BAB III KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESA
3.1.
Kajian Pustaka 3.1.1. Profitabilitas Profitabilitas
merupakan
ukuran
kinerja
keuangan
secara
keseluruhan. Kinerja adalah catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan atau kegiatan tertentu selama suatu periode waktu tertentu. Kinerja perusahaan merupakan suatu gambaran tentang kondisi keuangan suatu perusahaan yang dianalisis dengan alat-alat analisis keuangan, sehingga dapat diketahui mengenai baik buruknya keadaan keuangan suatu perusahaan yang mencerminkan prestasi kerja dalam periode tertentu. Hal ini sangat penting agar sumber daya digunakan secara optimal dalam menghadapi perubahan lingkungan. Kinerja Perbankan secara umum merupakan gambaran prestasi yang dicapai oleh manajemen Bank dalam operasionalnya, dalam hal ini manajemen aset dan liabilitas Bank. Kinerja Bank menunjukkan keberhasilan dari implementasi kebijaksanaan di bidang
pengelolaan
permodalan (equity), pemupukan dana (funding) dan menggunaan dana (aset), dimana satu sama lain saling terkait dalam mencapai tingkat laba yang
optimal
dengan
tingkat
(Riyadi,2006:21).
28
risiko
yang
telah
diperhitungkan
29
Profitabilitas menggambarkan kemampuan manajemen Bank dalam memperoleh laba bersih atas penggunaan aset yang dimiliki. Untuk mengukur efektivitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya (Rusdin, 2008:142).
EAT ROA =
x 100% Total Assets
Dimana : ROA
= Return On Assets
EAT
= Earning After Tax
Ukuran ini
juga sesuai penelitian
Kosmiduo et al (2007),
Kusmiduo (2009) dan Goddard et al (2008), Dietrich dan Wanzenried (2010), Fiordelisi dan Molyneux (2010).
3.1.2. Likuiditas Bank Likuiditas merupakan kemampuan Bank dalam menyalurkan kredit dari Dana Pihak Ketiga yang dihimpun oleh Bank yang bersangkutan (Riyadi, 2006 :165 dan SE Bank Indonesia No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004). Likuiditas adalah kemampuan suatu Bank melunasi kewajibankewajiban keuangan yang segera dapat dicairkan atau yang sudah jatuh tempo. Secara lebih spesifik likuiditas ialah kesanggupan Bank menyediakan alat-alat lancar guna membayar kembali titipan yang jatuh
30
tempo dan memberikan pinjaman (loan) kepada masyarakat yang memerlukan. Pengertian likuiditas dapat dilihat secara statis ataupun dinamis. Statis berarti tersedianya alat-alat likuid sebagai suatu persediaan yang harus selalu ada sekarang yang dinamakan stock concept. Dinamis berarti tidak mengandalkan persediaan alat-alat likuid atau yang segera dapat dikonversikan ke dalam alat-alat likuid dengan mengantisipasikan kewajiban keuangan yang akan tiba dan bersamaan dengan itu juga memproyeksikan alat-alat likuid yang akan masuk, baik yang berasal dan kegiatan operasional maupun dari perluasan kredit yang dinamakan flow concept. Menurut Menurut John Haslem (1984) dalam Taswan (2009:9799), bahwa teori likuiditas secara umum ada empat macam, yaitu : a.
Commercial Loan Theory atau Productive Theory of Credit atau Real Bills Doctrine. Teori
ini menyatakan bahwa
likuiditas Bank akan dapat terjamin apabila aktiva produktif Bank diwujudkan dalam bentuk kredit jangka pendek dan bersifat self liquidating. Kredit jangka pendek ini terutama dalam bentuk kredit modal kerja, sehingga diharapkan dalam jangka pendek debitur dapat mempunyai kemampuan untuk mengembalikan pinjamannya. b.
Doctrin of Asset Shiftability Theory. Teori ini menyatakan bahwa likuiditas Bank akan dapat dipelihara apabila asset
31
Bank dapat dengan cepat diubah dalam bentuk asset yang lain yang lebih likuid sesuai dengan kebutuhan. Fokus dari pendekatan ini adalah surat berharga dipandang cukup mudah untuk dikonversikan menjadi alat likuid. Pinjaman yang diberikan oleh Bank diharapkan juga dijamin dengan surat berharga. c.
