50
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Setting Gambaran setting menjabarkan kondisi umum disertai dengan latar belakang singkat pada tiga objek penelitian. Masing-masing objek kemudian dibagi menjadi beberapa setting untuk memudahkan proses analisis fenomena yang terjadi pada setting. 4.1.1 Objek 1 (Bendungan Gerak Tukad Badung) Objek secara fisik berupa bangunan Bendungan Gerak Tukad Badung yang membendung sungai yang memiliki lebar cukup besar. Program wisata tirta pernah diupayakan pada objek ini dalam rangka promosi wisata Kota Denpasar. Promosi tersebut berupa program-program pemerintah kota dalam meningkatkan daya tarik kota sebagai suatu objek wisata yang dapat dibanggakan seperti Denpasar Sightseeing dan Denpasar City Tour. Tahap awal pengadaan objek wisata tirta yaitu dengan pembangunan bangunan bale sakapat untuk tempat tunggu pengunjung wahana air, dermaga, dan pengadaan wahana air itu sendiri. Objek ini diresmikan pada bulan februari 2011 dan dalam masa awal operasionalnya mendapatkan pencapaian kunjungan yang tidak telalu mengecewakan. Berdasarkan hasil wawancara, diperkirakan kunjungan perhari hingga 100 orang dengan hasil penjualan tiket 400-500 ribu rupiah.
51
Setelah dirintisnya proyek objek wisata tirta pada Bendungan Gerak Tukad Badung, pemerintah kemudian melaksanakan proyek lain yang mempengaruhi keberlanjutan wisata tirta. Tukad Mati di sebelah utara yang seringkali mengalami banjir mendorong dilaksanakan proyek pembuatan jalur drainase bawah tanah (sodetan) dari Tukad Mati di Jalan Pura Demak yang tembus hingga ke aliran Tukad Badung. Untuk memudahkan teknis penggalian saluran, maka maka jalur dibuat tepat dibawah jalan alan inspeksi dimana titik tembus berada di sebelah sebelah utara Jalan Pulau Batanta. Tukad Mati Penutupan jalan Jalur Sodetan banjir (dibawah jalan) Objek WIsata Tirta Tukad Badung Penutupan jalan Gambar 4.1 Peta lokasi proyek sodetan Tukad Mati
Proyek tersebut menyebabkan jalan j ditutup dan menghalangi akses utama menuju objek wisata tirta. Dampak lain dari proyek tersebut adalah polusi udara dan suara akibat aktivitas proyek yang menggunakan alat-alat alat alat berat. Proyek ini berjalan selama satu tahun yaitu sepanjang tahun 2012. Polusi udara, polusi suara yang mengenai objek, dan tertutupnya akses menuju objek menurunkan jumlah pengunjung secara signifikan, hal tersebut menyebabkan objek wisata tirta mengalami “mati suri”.
52
Gambar 4.2 Foto kondisi objek wisata tirta dan wahana air yang terbengkalai (dilihat dari dermaga)
Setelah proyek drainase rampung, maka objek wisata tirta coba kembali dihidupkan, salah satu upaya adalah dengan membangun beberapa fasilitas tambahan yaitu dua buah bale bengong dan WC umum. Pada saat ini, beberapa bangunan pada objek yaitu bangunan pintu air DAM Tukad Badung dan beberapa bangunan disekitarnya seperti bale tunggu dan bale bengong. Objek ini merupakan ujung utara dari jalan inspeksi yang menyusur di sepanjang sisi barat Tukad Badung. Ujung selatan dari jalan inspeksi sendiri terhubung ke jalan Gelogor Carik. Lokasi objek berada di tengah pemukiman warga. Secara umum objek terlihat ramai pada waktu-waktu tertentu, saat melintas di jalan inspeksi, terlihat banyak kendaraan yang parkir di pinggiran jalan. Aktifitas memancing telihat paling dominan dilakukan pada objek, namun ada juga telihat aktivitas lain seperti orang yang berbelanja pada PKL dan orang yang duduk untuk bersantai. Ironisnya, kendaraan air yang awalnya merupakan rintisan objek wisata tirta terlihat mangkrak dalam kondisi yang cukup memprihatinkan.
53
Dalam mendeskripsikan temuan di lapangan, objek 1 akan dibagi menjadi 8 setting agar lebih mudah dan jelas yang dijabarkan dalam gambar dibawah.
F
A
B C
G E
D
KETERANGAN A|areal dermaga B|Areal kosong berisi pelinggih dan warung rujak C|Dua buah bale bengong D|areal pengelola sisi barat yang dipakai pedagang E|Bangunan pintu air F|jalan tepi sungai timur G|Areal pengelola sisi timur yang dipakai pedagang H | sandaran sungai selatan
H Gambar 4.3 Pembagian Setting pada Objek 1
4.1.1.1 Seting A (Bale Bengong/gazebo) Setting ini awalnya dibangun sebagai fasilitas pendukung wisata tirta yang direncanakan dan dibangun pada lokasi yang dianggap strategis. Setting berada di sisi jalan (alternatif) sehingga mudah dijangkau saat melintas.
Gambar 4.4 Foto bale tunggu dermaga dari seberang jalan
Walaupun tidak difungsikan sesuai dengan rencana awal, objek ini ternyata tidak serta merta menjadi suatu ruang yang pasif. Masih terlihat sekelompok
54
orang yang mendatangi bale tunggu ini pada waktu-waktu tertentu. Berdasarkan observasi awal pengunjung berkumpul pada bale karena beberapa hal, yaitu bangunan yang memberi keteduhan dari terik matahari, udara yang sejuk dan panorama yang baik ke arah sungai. Pengunjung areal ini sebagian besar parkir di sebelah utara bangunan yaitu berupa areal lapang berumput yang dapat diakses dari jalan. (lihat gambar 4.5) Jalan Kolektor penghubung Jalan Imam Bonjol dengan Jalan Pulau Batanta sisi barat
Penataan taman dan bangunan untuk mendukung objek daya tarik wisata tirta
Tanaman hias Parkir
Bale bengong
Arel sungai yang terbendung
Dermaga wahana air
Panorama yang baik
Populasi ikan rendah
Gambar 4.5 Potongan arsitektural setting A
4.1.1.2 Setting B (Warung Rujak) Setting B berupa ruang sisa berupa gundukan tanah kosong yang ditanami sejumlah pohon dan tanaman perdu. Ruang ini merupakan ruang sisa yang terbentuk dari jalan lingkungan pemukiman dan jalan inspeksi. Sebuah pelinggih berada ditengah-tengah dan pohon besar meneduhkan areal ini. Dibawah pohon ini dimanfaatkan oleh salah satu warga untuk berjualan camilan seperti tipat dan rujak. Berbagai aktivitas yang terjadi adalah aktivitas berbelanja, berjualan dan
55
aktivitas duduk-duduk yang dilakukan oleh civitas warga, pegawai, pengunjung lain dan pemancing.
Gang kecil penghubung antar Pemukiman
Pohon besar Warung rujak Tanaman perdu
Pelinggih
parkir Sepeda motor
Jalan Kolektor penghubung Jalan Imam Bonjol dengan Jalan sisi barat Pulau Batanta
Ruang yang terbentuk antara gang pemukiman dengan jalan penghubung Gambar 4.6 Potongan arsitektural setting B
Objek warung rujak memang tidak terlalu menarik perhatian pengendara di jalan, namun akan berbeda kasusnya jika objek dilihat oleh pengunjung yang sedang singgah pada bale tunggu dan dua bale bengong yang ada di seberang jalan. Warung rujak seringkali melayani pembeli hingga menyeberangi jalan untuk membawakan makanan yang dipesan. Beberapa elemen yang ditambahkan oleh pemilik warung rujak yaitu meja untuk berjualan yang beratap terpal, balai kecil, bangku dan tempat duduk dari batang pohon (lihat Gambar 4.7). Perlerngkapan pedagang pada setting ini hanya dirapikan dengan dibungkus terpal dan dibiarkan pada tempat itu pada saat warung tutup.
56
Gambar 4.7 Foto warung rujak dengan kondisi bangunan yang semipermanen
4.1.1.3 Setting C (Dua Buah Bale bengong) Dua buah bale bengong yang berdiri di tepi sungai berperan sebagai street furniture yang berguna untuk tempat duduk, beristirahat maupun berteduh. Bale bengong ini dibangun atas prakarsa Disparda Kota Denpasar dalam rangka menghidupkan kembali objek yang pernah dicanangkan sebagai wisata tirta. Objek ini memiliki daya tarik yang kuat karena berada dipinggir jalan dengan perkerasan aspal yang cukup ramai dilewati. Dua buah bale ini juga sekaligus berada di pinggir sungai sehingga dapat dengan jelas melihat ke sungai dan pintu air. Pada dua bangunan bale bengong ini, balai lebih sempit dari bale tunggu dermaga dan terbagi dua sehingga menyerupai kursi yang berhadap-hadapan. Bale bengong dikelilingi dinding pembatas kayu di ketiga sisi sehingga hanya bisa diakses dari satu sisi (depan). Kendaraan pengunjung bisa parkir hingga ke tanah berumput karena tidak ada penghalang
57
Jalan Kolektor penghubung Jalan Imam Bonjol dengan Jalan Pulau Batanta sisi barat
Bale bengong (Gazebo) Tanaman hias
Tukad Badung Tanaman planter hias Panorama yang baik
Populasi ikan rendah
Gambar 4.8 Potongan arsitektural setting C
Kebun disekitar bangunan juga tertata cukup baik. Rerumputan menghampar disekitar bangunan mulai dari pinggiran jalan hingga ke planter dan bangku beton ditepi sandaran sungai (lihat Gambar 4.9). Tercetusnya ide untuk membangun dua buah bale bengong ini sebenarnya dipengaruhi oleh ramainya masyarakat yang memanfaatkan bale pada dermaga untuk tempat duduk dan bersantai. Hal tersebut dilihat oleh pemerintah sebagai suatu potensi untuk lebih menghidupkan fungsi objek sebagai ruang terbuka publik.
Gambar 4.9 Foto dua buah bale bengong di pinggir sungai
58
4.1.1.4 Setting D (Areal Barat Pintu Air) Objek berupa areal sekitar pintu masuk ke bangunan pengelola bendung gerak yang menjadi setting dari beragam aktivitas. Banyak vegetasi yang ditanam sebagai element lansekap buatan yang meneduhkan. Areal ini menjadi akses utama menuju unit pintu air bendung gerak sekaligus menjadi jembatan ke seberang barat sungai. Jalan Kolektor penghubung Pohon Jalan Imam Perindang Bonjol dengan Jalan Pulau Batanta sisi barat
Areal Pengelola bendungan
Tukad Badung Pintu Air
Panorama yang baik
Areal tepi jalan dimanfaatkan oleh PKL
Populasi ikan tinggi
Gambar 4.10 Potongan arsitektural setting D
Pengunjung yang hendak memasuki pintu air dan jembatan akan disambut oleh beberapa PKL yang berjualan di sekitar pintu masuk. Di sekitar objek ini juga terdapat areal sisa yang terbentuk diantara jalan dengan sungai yang sering dimanfaatkan untuk parkir pengunjung PKL. Dalam berjualan, PKL membentuk setting tambahan untuk mendukung dalam berjualan.
59
Pedagang minuman menempatkan suatu kotak etalase aluminium di depan pagar dinding kantor pengelola. Sarana pendukung seperti meja dan kursi ditempatkan menempel dengan pagar pembatas, dan menggunakan kain terpal sebagai atap. Saat tidak berjualan pun, etalase ini tetap ditinggalkan pada objek dengan keadaan terbungkus kain terpal.
Gambar 4.11 Foto suasana setting ruang D dari tepi jalan
Pedagang mi ayam berada di sebelah pedagang minuman, menggunakan rombong beroda yang bisa berpindah-pindah dan juga menyediakan tempat makan dengan meja pendek beralas dan beratapkan terpal yang terikat ke pagar pembatas.
Gambar 4.12 Foto Setting yang terbentuk oleh pedagang minuman dan mi ayam
Pengunjung juga banyak yang memarkir sepeda motor didalam areal bendung gerak karena lebih teduh dan kebanyakan adalah pengunjung yang menuju areal
60
sekitar pintu air. Banyak pengunjung yang parkir hingga ke atas teras bangunan untuk menghindarkan sepeda motornya dari panas dan hujan. (lihat Gambar 4.13)
Gambar 4.13 Foto pengunjung yang parkir didalam areal pengelola pintu air
4.1.1.5 Setting E ( Bangunan Pintu Air) Bangunan bendung gerak terbagi menjadi koridor luar dan dalam. Areal ini menjadi daya tarik terutama bagi pemancing yang dominan memancing di koridor luar (menghadap ke arah selatan) yang beranggapan bahwa memancing pada bagian sungai yang berarus akan lebih banyak mendapatkan ikan (lihat gambar 4.14). Koridor luar yang terbuka ada di sebelah selatan yang didominasi pemancing, jalur sirkulasi dan parkir sepeda motor. Koridor dalam hanya dimanfaatkan oleh pejalan kaki untuk bersirkulasi dan melihat pemandangan sungai di sebelah utara.
61
Gambar 4.14 Bangunan pintu air bendungan
Beberapa ruang-ruang mekanik pada pintu air juga ikut dimanfaatkan pengunjung untuk duduk dan bersantai. Pada koridor dalam tidak dijumpai pemancing dan sirkulasi lebih sepi daripada koridor luar. Ada beberapa ruang yang dianggap cukup nyaman oleh pengunjung untuk duduk-duduk bersantai dan minum kopi. Selasar kecil diantara pintu air yang menjadi penghubung antara koridor dengan luar dengan koridor dalam dijadikan tempat duduk-duduk. Sedangkan komponen pintu air yang bermaterial besi menjadi meja untuk menaruh barang, makanan ataupun minuman (lihat Gambar 4.15).
Gambar 4.15 Pemanfaatan lain dimana mesin pintu air mekanis dimanfaatkan menjadi fungsi baru sebagai meja dan kursi
62
Di dekat pintu air terdapat ruang yang dibatasi terali besi berukuran sekitar 160x160 cm yang dibuat sebatas sebagai ruang untuk mengoperasikan pintu air mekanis juga muncul pemanfaatan lain yaitu kegiatan duduk-duduk mengobrol bahkan tidur.
Gambar 4.16 Pemanfaatan lain pada ruang kontrol pintu air mekanis menjadi tempat tidur dan tempat untuk mengobrol oleh pengunjung
Dibuatnya set ruang seperti ini sebenarnya sebatas untuk memenuhi standar keamanan dan kenyamanan operator yang bekerja di bendungan ini. Waktu penggunaan ruang yang teramat jarang justru menarik pengunjung pada objek untuk memanfaatkan ruang sebagai suatu setting kegiatan rekreatif. Bangunan beratap, tanpa sekat pembatas (terbuka) sehingga sirkulasi udara sangat baik. Bangunan ini juga berada di atas aliran sungai, dengan suara air mancur dari pintu air, menciptakan kesejukan dan kenyamanan bagi orang yang berada disana. Bentuk atap juga mendukung kenyamanan ruang dibawahnya dengan mengangkat beberapa bagian sehingga terbentuk celah yang semakin melancarkan sirkulasi udara ruang dibawahnya.
63
Aktivitas memancing selalu menjadi pemandangan rutin pada objek ini. Pemancing biasa memancing dari atas jembatan, sandaran maupun langsung turun memancing ditengah sungai.
Gambar 4.17 Pemancing yang masih memperhatikan kenyamanan dan keselamatan dalam beraktivitas Areal air terbendung
Bangunan pintu air
Areal Aliran air dari bendungan
Panorama yang baik
Panorama yang baik
Populasi ikan rendah
Populasi ikan tinggi
Gambar 4. 18 Potongan Arsitektural Setting E
4.1.1.6 Setting F (Jalan di Sisi Timur Sungai) Areal ini tidak terdapat pemancing karena berada di sebelah utara pintu air. Walaupun tidak ada pemancing, namun areal ini seringkali disinggahi penduduk sekitar untuk duduk-duduk dan sekedar menikmati pemandangan. Lingkungan sudah tertata cukup baik dengan jalan yang sudah di paving dan planter box di
64
pinggiran sungai. Tanaman yang ada ditata dan juga tumbuh alami (lihat gambar 4.19). Tukad Badung
Pohon perindang
Pohon perindang
Panorama yang baik
Populasi ikan rendah
Jalan Penghubung Antara Jalan Imam Bonjol dengan Jalan Pulau Batanta sisi timur Gambar 4.19 Potongan arsitektural setting F
Penataan yang sangat baik pada objek ini dilakukan pemerintah untuk memperbaiki wajah tepi sungai yang jorok karena keberadaan pemukiman padat (yang cenderung kumuh). Pemukiman tersebut terletak di sisi utara yang sering bersirkulasi pada jalan ini baik ke utara (Jalan Teuku Umar) ataupun ke selatan (Jalan Pulau Batanta). Sirkulasi yang terjadi selain untuk mencapai tujuan lokasi tertentu juga sengaja dilakukan warga untuk melihat-lihat pemandangan di sungai. Pada sisi jalan ditepi sungai sangat jarang terlihat orang yang memancing. Pemancing disini tidak seramai pemancing di sebelah selatan pintu air (lihat gambar 4.20).
Gambar 4. 20 Foto jalan lingkungan di sebelah utara
65
4.1.1.7 Setting G (Areal di Sisi Timur Bangunan Pintu Air) Di sisi timur areal pintu air dimanfaatkan pedagang bakso untuk berjualan. Warung bakso yang berada di sisi barat jembatan menempatkan rombongnya tepat disebelah pagar pembatas areal pintu air. Areal sisa dekat sandaran sungai dimanfaatkan menjadi tempat makan dengan menempatkan meja dan kursi yang menciptakan setting baru pada objek ini. Pembeli banyak yang memarkir sepeda motor di sisi jalan untuk membeli bakso disini (lihat gambar 4.21).
Gambar 4.21 Foto suasana setting yang terbentuk oleh pedagang bakso di sisi sungai
Objek ini terasa lebih teduh karena banyaknya pohon disekitar warung dan di pinggiran jalan. Sirkulasi jalan aspal didepannya (timur sungai) cenderung lebih sepi dari jalan inspeksi di sebelah barat sungai.
66
Areal Pintu air Areal antara jalan dengan areal pengelola dimanfaatkan PKL
Pohon Perindang
Panorama yang baik Tukad Badung
Jalan Penghubung Antara Jalan Imam Bonjol dengan Jalan Pulau Batanta sisi timur
Populasi ikan tinggi
Sandaran sungai Gambar 4.22 Potongan arsitektural setting G
4.1.1.8 Setting H (Areal Tanggul Tukad Badung) Tipe sandaran sungai seperti ini jarang terlihat di daerah tepi Tukad Badung yang didominasi tipe sandaran berupa kanalisasi. Sandaran dibuat miring dari batas atas sungai hingga mencapai permukaan air sungai. Pada sandaran banyak terdapat pemancing yang duduk seharian untuk mendapatkan ikan. Di puncak sandaran berupa undakan yang banyak diduduki pengunjung untuk melihat pemandangan sungai beserta orang-orang yang memancing.
