49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi antar dua orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda. Ditengah perbedaan budaya itulah kadang muncul gangguan yang disebabkan oleh adanya perbedaan dari masingmasing budaya tersebut, salah satu contoh perbedaannya adalah bahasa yang mereka gunakan. Namun ketikan masing-masing budaya tersebut menggunakan satu bahasa yang sama yaitu indonesia, maka muncul sebuah gangguan yang mungkin saja dapat terjadi. Gangguan tersebut yaitu adanya perbedaan nada bicara diantara komunikasi yang sedang terjalin diantara budaya tersebut. Berdasarkan hal tersebut kali ini pusat objek penelitian adalah pelaku komunikasi dari dua budaya yang akan diteliti, yaitu budaya Batak dan JawaSolo. TABEL PROFILE WAWANCARA TINGKAT NAMA USIA PENDIDIKAN Jimmy Sinarmata 66th SMP Endang Purwaningsih 55th SD
PEKERJAAN Pedagang Pedagang
Tabel diatas merupakan perwakilan narasumber dari masing-masing budaya yang akan dijadikan objek penelitian. Hal itu dipilih karena masing-masing budaya memiliki nada bicara yang sangat berbeda dan dapat dijadikan objek penelitian. Budaya batak berada pada kepuluan sumatera dimana mayoritas masyarakat hidup ditengah pengunungan. Dalam segi suara budaya batak memiliki suara yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
50
kencang dan lantang, terkadang suara lantang tersebut didukung dengan bahasa nonverbal ( bahasa tubuh ) yang terkesan arogan. Sedangkan budaya jawa-solo itu sendiri terletak dibagian tengah kepulauan jawa. Dalam segi suara, mayoritas budaya jawa memiliki suara yang bernada rendah dan lembut, hal itu didukung dengan bahasa tubuh yang terkesan sopan. Dari kedua budaya tersebut jelas terdapat adanya perbedaan sederhana berupa nada bicara yang mungkin terkesan sering diabaikan oleh pelaku komunikasi. Namun penulis menganggap perbedaan tersebut merupakan gangguan yang dapat timbul apabila adanya komunikasi yang dilakukan oleh dua budaya tersebut, walaupun dalam komunikasinya masing-masing budaya menggunakan bahasa indonesia sebagai pengantar. Akan tetapi ciri khas suara dari dalam diri, yang penulis sebut nada bicara yang dihasilkan oleh pelaku komunikasi antar budaya tersebut jelas akan berbeda. Hal yang mungkin awalnya hanya berupa ganguan kecil ketika dilakukan oleh pelaku yang memiliki dua budaya tersebut, yang belum saling mengenal satu sama lain, akan menimbulkan salah pengertian. Beda halnya ketika pelaku komunikasi sudah saling mengenal cukup lama dan saling berusaha mengerti akan perbedaan yang ada. 4.2 Hasil Penelitian Seperti yang telah disebutkan pada tujuan penelitian bahwa dalam penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perbedaan nada bicara, serta mengetahui noise/gangguan yang terbentuk akibat adanya perbedaan nada bicara antar suku batak dan jawa-solo. Penelitian ini dilakukan karna penulis beberapa kali melihat adanya komunikasi yang tidak efektif disekitarnya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
51