Theory of shiftability to the market. Dalam teori mengasumsikan bahwa likuiditas suatu Bank dapat dijamin apabila Bank memiliki portofolio surat-surat berharga yang dapat segera dialihkan menjadi dana likuid untuk memenuhi likuiditas Bank. Konsep yang lebih luas dari teori ini adalah meliputi pembelian Bank atas sekuritas jangka pendek dan mereka kemudian menjual bila membutuhkan dana untuk memenuhi kebutuhan likuiditas.
d.
Doctrine of
Anticipated Income Theory.
Teori
ini
menyatakan bahwa sumber likuditas Bank dapat dipelihara meskipun banyak kredit jangka panjang tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas apabila jadwal
pembayaran
pokok
dan
bunga
pinjaman
direncanakan sebaik mungkin dan betul-betul disesuaikan dengan pendapatan masa mendatang dari debiturnya. Dengan adanya pendekatan ini, Bank dimungkinkan untuk
32
mengalokasikan dananya dalam bentuk pinjaman jangka pendek maupun jangka panjang. Menurut Yosep Sinkey (1989) dalam Taswan (2009:97) menyatakan bahwa ada lima fungsi utama likuiditas Bank : a.
Menunjukkan dirinya sebagai tempat yang aman untuk menyimpan uang.
b.
Memungkinkan Bank memenuhi komitmen pinjamannya.
c.
Untuk
menghindari
penjualan
aktiva
yang
tidak
menguntungkan. d.
Untuk menghindarkan diri dan penyalahgunaan kemudahan atau
kesan
“negatif”dan
penguasa
moneter
karena
meminjam dana likuiditas dan Bank Sentral. e.
Memperkecil penilaian resiko ketidakmampuan membayar kewajiban penarikan itu.
Untuk mengukur likuiditas tingkat likuiditas suatu Bank digunakan rasio keuangan Loan to Deposit Ratio (LDR). LDR adalah rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan oleh Bank dan dengan dana yang diterima oleh Bank Dendawijaya (2005 : 114).
Jumlah Kredit yang Diberikan LDR =
x 100% DPK (Tabungan, Giro, dan Deposito)
Loan to Deposit Ratio tersebut menyatakan seberapa jauh kemampuan Bank dalam membayar kembali penarikan dana yang
33
dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Semakin tinggi rasio ini semakin rendah kemampuan likuiditas Bank, dikarenakan jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai kredit menjadi semakin besar. Dalam tata cara penilaian tingkat kesehatan Bank, Bank Indonesia menetapkan ketentuan sebagai berikut: a.
Untuk rasio LDR sebesar 110% atau lebih diberi nilai kredit 0, artinya likuiditas Bank tersebut dinilai tidak sehat.
b.
Untuk rasio LDR di bawah 110% diberi nilai kredit 100, artinya likuiditas Bank tersebut dinilai sehat.
Rasio ini juga merupakan indikator kerawanan dan kemampuan dari suatu Bank. Sebagian Praktisi Perbankan menyepakati bahwa batas aman dari Loan to Deposit Ratio suatu Bank adalah sekitar 80%. Namun, batas toleransi berkisar antara 85% dan 100%.
3.1.3. Pertumbuhan Kredit Kredit berasal dari kata credere atau creditum. Credere dari bahasa Yunani yang berarti kepercayaan, sementara creditum dari bahasa latin yang berarti kepercayaan akan kebenaran.
