BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA A. Kajian Pustaka 1. Teori Corporate Governance Pengertian corporate governance menurut (Griffin dalam Susiana dan Herawaty, 2007:7) adalah: “The role of shareholdets, directors and other managers in corporate decision making”. Good governance merupakan tata kelola yang baik pada suatu usaha yang dilandasi oleh etika profesional dalam berusaha atau berkarya. Pada prinsipnya tujuan corporate governance adalah menciptakan nilai bagi pihak yang berkepentingan. Pihak – pihak tersebut adalah pihak – pihak internal yang meliputi dewan komisaris, direksi, karyawan dan pihak eksternal yang berkepentingan. Corporate governance didefinisikan sebagai seperangkat aturan yang mendefinisikan hubungan antara pemegang saham, manajer, kreditor, dan stakeholder internal maupun eksternal yang lain, mengenai hak dan kewajiban mereka atau system dimana perusahaan diatur (directed) dan dikendalikan (controlled). Tujuan corporate governance adalah menciptakan nilai tambah bagi stakeholder (Forum For Corporate Governance, 2001:2)
12
13
Keputusan
menteri
BUMN
Nomor
Kep-117/M-MBU/2002
mendefinisikan Corporate Governance sebagai suatu proses dan struktur yang digunakan oleh suatu organisasi BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya berlandaskan peraturan perundang – undangan dan nilai etika. 2. Teori Keutamaan ( Virtue Theory ) Teori keutamaan berangkat dari manusianya (Bertens, 2000). Teori keutamaan tidak menanyakan tindakan mana yang etis dan tindakan mana yang tidak etis. Teori ini tidak lagi mempertanyakan suatu tindakan, tetapi berangkat dari pertanyaan mengenai sifat – sifat atau karakter yang harus dimiliki oleh seseorang agar bisa disebut sebagai manusia utama, dan sifatsifat atau karakter yang mencerminkan manusia hina. Karakter / sifat utama dapat didefinisikan sebagai disposisis sifat atau watak yang telah melekat atau dimiliki oleh seseorang dan memungkinkan dia untuk selalu bertingkah laku yang secara moral dinilai baik. Mereka yang selalu melakukan tingkah laku buruk secara amoral disebut manusia hina. Bertens (2000) memberikan contoh sifat keutamaan, antara lain kebijaksanaan, keadilan dan kerendahan hati. Sedangkan untuk pelaku bisnis, sifat utama yang perlu dimiliki antara lain kejujuran, kewajaran (fairness), kepercayaan dan keuletan. Menurut teori ini, auditor dituntut
14
untuk dapat bersikap sempurna. Seorang auditor dalam menjalankan tugasnya diharapkan dapat memiliki sifat yang jujur dan penuh dengan kewajaran dengan cara tetap bersikap objektif dalam membuat berbagai keputusan audit. Dalam meningkatkan kinerjanya, seorang auditor harus menegakkan etika profesi yang tinggi, agar timbul kepercayaan dari masyarakat. Akuntan publik dalam menjalankan tugasnya harus berpedoman pada prinsip – prinsip profesinya seperti tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas, objektivitas, kompetensi dan kehati- hatian professional, kerahasiaan, perilaku professional dan standar teknis. Teori ini menjelaskan mengenai aspek manusia dalam organisasi, khususnya auditor yaitu meneliti bagaimana prilaku auditor dengan adanya pengaruh dari profesionalisme, gaya kepemimpinan, etika profesi dan budaya organisasi. 3. Kinerja Auditor Kinerja pencapaian
(performance)
pelaksanaan
adalah
suatu
gambaran
mengenai
tingkat
kegiatan/program/kebijakan
dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi. Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan individu maupun kelompok individu (Mahsun, dkk. 2007). Kinerja auditor sebagai evaluasi terhadap
15
pekerjaan yang dilakukan oleh atasan, rekan kerja, diri sendiri, dan bawahan langsung.
Kinerja adalah suatu hasil karya yang telah dihasilkan oleh seseorang dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan ketepatan waktu (Trianingsih, 2007). Kinerja dapat diartikan suatu hasil yang dicapai sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh individu dimana dalam menyelesaikan pekerjaanya dengan tepat waktu dan menggunakan waktu tersebut seefisien mungkin untuk mendapatkan hasil yang memuaskan.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja (prestasi kerja) auditor adalah suatu hasil karya yang dicapai oleh seorang auditor dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecapakan, pengalaman, dan kesunguhan waktu yang diukur dengan mempertimbangkan kuantitas, kualitas, dan ketetapan waktu.
Kinerja auditor berkaitan dengan kualitas jasa audit, penting untuk menyakini bahwa pelayanan profesi yang diberikan dilaksanakan dengan
16
standar kinerja yang tinggi. Kinerja kantor akuntan publik yang berkualitas sangat ditentukan oleh kinerja auditor atau kualitas hasil kerja auditor. Oleh karena itu, kualitas audit merupkan hal penting yang harus diperhatikan oleh para auditor dalam proses pengauditan.
Indikator kualitas hasil kerja auditor yang digunakan dalam penelitian ini merupakan gabungan dari penelitian Any Wedhiastuty ( 2007 ) dan Sukriah ( 2009 ), yaitu :
a. Mutu ( baik / buruk ) hasil pekerjaan yang diselesaikan pegawai atas pekerjaan yang diberikan atasan.
b. Kompleksitas pekerjaan
c. Kesesuain dengan standar audit.
Output dari kualitas hasil pemeriksaan adalah probabilitas dimana seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya. Kantor Akuntan Publik (KAP) yang besar akan berusaha untuk menyajikan kualitas audit yang lebih besar dibandingkan dengan KAP yang kecil (Alim, 2007).
17
4. Profesionalisme a. Pengertian Profesionalisme Menurut Harefa dalam Halim ( 2008 ), profesionalisme adalah : “Sikap atau perilaku seseorang dalam melakukan profesi tertentu. Dalam memenuhi pengertian umum, seseorang dikatakan profesional jika memenuhi tiga kriteria, yaitu mempunyai keahlian untuk melaksanakan tugas sesuai dengan bidangnya, melaksanakan tugas dengan menetapkan standar baku dalam bidangnya dan menjalankan tugas profesi yang telah ditetapkan.” Menurut Rahma (2012) profesionalisme adalah suatu atribut individual yang penting tanpa melihat suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau tidak. Jadi dapat dikatakan bahwa profesionalisme itu adalah sikap tanggungjawab dari seorang auditor dalam menyelesaikan pekerjaan auditnya dengan keikhlasan hatinya sebagai seorang auditor. Sebagai profesional, auditor mengakui tanggung jawabnya terhadap masyarakat, terhadap klien, dan terhadap rekan seprofesi, termasuk untuk berperilaku yang terhormat, sekalipun ini merupakan pengorbanan pribadi. Seorang auditor dapat dikatakan professional apabila telah memenuhi dan mematuhi standar-standar kode etik yang telah ditetapkan oleh IAI (Ikatan Akuntan Indonesia), antara lain perilaku etis yang telah ditetapkan oleh IAI seperti dalam terminologi filosofi, Peraturan perilaku seperti standar, Inteprestasi peraturan dan Ketetapan proses auditnya.
