BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Geografi Luas Puskesmas Pilolodaa Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo yaitu 4,48 Ha yang meliputi 3 Kelurahan masing – masing adalah Kelurahan Dembe I, Kelurahan Lekobalo, dan Kelurahan Pilolodaa. Letak geografis wilayah kerja Puskesmas Pilolodaa Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo yaitu terletak 10 Lintang Utara dan 1230 Bujur Timur dengan batas Wilayah kerja Puskesmas Pilolodaa Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo adalah sebagai berikut : 1) Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kerja Puskesmas Tilote Kecamatan Tilango Kab. Gorontalo 2) Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kerja Puskesmas Buladu Kecamatan Buladu Kota Gorontalo 3) Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah Kerja Puskesmas Batudaa Pantai Kecamatan Batudaa Pantai Kab. Gorontalo 4) Sebelah Barat
berbatasan dengan wilayah Kerja Puskesmas Batudaa
Kecamatan Batudaa Kab. Gorontalo 4.1.2 Demografi Angka Kepadatan penduduk di wilayah kerja Puskesmas Pilolodaa adalah 1801 per km2 dengan jumlah penduduk 9718 jiwa dengan luas wilayah 4,48 Ha. Sesuai hasil survey perumahan yang dilaksanakan di wilayah kerja
33
Puskesmas Pilolodaa Kec. Kota Barat Tahun 2012 jumlah rumah 1640
buah,
jumlah KK 2408 KK, jumlah jiwa 9628 jiwa, dan jumlah anak balita 734 jiwa Adapun dapat dilihat dari jumlah penduduk berdasarkan masing – masing kelurahan antara lain : Tabel 4.1 Distribusi Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa Tahun 2012 Jumlah Penduduk KK Jiwa Anak Balita
Dembe I n % 1022 42,4 4105 42,6 319 43,5
Kelurahan Lekobalo Pilolodaa n % n % 890 37,0 495 20,6 3604 37,5 1919 19,9 260 35,4 155 21,1
Total n 2408 9628 734
% 100 100 100
Sumber : Puskesmas Pilolodaa Tahun 2012
4.2 Hasil Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 23 hari dari tanggal 17 April sampai dengan 9 Mei 2012. Sampel penelitian berjumlah 259 anak balita yang berasal dari tiga kelurahan yang berada di wilayah kerja Puskesmas Pilolodaa yaitu Pilolodaa sebanyak 55 anak balita (21,3%), Lekobalo sebanyak 92 anak balita (35,5%) dan Dembe I sebanyak 112 anak balita (43,2%). Distribusi sampel ini disesuaikan dengan jumlah anak balita yang ada disetiap kelurahan dengan menggunakan rumus sebagai berikut : =
Sementara untuk proses pengambilan sampel disetiap kelurahan dilakukan secara acak dengan cara melihat daftar nama anak balita yang ada disetiap kelurahan dan kemudian langsung menentukan nama-nama anak balita yang
34
nantinya akan dijadikan sampel. Apabila respondennya tidak sedang berada ditempat, maka sampelnya diganti dengan anak balita yang berdekatan dengan rumah sampel tersebut. 4.2.1 Hasil Anlisis Univariat Analisis
univariat
atau
analisis
deskriptif
dilakukan
untuk
mendeskripsikan dan melihat distribusi dari lokasi tempat tinggal sampel, jenis kelamin sampel, umur responden, umur sampel, sarana penyediaan air bersih, jenis jamban keluarga dan kejadian diare. Analis data univariat dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS dan disajikan dalam bentuk tabel. 1) Distribusi Responden Berdasarkan Umur Umur responden dibagi menjadi lima kelompok yaitu kelompok umur <20 tahun, 20-24 tahun, 25-29 tahun, 30-34 tahun, dan >35 tahun. Distribusi umur respondennya bisa dilihat pada tabel 4.2 Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Umur (Tahun) <20 20-24 25-29 30-34 >35 Total
Jumlah n 3 44 80 72 60 259