Arti kata tersebut
memiliki implikasi bahwa setiap kegiatan perkreditan harus dilandasi kepercayaan (Taswan, 2006: 155). Dalam hal ini tanpa kepercayaan maka tidak akan terjadi pemberian kredit atau sebaliknya tidak ada calon nasabah yang menyepakati kredit, sebab pemberian kredit oleh Bank
34
mempunyai nilai ekonomi bagi nasabah perorangan atau badan usaha. Nilai ekonomi yang diperoleh nasabah tersebut akan dikembalikan ke pihak kreditur (Bank) setelah
jangka waktu tertentu sesuai dengan
kesepakatan. Bahkan nilai ekonomi yang diterima olehk kreditur (Bank) merupakan sumber pendapatan utama bagi industri Perbankan. Hal ini berarti semakin tinggi kredit yang diberikan kepada nasabah, maka pendapatan (profitabilitas) pihak Bank sebagai kreditur semakin meningkat. Semakin besar jumlah kredit yang disalurkan, maka semakin besar pula pendapatan bunga yang akan diperoleh perusahaan begitu juga dengan pertumbuhan kredit yang akan meningkat. Peningkatan pendapatan ini nantinya juga akan mempengaruhi jumlah laba. Namun demikian pertumbuhan kredit berpotensi peningkatnya risiko kredit macet (Non Performing Loans) yang akan membawa konsekuensi semakin besarnya risiko yang harus ditanggung oleh bank. Apabila peningkatan NPL ini tidak diimbangi oleh peningkatan efisiensi, akan menyebabkan penurunan laba yang nantinya juga akan menyebabkan penurunan modal serta menurunkan tingkat kesehatan Bank yang bersangkutan. Adapun penghitungan pertumbuhan kredit dapat ditulis dalam suatu persamaan, sebagai berikut : (Kredit t – Kredit t-i) Pertumbuhan Kredit =
x 100% Kredit t-i
35
Dimana : Kredit t
:Jumlah kredit yang disalurkan periode ke-t
Kredit t-1 :Jumlah kredit yang disalurkan periode tahun sebelumnya
3.1.4. Efisiensi Sektor Perbankan masih merupakan bentuk utama intermediasi keuangan, dengan demikian saluran terbesar untuk mobilisasi tabungan domestik, sumber utama modal eksternal untuk perusahaan masih sebagai pemain kunci dalam sistem pembayaran. Oleh sebab itu pengembangan sektor Perbankan efisien sangat penting untuk pertumbuhan ekonomi suatu Negara. Efisiensi merupakan salah satu parameter kinerja yang secara teoritis mendasari seluruh kinerja sebuah organisasi. Kemampuan menghasilan output yang maksimal dengan input yang ada, adalah merupakan kinerja yang diharapkan. Bank
yang dalam kegiatan usahanya tidak efisien akan
mengakibatkan ketidakmampuan bersaing dalam mengerahkan dana masyarakat maupun dalam menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan sebagai modal usaha. Efisiensi operasional berarti biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan keuntungan lebih kecil daripada keuntungan yang diperoleh dari penggunaan aktiva tersebut. Sebuah Bank dituntut untuk memperhatikan masalah efisiensi karena meningkatnya persaingan bisnis dan standar hidup konsumen. Dengan adanya efisiensi pada Lembaga Perbankan terutama efisiensi biaya maka
36
akan diperoleh tingkat keuntungan yang optimal, penambahan jumlah dana yang disalurkan, biaya lebih kompetitif, peningkatan pelayanan kepada nasabah, keamanan, dan kesehatan Perbankan yang meningkat. Agar mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat, tuntutan konsumen yang meningkat dan pesatnya kemajuan teknologi informasi, maka pengelolaan bank secara efisien merupakan faktor penting untuk dapat terus bertahan. Salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengukur efisiensi perbankan adalah rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO). Rasio BOPO adalah perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional. BOPO digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan Bank dalam melakukan kegiatan operasinya (Dendawijaya, 2005;119). BOPO dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Beban Operasional BOPO =
x 100% Pendapatan Operasional
Yang termasuk beban operasional adalah semua jenis biaya yang berkaitan langsung dengan kegiatan usaha Bank. Beban operasional terdapat dalam laporan laba rugi yang diperoleh dengan menjumlahkan biaya bagi hasil, biaya tenaga kerja, biaya umum administrasi, biaya penyusutan dan penyisihan aktiva produktif, biaya sewa gedung dan inventaris, dan sebagainya (Dendawijaya, 2005;111). Sedangkan yang termasuk pendapatan operasional adalah semua pendapatan yang
37
merupakan bagi hasil langsung dari kegiatan usaha Bank yang benar-benar telah diterima. Pendapatan operasional didapat dalam laporan laba rugi yang diperoleh dengan menjumlahkan pendapatan jual-beli, pendapatan sewa, pendapatan bagi hasil, pendapatan administrasi, dan pendapatan operasional lainnya yang terdiri dari provisi dan komisi serta dividen yang diterima dari saham yang dimiliki. Ketentuan tingkat BOPO menurut Bank Indonesia secara rinci adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Tabel Klasifikasi Tingkat BOPO Menurut BI Tingkat BOPO
Predikat
Di bawah 93,52% 93,52% – 94,72% 94,72% – 95,92% Di atas 95,92%
Sehat Cukup Sehat Kurang Sehat Tidak Sehat
Sumber: www.bi.go.id
Selain sebagai indikator kinerja dan kesehatan Bank, efisiensi yang diwakili oleh rasio BOPO juga memberikan gambaran mengenai: a.
