT Tirta Varia Intipratama dalam hal ini memperdagangkan produk minuman. Dan berdasarkan sifat produk yang tahan lama (yang umumnya lebih dari satu tahun) maka perusahaan menentapkan persyaratan kredit 30 hari. b. Kendala Penjual Perusahaan saat ini sedang berusaha untuk merebut peluang pasar yang ada dalam menghadapi persaingan dengan industri minuman lain, sehingga perusahaan memutuskan untuk memberi jangka waktu kredit kepada pelanggannya selama 30 hari. 54
c. Kondisi Pembeli Kebanyakan pelanggan atau pembeli menginginkan pembelian secara kredit dan dengan persyaratan kredit yang cukup lama. d. Periode Kredit M emperpanjang jangka waklu kredit dapat meningkatkan penjualan, tetapi menimbulkan biaya-biaya tertentu karena dana yang tertanam dalam piutang. Oleh karena itu perusahaan menetapkan jangka waktu kredit 30 hari. Didalam melakukan aktivitas penjualan kreditnya, PT Tirta Varia Intipratama menetapkan persyaratan kredit dengan batas waktu pembayaran 30 hari. Dalam persyaratan kredit perusahaan tidak menetapkan potongan tunai untuk merangsang pelanggan dalam melakukan pembelian secara kredit dalam jumlah besar. Jangka waktu kredit yang diberikan oleh perusahaan yaitu 30 hari ternyata tidak cukup, pelanggan masih saja melampaui batas waktu yang telah ditentukan. Untuk itu perusahaan akan menerapkan usulan kebijakan kredit baru yaitu memperpanjang jangka waktu kredit menjadi 60 hari dengan potongan tunai sebesar 2% dan periode diskon 20 hari. Jika perusahaan menaikkan potongan tunainya menjadi 2% dengan jangka waktu kredit 60 hari dan periode diskonto 20 hari maka suku bunga efektifnya bisa mencapai 19% dan pelanggan akan memanfaatkan potongan tunai yang ditawarkan perusahaan. Berikut pcrhitungannya : 2%
360
-------- x ---------- = 18% 100 %
60 - 20
maka suku bunga efektifnya = (1 +0,18/9)9 – 1 = 19% 55
Beban biaya bunga ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata suku bunga bank komersil tahun 2009 yang berkisar 15%. Sehingga pelanggan akan tertarik untuk mengambil potongan tunai ini karena menguntungkan bagi pelanggan dan juga mendorong pelanggan untuk melakukan pcmbayaran hutangnya lebih cepat kepada perusahaan sehingga menguntungkan bagi perusahaan. e. Potongan Tunai PT Tirta Varia Intipratama tidak memberikan potongan tunai bagi pelanggan yang membayar tunai atau pelanggan potensial. PT Tirta Varia Intipratama akan membuat kebijakan baru dengan memberikan potongan tunai sebanyak 2% bagi pelanggan yang membayar tunai. Kebijakan ini dilakukan untuk mendorong pelanggan agar membeli secara tunai atau membayar lebih cepat. Berdasarkan hasil yang telah ditentukan, dapat dikatakan bahwa penentuan syarat kredit PT Tirta Varia Intipratama cukup baik karena telah mempertimbangkan 5 (lima) faktor pokok yang mempengaruhi penentuan syarat kredit. Credit term yang akan ditetapkan perusahaan dalam melakukan penjualan kredit adalah 60 hari dan potongan tunai sebesar 2% akan diberikan kepada pelanggan yang membayar tunai dengan periode diskonto 20 hari. Jika pelanggan tidak mengambil potongan tunai tersebut, maka pelanggan secara tidak langsung akan dikenakan bunga sebesar : 2%
360
------- x -------- = 18% 100%
60-20
Dengan syarat 2%, net 60 hari, maka diskon bisa dianggap bunga yang harus dibayar atas dana yang digunakan selama 40 hari (60 - 20). Dengan demikian setiap 56
tahun terdapat 9 (360/40) periode suku bunga, sehingga apabila dihitung untuk periode 1 tahun akan diperoleh biaya suku bunga efektif atas kredit barang dagangan tersebut adalah sebagai berikut : Suku bunga efektif = (1 +0,18/9)9 – 1 = 19% Jadi besarnya bunga yang dibebankan perusahaan kepada pelanggan yang tidak memanfaatkan potongan tunai adalah sebesar 19%. Oleh karena suku bunga efektif 19% lebih besar daripada suku bunga bank 15,37% maka pelanggan akan lebih memilih untuk mengambil potongan tunai tersebut. Jadi potongan tunai yang diberikan perusahaan akan memberikan keuntungan bagi pelanggan karena perusahaan memiliki suku bunga efektif yang lebih tinggi dari suku bunga di bank maka pelanggan akan memanfaatkan potongan tunai yang ditawarkan oleh perusahaan.
Tahun 2007
Tabel 4.1 : Suku Bunga Pinjaman Bank Tahun 2008 Tahun 2009
14,85 % Sumber : Bank Indonesia
15,53%
Berdasarkan tabel rata-rata suku
Rata - rata
15,73%
bunga
pinjaman bank
15,37%
yaitu
15,37%. Jika
pelanggan yang tidak memanfaatkan potongan tunai yang akan diberikan perusahaan, besar bunga yang dibebankan perusahaan kepada pelanggan adalah 19% lebih besar dari rata-rata suku bunga pinjaman
bank adalah 15,37%, maka pelanggan
akan memilih untuk mengambil potongan tunai. Jadi potongan tunai yang ditawarkan perusahaan akan menguntungkan pelanggan dan juga mendorong pelanggan untuk melakukan
pembayaran
hutangnya lebih
cepat
kepada perusahaan
sehingga
menguntungkan perusahaan
57
IV.1.5. Kebijakan Penagihan Kebijakan Penagihan atas piutang dagang ditetapkan perusahaan agar tidak terjadi masalah seperti kredit macet sebagai akibat tidak tertagihnya piutang dan adanya penunggakan pembayaran piutang selama tiap bulan dari para konsumen. Prosedur dan sistem penagihan terhadap piutang dagang yang ditetapkan oleh perusahaan sebagai berikut: a. Konsumen setuju untuk melakukan pembayaran produk yang sudah diterima, selambat-lambatnya dalam waktu 30 ( tiga puluh ) hari setelah kwitansi tagihan / Invoice dari perusahaan diterima oleh pelanggan. b. Tagihan / Invoice dikirim pada awal bulan untuk penagihan atas pengiriman bulan sebelumnya. c. Bila mana Konsumen terlambat melakukan pembayaran lebih dari 1 (satu) bulan setelah tanggal jatuh tempo atas invoice yang telah diserahkan dari perusahaan, maka perusahaan akan menghentikan
pengiriman air minum AQUA kepada
konsumen sampai konsumen bersedia untuk menyelesaikan pembayaran.