18
Profesionalisme juga merupakan sebutan yang mengacu pada sikap mental dalam bentuk komitmen para anggota suatu profesi untuk
senantiasa
mewujudkan
dan
meningkatkan
kualitas
profesionalnya ( Surya, 2007 : 74 ). Dalam penelitian ini konsep profesionalisme yang digunakan adalah konsep untuk mengukur bagaimana para profesional memandang profesi mereka yang tercermin dalam sikap dan perilaku mereka. Dengan anggapan bahwa sikap dan prilaku mempunyai hubungan timbal balik. Prilaku profesionalisme merupakan cerminan dari sikap profesionalisme, demikian pula sebaliknya sikap profesionalisme tercermin dari perilaku yang profesional. Menurut Kusnandar ( 2007 : 46 ) profesionalisme adalah kondisi, arah, nilai, tujuan, dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan yang berkaitan dengan mata pencaharian seseorang. Kaitan profesionalisme dengan audit bahwa pertimbangan profesional ( professional judgment ) digunakan dalam pelaksanaan dan pelaporan hasil pemeriksaan. Secara sederhana profesionalisme dapat diartikan sebagai suatu perilaku, cara dan kualitas yang menjadi ciri dari suatu profesi. Pekerjaan profesional dapat dinilai melalui suatu ilmu tertentu secara mendalam yang hanya mungkin diperoleh dari lembaga – lembaga pendidikan yang sesuai sehingga kinerjanya didasarkan pada
19
keilmuwan yang dimiliki dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah (Wina Sanjaya, 2006). Dari penjelasan – penjelasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa definisi profesionalisme adalah kualitas dan kemampuan auditor yang dilandasi dengan ilmu pengetahuan yang luas dan pelatihan khusus untuk digunakan dalam audit, yang mencakup perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan hasil audit. b. Dimensi Profesionalisme Hall. R dalam (Muhammad, Rifqi. 2008 : 3). Mengembangkan konsep profesionalisme dari level individu meliputi lima dimensi, yaitu : 1) Pengabdian pada profesi ( dedication ), yang tercermin dalam dedikasi profesional
melalui penggunaan pengetahuan dan
kecakapan yang dimiliki. Sikap ini adalah ekspresi dari penyerahan diri secara total terhadap pekerjaan. Pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan hidup dan bukan sekedar sebagai alat untuk mencapai tujuan. Penyerahan diri secara total merupakan komitmen pribadi dan sebagai kompensasi utama yang diharapkan adalah kepuasan rohani dan kemudian kepuasan material. 2) Kewajiban Sosial ( Social Obligation ), yaitu pandangan tentang pentingnya peran profesi serta manfaat yang diperoleh baik oleh
20
masyarakat ataupun oleh profesional karena adanya pekerjaan tersebut. 3) Kemandirian ( Autonomy demands ), yaitu suatu pandangan bahwa seorang profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa ada tekanan dari pihak yang lain. 4) Keyakinan terhadap peraturan profesi ( belief in self regulation ), yaitu suatu keyakinan bahwa yang berwenang untuk menilai pekerjaan profesional adalah rekan sesama profesi, dan bukan pihak luar yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan mereka. 5) Hubungan dengan sesama profesi ( Profesional community affiliation ), berarti menggunakan ikatan profesi sebagai acuan, termasuk organisasi formal dan kelompok – kelompok kolega informal sebagai sumber ide utama pekerjaan. Melalui ikatan profesi ini para profesional membangun kesadaran profesinya. Seorang auditor bisa dikatakan profesional apabila telah memenuhi dan mematuhi standar – standar kode etik yang telah ditetapkan oleh IAPI, antara lain prinsip – prinsip yang telah ditetapkan oleh IAPI yaitu standar ideal dari perilaku etis yang telah ditetapkan oleh IAPI, peraturan perilaku seperti standar minimum perilaku etis yang ditetapkan sebagai peraturan khusus yang merupakan keharusan, interpretasi peraturan perilaku tidak merupakan
21
keharusan, tetapi para praktisi harus mematuhinya dan ketetapan etika seperti seorang akuntan publik wajib untuk memegang teguh prinsip kebebasan dalam menjalankan proses auditnya, walaupun auditor dibayar oleh kliennya. Menurut Buchtari dalam ( Achmad Barizi, 2009 : 145 ) meyebutkan bahwa ada tiga hal yang harus melekat pada seorang profesionalisme yang baik mengenai etos kerjanya yaitu : “ yang pertama, adanya keinginan untuk menjunjung tinggi mutu pekerjaan ( job quality ). Kedua, menjaga diri dalam melaksanakan pekerjaan. Ketiga adanya keiginan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat melalui karya profesionalnya.” c. Ciri – Ciri Profesionalisme Biasanya dipahami sebagai suatu kualitas yang wajib dipunyai oleh setiap eksekutif yang baik. Ciri – ciri profesionalisme, biasanya dipahami sebagai suatu kualitas yang wajib dipunyai oleh setiap eksekutif yang baik. Ciri – ciri profesionalisme: 1) Memiliki ketrampilan yang tinggi dalam suatu bidang serta kemahiran
dalam
menggunakan
peralatan
tertentu
yang
diperlukan yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas yang bersangkutan dengan bidang tadi. 2) Memiliki
ilmu
dan pengalaman serta kecerdasan dalam
menganalisis suatu masalah dan peka di dalamnya membaca situasi cepat dan tepat serta cermat dalam mengambil keputusan terbaik atas dasar kepekaan.
22
3) Memiliki sikap berorientasi ke depan sehingga mempunyai kemampuan mengantisipasi perkembangan lingkungan yang terbentang di hadapnya. 4) Memiliki sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi serta terbuka dan menghargai pendapat orang lain, namun cermat dalam memilih yang terbaik bagi diri dan perkembangan pribadinya. d. Faktor – Faktor Profesionalisme Kerja Djojonegoro dalam Sudarwan Danim (2010 : 56) menyatakan bahwa profesionalisme dalam suatu jabatan ditentukan oleh tiga faktor penting antara lain : 1) Memiliki keahlian khusus yang berasal dari program pendidikan atau spesialisasi. 2) Adanya ketrampilan khusus yang dikuasai berdasarkan banyaknya pengalaman yang berhubungan dengan profesinya tersebut. 3) Penghasilan yang memadai sebagai imbalan terhadap keahlian khusus yang dimiliknya. Pencapaian kompetensi profesional akan memerlukan standar pendidikan umum yang tinggi diikuti oleh pendidikan khusus, pelatihan dan uji professional dalam subyek-subyek (tugas) yang relevan dan juga adanya pengalaman kerja. Oleh karena itu untuk
23
mewujudkan Profesionalisme auditor, dilakukan beberapa cara antara lain pengendalian mutu auditor, review oleh rekan sejawat, pendidikan profesi berkelanjutan, meningkatkan ketaatan terhadap hukum yang berlaku dan taat terhadap kode perilaku profesional. Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa Profesionalisme Auditor merupakan sikap dan perilaku auditor dalam menjalankan profesinya dengan kesungguhan dan tanggung jawab agar mencapai kinerja tugas sebagaimana yang diatur dalam organisasi profesi, meliputi pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian, keyakinan profesi dan hubungan dengan rekan seprofesi.
5. Gaya Kepemimpinan a. Pengertian Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan seorang manajer pada saat ia mempengaruhi perilaku bawahannya.