Kemampuan manajemen perbankan dalam mengelola sumber daya (aktiva) yang ada untuk menghasilkan keuntungan optimal. Semakin rendah BOPO maka semakin tinggi efisiensi operasional Bank dalam menggunakan aktiva untuk menghasilkan laba.
b.
Kemampuan Bank dalam hal pengendalian biaya. Semakin
38
rendah BOPO berarti semakin efisien Bank tersebut dalam mengendalikan biaya operasionalnya. Sebaliknya, tingginya BOPO mengindikasikan ketidakmampuan Bank dalam mengatur dan mengendalikan biaya. c.
Kemampuan Bank dalam menghasilkan profitabilitas. BOPO yang rendah mencerminkan tingginya kemampuan Bank dalam menekan biaya operasional, sehingga mampu mendorong naiknya profitabilitas. Sebaliknya, tingginya BOPO berarti tinggi pula beban yang ditanggung Bank dan berimbas negatif terhadap laba yang didapat.
d.
Kemampuan Bank dalam meminimalkan risiko operasional. Risiko operasional berasal dari kerugian operasional bila terjadi penurunan keuntungan yang dipengaruhi oleh struktur
biaya
operasional
Bank
dan
kemungkinan
terjadinya kegagalan atas jasa-jasa dan produk-produk yang ditawarkan oleh Bank. Rendahnya BOPO menunjukkan tingginya kemampuan Bank dalam meminimalkan risiko operasional.
3.1.5. Kecukupan Modal Permodalan berfungsi sebagai sumber utama pembiayaan terhadap kegiatan operasional, penyangga terhadap kemungkinan terjadinya kerugian, dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan Bank dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi. Modal
39
yang dimiliki oleh suatu Bank pada dasarnya harus cukup untuk menutupi seluruh risiko usaha yang dihadapi Bank. Untuk memastikan bahwa industri Perbankan memiliki permodalan yang cukup dalam mendukung kegiatan usahanya, Bank Indonesia bertanggung jawab menentukan jumlah minimum permodalan yang harus dimiliki Bank dan mengeluarkan ketentuan mengenai permodalan minimum (regulatory capital). Pemenuhan regulatory capital tersebut menjadi salah satu komponen penilaian dalam pengawasan Bank yang tercermin dari pemenuhan rasio kecukupan modal (Ferry N. Idroes, 2008;66). Menurut Kosmiduo (2008) kecukupan modal yang ukur dengan Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah ukuran kecukupan ekuitas untuk dapat meredam gejolak yang dihadapi oleh Bank. Kerangka Basel untuk manajemen risiko dipusatkan pada kecukupan modal, dimana modal risiko internal berada dalam satu cara dimana modal digunakan untuk mengcover konsekuensi pengambilan risiko (Ojo, 2008). Semakin tinggi CAR, semakin rendah kebutuhan Bank akan dana eksternal, sehingga profitabilitas semakin tinggi. Bank dengan memiliki CAR yang baik menghadapi risiko rendah untuk bangkrut sehingga mengurangi biaya pendanaan (Kosmiduo, 2008). Indikator yang digunakan untuk mengukur kecukupan modal suatu Bank adalah dengan Capital Adequacy Ratio (CAR). CAR merupakan rasio perbandingan modal Bank dengan kebutuhan modal yang tersedia
40
setelah dihitung margin risk (pertumbuhan risiko) dari akibat yang berisiko (Aktiva Tertimbang Menurut Risiko-ATMR) (Dendawijaya, 2009:144; dan Riyadi, 2006:161). Adapun perhitungan atau pengukuran CAR sebagai berikut:
Modal CAR =
x 100% Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR)