IV.2. Analisis Pengendalian dan Pengawasan Kebijakan Piutang Dagang Pengendalian piutang dagang adalah proses evaluasi atas kebijakan kredit yang telah dijalankan, khususnya pemantauan apabila terjadi perubahan pola pembayaran pada pelanggan. M isalnya, pelanggan yang semula tergolong patuh dalam membayar kini mulai terlambat membayar kewajibannya. Untuk menjaga langkah pembayaran dari para pelanggan, pada umumnya perusahaan harus mengawasi perkiraan-perkiraan yang belum dibayar. Pertama kali, sebuah perusahaan secara normal harus menjaga rata-rata periode penagihan piutang 58
(average collection period). Kemudian perusahaan membuat daftar pengelompokan piutang berdasarkan umur (aging schedule) yang merupakan faktor utama untuk mengawasi piutang. IV.4.1. Perputaran Piutang dan Rata-rata Periode Pengumpulan Piutang (a) Account Receivable Turnover (Perputaran Piutang) Pelunasan piutang usaha dari pelanggan tentu akan menjadi sumber dana yang akan digunakan bagi kegiatan operasional perusahaan. Perusahaan dapat melakukan kontrol atas piutang usaha dengan menghitung account receivable turnover. Kegunaan dari rasio ini adalah untuk menilai seberapa besar jumlah dana atau modal perusahaan yang ditanamkan dalam piutang usaha. Account receivable turnover menunjukkan berapa kali piutang usaha dapat berputar dalam setahun. Perhitungan Account receivable turnover pada PT Tirta Varia Intipratama adalah sebagai berikut. Tabel 4.2 : Account Receivable Turnover tahun 2007-2009 2007
2008
2009
Penjualan
11.313.196.476 11.878.856.300 12.591.587.678
Piutang Usaha
191.390.843
313.494.527
658.170.220
Account Receivable Turnover
59,11
37,89
19,13
Account Receivable Turnover 2007 =
11.313.196.476 191.390.843
= 59,11 Account Receivable Turnover 2008 =
11.313.196.476 191.390.843
59
= 37,89 Account Receivable Turnover 2009 =
11.313.196.476 191.390.843
= 19,13 Dari hasil perhitungan Account Receivable Turnover di atas, dapat dilihat bahwa perputaran piutang pada tahun 2007 sebanyak 59,11 kali, tahun 2008 sebanyak 37,89 kali dan tahun 2009 sebanyak 19,13 kali. Ini berarti pada tahun 2007 dana yang tertanam dalam piutang lebih sedikit jika dibandingkan tahun-tahun sesudahnya (tahun 2008 dan 2009. Sedangkan perputaran piutang yang paling lambat terjadi pada tahun 2009 yaitu sebanyak 19,13 kali, ini berarti terjadi kelebihan investasi. Tahun 2008 perputaran menurun sebanyak 37,89 kali, tahun 2009 menurun sebanyak 19,13 kali. Hasil perhitungan account receivable turnover selama tiga tahun yaitu tahun 2007-2009 dapat dikatakan, kebijakan kredit perusahaan kurang baik. Hal ini disebabkan terjadinya peningkatan dana yang tertanam dalam piutang. (b) Average Collection Period ( Rata-rata Periode Pengumpulan Piutang ) Avarage collection period merupakan ukuran termudah untuk mengamati arus penagihan piutang usaha dari pelanggan. M etode ini digunakan untuk mengetahui periode rata - rata untuk mengumpulkan piutang, semakin singkat periode pengumpulan piutang yang dilakukan oleh perusahaan rnaka akan semakin baik. Tabel 4.3 : Average Collection Period tahun 2007-2009 2007 2008 360 360
2009 360
Account Receivable Turnover
59,11
37,89
19,13
Average Collection Period
6 hari
10 hari
19 hari
60
Average Collection Period 2007 =
360 x 191.390.843 11.313.196.476
= 6 hari Average Collection Period 2008 =
360 x 313.494.527 11.878.856.300
= 10 hari Average Collection Period 2009 =
360 x 658.170.220 12.591.587.678
= 19 hari Dari hasil perhitungan pada tahun 2007 average collection period yaitu 6 hari berarti 24 hari lebih cepat dari batas terakhir yang ditetapkan yaitu 30 hari atau 1 bulan . Pada tahun 2008 average collection period yaitu 10 hari berarti 20 hari lebih cepat dari batas terakhir yang ditetapkan yaitu 30 hari atau 1 bulan. Pada tahun 2009 average collection period yaitu 19 hari berarti 11 hari lebih cepat dari batas terakhir yang ditetapkan 30 hari atau 1 bulan. M eningkatnya Average collection period menunjukkan pelanggan makin lambat membayar kewajibannya yang dapat dijadikan indikator awal kemungkinan timbulnya piutang tidak tertagih atau kredit macet. IV.4.2. Aging Schedule (Skedul Umur Piutang) Skedul umur piutang merupakan suatu laporan yang dikembangkan dari buku besar piutang perusahaan dimana dalam laporan tersebut dapat dilihat lamanya suatu piutang jatuh tempo. Berikut ini akan dibahas skedul umur piutang perusahaan selama 3 (tiga) tahun, yaitu 2007,2008, dan 2009.