Pohon perindang
Sandaran sungai
Tukad Badung
Pemandangan baik Jalan Penghubung Antara Jalan Imam Bonjol dengan Jalan Pulau Batanta sisi timur
Populasi ikan tinggi
Gambar 4.23 Potongan arsitektural setting ruang H objek 1
67
4.1.2 Objek 2 (Persimpangan Jalan Gelogor Carik- Jalan Taman Pancing) Objek berada pada ujung selatan jalan inspeksi (Jalan Taman Pancing) dan membentuk persimpangan dengan Jalan Gelogor Carik. Ruang yang ramai oleh pengunjung yaitu kanalisasi sungai berumput dan jembatan (bekas pintu air) di sebelah selatan. Pemerintah kota kemudian menggagas ide untuk memanfaatkan daerah tepi sungai agar dapat bermanfaat secara ekonomis bagi warga sekitar sekitar tahun 80an. Pemanfaatan dilakukan dengan menjadikan lahan di sisi kiri dan kanan sungai menjadi areal perkebunan. Pemanfaatan tersebut ternyata menyebabkan areal sungai menjadi semakin kotor dan tidak terawat, pohon-pohon yang ditanam justru terlihat seperti semak belukar dan berkesan liar. Sekitar tahun 1985 dilaksanakan proyek pelebaran sungai dan senderisasi (pembangunan dinding sungai secara permanen). Pelebaran sungai dilakukan untuk menanggulangi banjir. Dalam pelaksanaan pelebaran sungai, dilakukan pembebasan lahan di sisi sungai, kemudian pengerukan tanah yang menyisakan gundukan tanah di kiri dan kanan sungai. Gundukan ini seringkali menjadi areal sirkulasi warga sekitar yang lama kelamaan terbentuk menjadi jalan setapak. Jalan setapak ini kemudian dikembangkan oleh pemerintah menjadi jalan inspeksi dalam rangka peningkatan kebersihan sungai yang prosesnya terus berjalan hingga tahun 2002 seperti sistem kanalisasi dengan grassblok seperti saat ini. Adapun sistem kanalisasi pada Tukad Badung yaitu pembuatan undakan kecil di dalam sungai yang berfungsi untuk memudahkan aktivitas pembersihan dan perawatan sungai. Kanalisasi juga membuat areal sungai yang menjadi lebih
68
sempit karena ruang dipakai untuk kanalisasi di dua sisi. Sungai yang lebih sempit akan meninggikan permukaan air sungai sehingga aliran air selalu lancar walaupun saat debit air rendah.
. Gambar 4. 24 Foto Tukad Badung diambil dari jembatan lama dengan kanalisasi di kedua sisi
Titik keramaian pengunjung pada objek yaitu di pinggir jalan inspeksi, pinggiran kanal rumput dan di sekitar jembatan (bekas pintu air). Aktivitas yang dominan adalah memancing, kemudian duduk- duduk dan orang yang berbelanja pada PKL.
Gambar 4.25 Foto PKL di pinggir jalan inspeksi dan foto pengunjung yang duduk-duduk di pinggir kanal berumput
69
Objek 2 dibagi menjadi tiga setting dari selatan ke utara. Pembagian setting yaitu pertama areal jembatan lama (A) persimpangan Jalan Inspeksi dengan Jalan Gelogor Carik dan kanal tepi Tukad Badung yang berpaving rumput (C). C B
A
Gambar 4.26 Pembagian Objek 2 menjadi 3 setting
Areal kanal berumput pada objek ini juga sekaligus menjadi representasi dari areal kanal paving-rumput yang terhampar di sepanjang Jalan Inspeksi Tukad Badung yang memiliki karakteristik fisik dan aktivitas yang hampir serupa. 4.1.2.1 Setting A (areal sekitar jembatan lama) Jembatan lama merupakan bekas pintu air yang tidak digunakan lagi. Letaknya agak tersembunyi/ tidak terlihat langsung saat melintasi jalan inspeksi ataupun Jalan Gelogor Carik. Area ini dapat dijangkau melalui pertigaan jalan Inspeksi dengan Jalan Gelogor Carik (dari utara) atau melalui Jalan Griya Anyar (dari selatan). Walaupun jalan akses menuju areal ini hanya berupa jalan setapak, banyak pengunjung yang datang kesini dengan membawa sepeda motor dan memarkir di dekat jembatan (lihat gambar 4.27).
70
Gambar 4.27 Foto situasi setting A
Pengunjung kebanyakan berkumpul di sekitar jembatan baik untuk dudukduduk maupun memancing. PKL yang sering berjualan pada objek adalah penjual umpan, pedagang kopi dan PKL yang tidak tetap lain seperti pedagang bakso.
Gambar 4.28 Setting yang dibentuk oleh pedagang kopi dan pedagang umpan
Pedagang kopi membawa dagangannya dengan sepeda motor yang diparkir di dekat jembatan, pembelinya biasa duduk dijembatan. Pedagang umpan menggunakan meja tambahan serta ember untuk menempatkan umpan dagangannya. Pembeli dari penjual umpan ini adalah pemancing yang ada disekitar objek. Aktivitas pedagang dan pengunjung yang bersantai pada setting ini cenderung berkumpul dibawah bayangan dari sebuah pohon besar di dekat jembatan.
71
Pohon Besar
Jalan Setapak
Jembatan lama Jalan setapak
Panorama yang baik
Panorama yang baik
Populasi ikan tinggi
Populasi ikan tinggi
Gambar 4.29 Potongan arsitektural objek 2 setting A
4.1.2.2 Setting B (Areal sekitar Persimpangan Jalan Gelogor Carik- Jalan Taman Pancing) Setting B adalah areal disekitar persimpangan Jalan Gelogor Carik dengan Jalan Inspeksi (Jalan Taman Pancing). Elemen pembentuk pada setting ini adalah jalan inspeksi, pohon peneduh di pinggir jalan sebelah barat, kanal, paving, rumput, dan sandaran Tukad Badung (lihat gambar 4.). Pemancing pada objek cenderung berjajar membentuk teritorinya pada areal kanal berumput, sedangkan sepeda motor (baik pemancing maupun pengunjung lain) diparkir berjajar di sepanjang jalan inspeksi. Pemancing cenderung ramai di kanalisasi sisi barat karena lebih dekat dari Jalan Taman Pancing yang menyusur di sebelah barat sungai. Adapun di sisi timur sungai sebenarnya juga terdapat jalan inspeksi, namun lalu lintasnya tidak seramai jalan inspeksi di sisi barat. Jalan inspeksi timur lebih sempit dan kualitas aspal tidak sebaik jalan inspeksi barat.
72
Gambar 4.30 Foto pemancing dan pengunjung lain pada kanal rumput
Di sebelah barat jalan, banyak pengunjung yang parkir sekaligus duduk-duduk santai dan mengobrol di sepeda motornya sendiri. Dari titik ini, memang masih dapat melihat pemandangan di sekitar sungai dengan sangat jelas dan juga lebih teduh. Berdasarkan lama waktu berjualan, ada dua jenis PKL yang berjualan pada objek ini. Pertama adalah PKL yang berjualan sepanjang hari pada objek tanpa berpindah ke tempat lain. Kedua, PKL yang berjualan berkeliling dan menjadikan objek sebagai salah satu tempat singgah. PKL yang menetap berjualan di tikungan sebelum persimpangan jalan. sedangkan PKL yang berkeliling selain berdiam di dekat PKL yang menetap, juga seringkali turun ke kanal rumput untuk menghampiri pemancing dan pengunjung lain.
Gambar 4.31 PKL menetap yang membentuk setting dan menunjukkan areal teritorinya
PKL yang berjualan menetap yaitu pedagang pentol dan deretan warung semi permanen di seberang jalan. Pedagang pentol membentuk setting tambahan pada
73
objek. untuk mendukung kegiatan seperti meletakkan meja, kursi dan payung. Warung di barat membuat bangunan semi permanen yang terkesan agak kumuh.
Gambar 4.32 32 Warung semi permanen di sisi barat jalan inspeksi
PKL yang berkeliling adalah pedagang bakpao, bakso dan pedagang mi ayam. Selama berkeliling, objek menjadi tempat yang paling lama disinggahi oleh para PKL dibanding banding tempat singgah lainnya. Areal di tepi Jalan Taman Pohon Pancing perindang persimpangan dimanfaatkan PKL
Tukad Badung
Kanalisasi Tukad Badung
Panorama yang baik
Populasi ikan tinggi Gambar 4.33 4. Potongan arsitektural objek 2 setting B
4.1.2.3 Setting C (Tepi Jalan Taman Pancing) Setting areal kanalisasi dapat dijumpai pada sebagian besar areal sisi Tukad Badung. Penataan tersebut dilakukan oleh pemerintah dengan berbagai pertimbangan, terutama untuk mempermudah operasional pembersihan sungai sungai secara rutin (lihat gambar 4.34). 4.
74
Gambar 4.34 Berbagai pemanfaatan lain pada kanalisasi Tukad Badung
Beberapa penambahan bangunan fisik oleh warga yang tinggal disekitar sungai mewarnai areal kanalisasi Sungai Badung. Penambahan tersebut seperti pembangunan bale bengong, posko, ramp tambahan untuk parkir dan pagar-pagar kayu untuk membatasi binatang ternak.
Gambar 4.35 Pengunjung yang parkir sekaligus duduk-duduk di atas sepeda motor
Dibuatnya sistem kanalisasi di sepanjang Sungai Badung ternyata memiliki suatu dampak lain dari segi pemanfaatan oleh masyarakat umum yaitu sebagai ruang untuk memancing. Pembangunan-pembangunan fisik yang dilakukan oleh masyarakat juga mulai mengusik kinerja aparat pemerintah dalam pembersihan rutin sungai (lihat Gambar 4.34).
75
Pohon Pohon perindang Jalan Taman perindang Pancing
Kanalisasi Tukad Badung
Tukad Badung
Panorama yang baik
Populasi ikan tinggi
Gambar 4.36 4. Potongan arsitektural setting C objek 2
4.1.3
Objek 3 (Waduk Muara Nusadua)
Waduk aduk Muara Nusa Dua, yang terletak di muara Tukad Badung, tepat di hilir Jembatan By Pass Ngurah Rai, Suwung, Denpasar dibangun untuk menyediakan air baku guna memenuhi kebutuhan air bersih. Dalam pembangunannya annya waduk ini melalui beberapa tahapan.Pembangunan tahap-I tahap seluas 35 Ha selesai pada tahun 1995/1996 dan telah dimanfaatkan untuk mensuplai kebutuhan air bersih di Kawasan Nusa Dua dan Kuta sebesar 300 lt/dt, yang dikelola oleh PDAM Kabupaten Badung – PT. T. Tirta Buana.
Gambar 4.37 Foto udara Waduk Muara Nusa Dua pada tahun 2003 Sumber : PU Propinsi Bali
76
Pendeskripsian setting pada objek tiga dibagi menjadi empat setting. Adapun pembagian keempat setting tersebut yaitu pada areal bangku beton (A) Areal Operasional (B) areal sekitar pintu air (C) dan areal sepanjang tepi waduk (D).
A B
D
D
c Gambar 4.38 Pembagian objek 3 menjadi 4 setting
Pada awal tahun 2000an dilakukan beberapa penataan untuk mengembangkan objek ini menjadi objek rekerasi publik. Penataan yang dilakukan yaitu berupa pengadaan bangku-bangku beton, lampu taman, dan pohon perindang serta pavingisasi di jalan kontrol di sisi bendungan.
Gambar 4.39 Foto penataan yang dilakukan pada objek
77
Pada tahun 2005 dilakukan dilakukan kerjasama lanjutan untuk memanfaatkan sebagai objek rekreasi dengan memberlakukan retribusi parkir atas kerjasama LPD Desa Pemogan dengan PD Parkir Kota Denpasar. Kerjasama tersebut di tandai dengan pembangunan sebuah bale/gazebo bale yang dilengkapi papan tanda pemberlakuan parkir.
Gambar 4.40 40 papan tanda pemberlakuan retribusi parkir pada objek
4.1.3.1 Setting A (Areal Bangku Beton) Beberapa elemen penyusun setting ini yaitu pohon perindang,, bangku beton yang berpaving, tangga turunan ke waduk dan jalan inspeksi yang berpaving. Setting ruang seperti ini merupakan hasil karya dari pemerintah yang melihat adanya potensi aktivitas masyarakat yang duduk-duduk duduk duduk santai maupun memancing pada waduk (lihat ( gambar 4.41).
78
Gambar 4.41 Setting yang terbentuk karena aktivitas awal (kiri) dan Aktivitas yang semakin berkembang akibat setting yang dibentuk (kanan)
Pada kenyataannya, fasilitas ini direspon dengan cukup baik oleh masyarakat untuk bersantai dan memancing. PKL pun berdatangan untuk mendekati pengunjung dengan jajanannya.
Pohon palem Waduk Muara perindang Pohon perindang Tempat duduk – Jalan kontrol waduk duduk
Panorama yang baik
Populasi ikan tinggi
Gambar 4.42 Potongan arsitektural objek 3 setting A
4.1.3.2 Setting B (Areal Pengelola Waduk) Aktivitas
yang
banyak
pada
areal
ini
adalah
aktivitas
pengelola
mengoperasikan alat berat serta orang-orang yang berbelanja pada warung. Salah satu bangunan pengelola di setting menjadi warung yang juga menjual perlengkapan memancing. Pemancing di sepanjang waduk banyak yang membeli perlengkapan memancing di warung ini.
79
Gambar 4.43 Foto bangunan pengelola dan warung didalam areal waduk
Penjaga warung (Ibu Sudarmi) memiliki suami yang bekerja sebagai operator alat kebersihan di waduk muara. Elemen pembentuk setting warung yaitu etalase, balai kecil, meja dan kursi. Bangunan pengelola Pohon perindang Waduk muara Jalan kontrol waduk Parkir dan tempat turunnya alat berat ke dalam waduk
Populasi ikan rendah Gambar 4.44 Potongan arsitektural objek 3 setting b
4.1.3.3 Setting C (Areal Sekitar Pintu Air Waduk Muara) Ada beberapa bangunan pada setting ini yaitu bangunan pintu air, bangunan warung dan bangunan pengelola. Ruang ini sebenarnya bukan ruang yang bisa diakses oleh umum, namun banyak pengunjung yang tidak mempedulikan larangan untuk memasuki areal ini (lihat gambar 4.45).
80
Gambar 4.45 Foto didepan pintu masuk areal pintu air (kiri) larangan masuk areal pengelola (tengah) dan sepeda motor yang parkir didalam areal pengelola (kanan)
Pada pintu masuk ke areal pintu air terlihat parkir mengumpul. Pemilik kendaraan yang parkir disini ternyata memancing di sebelah selatan bendungan (berbatasan dengan hutan mangrove).
Gambar 4.46 Suasana lingkungan di selatan pintu air yang berhadapan dengan hutan mangrove
Mengumpulnya kendaraan di sini karena ada pagar pembatas yang menghalangi kendaraan masuk ke areal pintu air. Namun di saat-saat tertentu, banyak pula pengunjung yang memasukkan sepeda motor dengan membuka pagar dan parkir di dalam areal pengelola. Adapun dilarangnya akses masyarakat umum adalah untuk menjaga keamanan pintu air dan bangunan pengelola bendungan muara dan juga karena areal tersebut dapat membahayakan keselamatan (lihat Gambar 4.47) .
81
Hutan Mangrove Pintu air
Areal pengelola Parkir sepeda motor didalam areal pintu air pengelola
Panorama yang baik Populasi ikan tinggi
Populasi ikan tinggi
Gambar 4. 47 Potongan Arsitektural Objek 3 Setting C
4.1.3.4 Setting D ( Areal Tepi Waduk Muara)
Setting D merepresentasikan setting yang dominan pada objek ini, berupa areal yang berada di sisi waduk. Tempat para pemancing berjajar menghadap ke waduk di sepanjang hari. Pemancing tersebut menjadi fenomena yang menjadi ciri khas objek ini, yang dapat dilihat oleh pengguna jalan By Pass Ngurah Rai yang melintas di Jembatan Pura Luhur Tanah Kilap (lihat gambar 4.48). Pohon perindang Jalan kontrol waduk
Waduk Muara
Areal sisi waduk
Populasi ikan tinggi
Gambar 4.48 Potongan arsitektural setting D objek 3
4.2 Tipe Dasar Pola Penyusun Setting Menurut Edward T. Hall (1982),terdapat tiga tipe dasar pola penyusun setting yaitu fixed feature space (ruang berbatas tetap), semifixed feature space (ruang berbatas semitetap) dan informal space (ruang informal yang terbentuk karena
82
interaksi individu). Merujuk pada teori landscape akan digunakan membagi fixed feature space menjadi hardscape dan elemen Softscape. 4.2.1 Pola Penyusun Objek 1 (Bendungan Gerak Tukad Badung) 4.2.1.1 Pola Penyusun Setting A (Bale Tunggu) Fixed feature space pada setting A terdiri dari hardscape dan softscape. Elemen hardscape pada setting adalah dermaga wahana air (beton), bale bengong, perkerasan pavingblok, tangga dan jalan aspal. Elemen softscape pada setting adalah tanah dan tanaman yang tumbuh diatasnya. Semifixed feature space pada setting A yaitu wahana air dan kendaraan pengunjung yang keberadaannnya sementara dan selalu berubah. Informal space pada setting A terjadi pada areal bale tunggu, dermaga, areal paving dan areal rumput. Fixed Feature Space (Hardscape) Dermaga wahana air (perkerasan beton) Bale tunggu wahana air (kayu, genteng) Lantai Pavingblok penanda ruang
Layout Setting A
Semifixed Feature Space Wahana air yang diparkir selama masa rehat pengelola disekitar dermaga Kendaraan pengunjung diparkir di utara bale bengong Informal Space Pada bale tunggu, dermaga, areal paving, areal rumput Civitas Warga Pengunjung lain, pegawai Pedagang rujak (seberang jalan)
Tangga beton yang membatasi akses kendaraan Jalan Aspal Fixed Feature Space (Softscape)
Tanah berumput Tanaman hias Gambar 4.49 Layout setting A objek 1
83
4.2.1.2 Pola Penyusun Setting B (Warung Rujak) Fixed feature space pada setting B terdiri dari hardscape dan softscape. Elemen hardscape pada setting adalah bangunan perlinggih dan jalan aspal. Elemen softscape pada setting adalah tanah dengan berbagai tanaman yang tumbuh diatasnya termasuk sebuah pohon besar. Semifixed feature space pada setting yaitu perlengkapan berdagang seperti meja, kursi dan kendaraan pengunjung (sepeda motor) yang keberadaannnya sementara dan selalu berubah. Informal space pada setting banyak terjadi pada areal teduh dibawah pohon terutama pada bangku lebar. Berbagai aktivitas yang terjadi disana yaitu duduk, berjualan, belanja, bermain. Fixed Feature Space (hardscape)
Layout Setting B
Jalan Aspal Bangunan Pelinggih
Semi Fixed Feature Space Meja dagangan beratap Kursi untuk pengunjung Kendaraan pengunjung
Fixed Feature Space (Softscape)
Informal Space
Lantai Tanah berumput Pohon Besar
Bangku lebar yang tersedia di warung
Civitas Warga, Pegawai Pengunjung lain Pemancing Pengunjung lain Pedagang Gambar 4.50 Layout setting B objek 1
4.2.1.3 Elemen Penyusun Setting C (Dua buah Bale bengong) Fixed feature space pada setting C terdiri dari hardscape dan softscape. Elemen hardscape pada setting adalah jalan aspal, dua buah bale bengong, planter box dan sandaran sungai.