Beberapa kejadian yang penulis anggap sebagai sebuah gangguan adalah adanya tanggapan miring suatu wilayah permukiman ketika mendengar tentangganya yang bersuku batak sedang ikut dalam kegiatan gotong royong, disana orang batak tersebut entah tanpa sadar atau memang seperti itu berbicara cukup kencang, lantang dan tegas ketika berbicara dengan tetangganya yang lain untuk membantunya. Namun tetangga tersebut menganggap bahwa beliau marah dan membentaknya. Kejadian kedua penulis pernah berada di kota batam dalam rangka survei lokasi pekerjaan dengan atasan, namun ketika bertemu dengan partner bisnis yang tanpa sengaja merupakan orang bersuku batak disitu penulis merasakan adanya ketidaknyamanan dalam komunikasi yang dilakukan oleh atasan dengan partner bisnisnya. Hal itu sangat penulis rasakan ketika melihat respon yang timbul dalam komunikasi tersebut. Masih banyak beberapa contoh kejadian akibat komunikasi yang tidak efektif yang tidak dapat penulis gambarkan dalam penelitian ini. Penulis beranggapan bahwa gangguan komunikasi terkadang sering diabaikan oleh banyak pelaku komunikasi itu sendiri, apalagi gangguan itu hanya berupa nada bicara antar budaya/suku yang berbeda. Hal itu penulis anggap sebagai daya tarik dimana gangguan komunikasi sering diabaikan dalam beberapa kejadian. Dikarenakan beberapa contoh kejadian tersebut tidak dapat diualang untuk dijadikan sebagai penelitian. Maka dari itu penulis sengaja membuat suatu set dimana masing-masing orang dari kedua budaya tersebut belum mengenal satu sama lain dan dipertemukan dalam suatu tempat untuk berkenalan dan memulai
http://digilib.mercubuana.ac.id/
52
percakapan. Maka demikian penulis mengoptimalkannya dan berusaha membuat seperti apa yang selama ini penulis rasakan disekitarnya. Pengambilan sampling budaya yang dijadikan sebagai penelitian bertujuan untuk membatasi cangkupan wilayah gangguan itu sendiri. penelitian tentang komunikasi antarbudaya pada kedua orang yang memiliki budaya yang berbeda yaitu batak dan jawa-solo ini didukung dengan hasil rekaman percakapan yang diimplementasikan kedalam bentuk narasi / teks tanpa mengubah dari aslinya. Hasil percakapan yang ada difungsikan untuk mendapatkan informasi tentang pola / cara komunikasi yang dapat menimbulkan hambatan – hambatan / gangguan dari komunikasi yang dilakukan antar kedua budaya tersebut. Dalam melakukan penelitiannya penulis mengelompokannya dengan beberapa tahap, seperti, 4.2.1 Tahap Perkenalan Informan Perkenalan penulis terhadap informan berawal dari pencarian yang dilakukan untuk mencari jawaban atas penelitian yang sedang dilakukan. Sesuai dengan tema penelitian yaitu gangguan komunikasi antar budaya dimana membandingkan nada bicara suku batak dan jawa-solo. Sebagai perwakilan dari masing-masing suku tersebut penulis menjadikan om jimmy sinarmata sebagai informan dari suku batak dan ibu endang purwaningsih sebagai informan dari suku jawa-solo. Penulis memulai penelitiannya dengan melakukan pendekatan terhadap masing-masing perwakilan dari budaya tersebut, mulai dari melihat kesehariannya. Dimana om jimmy merupakan seorang pedagang lele dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
53
pisang di pasar, serta ibu endang merupakan pedangang nasi/warteg. Kemudian penulis melakukan pendekatan lebih dalam dan menyisipkan sedikit pertanyaan penunjang penelitian. Hal itu dimulai dari menannyakan hal tentang keluarga serta budayanya. Seperti yang penulis kutip dari jawaban om jimmy yang memiliki budaya atau bersuku batak, adapun beliau berkata, “Banyak ciri khas dari budaya yang saya miliki. Mulai dari ritual adat istiadat, suara, dsb” 1 Jawaban yang hampir sama juga penulis dapatkan ketika menanyakan kepada ibu endang purwaningsih informan dari suku jawa-solo, beliau mengatakan, “Budaya saya memiliki banyak ciri khas, mulai dari makanan, tata krama, adat, kesopanan / nada santun serta kepercayaan dan keyakinan budaya. Dari kecil saya berada dilingkungan yang menghargai budaya”. 