61
Tabel 4.4 PT Tirta Varia Intipratama Ringkasan Aging Schedule Tahun 2007 (Dalam Rupiah)
Kelompok Umur
Jumlah Piutang
Belum Jatuh Tempo
Presentase Piutang
88.277.540
46,12 %
1-30 Hari
34.412.180
17,99 %
31-60 Hari
5.795.250
3,03 %
61- 90 Hari
26.770.735
13,99 %
91- 180 Hari
15.609.054
8,15 %
181- 365 Hari
20.526.084
10,72 %
191.390.843
100%
Jatuh Tempo
Jumlah Sumber : Departemen accounting PT TVIP
Pada tahun 2007 jumlah piutang usaha yang belum jatuh tempo sebesar Rp 88.277.540 atau 46,12 %. Sedangkan jumlah piutang usaha yang belum tertagih (menunggak) yaitu sebesar Rp 103.113.303 atau 53,88 % yaitu pada kelompok umur 130 hari sebesar Rp 34.412.180 atau 17,99%. Pada kelompok umur 31 - 60 hari sebesar Rp 5.795.250 atau 3,03 %. Pada kelompok umur 61 – 90 hari sebesar Rp 26.770.735 atau 13,99 % . Pada kelompok umur 91 - 180 hari sebesar Rp 15.609.054 atau 8,15 %. Pada kelompok umur 181-365 hari sebesar Rp 20.526.084 atau 10,72 %.
62
Tabel 4.5 PT Tirta Varia Intipratama Ringkasan Aging Schedule Tahun 2008 (Dalam Rupiah) Kelompok Umur
Jumlah Piutang
Belum Jatuh Tempo
Presentase Piutang
92..845.720
29.62%
1-30 Hari
22.073.257
7.04%
31-60 Hari
20.315.922
4.75%
61- 90 Hari
31.249.855
9.97%
91- 180 Hari
9.040.756
2.88%
143.396.952
45.74%
313.494.527
100.00%
Jatuh Tempo
181- 365 Hari Jumlah Sumber : Departemen accounting PT TVIP
Jumlah piutang usaha yang belum jatuh tempo sebesar Rp 92.845.720 atau 29,62 %. Sedangkan jumlah piutang usaha yang belum tertagih (menunggak) yaitu sebesar Rp 220.648.807 atau 70,38 % yaitu pada kelompok umur 1-30 hari sebesar Rp 22.073.257 atau 7,04%. Pada kelompok umur 31 - 60 hari sebesar Rp 20.315.922 atau 4,75%. Pada kelompok umur 61 – 90 hari sebesar Rp 31.249.855 atau 9,97% . Pada kelompok umur 91 - 180 hari sebesar Rp 9.040.756 atau 2,88%. Pada kelompok umur 181-365 hari sebesar Rp 143.396.952 atau 45,74%.
63
Tabel 4.6 PT Tirta Varia Intipratama Ringkasan Aging Schedule Tahun 2009 (Dalam Rupiah)
Kelompok Umur
Jumlah Piutang
Belum Jatuh Tempo
Presentase Piutang
97.275.234
14,78 %
1-30 Hari
331.772.200
50,40 %
31-60 Hari
20.315.922
3%
61- 90 Hari
3.177.272
0,48 %
57.372
0.0087 %
205.572.200
31,23 %
658.170.200
100 %
Jatuh Tempo
91- 180 Hari 181- 365 Hari Jumlah Sumber : Departemen accounting PT TVIP
Jumlah piutang usaha yang belum jatuh tempo sebesar Rp 97.275.234 atau 14,78%. Sedangkan jumlah piutang usaha yang belum tertagih (menunggak) yaitu sebesar Rp 560.894.966 atau 85,22% yaitu pada kelompok umur 1-30 hari sebesar Rp 331.772.200 atau 50,40%. Pada kelompok umur 31 - 60 hari sebesar Rp 20.315.922 atau 3%. Pada kelompok umur 61 – 90 hari sebesar Rp 57.372 atau 0,0087% . Pada kelompok umur 91 - 180 hari sebesar Rp 205.572.200 atau 31,23%. Pada kelompok umur 181-365 hari sebesar Rp 205.572.200 atau 31,23%.
64
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa total piutang jatuh tempo tahun 2007 mengalami peningkatkan dibandingkan dengan total piutang jatuh tempo tahun 2008 yaitu dari Rp. 103.113.303 menjadi Rp. 220.648.807. Dengan membandingkan piutang jatuh tempo tahun 2007 dan 2008, dapat dilihat persentase umur piutang 1-30 hari mengalami penurunan yaitu 17,99% menjadi 7.04%, persentase umur piutang 3160 hari mengalami kenaikan yaitu dari 3,03% menjadi 4,75%. Sedangkan persentase umur piutang 61-90 hari mengalami penurunan, yaitu dari 13,99% menjadi 9,97%. Persentase umur piutang 91-180 hari mengalami penurunan yaitu dari 8,15% menjadi 2,88% dan persentase unur piutang 181-365 mengalami kenaikan dari 10,72% menjadi 45,74%. Hal ini menunjukkan kemampuan konsumen untuk membayar pada waktunya menjadi kurang baik. Total piutang jatuh tempo tahun 2008 mengalami peningkatkan dibandingkan dengan total piutang jatuh tempo tahun 2009 yaitu dari Rp. 220.648.807 menjadi Rp. 560.894.966. Dengan membandingkan piutang jatuh tempo tahun 2008 dan 2009, dapat dilihat persentase umur piutang 1-30 hari mengalami kenaikan yaitu 7,04% menjadi 50,40%. Persentase umur piutang 31-60 hari mengalami penurunan yaitu dari 4,75% menjadi 3%. Sedangkan persentase umur piutang 61-90 hari mengalami penurunan, yaitu dari 9,97% menjadi 0,48%. Persentase umur piutang 91-180 hari mengalami penurunan yaitu dari 2,88% menjadi 0,0087% dan persentase unur piutang 181-365 mengalami kenaikan dari 45,74% menjadi 31,23%. Semakin kecil persentase piutang
65
IV.3.