84
Fixed Feature Space (Hardscape) Dua balai Planter tempat duduk beton Sandaran tanggul perkerasan semen batu kali Jalan aspal Civitas Warga Pegawai Pemancing Pengunjung lain Pedagang rujak
Layout Setting C
Fixed Feature Space (Softscape) Rumput Tanaman di planter Semifixed Feature Space Kursi di dalam Bale Kendaraan pengunjung Informal Space Bale Rerumputan
Gambar 4.51 Layout setting C objek 1
Elemen softscape pada setting adalah tanah disekitar bale bengong dan di dalam planterbox dengan berbagai tanaman hias yang tumbuh di atasnya. Semifixed feature space pada setting yaitu meja dan kursi di dalam bale bengong. Informal space pada setting adalah pada bale dan areal rumput. 4.2.1.4 Pola Penyusun Setting D ( Areal Barat Pintu Air) Fixed feature space pada setting D terdiri dari hardscape dan softscape. Elemen hardscape pada setting adalah jalan aspal, dua buah bangunan pengelola,pagar pembatas dan sandaran sungai. Elemen softscape pada setting adalah tanah disekitar bale bengong dan didalam planterbox dengan berbagai tanaman hias yang tumbuh diatasnya. Semifixed feature space pada setting yaitu meja dan kursi didalam bale bengong. Informal space pada setting adalah berbagai aktivitas yang terjadi pada areal sandaran, areal pengelola maupun areal sisa tepi sungai.
85
Fixed Feature Space
Layout Setting D
(hardscape) Bangunan pengelola bendungan (Areal yang tidak dapat diakses umum) gerbang masuk areal pintu air Sandaran sungai Jalan Aspal
Fixed Feature Space (softscape) Tanah + rumput Tanaman hias Civitas Warga, Pegawai, Pengunjung lain operator, pemancing Pemancing Pedagang minuman Pedagang mi ayam Gambar 4.52 Layout setting D pada objek 1
Semifixed Feature Space Sarana pendukung Pedagang minuman Sarana pendukung Pedagang Pedagang mi ayam Barang Dagangan Pedagang keliing
Informal Space Pada areal sandaran, Areal pengelola, Ruang sisa pinggir jalan
4.2.1.5 Pola Penyusun Setting E (Pintu air Bendungan Gerak Tukad Badung) Fixed feature space pada setting E terdiri dari hardscape dan softscape. Elemen hardscape pada setting adalah beberapa komponen penyusun pintu air seperti pondasi, jembatan, railing dan ruang kontrol mekanis. Semifixed feature space pada setting yaitu sepeda motor yang dibawa pengunjung. Informal space pada setting terjadi pada ruang kontrol mekanik dan sepanjang koridor jembatan.
86
Fixed Feature Space (Hardscape) SubStruktur bangunan pintu air (beton) Koridor dalam lantai semen, reling besi, beratap genteng Koridor luar lantai semen reling besi Ruang control mekanis (besi)
Layout Setting E
Semifixed Feature Space Sepeda motor Civitas Warga,Pegawai Pengunjung lain Pemancing
Informal space Ruang kontrol mekanik, koridor
Gambar 4.53 Layout setting E pada objek 1
4.2.1.6 Pola Penyusun Setting F ( Jalan sisi Barat bendungan) Fixed feature space pada setting F terdiri dari hardscape dan softscape. Elemen hardscape pada setting adalah perkerasan paving pada jalan, planterbox, hingga sandaran beton sungai. Fixed Feature Space
Layout setting F
(hardscape) Akses jalan pavingblok yang tembus ke Jalan imam Bonjol Planter dan tempat duduk di puncak dinding sandaran sungai Sandaran bendungan sungai Fixed Feature Space (softscape) pohon Rumput Tanaman hias
Semifixed Feature Space Sepeda motor
Civitas Warga, Pengunjung lain
Informal space Tempat duduk
Gambar 4.54 Layout setting F pada objek 1
87
Semifixed feature space pada setting yaitu sepeda motor yang diparkir oleh pengunjung dimana posisinya tidak tetap/berubah-ubah. Informal space pada setting adalah tempat duduk. 4.2.1.7 Pola Penyusun Setting G (Areal Barat Pintu Air) Fixed feature space pada setting G terdiri dari hardscape dan softscape. Elemen hardscape pada setting adalah jalan aspal, dinding pembatas areal pengelola dan sandaran beton sungai. Element Softscape pada setting yaitu tanah pada ruang-ruang sisa, pohon perindang dan tanaman-tanaman lain. Semifixed feature space pada setting yaitu perlengkapan berjualan pedagang bakso seperti rombong dan meja kursi untuk pembeli dan sepeda motor yang diparkir oleh pengunjung. Informal space pada setting terjadi pada areal sandaran sungai. Areal sandaran sungai memiliki banyak ruang yang seringkali dimanfaatkan oleh anak-anak untuk bermain dan membentuk informal space saat melakukan aktivitasnya. Fixed Feature Space
Layout setting G
Civitas Warga,Pegawai Pengunjung lain pemancing Pemancing Pedagang
(hardscape) Dinding pembatas Jalan aspal Sandaran sungai (pondasi batu kali)
Fixed Feature Space
bakso
(softscape) Pohon Tanah berumput Tanaman hias Semifixed Feature Space
Informal space Areal sandaran sungai
Rombong bakso Meja kursi pembeli bakso Gambar 4.55 Layout setting G pada objek 1
88
4.2.1.8 Pola Penyusun Setting H (Sandaran Tanggul Sungai) Fixed feature space pada setting H terdiri dari hardscape dan softscape. Elemen hardscape pada setting adalah jalan aspal dan sandaran beton sungai. Fixed Feature Space
Layout setting H
(hardscape) Jalan aspal (Jalan taman pancing) Undakan batas atas sandaran Sandaran sungai (pondasi batu kali)
Semifixed Feature Space Sepeda Motor Civitas Warga,Pegawai Pengunjung lain pemancing Pemancing
Fixed Feature Space
Informal space
(softscape)
Sandaran sungai
Pohon/Tanaman hias Pinggiran jalan (Tanah berumput) Gambar 4.56 Layout setting H objek 1
Element Softscape pada setting yaitu tanah pada areal antara jalan dengan tanggul sungai yang ditanami rerumputan, tanaman dan pohon kecil. Semifixed feature space pada setting yaitu sepeda motor yang diparkir oleh pengunjung. Informal space pada setting terjadi pada sandaran sungai. 4.2.2 Pola Penyusun Objek 2 (Persimpangan Jalan Gelogor Carik-Jalan Taman Pancing) 4.2.2.1 Pola Penyusun Setting A (Areal Sekitar Jembatan Lama) Fixed feature space pada setting A terdiri dari hardscape dan softscape. Elemen hardscape pada setting adalah bangunan jembatan beserta railingnya, beserta bangunan. Element Softscape pada setting yaitu tanah pada jalan setapak, rerumputan yang tumbuh pada sedimentasi tepi sungai dan sebuah pohon besar. Semifixed feature space pada setting yaitu sarana pedagang yang berjualan dan
89
sepeda motor yang diparkir oleh pengunjung. Informal space pada setting terjadi pada ruang diatas jembatan. Fixed Feature Space (Hardscape) Jembatan (beton) Railing pipa besi Deretan bangunan
Layout setting A
Fixed Feature Space (Softscape) Jalan Tanah Pohon besar sedimentasi sungai yang ditanami rumput
Civitas Warga,Pegawai Pengunjung lain pemancing Pemancing Pedagang (menetap & keliling )
Informal space Aktivitas duduk-duduk Aktivitas jajan Aktivitas berjualan Aktivitas memancing
Semifixed Feature
Space Sarana dagang pedagang umpan dan pedagang kopi
Aktivitas jalan-jalan
Gambar 4.57 Layout Setting ruang A objek 2
4.2.2.2 Pola Penyusun Setting B (Areal Persimpangan Jalan Gelogor Carik-Taman Pancing) Fixed feature space pada setting B terdiri dari hardscape dan softscape. Elemen hardscape pada setting adalah jalan aspal, sandaran sungai dan pavingblok pada kanalisasi sungai. Element Softscape pada setting yaitu pohon perindang, rerumputan yang ada di tepi jalan dan rerumputan pada grassblok. Semifixed feature space pada setting yaitu sarana pedagang yang berjualan dan sepeda motor yang diparkir oleh pengunjung. Informal space pada setting terjadi pada areal kanalisasi.
90
Fixed Feature Space (Hardscape)
Layout setting B
Jl Taman Pancing (aspal)
Sandaran sungai Grassblok pada kanalisasi Fixed Feature Space (Softscape) Pepohonan Tanah berumput Rumput pada grassblok
Civitas Warga,Pegawai Pengunjung lain pemancing Pemancing Pedagang (menetap & keliling ) Informal space Kanalisasi sungai
Sedimen pada muara anak sungai Semifixed Feature Space Sepeda motor Sarana pedagang Gambar 4.57 Layout setting B objek 2
4.2.2.3 Pola Penyusun Setting C (Areal Jalan Tepi Sungai) Fixed feature space pada setting C terdiri dari hardscape dan softscape. Elemen hardscape pada setting adalah jalan aspal, sandaran sungai dan pavingblok pada kanalisasi sungai. Element Softscape pada setting yaitu pohon perindang, rerumputan yang ada di tepi jalan dan rerumputan pada grassblok. Fixed Feature Space (Softscape)
Layout setting C
Pepohonan Pinggiran jalan (tanah berumput)
Semifixed Feature Space Sepeda motor
Informal space Kanalisasi sungai
Fixed Feature Space (Hardscape) Jalan Taman Pancing (aspal) Sandaran (batu kali) Grassblok pada kanalisasi
Civitas Warga, pengunjung lain,pemancing Pemancing Pedagang keliling (dagangan jinjing) lumpia, kopi, dll Gambar 4.58 Layout Setting C objek 2
91
Semifixed feature space pada setting yaitu sepeda motor yang diparkir oleh pengunjung dengan posisi yang tidak tetap/berubah-ubah. Informal space pada setting terjadi pada areal kanalisasi sungai. 4.2.3 Pola Penyusun Objek 3 (Waduk Muara Nusadua) 4.2.3.1 Pola Penyusun Setting A (Areal Bangku Beton) Fixed feature space pada setting A terdiri dari hardscape dan softscape. Elemen hardscape pada setting adalah jalan aspal,bangku beton, tangga dan sandaran sungai. Element Softscape pada setting yaitu pohon perindang, rerumputan yang ada di tepi jalan. Semifixed feature space pada setting yaitu sepeda motor yang diparkir oleh pengunjung. Informal space pada setting terjadi pada areal rumput tepi jalan dan tepi waduk. Fixed Feature Space (hardscape)
Layout setting A
Anak tangga beton ke arah waduk Jalan kontrol waduk (aspal) Bangku beton Areal ber paving
Semifixed Feature Space Sepeda motor
Civitas Warga, pengunjung
lain, pegawai, pemancing Pemancing
Informal space Fixed Feature Space (hardscape) Pohon peneduh Rumput
Gambar 4.59 Layout Setting A objek 3
Diluar areal bangku beton, terdapat areal berumput di tepi waduk yang seringkali dijadikan wadah aktivitas memancing, duduk-duduk dan istirahat kerja.
92
Tiap aktivitas ataupun kelompok pengunjung akan memiliki ruang informalnya tersendiri bergantung dari jumlah kelompok tersebut. 4.2.3.2 Pola Penyusun Setting B (Areal Pengelola Waduk) Fixed feature space pada setting B terdiri dari hardscape dan softscape. Elemen hardscape pada setting adalah jalan aspal, sandaran sungai dan bangunan pengelola. Element Softscape pada setting yaitu pohon perindang, rerumputan yang ada di tepi jalan. Semifixed feature space pada setting yaitu sepeda motor yang diparkir oleh pengunjung dan kendaraan berat yang sering parkir di tepi waduk. Informal space pada setting terjadi pada warung dimana pengunjung yang berbelanja di warung sering kali melakukan interaksi dengan kerabatnya yang membentuk ruang informal di warung. Fixed Feature Space (hardscape)
Layout setting B
Jembatan Jembatan kontrol Jalan kontrol waduk (aspal) Bangunan pengelola dan warung (menjual jajanan dan perlengkapan memancing ) milik pengelola
Semifixed Feature Space Element Sepeda motor Kendaraan berat Civitas Warga,Pengunjung Lain, pemancing pedagang Pemancing
Informal space Warung
Fixed Feature Space (Softscape) Pepohonan Tanah Tanah berumput
Gambar 4.60 Layout Setting B objek 3
93
4.2.3.3 Pola Penyusun Setting C (Areal sekitar Pintu Air Waduk Muara) Fixed feature space pada setting C terdiri dari hardscape dan softscape. Elemen hardscape pada setting adalah jalan aspal, sandaran sungai, bangunan pengelola (warung) dan bangunan waduk muara. Element Softscape pada setting yaitu pohon perindang, rerumputan yang ada di tepi jalan dan juga hutan bakau (mangrove). Semifixed feature space pada setting yaitu sepeda motor yang diparkir oleh pengunjung. Informal space pada setting terjadi pada areal sekitar pintu air muara. Fixed Feature Space (hardscape)
Layout setting C
Pagar pembatas masuk areal pintu air Warung pengelola Bangunan pengelola Pintu air Areal dan properti milik pengelola dilarang untuk umum
Semifixed Feature Space (Civitas) Sepeda motor
Civitas warga,Pengunjung Lain,
Pedagang keliling Pemancing
Informal space Areal pintu air
Fixed Feature Space (Softscape)
Muara Areal berumput di sisi pintu air Hutan mangrove Gambar 4.61 Setting C objek 3
4.2.3.4 Pola Penyusun Setting D (Areal Tepi Waduk Muara) Fixed Element pada setting D terdiri dari hardscape dan softscape. Elemen hardscape pada setting adalah jalan aspal dan sandaran sungai. Element Softscape pada setting yaitu pohon perindang dan rerumputan yang ada di tepi jalan. Semifixed Element pada setting yaitu sepeda motor yang diparkir oleh
94
pengunjung. Informal space pada setting terjadi pada areal berumput di tepi waduk. Fixed Feature
Layout setting D
Space (hardscape) Jalan Kontrol Waduk (aspal) Sandaran (Pasangan Batu Kali)
Semifixed Feature Space Sepeda motor
Sarana pedagang Civitas warga, Pengunjung lain
Fixed Feature Space (Softscape)
Pedagang keliling
Tanah berumput
Pemancing
Pohon Perindang
Informal space Areal rumput tepi Gambar 4.62 Layout setting D objek 3
4.3 Pola Penyusun Setting dalam Mendukung Aktivitas Penjabaran tipe dasar pola penyusun setting dari ketiga objek diatas kemudian menjadi dasar dalam peninjauan terhadap pola penyusun setting yang mendukung aktivitas tertentu yang dijelaskan dalam Tabel 4.1. Beberapa temuan dapat diidentifikasi dari tabel tersebut. Temuan tersebut berupa adanya aktivitas yang memiliki kecenderungannya masing-masing terhadap tipe dasar pola setting yang ada. Sebagian besar aktifitas duduk dilakukan pada fixed feature space baik sudah terencana sebelumnya maupun ada unsur affordances. Aktivitas duduk yang dilakukan pada semifixed feature space terjadi pada setting yang minim akan fasilitas serta pada setting yang didiami pedagang dan setting pengunjung yang berdiam di kendaraan (sepeda motor) yang diparkir.
95
Tabel 4.1 Tabel pola dasar penyusun setting di ketiga objek Kegiatan
A
B
Duduk
f,i s
Bermain Istirahat
F
f
f,i f
f,i
f,s, i f,i f,i
f,i s
f
f,i f, i f
Memancin g Berjualan Jajan
OBJEK 1 C D E
f
f, s s
f,s, i f f,s
f
f,s
f f, s f
G
H
f, s f,i f, i f, s f f f, s f, s
OBJEK 2 A B C
A
f,i f, f,s, s i f,i f,i f,i
f,i
f,i
f,i
f
f
f
f, f, f,s, s s f,i f,i f,i
OBJEK 3 B C
D
f,s, i
f
f,s, i
f
f
f
f
f,s , f,i
f,s,
f, s f
f,s
f,i
f,i
f f Program Rekreasi Seremonia f, f, f, f, f,s l s s s s f : fixed feature space s : semifixed feature space i : informal space Aktivitas duduk pada ruang informal terjadi karena didalam fixed feature space memungkinkan terdapat lebih dari satu kelompok sehingga batas teritori masing-masing kelompok tersebut berupa badan mereka serta arah hadapnya. Aktivitas bermain dilakukan anak-anak dan orang dewasa dilakukan pada fixed feature space dan informal space. Instensifnya penggunaan ruang informal karena sifat aktivitas bermain yang dilakukan anak-anak mengeksplorasi ruangruang yang ada. Aktivitas bermain yang dilakukan orang dewasa yaitu bermain catur dilakukan pada areal rerumputan karena nuansa kegiatan yang santai, akrab dan kedekatan yang kuat dengan lingkungan alami. Kegiatan istirahat kebanyakan terjadi pada fixed feature space terutama yang bersifat teduh karena aktivitas ini terjadi di siang hari (jam makan siang). Kegiatan ini juga banyak membentuk ruang informal karena areal yang terbagi
96
menjadi beberapa teritori yang dibatasi oleh diri mereka sendiri sehingga dapat dikatakan sebuah ruang informal. Kegiatan memancing selalu terjadi pada fixed feature space yaitu aktivitas yang berorientasi pada tepi perairan sebagai habitat dari ikan.Kegiatan berjualan melibatkan fixed feature space sebagai tempat bernaung dan semifixed feature space yang berasal dari perlengkapan berjualan yang dibawa. Untuk aktifitas jajan, selain memanfaatkan semifixed feature space dari pedagang justru kebanyakan memanfaatkan fixed feature space yang ada. Pada objek 2 dan 3 lebih
banyak
pada
ruang
informal
karena
minimnya
fasilitas
untuk
mengakomodasi kegiatan mereka. Kebanyakan jajan pada areal tepi sungai dengan duduk membentuk lingkaran dengan kelompoknya sehingga terbentuk informal space. 4.4 Identifikasi Tipologi dalam Proses Terbentuknya Setting Adapun dalam penjabaran proses terbentuknya setting akan menggunakan skema dengan tahapannya. Dalam penjabaran tahapan tersebut terdapat komponen penyusun yang menggunakan beberapa tipologi yang kemudian diidentifikasi sebagai berikut. 4.4.1 Elemen Penyusun Lanskap Berbagai elemen fisik yang ada pada setting kemudian dijabarkan masingmasing dengan berlandaskan teori lanskap yang membagi elemen lanskap menjadi 3 (Burton, 1995) yaitu : 4.4.1.1 Bentang alam yang dijabarkan dalam panorama 4.4.1.2 Mahkluk hidup
97
(1) Vegetasi : berbagai tumbuhan yang ada pada setting baik tumbuhan hias maupun perindang. (2) Hewan : berbagai hewan yang hidup pada setting. 4.4.1.3 Penggunaan lahan (1) Setting yang terencana (a) Setting Terencana sebagai Fungsi Utama
T1
(b) Setting Terencana sebagai Fungsi Rekreasi T2 (2) Setting yang tidak terencana (a) Setting yang tidak terencana sebagai ruang sisa
TT1
(b) Setting yang tidak terencana sebagai ruang terbengkalai
TT2
Tidak semua pengelompokan elemen ini tergambar secara simbolik pada skema namun dideskripsikan. 4.4.2 Kelompok kegiatan Secara umum Pengelompokan kegiatan pada setting dibagi menjadi dua yaitu kegiatan dengan fungsi utama dan kegiatan rekreasi. Kegiatan fungsi utama adalah berbagai kegiatan dalam mendukung fungsi utama sungai seperti kegiatan pada bangunan air dan kebersihan sungai. Kegiatan rekreasi adalah kegiatan yang dilakukan untuk bersenang-senang/menghilangkan kejenuhan. Adapun simbol dari kedua kegiatan itu adalah seperti dibawah ini. 4.4.2.1 Kegiatan fungsi utama 4.4.2.2 Kegiatan rekreasi
98
4.4.3 Terencana tidaknya kegiatan Kegiatan yang muncul pada setting ada yang terencana (oleh pemerintah) dan ada juga yang tidak terencana. 4.4.3.1 Kegiatan yang terencana 4.4.3.2 Kegiatan yang tidak terencana 4.4.4 Terlarang Tidaknya Kegiatan Berbagai kegiatan yang dilakukan pada setting juga dibedakan menjadi yang terlarang dan tidak dilarang. Dilarangnya suatu kegiatan oleh pemerintah karena mempertimbangkan faktor keselamatan. Adapun simbol yang digunakan yaitu sebagai berikut. 4.4.4.1 Kegiatan yang tidak dilarang 4.4.4.2 Kegiatan yang dilarang 4.4.5 Jenis Kegiatan Komponen utama pembentuk proses terbentuknya setting yaitu aktivitasaktivitas yang ditemukan selama observasi. Adapun kegiatan-kegiatan tersebut yaitu : 4.4.5.1 Duduk-duduk
1
4.4.5.2 Memancing
2
4.4.5.3 Berjualan ( menetap : a, keliling : b)
3
4.4.5.4 Jajan
4
4.4.5.5 Beristirahat kerja
5
4.4.5.6 Kegiatan rekreasi oleh pemerintah
6
4.4.5.7 Kegiatan seremonial
7
99
4.4.5.8 Kegiatan operasional
8
4.4.5.9 Kegiatan yang memodifikasi setting
9
(rumah makan,parkir, berternak) 4.4.6 Aspek Sosial Adapun penjabaran aspek sosial pada penelitian ini yaitu menjelaskan adanya pengaruh sosial dalam pemanfaatan setting. Adapun dalam aspek sosial terdapat istilah komunitas sosial yang dalam penelitian ini dijabarkan menjadi tiga yaitu : 4.4.6.1 Komunitas warga 4.4.6.2 Komunitas profesi 4.4.6.3 Komunitas hobi 4.5 Penjabaran Proses terbentuknya Setting Berdasarkan tipologi diatas maka penjabaran proses terbentuknya setting akan dilakukan pada tiga objek yang terdiri dari beberapa setting. Objek 1 terdiri dari delapan setting, objek 2 terdiri dari tiga setting dan objek 3 terdiri dari empat setting. 4.5.1 Proses terbentuknya Objek 1 (Bendungan Gerak Tukad Badung) 4.5.1.1 Proses terbentuknya Setting A (Bale Tunggu) Pada tahap 1, setting A hanya berfungsi sebagai bendungan gerak DAM Tukad Badung yang merupakan fungsi terencana sebagai fungsi utama (T1). Dalam perkembangannya setting mulai dikunjungi (1) untuk duduk-duduk di tepi sungai. Pada tahap 2, bendungan kemudian dikembangkan oleh pemerintah menjadi objek daya tarik wisata tirta (6) dengan beberapa penataan fisik .Penataan tersebut masuk kategori setting terencana sebagai fungsi tambahan (T2). Penataan
100
fisik yaitu dengan dibangun sebuah bale bengong (gazebo), dermaga wahana air dan penataaan taman.