Bank Indonesia menjabarkan CAR yaitu kewajiban penyediaan modal minimum yang harus selalu dipertahankan oleh setiap Bank sebagai suatu proporsi tertentu dari aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). ATMR adalah nilai total masing-masing aktiva Bank setelah dikalikan dengan masing-masing bobot risiko aktiva tersebut. Posisi modal juga akan mempengaruhi keputusan-keputusan manajemen dalam pencapaian laba dan kemungkinan timbulnya risiko. Modal yang terlalu besar misalnya, akan dapat mempengaruhi jumlah perolehan laba Bank, sedangkan modal yang terlalu kecil disamping akan membatasi kemampuan ekspansi Bank, juga akan mempengaruhi penilaian khusus para deposan, debitur, dan para pemegang saham Bank. Dengan kata lain besar kecilnya permodalan Bank akan mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan keuangan Bank yang bersangkutan. Regulator keuangan menetapkan Bank Komersial mempertahankan rasio kecukupan modal minimum untuk memastikan bahwa Bank mempunyai ekuitas memadai untuk menyerap guncangan yang mereka
41
alami. Di bawah Accord of the Basel Committee on Banking Supervision 1988, ketentuan modal minimum adalah prosentase aset Bank riskweighted, diukur dengan Deret 1 atau rasio total modal. Di bawah New Accord (dikenal sebagai Basel II), definisi modal dan ketentuan modal minimum 8% tetap tidak berubah walaupun kategori resiko lancar dari resiko kredit, resiko pasar, dan resiko operasional, dimana di masa depan harus didukung secara eksplisit oleh modal (Kosmidou, Fotios dan Angelos, 2007).
3.2.
Penelitian Terdahulu a.
Penelitian Kyriaki Kosmidou (2009) Mempelajari determinan profit (kinerja) pada 23 Bank di Yunani selama periode integrasi finansial EU (1990-2002). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ROAA yang tinggi berhubungan dengan kecukupan modal Bank yang baik dan rendahnya rasio biaya terhadap penghasilan (income). Ukuran Bank bisa dikatakan positif di semua kasus tetapi hanya signifikan ketika variabel struktur ekonomi makro dan finansial dimasukan ke dalam model. Bila ditinjau dari struktur ekonomi makro dan finansial, pertumbuhan GDP memiliki pengaruh signifikan dan positif ke ROAA, sedangkan inflasi mempunyai pengaruh negatif signifikan. Pertumbuhan suplai uang tidak berpengaruh terhadap profit, sedangkan rasio aset Bank terhadap GDP, kapitalisasi pasar saham
42
atas aktiva Bank, dan konsentrasinya semuanya memiliki hubungan negatif signifikan terhadap ROAA. b.
Dietrich dan Wanzenried (2010) Melakukan penelitian mengenai determinan profitabilitas Bank sebelum dan selama krisis pada industri Perbankan Swiss. Secara khusus temuan penelitian ini menunjukkan bahwa profitabilitas Bank terutama dijelaskan oleh efisiensi operasional, pertumbuhan kredit, biaya pendanaan dan model bisnis. Bank yang efisien lebih menguntungkan dibandingkan dengan Bank-Bank yang kurang efisien.
Pertumbuhan
kredit
berpengaruh
positif
terhadap
profitabilitas, sedangkan equity to total assets, cost finding dan loan loss provision (ketentuan kerugian pinjaman) selama krisis berpengaruh negatif terhadap profitabilitas. Pangsa pendapatan bunga juga memiliki dampak yang negatif terhadap profitabilitas. Faktor pajak berpengaruh negatif terhadap profitabilitas sebelum dan selama krisis. Pertumbuhan GDP tidak berpengaruh sebelum dan selama krisis. Struktur jangka waktu suku bunga berpengaruh positif terhadap profitabilitas hanya dalam masa krisis. c.