Seseorang yang menjalankan fungsi manajemen berkewajiban mempengaruhi karyawan yang dibawahinya agar mereka tetap melaksanakan tugas dengan baik, memiliki dedikasi terhadap organisasi dan tetap merasa berkewajiban untuk mencapai tujuan organisasi (Sedarmayanti, 2007). Gaya kepemimpinan dalam KAP sebagai faktor dominan dalam menentukan dan pembentukan karakter perusahaan, selanjutnya
24
karakter perusahaan akan mempengaruhi output dari kinerja auditor. Penelitian menurut Mariam (2009) juga membuktikan bahwa ada pengaruh yang searah antara gaya kepemimpinan dengan kinerja karyawan. Ini memberikan indikasi bahwa gaya kepemimpinan seorang pemimpin sangat berpengaruh terhadap kinerja bawahannya, disamping itu untuk mendapatkan kinerja yang baik dan dapat meningkat
diperlukan
juga
pemberian
pembelajaran
terhadap
bawahannya. Terkait dengan faktor psikologi yang dapat mempengaruhi kinerja seseorang, komitmen organisasi merupakan sikap untuk merefleksikan perasaan suka atau tidak suka terhadap organisasi tempat dia bekerja. Ketika seseorang menyukai organisasi tempat dimana dia bekerja maka dia akan memberikan kemampuan yang terbaik dan loyal untuk organisasinya tersebut, dengan kata lain anggota yang memiliki komitmen terhadap organisasinya maka dia akan lebih bertahan sebagai bagian dari organisasi dibandingkan anggota yang tidak memiliki komitmen terhadap organisasi. b. Fungsi Gaya Kepemimpinan Menurut Stephen R. Covey dalam Antonio (2007; 20) menekankan bahwa seorang pemimpin harus memiliki empat fungsi kepemimpinan yakni
sebagai
perintis
(pathfinding),
penyelaras
pemberdaya (empowering), dan panutan (modeling).
(aligning),
25
1) Fungsi perintis (pathfinding) mengungkap bagaimana upaya sang pemimpin memahami dan memenuhi kebutuhan utama para stakeholders-nya, misi dan nilai-nilai yang dianutnya, serta yang berkaitan dengan visi dan strategi, yaitu ke mana perusahaan akan dibawa dan bagaimana caranya agar sampai ke sana. 2) Fungsi penyelaras (aligning) berkaitan dengan bagaimana pemimpin menyelaraskan keseluruhan sistem dalam organisasi perusahaan agar mampu bekerja dan saling sinergis. Sang pemimpin harus memahami betul apa saja bagian-bagian dalam sistem organisasi perusahaan. Kemudian ia menyelaraskan bagian-bagian tersebut agar sesuai dengan strategi untuk mencapai visi yang telah digariskan. 3) Fungsi pemberdayaan (empowering) berhubungan dengan upaya pemimpin untuk menumbuhkan lingkungan agar setiap orang dalam organisasi perusahaan mampu melakukan yang terbaik dan selalu mempunyai komitmen yang kuat (committed). Seorang pemimpin harus memahami sifat pekerjaan atau tugas yang diembannya. Ia juga harus mengerti dab mendelegasikan seberapa besar tanggung jawab dan otoritas yang harus dimiliki oleh setiap karyawan yang dipimpinnya. Siapa mengerjakan apa. Untuk alasan apa mereka mengerjakan pekerjaan tersebut. Bagaimana caranya. Dukungan sumber daya apa saja yang diperlukan untuk
26
menyelesaikan
pekerjaan
tersebut
dan
bagaimana
akuntabilitasnya. 4) Fungsi
panutan (modeling)
mengungkap
bagaimana
agar
pemimpin dapat menjadi panutan bagi para karyawannya. Bagaimana dia bertanggung jawab atas tutur kata, sikap, perilaku, dan keputusan-keputusan yang diambilnya. Sejauh mana dia melakukan apa yang dikatakannya. c. Prinsip – Prinsip Dasar Gaya Kepemimpinan Menurut (Stephen R. Covey: 1997) karakteristik seorang pemimpin di dasarkan kepada prinsip–prinsip sebagai berikut, yaitu : 1) Berorientasi pada pelayanan, yaitu seorang pemimpin tidak dilayani melainkan melayani, sebab prinsip pemimpin dengan prinsip melayani berdasarkan karir sebagai tujuan utama. 2) Seorang yang belajar seumur hidup, tidak hanya melalui pendidikan formal akan tetapi juga pendidikan non formal. 3) Membawa energi yang positif yaitu setiap orang yang mempunyai energi dan semangat. Energi positif yang digunakan yaitu didasarkan
pada
keikhlasan
kesuksesan orang lain.
dan
keinginan
mendukung
27
d. Tugas dan Peran Pemimpin Tugas utama dari seorang pemimpin menurut James A.F Stoner (1996) dalam Toni (2013) adalah sebagai berikut yaitu : 1) Seorang pemimpin bertanggungjawab untuk bekerja dengan orang lain, atasannya, staf, rekan kerja atau atasan lain dalam organisasi seperti sedang memimpin di luar organisasi. 2) Pemimpin adalah tanggungjawab dan mempertanggungjawabkan (akuntabilitas).
Seorang
pemimpin
bertanggungjawab
untuk
menyusun tugas, menjalankan, mengadakan evaluasi untuk mencapai hasil yang terbaik. Pemimpin juga bertanggung jawab untuk kesuksesan stafnya tanpa kegagalan. 3) Pemimpin harus dapat menyeimbangkan pencapaian tujuan dan prioritas. 4) Pemimpin harus berfikir secara analitis dan konseptual. 5) Pemimpin adalah politisi dan diplomat 6) Seorang pemimpin harus menjadi seorang pemikir yang analitis dan konseptual serta dapat mengidentifikasi masalah dengan akurat. Pemimpin harus dapat menguraikan seluruh pekerjaan menjadi lebih jelas yang menjadi tanggung jawabnya.
28
e. Teori Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan seorang manajer pada saat ia mempengaruhi perilaku bawahannya.
Seseorang yang menjalankan fungsi manajemen berkewajiban mempengaruhi karyawan yang dibawahinya agar mereka tetap melaksanakan tugas dengan baik, memiliki dedikasi terhadap organisasi dan tetap merasa berkewajiban untuk mencapai tujuan organisasi (Sedarmayanti, 2007). Sementara itu, menurut Slamet (2005 : 29), kepemimpinan merupakan suatu kemampuan, proses, atau fungsi yang pada umumnya untuk mempengaruhi orang-orang agar berbuat sesuatu dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Dalam gaya kepemimpinan ada anggapan bahwa tidak satupun gaya kepemimpinan yang dianggap efektif untuk mencapai tujuan yang telah diterapkan. Gaya kepemimpinan yang paling efektif sulit ditentukan. Hal ini disebabkan karena perusahaan memiliki kondisi dan situasi yang berbeda-beda untuk dihadapi. Selain itu faktor situasi organisasi serta jenis pekerjaan pada akhirnya juga mempengaruhi gaya kepemimpinan seorang auditor. Menurut Hasibuan ( 2007 ), gaya kepemimpinan terbagi menjadi 4 macam, yaitu otoriter, partisipasi, delegatif dan situasional.