Elemen Lanskap
Kegi atan
<<Tinjauan Tipologi
Tabel 4.2 Tabel Proses terbentuknya setting A objek 1
Sos
Tahap 1
T1
Tahap 2
T1 8
8
1A 1
1A
Tahap 3
T2
T1 8 1 T2 1A 6
Tahap 4 .
T2 T1 8 1 1A 5
5 1
6
7
7
1 : Kegiatan dudukduduk
1 : duduk-duduk 1 : duduk-duduk 5 :Istirahat 6 : Dicetuskan kegiatan 7 :Kegiatan seremonial wisata tirta 8 : Kegiatan operasional Panorama sungai Ikan sedikit, vegetasi tanaman hias T1 :Terencana sebagai T1 :Terencana sebagai sandaran tepi sungai sandaran tepi sungai T2 : Sarana pendukung wisata tirta 5 : Terbentuk komunitas profesi yang mengajak rekannya
Pada tahap 3, beberapa sebab menyebabkan operasional daya tarik wisata tirta ditutup sementara. Setting yang telah berubah dengan keberadaan bale bengong kemudian dijadikan tempat istirahat oleh kelompok pekerja yang mobil (5). Setting ini digunakan menjadi salah titik yang dimanfaatkan dalam acara-acara seremonial seperti acara ulang tahun Kota Denpasar dan HUT RI (7). 4.5.1.2 Proses terbentuknya Setting B (Warung Rujak) Pada tahap 1, setting B awalnya hanyalah sebuah tanah kosong dengan sebuah pelinggih ditengah-tengah. Adanya ruang sisa pada setting ini mendorong salah satu warga membuat warung rujak yang menetap/tidak berpindah-pindah. Dimana terbentuk sebuah setting tak terencana pada ruang sisa (TT1). Keberadaan warung memunculkan setting tambahan berupa meja dagangan dan tempat duduk-duduk. Pada tahap 2, keberadaan warung rujak pada setting mendorong kedatangan pembeli (4) dan pedagang keliling (3b).
101
Tabel 4.3 Tabel Proses terbentuknya setting B objek 1
<<Tinjauan Tipologi
Tahap 1
TT1 1B
3a
Tahap 2
TT1
3a
1B
1
sosial
Elemen Lanskap
eg ia ta
4 1 : Duduk-duduk 3a : berjualan menetap Panorama sungai vegetasi tanaman hias dan sebuah pohon perindang besar TT1 :Ruang sisa yang dimanfaatkan oleh pedagang
Tahap 3
TT1 1
3a
1B 1 4 3b
3b
1 : Duduk-duduk 3b : berjualan keliling Panorama sungai vegetasi tanaman hias dan sebuah pohon perindang besar
3a : berjualan menetap 4 : Orang berbelanja Panorama sungai vegetasi tanaman hias dan sebuah pohon perindang besar
TT1 :Ruang sisa yang TT1 :Ruang sisa yang dimanfaatkan oleh dimanfaatkan oleh pedagang pedagang 3a &4 : Kedekatan sosial 3a &4 : Kedekatan sosial menarik warga berbelanja menarik warga berbelanja pada pedagang tetap (Sesama pada pedagang tetap warga) (Sesama warga)
4.5.1.3 Proses terbentuknya Setting C (Dua buah Bale bengong) Pada tahap 1, setting C pada awalnya adalah areal tepi sungai yang dibendung pada bangunan bendungan gerak Dam Tukad Badung yang merupakan sebuah fungsi utama yang terencana (T1). Pada tahap 2, dalam rangka menghidupkan ruang menjadi aktif setelah program wisata tirta yang mangkrak, dibangunlah dua buah bale bengong/ gazebo yang direncanakan sebagai fungsi tambahan (T2). Referensi dari pembangunan dua bale bengong ini ialah fenomena yang terjadi pada setting A. Setelah dibangun, setting ini memasuki tahap 3 yaitu mengalami hal yang sama dengan setting A dimana muncul aktivitas duduk-duduk (1) dan dijadikan tempat istirahat oleh pekerja yang mobil (5).
Bangunan ini juga seringkali
dimanfaatkan dalam acara-acara seremonial yang bersifat insidental oleh banjar maupun desa setempat seperti saat HUT kemerdekaan RI (7).
102
Tabel 4.4 Tabel Proses terbentuknya setting C objek 1
<<Tinjauan Tipologi
Tahap 1
T1
Tahap 2
T2
1C
1C
1
1
T2
1
T2
T1
1C T1 1A
Tahap 4
T2
T1
T1
1C
Tahap 3
7
7
5
5
Elemen Lanska p
Kegi atan
7 5
T1 : sandaran tepi sungai
Sos
1 : duduk-duduk 5 : Pegawai istirahat 7 :Kegiatan seremonial mulai dilakukan Panorama sungai Ikan sedikit, vegetasi tanaman hias T1 :Terencana sebagai sandaran tepi sungai T2 : direncanakan bua bale bengong 5 : Terbentuk komunitas profesi yang mengajak rekan kerjanya datang
4.5.1.4 Proses terbentuknya Setting D ( Areal Barat Pintu Air) Pada tahap 1, setting D merupakan areal sekitar gerbang masuk bangunan pintu air sebelah barat yang ramai dikunjungi pemancing yang akan memancing di sandaran dan diatas pintu air (2). Selain pemancing banyak juga orang yang duduk-duduk pada setting ini (1). Pada tahap2, banyaknya pemancing yang berlalu-lalang
dan orang yang
duduk-duduk mendorong munculnya pedagang yang menetap pada setting ini yaitu pedagang aneka minuman dan pedagang mie ayam bakso (3a) yang memanfaatkan ruang sisa diantara dinding batas areal pengelola dengan jalan (TT1). Pada tahap 3, keberadaan pedagang menetap (3a) pada setting mengundang orang untuk datang berbelanja (4) dan kemudian menarik pedagang keliling yang lewat untuk berhenti dan berjualan pada setting (3b).
103
Tabel 4.5 Tabel Proses terbentuknya setting D objek 1
Sosial
Elemen Lanskap
Kegiata n
<<Tinjauan Tipologi
Tahap 1
Tahap 2
Tahap 3
Tahap 4
T1
T1 T1
TT1
1D 1
2
1
2
1
3b
T1 3b 1D 4 2
3a 1
4
2 1: Duduk-duduk 2: Memancing
1D
3a
1D
TT1 3a TT1
1: Duduk-duduk 2: Memancing 3a : Pedagang menetap
1: Duduk-duduk 2: Memancing 3a : Pedagang menetap 3b :Pedagangakeliling 4 : Jajan
Panorama sungai Ikan banyak, vegetasi tanaman hias dan perindang sandaran tepi sungai, T1 : Setting bangunan bendungan TT1 : Ruang sisa 2 : Pemancing ada yang terdorong secara sosial melalui komunitas hobi ataupun komunitas warga
T1 : Bangunan bendungan TT1 : Pedagang membentuk setting pada ruang sisa
2: Memancing 3a: Berjualan tetap memiliki modal sosial sebagai warga yang tinggal dekat objek
2: Memancing 3a : Berjualan menetap 4 :Kedekatan sosial (sesama warga) menarik orang berbelanja pada pedagang tetap
4.5.1.5 Proses terbentuknya Setting E (Pintu air Bendungan Gerak Tukad Badung) Setting E adalah areal bangunan pintu air berupa jembatan yang menyeberangi sungai yang terencana sebagai fungsi utama (T1). Pada tahap 1, areal ini berkembang menjadi tempat orang memancing ikan yang ada di sungai dibawahnya (2). Aktivitas duduk-duduk juga ikut meramaikan setting ini (1) termasuk pegawai yang beristirahat kerja (5). Terkadang pedagang keliling masuk berjualan pada areal ini(3b) dan mengundang orang berbelanja (4).
104
Tabel 4.6 Tabel Proses terbentuknya setting E objek 1
<<Tinjauan Tipologi
Tahap 1
T1
Tahap 2
T1
8
1E
1
8
3b
5
2 5
Kegiatan
1
1E
3b
4
2
4
1 :Duduk-duduk 3b : Berjualan keliling 5 : Istirahat Bekerja
2 : Memancing 4 : Jajan 8 : Kegiatan operasional
Panorama sungai Ikan banyak, vegetasi tanaman hias dan perindang
Elemen Lanskap
T1 : Setting terencana sebagai bendungan air 2 : Pemancing ada yang terdorong secara sosial melalui komunitas hobi ataupun komunitas warga
Sosial
4.5.1.6 Proses terbentuknya Setting F ( Jalan sisi Barat bendungan) Pada tahap 1, setting F yang awalnya berupa areal tepi sungai yang dekat dengan bendungan gerak seringkali menjadi tempat berjualan bagi pedagang baik menetap (3a). Keberadaan pedagang tentu mengundang orang datang berbelanja (4), duduk-duduk (1). Tabel 4.7 Tabel Proses terbentuknya setting F objek 1
Elemen Lanskap
Kegi atan
<<Tinjauan Tipologi
Tahap 1
Sos
T1
TT1
Tahap 2
T1
3a
3a
1F
1F
4 1
Tahap 3
4
3b
3a
1F
5
1 5
TT1
TT1 T1
4
Tahap 4
3b
1
TT1
T1 1F 1
T2
1: Duduk-duduk 1: Duduk-duduk 3a : Berjualan menetap 3a : Berjualan menetap 3b : Berjualan keliling 4 : Jajan 4 : Jajan 5 : Istirahat bekerja Panorama sungai Ikan sedikit, vegetasi pohon perindang T1 :Setting awal sebagai areal sandaran sungai TT1 : Pedagang tetap membawa setting baru pada ruang sisa -
1: Duduk-duduk
105
Pada tahap 2 mulai datang pedagang keliling (3b) dan juga para pekerja jyang beristirahat. Pada tahap 3, dilakukan penataan pada daerah tepi sungai yang kemudian mengubah setting (T2) menjadi lebih rapi. Jalan ditata menggunakan perkerasan paving dan pinggiran sungai yang diberi tanaman hias dan tempat duduk beton. Beberapa pohon ditebang dan menghilangkan kerindangan pada setting. Setelah ditata keberadaan pedagang tetap (3a) tidak ditemukan lagi diikuti dengan hilangnya orang yang berbelanja (4) dan beristirahat kerja (5). Pada tahap 4, setting hanya digunakan untuk duduk-duduk (1) pada saat tertentu. 4.5.1.7 Proses terbentuknya Setting G (Areal Barat Pintu Air) Pada tahap 1, Setting G merupakan areal di sekitar gerbang masuk pintu air sebelah timur yang ramai dikunjungi pemancing (2) yang akan memancing di sandaran dan diatas pintu air. Selain pemancing banyak juga orang yang dudukduduk pada setting ini (1). Tabel 4.8 Tabel Proses terbentuknya setting G objek 1
<<Tinjauan Tipologi
Tahap 1
Tahap 2
Tahap 3
T1
T1
T1
TT1 T1 3a
3a
1G 1G
1
1G
1 2
2
1 4
TT1
Sosial
Elemen Lanskap
Kegi atan
2 1 :Duduk-duduk 2 : Memancing
Tahap 4
1 :Duduk-duduk 1 :Duduk-duduk 2 : Memancing 3a : Berjualan tetap 3a : Berjualan tetap Panorama sungai Ikan banyak, vegetasi tanaman hias dan pohon perindang
3a
1G 4
1 2
TT1 2 : Memancing 4 : Jajan
T1 :Setting areal bendungan T1 :Setting awal terencana sebagai areal bendungan gerak gerak TT1 : Pedagang tetap membawa setting baru pada ruang sisa TT1 : Ruang sisa 2 : Pemancing ada yang 2 : Pemancing terdorong secara sosial 3a : Pedagang memiliki modal sosial sebagai warga yang bermukim dekat melalui komunitas hobi setting ataupun warga
106
Pada tahap 2, dengan banyaknya pemancing yang berlalu-lalang dan orang yang duduk-duduk, muncul pula pedagang yang menetap pada setting ini yaitu pedagang mie ayam bakso (3a). Pada tahap 3 orang mulai datang berbelanja (4) dan semakin meramaikan objek. 4.5.1.8 Proses terbentuknya Setting H (Sandaran Tanggul Sungai) Setting H merupakan areal terencana sandaran sungai (T1) yang kemudian dimanfaatkan menjadi tempat memancing (2) oleh orang-orang secara rutin pada waktu-waktu tertentu. Tabel 4.9 Tabel Proses terbentuknya setting H objek 1
<<Tinjauan Tipologi
Tahap 1
Tahap 2
T1
T1
1H
1H 2 2
Kegiatan Elemen Lanskap
Sosial
2 : memancing
2 : memancing
Panorama sungai Ikan banyak, vegetasi tidak ada T1 : Setting terencana sebagai tanggul sandaran sungai 2 : Pemancing ada yang terdorong secara sosial melalui komunitas hobi ataupun komunitas warga
Panorama sungai Ikan banyak, vegetasi tidak ada T1 : Setting terencana sebagai tanggul sandaran sungai 2 : Pemancing ada yang terdorong secara sosial melalui komunitas hobi ataupun komunitas warga
4.5.2 Pola yang Terjadi pada Proses terbentuknya Objek 1 Pola yang terjadi pada proses terbentuknya objek 1 yaitu : 4.5.2.1 Terjadi fenomena pemanfaatan lain dari fungsi utama yang direncanakan pemerintah (T1) seperti duduk-duduk (1), memancing (2), berjualan (3), berbelanja (4) hingga istirahat kerja (5). 4.5.2.2 Aktivitas duduk-duduk (1) selalu terjadi pada objek dengan panorama yang baik walaupun tanpa ada fasilitas pendukung.
107
4.5.2.3 Penataan tambahan oleh pemerintah (T2) yang menambah elemen keteduhan memberikan dampak semakin banyaknya pengunjung (1), termasuk pengunjung yang memanfaatkan sebagai tempat beristirahat kerja (5). (Setting A dan C). 4.5.2.4 Penataan tambahan oleh pemerintah (T2) memiliki
rencana sebagai
tempat dilangsungkannya acara seremonial. 4.5.2.5 Elemen peneduh disertai ruang sisa yang terdapat pada setting akan mendorong munculnya pedagang tetap (3a), kemudian pedagang tersebut mengundang datangnya pembeli (4). Pedagang tetap dan pengunjung kemudian mengundang kedatangan pedagang keliling (Setting B, D, dan G) 4.5.2.6 Adanya populasi ikan menjadi pendorong utama kehadiran pemancing pada setting (Setting D, E, G dan H) 4.5.2.7 Pedagang keliling lebih fleksibel keberadaannya dibanding pedagang tetap karena sifatnya yang mobil. Pada setting E terdapat pedagang keliling sedangkan tidak ada pedagang tetap karena tidak ada ruang sisa yang merupakan suatu prasyarat mutlak. 4.5.2.8 Salah satu pendukung temuan bahwa ruang sisa dan elemen peneduh merupakan prasyarat mutlak bagi pedagang tetap ditunjukkan pada proses terbentuknya yang terjadi setting F dimana pada awalnya setting memiliki Pohon perindang dan ruang sisa, yang mengundang kedatangan pedagang (tetap dan keliling). Keberadaan pedagang pada saat itu menarik pengunjung datang untuk berbelanja, termasuk kalangan pekerja yang
108
berbelanja
sambil
beristirahat.