Fiordelisi dan Molyneux (2010) Melakukan studi tentang determinan nilai pemegang saham di Perbankan Eropa tahun 1998-2005. Dalam studi ini ditemukan bermacam-macam faktor secara statistik signifikan menjadi pengendali laba bersih operasi (Net Operating Profit- NOP) dan
43
nilai pemegang saham yang diciptakan oleh Bank. Ditemukan bahwa diversifikasi income, leverage, likuiditas, dan aset Bank berhubungan positif dengan NOP. Selanjutnya risiko pasar, dan risiko kredit berhubungan negatif dengan NOP, sedangkan perubahan pertumbuhan pinjaman (kredit), risiko operasional dan konsentrasi Bank domestik tidak ada hubungan dengan NOP. d.
Lin, Shu Ling, Jack H.W. Penm, Shang-Chi Gong, dan ChingShan Cheng (2005) Melakukan studi dengan judul Kecukupan Modal Berbasis Risiko dalam Menilai Risiko Insolvensi dan Kinerja Keuangan dalam Industri Perbankan di Taiwan. Mengunakan total sampel 40 Bank yang terdiri dari 24 Bank Swasta dan 16 Bank Swasta Baru periode 1993-2000. Hubungan antara kecukupan modal dengan indeks resiko insolvensi, dan selanjutnya menganalisis perbedaan pra dan pasca regulasi, keduanya mempunyai hubungan positif dan signifikan. Pada 1998 sebelum regulasi, keduanya mempunyai hubungan negatif. Namun demikian, selama pasca regulasi keduanya mempunyai hubungan positif, di mana Bank Swasta baru dan Bank Milik Negara mencapai standar signifikan. Analisis lebih lanjut, semakin tinggi (rendah) kecukupan modal Bank komersial, maka semakin baik (buruk) kinerja keuangan. Setelah implementasi ukuran regulasi baru tahun 1998, masih tetap menunjukkan hubungan positif signifikan baik untuk Bank Swasta Baru dan
44
Bank Milik Negara. Namun demikian dengan berlalunya waktu, tren kinerja keuangan mempunyai slope menurun. Pengaruh kecukupan modal terhadap profit margin (NIS) pada Bank Swasta Baru dan Bank Milik Negara tidak signifikan selama pos deregulasi. Ukuran aset dan kinerja keuangan mempunyai hubungan positif, tetapi tidak signifikan mempengaruhi Bank Swasta Baru pada pasca regulasi. e.
Kosmidou, Kyriaki, Fotios Pasiuras and Angelos Tsaklanganos (2007) Melakukan
penelitian
tentang
determinan
profit
Bank
Multinasional (Asing) dan Bank Domestik 19 anak perusahaan (Bank) Yunani yang beroperasi di Luar Negeri, mencakup periode 1995-2001. Hasil penelitian menujukkan tidak adanya pengaruh yang signifikan terhadap profit, sedangkan variabel ukuran aset anak perusahaan Bank berpengaruh siginifikan terhadap profit. Hasil pengujian yang lain mengenai determinan eksternal yang meliputi variabel ukuran konsentrasi pasar kapitalisasi pasar dan Market Share Bank juga semuanya tidak signifikan menjelaskan dalam menjelaskan profit anak perusahaan Bank yang beroperasi di Luar Negeri. f.
Khan et al (2011) Melakukan penelitian
untuk menemukan determinan utama
profitabilitas Bank dengan memperhatikan variabel-variabel Bank
45
spesifik (karakteristik Bank) pada sektor Perbankan di Pakistan sebanyak 16 Bank sejak tahun 2000 sampai dengan 2010. Hasil empiris menunjukkan terdapat hubungan yang
kuat antara
beberapa variabel Bank spesifik (khusus) dengan profitabilitas. Pertumbuhan kredit (loan growth) adalah signifikan dengan nilai positif
(3,567)
yang
menunjukkan
bahwa
Bank
dengan
pertumbuhan pinjaman (kredit), kapitalisasi Bank lebih besar mendapatkan penghasilan yang meningkat. Dalam kasus Bank kecil, pertumbuhan pinjaman (loan growth) adalah tidak memiliki hubungan signifikan dengan profitabilitas, dan Non Performing Loan (NPL) secara serius mengurangi profitabilitas Bank pada Bank kecil. g.