Analisis
Hubungan
Rasio
Aktivitas,
Likuiditas,
dan
Profitabilitas
Sehubungan dengan Pengendalian Piutang Pada PT Tirta Varia Intipratama IV.3.1. Analisis Rasio Likuiditas PT Tirta Varia Intipratama Pada umumnya penambahan jumlah piutang dagang pada sisi aktiva akan dianggap sebagai peningkatan harta perusahaan. Hal ini dianggap sebagai suatu indikasi yang baik. Tetapi pada kenyataannya besarnya piutang tidak selalu mengindikasikan hal yang positif karena semakin meningkatnya piutang dagang maka semakin besar dana perusahaan yang tertanam di dalam piutang dagang tersebut. M eskipun jumlah piutang perusahaan kurang dari 10% dari total penjualan, namun perusahaan membutuhkan dana bagi operasionalnya. Peningkatan piutang dagang dapat dikatakan bermanfaat bagi perusahaan dengan catatan piutang dagang tersebut dapat ditagih tepat pada waktunya dan dalam jumlah yang sesuai. Jika di dalam piutang dagang terdapat piutang tidak tertagih maka jumlah piutang dagang tersebut tidak mencerminkan indikasi yang baik karena perusahaan tidak dapat mengkonversi piutang tersebut menjadi kas. PT Tirta Varia Intipratama mempunyai permasalahan dalam pengendalian piutangnya di mana terdapat jumlah piutang dagang yang telah lewat jatuh tempo. Hal ini dapat dilihat dari schedule umur piutang perusahaan. Piutang yang telah jatuh tempo ini berpengaruh pada perusahaan karena piutang dagang merupakan salah satu dari modal kerja perusahaan. Jika perusahaan sulit mengkonversi piutang tersebut menjadi kas, maka akan menyebabkan likuiditas perusahaan terganggu. Untuk mengetahui kondisi likuiditas perusahaan, maka dilakukan analisis mengenai rasio likuiditas. Rasiorasio yang digunakan antara lain:
66
(a) Rasio Lancar (Current Ratio) Rasio lancar menunjukkan sampai sejauh mana tagihan-tagihan jangka pendek (jatuh tempo kurang dari satu tahun) dari para kreditor dapat dipenuhi dengan aktiva yang diharapkan akan dikonversi menjadi uang tunai dalam waktu dekat. Tabel 4.7 : Hasil Perhitungan Current Ratio tahun 2007-2009 2007 2008 2009 Aktiva Lancar 847.506.076 1.292.350.956 1.722.628.428 Kewajiban Lancar 1.607.957.843 2.427.120.021 2.994.339.285 Current Ratio 0,52 0,53 0,58
Tahun 2007, rasio lancar sebesar 0,52 artinya setiap Rp. 1 kewajiban lancar dijamin dengan 0,52 aktiva lancar. Pada tahun 2008 rasio lancar mengalami peningkatan yang artinya setiap Rp. 1 kewajiban lancar dijamin dengan 0,53 aktiva lancar. Pada tahun 2009 rasio lancar mengalami peningkatan yang artinya setiap Rp. 1 kewajiban lancar dijamin dengan 0,58 aktiva lancar. Peningkatan current ratio ini berarti menunjukkan semakin bertambahnya kemampuan perusahaan untuk membayar hutangnya yang berjangka waktu kurang dari satu tahun. Secara umum likuiditas perusahaan masih kurang baik karena mempunyai nilai kurang dari satu. Rasio lancar ini tidak sepenuhnya menjadi gambaran likuiditas perusahaan. Dibutuhkan analisis rasio lain untuk menilai likuiditas perusahaan. (b) Rasio Cepat (Quick Ratio) Rasio cepat merupakan ukuran penting untuk mengetahui kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya tanpa memperhitungkan persediaan. Persediaan tidak dimasukkan karena persediaan merupakan unsur aktiva lancar yang tidak likuid dan seringkali merupakan kerugian jika terjadi likuidasi.
67
Tabel 4.8 : Quick Ratio tahun 2007-2009 Aktiva Lancar - Persediaan Kewajiban Lancar Quick Ratio
Quick ratio 2007 =
2007
2008
2009
650.956.894
3.391.171.322
4.429.823.977
1.607.957.843
2.427.120.021
2.994.339.285
0,40
1,40
1,48
847.506.076 - 196.549.182 1.607.957.843
= Quick ratio 2008 =
= Quick ratio 2009 =
=
0,40 1.292.350.956 – 328.301.664 2.427.120.021
1,40 1.722.628.428 – 287.145.285 2.994.339.285
1,48
Dari hasil perhitungan quick ratio perusahaan pada tahun 2007 adalah 0,40. Pada tahun 2008 adalah 1,40 dan pada tahun 2009 adalah 1,48. Quick ratio perusahaan pada tahun 2007 tergolong rendah karena nilai rasionya kurang dari satu mengindikasikan bahwa kewajiban lancar perusahaan tidak mampu ditutupi. Pada tahun 2008 dan 2009, perusahaan memiliki rasio cepat lebih dari satu yang berarti perusahaan mempunyai cukup aktiva cepat (aktiva lancar-persediaan) untuk menutupi kewajiban lancarnya bila terjadi kondisi yang mengharuskan untuk membayar seluruh kewajiban lancarnya. (c) Cash Ratio Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan sesungguhnya untuk memenuhi hutang-hutangnya tepat pada waktunya. Semakin tinggi cash ratio maka semakin tingi
68
pula kemampuan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan jangka pendeknya dengan kas yang dimiliki. Tabel 4.9 : Cash ratio tahun 2007-2009 Kas Kewajiban Lancar
Cash Ratio 2007 =
2007
2008
2009
93.745.591
221.606.409
332.569.166
1.607.957.843
2.427.120.021
2.994.339.285
__ 93.745.591__ 1.607.957.843
= 0.06 Cash Ratio 2007 =
__ 221.606.409__ 2.427.120.021
= 0.09 Cash Ratio 2007 =
_ 332.569.166__ 2.994.339.285
= 0.11 Dari perhitungan diatas cash ratio perusahaan pada tahun 2007 sebesar 0,06. Artinya setiap Rp 1 kewajiban lancar perusahaan dapat dijamin dengan Rp 0,06 kas. Pada tahun 2008 cash ratio sebesar 0,09. Artinya setiap Rp 1 kewajiban lancar perusahaan dapat dijamin dengan 0,09 kas. Pada tahun 2009 cash ratio sebesar 0,11. Artinya setiap Rp 1 kewajiban lancar perusahaan dapat dijamin dengan 0,11 kas. Cash ratio perusahaan masih rendah karena nilai rasio yang kurang dari 1. Kenaikan rasio ini terjadi karena adanya kenaikan kas pada tahun 2008 dan 2009.