29
Tabel 2.1 Macam - macam gaya kepemimpinan Sumber
Gaya Kepemimpinan a. Gaya Kepemimpinan Otoriter b. Gaya Kepemimpinan Partisipasi
Malayu Hasibuan c. Gaya Kepemimpinan Delegatif d. Gaya Kepemimpinan Situasional Sumber : Malayu Hasibuan ( 2007 ) Macam-macam gaya kepemimpinan pada Tabel 2.1 di atas adalah sebagai berikut : 1)
Gaya Kepemimpinan Otoriter Kepemimpinan otoriter adalah jika kekuasaan atau wewenang, sebagian besar mutlak tetap berada pada pimpinan atau jjika pimpinan
menganut
sentralisasi
wewenang.
Pengambilan
keputusan dan kebijaksanaan hanya ditetapkan sendiri oleh pemimpin. Gaya kepemimpinan ini didasarkan pada perintah - perintah, memaksakan dan tindakan arbiter dalam hubungan antara pemimpin dengan pihak bawahan. Pemimpin disini cenderung mencurahkan perhatian sepenuhnya pada pekerjaan, selain itu juga melaksanakan pengawasan seketat mungkin dengan maksud agar pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
30
Pengambilan
keputusan
dan
kebijaksanaan
hanya
ditetapkan sendiri oleh pemimpin, bawahan tidak diikutsertakan untuk memberikan saran, ide, pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Orientasi kepemimpinannya di fokuskan hanya untuk meningkatkan produktifitas kerja karyawan dengan kurang memperhatikan perasaan dan kurang kesejahteraan bahwa pimpinan
menganut
sistem
manajemen
tertutup
(close
management) kurang menginformasikan keadaan perusahaan pada bawahannya. Gaya kepemimpinan ini di dasarkan atas perintah – perintah, memaksakan dan tindakan arbiter dalam hubungan Antara pemimpin dengan pihak bawahan. Pemimpin disini cenderung mencurahkn perhatian sepenuhnya pada pekerjaan, ia melaksanakan pengawasan seketat mungkin dengan maksud agar pekerjaan dilaksanakan sesuai rencana. Gaya kepemimpinan ini menggunakan perintah yang biasanya diperkuat oleh sanksi – sanksi dimana disiplin adalah faktor penting.Gaya kepemimpinan ini mempunyai ciri – ciri sebagai berikut :
31
a) Semua determinasi “Policy” dilakukan oleh pemimpin. b) Teknik – teknik dan langkah – langkah aktivitas ditentukan oleh pejabat satu persatu sehingga langkah – langkah mendatang senantiasa tidak pasti. c) “Dominator” cenderung sikap pribadi dalam pujian dan kritik pekerjaan setiap anggota, ia tidk turut serta dalam partisipasi kelompok secara pribadi kecuali pada saat memberikan demonstrasi. 2) Gaya kepemimpinan partisipasi Adalah menciptakan kerja sama yang serasi, menumbuhkan loyalitas dan partisipasi para bawahann. Pemimpin memotivasi bawahan agar merasa ikut memiliki perusahaan. Falsafah pemimpin ialah “pimpinan (dia) adalah bawahan”. Bawahan harus berpartisipasi memberikan saran, ide dan pertimbangan – pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan. Keputusan tetap dilakukan pimpinan dengan mempertimbangkan saran atau ide yang diberikan bawahannya. 3) Gaya kepemimpinan delegatif Kepemimpinan
delegatif
apabila
seorang
pemimpin
mendelegasikan wewenang kepada bawahan dengan agak lengkap. Dengan demikian, bawahan dapat dengan mudah mengambil keputusan dan kebijaksanaan dengan bebas dalam
32
melaksanakan pekerjaannya, Sepenuhnya diserahkan kepada bawahan. Dalam hal ini bawahan dituntut memiliki kematangan dalam pekerjaannnya (kemampuan) dan kematangan psikologis (kemauan). 4) Gaya Kepemimpinan Situasional Model gaya kepemimpinan situasional ini dikembangkan oleh Paul Hersey dan Kenneth H. Blanchard dipusat studi kepemimpinan pada akhir tahun 1960. Model ini pada awalnya memang mengacu kepada pendekatan teoi situasional yang menekankan perilaku pemimpin dan merupakan model praktis yang dapat digunakan manajer, tenaga pemasaran, guru atau orang tua untuk membuat keputusan dari waktu ke waktu secara efektif dalam rangkamempengaruhi orang lain. Pada gaya kepemimpinan situasional, seorang pemimpin dituntut untuk menentukan gaya kepemimpinan sesuai dengan kondisi dan kesiapan bawahan. Yang dimaksud faktor kesiapan adalah kemampuan bawahan dan keinginan. Tingkat kesiapan bawahan merupakan kombinasi dari kemampuan dan keinginan, yaitu : a) Tidak mampu dan tidak ingin, dimana bawahan tidak memiliki cukup ketrampilan dan juga tidak memiliki komitmen dan motivasi.
33
b) Tidak mampu tetapi berkeinginan, yaitu bawahan yang memiliki sedikit ketrampilan tetapi termotivasi dan mau berusaha. c) Mampu tetapi tidak ingin, yaitu bawahan yang tidak memiliki ketrampilan
terhadap
sutu
tugas
tetapi
tidak
ingin
menggunakan kemampuan tersebut. d) Mampu dan ingin, yaitu bawahan yang memiliki ketrampilan yang cukup dan memadai, dan juga menyukai tugas tersebut. Konsep dasar yang dikembangkan dalam Thoha (2007) didasarkan pada kedewasaan atau kematangan bawahan seperti : Gambar 2.1 Konsep Dasar Kepemimpinan Situasional Tinggi dukungan pengarahan.
dan
Rendah Tinggi pengarahan dan Tinggi dukungan.
3
2
Rendah dukungan dan pengarahan. 4
Tinggi pengarahan dukungan. 1
dan
Rendah
Perilaku mengarahkan Rendah
Tinggi
Sumber : Thoha, 2007 Pemimpin dalam kotak nomor satu adalah pemimpin dengan gaya instruksi menekankan pentingnya perintah, instruksi dan pengarahan. Pemimpin ini berorientasi tinggi pada tugas
34
tetapi dukungannya sangat rendah, artinya hubungan dengan bawahan tidak terjalin dengan baik. Kepemimpinan tersebut cenderung otoriter karena dicirikan dengan komunikasi satu arah. Pemimpin yang termasuk dalam kotak nomor 2 yaitu pemimpin
konsultasi
dimana
pemimpin
tersebut
masih
memberikan petunjuk atau pengarah yang besar dan juga memperhatikan hubungan dengan bawahannya. Gaya ini biasanya diterapkan ketika bawahan telah termotivasi dan berpengalaman dalam menghadapi suatu tugas. Gaya ketiga adalah gaya partisipatif, yaitu gaya yang lebih meningkatkan komunikasi dua arah dalam pemecahan masalah dan mengambil keputusan. Gaya ini berwarna partisipatif karena posisi pengambilan keputusan dipegang secara bergantian. Yang terakhir adalah gaya delegasi, dimana lebih ditekankan memberikan tanggung jawab kepada bawahannya. Pemimpin dengan gaya ini menganggap bawahan telah mampu dan menguasai tugas jika diberikan kepercayaan dan tanggung jawab.