% 1,1 17,0 30,9 27,8 23,2 100
Sumber : Data Primer
Dari hasil analisis didapatkan bahwa responden paling banyak berumur 25-29 tahun yaitu sebanyak 80 responden (30,9%) dan paling sedikit berumur <20 tahun yaitu sebanyak 3 responden (1,1%)
35
2) Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin Distribusi dari jenis kelamin sampel penelitian dapat dilihat pada tabel 4.3 di bawah ini. Tabel 4.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin Jumlah
Jenis Kelamin
n 119 140 259
Laki-laki Perempuan Total
% 45,9 54,1 100
Sumber : Data Primer
Dari hasil analisis didapatkan bahwa sampel yang berjenis kelamin lakilaki sebanyak 119 anak balita (45,9%) dan perempuan sebanyak 140 anak balita (54,1%). Jadi dapat disimpulkan jumlah sampel balita yang berjenis kelamin lakilaki lebih sedikit dibandingkan jumlah sampel yang berjenis kelamin perempuan. 3) Distribusi Sampel Berdasarkan Umur Sampel dibagi menjadi empat kelompok yaitu kelompok umur 12-23 bulan, 24-35 bulan, 36-47 bulan dan 47-59 bulan. Distribusi umur sampelnya dapat dilihat pada tabel 4.4
Tabel 4.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Umur Jumlah
Umur (Bulan)
n 71 61 70 57 259
12-23 24-35 36-47 48-59 Total Sumber : Data Primer
36
% 27,4 23,5 27,1 22,0 100
Dari hasil analisis didapatkan bahwa sampel paling banyak berumur 12-23 bulan yaitu sebanyak 71 anak balita (27%) dan paling sedikit berumur 48-59 bulan yaitu sebanyak 57 anak balita (22%) 4) Sarana Penyediaan Air Bersih Dalam variabel sarana penyediaan air bersih, sarana penyediaan air bersih dikatakan memenuhi syarat apabila sumber air bersihnya berasal dari PDAM dan dikatakan tidak memenuhi syarat apabila sumber air bersihnya bukan berasal dari PDAM. Distribusi sarana penyediaan air bersih dapat dilihat pada tabel 4.5. Tabel 4.5 Distribusi Sarana Penyediaan Air Bersih Jumlah
Sarana PAB
n 109 150 259
Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Total
% 42,1 57,9 100
Sumber : Data Primer
Dari hasil analisis didapatkan bahwa sarana penyediaan air bersih yang memenuhi syarat sebanyak 109 (42,1%) dan sarana penyediaan air bersih yang tidak memenuhi syarat sebanyak 150 (57,9%). 5) Distribusi Jenis Jamban Keluarga Dalam variabel jenis jamban keluarga, jamban keluarga dikatakan memenuhi syarat apabila jamban mempunyai tangki septic atau jamban leher angsa dan dikatakan tidak memenuhi syarat apabila jamban tidak mempunyai tangki septic. Distribusi jenis jamban keluarga dapat dilihat pada tabel 4.6.
37
Tabel 4.6 Distribusi Jenis Jamban Keluarga Jumlah
Jenis JAGA
n 122 137 259
Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Total
% 47,1 52,9 100
Sumber : Data Primer
Dari hasil analisis didapatkan bahwa jenis jamban keluarga yang memenuhi syarat sebanyak 122 (122%) dan jenis jamban yang tidak memenuhi syarat sebanyak 137 (52,9%). 6) Distribusi Kejadian Diare Dalam variabel kejadian diare, sampel dikatakan diare apabila sampel pernah menderita diare dalam kurun waktu satu tahun terakhir pada saat penelitian dan dikatakan tidak diare apabila sampel tidak pernah menderita diare dalam kurun waktu satu tahun terakhir. Distribusi kejadian diarenya dapat dilihat pada tabel 4.7 Tabel 4.7 Distribusi Kejadian Diare Jumlah
Kejadian Diare
n 156 103 259
Tidak Diare Diare Total
% 60,2 39,8 100
Sumber : Data Primer
Dari hasil analisis univariat didapatkan bahwa sampel yang tidak menderita diare sebanyak 156 sampel (60,2%) dan sampel yang menderita diare sebanyak 103 sampel (39,8%).