69
IV.3.2. Analisis Rasio Profitabilitas PT Tirta Varia Intipratama Umumnya setiap perusahaan berusaha untuk memperoleh laba yang setinggitingginya Salah satu cara untuk mencapai tujuan tersebut adalah melalui penjualan secara kredit, karena dengan adanya penjualan kredit diharapkan perusahaan dapat menaikkan kuantitas penjualannya, yang merupakan salah satu faktor pemicu naiknya laba perusahaan. Namun tidak semua peningkatan laba disertai peningkatan profitabilitas karena tingkat profitabilitas ini harus dilihat dari dua sisi, yaitu dari segi laba dan dari segi modal yang digunakan untuk menghasilkan laba tersebut. Berikut ini adalah rasio-rasio yang digunakan untuk menggambarkan tingkat profitabilitas perusahaan: 1. Gross Profit Margin Gross profit margin menunjukkan berapa besar keuntungan kotor yang diperoleh dari penjulan produk. Perhitungan Gross profit margin pada PT Tirta Varia Intipratama adalah sebagai berikut. Tabel 4.10 : Gross Profit Margin tahun 2007-2009
Laba Kotor Penjualan Gross Profit Margin
2007
2008
2009
2.262.639.295
2.355.771.260
2.735.125.447
11.313.196.476 20%
11.878.856.300 12.591.587.678 19,83%
21,72%
Tahun 2007, perusahaan mempunyai rasio 20%. Hal ini berarti bahwa dari penjualan sebesar Rp 1 perusahaan memperoleh laba kotor sebesar Rp 0,20. Pada tahun 2008 rasio gross profit margin mengalami penurunan menjadi 19,83% yang artinya dari penjualan sebesar Rp.1, perusahaan memperoleh laba kotor sebesar Rp 0.19. Pada tahun 2009 rasio
70
lancar mengalami peningkatan menjadi 21,72% yang artinya dari penjualan sebesar Rp. 1, perusahaan memperoleh laba kotor sebesar Rp 0.21. 2. Net Profit Margin Net profit margin menunjukkan berapa besar keuntungan bersih yang diperoleh perusahaan. Perhitungan net profit margin pada PT Tirta Varia Intipratama adalah sebagai berikut. Tabel 4.11 : Net Profit Margin tahun 2007-2009
Laba Bersih Penjualan
2007
2008
2009
79.407.166
120.931.384
192.789.599
11.313.196.476 11.878.856.300 12.591.587.678
Net Profit Margin 0.70% 1,01% 1,53% Tahun 2007 perusahaan mempunyai rasio sebesar 0,70%. Hal itu berarti bahwa dari penjualan sebesar Rp 1, perusahaan memperoleh laba bersih sebesar Rp 0,007. Pada tahun 2008 rasio net profit margin mengalami peningkatan menjadi 1,01% yang artinya dari penjualan sebesar Rp 1, perusahaaan memperoleh laba bersih sebesar Rp 0,01. Pada tahun 2009 net profit margin mengalami peningkatan menjadi 1,53% yang artinya dari penjualan sebesar Rp 1, perusahaaan memperoleh laba bersih sebesar Rp 0,0153. 3. Return on Investment Return on investment mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih pada tingkat aset yang tertentu. Perhitungan Return on investment pada PT Tirta Varia Intipratama adalah sebagai berikut.
71
Tabel 4.12 : Return on Investment tahun 2007-2009
Laba Bersih Total Aktiva Return on Investment
2007
2008
2009
79.407.166
120.931.384
192.789.599
1.918.986.370
2.810.257.235
3.497.951.188
4,14%
4,30%
5,51%
Pada tahun 2007 perusahaan mempunyai rasio 4,13%. Hal itu berarti bahwa perusahaan mampu mengelola setiap aset Rp 1 untuk menghasilkan keuntungan sebesar Rp 0,04 atau 4,14%. Pada tahun 2008 return on investment mengalami peningkatan menjadi 4,30% yang berarti perusahaan mampu mengelola setiap aset Rp 1 untuk menghasilkan keuntungan sebesar Rp 0,04 atau 4,30%. Pada tahun 2009 return on investment mengalami peningkatan menjadi 5,51% yang berarti perusahaan mampu mengelola setiap aset Rp 1 untuk menghasilkan keuntungan sebesar Rp 0,055 atau 5,51%. 4. Return on Equity Return on equity mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih berdasarkan modal tertentu. Angka yang tinggi pada rasio ini menunjukkan tingkat profitabilitas yang tinggi. Tabel 4.13 : Return on Equity tahun 2007-2009
Laba Bersih Total Ekuitas Return on Equity
2007
2008
2009
79.407.166
120.931.384
192.789.599
311.028.527
383.137.714
503.611.903
25,53%
31,56%
38,28%
72
Tahun 2007 perusahaan mempunyai rasio 25,53%, hal itu berarti bahwa perusahaan mampu mengelola modal sendiri sebesar Rp 1 untuk menghasilkan keuntungan sebesar Rp 0,26 atau 25,53%. Pada tahun 2008 return on equity perusahaan meningkat menjadi 31,56% yang artinya perusahaan mampu mengelola modal sendiri sebesar Rp 1 untuk menghasilkan keuntungan sebesar Rp 0,32 atau 31,56%. Pada tahun 2009 return on equity perusahaan meningkat menjadi 38,28% yang artinya perusahaan mampu mengelola modal sendiri sebesar Rp 1 untuk menghasilkan keuntungan sebesar Rp 0,38 atau 38,28%. Dari rasio-rasio di atas menunjukkan bahwa profitabilitas atau kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya net profit margin yaitu dengan pertambahan penjualan lebih besar dibandingkan pertambahan total biaya dari periode 2007-2009. Begitu juga dengan return on investment dan return on equity mengalami peningkatan dari periode 2007-2009. Untuk mengetahui tingkat profitabilitas perusahaan juga dapat diketahui dengan melihat
rentabilitas
ekonomis
dari perusahaan.