2 Hasil/jawaban dari pertanyaan pertama yang penulis lontarkan, bahwa mereka memiliki budayanya masing-masing. Dimana masing-masing budaya tersebut memikiki banyak ciri khas didalamnya, keanekaragaman / ciri khas tersebut yang penulis anggap sebagai sebuah perbedaan yang mereka miliki. Berlanjut kedalam pertanyaan kedua dari beberapa pertanyaan yang telah penulis siapkan untuk masing-masing budaya tersebut yaitu dengan menanyakan tanggapan kepada om Jimmy ketika melihat orang jawa ? adapun tanggapan yang diberikan, “Mereka orang jawa itu ramah, sopan, mungkin jarang terlihat marah. Karna menurut saya mereka sabar dan sangat menghormati orang lain. mereka terlalu mudah terbawa perasaan.” 3 1
Wawancara dengan Om Jimmy pada tanggal 18 November 2015 Wawancara dengan Ibu Endang pada tanggal 15 November 2015 3 Wawancara dengan Om Jimmy pada tanggal 18 November 2015 2
http://digilib.mercubuana.ac.id/
54
Pertanyaan yang samapun penulis lontarkan sebaliknya kepada bu endang purwaningsih yang memiliki suku jawa-solo, berikut merupakan perkataan beliau tentang orang yang memiliki suku batak, “Badanya besar, mukanya seram atau galak, berbicaranya kencang seperti orang membentak.” 4
Masing-masing dari mereka memiliki tanggapannya sendiri. tanggapan itu berupa presepsi atau pengelihatan atas apa yang mereka lihat dari budaya. Hampir dari mereka menilai dari kepribadian dari cara bicara serta fisik orang yang mewakili budaya tersebut. Dari tanggapan mengenai gambaran yang dilihat orang tentang sosok budayanya, penelitipun menanyakan lebih lanjut tentang tanggapan orang luar tentang budaya mereka. satu contoh utama berupa pertanyaan yang penulis lontarkan kepada informan suku batak yaitu bapak jimmy sinarmata. Berikut merupakan kutipan pertanyaan dan tanggapan beliau, “ Menurut anda apakah pendapat orang tentang nada bicara dan gestur orang batak yang terkesan kencang dan kasar itu benar ?, “Ya .... memang itulah keluarga besar batak. Banyak orang yang bilang kalo batak itu seram, tapi kami sebenarnya biasa saja. Suara kami memang kencang, wajah kami memang seram. Tapi itu sudah dari sanannya.” 5 Beliau membenarkan adanya presepsi atau tanggapan orang mengenai budaya batak. Dengan kata lain mereka atau informan mengetahui adanya perbedaan diantara mereka. Dengan demikian untuk membahas lebih dalam mengenai
4 5
Wawancara dengan Ibu Endang pada tanggal 15 November 2015 Wawancara dengan Om Jimmy pada tanggal 18 November 2015
http://digilib.mercubuana.ac.id/
55
penelitian yang sedang dilakukan penulispun mengadakan percakapan dengan mempertemukan dari kedua budaya tersebut. 4.2.2 Tahap Perekaman Percakapan Tahap lanjutan dari tahap awal yaitu perkenalan terhadap informan adalah merekam percakapan yang terjadi antara keduanya pada hari Minggu, 24 November 2015, disebuah bilangan jakarta utara. Pelaku percakapan Om Jimmy Simarmata dan Ibu Endang Purwaningsih. Kedua pelaku komunikasi itu belum saling mengenal satu sama lain, mereka berada disatu lingkup yang sama dikarenakan penulis ingin menjadikan mereka sebagai informan dari penelitian yang sedang dilakukan. Penulis memulai penelitiannya dengan merekam awal perkenalan mereka hingga terjadinya sebuah percakapan, dengan gestur tubuh dan wajah yang terkesan arogan om Jimmy memulai perkenalan dengan berkata, “: hey bu, kenalkan aku jimmy. Silahkan lah duduk. 6 Sapaan awal yang kalimatnya jika kita baca atau diimplementasikan dalam bentuk teks terkesan biasa saja dan tidak terdapat masalah atau gangguan dalam komunikasi. namun ketika kita dengar dan melihat langsung, maka kita dapat melihat bahwa sapaan itu memiliki nada bicara yang tinggi dan terkesan lantang. Hal itu dapat dilihat dari respon singkat yang diberikan oleh ibu endang purwaningsih, “iya om, saya bu endang.” 7