38
7) Distribusi Kejadian Diare Berdasarkan Umur Responden Distribusi Kejadian Diare Berdasarkan Umur Responden disajikan pada tabel 4.8 Tabel 4.8 Distribusi Kejadian Diare Berdasarkan Umur Responden Umur Responden <20 20-24 25-29 30-34 >34 Jumlah
n 2 18 29 27 27 103
Kejadian Diare Diare Tidak Diare % n % 66,7 1 33,3 40,9 26 59,1 36,3 51 63,7 37,5 45 62,5 45,0 33 55,0 39,8 156 60,2
Total n 3 44 80 72 60 259
% 100 100 100 100 100 100
Sumber : Data Primer
Hasil analisis didapatkan bahwa prosentase responden yang anak balitanya paling banyak menderita diare adalah responden yang berumur < 20 tahun (66,7%) dan paling sedikit adalah responden yang berumur 25-29 tahun (37,5%). 8) Distribusi Kejadian Diare Berdasarkan Umur Sampel Distribusi kejadian diare berdasarkan umur sampel disajikan pada tabel 4.9. Tabel 4.9 Distribusi Kejadian Diare Berdasarkan Umur Sampel Umur Balita 12-23 24-35 36-47 48-59 Jumlah
n 25 31 27 20 103
Kejadian Diare Diare Tidak Diare % n % 35,2 46 64,8 50,8 30 49,2 38,6 43 61,4 35,1 37 64,9 39,8 156 60,2
Sumber : Data Primer
39
Total n 71 61 70 57 259
% 100 100 100 100 100
Hasil analisis didapatkan bahwa prosentase sampel yang paling banyak menderita diare adalah sampel yang berumur 24-35 bulan (50,8%) dan yang paling sedikit menderita diare adalah sampel yang berumur 48-59 bulan (35,1%). 9) Distribusi kejadian diare berdasarkan jenis kelamin Distribusi kejadian diare berdasarkan jenis kelamin disajikan pada tabel 4.10. Tabel 4.10 Distribusi kejadian diare berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Jumlah
n 48 55 103
Kejadian Diare Diare Tidak Diare % n % 40,3 71 59,7 39,3 85 60,7 39,8 156 60,2
Total n 119 140 259
% 100 100 100
Sumber : Data Primer
Hasil analisis didapatkan bahwa prosentase sampel yang berjenis kelamin laki-laki yang menderita diare sebanyak 40,3% dan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 39,3%. Jadi dapat dismpulkan bahwa sampel berjenis kelamin laki-laki lebih banyak menderita diare dibandingkan perempuan. 4.2.2 Hasil Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk melihat ada tidaknya hubungan antara sarana penyediaan air bersih dan jenis jamban keluarga dengan kejadian diare pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Pilolodaa Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo. Analisis data secara statistik dilakukan dengan uji Chi square, dengan menggunakan bantuan program SPSS. Ha diterima atau dikatakan ada hubungan jika nilai p value ≤ α (0,05)
40
1) Hubungan Sarana Penyediaan Air Bersih Dengan Kejadian Diare Pada Balita. Hubungan antara sarana penyediaan air bersih dengan kejadian diare pada anak balita disajikan pada tabel 4.12. Tabel 4.12 Hubungan Sarana Penyediaan Air Bersih dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa Kecamatan Kota Gorontalo Tahun 2012 Sarana Penyediaan Air Bersih Tidak Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Jumlah
Kejadian Diare Diare Tidak Diare n % n %
Total n
%
χ2 p value
71
47,3
79
52,7
150
100
8,516
32 103
29,4 39,8
77 156
70,6 60,2
109 259
100 100
0,005
Sumber : Data Primer
Dari hasil analisis hubungan antara sarana penyediaan air bersih dengan kejadian diare pada anak balita yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin tidak memenuhi syarat sarana penyediaan air bersih maka kejadian diare semakin tinggi dimana kejadian diare yang terjadi pada sarana penyediaan air bersih yang tidak memenuhi syarat sebesar 47,3 % dibanding sarana penyediaan air bersih yang memenuhi syarat 29,4 %. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,005 (p ≤ 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan Ha diterima, sehingga ada hubungan antara sarana penyediaan air bersih dengan kejadian diare pada anak balita.