Setelah
dilakukan
penataan
oleh
pemerintah, dua elemen tersebut hilang dan menghilangkan pedagang sekaligus menghilangkan pengunjungnya. Kini yang tersisa hanya segelintir orang yang duduk-duduk pada pada waktu tertentu, terutama saat suasana teduh (mendung/sore hari) 4.5.2.9 Kegiatan memancing merupakan kegiatan yang paling sedikit memerlukan prasyarat dalam melangsungkan kegiatannya. Hanya populasi ikan yang menarik keberadaan pemancing. Pada Setting H, adanya populasi ikan tanpa elemen lain seperti keteduhan dan panorama tetap menarik kedatangan pemancing. 4.5.3 Proses terbentuknya Objek 2 (Persimpangan Jalan Gelogor CarikJalan Taman Pancing) 4.5.3.1 Proses terbentuknya Setting A (Areal Sekitar Jembatan Lama) Setting A adalah sebuah jembatan lama yang dulunya terencana sebagai pintu air (T1) namun kini sudah tidak dipergunakan lagi. Setting memiliki panorama sungai yang baik, populasi ikan yang banyak, serta vegetasi tanaman hias dan pohon perindang yang mempengaruhi berbagai aktivitas yang muncul. Pada tahap 1, setting ini dimanfaatkan menjadi tempat memancing bagi orangorang secara rutin pada waktu-waktu tertentu (2). Munculnya kegiatan memancing diikuti pula dengan semakin banyaknya orang yang duduk-duduk (1). Para pemancing disini juga memiliki kedekatan yang erat sebagai suatu kelompok dengan hobi yang sama. Hal tersebut juga menjadi salah satu pendorong bertambahnya pemancing. Pada tahap 2, pedagang berjualan pada setting (3a)
109
karena terdorong ramainya orang yang duduk-duduk dan memancing. Pedagang yang berjualan pada setting ini ada yang berjualan hanya pada objek (menetap) dan ada juga pedagang yang berkeliling dari tempat lain dan singgah berjualan selama jangka waktu tertentu (3b). Pedagang yang berjualan menetap membentuk setting yang tak terencana pada ruang sisa (TT1) yang terbengkalai. Pada tahap 3, setting semakin ramai dengan orang yang datang berbelanja (4) dan pegawai yang mobil dalam beristirahat kerja (5) maupun pedagang keliling (3b). Tabel 4.10 Tabel Proses terbentuknya setting A objek 2
<<Tinjauan Tipologi
Tahap 1
Tahap3
Tahap 4
T1 TT2
TT2
2A
1
1 :Duduk-duduk 2 : Memancing Panorama sungai Ikan banyak, vegetasi tanaman hias dan pohon perindang
3a 1
2A 2
2
Kegi atan Elemen Lanskap Sosial
Tahap 2
1 :Duduk-duduk 2 : Memancing 3a : Berjualan menetap Panorama sungai Ikan banyak, vegetasi tanaman hias dan pohon perindang
TT2 : Areal jembatan lama yang terbengkalai
T1
3b
2A
3a 1
5
2
3b 2A 3a 5 1 2 4 TT1
4 1: Duduk-duduk 3a : Pedagang menetap 4 : Jajan Panorama sungai Ikan banyak, vegetasi tanaman hias dan pohon perindang
TT2 : Areal jembatan lama TT2 : Areal jembatan lama yang terbengkalai yang terbengkalai dijadikan tempat dijadikan tempat berdagang berdagang 2 : Pemancing ada yang 2 : Pemancing pada k omunitas warga dan hobi terdorong secara sosial melalui komunitas hobi ataupun komunitas warga
2: Memancing 3b :Pedagangakeliling 5 : Istirahat bekerja Panorama sungai Ikan banyak, vegetasi tanaman hias dan pohon perindang TT2 : Areal jembatan lama yang terbengkalai dijadikan tempat berdagang
4.5.3.2 Proses terbentuknya Setting B (Areal Persimpangan Jalan Gelogor CarikTaman Pancing) Setting B adalah persimpangan Jalan Taman Pancing dengan Jalan Gelogor Carik yang berada di tepi Tukad Badung. Jalan Taman Pancing direncanakan sebagai jalan inspeksi sekaligus jalan alternatif (T1). Pada tahap 1, setting menjadi
110
tempat memancing sejak lama (2) dan menarik pengunjung untuk duduk-duduk (1). Pada tahap 2, ruang sisa di sisi jalan dimanfaatkan oleh pedagang yang berjualan menetap (TT1). Pada tahap 3, Adanya penjual menarik pembeli untuk datang berbelanja (4). Pedagang keliling pun banyak yang menyinggahi setting ini untuk mendapatkan pembeli (3b). Setting ini seringkali dimanfaatkan pemerintah untuk menjadi tempat dilangsungkannya acara-acara seremonial seperti HUT kemerdekaan RI dan HUT Kota Denpasar (7).
Elemen Lanskap
Kegiata n
<<Tinjauan Tipologi
Tabel 4.11 Tabel Proses terbentuknya setting B objek 2
Tahap 1
Tahap 2
T1 2B
TT1 1 2
3a
T1
1
2B 2
1 :Duduk-duduk 2 : Memancing
1 :Duduk-duduk 2 : Memancing 3a : Berjualan menetap
Tahap 3
Tahap 4
T1
T1 3b
2B
7
2
3a 1
3b 2B 7 4 2
3a 1
4 1: Duduk-duduk 2: Memancing 3a : Pedagang menetap 3b :Pedagangakeliling 4 : Jajan 7: Kegiatan seremonial
Panorama sungai Ikan banyak, vegetasi tanaman hias, rumput T1 : Setting awal sebagai jalan inspeksi dan kanalisasi TT1 : Pedagang tetap membawa setting baru pada ruang sisa
T1 : Setting jalan inspeksi dan kanalisasi TT1 : Ruang sisa ditepi jalan sos 2 : Pemancing ada yang terdorong secara sosial melalui komunitas hobi ataupun warga
4.5.3.3 Proses terbentuknya Setting C (Areal Jalan Tepi Sungai) Setting C merupakan areal tepi sungai yang bersisian dengan Jalan Taman Pancing. Pada tahap 1, akses yang mudah meningkatkan jumlah pemancing di tepi Tukad Badung (2). Keberadaan sungai dengan ramainya pemancing menarik perhatian orang untuk ikut duduk-duduk di tepi sungai (1). Pada tahap 2, Pedagang keliling secara natural memanfaatkan keramaian tersebut untuk berjualan (3b). Berbagai kegiatan seremonial (7) dilakukan pada setting
111
melakukan acara-acara tertentu seperti kegiatan desa/banjar, hingga kegiatan hajatan oleh warga. Pada tahap 3, muncul warga yang memiliki usaha yang memodifikasi setting yang ada (TT2). Modifikasi setting yang dilakukan tersebut ternyata mengganggu operasional kebersihan sungai (9) Pemanfaatan lain juga dilakukan pada setting seperti menjadikan tempat ternak seperti unggas, sapi, kuda dan lain-lain. Tabel 4.12 Tabel Proses terbentuknya setting C objek 2
Tahap 2 8
2C
Tahap 4
T1
T1 8
Tahap 3
1 2
1 :Duduk-duduk 2 : Memancing 8 :Operasional sungai
T1 1
2C 2
7
3b
T1
9
2C 8
1
7 3b 2
9 8
2C
1
7 3b 2
1 :Duduk-duduk 2 : Memancing 3b : Be rjualan keliling 7 : Acara seremonial 8 :Operasional sungai
1 :Duduk-duduk 2 : Memancing 3b : Be rjualan keliling 7 : Acara seremonial 8 :Operasional sungai 9 : Aktivitas lain (rumah makan, parkir, beternak) Panorama sungai Ikan banyak, vegetasi pohon perindang rumput T1 :Setting awal terencana sebagai jalan inspeksi 2 :Pemancing ada yang terdorong secara sosial melalui komunitas hobi ataupun komunitas warga
Elem en Lans kap
Kegiatan
<<Tinjauan Tipologi
Tahap 1
Sos
4.5.4 Pola yang Terjadi dari Proses terbentuknya Objek 2 Pola proses terbentuknya yang terjadi pada objek 2 yaitu : 4.5.4.1 Terjadi fenomena pemanfaatan lain dari fungsi utama yang direncanakan pemerintah (T1) seperti berkunjung (1), memancing (2), berjualan (3), berbelanja (4). (setting B dan C) 4.5.4.2 Aktivitas berkunjung (1) selalu terjadi pada objek dengan panorama yang baik walaupun tanpa ada fasilitas pendukung. 4.5.4.3 Pemerintah yang memanfaatkan sebuah fungsi utama (T1) berupa kanalisasi untuk acara seremonial (7) justru mendorong masyarakat untuk
112
memanfaatkan kanalisasi tersebut untuk kepentingannya masing-masing yang tidak jarang mengganggu fungsi utama (8) 4.5.4.4 Adanya sebuah bekas fasilitas pemerintah yang terbengkalai disertai, panorama, keteduhan tetap (Pohon perindang) yang terdapat pada setting akan
mendorong
munculnya
pengunjung
hingga
pegawai
yang
beristirahat, selain itu juga muncul pedagang tetap (3a), dimana pedagang tersebut mengundang datangnya pembeli (4). Pedagang tetap dan pengunjung kemudian mengundang kedatangan pedagang keliling (3b) (Setting A) 4.5.4.5 Hanya ruang sisa saja juga dapat mendorong munculnya pedagang tetap (3a) meskipun tidak ada keteduhan, itu dikarenakan ada faktor pendorong lain yaitu lokasi yang strategis (Setting B). Keberadaan pedagang tersebut mengundang datangnya pembeli (4). Pedagang tetap dan pengunjung kemudian mengundang kedatangan pedagang keliling (3b) (Setting B). Namun karena tidak adanya keteduhan tetap maka pengunjung hanya ramai pada saat ada keteduhan yang bersifat temporal (mendung/sore hari) 4.5.4.6 Adanya populasi ikan menjadi pendorong utama kehadiran pemancing pada setting. 4.5.4.7 Pedagang keliling lebih fleksibel keberadaannya dibanding pedagang tetap karena sifatnya yang mobil. Pada setting C pedagang keliling berjualan hingga ke areal kanalisasi sedangkan tidak ada pedagang tetap karena tidak adanya ruang sisa yang merupakan suatu prasyarat mutlak.
113
4.5.4.8 Kegiatan memancing merupakan kegiatan yang paling sedikit memerlukan prasyarat dalam melangsungkan kegiatannya. Hanya populasi ikan yang menarik keberadaan pemancing. Pada Setting B dan C, adanya populasi ikan tanpa elemen lain seperti keteduhan dan panorama tetap menarik kedatangan pemancing. 4.5.5 Proses terbentuknya Objek 3 (Waduk Muara Nusadua) 4.5.5.1 Proses Terbentuknya Setting A (Areal Bangku Beton) Setting A adalah areal pertama yang dijumpai saat memasuki objek 3 Waduk Muara Nusadua dimana pada awalnya hanyalah areal tepi waduk biasa dengan jalan kontrol (T1) untuk menunjang kegiatan operasional (8). Tabel 4.13 Tabel Proses terbentuknya setting A objek 3
Sos ial
Elemen Lanskap
Kegiatan
<<Tinjauan Tipologi
Tahap 1
Tahap 2
T1 8
3A
T2
T1 1 2
Tahap 4
T1
7
T1
6 8
8
3A 1
1: Duduk-duduk 2: Memancing 3b : Berjualan keliling 4 : Jajan 5 : Istirahat bekerja 6 : Retribusi parkir 8 :Operasional waduk
3A 4 3b
3b
7
6
5
2
5 4
1 :Duduk-duduk 2 : Memancing 8 :Operasional waduk
Tahap 3
1 2
T2 1: Duduk-duduk 3b : Berjualan keliling 5 : Istirahat bekerja 7 : Kegiatan seremonial
8
3A
5 4 3b
1 2
T2 2: Memancing 4 : Jajan 6 : Retribusi parkir 8 :Operasional waduk
Panorama sungai Ikan banyak, vegetasi pohon perindang rumput T1 :Setting awal sebagai jalan tepi waduk
T1 : Jalan kontrol waduk T2 :Penataan setting rekreasi
2 : Pemancing ada yang terdorong secara sosial melalui komunitas hobi
Pada tahap 1, ramainya orang yang memancing (2) diikuti dengan orang yang duduk-duduk (1) melihat pemandangan sekitar dan diikuti oleh pedagang keliling
114
(3b). Setting yang ramai kemudian mendorong pemerintah merencanakan penataan (T2) dan memberlakukan retribusi (6) pada setting ini walaupun pemberlakuan retribusi tersebut tidak berjalan lama. Pada setting juga dijadikan tempat istirahat bagi para pekerja yang melewati Jalan By Pass Ngurah Rai (5). Hingga kini aktivitas memancing, duduk-duduk dan pedagang masih terus berjalan secara alami pada setting. 4.5.5.2 Proses terbentuknya Setting B (Areal Pengelola Waduk) Setting B dekat dengan jembatan kontrol dan juga bangunan pengelola (T1) termasuk sebuah warung (3a) yang menjual keperluan pemancing (T2). Bangunan berfungsi untuk memarkir alat berat untuk operasional waduk dan bangunan warung (8). Pada setting juga terdapat sungai kecil yang melintas dibawah jalan kontrol dan bermuara ke waduk. Pada tahap 1, banyak pemancing yang justru memancing di sungai yang bermuara ke waduk.
Elemen Lanska p
Kegiatan
<<Tinjauan Tipologi
Tabel 4.14 Tabel Proses terbentuknya setting B objek 3
sos
Tahap 1
T1
Tahap 2
T1
8
T2 3a
3B
4 2
8 2
3B 3b
3a
T2
4
3b
2: Memancing 3a :Berjualan menetap 4 : Jajan 8 :Operasional waduk
2: Memancing 3a :Berjualan menetap 3b : Berjualan keliling 4 : Jajan 8 :Operasional waduk
Panorama waduk Ikan banyak, vegetasi rumput T1 : Setting awal sebagai jalan tepi waduk dengan bengunan pengelola T2 : Setting tambahan berupa bangunan warung 2 : Pemancing ada yang terdorong secara sosial melalui komunitas hobi
115
Pengunjung objek berbelanja (4) pada setting dan ikut menarik pedagang keliling (3b) untuk sesekali berhenti dan menunggu pembeli disini. 4.5.5.3 Setting C (Areal sekitar Pintu Air Waduk Muara) Setting C adalah areal sekitar pintu air muara ke perairan hutan mangrove dengan beberapa bangunan pengelola (T1) yang salah satunya dijadikan warung (T2). Pada tahap 1, adanya warung menarik pengunjung untuk berbelanja (1). Adanya larangan masuk pada pintu air tidak menghalangi para pemancing untuk memancing disana (2). Pada tahap 2, keberadaan pemancing mendorong datangnya pedagang keliling (3b) memasuki setting yang terlarang. Tabel 4.15 Tabel Proses terbentuknya setting C objek 3
<<Tinjauan Tipologi
Tahap 1
T1 8
T2
3C
3a
Tahap 2
T1 8
2
sos ial
Elemen Lanskap
Kegiatan
2: Memancing 3a :Berjualan menetap 4 : Jajan 8 :Operasional waduk
T1 T2
3C
4 4
Tahap 3
3a 2
8
3a T2
3C
4 3b
2
3b 2: Memancing 2: Memancing 3a :Berjualan menetap 3a :Berjualan menetap 3b : Berjualan keliling 3b : Berjualan keliling 4 : Jajan 4 : Jajan 8 :Operasional waduk 8 :Operasional waduk Panorama waduk Ikan banyak, vegetasi rumput, pohon perindang
T1 :Setting awal sebagai pintu air waduk muara T2 :Setting tambahan berupa bangunan warung 2 : Pemancing ada yang terdorong secara sosial melalui komunitas hobi
4.5.5.4 Proses Terbentuknya Setting D (Areal Tepi Waduk Muara) Setting D merupakan setting yang mewakili sebagian besar objek yang terencana sebagai sandaran waduk yang landai (T1). Pada tahap 1, waduk secara alami mengundang pemancing (2) dan pengunjung datang (1). Pada tahap 2,
116
keberadaan aktivitas tersebut kemudian mendatangkan lebih banyak pedagang yang berjualan pada objek (3b) dan juga orang yang berbelanja (4).
Tahap 1
T1
T1 8
Tahap 2
8
3D 1 2
Tahap 3
T1 3D 1
4
2
8 4
3b
1 : Duduk-duduk 1 : Duduk-duduk 2: Memancing 3b : Berjualan keliling 8 :Operasional waduk 8 :Operasional waduk Panorama waduk Ikan banyak, vegetasi rumput, T1 :Setting awal sebagai tanggul waduk muara
3D 1 3b 2
2: Memancing 4 : Jajan
azEle men Lans kap
Kegi atan
<<Tinjauan Tipologi
Tabel 4.16 Tabel Proses terbentuknya setting D objek 3
-
sos
4.5.6 Pola yang Terjadi dari Proses Terbentuknya Objek 3 Pola proses terbentuknya yang terjadi pada objek 3 yaitu : 4.5.6.1 Terjadi fenomena pemanfaatan lain dari fungsi utama yang direncanakan pemerintah (T1) seperti berkunjung (1), memancing (2), berjualan (3), berbelanja (4). 4.5.6.2 Sistem pengelolaan (6) yang diberlakukan setelah penataan objek (T2) tidak berjalan lama dan hanya menyisakan setting baru yang kemudian menarik lebih banyak pengunjung dan kegiatan lain seperti orang yang berjualan (3), beristirahat kerja (5) 4.5.6.3 Aktivitas berkunjung (1) selalu terjadi pada objek dengan panorama yang baik walaupun tanpa ada fasilitas pendukung. 4.5.6.4 Adanya populasi ikan menjadi pendorong utama kehadiran pemancing (2) pada setting.
117
4.5.6.5 Kegiatan memancing merupakan kegiatan yang paling sedikit memerlukan prasyarat dalam melangsungkan kegiatannya. Hanya populasi ikan yang menarik keberadaan pemancing. 4.5.6.6 Pedagang keliling lebih fleksibel keberadaannya dibanding pedagang tetap yang hanya pada setting B dan C karena sifatnya yang mobil. Pada setting D pedagang keliling berjualan di sepanjang areal tepi waduk. Pedagang tetap yang bisa berjualan pada objek ini sebatas kerabat dari pengelola waduk. 4.5.6.7 Panorama berpengaruh terhadap pengunjung, pada setting B, panorama yang terganggu adanya tiang sutet dan lalu lalang alat berat berdampak pada sepinya pengunjung begitu pula dengan populasi ikan yang rendah menyebabkan sepinya pemancing. 4.5.6.8 Pada setting C terdapat setting yang direncanakan sebagai fungsi utama (pintu air) maupun kegiatan rekreasi yang terencana (dibuatnya warung dan penyewaan jukung). Pintu air waduk muara aksesnya dibatasi ternyata dilanggar oleh kegiatan memancing dan juga pedagang keliling. 4.6 Pola Hubungan Setting-Perilaku pada Proses Terbentuknya Setting Banyak pakar ilmu arsitektur/psikologi lingkungan yang menyetujui bahwa terdapat hubungan timbal balik antara perilaku manusia dengan lingkungan fisik sebagai wadah kegiatan manusia. Demikian halnya dalam penelitian ini ditemukan adanya beberapa hubungan timbal balik yang akan dijelaskan sebagai berikut.