35
6. Etika Profesi a. Pengertian Etika Etika secara umum didefinisikan sebagai nilai- nilai tingkah laku atau aturan-aturan tingkah laku yang diterima dan digunakan oleh suatu golongan tertentu atau individu (Sukamto, 1991 dalam Suraida, 2006:118). Etika adalah cabang utama dari filsafat yang mempelajri nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standard dan penilaian moral. Etika mencakup analisi dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk dan tanggung jawab. Etika merupakan filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran – ajaran dan pandangan – pandangan moral. Etika dapat didefinisikan secara luas sebagai prinsip – prinsip atau nilai – nilai atau keseluruhan norma dan penilaian yang dipergunakan oleh masyarakat untuk mengetahui bagaimana manusia seharusnya menjalankan kehidupannya. Sedangkan menurut arti sempit, etika berarti seperangkat nilai atau prinsip moral yang berfungsi sebagai panduan untuk berbuat, bertindak atau berperilaku. Para filsuf organisasi keagamaan dan kelompok – kelompok lainnya telah mendefinisikan etika dalam berbagai prinsip – prinsip moral atau nilai – nilai ideal. Contohnya yaitu seperangkat prinsip moral atau nilai termasuk hokum dan peraturan doktrin agama dan kode etik bisnis untuk kelompok – kelompok professional, seperti
36
akuntan publik dan kode etik dalam organisasi. Perangkta – perangkat inilah yang akan dapat membedakan perilaku beretika dan tidak beretika dalam konteks pribadi maupun profesi. b. Pengertian Etika Profesi Audit membutuhkan pengabdian yang besar pada masyarakat dan komitmen moral yang tinggi. Masyarakat menuntut untuk memperoleh jasa para auditor publik dengan standar kualitas yang tinggi, dan menuntut mereka untuk bersedia mengorbankan diri. Itulah sebabnya profesi auditor menetapkan standar teknis dan standar etika yang harus dijadikan panduan oleh para auditor dalam melaksanakan audit. Standar etika diperlukan bagi profesi audit karena auditor memiliki posisi sebagai orang kepercayaan dan menghadapi kemungkinan benturan-benturan kepentingan. Menurut Ariyanto, dkk. (2010) etika profesi sangatlah dibutuhkan oleh masing-masing profesi, untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat, seperti profesi auditor. Menurut Halim (2008:29) etika profesi meliputi suatu standar dari sikap para anggota profesi yang dirancang agar sedapat mungkin terlihat praktis dan realitis, namun tetap idealistis. Setiap auditor harus mematuhi etika profesi mereka agar tidak menyimpangi aturan dalam menyelesaikan laporan keuangan kliennya. Akuntan publik dalam menjalankan profesinya diatur oleh kode etik profesi. Di Indonesia dikenal dengan nama Kode Etik Akuntan Indonesia. Dengan adanya
37
kode etik, masyarakat akan dapat menilai sejauh mana seorang auditor telah bekerja sesuai dengan standar- standar etika yang telah ditetapkan oleh profesinya. Kode etik atau aturan etika profesi audit menyediakan panduan bagi para auditor profesional dalam mempertahankan diri dari godaan dan dalam mengambil keputusan-keputusan sulit. Jika auditor tunduk pada tekanan atau permintaan tersebut, maka telah terjadi pelanggaran terhadap komitmen pada prinsip-prinsip etika yang dianut oleh profesi. Etika profesi merupakan bidang etika khusus atau terapan yang merupakan produk dari etika sosial. Oleh karena itu, seorang auditor harus selalu memupuk dan menjaga kewaspadaannya agar tidak mudah takluk pada godaan dan tekanan yang membawanya ke dalam pelanggaran prinsip-prinsip etika secara umum dan etika profesi. etis yang tinggi; mampu mengenali situasi-situasi yang mengandung
isu-isu
etis
sehingga
memungkinkannya
untuk
mengambil keputusan atau tindakan yang tepat. c. Prinsip – prinsip Etika Profesi akuntan publik bertanggung jawab untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan perusahaan – perusahaan, sehingga para pengguna laporan keuangan dapat memperoleh informasi keuangan yang andal sebagai dasar untuk memutuskan
38
alokasi sember – sumber ekonomi. Prinsip etika mengikat seluruh anggota IAI, dan merupakan produk kongres. Aturan etika mengikat kepada anggota kompartemen dan merupakan produk dari hasil rapat anggota kompartemen sehingga aturan etika yang ada tidak boleh bertentangan dengan prinsip etika. Prinsip – prinsip perilaku professional tidak secara khusus dirumuskan oleh ikatan akuntan Indonesia tetapi dianggap menjiwai kode prilaku. Etika profesi akuntan di Indonesia di atur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Kode etik ini mengikat para anggota IAI di satu sisi dan dapat di pergunakan oleh akuntan lainnya yang bukan atau belum menjadi anggota IAI di sisi lainnya.Kode Etik Profesi Akuntan Publik ( seebelumnya disebut Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik Indonesia) adalah aturan etika yang harus diterapkan oleh anggota institute Akuntan Publik Indonesia atau IAPI ( sebelumnya Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik atau IAIKAP ) dan staf professional ( baik yang anggota IAPI maupun yang bukan anggota IAPI ) yang bekerja pada suatu kantor akuntan publik. Menurut IAPI, Kode Etik profesi akuntan publik Indonesia tahun 2011, yaitu : 1) Prinsip kesatu adalah Tanggung Jawab Profesi. Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai professional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan
39
moral
dan
professional
dalam
semua
kegagalan
yang
dilakukannya. Sebagai seorang professional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat, sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa professional mereka. 2) Prinsip kedua adalah Kepentingan Umum ( Publik ). Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme. 3) Prinsip ketiga adalah Integritas. Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus bersikap tegas, jujur dan adil dalam hubungan professional di dalam bisnisnya. 4) Prinsip keempat adalah Objektifitas. Setiap anggota harus menjaga objektivitas, bebas dari benturan kepentingan atau pengaruh yang tidak layak dari pihak- pihak lain dalam pemenuhan kewajiban profesionalisnya. 5) Prinsip kelima adalah Kompetensi serta sikap kecermatan dan Kehati – hatian Profesional. Setiap anggota harus melakukan jasa profesionalnya dengan kehati – hatian, kompetensi dan ketekunan, serrta mempunyai
40
kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keahlian profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir. 6) Prinsip keenam adalah Kerahasiaan. Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yangdiperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi terebut tanpa ada persetujuan, kecuali bila ada hak dan kewajiban profesional atau ada hukum untuk mengungkapkannya. 7) Prinsip ketujuh adalah Perilaku Profesional. Setiap anggota harus mematuhi setiap ketentuan hokum dan peraturan yang berlaku, serta menghindari setiap tindakan yang dapat mengakibatkan terciptanya kesimpulan yang negative oleh pihak ketiga. 8) Prinsip kedelapan adalah Standar Teknis. Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati – hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari
41
penerima jasa selama penugasan tersebut yang sejalan dengan prinsip integritas dan objektivitas. 7. Budaya Organisasi a. Pengertian Budaya Organisasi Kata budaya ( culture ) sebagai suatu konsep berakar dari kajian atau disiplin ilmu antropologi. Robbins ( 2010 : 63 ) menyatakan pendapat bahwa budaya organisasi telah diketengahkan sebagai nilai – nilai, prinsip – prinsip, tradisi dan cara- cara bekerja yang dianut bersama oleh para anggota organisasi dan mempengaruhi cara mereka bertindak. Dalam kebanyakan organisasi, nilai – nilai dan praktik – praktik yang dianut bersama ini telah berkembang pesat seiring dengan perkembangan zaman dan benar – benar sangat mempengaruhi bagaimana sebuah organisasi dijalankan. Budaya organisasi adalah komponen yang sangat penting dalam meningkatkan kinerja karyawan, namun demikian agar kinerja karyawan meningkat maka harus ditingkatkan pula motivasi kerjanya. Budaya organisasi pada sisi internal karyawan akan memberikan sugesti kepada semua perilaku yang diusulkan oleh organisasi agar dapat dikerjakan, penyelesaian yang sukses, dan akibatnya akan memberikan keuntungan pada karyawan itu sendiri. Akibatnya karyawan akan memiliki kepercayaan pada diri sendiri, kemandirian
42
dan mengagumi dirinya sendiri. Sifat-sifat ini akan dapat meningkatkan harapan karyawan agar kinerjanya semakin menigkat. Menurut Sutrisno ( 2010 : 2 ) mendefinisikan budaya organisasi sebagai perangkat sistem nilai-nilai ( values ), keyakinan-keyakinan ( beliefs ) atau norma – norma yang telah lama berlaku, disepakati dan diikiuti oleh para anggota suatu organisasi sebagai pedoman perilaku dan pemecahan masalah – masalah organisasi. Sedangkan Mangkunegara A.P ( 2008 : 113 ) mendefinisikan bahwa pengertian organisasi adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai – nilai dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota – anggotanya unntuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal. Budaya organisasi ( organizational Culture ) akhir – akhir ini sering muncul ke permukaan, dan menjadi bahan pembicaraan dan kajian, baik di kalangan praktisi maupun ilmuwan. Gejala tersebut secara sederhana menunjukkan bahwa budaya organisasi itu dirasakan penting, dan tentunya dirasakan memiliki manfaat langsung maupun tak langsung bagi perkembangan perusahaan atau organisasi.