6 7
Wawancara dengan Om Jimmy pada tanggal 24 November 2015 Wawancara dengan Bu Endang pada tanggal 24 November 2015
http://digilib.mercubuana.ac.id/
56
Jawaban yang sangat singkat dan memberikan keterangan berupa namanya, menurut penulis itu merupakan awal dari komunikasi yang tidak berjalan dengan baik. Hal itu penulis lihat dari respon awal percakapan tersebut. Perbincangan itupun berlanjut untuk menawarkan sang ibu untuk memasan makan. Adapun kata yang dikatakan om Jimmy yaitu, “hey bang, aku mau pesan lah ini. coba lah bu, sekalian kau mau pesan apa ?? pesan lah cepat, biyar kita bisa bicarakan usaha kita”. 8 Entah karna satu dan lain hal, untuk kedua kalinya ibu tersebut merespon dengan kurang baik hal itu terlihat dari pengamatan penulis ketika ibu tersontak kaget dan tidak ingin memesan makanan yang ditawarkan. Ia merespon dengan nada rendah dan berkata, “oh iya om, gampang. Nanti saya pesan.”. 9 Dari efek komunikasi yang dilakukan oleh kedua pelaku komunikasi tersebut terdapat gangguan komunikasi yang menimbulkan respon yang kurang baik, sehingga tidak terjadinya komunikasi yang efektif diantara mereka. Respon yang timbul secara tidak baik, menandakan adanya masalah dalam komunikasi yang dilakukan. Masalah tersebut kita dapat katakan adalah gangguan dalam komunikasi. 4.2.3 Tahap Tanggapan Informan Berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan, baik dari hasil percakapan yang dilihat secara langsung dan direkam untuk dilakukan penelitian lebih cermat lagi. Gangguan yang muncul diantara komunikasi 8 9
Wawancara dengan Om Jimmy pada tanggal 24 November 2015 Wawancara dengan Bu Endang pada tanggal 24 November 2015
http://digilib.mercubuana.ac.id/
57
antarbudaya tersebut adalah adanya perbedaan penafsiran yang diterima oleh komunikan terhadap kata dan nada bicara atau intonasi yang dilontarkan oleh komunikator yang dimana dalam hal ini komunikator adalah Om Jimmy Sinarmata ( berkebudayaan batak ), komunikan adalah Ibu Endang Purwaningsih ( bekebudayaan jawa-solo ). Ibu Endang merasa tersinggung karna merasa digentak / sang komunikator berbicara keras dan terkesan membentak sehingga sang ibu merasa tidak dihargai, hal itu terjadi ketika komunikator hendak menawarkan sang ibu untuk memesan makanan. Hal tersebut merupakan hasil dari gambaran atau penilaian yang penulis lakukan dari komunikasi tersebut,namun penilaian atau tanggapan penulis didukung oleh respon akhir dari masing-masing informan dimana diakhir percakapan tersebut penulis membuat pertanyaan berupa tanggapan dari percakapan yang telah mereka lakukan. Adapun tanggapan tersebut, Om jimmy “ tadi saya merasa ibu endang orangnya diam, sombong . saya tawarkan dia untuk makan, dia bilang nanti saja. Dia terkesana menunduk dan tak ingin lihat saya”. 10 Ibu endang pun memberikan tanggapan “tidak enak berbicara dengan dia, saya merasa tidak nyaman. Dia berkatanya kencang, membentak dan tidak sopan, malah terlihat kasar”. 11 Walaupun dalam wawancara penulis sebelumnya dengan Om Jimmy bersuku batak, beliau memberikan penjelasan akan nada bicara dan gestur tubuh yang iya punya. Beliau menjelaskan bahwa itu merupakan ciri khas budaya mereka, tanpa memiliki arti lebih atau terkesan membentak. Apa yang dia 10 11