118
4.6.1 Setting yang Mempengaruhi Perilaku Pola hubungan yang pertama adalah setting yang mempengaruhi perilaku.Pada fenomena ini, setting yang memberi pengaruh terhadap segala perilaku yang terjadi didalamnya. Terdapat dua jenis fenomena ini yaitu setting yang mendorong terjadinya perilaku dan setting yang mengubah perilaku. 4.6.1.1 Setting yang mendorong terjadinya berbagai perilaku Fenomena ini terjadi saat setting memiliki kualitas fisik yang dinilai dapat mewadahi suatu aktivitas, baik terencana atau tidak. Pelaku aktivitas kemudian secara alami memanfaatkan setting tersebut untuk wadah kegiatannya.
T1
Perencanaan utama yang mempengaruhi setting
N n
Berbagai aktivitas yang muncul
Gambar 4.63 Diagram setting yang mendorong terjadinya berbagai perilaku
Fenomena ini terjadi pada objek 1 yaitu pada setting A tahap 1, tahap 3, setting B tahap 2, setting C tahap 3, setting D tahap 1, tahap 3, setting E tahap 1, setting F tahap 1, setting G tahap 1, tahap 3, setting H tahap 1. Pada objek 2 terjadi pada setting A tahap 1, tahap 3, setting B tahap 1, tahap 3, setting C tahap 1, tahap 2. Pada objek 3 terjadi pada setting A tahap 1, tahap 2, setting B tahap 1, setting C tahap 1.
119
4.6.1.2 Setting yang merubah perilaku Fenomena ini terjadi pada saat setting memiliki kualitas fisik tertentu yang dapat merubah kegiatan yang ada didalamnya. Perencanaan tambahan yang masuk dan mempengaruhi setting
T2
T1
T1
T1 n
N n
n n
Setting baru telah merubah aktivitas yang ada
N n
n
n
T2 Setting dengan perencanaan awal dan berbagai aktivitas alami didalamnya
N T2
Setting yang berubah karena perencanaan menjadi tidak ideal bagi beberapa aktivitas
Gambar 4.64 Diagram setting yang merubah perilaku
Terjadi pada objek 1 yaitu pada setting F tahap 3 dimana penataan yang dilakukan pemerintah kota mengubah setting dengan yang baru dan juga mengubah aktivitas yang ada didalamnya. 4.6.2 Perilaku yang Mempengaruhi Setting Pola hubungan berikutnya adalah perilaku yang mempengaruhi setting dimana perilaku yang terjadi akan memberi pengaruh terhadap bentuk fisik dari setting. Adapun terdapat dua jenis fenomena ini yang ditemukan pada penelitian yaitu perilaku yang mendorong terbentuknya suatu setting secara tidak langsung dan secara langsung.
120
4.6.2.1 Perilaku yang mendorong terbentuknya setting baru secara tidak langsung Pada fenomena ini, terdapat setting yang menjadi stimulus yang mendorong setting lain untuk berubah mengikuti setting tersebut. Proses perubahan setting yang terdorong setting lain tersebut melalui jangka waktu yang lama atau tidak spontan/tidak langsung. setting dengan perencanaan tertentu (T1)
T1 N
T2
Setting Perencanaan tambahan (T2) mengikuti setting T1
6
n
Aktivitas alami pada T1 yang memicu masuknya perencanaan tambahan pada T2 Gambar 4.65 Diagram setting yang mendorong terjadinya setting baru
Fenomena ini terjadi pada objek 1 : setting A tahap 2, setting C tahap 2. Terjadi pada objek 3 yaitu pada setting A tahap 2. 4.6.2.2 Perilaku pada setting yang membentuk setting secara langsung Pada fenomena ini, terdapat setting yang menjadi stimulus yang mendorong setting lain untuk berubah mengikuti setting tersebut. Pada fenomena ini proses terbentuknya setting terjadi secara spontan/langsung atau dalam jangka waktu yang cenderung cepat.
TT1 T1 N
3a
Perlengkapan yang dibawa pedagang membentuk setting baru Setting awal yang terencana sebagai fungsi utama
Gambar 4.66 Diagram setting yang mendorong terjadinya setting baru
121
Fenomena ini terjadi pada objek 1 yaitu pada setting B tahap1, setting D tahap 2, setting F tahap 2 dan setting G tahap 2. Fenomena ini cenderung terjadi pada pedagang yang membawa peralatan berdagang pada setting. Peralatan dagangan tersebut kemudian membentuk setting baru pada objek. Pada objek 2 terjadi pada settting A tahap 2 dan setting B tahap 2. 4.6.3 Perilaku yang Melanggar Setting Kecenderungan pola hubungan yang ketiga adalah perilaku yang melanggar setting. Pada fenomena ini, kegiatan dilakukan bertentangan dengan peraturan yang berlaku pada setting. Ada dua jenis perilaku yang melanggar setting pada penelitian ini yaitu perilaku dalam areal yang dilarang dan perilaku yang membentuk setting yang mengganggu fungsi setting utama. 4.6.3.1 Perilaku dalam setting yang dilarang Fenomena ini merupakan perilaku yang melanggar fungsi utama setting. Fenomena ini terjadi pada objek 3 pada setting C tahap 2 dimana terdapat kegiatan memancing dan pedagang yang memasuki ruang yang dilarang untuk umum. Perencanaan awal pada setting melarang akses publik (berbahaya)
T1 N
Perilaku memasuki setting terlarang (2: memancing 3b : pedagang keliling
3b
T2 n
2
Gambar 4.67 Diagram perilaku dalam setting yang dilarang
Perencanaan tambahan pada setting dengan beberapa kegiatan yang muncul didalamnya
122
4.6.3.2 Perilaku yang membentuk setting yang mengganggu fungsi setting utama Fenomena ini merupakan perilaku yang membentuk setting yang mengganggu fungsi setting utama. Fungsi utama setting pada objek yang berupa areal tepi sungai yaitu operasional pengendalian air sungai dan kegiatan pembersihan rutin. Fenomena ini terjadi pada objek 2 yaitu pada setting C tahap 3. Berbagai aktivitas yang muncul pada setting menciptakan setting baru yang menggaggu fungsi setting utama
TT2 9
T1 N
n
Fungsi utama pada setting yang ditambahkan aktivitas seremonial (organizational)
Gambar 4.68 Diagram perilaku yang membentuk setting yang mengganggu fungsi setting utama
4.7 Analisis Tipologi dalam Proses Terbentuknya Setting (Tema Temuan) Adapun dalam penjabaran proses terbentuknya setting akan menggunakan skema dengan tahapannya. Dalam penjabaran tahapan tersebut terdapat komponen penyusun yang menggunakan beberapa tipologi yang kemudian diidentifikasi sebagai berikut. 4.7.1 Elemen Penyusun Lanskap Berbagai elemen fisik yang ada pada setting kemudian dijabarkan masingmasing dengan berlandaskan teori yang membagi elemen fisik lanskap menjadi 3 yaitu (Burton,1995) : 4.7.1.1 Bentuk permukaan bumi dalam panorama Dalam pariwisata unsur ini menentukan ada tidaknya kenampakan alam yang dapat dijadikan sumber atraksi. Pada objek penelitian, terdapat bentuk geografis dari sungai yang terhampar luas dengan lebarnya memberikan pandangan yang
123
menjadi daya tarik/sumber atraksi. Hal penting yang dimiliki pada sungai adalah air dapat membentuk dan mempertajam landform. Bentang alam pada setting-setting dalam objek dapat direpresentasikan sebagai panorama. Terdapat enam panorama ditandai dengan V1, V2, V3, V4, V5 dan V6. Adapun pembagian panorama dijabarkan dalam gambar dibawah. F
A V1 B
V3 C
G
V2 E V5
V4
D H
V6
Gambar 4.69 Peta pembagian panorama objek 1
Pada Objek 1, V1 yaitu perairan yang cukup luas dengan latar pepohonan di sisi timur termasuk setting F. Panorama V2 memperlihatkan jembatan pintu air tampak utara. Lebar sungai yang mencapai belasan meter dan dibendungnya air sungai menyebabkan permukaan air sungai yang tinggi dan beriak teratur oleh hembusan angin.
Gambar 4.70 Panorama V1, V2 dan V3 pada objek 1
124
Panorama V3 melihat dari sisi timur sehingga dapat melihat setting A dan setting F sebagai pemandangan di seberang barat dengan beberapa pepohonan yang tidak serindang sisi timur sungai. Panorama V4 adalah
hamparan sisi
seberang timur sungai. Panorama V5 adalah melihat dari selatan air yang terjun dari pintu air badan Tukad Badung yang mengalir ke arah hilir. Panorama V6 adalah lingkungan di seberang barat sungai berupa jalan yang agak gersang dengan deretan perumahan penduduk.
Gambar 4.71 Foto panorama V4, V5 dan V6 pada objek 1
C
V1
B V2 V3
A V4
Gambar 4.72 Peta panorama objek 2
Panorama pada objek 2 yang dapat dinikmati yaitu ada di sisi timur sungai yang dapat dibagi menjadi empat yaitu V1, V2, V3 dan V4. PanoramaV1 yaitu sisi sebelah utara sungai yang terlihat pemandangan Tukad Badung beserta keadaan lingkungan disekitarnya berupa jalan, pepohonan dan pemukiman
125
penduduk. Panorama V2 meliputi lingkungan di seberang timur Tukad Badung berupa jalan tepi sungai, beberapa pepohonan dan pemukiman penduduk.
Gambar 4.73 Foto panoramabentang V1 dan V4 pada objek 2
Panorama V3 adalah sisi utara jembatan lama diatas aliran Tukad Badung. PanoramaV4 yaitu hamparan di di sisi selatan objek yang terdapat jembatan jalan Grya Anyar yang melintasi Tukad Badung, Pura Luhur Griya Anyar di timur sungai dan jalan setapak di sisi barat sungai.
Gambar 4.74 Foto panorama V2 pada objek 2
Gambar 4.75 Foto panorama V3 pada objek 2
Bentang alam pada objek 2 merupakan salah satu faktor pengaruh untuk menarik kedatangan pengunjung. Selain bentang alam ada beberapa faktor lain yang kemudian menjadi bahan pertimbangan dari kedatangan pengunjung pada objek.
126
A BV1
D
D V2
V3 c Gambar 4.76 Peta panorama pada objek 3
Panorama pada objek 3 dapat dibagi menjadi 4 yaitu V1, V2 dan V3. Pada panoramaV1 pemandangan yang ada adalah hamparan waduk di utara jembatan kontrol. Terdapat hamparan waduk yang luas dengan hijaunya pepohonan ditepinya dan langit diatasnya namun agak terganggu dengan jembatan kontrol dan tiang sutet. PanoramaV2 adalah pemandangan di selatan jembatan kontrol. Hamparan waduk dan juga areal hijau di tepi waduk. Di sisi selatan terdapat pemandangan hutan mangrove yang sangat indah di selatan waduk muara.
Gambar 4.77 Panorama V1, V2 dan V3 pada objek 3
Panorama pada objek 3 merupakan salah satu faktor utama untuk menarik kedatangan pengunjung.
127
Berdasarkan analisis pengaruh panorama pada 3 objek diatas dapat dibuat skema sebagai berikut : Panorama
Pengunjung Pedagang Keliling Pedagang Menetap
Gambar 4.78 Diagram pengaruh bentang alam pada objek
Panorama menarik perhatian pengunjung yang kemudian memancing pedagang keliling untuk datang. Pedagang keliling yang berhenti pada objek ternyata juga menarik pengunjung lain yang untuk datang berbelanja. 4.7.1.2 Hewan dan vegetasi yang menempati (1) Populasi ikan Populasi ikan merupakan gambaran banyak sedikitnya keberadaan ikan yang hidup di dalam perairan pada objek yang pada penelitian ini adalah daerah perairan Tukad Badung. Pada objek 1, populasi ikan pada setting A, setting C dan setting F dinilai sangat sedikit karena berada pada tepi sungai yang dibendung, hal tersebut berpengaruh terhadap ketidak-adaan pemancing di sisi air sungai yang terbendung dan juga berdasarkan wawancara kepada para pemancing yang bertebaran di selatan pintu air. Pada setting B tidak terdapat ikan karena tidak berada di tepi sungai. Pada setting D dan setting G terdapat populasi ikan dengan jumlah sedang karena dekat dengan air terjun dari pintu air. Pada setting E dan setting H di sisi selatan terdapat populasi ikan yang tertinggi.
128
F
A
B C
G E
D H Gambar 4.79 Pemetaan populasi ikan pada objek 1
Populasi ikan berpengaruh terhadap keberadaan pemancing dimana populasi ikan yang tinggi pada setting D, E, G dan H juga meningkatkan keberadaan pemancing (tabel aktivitas). Pada objek 2 setting A, setting B, setting C, populasi ikan bisa dibilang cukup merata. Pada objek ini tidak terdapat bendungan yang mempengaruhi perbedaan kuat arus air sungai. Aliran pada sungai yang tidak dibendung menjadi tenang dan merata hingga mencapai waduk muara di selatan. Pada objek juga rutin dilakukan penebaran benih ikan oleh pemerintah untuk menarik pemancing.
C B
A
Gambar 4.80 Peta Populasi ikan Pada Objek 2
129
Pada objek 3, populasi ikan terdapat merata pada setting A, setting B, setting C dan setting D. Populasi ikan yang merata ditunjukkan dengan keberadaan pemancing yang merata mengelilingi waduk muara.
A B
D
D
c
Gambar 4.81 Peta Populasi ikan Pada Objek 3
Dari penelusuran populasi ikan pada ketiga objek, dinyatakan berpengaruh terhadap keberadaan pemancing yang kemudian mempengaruhi keberadaan pengunjung dan keberadaan pedagang (keliling). Populasi ikan
Pedagang tetap
Keberadaan pemancing
Pedagang Keliling
Pengunjung
Gambar 4.82 Diagram pengaruh populasi ikan pada objek
Populasi ikan merupakan alasan utama keberadaan pemancing pada objek yang kemudian menarik pengunjung. Adapun pedagang keliling datang karena keberadaan pemancing dan juga pengunjung.
130
(2) Vegetasi Vegetasi merupakan berbagai tanaman yang tumbuh pada objek yang terdiri dari tanaman hias dan pohon perindang. Pohon perindang ada objek 1 setting A, setting C, setting D dan setting F terbilang sedang karena tanaman hias telah ditata tidak terlalu mementingkan kerindangan dari pohon. Pada setting B terdapat sebuah pohon mangga yang sangat besar dan merindangi areal dibawahnya. Pada setting E dan setting H sama sekali tidak terdapat pepohonan karena berada dalam areal bangunan air berupa perkerasan beton. Areal setting G teduh oleh deretan pohon perindang jalan yang berada di tepi sungai. Pohon perindang berpengaruh terhadap keberadaan pedagang kaki lima yang tetap/tidak berkeliling. Hal tersebut didukung dengan keberadaan warung rujak pada setting B, pedagang minuman dan mi ayam bakso di setting D, serta pedagang bakso di setting G yang ketiganya berada pada areal yang Pohon perindang. F
A
B C
G E
D H Gambar 4.83 Pemetaan pohon perindang dan bangunan peneduh pada objek 1
Pada objek 2 setting A terdapat sebuah pohon besar yang merindangi areal dibawahnya, sedangkan pada setting B tidak ada pohon yang merindangi karena
131
hanya ada rerumputan dan tanaman hias berupa pohon jepun
yang tidak
meneduhkan. Pada setting C terdapat beberapa pohon perindang jalan yang berjajar di sepanjang sisi barat jalan inspeksi namun tidak ada di sisi timur yang bersisian dengan Tukad Badung. Pohon perindang pada objek 2 memicu munculnya keberadaan pedagang kaki lima yang menetap kemudian menarik semakin banyak pengunjung yang datang. Pengunjung yang semakin banyak mengundang keberadaan pedagang keliling untuk datang dan berhenti berjualan beberapa saat. Pohon perindang juga secara langsung mengundang pengunjung mendatangi objek.
C B
A
Gambar 4.84 Pemetaan pohon perindang dan bangunan peneduh pada objek 2
Pada objek 3, pepohonan yang rindang banyak terdapat di luar objek berupa pepohonan bakau di hutan mangrove selatan. Adapun beberapa pepohonan yang ada didalam yaitu pohon palem pada setting A yang merupakan hasil penataan pemerintah. Pada setting C terdapat pohon perindang di dekat areal pengelola pintu air waduk muara.
132
A B
D
D
c
Gambar 4.85 Foto pemetaan pohon perindang dan bangunan peneduh pada objek 3
Pedagang menetap ternyata lebih mempertimbangkan pohon perindang dan tidak terlalu mempertimbangkan panorama dan keberadaan pengunjung. Vegetasi perindang
Pedagang Menetap Pengunjung Pedagang Keliling
Gambar 4.86 Diagram pengaruh Pohon perindang pada objek
Elemen bentang alam, populasi ikan dan vegetasi berimplikasi terhadap kedatangan berbagai civitas. Adapun diagram gabungan ketiganya yaitu sebagai berikut.
133 Populasi Ikan
Pemancing
Panorama
Pengunjung
Vegetasi Perindang
Pedagang Keliling
Pedagang Menetap Gambar 4.87 Diagram pengaruh Panorama, ikan dan vegetasi pada objek
4.7.1.3 Penggunaan lahan Terdapat dua jenis penggunaan lahan yang mengalami fenomena pemanfaatan menjadi wadah aktivitas rekreasi. Pertama adalah lahan terencana dan tertata baik berfungsi untuk operasional sungai maupun untuk rekreasi. Kedua, ruang sisa yang terbentuk diantara ruang-ruang yang tertata atau bisa dikatakan sebagai ruang yang tidak / belum tertata dan juga ruang yang terbengkalai.
A
F
B C
G E
D
H
Areal Terencana: Fasilitas utama Fasilitas tambahan (rekreasi) Areal Tak terencana: ruang sisa ruang terbengkalai
Gambar 4.88 Peta penggunaan lahan pada objek 1
Pada objek 1 areal yang terencana sebagai fungsi utama terdapat pada setting D, E dan H. Areal terencana pada setting D yaitu pada areal sekitar bangunan pengelola dan juga batas pinggiran sandaran sungai. Pada setting E terdapat
134
fasilitas yang terecana berupa jembatan serta perlengkapan pintu air yang dibangun untuk mengontrol debit air sungai. Fasilitas terencana lainnya yaitu pada setting H berupa sandaran sungai yang dibuat untuk menahan areal di sekitar tepian sungai agar tidak longsor ke bawah. Areal terencana sebagai fungsi rekreasi terdapat pada setting A, C dan F. Setting A berupa suatu areal yang tertata yang terdiri dari sebuah bale bengong, dermaga dan taman yang tertata dengan beberapa tanaman hias. Setting A terbentuk atas prakarsa pemerintah kota Denpasar yang mengupayakan adanya sebuah daya tarik wisata tirta pada objek 1. Setting C yaitu dua buah bale bengong dengan areal sekitarnya berupa taman yang tertata dengan baik. Setting ini dibuat juga oleh pemerintah Kota Denpasar dalam rangka menghidupkan kembali daya tarik wisata tirta yang sempat mati beberapa saat karena ditutupnya jalan oleh proyek sodetan sungai. Setting F yaitu berupa jalan pemukiman di tepi sungai hingga tembus ke Jalan Imam Bonjol di utara. Jalan ditata dengan menggunakan perkerasan paving. Batas atas sandaran sungai juga ditata dengan membuat planterbox yang ditanami dengan tanaman hias serta tempat untuk duduk-duduk. Areal tak terencana pada ruang sisa objek 1 yaitu terdapat pada setting B, D dan G. Setting B berupa warung rujak yang berdiri diatas areal sisa berupa tanah kosong dengan sebuah pelinggih yang diapit Jalan Dam dengan gang pemukiman. Setting D adalah areal sisa di antara Jalan Pulau dengan dinding pembatas areal pengelola yang dimanfaatkan pedagang minuman, pedagang mi ayam bakso serta pedagang-pedagang keliling yang singgah beberapa saat. Setting G memiliki kesamaan dengan setting D yaitu sisa dari ruang antara jalan dengan dinding
135
pembatas areal pintu air. Setting G ditempati oleh pedagang bakso yang berjualan menetap sepanjang hari. Pedagang keliling juga kadang berhenti pada setting untuk berjualan. Pada objek 2, fasilitas terencana berupa kanalisasi Tukad Badung terdapat pada setting B dan C. Dibuatnya kanalisasi direncanakan untuk memperlancar aliran air dan mempermudah pembersihan rutin. Pemanfaatan setting disekitar jembatan lama (setting A) oleh pengunjung, pemancing dan beberapa pedagang merupakan pemanfaatan fasilitas yang tak terencana pada ruang sisa. Para pedagang di setting B juga berdagang pada ruang sisa antara jalan taman pancing dengan pinggiran sungai. Areal yang terbengkalai yaitu pada setting A dimana jembatan lama yang sudah tidak digunakan menjadi setting kegiatan rekreasi. Pada setting C, terdapat berbagai aktivitas rekreasi yang dilakukan pada fasilitas utama. Aktivitas tersebut beberapa hingga melakukan modifikasi terhadap setting. Areal kanalisasi dibatasi, diberi pagar, dijadikan tempat memelihara hewan ternak, dibangun gazebo untuk kepentingan komersil hingga dibangun ramp untuk memudahkan akses kendaraan turun dan dijadikan tempat parkir. Pada saat-saat tertentu juga dimanfaatkan untuk tempat diadakan hajatan oleh masyarakat sekitar seperti pernikahan, sunatan, mesangi dan sebagainya.