Uddin dan Suzuki (2011) Melakukan studi tentang Reformasi Keuangan, Kepemilikan dan Kinerja pada Industri Perbankan di Banglades periode 2001-2008 dengan mengunakan sampel 38 Bank. Studi ini menemukan kepemilikan asing secara statistik signifikan positif berdampak terhadap kinerja Bank. Sebaliknya, kepemilikan swasta secara statistik signifikan positif berdampak terhadap efisiensi income dan ROA, sementara berpengaruh engineering terhadap efisiensi biaya. Terkait dengan NPL, baik kepemilikan asing dan swasta mempunyai
dampak
negatif.
Sifat
bisnis
(Islam
ataukah
Konvensional) tidak. Namun demikian masalah ini masih
46
membutuhkan penelitian lebih lanjut, karena Bank Islam sedang berkembang di Bangladesh. Tetapi menurut temuan tersebut, aktivitas diversifikasi ini tidak mempunyai dampak secara statistik signifikan terhadap income, tetapi secara terbalik mempengaruhi efisiensi biaya dan NPL. Tetapi karena tidak ada bukti jelas di Bangladesh maka usia tidak dianggap mempunyai dampak signifikan terhadap income maupun Return On Assets. Sebaliknya, ukuran Bank tidak mempunyai dampak terhadap profitabilitas (kinerja) Bank. h.
Flamini et al (2009) Melakukan penelitian determinan protafibilitas Bank dengan mengunakan sampel 389 Bank dari 41 Negara Sub Saharan Afrika. Dalam studi Flamini et al (2009), menemukan koefisien ekuitas (equity to asset) berpengaruh positif dan signifikan, berarti bahwa Bank dengan kecukupan modal bagus memperoleh profitabilitas (ROA) lebih tinggi. Risiko kredit mempunyai efek positif dan signifikan
terhadap
profitabilitas.
Variabel
ukuran
Bank
berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas, hal ini mendukung skala ekonomi Bank-bank lebih besar menghasilkan keuntungan yang lebih efisiensi, sehingga meraih laba lebih tinggi. Konsentrasi
pasar
dan
cost
management
(efisiensi)
tidak
mempunyai pengaruh terhadap profitabilitas Bank. Koefisien rasio revenue bunga bersih terhadap penghasilan operasi lainnya
47
(diversifikasi aktivitas) memiliki koefisien negatif dan signifikan. Hal ini menunjukkan diversifikasi aktivitas Bank yang lebih besar secara
positif
berhubungan
dengan
profitabilitas.
Adapun
kepemilikan publik memiliki pengaruh netatif signifikan terhadap profitabilitas, sedangkan kepemilikian asing tidak memiliki pengaruh terhadap profitabilitas. Secara khusus, inflasi mempunyai efek positif terhadap profitabilitas Bank, hal ini
menunjukkan
bahwa ramalan (prediksi) mendatang Bank berubah menurut inflasi dan menyesuaikan dengan tingkat bunga dan margin. i.
Davydenko (2010) Melakukan studi determinan profitabilitas Bank di Ukraina dengan menggunakan sampel 178 Bank sejak kuartal pertama tahun 2005 sampai dengan kuartal terakhir 2009. Hasil studi Davydenko (2010) dapat dikemukakan bahwa meningkatnya provisi pinjaman (loan provision) dalam mengurangi risiko kredit justru berdampak negatif
terhadap
profitabilitas.
Manajemen biaya (efisiensi) berpengaruh negatif signifikan terhadap profitabilitas. Rasio likuiditas memiliki tanda koefisien negatif, tetapi tidak memiliki kemampuan untuk mengurangi profitabilitas seluruh bank. Variabel ukuran Bank
berpengaruh
profitabilitas
bagi
positif seluruh
dan Bank.
signifikan Variabel
terhadap konsentrasi
berpengaruh positif signifikan terhadap profitabilitas bagi
48
seluruh Bank di Ukraina. Variabel nilai tukar memiliki tanda koefisiens
positif
terhadap
profitabilitas
tetapi
tidak
signifikan. j.