41
2) Hubungan Jenis Jamban Keluarga Dengan Kejadian Diare Pada Balita. Hubungan jenis jamban keluarga dengan kejadian diare pada anak balita disajikan pada tabel 4.13. Tabel 4.13 Hubungan Jenis Jamban Keluarga Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa Kecamatan Kota Gorontalo Tahun 2012 Jenis Jamban Keluarga Tidak Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Jumlah
Kejadian Diare Diare Tidak Diare n % n %
Total n
%
χ p value
70
51,1
67
48,9
137
100
15,577
33 103
27,0 39,8
89 156
73,0 60,2
122 259
100 100
0,000
Sumber : Data Primer
Dari hasil analisis hubungan antara jenis jamban keluarga dengan kejadian diare pada anak balita yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin tidak memenuhi syarat jenis jamban keluarga maka kejadian diare semakin tinggi dimana kejadian diare yang terjadi pada jenis jamban keluarga yang tidak memenuhi syarat sebesar 51,1 % % dibanding jenis jamban keluarga yang memenuhi syarat 27,0 %.. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,000 (p ≤ 0,05) Dengan demikian dapat disimpulkan Ha diterima, sehingga ada hubungan antara sarana penyediaan air bersih dengan kejadian diare pada anak balita. 4.3 Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk melihat ada tidaknya hubungan antara sarana penyediaan air bersih dan jamban keluarga dengan kejadian diare pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Pilolodaa Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo. Sampel pada penelitian ini berjumlah 259 sampel yang tersebar di tiga
42
kelurahan (Pilolodaa 55 sampel, Lekobalao 92 sampel, dan Dembe I 112 sampel). Jumlah sampel balita yang berkelamin kelamin laki-laki sebanyak 119 anak balita (45,9%) dan perempuan sebanyak 140 anak balita (54,1%) dimana sebagian besar dari sampel (27,4%) berusia antara 12-23 bulan dan untuk responden sebagian besar (30,9%) berusia antara 25-29 tahun. Dalam kaitannya dengan kejadian diare, responden yang anak balitanya paling banyak menderita diare adalah responden yang berumur < 20 tahun (66,7%) dan yang paling sedikit adalah responden yang berumur 25-29 tahun (37,5%). Hal ini dikarenakan responden yang berumur < 20 tahun masih terlalu muda untuk mengurus anak, dimana pada umur seperti itu kebiasaan seseorang untuk main-main masih sangat tinggi sehingga kadangkala anak mereka kurang diperhatikan. Sementara umur 25-29 tahun merupakan umur yang sudah matang dalam hal mengurus anak. Untuk sampel yang paling banyak menderita diare adalah sampel yang berumur 24-35 bulan (50,8%) dan yang paling sedikit menderita diare adalah sampel yang berumur 48-59 bulan (35,1%). Untuk jenis kelamin sampel, sampel berjenis kelamin laki-laki
lebih
banyak menderita diare (40,3%) dibandingkan sampel berjenis kelamin perempuan (39,3%). Hal ini dikarenakan anak laki-laki lebih aktif dari anak perempuan sehingga anak laki-laki sangat besar kemungkinannya terkontaminasi dengan kuman patogen penyebab diare pada saat mereka sedang bermain
43
4.3.1 Hubungan Antara Sarana Penyediaan Air Bersih Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita. Hasil analisis data statistik menunjukkan bahwa sarana penyediaan air bersih yang digunakan ada hubungan dengan kejadian diare pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Pilolodaa Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo. Dari hasil uji bivariat diperoleh nilai p value = 0,005 (p < 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan Ha diterima, sehingga ada hubungan antara sarana penyediaan air bersih dengan kejadian diare pada balita. Hasil penelitian diperoleh bahwa responden yang menggunakan sarana penyediaan air bersih yang memenuhi syarat sebanyak 