43
b. Fungsi Budaya organisasi Fungsi budaya pada umumnya sukar dibedakan dengan fungsi budaya kelompok atau organisasi, karena budaya merupakan gejala social. Menurut Ndraha ( 2005 : 21) ada beberapa fungsi budaya, yaitu : 1) Sebagai identitas dan citra suatu masyarakat. Identitas ini terbentuk oleh berbagai faktor seperti sejarah, kondisi dan sisi geografis, sistem – sistem social, politik dan ekonomi dan perubahan nilai – nilai di dalam masyarakat. 2) Sebagai pengikat suatu masyarakat. Kebersamaan (sharing) adalah faktor pengikat yang kuat seluruh anggota masyarakat. 3) Sebagai sumber. Budaya merupakan sumber inspirasi, kebanggaan dan sumber daya. 4) Sebagai kemampuan untuk membentuk nilai tambah. 5) Sebagai pola prilaku. Budaya berisi norma tingkah laku dan menggariskan batas – batas toleransi sosial 6) Sebagai mekanisme adaptasi terhadap perubahan. Dilihat dari sudut ini, pembangunan seharusnya merupakan proses budaya. 7) Sebagai proses yang menjadikan bangsa kongruen dengan negara sehingga terbentuk nation-state. Menurut Sudarmanto ( 2009 : 170 ), budaya menjalankan fungsi yang kompleks di dalam organisasi. Pertama, budaya mempunyai peran
44
menetapkan tapal batas. Artinya, budaya menciptakan perbedaan yang jelas Antara satu organisasi dengan organisasi lainnya. Kedua, budaya mempermudah timbulnya komitmen pada suatu rasa identitas bagi anggota – anggota organisasi. Ketiga, budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri pribadi seseorang. Keempat, budaya meningkatkan kemantapan sistem social.
Budaya
merupakan
perekat
social
yang
membantu
mempersatukan organisasi dengan memberikan standar – standar yang tepat untuk apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh karyawan. c. Karakteristik Budaya Organisasi Menurut Robbins dan Judge ( 2008 : 256 ) mengidentifikasikan bahwa budaya organisasi memiliki 7 karakteristik primer yang merupakan hakikat dari budaya organisasi, yaitu : 1) Inovasi dan pengambilan risiko, yakni sejauh mana karyawan di dorong untuk inovatif dan juga dalam pengambilan risiko. 2) Perhatian ke rincian, yaitu karyawan dihaarapkan dapat memperlihatkan presisi (kecermatan), analisis dan perhatian pada rincian. 3) Orientasi hasil, yakni sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil, bukan pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil.
45
4) Orientasi orang, yakni sejauh mana keputusan manajemen menghasilkan efek pada orang – orang dalam organisasi. 5) Orientasi tim, yakni sejauh mana kegiatan kerja di organisasikan sekitar tim – tim, bukan kepada individu. 6) Keagresifan, yakni sejauh mana orang – orang tersebut memperlihatkan sisi kompetitif dan juga agresif. d. Membangun dan Membina Budaya Organisasi Para pendiri organisasi secara tradisional mempunyai dampak yang penting
dalam pembentukan budaya awal
organisasi.
Mereka
mempunyai visi atau misi tentang bagaimana bentuk organisasi tersebut seharusnya. Mereka tidak dirintangi oleh kebiasaan – kebiasaan sebelumnya atau oleh ideologi. Ukuran kecil yang biasanya menjadi ciri setiap organisasi baru selanjutnya membantu para pendiri untuk menerapkan visi mereka pada anggota organisasi. Karena para pendiri tersebut adalah orang – orang yng mempunyai ide awal, mereka juga biasanya mempunyai bias tentang bagaimana ide – ide tersebut harus dipenuhi. Kebiasaan pada saat ini, tradisi, dan cara – cara umum untuk melaksanakan pekerjaan kebanyakan berasal dari apa yang telah dilaksanakan sebelumnya dan tingkat keberhadilan dari usaha – usaha yng telah dilakukan. Hal ini membawa kita ke sumber utama dari budaya sebuah organisasi yaitu para pendirinya.