Slimi (2012) Melakukan studi determinan profitabilitas Bank dan siklus bisnis dari Negara-Negara MENA (Tunisia, Mesir, Maroko, dan Yordania) periode 1990-2007. Hasil studi menunjukkan bahwa adanya hubungan positif antara kinerja Bank dan kapitalisasi dengan koefisien signifikan pada fase resesi. Rasio biaya terhadap penghasilan juga determinan penting profitabilitas Bank. Peneliti menemukan koefisien signifikan dan negatif untuk rasio cost management (efisiensi). Dampak biaya overhead terhadap profitabilitas ditemukan berpengaruh positif dan secara statistik signifikan. Sedangkan likuiditas hanya berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas dalam periode makmur (ekspansi), hal ini karena dalam periode makmur Bank-Bank semakin
memperkuat
likuiditasnya
untuk
meningkatkan
profitabilitas.
3.3.
Kerangka Pemikiran Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah dan kajian pustaka yang
telah diuraikan di atas, maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat
49
digambarkan sebagai berikut :
Likuiditas (X1) (X1) Pertumbuhan Kredit b Pertumbuhan Kredit (X2) Likuiditas (X2) a, b,c, e Profitabilitas (Y) a, b,c,e
Efisiensi (X3)
a, b,c, d,e Kecukupan Modal (X4)
Gambar 3.1 Kerangka Pemikiran Sumber : Hasil penelitian (jurnal) terdahulu, yang dikembangkan untuk hipotesis Keterangan :
Pengaruh parsial Pengaruh simultan
Berdasarkan penelitian terdahulu dan kerangka pemikiran di atas dapat dikemukan beberapa sintesa kesimpulan sebagai berikut: a.
Pengaruh likuiditas terhadap profitabilitas Ketersediaan
likuiditas
(alat
likuid)
yang
dimiliki,
akan
memudahkan bahkan mendorong Bank untuk meningkatkan volume pemberian kredit,
selanjutnya pendapatan bunga dan
profitabilitas semakin meningkat. Sebaliknya terbatas alat likuid
50
yang dimiliki akan menghambat pihak Bank untuk meningkatkan volume pemberian kredit dimana hal ini karena menekan profitabilitas. Selain itu jika Bank menahan alat likuid berlebihan dalam arti terjadi idle fund maka Bank memiliki sejumlah dana yang tidak produktif dan hal ini tidak menguntungkan bagi Bank yang bersangkutan. b.
Pengaruh pertumbuhan kredit terhadap profitabilitas Pertumbuhan kredit merupakan strategi untuk meningkatkan pendapatan sebagai sumber penghasilan utama, selanjutnya meningkatkan profitabilitas. Sebaliknya pertumbuhan kredit yang semakin lambat
atau bahkan mengalami penurunan maka
profitabilitas juga akan mengalami penurunan. Namun demikian pertumbuhan kredit
yang tidak diikuti
dengan penerapan
manajemen risiko, bisa menjadi potensi meningkatnya non performing loan. c.
Pengaruh efisiensi terhadap profitabilitas Efisiensi operasional merupakan salah satu strategi untuk meningkatkan profitabilitas. Bank dengan efisiensi yang tinggi cenderung meningkatkan profitabilitas. Sebaliknya Bank dengan inefisiensi yang tinggi atau tidak efisien, maka profitabilitas Bank akan mengalami penurunan.
51
d.
Pengaruh kecukupan modal terhadap profitabilitas Kecukupan modal merupakan indikator kekuatan permodalan sebagai penyangga untuk menghadapi berbagai risiko bisnis. Dengan demikian dengan semakin tinggi kecukupan modal pihak Bank akan mampu melakukan strategi perluasan atau pertumbuhan kredit guna meraih pendapatan dan profitabilitas. Sebaliknya permodalan yang lemah, Bank sangat rentan terhadap berbagai risiko (gejolak) hal ini bisa menghakibatkan risiko kerugian atau semakin rendahnya profitabilitas.
3.4.
Hipotesis Adapun hipotesis penelitian ini sebagai berikut : a.
Diduga Likuiditas, pertumbuhaan kredit, efisiensi dan kecukupan modal secara simultan berpengaruh terhadap profitabilitas Bank yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.
b.
Diduga Likuiditas berpengaruh terhadap profitabilitas Bank yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.
c.
Diduga Pertumbuhan kredit berpengaruh terhadap profitabilitas Bank yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.
d.
Diduga Efisiensi berpengaruh terhadap profitabilitas Bank yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.
e.
Diduga Kecukupan modal berpengaruh terhadap profitabilitas Bank yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.