Wawancara dengan Om Jimmy pada tanggal 24 November 2015 Wawancara dengan Bu Endang pada tanggal 24 November 2015
http://digilib.mercubuana.ac.id/
58
ucapkan hanya sekedar berbicara. Beliau juga mengakui bahwa kadang ketika berbicara dengan orang yang berbeda budaya, banyak yang terkesan kaget mendengarnya. Namun hal itu hanya dialami di beberapa awal pertemuan saja, jika sudah terlalu lama, hal itu jaang terjadi. Dari hasil akhir wawancara yang penulis lakukan berupa tanggapan dari percakapan yang ada, penulis menemukan sebuah gangguan komunikasi seperti apa yang selama ini penulis sering temukan dibeberapa kasus yang ada disekitarnya. Penulis menyimpulakan bahwa hal yang terkada dianggap sepele atau terkadang diabaikan, itu telah menjadi penyebab sebuah komunkasi yang tidak efektif dimana ketidak efektifan muncul ketika perbedaan nada bicara suku batak yang terkesan kencang, lantang, tegas dan didukung oleh gestur/ bahasa tubuh. Disandingkan oleh orang yang bersuku jawa-solo yang memiliki nada bicara lembut, santun, dan terkesan ramah. Nada bicara yang berbeda membuat adanya gangguan berupa perasaan sensitif akibat hal yang tidak biasa dilihat dan didengar dan perasaan tidak dihargai ketika melakukan komunikasi. Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi antara orangorang dengan budaya yang berbeda. Termasuk juga bahasa yang berbeda. Namun ketika kedua orang berbudaya tersebut berada dalam ruang lingkup / tinggal tidak di daerahnya masing-masing maka berbeda halnya. Bahasa bukanlah sesuatu hal yang dipermasalahkan, karna mereka sudah beradaptasi dan menggunakan satu bahasa yang sama. Ketika satu bahasa yang sama sudah digunakan, bukan berarti gangguan komunikasipun tidak akan terjadi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
59
Hal itu disebabkan nada bicara / logat dari masing-masing budaya akan tetap melekat. Seperti halnya gangguan komunikasi yang ada dalam komunikasi antarbudaya tersebut terjadi bukan karena mereka tidak memahami bahasa yang dilakukan dari masing-masing pelaku komunikasi, namun gangguan itu mencul akibat nada bicara yang dianggap kasar. Pemaknaan nada bicara yang dianggap kasar / tidak terjadi akibat adanya perbedaan budaya diantara mereka. Tradisi, kebiasaan, dan tata cara bicara yang berbeda menimbulkan makna/respon yang timbul secara tidak baik maka terdapatlah gangguan komunikasi. 4.3 Pembahasan Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa dalam lingkup komunikasi antarbudaya diindonesia yang memiliki keanekaragaman suku dan budaya. Dalam komunikasi tersebut mulai dari aktivitas komunikasi, hambatan komunikasi akibat perbedaan budaya dan nada bicara serta langkah yang akan dilakukan sebagai jalan keluar untuk mengatasi hambatan atau gangguan dalam komunikasi tersebut. Bagi sebagian besar orang, percakapan merupakan interaksi sehari-hari yang informal, tetapi dalam teori komunikasi, kata tersebut memiliki makna khusus. Percakapan dalam komunikasi merupakan sebuah rangkaian interaksi dengan awal dan akhir, pergantian giliran yang jelas, dan beberapa maksud dan tujuan. Percakapan sering diartikan sebagai pertukaran informasi antara satu pihak dengan pihak lain. Pengertian percakapan itu sendiri sesungguhnya berkaitan erat
http://digilib.mercubuana.ac.id/
60