46
8. Penelitian Terdahulu Suatu penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti yang terdahulu merupakan konteks atau suatu lingkup yang sama mengenai pengaruh profesionalisme, gaya kepemimpinan, etika profesi dan budaya organisasi terhadap kinerja auditor. Terdapat beberapa variabel bebas profesionalisme (X1), gaya kepemimpinan (X2), etika profesi (X3) dan budaya organisasi (X4) serta variabel terikat kinerja auditor (Y) sebagai indikator penelitian yang mana setelah dilakukan penelitian dapat disimpulkan atau dapat ditarik kesimpulan ada atau tidaknya pengaruh diantara variabel bebas tersebut secara terpisah maupun secara bersama –
sama secara signifikan
mempengaruhi kinerja auditor dan diantara empat variabel bebas tersebut variabel mana yang paling dominan yang dapat mempengaruhi kinerja auditor. Selain itu gaya kepemimpinan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja auditor yang dalam hal ini ditunjukkan oleh signifikansi nilai t, motivasi karyawan dipengaruhi (memoderasi) gaya kepemimpinan terhadap kinerja kepemimpinan dalam merancang suatu program yang memfokuskan diri pada proses pengembangan gaya kepemimpinan para kepala bagian atau unit kerja. Penelitian dengan judul Pengaruh akuntabilitas, kompetensi dan terhadap kualitas kerja auditor yang dilakukan oleh Khairul Umam (2009) menunjukkan hasil penelitian bahwa kompetensi tidak berpengaruh signifikan
47
terhadap kinerja auditor, sementara akuntabilitas dan independen berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor. Penelitian
dengan
judul
Pengaruh
Independensi,
Gaya
Kepemimpinan, Komitmen Organisasi dan Pemahaman Good Governance Terhadap Kinerja Auditor menunjukkan analisis data yang pergunakan ialah regresi linear berganda dengan melihat koefisien determinasi, nilai statistik F dan statistik t. Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa independensi, gaya kepemimpinan, komitmen organisasi dan pemahaman good governance berpengaruh terhadap kinerja auditor. Hal ini membuktikan bahwa semakin tinggi tingkat independensi, profesionalisme, dan etika profesi maka semakin tinggi hasil kinerja yang dihasilkan oleh auditor. Penelitian ini dilakukan oleh Elyawati, Lismawati dan Nila Aprilia (2010) Penelitian dengan judul Pengaruh idependensi auditor, komitmen organisasi, gaya kepemimpinan dan budaya organisasi terhadap kinerja auditor. Dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa varibel Independensi Auditor, Komitmen Organisasi, Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja auditor. Penelitian ini dilakukan oleh Josina Lawalata, Darwis Said dan Mediaty (2011). Penelitian dengan judul Pengaruh Independensi, Profesionalisme dan Etika Profesi Terhadap Kinerja Auditor oleh Kompiang Martina Dinata Putri I.D.G Dharma (2013) menunjukkan analisis data yang pergunakan ialah regresi linear berganda. Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa
48
independensi, profesionalisme, dan
etika profesi berpengaruh positif
terhadap kinerja auditor. Hal ini membuktikan bahwa semakin tinggi tingkat independensi, profesionalisme, dan etika profesi maka semakin tinggi hasil kinerja yang dihasilkan oleh auditor. Berikut disajikan tabel ringkasan dari penelitian terdahulu yang menjadi dasar dari penelitian empiris ini : Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu No
Nama Peneliti dan Tahun Terbit
Judul
Hasil Penelitian
1
Ari Heryanto ( 2008 )
Pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja kepemimpinan yang dipengaruhi oleh motivasi karyawan (sebagai variable moderasi).
Gaya kepemimpinan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja auditor yang dalam hal ini ditunjukkan oleh signifikansi nilai t, motivasi karyawan dipengaruhi (memoderasi) gaya kepemimpinan terhadap kinerja kepemimpinan dalam merancang suatu program yang memfokuskan diri pada proses pengembangan gaya kepemimpinan para kepala bagian atau unit kerja
2
Khairul Umam (2009)
Pengaruh akuntabilitas, kompetensi Kompetensi tidak dan terhadap kualitas kerja auditor. berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor, sementara akuntabilitas dan independen berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor.
3
Elyawati, Lismawati Pengaruh Independensi, Gaya Independensi, dan Nila Aprilia Kepemimpinan, Komitmen Organisasi kepemimpinan,
gaya
49
(2010)
dan Pemahaman Good Governance komitmen organisasi dan Terhadap Kinerja Auditor. pemahaman good governance berpengaruh terhadap kinerja auditor. Hal ini membuktikan bahwa semakin tinggi tingkat independensi, profesionalisme, dan etika profesi maka semakin tinggi hasil kinerja yang dihasilkan oleh auditor.
4
Josina Lawalata, Pengaruh idependensi auditor, Varibel Independensi Darwis Said dan komitmen organisasi, gaya Auditor, Komitmen Mediaty (2011) kepemimpinan dan budaya organisasi Organisasi, Gaya terhadap kinerja auditor. Kepemimpinan dan Budaya Organisasi mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja auditor.
5
Kompiang Martina Pengaruh Independensi, Independensi, Dinata Putri I.D.G Profesionalisme dan Etika Profesi profesionalisme, dan Dharma (2013) Terhadap Kinerja Auditor. etika profesi berpengaruh positif terhadap kinerja auditor. Hal ini membuktikan bahwa semakin tinggi tingkat independensi, profesionalisme, dan etika profesi maka semakin tinggi hasil kinerja yang dihasilkan oleh auditor.
50
B. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran ini merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Dalam teori keutamaan menjelaskan mengenai aspek manusia dalam organisasi, khususnya auditor yaitu meneliti bagaimana prilaku auditor dengan adanya pengaruh dari profesionalisme, gaya kepemimpinan, etika profesi dan budaya organisasi. Dalam meningkatkan kinerjanya, seorang auditor harus menegakkan etika profesi yang tinggi, agar timbul kepercayaan dari masyarakat. Kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan / program / kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi. Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan individu maupun kelompok individu (Mahsun, dkk. 2007). Sebagai profesional, auditor mengakui tanggung jawabnya terhadap masyarakat, terhadap klien, dan terhadap rekan seprofesi, termasuk untuk berperilaku yang terhormat, sekalipun ini merupakan pengorbanan pribadi. Seorang auditor dapat dikatakan professional apabila telah memenuhi dan mematuhi standar-standar kode etik yang telah ditetapkan oleh IAI. Profesionalisme juga merupakan sebutan yang mengacu pada sikap mental dalam bentuk komitmen para anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan meningkatkan kualitas profesionalnya (Surya, 2007 : 74).
51
Gaya kepemimpinan dalam KAP sebagai faktor dominan dalam menentukan dan pembentukan karakter perusahaan, selanjutnya karakter perusahaan akan mempengaruhi output dari kinerja auditor. Penelitian menurut Mariam (2009) juga membuktikan bahwa ada pengaruh yang searah antara gaya kepemimpinan dengan kinerja karyawan. Ini memberikan indikasi bahwa gaya kepemimpinan seorang pemimpin sangat berpengaruh terhadap kinerja bawahannya, disamping itu untuk mendapatkan kinerja yang baik dan dapat meningkat diperlukan juga pemberian pembelajaran terhadap bawahannya. Menurut Halim (2008:29) etika profesi meliputi suatu standar dari sikap para anggota profesi yang dirancang agar sedapat mungkin terlihat praktis dan realitis, namun tetap idealistis. Setiap auditor harus mematuhi etika profesi mereka agar tidak menyimpangi aturan dalam menyelesaikan laporan keuangan kliennya. Akuntan publik dalam menjalankan profesinya diatur oleh kode etik profesi. Di Indonesia dikenal dengan nama Kode Etik Akuntan Indonesia. Selain profesionalisme, gaya kepemimpinan dan etika profesi masih ada satu variabel lagi yang dapat mempengaruhi kinerja auditor yaitu budaya organisasi. Budaya organisasi adalah komponen yang sangat penting dalam meningkatkan kinerja karyawan, namun demikian agar kinerja karyawan meningkat maka harus ditingkatkan pula motivasi kerjanya.