136
C B
Areal Terencana : Fasilitas utama Fasilitas tambahan (rekreasi) Areal Tak terencana : Ruang sisa Ruang terbengkalai
A
Gambar 4.89 Peta penggunaan lahan pada objek 2 Pada
objek 3, fasilitas terencana untuk fungsi utama sebagai waduk pada
sepanjang tepi perairan (setting D). Pada setting B terdapat beberapa bangunan air yaitu jembatan kontrol dan juga garasi alat berat. Fasilitas terencana lain yaitu pada setting C yaitu areal pintu air waduk muara. Fasilitas yang terencana untuk fungsi rekreasi pada objek 3 yaitu penataan elemen street furniture pada setting A berupa bale untuk retribusi parkir, bangku-bangku beton, lampu taman, pohon peneduh dan penataan taman. Pada setting B terdapat warung yang pengelolaan diserahkan kepada staff operator alat berat untuk meningkatkan kesejahteraan hidup keluarganya. Sama halnya dengan setting C dimana pemerintah membangun sebuah warung untuk dikelola oleh pegawai pengelola pintu air waduk muara. keberadaaan kedua warung tersebut memang menyasar pengunjung yang mendatangi waduk.
137
A D
B
Terencana : Fasilitas utama Fasilitas tambahan Tak terencana : Ruang sisa Ruang terbengkalai
D
c Gambar 4.90 Peta penggunaan lahan pada objek 3
Ruang Terencana Fungsi Utama Sesuai fungsi utama
Pemancing
Operasional sungai Pengunjung Pedagang keliling Tidak sesuai fungsi utama
Parkir rumah makan
Berternak Mengganggu fungsi utama
Gambar 4.91 Diagram berbagai aktivitas yang terjadi pada areal terencana (fungsi utama) pada objek
Ruang yang terencana pada objek terdiri dari dua jenis yaitu yang terencana sebagai fungsi utama dan terencana sebagai fungsi rekreasi. Ruang yang tertata sebagai fungsi utama yaitu sandaran sungai, kanalisasi sungai dan beberapa
138
bangunan air seperti bendungan dan unit pendukungnya. Terdapat beberapa jenis kegiatan yang berlangsung pada ruang dengan fungsi utama yaitu kegiatan yang sesuai fungsi (operasional), kegiatan yang tidak sesuai fungsi seperti pemancing, pengunjung yang duduk-duduk dan pedagang keliling.
Kegiatan yang
mengganggu fungsi utama (privatisasi ruang publik) seperti parkir kendaraan, rumah makan hingga tempat beternak. Sesuai fungsi utama Ruang Tertata Fungsi Rekreasi
Pengunjung Pedagang keliling
Gambar 4.92 Diagram berbagai aktivitas yang terjadi pada areal terencana (fungsi rekreasi) pada objek
Ruang-ruang yang terencana sebagai fungsi rekreasi yaitu bangunan bale bengong, penataan tempat duduk-duduk dan taman dengan tanaman hias. Berbagai aktivitas yang muncul dari penataan ini yaitu pengunjung yang dudukduduk, beristirahat bermain dan pedagang keliling. Pemanfaatan lain yang tidak sesuai fungsi utama Ruang Sisa & terbengkalai
Pedagang Pengunjung Pedagang Keliling
Gambar 4.93 Diagram berbagai aktivitas pada ruang sisa dan terbengkalai pada objek
139
4.7.2 Aspek Sosial Komunitas sosial sebagai suatu kelompok manusia yang saling peduli satu sama lain juga memberikan peranannya dalam penelitian ini. Adapun keterkaitan komunitas pada objek akan dijabarkan sebagai berikut. 4.7.2.1 Komunitas warga Komunitas sosial sebagai suatu kelompok manusia yang saling peduli satu sama lain juga memberikan peranannya dalam penelitian ini. Manfaat yang didapatkan dari kepercayaan, kesepahaman, pertukaran nilai dan perilaku yang membangun hubungan antara individu dan komunitas disebut dengan modal sosial (Cohen dan Prusak, 2001 dalam Barliana, 2010). Komunitas sosial pada tingkatan warga terjadi paling banyak pada objek 1 berhubung lingkungan sekitar objek adalah pemukiman warga Dusun Sading Sari. Ruang publik di sekitar sempadan Tukad Badung dimanfaatkan warga dengan berbagai aktivitas seperti bermain, duduk-duduk mengobrol, berjualan hingga orang-orang yang berbelanja memiliki hubungan kekerabatan yang baik atau saling mengenal sebagai sesama warga. Pada objek 2, objek berada pada lingkungan Dusun Gelogor Carik, namun intensitas kedatangannya tidak sebanyak pada objek 1. Objek 3 sendiri berada jauh dari pemukiman karena dibatasi hutan mangrove di selatan dan jalan By Pass Ngurah Rai di utara. 4.7.2.2 Komunitas hobi Adapun komunitas hobi yang memanfaatkan objek adalah komunitas pemancing yang berada pada ketiga objek yang menjadi media penyebar informasi keberadaan objek.
140
4.7.2.3 Komunitas profesi Adapun komunitas profesi pada objek 1 yaitu komunitas profesi sales dan marketing. Komunitas ini menjadi media dalam menyebarkan informasi keberadaan objek untuk menjadi tempat berkumpul dan berbagi pengalaman mengenai profesi tersebut. Selain itu pedagang kelilingyang berjualan juga membentuk komunitas informal (kekerabatan) yang menjadi media penyebar informasi keberadaan objek dalam hal sebagai sasaran berjualan. 4.7.3 Terencana-tidaknya kegiatan Kegiatan-kegiatan yang terencana terjadi pada areal fungsi utama dan areal fungsi rekreasi. Kegiatan yang tidak terencana terjadi pada ruang fungsi utama dan juga pada ruang sisa dan ruang terbengkalai. Khusus untuk kegiatan tak terencana pada fungsi utama, terjadi suatu fenomena dimana kegiatan rekreasi yang dilakukan menggaggu fungsi utama setting.
Kegiatan pada Objek
Kegiatan Terencana Kegiatan Tidak Terencana
Pada areal fungsi utama Pada areal fungsi Rekreasi
Pada areal fungsi utama (privatisasi) Pada areal sisa Pada areal Terbengkalai
Gambar 4.94 Diagram Terencana tidaknya kegiatan pada objek
141
4.8 Peran-peran Pihak yang Terlibat dalam pemanfaatan sempadan tukad Badung sebagai setting ruang rekreasi publik 4.8.1 Masyarakat Adapun beberapa peranan masyarakat terhadap keberadaan setting yaitu : 4.8.1.1 Menjadi subjek/ pelaku aktivitas yang mengisi setting Masyarakat berperan penting dalam proses terbentuknya setting aktivitas rekreasi di sempadan Tukad Badung. Berbagai aktivitas dilakukan masyarakat secara alami memanfaatkan ruang yang tersedia di areal sempadan Tukad Badung. 4.8.1.2 Menjadi stimulus terhadap kebijakan pemerintah Berbagai aktivitas alami masyarakat juga mulai menjadi pertimbangan dalam pemutusan kebijakan yang dilakukan pemerintah pada areal ini. Berbagai aktivitas seperti memancing, duduk-duduk, istirahat menjadi latar belakang dalam pengadaan fisik maupun penyelenggaraan acara seremonial oleh pemerintah. 4.8.1.3 Menjadi pengganggu setting Di sisi lain, ada pula aktifitas masyarakat yang memanfaatkan ruang dengan fungsi yang penting. Pemanfaatan tersebut menyebabkan terganggunya aktivitas utama pada sungai seperti operasional bangunan air dan pembersihan rutin sungai. 4.8.2 Pemerintah Pemerintah sebagai pemberi kebijakan, sedikit banyak akan mempengaruhi berbagai setting yang terbentuk di lapangan. Adapun beberapa pihak yang terlibat ataupun bertanggung jawab dalam setting sempada Sungai Badung yaitu Dinas Pariwisata Daerah (Disparda) Kota Denpasar, Kelurahan Dauh Puri Kauh,
142
Kelurahan Pemecutan Kelod, Kelurahan Pemogan, Badan Wilayah Sungai BaliNusa Penida, PU Kota Denpasar. 4.8.2.1 Disparda Kota Denpasar Disparda Kota Denpasar dapat dikatakan sebagai aktor utama dalam pengembangan objek di Tukad Badung menjadi salah satu daya tarik wisata Kota Denpasar.Pemerintah Kota memang sedang gencar dalam mempromosikan Kota Denpasar di bidang pariwisata. Tukad Badung adalah salah satu objek yang mulai dilirik untuk menjadi objek wisata baru bertajuk wisata tirta pada Bendungan Gerak Dam Tukad Badung. Adapun beberapa program yang dilaksanakan oleh Disparda Kota Denpasar untuk mendukung gagasan tersebut adalah : i) Pengadaan fisik (wisata Tirta Dam Buagan) Untuk mendukung realisasi objek wisata tirta pertama-tama harus dilakukan beberapa pengadaan fisik di sekitar bendungan gerak. Adapun pengadaan fisik tersebut yaitu ruang tunggu berupa bangunan bale, dermaga sarana air, bale bengong dan toilet umum. ii) Kerjasama dengan PU Kota Denpasar ( Perairan) Kebersihan sungai menjadi satu hal yang sangat penting dalam menarik pengunjung untuk datang ke objek wisata tirta. Untuk itu Disparda Kota Denpasar menggandeng PU Kota Denpasar (Perairan) dalam menjamin kebersihan sungai sebagai suatu objek wisata. PU Denpasar selain rutin melakukan pembersihan sungai juga senantiasa melakukan pembersihan disaat Disparda melakukan kegiatan tertentu pada sungai
143
seperti HUT Kota Denpasar, HUT Proklamasi Kemerdekaan RI, dan Event-event lain seperti konser musik Nanoe Biroe. iii) Pelimpahan wewenang pengelolaan Kepada Desa-Dusun Proses pelimpahan secara resmi diatur dalam Berita Acara Serah Terima Pengelolaan Sarana Rekreasi Air pada tanggal 27 Februari 2011 dan ditandai dengan serah terima beberapa bangunan fisik dan sarana pendukung seperti sepeda air dan alat-alat pengaman iv) Mengadakan berbagai acara ( Konser Nanoe Biru, Lomba Hut Kota Denpasar, Lomba kemerdekaan) Selain mengupayakan objek wisata baru, Disparda juga mengadakan kegiatan-kegiatan yang mengambil tempat di Tukad Badung sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan kebersihan sungai yang mengalir di tengah Kota Denpasar tersebut. Lomba-lomba diadakan ditengah sungai seperti lomba panjat pinang, gebuk bantal dan lomba kano.
Gambar 4.95 Jadwal Acara (kiri) dan Desain Panggung (kanan) Konser Musik Nanoe Biru dalam Rangka Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Sumber : Disparda Kota Denpasar
144
Sedangkan konser musik Nanoe Biroe diadakan ditengah sungai, tepatnya di sisi Jalan Imam Bonjol. Dalam konser tersebut Nanoe mengajak semua penonton untuk berbasah-basah di Tukad Badung.
Gambar 4.96 Baliho kegiatan (kiri) dan Setting Tukad Badung (tengah dan kanan) dalam Rangka Ulang Tahun Kota Denpasar
4.8.2.2 Pengelolaan Bendungan Gerak Tukad Badung (DAM Buagan) Pengelolaan Bendungan Gerak Tukad Badung (DAM Buagan) melibatkan Disparda Kota Denpasar, PU Kota Denpasar, Desa Dauh Puri Kauh, Desa Pemecutan Kelod, Dusun Sebelanga, Dusun Abian Tegal Dan Dusun Sading Sari . Dalam rangka mendukung upaya Pemerintah Kota Denpasar dalam mengembangkan Denpasar City Tour, Disparda Kota Denpasar merintis proyek objek wisata tirta di Bendungan Gerak Tukad Badung. Berbagai pengadaan fisik dilakukan dan sistem manajemen pengelolaan dibuat serta dipercayakan kepada pemerintah setempat untuk mengelola. Secara administratif objek berada pada dua wilayah kelurahan yaitu Dauh Puri Kauh dan Pemecutan Kelod. Tepatnya pada tiga dusun (banjar dinas) yaitu Sebelanga, Sading Sari dan Abian Tegal. Ketiga kepala dusun tersebut diberi kepercayaan oleh walikota Denpasar untuk memimpin pengelolaan wisata tirta. Untuk mendukung proyek ini, Pemkot
145
Denpasar mengerahkan bagian pengairan PU Kota Denpasar untuk melakukan pembersihan rutin. Adapun struktur sederhana pengelolaan seperti dibawah ini. Disparda Kota Denpasar Kebersihan Sungai
Pengelolaan
PU Kota Denpasar
Pengawas
Bagian Perairan
Kelurahan Dauh Puri Kauh Lurah : I Ketut Beji, Se.
Kelurahan Pemecutan Kelod Lurah : Drs. I kompyang gede
Tim Kebersihan Tukad Badung
Pengurus Pengelola wisata air DAM Tukad Badung (SK bersama 2011) Dusun Sebelanga
Dusun Sading Sari
Dusun Abian Tegal Tengah
Gambar 4.97 Diagram struktur pengelolaan DAM Buagan Sebagai Wisata Tirta
4.8.2.3 Banjar Gelogor Carik Desa Pemogan Kepala Dusun Gelogor Carik, Ketut Budiasa, memiliki wewenang dan tanggung jawab terhadap keberadaan dua dari tiga objek penelitian yaitu Dam Buagan dan Taman Pancing karena masuk dalam wilayah administratif. Sejauh ini pihak banjar belum mengadakan sistem pengelolaan pada objek terkait, hanya sebatas pengawasan semata. Mengenai kerjasama dalam hal retribusi parkir di Bendungan Muara, diakui pernah dilakukan, namun akhirnya berhenti karena pemasukan bukan ke tingkat Dusun Gelogor Carik, namun langsung ke Desa Pemogan. Mengenai pengelolaan objek tersebut, pihak dusun berencana melakukan peninjuan kembali terhadap berbagai aset yang dimiliki dusun berkaitan keberadaan sempadan Sungai Badung yang masuk wilayah administaratif Dusun Gelogor Carik, untuk kepentingan penataan ulang, kontrol serta pengawasan secara menyeluruh
146
Adapun keberadaan waduk muara dekat dengan tapal batas wilayah administratif antara Kabupaten Badung dengan Kota Denpasar. Keberadaan aktifitas pengunjung objek tersebut sebenarnya sangat disyukuri oleh pihak banjar. Potensi untuk mengadakan berbagai acara hiburan publik dan untuk menghilangkan stress masyarakat Kota Denpasar dapat dijadikan pertimbangan dalam pengelolaan kedepan. Pihak Dusun juga bersyukur pemerintah cukup proaktif, dan juga dengan kegiatan-kegiatan sudah banyak dilakukan seperti lomba kano, yang melibatkan banjar, diadakan Kota Denpasar oleh walikota. Diadakan lomba berbagai tingkatan. Kegiatan yang mendorong kesadaran masyarakat akan kebersihan sungai. Titik sungai yang paling sering digunakan untuk lomba di sebelah utara Pura Griya Anyar, sekitar persimpangan jalan taman pancing dengan Jalan Gelogor Carik (Objek penelitian 2: Jalan Taman Pancing). Batas Wilayah Gelogor Carik sendiri yaitu dari Pura Griya Perak ke selatan sampai ke Bendungan Muara. Di dekat pintu air muara, Ada objek wisata jukungan (perahu) dan kano yang disewakan oleh perkumpulan nelayan setempat bernama KUB Segara Guna Batu Lumbang yang sekretariatnya berada pada tempat yang sama dibawah naungan walikota Denpasar. Penataan sarana prasarana fisik diselenggarakan langsung oleh pemerintah.
Gambar 4.98 Sekretariat KUB Segara Guna Batu Lumbang
4.8.2.4 Badan Wilayah Sungai Bali-Penida Balai Wilayah Sungai adalah unit pelaksana teknis di bidang konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air dan pengendalian daya rusak air
147
pada wilayah sungai, yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Direktur Jenderal Sumber Daya Air melalui direktur terkait. Tugas Balai Wilayah Sungai Bali –Penida adalah melaksanakan pengelolaan sumber daya air di wilayah sungai yang meliputi perencanaan, pelaksanaan konstruksi,
operasi
dan
pemeliharaan
dalam
rangka
konservasi
dan
pendayagunaan sumber daya air dan pengendalian daya rusak air pada sungai, danau, waduk, bendungan dan tampungan air lainnya, irigasi, air tanah, air baku, tambak dan pantai. Penanganan yang dilakukan pada Tukad Badung yaitu penanganan fisik (pengadaan senderan, kanalisasi, hingga pemasangan GrassBlok dan perbaikan bila ada kerusakan fisik)
Gambar 4.99 Foto pembersihan Sungai Oleh BWS-BP (kiri) dan Foto Sandaran rusak yang akan diperbaiki oleh BWS-BP (Kanan) Sumber : BWS Bali Penida
Adapun beberapa pengerahan tenaga kebersihan Tukad Badung dari selatan Trash Rack hingga ke Muara. Kemudian operasional kebersihan Waduk muara dengan alat-alat berat : pengangkutan sampah dan pengangkatan endapan sedimen.