dengan pengertiab bahasa. Bahasa diperlukan sebagai media dalam komunikasi verbal. Kaidah-kaidah bahasa dirumuskan dalam bentuk yang mencirikan elemen bahasa seperti fonologi, morfologi, sintaksis, semantik dan pragmatik. Dalam komunikasi antarbudaya bahasa serta nada bicara juga dapat menyebabkan hambatan atau gangguan dalam komunikasi. Bahasa menyediakan pembendaharaan kata atau tanda (vocabulary) serta perangkat aturan bahasa (grammar dan sintaks) yang harus dipatuhi jika hendak mengasilkan sebuah ekspresi yang bermakna, dimana tata bahasa (grammar) memiliki struktur bahasa yang terdiri dari morfologi, sintaksis dan pragmatik. Morfologi adalah bagian terkecil dari bahasa yang memiliki arti seperti morfem. Sintaksis adalah bagian dari tata bahasa yang menggambarkan bagaimana mengkombinasikan kata-kata menjadi frase, klausa (anak kalimat) dan kalimat. Sedangkan Pragmatik yaitu aturan dari bahasa yang digunakan dalam kontek sosial, pengetahuan yang individu miliki tentang peraturan-peraturan yang mendasari bahasa. Pragmatik tidak hanya mencangkup tentang bicara dan menulis tetapi juga berhubungan dengan bagaimana sumber komunikasi mengemukakan bahasanya sehingga dapat dimengerti orang lain. Jadi gangguan atau hambatan dalam komunikasi dalam bahasa pada penelitian ini masuk terhadap tata bahasa (grammar) dimana spesifikasi lebih tetap kepada Pragmatik yaitu kemampuan individu untuk membuat kata-kata atau suara-suara yang dikombinasikan menjadi suatu ucapan atau suatu kalimat yang utuh yang dapat dimengerti oleh dirinya sendiri dan orang lain. dimana individu dapat mengerti ucapan atau bahasa yang disampaikan orang lain dan mampu
http://digilib.mercubuana.ac.id/
61
menunjukkan atau mengucapkan bahasa pada orang lain, sehingga komunikasi berjalan dengan efektif dan tidak terjadi gangguan dalam komunikasi. Pada penelitian ini variasi situasional timbul karna pemakai bahasa memiliki ciri-ciri bahasa tertentu dalam situasi tertentu. Faktor medium pengungkapan membedakan bahasa lisan dan bahasa tulisan. Dimana dialek terdapat didalamnya, dialek itu sendiri merupakan sebuah variasi bahasa yang ada ditentukam oleh sebuah latar belakang asal si penutur, dijelaskan bahwa dialek memiliki persamaan dengan idiolek-idolek yang lain atau gambungan dari idiolek sehingga menjadi dialek. Besarnya persamaan ini disebabkan oleh letak geografisnya yang berdekatan dan memungkingkan komunikasi antara penutur-penutur idiolek. Dalam dialek dibedakan menjadi tiga macam, dialek geografis yaitu tempat asal daerah si penutur dalam bahasa jawa misalnya solo, dialek sosial adalah latar belakang tingkat sosial dari mana penutur berasal dimana dibedakan menjadi dialek tingkat sosial tinggi-menengah-merendah, dialek usia adalah varian bahasa yang ditandai oleh latar belakang umur penuturnya. Dari berbagai variasi dalam bahasa pada penelitian ini penulis melihat bahwa dialek geografis dapat menjadi salah satu faktor timbulnya gangguan dalam komunikasi, dimama letak geografis budaya batak dan jawa-solo menimbulkan perbedaan cara bicara atau nada yang dilontarkan oleh mereka yang dapat menimbulkan sebuah gangguan komunikasi. Gangguan adalah faktor yang mempengaruhi informasi yang disampaikan kepada penerima atau mengalihkan dari penerima tersebut, secara umum ada dua jenis gangguan dalam komunikasi, yaitu
gangguan teknis dan gangguan
semantik. Gangguan teknis menyangkut hambatan yang ada pada saluran
http://digilib.mercubuana.ac.id/
62