109 (42,1%) dan responden yang menggunakan sarana penyediaan air bersih yang tidak memenuhi syarat sebanyak 150(57,9%). Sebagian besar resopnden masih menggunakan air yang berasal dari sumur untuk keperluan sehari-hari dan bahkan pada sebagian responden yang tinggal di pinggir danau Limboto untuk keperluan sehari-harinya mereka menggunakan air yang berasal dari danau tersebut. Pengaruh penyediaan air bersih terhadap kejadian diare yaitu dikarenakan pada penyediaan air bersih yang tidak memenuhi syarat kemungkinan untuk terjadi kontaminasi dengan kuman patogen sangat besar sehingga apabila dikonsumsi akan menyebabkan kejadian diare. Sumber air minum utama merupakan salah satu sarana sanitasi yang tidak kalah pentingnya berkaitan dengan kejadian diare. Sebagian kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fekal oral. Mereka dapat ditularkan dengan memasukkan ke dalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan
44
tinja, misalnya air minum, jari-jari tangan, dan makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar (Depkes RI, 2000). Data yang diperoleh didapatkan responden yang sarana penyediaan air bersih tidak memenuhi syarat dan tidak diare yaitu sebanyak 79 responden (52,7%), hal ini dikarenakan walaupun air yang dikonsumsi tidak memenuhi syarat penyediaan air bersih namun untuk keperluan minum, responden terlebih dahulu memasak airnya hingga mendidih dan sebagian besar responden selalu menampung air untuk keperluan minum dan memasak dalam wadah tertutup sehinga sedikit kemungkinan untuk terkontaminasi dengan bakteri penyebab kejadian diare. Disamping itu diperoleh sebanyak 32 responden (29,4%) yang sarana penyediaan air bersih memenuhi syarat namun menyebabkan diare. Hal ini dikarenakan sebagian responden masih ada yang menampung air untuk keperluan minum dan memasak dalam wadah terbuka dan masih banyak pula yang jarak jamban keluarga dengan sumber air bersihnya kurang dari 10 meter sehingga besar kemungkinan untuk terkontaminasi dengan bakteri penyebab kejadian diare. Dapat disimpulkan bahwa sarana penyediaan air bersih merupakan salah satu faktor dan ada faktor yang lain, ketika faktor lain dapat dimaksimalkan akan mengurangi risiko kejadian diare dan begitu juga sebaliknya jika faktor lain tersebut tidak dapat dimaksimalkan akan menjadi faktor risiko kejadian diare. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wulandari (2009) tentang hubungan antara faktor lingkungan dan faktor sosiodemografi dengan kejadian diare pada balita di Desa Blimbing Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara sumber air minum
45
dengan kejadian diare pada anak balita dengan nilai p=0,001(p<0,05). Hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian Muchtar (2011) tentang hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Anggrek Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara sumber air minum dengan kejadian diare pada balita dengan nilai p=0,000 (p<0,05). 4.3.2 Hubungan Antara Jenis Jamban Keluarga Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita. Hasil analisis data statistik menunjukkan bahwa jenis jamban keluarga yang digunakan ada hubungan dengan kejadian diare pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Pilolodaa Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo. Dari hasil uji bivariat diperoleh nilai p value = 0,000 (p < 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan Ha diterima, sehingga ada hubungan antara jenis jamban keluarga dengan kejadian diare pada balita. Hasil penelitian diperoleh bahwa responden yang menggunakan jenis jamban keluarga yang memenuhi syarat sebanyak 122 (47,1%) dan jenis jamban keluarga yang tidak memenuhi syarat sebanyak 137 (52,9%). Sebagian besar responden masih banyak menggunakan jamban yang tidak memenuhi syarat seperti jamban cemplung dan jamban empang, disamping itu juga masih banyak masyarakat yang tidak memiliki jamban sehingga untuk buang air besar mereka melakukannya di danau dan kebun. Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa syarat pembuangan kotoran yang memenuhi syarat kesehatan adalah tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban tersebut, tidak mengotori air