148
4.8.2.5 PU Kota Denpasar Visi Dinas PU Kota Denpasar yaitu terciptanya pembangunan Kota Denpasar dibidang Sarana dan Prasarana Ke PU an yang berwawasan budaya dengan keharmonisan dalam keseimbangan secara berkelanjutan. Dalam beberapa misinya PU Kota Denpasar memang cenderung berprioritas pada bidang perairan melalui misinya yaitu Mewujudkan penyediaan air baku yang memadai baik kuantitas maupun kualitas untuk Pengembangan Permukiman, Drainase, Industri, Pertanian, Pariwisata dan sektor lainnya. Misi lainnya yaitu mewujudkan sarana Pengendalian banjir untuk melindungi kawasan Permukiman, Dearah-daerah produksi Pertanian, kawasan perkotaan dan industri serta prasarana transportasi dengan mewujudkan pembangunan Pengairan yang berwawasan Lingkungan. Secara teknis, Disparda Kota Denpasar berkordinasi langsung dengan bidang pengairan PU Kota Denpasar. Adapun beberapa pekerjaan yang dikordinasikan yaitu pembersihan sampah sungai di operasional Trash Rack, pengerahan tenaga ekstra untuk melakukan pembersihan menjelang acara Disparda yang bertempat di sempadan maupun di badan Sungai Badung. Sampah yang dibersihkan yaitu sampah yang terbawa aliran air dan juga sampah yang mengendap di dasar sungai. Dalam menjaga kebersihan Sungai Badung, bidang pengairan memiliki sarana berupa perahu sampah dan dengan personil sejumlah lima orang.
Untuk
melaksanakan kegiatan pembersihan sepanjang Tukad Badung, tenaga prokasih berjumlah sekitar 65 orang dan untuk melingkupi keseluruhan sungai di Kota Denpasar sejumlah 167 orang.
149
Dalam menjalankan kegiatan Prokasih, PU Kota Denpasar bidang pengairan melakukan kegiatan pembersihan sungai setiap hari. Program kebersihan Tukad Badung, Tukad Mati, Tukad Punggawa, Tukad gangga dan Loloan dikumpulkan menjadi satu kelompok. Prokasih yang dilaksanakan di Kota Denpasar sudah berjalan lima tahun, dan memberikan perubahan yang sangat signifikan terhadap kondisi kebersihan Sungai Badung. Diakui pula di awal pelaksanaannya, Prokasih banyak menghadapi hambatan dan rintangan. Selain melakukan kegiatan pembersihan, juga dilakukan sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan sungai. Banner larangan membuang sampah juga dipasang di berbagai titik. Pelaksana program juga masih gencar mengejar oknum-oknum yang kedapatan membuang sampah ataupun limbah ke sungai. Bahkan ada juga oknum yang mencuri waktu untuk menutupi tindakannya dengan membuang limbah saat sungai dikuras di hari kamis. PU Kota Denpasar juga mengadakan lomba kebersihan sungai, seperti di sidakarya ada pilot project kebersihan dan kegiatan lomba memancing di Sungai Punggawa. Trash rack (alat pengumpul/penyaring sampah pada aliran sungai) Tukad Badung ada dua yaitu di wilayah Wangaya dan Pemogan. Trash Rack yang berada di Wangaya belum dioperasikan karena kondisi sungai yang masih terlalu ekstrim untuk standar operasional trashrack. Personil kebersihan disana 18 orang yang memberikan perhatian khusus terhadap kebersihan sungai yang melintas ke Jalan Bypass I Gusti Ngurah Rai. Adapun Pintu air di Bendungan Gerak Sungai Badung (DAM Buagan) di Buka
150
setiap hari kamis dan saat hujan yang meningkatkan debit air Sungai Badung. Pintu air dioperasikan petugas propinsi, namun harus dikordinasikan dengan PU Pengairan Denpasar dengan pertimbangan menghindari banjir di Daerah Kenten, Batan Nyuh, Pulau Biak.
Gambar 4.100 Foto pembersihan manual di Tukad Badung dengan menggunakan perahu Sumber : PU Kota Denpasar
Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh instansi pemerintah cenderung masih memprioritaskan masalah kebersihan pada sungai. Kebersihan sungai merupakan masalah mendasar yang terjadi pada sungai di kota-kota besar. Tidak dipungkiri lagi masalah kebersihan sungai merupakan momok bagi pemerintah kota dimana masalah ini seringkali menjadi tolak ukur kinerja pemerintah di mata masyarakat. Dalam mengupayakan tercapainya sungai yang bersih dan indah, pemerintah perlu membuat program yang benar-benar tepat sasaran. Banyak potensi yang belum tereksplorasi pada wilayah sempadan Sungai Badung, salah satunya adalah potensi untuk menjadi ruang publik yang aktif, termasuk sebagai wadah kegiatan rekreasi publik. Tidak ada salahnya untuk mulai melihat dan mempertimbangkan berbagai kecenderungan perilaku masyarakat pada ruangruang tersebut namun dengan catatan tetap tanpa mengganggu fungsi utama dari daerah sempadan sungai.
151
Keterlibatan
langsung
pemerintahan
desa
untuk
mengontrol
dan
menggerakkan masyarakat juga merupakan salah satu langkah yang bijak. Pelaksanaan kerjasama dengan aparatur daerah juga perlu memperhatikan struktur kordinasi, pembagian hak dan wewenang dengan jelas.
Berbagai instansi
pemerintahan juga perlu bersinergi untuk mengefisienkan waktu tenaga dan biaya. Perlu dibuat sebuah perencanaan penataan sempadan sungai yang terintegrasi dengan perencanaan DAS Sungai Badung yang mementingkan berbagai unsur seperti estetika, fungsi, ekologis, sosial, ekonomi dan budaya. Sebuah program terobosan baru yang unik dan menarik juga tidak kalah penting dalam menarik perhatian dan kesadaran masyarakat kota yang cenderung apatis akan programprogram pemerintah. Konsistensi dan kerja keras dari pemerintah juga sangat diperlukan, karena tidak semua upaya akan terlihat hasilnya, keberlanjutan sangatlah penting untuk mendapatkan hasil di masa mendatang.
152
Areal sungai pinggir jalan • Lokasi acara lomba hut kemerdekaan (oleh Banjar Buagan dan Disparda) • Konser Nanoe Biroe
• Lokasi acara lomba hut kemerdekaan (oleh Disparda)
Trash Rack Tukad Badung Batas wilayah pembersihan oleh BWS-BP
wilayah pengadaan dan pembenahan fisik oleh BWS-BP
wilayah pembersihan rutin oleh PU kota Denpasar
wilayah pembersihan rutin oleh BWS-BP
Lokasi acara HUT Kemerdekaan dan Kota Denpasar (oleh Disparda)
Gambar 4.101 Peta Wilayah Administratif dan Wewewang Masing-masing Instansi
153
SETTING
Tipe dasar Pola Penyusun Setting Fixed Feature Setting
AKTIVITAS Operasional sungai dan bangunan air
Aspek Lanskap
SemiFixed Feature Setting
Rumusan Masalah 1 Pola Penyusun Setting
Sungai dan areal sempadan sungai
Bentang alam
SemiFixed Feature Setting Vegetasi dan Hewan
Aktivitas Utama Pengadaan fasilitas Acara Seremonial
Vegetasi Perindang Populasi Ikan Fungsi Rekreasi
Penggunaan Lahan
Fungsi Utama
Ruang Tertata Perilaku yang mempengaruhi setting Setting yang mempengaruhi perilaku Perilaku yang melanggar setting
Disparda Kota Denpasar
Terencana
Semifixed feature setting
Tidak terencana
Terbentuk setting baru yang melanggar fungsi utama (privatisasi)
Duduk Memancing Jajan berjualan
Ruang sisa Ruang Terbengkalai
PemKot Denpasar
Aktivitas Rekreasi
PU Kota Denpasar
Rumusan Masalah 2 Proses Terbentuknya Setting
PU Propinsi Bali
Rumusan masalah 3 Pihak terkait Gambar 4.102 Diagram Hasil Penelitian
Pemerintah Desa
Masyarakat
154
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan 5.1.1 Tipe Dasar Pola Penyusun Setting pada Objek Adapun tiga pola penyusun setting (Hall,1982) yaitu Fixed Feature Space, Semifixed Feature Space dan Informal Space. Fixed Feature Space (Ruang berbatas tetap) pada tiga objek penelitian dikelompokkan lagi menjadi dua yaitu hardscape dan softscape element. Hardscape element yaitu berbagai fasilitas fisik pendukung fungsi sungai dan juga beberapa bangunan air. Softscape element pada objek adalah berbagai vegetasi yang tumbuh pada objek. Semifixed Feature Space (Ruang Berbatas Semitetap) pada tiga objek penelitian yaitu beberapa elemen penyusun yang tidak tetap/dapat dirubah seperti perlengkapan pedagang tetap dan kendaraan pengunjung yang diparkir
pada setting.Informal Space (Ruang
Informal) pada tiga objek penelitian yaitu ruang yang terbentuk dari aktivitas civitas saat melakukan aktivitas seperti aktivitas duduk-duduk, mengobrol dan bermain. 5.1.2 Proses Terbentuknya Setting Adapun beberapa klasifikasi dalam penjabaran proses terbentuknya setting yaitu kelompok kegiatan yang terdiri dari kegiatan fungsi utama dan kegiatan rekreasi. Berdasarkan terlarang tidaknya kegiatan terdiri dari kegiatan yang tidak dilarang dan kegiatan yang dilarang. Komponen utama pembentuk proses terbentuknya setting yaitu aktivitas-aktivitas yang ditemukan selama observasi.
155
Adapun kegiatan-kegiatan tersebut yaitu duduk-duduk, memancing, berjualan (menetap dan keliling), jajan, beristirahat kerja, kegiatan rekreasi yang terencana, kegiatan seremonial, kegiatan operasional sungai dan kegiatan pemanfaatan lain (parkir,rumah makan dan beternak). Elemen penyusun lanskap yang ada pada setting yang berlandaskan teori lanskap yang membagi elemen lanskap menjadi 3 (Burton, 1995) yaitu bentang alam, vegetasi dan mahkluk hidup dan penggunaan lahan. Bentang alam pada objek yaitu keadaan topografi yang terbentuk dari sungai. Vegetasi yang ada berupa tanaman hias dan vegetasi perindang. Penggunaan lahan pada objek dibagi menjadi objek yang terencana dan tidak terencana. Aspek Sosial pada penelitian ini menjelaskan adanya pengaruh sosial dalam pemanfaatan setting. Adapun dalam aspek sosial terdapat istilah komunitas sosial yang dalam penelitian ini dijabarkan menjadi tiga yaitu komunitas warga komunitas profesi dan komunitas hobi. Pola hubungan setting-perilaku pada proses terbentuknya setting terdiri dari tiga. Pertama yaitu setting yang mempengaruhi perilaku yang terdiri dari setting yang mendorong terjadinya berbagai perilaku dan setting yang merubah perilaku. Kedua, perilaku yang mempengaruhi setting yang terdiri dari perilaku yang mendorong terbentuknya setting baru secara tidak langsung dan perilaku pada setting yang membentuk setting secara langsung. Ketiga, perilaku yang melanggar setting yang terdiri dari perilaku dalam setting yang dilarang dan perilaku yang membentuk setting yang mengganggu fungsi setting utama.
156
5.1.3 Pihak-pihak yang terkait dalam terbentuknya setting Adapun beberapa pihak yang terkait dalam terbentuknya setting yaitu masyarakat sebagai pelaku utama berbagai aktivitas alamiah pada objek. Pemerintah sebagai pembuat dan pelaksana kebijakan turut berperan terutama pada setting fisik. Adapun lembaga pemerintahan yang terkait yaitu Pemerintah desa, Disparda Kota Denpasar, PemKot Denpasar, PU Provinsi Bali, PU Kota Denpasar 5.2 Saran 5.2.1 Masyarakat i) Perlu meningkatkan kesadaran akan kebersihan sungai dengan tidak membuang limbah ke sungai. ii) Pemanfaatan pada ruang sempadan yang tetap menaati peraturan yang berlaku. iii) Ikut proaktif dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan pemerintah dalam rangka menghidupkan ruang-ruang pada areal sempadan Tukad Badung baik melalui pengadaan fisik maupun kegiatan seremonial. 5.2.2 Pemerintah i) Menyadari pentingnya
areal sempadan Tukad Badung sebagai wadah
rekreasi publik masyarakat diluar berbagai upaya yang hanya sebatas mementingkan panoramasungai yang bersih. ii) Merencanakan berbagai
pengadaan fasilitas maupun acara seremonial
pada areal sempadan Tukad Badung dengan terintegrasi dengan instansi yang terkait serta pemerintah desa.
157
iii) Perlunya memperjelas status dari ruang-ruang publik di areal sempadan mengenai areal yang dilarang dan areal yang bebas diakses oleh umum. iv) Perlu meningkatkan kepekaan terhadap fenomena kegiatan rekreasi yang terjadi pada areal sempadan tukad Badung.
158
DAFTAR PUSTAKA Barliana,M.Syaom,2010, Arsitektur, Komunitas dan Modal Sosial.Bandung : Metatekstur BPS Propinsi Bali, 2012,Statistik Kriminal Propinsi Bali Tahun 2011,Denpasar Brouwer,MAW, :1958,Alam Manusia dalam Fenomenologi.Jakarta : Gramedia Breen, A., and Rigby, D. 1996,The New Waterfront: A Worldwide Urban Success Story, Great Britain : Thames & Hudson. Burton, R. 1995. Travel Geography : Second Edition. London: Pitman Publishing. Gibson, Burrel, dan Gareth Morgan, 1979, Sociological Paradigms and Organisational Analysis, Elements of the Sociology of Corporate Life, London : Heineman. Carr, Stephen, Mark Francis, Leane G. Rivlin and Andrew M. Store. 1992. Public Space. Australia : Press Syndicate of University of Cambridge. Darmawan, Edy,2003, Teori dan Kajian Ruang Publik Kota, Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro ____________2009, Ruang Publik dalam Arstektur Kota, Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro Direktorat Penataan Ruang Nasional, Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) di Kawasan Perkotaan Echols, J. M., and Shadily, H.: 2003. Kamus Inggris Indonesia, Jakarta : PT Gramedia Fisher,J.D,dkk.1984.Environmental Psychology.New York : CBS Collage Publishing Hall, E.T. 1982. The Hidden Dimension. New York: Doubleday Hardy, Malcolm, dan Steve Heyes.1988, Pengantar Psikologi, Edisi Kedua, Jakarta : Penerbit Erlangga Haryono,Wing,1978, Pariwisata Rekreasi dan Entertainment, Bandung : Ilmu Publisher Instruksi Mendagri No.14 1988 Kertajaya, Hermawan. 2008. Arti komunitas :Gramedia Pustaka Utama Kraus, Richard,1996, Recreation and Leisure in Modern Society, Massachusetts : Jones and Burtlett Publisher
159
Kotler, Phillip.1990.Manajemen Pemasaran :Analisis Perencanaan, Pengendalian, Edisi Kelima,Terjemahan Jaka Wasana, Jakarta : Erlangga
dan
Lang,John,dkk.1974. Designing For Human Behavior: Architecture and Thr Behavioral Siences, United State of America: Dowden, Hutchinson & Ross. Laurens, Joyce Marcella. 2004. Arsitektur dan Perilaku Manusia, Grasindo, Jakarta Mahmud, M. Dimyati. 1990. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Terapan, Yogyakarta: BPFE Milles, M.B. and Huberman, M.A. 1984. Qualitative Data Analysis. London: Sage Publication Nasution, S.1981.Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Bandung : Tarsito Nawawi, Hadari. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bumi Aksara Nazzarudin,1994. Penghijauan Kota. Jakarta : Penerbit Swadaya. Norman ,Donald A. 1988, The Psychology of Everyday Things,New York : Basic Bok.Inc Perda Kota Denpasar no 27 Tahun 2011 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05 Tahun 2008 Rapoport, A, 1982, The Architecture of the City, Cambridge: MIT Press Rapoport, A, 1982, The Meaning of the Built Environment, London : Sage Publication. Rapuano, Michael, DR. P. P. Pirone and Brooks E. Wigginton. 1964. Open Space in Urban Design. Ohio : The Cleveland Development Foundation. Sandy, I Made. 1982. DAS, Ekosistem, Penggunaan Tanah. Dalam : Proceedings Lokakarya Pengelolaan Terpadu DAS di Indonesia. Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. Sugiono.2009.Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfa Beta . Suripin. 2001. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit Andi, Yogyakarta. Sedarmayanti. 2000. Tata Kerja Dan Produktivitas Kerja (Suatu Tinjauan dari Aspek Ergonomo Atau Kaitan Antara Manusia Dengan Lingkungan Kerja), Bandung : CV.Mandar Maju.
160
Walgito, Bimo. 2001. Psikologi Sosial: Suatu Pengantar. Yogyakarta: Andi Offset. Winardi. 1991. Marketing dan Perilaku Konsumen, Bandung : Penerbit Mandar Maju, Wrenn, D. M. 1983,Urban Waterfront Development. ULI.The Urban Land Institute. Washington DC. Jurnal dan Penelitian : Abdul Latip, Nurul Syala,2011.“Contextual Integration in Development” (desertasi) Nottingham : University of Nottingham.
Waterfront
Al Khani, Roudaina, aS2007.“Waterfront Redevelopment and Urban Revitalization in the Changing Industrial Port City” (tesis) Copenhagen : The Royal Danish Academy of Fine Arts. Anisur Rahman, Mohammed,2010. “Development opportunities for the new waterfront in south side of Kungsholmen in terms of tourism and recreation: an urban design approach to vibrant urban waterfront development in Stockholm.Stockholm : Kungliga Tekniska Högskolan. Bischof, Stefanie, 2007. “Waterfront Revitalization in Riga The Case of Kipsala” (tesis). Recklinghausen : The University Of Turku. Carina, Nina,2005. Potensi Ruang Terbengkalai Sekitar Sarana Transportasi sebagai Ruang Publik dalam Permukiman Kota, Jurnal Peran Ruang Publik dalam Pengembangan Sektor Properti dan Kota, 273 (jurnal). Semarang: Universitas Diponegoro. Donofrio, Julie Therese, 2007. “Preservation as a tool for Waterfront Revitalization : Design, Management, and Financing Solutions from Vancouver, Boston and London” (tesis). Pennsylvania : University of Pennsylvania. Fitrian Noor, Ikhsan, 2005. “Arahan Penataan Kawasan Tepian Sungai Kandilo Kota Tanah Grogot Kabupaten Pasir Propinsi Kalimantan Timur” (skripsi). Semarang : Universitas Diponegoro. Hartayasa, I Made Dony, 2002. “Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan Sungai Badung Sebagai Objek Wisata City Tour Di Kota Denpasar” (tesis). Semarang : Universitas Diponegoro. Lanang Dwija,Putra,2003. “Kajian Pemanfaatan Tukad Badung sebagai Sarana Wisata Tirta untuk mendukung Program City Tour di Kota Denpasar” (tesis). Surabaya : ITS. Rahim, A. Samsyudin, 2011. Media Time vs Active Time: Leisure Time among the Youth in Disadvantaged Community, International Journal of Human and Social Sciences 6,3(jurnal).Kuala Lumpur :Universitas Kebangsaan.
161
Rahman, A. Arofa,2010.” Potensi Pengembangan Situ di Bogor sebagai Objek Wisata” (tesis). Semarang : Universitas Diponegoro. Tahir,M, 2005. “Pemanfaatan Ruang Kawasan Tepi Pantai Untuk Rekreasi dalam Mendukung Kota Tanjung-pinang Sebagai Waterfront City”(tesis). Semarang : Universitas Diponegoro.