komunikasi yang menjadi media antara komunikator dan komunikan. Sedangkan gangguan sematik yaitu gangguan yang berkaitan dengan masalah pemahaman yang berbeda tentang makna dari simbol atau isi pesan yang disampaikan, misalkan masalah bahasa yang berbeda. Namun beda halnya dalam penelitian ini, gangguan semantik yang timbul diakibatkan adanya pemaknaan mengenai image budaya yang tidak baik, disertakan dengan komunikasi yang berjalan tidak efektif sehingga muncul sebuah gangguan semantik dalam komunikasi. Penelitian yang dilakukan penulis mengenai komuikasi antar budaya yang berbeda ini memiliki hasil penelitian yang berhubungan dengan motivasi dalam sebuah komunikasi, dimana motivasi itu berupa keinginan untk mendapatkan hasil berupa komunikasi efektif. Dalam komunikasi antarbudaya banyak para ahli yang beranggapan, salah satunya antara lain., Definisi komunikasi antarbudaya menurut Andrea L. Rich dan Dennis M. Ogawa adalah komunikasi antara orang-orang yang berbeda kebudayaan, misalnya antara suku bangsa, etnik, ras dan kelas sosial. Sedangkan menurut Samovar dan Porter, komunikator antarbudaya terjadi diantara produsen dan penerima pesan yang latar belakang kebudayaannya berbeda. 12 Penelitian ini mengambil contoh Budaya Batak dan Jawa-Solo, dimana masing-masing budaya tersebut memiliki bahasa dan nada bicara yang berbeda. Definisi yang disampaikan oleh para ahli sangat sesuai dengan penelitian yang dilakukan yakni, komunikasi yang dilakukan oleh suku bangsa, etnik, ras atau memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda.
12
Larry A. Samovar dan Rich E. Porter, Intercultural Communication: A Reader. 1976, Hal 25
http://digilib.mercubuana.ac.id/
63
Dikemukakan bahwa prinsip komunikasi antarbudaya, terbagi menjadi tiga prinsip. Yakni, prinsip pertama adalah suatu sistem sandi bersama yang tentu saja terdiri dari dua aspek verbal dan nonverbal. Sarbaugh (1979) berpendapat bahwa tanpa suatu sistem bersama, komunikasi akan menjadi tidak mungkin. 13 Akan terdapat berbagai tingkat perbedaan, namun semakin sedikit persamaan sandi itu semakin sedikit komunikasi yang mungkin terjadi. Prinsip kedua, kepercayaan dan perilaku yang berlainan dianatara pihakpihak yang berkomunikasi merupakan landasan bagi asumsi-asumsi berbeda untuk memberikan respon. Kepercayaan-kepercayaan dan perilaku-perilaku kita mempengaruhi presepsi kita tentang apa yang dilakukan orang lain. Prinsip ketiga adalah hal yang punya impilaksi penting bagi komunikasi antarbudaya adalah tingkat mengetahui dan menerima kepercayaan dan prilaku orang lain. Steriotip adalah dalah penilaian terhadap seseorang hanya berdasarkan persepsi terhadap kelompok di mana orang tersebut dapat dikategorikan. Dalam penelitian ini masing-masing orang atau kelompok dari budaya memiliki steriotip atau penilaian kepada budaya lain. Dimana jika dilihat dari prinsip-prinsip tersebut yang diungkapkan oleh Sarbaugh, bahwa kepercayaan seseorang terhadap individu yang lain sangat mempengaruhi presepsi seseorang terhadap prilaku orang lain. Ini sangat jelas terlihat, karena informan yaitu Ibu Endang ( berkebudayaan jawa-solo) memiliki presepsi yang negatif terhadap uncapan dan nada bicara yang dilontarkan oleh komunikator yaitu Om Jimmy (berkebudayaan 13
Mulyana, D dan Rahmat, J. 2000. Komunikasi Antar Budaya. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung, Hal 2
http://digilib.mercubuana.ac.id/
64
batak). Hambatan komunikasi mengacu pada hasil wawancara dengan para informan tersebut jelas terlihat bahwa mereka memiliki banyak hambatan dalam melakukan komunikasi. hambatan-hambatan tersebut dapat muncul dari dalam dan luar orang tersebut.
http://digilib.mercubuana.ac.id/