Rentabilitas
ekonomis
adalah
Perbandingan antara laba usaha dengan modal sendiri dan modal asing yang digunakan untuk menghasilkan laba tersebut dan dinyatakan dalam persentase. M odal yang dipergunakan hanyalah modal yang bekerja di dalam perusahaan. Dengan demikian modal yang ditanamkan dalam perusahaan lain atau modal yang ditanam didalam efek tidak diperhitungkan dalam menghitung rentabilitas ekonomis. Demikian pula laba yang diperhitungkan hanyalah laba yang berasal dari operasi perusahaan, yaitu laba usaha sebelum pajak (EBIT). Berikut ini akan dihitung rentabilitas ekonomis PT Tirta Varia Intipratama 73
Tabel 4.14 : Rentabilitas Ekonomis PT Tirta Varia Intipratama Periode 2007, 2008 dan 2009 Keterangan (1) Laba Usaha (2) Total aset (3) RE
2007 183.339.904 1.918.986.370 9,55%
Tahun 2008 230.463.743 2.810.257.235 8,2%
2009 311.128.331 3.497.951.188 8,89%
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa walaupun secara nominal jumlah penjualan meningkat (yang memicu peningkatan laba usaha atau EBIT) dari tahun ke tahun, namun profitabilitas atau kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba justru menurun selama periode 2007 - 2008 dan mengalami peningkatan kembali pada periode 2008 - 2009. Penurunan ini disebabkan karena laba yang dihasilkan tersebut berasal dari penggunaan aktiva yang besar, dan peningkatan laba usaha tidak proporsional dengan peningkatan aktiva selama periode tahun 2007 dan 2008. a. Peningkatan laba usaha dari tahun 2007 ke tahun 2008 sebesar 47.123.839 atau sebesar 25,70% sedangkan peningkatan aktiva usaha untuk menghasilkan laba tersebut sebesar 891.270.865 atau 46,44%. b. Peningkatan laba usaha dari tahun 2008 ke tahun 2009 sebesar 80.664.588 atau 35% sedangkan peningkatan aktiva untuk usaha sebesar 687.693.953 atau 24,47%. Dari analisis tersebut selama tahun 2007 - 2008 perusahaan belum menggunakan aktivanya secara efisien karena persentase naiknya laba lebih kecil dibandingkan persentase kenaikan aktiva yang digunakan untuk menghasilkan laba tersebut. Hal ini antara lain disebabkan ketidakmampuan perusahaan dalam menekan biaya operasional, lama dan besarnya modal yang tertanam dalam piutang sehingga tidak dapat digunakan
74
secara optimal untuk kegiatan operasi perusahaan. Sedangkan selama tahun 2008 – 2009 perusahaan telah menggunakan aktivanya secara efisien karena persentase naiknya lebih besar dibandingkan persentase kenaikan aktiva yang digunakan untuk menghasilkan laba tersebut. Dengan demikian pengaruh kebijakan piutang usaha terhadap profitabilitas perusahaan adalah bahwa meningkatnya penjualan kredit dan piutang usaha tidak menjamin peningkatan profitabilitas perusahaan karena jika piutang yang timbul akibat penjualan kredit tersebut tidak diolah dengan baik maka persentase aktiva yang tertanam dalam piutang akan besar sehingga tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk meningkatkan laba perusahaan IV.3.3. Analisis Rasio Aktivitas PT Tirta Varia Intipratama Rasio aktivitas menunjukkan bagaimana sumber daya telah digunakan secara optimal. Rasio aktivitas juga menunjukkan kemampuan dana yang tertanam dalam keseluruhan aktiva berputar dalam suatu periode tertentu. Perputaran persediaan, perputaran piutang atau adanya saldo kas yang terlalu besar dapat mengakibatkan penurunan penjualan sehingga laba tidak maksimal. Kemampuan perusahaan untuk mengelola aktiva secara tepat akan memaksimalkan laba. (a) Inventory Turnover Inventory Turnover menunjukkan kemampuan dana yang tertanam dalam persediaan barang untuk berputar dalam suatu periode. Perhitungan inventory turnover pada PT Tirta Varia Intipratama adalah sebagai berikut. Tabel 4.15 : Inventory Turnover tahun 2007-2009 Harga Pokok Penjualan Persediaan Inventory Turnover
2007
2008
2009
9.050.557.181
9.523.085.040
9.856.462.231
196.549182
328.301.664
287.145.746
46.05
29.01
34.33
75
Inventory Turnover 2007 =
9.050.557.181 196.549.182
= 46,05
Inventory Turnover 2007 =
9.050.557.181 196.549.182
= 29,01
Inventory Turnover 2007 =
9.050.557.181 196.549.182
= 34,33 Nilai inventory turnover tahun 2007 mengalami penurunan sebesar 17,04 pada tahun 2008. Hal ini berarti perusahaan tidak efektif dalam mengelola persediaan. Pada tahun 2009 terjadi peningkatan nilai inventory turnover sebesar 5,32. Hal ini berarti terjadi peningkatan dalam mengelola persediaan. Umumnya dana yang tertanam dalam inventory cukup besar sehingga jika perputarannya lambat maka akan mempengaruhi likuiditas perusahaan. (b) Total Asset Turnonver Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mengelola aset untuk menghasilkan penjualan. Secara umum, semakin besar rasio ini, akan semakin bagus hasilnya karena rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk mengelola aset.
76
Tabel 4.16 : Total Asset Turnover tahun 2007-2009 2007
Penjualan Total Aktiva Total Asset Turnover
2008
2009
11.313.196.476 11.878.856.300 12.591.587.678 1.918.986.370
2.810.257.235
3.497.951.188
5,90
4,23
3,60
Tahun 2007 perusahaan mempunyai rasio 5,90x, hal itu berarti bahwa perusahaan mampu memutar setiap aset Rp 1,00 sebanyak 5,90 kali dalam penjualan. Tahun 2008 perusahaan mempunyai rasio 4,23x, hal itu berarti bahwa perusahaan mampu memutar setiap aset Rp 1,00 sebanyak 4.23 kali dalam penjualan. Tahun 2009 perusahaan mempunyai rasio 3,60x, hal itu berarti bahwa perusahaan mampu memutar setiap aset Rp 1,00 sebanyak 3,60 kali dalam penjualan. IV.3.4. Analisis Hubungan Rasio Aktivitas, Likuiditas dan Profitabilitas dengan pengendalian piutang dagang pada PT Tirta Varia Intipratama Pengendalian piutang usaha yang baik dapat memperoleh kesempatan untuk mendapatkan uang tunai. Dengan bertambahnya uang tunai maka aktiva lancar akan bertambah, sehingga likuiditas perusahaan akan naik. Berikut ini akan disajikan analisis hubungan pengendalian piutang usaha dengan likuiditas, profitabilitas dan aktivitas PT Tirta Varia Intipratama untuk periode 2007, 2008, dan 2009. a. Periode 2007 Berdasarkan analisis umur piutang usaha maka pada periode 2007 dari jumlah piutang usaha sebesar Rp. 191.390.843 jumlah piutang usaha yang belum jatuh tempo sebesar Rp 88.277.540 sedangkan jumlah piutang usaha yang belum tertagih (menunggak) yaitu sebesar Rp 103.113.303. Dengan tingkat rata-rata periode pengumpulan piutang usaha 6 hari, hal ini menunjukkan bahwa rata-rata periode 77
pengumpulan piutang usaha lebih cepat 24 hari dari waktu kebijakan yang ditetapkan perusahaan yaitu 30 hari atau 1 bulan dengan tingkat perputaran piutang sebanyak 59x. Dengan saldo piutang usaha dan rata-rata periode pengumpulan dan perputaran piutang seperti di atas maka diperoleh current ratio sebesar 52% dan quick ratio sebesar 40%, hal ini berarti tingkat likuiditas perusahaan berada dalam keadaan kurang sehat (dibawah 150%). Sedangkan untuk ROI diperoleh sebesar 4,14% hal ini berarti tingkat profitabilitas perusahaan masih berada dalam keadaan kurang sehat (dibawah 12%). Apabila dilihat dari analisis rasio, tingkat likuiditas perusahaan berada dalam keadaan kurang sehat karena di bawah 150%. Jika dilihat dari piutang usaha itu sendiri memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap likuiditas perusahaan. Hal ini ditunjukkan dengan sedikit piutang yang belum terbayar (menunggak) dan cepatnya periode pengumpulan dan perputaran piutang. b. Periode 2008 Pada periode 2008 jumlah piutang usaha sebesar Rp. 313.494.527. Hal ini mengalami peningkatan sebesar 63,80% dari tahun 2007. Berdasarkan analisis umur piutang jumlah piutang usaha yang belum jatuh tempo sebesar Rp 92.845.720. Sedangkan jumlah piutang usaha yang belum tertagih (menunggak) yaitu sebesar Rp 220.648.807. Diperoleh tingkat rata-rata periode pengumpulan piutang usaha lebih cepat sebanyak 20 dari waktu kebijakan yang ditetapkan perusahaan yaitu 30 hari atau 1 bulan, lebih lambat 4 hari dari tahun sebelumnya. Tingkat perputaran piutang sebesar 38x (mengalami penurunan dari tahun sebelumnya). Hal ini menunjukkan kurang efektifnya cara pengumpulan piutang serta semakin lamanya modal terikat pada piutang sehingga akan mempengaruhi tingkat likuiditas. Namun dengan posisi saldo piutang usaha dan rata-rata periode pengumpulan piutang seperti di atas justru terdapat peningkatan rasio 78
keuangan dari tahun sebelumnya antara lain: current ratio sebesar 53% dan quick ratio sebesar 140%. Hal ini berarti tingkat likuiditas masih berada dalam keadaan kurang sehat (di bawah 150%). Sedangkan untuk ROI diperoleh sebesar 5,51% hal ini berarti tingkat profitabilitas perusahaan masih berada dalam keadaan kurang sehat (dibawah 12%). Total asset turnover pada tahun 2008 diperoleh sebesar 4,23x menurun bila dibandingkan dengan total asset turnover pada tahun 2007 sebesar 5,90x. Hal ini disebabkan bertambahnya penjualan lebih kecil daripada bertambahnya total aktiva. M enurunnya kecepatan peredaran total asset turnover mengindikasikan lambatnya pertumbuhan Return on Investment. Dilihat dari analisis rasio, tingkat likuiditas dan profitabilitas perusahaan berada dalam keadaan kurang sehat karena di bawah 150% dan 12%. Tapi apabila dilihat dari piutang usaha itu sendiri memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap likuiditas perusahaan. Hal ini ditunjukkan dengan sedikitnya piutang yang belum terbayar (menunggak) dan cepatnya periode pengumpulan dan perputaran piutang. Tapi di tahun 2008 ini piutang yang menunggak lebih besar dan pengumpulan serta perputaran piutang lebih lambat dari tahun 2007. c. Periode 2009 Pada periode 2009 jumlah piutang usaha sebesar Rp. 658.170.220 terjadi peningkatan 110% dari tahun 2008. Berdasarkan analisis umur piutang jumlah piutang usaha yang belum jatuh tempo sebesar Rp 97.275.234. Sedangkan jumlah piutang usaha yang belum tertagih (menunggak) yaitu sebesar Rp 560.894.966. Diperoleh tingkat rata-rata periode pengumpulan piutang usaha seperti di atas berdasarkan kriteria yang ada menunjukkan bahwa rata-rata periode pengumpulan piutang usaha lebih cepat sebanyak 11 hari dari waktu kebijakan yang ditetapkan perusahaan yang 30 hari atau 1 bulan lebih lambat 9 79
hari dari tahun 2008, tingkat perputaran piutang sebesar 19x, Hal ini menunjukkan kurang efektifnya cara pengumpulan piutang serta semakin lamanya modal terikat pada piutang sehingga akan mempengaruhi tingkat likuiditas. Dengan posisi saldo piutang dan rata-rata periode pengumpulan piutang seperti diatas terdapat peningkatan rasio keuangan dari tahun sebelumnya antara lain current ratio sebesar 58% dan quick ratio sebesar 148%. Hal ini berarti tingkat likuiditas berada dalam keadaan kurang sehat (di bawah 150%). Sedangkan untuk ROI diperoleh sebesar 5,51% hal ini berarti tingkat profitabilitas perusahaan masih berada dalam keadaan kurang sehat (dibawah 12%). Total asset turnover pada tahun 2008 diperoleh sebesar 3,60x menurun bila dibandingkan dengan total asset turnover pada tahun 2007 sebesar 4,23x. Hal ini disebabkan bertambahnya penjualan lebih kecil daripada bertambahnya total aktiva. M enurunnya kecepatan peredaran total asset turnover mengindikasikan lambatnya pertumbuhan Return on Investment. Dilihat dari analisis rasio, adanya kenaikan likuiditas perusahaan yang menggambarkan bahwa perusahaan keadaan kurang sehat karena tingkat likuiditas di bawah 150%. Begitu juga dilihat dari piutang itu sendiri memberikan kontribusi yang kecil terhadap likuiditas perusahaan. Hal ini ditunjukkan dengan masih banyaknya piutang yang belum terbayar (menunggak) dan lambatnya periode pengumpulan data dan perputaran piutang.
IV.4. Evaluasi Perubahan Kebijakan Piutang Dagang dengan Metode S artoris-Hill atau Net Present Value PT Tirta Varia Intipratama dalam usahanya meningkatkan volume penjualan ingin melakukan perubahan dalam kebijakan kredit. Oleh karena itu perusahaan perlu 80
menganalisa kebijakan kredit saat ini dan kebijakan yang direncanakan dengan menggunakan metode Sartoris - Hill untuk mengetahui kebijakan kredit mana yang lebih baik dijalankan oleh perusahaan dalam mengoptimalkan volume penjualan. Tabel 4.17 Kebijakan Kredit saat ini dan kebijakan kredit yang diusulkan PT Tirta Varia Intipratama Kebijakan Kredit saat ini
Kebijakan Kredit yang diusulkan
Harga jual / unit ( P0) = Rp. 11.000
Harga jual /unit (P1) = Rp. 11.000
Biaya / unit (C0) = Rp. 8.250
Biaya / unit (C1) = Rp. 8.250
Penjualan harian (Q0) = 11 unit
Penjualan harian (Q1) = 15 unit
Persentase piutang ragu~ragu (b0) = 0 %
Persentase piutang ragu-ragu (b1) = 0 %
Rata-rata waktu pencairan piutang (t 0) =
Rata-rata waktu pencairan piutang (t 1) =
30 hari
60 hari
Tingkat Bunga (K0) = 18 %/360 = 0,0005
Tingkat Bunga (K1) = 18 %/360 = 0,0005
Persentase modal kerja yang lain (W0) = 15%
Persentase modal kerja yang lain (W1) = 15 %
NPV0 =
=
P0Q0(1 – b0) -----------------(1 + k)t0
P0Q0 - C0Q0 – w -P0Q0 - ---------(1 + k)t0
11.000(11) (1 – 0) -----------------------(1+0,0005)30
- 8.250(11) – 0,15
11.000(11) 11.000(11) - --------------(1+0,0005)30
= 119.198,99 – 90.750 – 0,15 (121.000 – 119.198,99) = 119.198,99 – 90.750 – 270,15 = Rp. 28.178,84
81
NPV1 =
=
P1Q1(1 – b1) -----------------(1 + k)t1
P1Q1 - C1Q1 – w -P1Q1 - ---------(1 + k)t1
11.000(15) (1 – 0) --------------------------- - 8.250(15) – 0,15 (1+0,0005)60
11.000(15) -
11.000(1,5) ---------------(1+0,0005)60
= 160.124,71 – 123.750 – 0,15 (165.000 – 160.124,71) = 160.124,71 – 123.750 – 731,29 = Rp. 35.643,41 Berdasarkan analisa Net Present Value di atas, dapat dilihat bahwa Net Present Value dari kebijakan kredit yang direncanakan (NPV1) lebih besar daripada Net Present Value dari kebijakan kredit yang sekarang sudah dijalankan (NPV0) yaitu sebesar Rp. 28.178,84, jika dibandingkan Net Present Value dari kebijakan saat ini (NPV0) yaitu sebesar Rp. 35.643,41. Kebijakan kredit yang direncanakan perusahaan dalam usahanya melakukan perubahan kebijakan kredit layak untuk dijalankan dan dapat meningkatkan volume penjualan. Jadi berdasarkan analisa kebijakan kredit ini, kebijakan kredit yang diusulkan layak dijalankan oleh PT Tirta Varia Intipratama. Apabila perusahaan menjalankan kebijakan yang diusulkan, maka perusahaan tidak mengalami kerugian, karcna Net Present Valuenya positif, yaitu sebesar Rp. 35.643,41.
82