46
permukaan di sekitarnya, tidak mengotori air tanah di sekitarnya, tidak terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa, tidak menimbulkan bau, dan lain-lain. Pengaruh jamban keluarga terhadap kejadian diare adalah pembuangan kotoran yang tidak maksimal dapat mengotori tanah dimana tanah dapat menjadi media penyebaran bakteri yang terdapat pada kotoran, mengotori air yang juga dapat menyebarkan bakteri terlebih air banyak digunakan dalam kehidupan manusia. Selain itu kotoran juga dapat dijangkau oleh kecoa, lalat dan binatang lainnya yang juga dapat menyebarkan bakteri. Bakteri yang menyebar dan masuk ke tubuh manusia akan memberikan dampak, salah satunya menyebabkan diare. Pemanfaatan jenis jamban kelurga yang memenuhi syarat akan menghindarkan dari semua hal tersebut sehingga meminimalkan risiko diare. Wibowo
(dalam
wulandary.
2009)
menjelaskan
bahwa
tempat
pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan risiko terjadinya diare pada anak balita sebesar dua kali lipat dibandingkan dengan keluarga yang mempunyai kebiasaan membuang tinjanya yang memenuhi syarat sanitasi. Data yang diperoleh juga didapatkan ada responden yang jenis jamban keluarga tidak memenuhi syarat namun tidak menyebabkan diare sebanyak 67 responden (48,9%), hal ini dikarenakan walaupun jamban mereka merupakan jenis jamban yang tidak memenuhi syarat namun sebagian besar dari bangunan jamban mereka tertutup dan memiliki atap sehingga binatang atau serangga yang biasanya dapat menyebarkan bakteri tidak dapat menjangkau kotoran tersebut. Sebaliknya sebanyak 33 responden (27%) yang jenis jamban kelurganya
47
memenuhi syarat namun menyebabkan diare. Hal ini dikarenakan walaupun jenis jambannya memenuhi syarat, namun ada sebagian responden yang bangunan jambannya tidak memiliki atap sehingga dapat dijangkau oleh binatang atau serangga yang dapat menyebarkan bakteri penyebab kejadian diare. Disamping itu juga masih banyak responden yang di dalam jambannya tidak memiliki alat pembersih, membersihkan jamban lebih dari seminggu sekali dan bahkan ada responden yang tidak menggunakan air bersih setelah buang air besar sehingga kemungkinan untuk terkontaminasi dengan bakteri penyebab kejadian diare sangat besar. Sama halnya dengan sarana penyediaan air bersih, dapat disimpulkan bahwa jenis jamban keluarga merupakan salah satu faktor dan ada faktor yang lain, ketika faktor lain dapat dimaksimalkan akan mengurangi risiko kejadian diare dan begitu juga sebaliknya jika faktor lain tersebut tidak dapat dimaksimalkan akan menjadi faktor risiko kejadian diare Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wulandari (2009) tentang hubungan antara faktor lingkungan dan faktor sosiodemografi dengan kejadian diare pada balita di Desa Blimbing Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara jenis tempat pembuangan tinja dengan kejadian diare pada anak balita dengan nilai p=0,001(p<0,05). Hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian Muchtar (2011) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara sumber air bersih dengan kejadian diare pada balita dengan nilai p=0,007 (p<0,05).
48