52
Model penelitian dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Profesionalisme
Gaya Kepemimpinan
Kinerja Auditor
Etika Profesi
Budaya Organisasi
53
C. Hipotesa Pengembangan Hipotesa 1. Pengaruh Profesionalisme Auditor Terhadap Kinerja Auditor Menurut Rahma (2012) profesionalisme adalah suatu atribut individual yang penting tanpa melihat suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau tidak. Jadi dapat dikatakan bahwa profesionalisme itu adalah sikap tanggungjawab dari seorang auditor dalam menyelesaikan pekerjaan auditnya dengan keikhlasan hatinya sebagai seorang auditor. Penelitian dengan judul Pengaruh Independensi, Profesionalisme dan Etika Profesi Terhadap Kinerja Auditor oleh Kompiang Martina Dinata Putri I.D.G Dharma (2013) menunjukkan analisis data yang pergunakan ialah regresi linear berganda. Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa independensi, profesionalisme, dan
etika profesi berpengaruh
positif terhadap kinerja auditor. Hal ini membuktikan bahwa semakin tinggi tingkat independensi, profesionalisme, dan etika profesi maka semakin tinggi hasil kinerja yang dihasilkan oleh auditor. Berdasarkan uraian di atas dan, dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: Ha1 : Profesionalisme Auditor berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja auditor
54
2. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Auditor Pemimpin adalah pemain utama yang menentukan berhasil atau tidaknya suatu organisasi. Pemimpin dapat memberikan pengaruh dalam menanamkan disiplin bekerja para anggota organisasi untuk meningkatkan kinerjanya. Gaya kepemimpinan dapat mempengaruhi kreativitas kinerja auditor dalam melaksanakan tugasnya sebagai anggota organisasi. Kepemimpinan adalah kemampuan seorang pemimpin untuk mempengaruhi karyawannya agar mau bekerja sama sehingga suatu tujuan organisasi dalam suatu perusahaan dapat tercapai sesuai dengan tujuan organisasi. Penelitian menurut Mariam (2009) juga membuktikan bahwa ada pengaruh yang searah antara gaya kepemimpinan dengan kinerja karyawan. Ini memberikan indikasi bahwa gaya kepemimpinan seorang pemimpin sangat berpengaruh terhadap kinerja bawahannya, disamping itu untuk mendapatkan kinerja yang baik dan dapat meningkat diperlukan juga pemberian pembelajaran terhadap bawahannya. Pentingnya kepemimpinan terhadap kinerja maka diperlukan pimpinan. Pimpinan yang benar-benar dapat menjalankan fungsinya dengan tepat agar semua pihak yang ada di dalam sebuah organisasi dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Maka faktor yang paling menentukan dalam tujuan organisasi merupakan pelaksanaan kepemimpinan yang efektif, sehingga kinerja karyawan akan semakin meningkat. Penelitian yang dilakukan oleh Goleman (2004) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan manajer dapat mempengaruhi produktifitas
55
karyawan (kinerja karyawan), hasil penelitian ini selaras dengan temuan Alberto et al. (2005) menyatakan bahwa kepemimpinan berpengaruh positif kuat terhadap kinerja auditor. Ini memberikan indikasi bahwa gaya kepemimpinan seorang pemimpin sangat berpengaruh terhadap kinerja bawahannya. Hasil penelitian ini didukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Trisnaningsih (2007) dan Wibowo (2009) yang membuktikan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja auditor.
Semakin
cakapnya
mengatur/mempengaruhi
seorang
bawahannya,
pemimpin
maka
bawahannya
dalam akan
termotivasi dan bersemangat untuk bekerja, sehingga kualitas kerja (kinerja) bawahannya akan semakin baik. Berdasarkan uraian di atas dapat, dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: Ha2 : Gaya kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja auditor
3. Pengaruh Etika Profesi Terhadap Kinerja Auditor Memahami peran perilaku etis seorang auditor dapat memiliki efek yang luas pada bagaimana bersikap terhadap klien mereka agar dapat bersikap sesuai dengan aturan akuntansi berlaku umum (Curtis et al., 2012). Menurut Utami (2009) etika berkaitan dengan perilaku moral dan berfungsi sebagai control pelaksanaan suatu aktivitas. Penelitian dengan judul Pengaruh Independensi, Profesionalisme dan Etika Profesi Terhadap Kinerja Auditor oleh Kompiang Martina Dinata
56
Putri I.D.G Dharma (2013) menunjukkan analisis data yang pergunakan ialah regresi linear berganda. Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa independensi, profesionalisme, dan
etika profesi berpengaruh
positif terhadap kinerja auditor. Hal ini membuktikan bahwa semakin tinggi tingkat independensi, profesionalisme, dan etika profesi maka semakin tinggi hasil kinerja yang dihasilkan oleh auditor Secara garis besar etika dapat didefinisikan sebagai serangkaian prinsip atau nilai moral yang dimiliki oleh setiap orang. Untuk meningkatkan kinerja auditor, maka auditor dituntut untuk selalu menjaga standar perilaku etis. Kewajiban untuk mejaga standar prilaku etis berhubungan dengan adanya tuntutan masyarakat terhadap peran profesi akuntan, khususnya atas kinerja akuntan publik. Masyarakat sebagai pengguna
jasa profesi
membutuhkan akuntan profesional.
Label
profesional disini mengisyaraktkan kebanggaan, komitmen pada kualitas, dedikasi pada kepentingan klien dan keinginan tulus dalam membantu permasalahan yang dihadapi klien sehingga profesi tersebut dapat menjadi kepercayaan masyarakat. Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: Ha3 : Etika Profesi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja auditor
57
4. Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Auditor Budaya organisasi adalah komponen yang sangat penting dalam meningkatkan kinerja karyawan, namun demikian agar kinerja karyawan meningkat maka harus ditingkatkan pula motivasi kerjanya. Budaya organisasi pada sisi internal karyawan akan memberikan sugesti kepada semua perilaku yang diusulkan oleh organisasi agar dapat dikerjakan, penyelesaian yang sukses, dan akibatnya akan memberikan keuntungan pada karyawan itu sendiri.
Akibatnya karyawan akan memiliki
kepercayaan pada diri sendiri, kemandirian dan mengagumi dirinya sendiri. Sifat-sifat ini akan dapat meningkatkan harapan karyawan agar kinerjanya semakin meningkat. Menurut Robbins ( 2010 : 63 ) budaya organisasi telah diketengahkan sebagai nilai – nilai, prinsip – prinsip, tradisi dan cara- cara bekerja yang dianut bersama oleh para anggota organisasi dan mempengaruhi cara mereka
bertindak..
Oleh
karena
itu,
setiap
organisasi
perlu
menyebarluaskan nilai-nilai utamanya kepada seluruh karyawan. Nilainilai itu akan berdampak pada perilaku dan sikap setiap anggota organisasi. Budaya organisasi dapat sangat mempengaruhi individu dan kinerja perusahaan, terutama dalam lingkungan yang bersaing. Tantangan baru yang dihadapi perusahaan mendorong diciptakannya cara baru melakukan sesuatu untuk perbaikan kinerja yang terus menerus. Penelitian dengan judul Pengaruh idependensi auditor, komitmen organisasi, gaya
58
kepemimpinan dan budaya organisasi terhadap kinerja auditor. Dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa varibel Independensi Auditor, Komitmen Organisasi, Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja auditor. Penelitian ini dilakukan oleh Josina Lawalata, Darwis Said dan Mediaty (2011). Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: Ha4 : Budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja