BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
A. Kajian Pustaka
1.
Pengertian PPN Menurut Waluyo (2011:9) , “Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak
yang dikenakan atas konsumsi barang dan jasa di dalam negeri (di dalam Daerah Pabean) oleh orang pribadi atau badan”. Menurut Untung Sukardji (2010:1), karakteristik PPN adalah : a.
PPN merupakan pajak tidak langsung. Suatu jenis pajak yang beban pajaknya dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Kedudukan penanggung jawab pemungutan dan penyetoran pajak dengan kedudukan pemikul beban pajak berbeda.
b.
PPN merupakan pajak objektif. Kewajiban pajak di bidang PPN sangat ditentukan oleh adanya objek. Karakteristik PPN sebagai pajak objektif menimbulkan dampak regresif. Untuk mengurangi regresivitas PPN, maka dikenakanlah PPnBM.
c.
PPN bersifat multistage level. PPN dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi dan jalur distribusi barang kena pajak atau jasa kena pajak.
d.
Penghitungan PPN menggunakan Indirect Substraction Method.
10
11
Nilai Tambah (Value Added), adalah suatu nilai yang merupakan penjumlahan biaya produksi atau distribusi yang meliputi penyusutan, bunga modal, gaji yang dibayarkan, sewa telepon, listrik dan pengeluaran lainnya serta laba yang diharapkan. Maka, pada metode ini harus dicari selisih antara pajak yang dibayar saat pembelian dengan pajak yang dipungut saat penjualan. e.
PPN sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dilakukan atas kosumsi dalam negeri. Oleh karena itu, komoditi impor dikenakan PPN dengan presentase sama dengan produk domestik. Sebagai pajak atas konsumsi sebenarnya, tujuan akhir PPN adalah mengenakan pajak atas pengeluaran untuk konsumsi, baik yang dilakukan perseorangan maupun oleh badan baik badan swasta maupun badan Pemerintah dalam belanja barang atau jasa yang dibebankan pada anggaran
belanja
negara.
Karena
konsumen
tidak
semata-mata
mengkonsumsi jasa, agar beban pajak yang dipikul oleh konsumen dapat dihitung dengan baik, PPN dikenakan pada konsumsi atas barang dan jasa.
2.
Objek PPN dan Non Objek PPN Menurut Pasal 4 UU No.42 Tahun 2009, yang menjadi Objek PPN dan Non
Objek PPN adalah sebagai berikut : a. Objek Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas : 1)
Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.
12
2)
Impor Barang Kena Pajak.
3)
Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.
4)
Pemanfaatan Barang Kena Pajak (BKP) Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
5)
Pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
6)
Ekspor BKP Berwujud dan Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.
7)
Ekspor Jasa Kena Pajak (JKP) oleh Pengusaha Kena Pajak.
8)
Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau oleh pihak lain, untuk tempat tinggal atau tempat usaha.
9)
Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, kecuali atas penyerahan aktiva yang pajak masukannya tidak dapat dikreditkan.
b.
Yang bukan menjadi objek Pajak Pertambahan Nilai antara lain : 1)
Barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai : a)
Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran, yang diambil langsung dari sumbernya.
b)
Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.
c)
Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya yang meliputi makanan dan
13
minuman baik yang dikonsumsi di tempat atau tidak, tidak termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau catering. d) 2)
Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.
Jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai : a)
Jasa di bidang pelayanan kesehatan medis, contohnya : jasa dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi, dokter hewan, akupunktur, ahli gizi, ahli gigi, fisioterapi, kebidanan dan dukun bayi, paramedis dan perawat, rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan sanatorium.
b)
Jasa di bidang pelayanan sosial, contohnya : jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo, jasa pemadam kebakaran, jasa pemberian
pertolongan
pada
kecelakaan,
jasa
lembaga
rehabilitasi, jasa pemakaman termasuk crematorium, jasa di bidang olahraga. c)
Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko.
d)
Jasa perbankan, contohnya : jasa consumer credit, credit card, dan debit card serta jasa settlement dan jasa corporate actions.
e)
Jasa di bidang asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi.
f)
Jasa di bidang keagamaan.
g)
Jasa di bidang pendidkan.
h)
Jasa di bidang kesenian dan hiburan.
i)
Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan.
14
j)
Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air.
k)
Jasa di bidang tenaga kerja meliputi, jasa tenaga kerja dan jasa penyedia tenaga kerja.
l)
Jasa di bidang perhotelan.
m)
Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum.
3.
n)
Jasa penyediaan tempat parkir.
o)
Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam.
p)
Jasa pengiriman uang dengan wesel pos.
q)
Jasa boga atau catering.
Dasar Pengenaan Pajak Untuk menghitung besarnya pajak yang terutang, diperlukan adanya Dasar
Pengenaan Pajak (DPP). Pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak. Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual atau Penggantian atau Nilai Impor atau Nilai Ekspor atau Nilai Lain yang ditetapkan Undang-undang Pasal 1 No.42 Tahun 2009 yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang dimana : a.
Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut undang-undang PPN dan PPnBM dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
15
b.
Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh Pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud karena pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari Luar daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
c.
Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut menurut Undang-undang.
d.
Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.
e.
Nilai Lain sebagai DPP adalah nilai yang diterapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan, yang digunakan sebagai dasar penghitungan pajak yang terutang.
16
Tabel 2.1. Jenis Penyerahan yang termasuk Nilai Lain
NO
JENIS PENYERAHAN
NILAI LAIN
Diatur dalam PMK No.75/PMK.03/2010 stdd PMK No.38/PMK.011/2013 1
2
Pemakaian sendiri dan pemberian
Harga jual atau penggantian setelah
cuma-cuma BKP dan atau JKP
dikurangi laba kotor
Penyerahan media rekaman suara
Perkiraan harga jual rata-rata
atau gambar 3
Penyerahan film cerita
Perkiraan hasil rata-rata per judul film
4
Penyerahan produk hasil tembakau
Harga jual eceran
5
Persediaan BKP yang masih tersisa
Harga pasar wajar
pada saat pembubaran perusahaan 6
Penyerahan BKP dan atau JKP dari
Harga pokok penjualan/harga
Pusat ke Cabang atau sebaliknya
perolehan
dan penyerahan BKP dan atau JKP antar cabang 7
Penyerahan BKP melalui pedagang Harga perantara
8
Penyerahan lelang
yang
disepakati
antara
pedagang perantara dengan pembeli BKP
melalui
juru Harga lelang
17
9
Jasa pengiriman paket
10% dari jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih
10
Penyerahan jasa biro perjalanan 10% dari jumlah tagihan atau jumlah atau jasa biro pariwisata
11
Penyerahan termasuk
yang seharusnya ditagih
emas
perhiasan 20% dari harga jual emas perhiasan
penyerahan
jasa atau nilai penggantian
perbaikan dan modifikasi emas perhiasan serta jasa-jasa lain yang berkaitan dengan emas perhiasan, yang dilakukan oleh pabrikan emas perhiasan 12
Penyerahan
jasa
transportasi
(freight
yang
didalam
pengurusan 10% dari jumlah yang ditagih atau forwarding) seharusnya ditagih
tagihan
jasa
pengurusan transportasi tsb terdapat biaya transportasi (freight charge) Diatur dalam PMK No.102/PMK.011/2011 13
Aatas pemanfaatan BKP Tidak Rp 12.000.000,00 (dua belas juta Berwujud film cerita impor dari rupiah) per copy film cerita impor luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
18
14
Atas penyerahan film cerita impor Rp 12.000.000,00 (dua belas juta oleh importir kepada Pengusaha rupiah) per copy film cerita impor bioskop
Sumber : Data Formasi
4.
Saat Terutangnya PPN Menurut pasal 11 UU No.42 Tahun 2009, saat terutangnya PPN pada saat :
a.
Penyerahan Barang Kena Pajak Terutangnya PPN atas penyerahan BKP dapat terjadi sebagai berikut : 1) Pada saat dilakukan penyerahan BKP PPN terutang pada saat barang diserahkan oleh penjual kepada pembeli, meskipun pembayaran atas penyerahan barang tersebut belum diterima atau belum sepenuhnya diterima, sehingga saat pemungutan PPN dan PPnBM menganut prinsip akrual. 2) Pada saat pembayaran sebelum penyerahan BKP PPN juga dapat terutang pada saat pembayaran, apabila dalam hal pembayaran diterima sebelum terjadi penyerahan BKP atau sebelum penyerahan JKP, atau apabila pembayaran dilakuakn sebelum dimulainya pemanfaatn BKP Tidak Berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean, saat terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran. 3) Pada saat lain
19
Terutangnya PPN juga dapat terjadi dengan ditetapkan oleh Dirjen Pajak apabila saat terutangnya pajak sulit ditetapkan atau terjadi menurut perubahan ketentuan yang dapat menimbulkan ketidakadilan. b.
Impor Barang Kena Pajak Terutangnya impor BKP adalah saat impor BKP dilakukan, yaitu saat Pemberitahuan
Impor
Barang
(PIB)
ditandatangani,
sehingga
saat
pemungutan PPN dan PPnBM dilakukan oleh Direktorat Bea dan Cukai sesuai saat PIB ditandatangani. c.
Penyerahan Jasa Kena Pajak Terutangnya PPN atas JKP adalah pada saat penyerahan JKP dilakukan, meskipun pembayaran atas penyerahan tersebut belum diterima atau belum sepenuhnya diterima, sehingga saat pemungutan PPN dan PPnBM menganut prinsip akrual.
d.
Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean Terutang PPN atas BKP Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean adalah pada saat BKP Tidak Berwujud tersebut dimanfaatkan oleh PKP, yaitu pada saat terjadinya penyerahan tidak berwujud tersebut.
e.
Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean Terutangnya PPN atas JKP dari luar Daerah Pabean di dalam daerah Pabean adalah pada saat pemanfaatan JKP dari luar daerah Pabean, yaitu pada saat
terjadinya
penyerahan
JKP
dari
luar
Daerah
Pabean.
20
f.
Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak Terutangnya PPN pada ekspor adalah pada saat ekspor dilakukan, yaitu pada saat dokumen PEB ditandatangani.
5.
Tarif Pajak Pertambahan Nilai Menurut pasal 7 UU No.42 Tahun 2009, “Tarif Pajak Pertambahan Nilai
adalah 10% (sepuluh persen)”. Sedangkan “Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan ekspor Jasa Kena Pajak”. Serta “Tarif Pajak Pertambahan Nilai dapat diubah menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen) yang perubahan tarifnya diatur dengan Peraturan Pemerintah”.
6.
Pengkreditan Pajak Masukan Menurut Undang-undang PPN No.42 Tahun 2009 Pasal 1, “Pajak Masukan
adalah PPN yang seharusnya sudah dibayar oleh PKP berkaitan dengan perolehan Barang Kena Pajak, penerimaan Jasa Kena Pajak, pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean, pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan Impor Barang Kena Pajak”. Pajak Masukan yang seharusnya sudah dibayar ketika memperoleh Barang Kena Pajak tersebut diperlakukan sebagai kredit pajak terhadap Pajak Keluaran. Pajak Masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk
21
masa yang sama. Berbagai permasalahan dalam pengkreditan Pajak Masukan, antara lain : a.
Belum terdapat Pajak Keluaran Menurut UU No.42 Tahun 2009 pasal 9 ayat (2a) bahwa “Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan yang terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor barang modal dapat dikreditkan”. Maka dapat disimpulkan, PKP yang belum melakukan penjualan ataupun penyerahan BKP/JKP dalam hal ini PKP tersebut merupakan perusahaan yang baru berdiri, maka Pajak Masukan yang telah dibayar pada saat perolehan JKP/BKP tetap dapat dikreditkan.
b.
Pengkreditan pada masa yang tidak sama Apabila Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan pada masa yang sama, maka Pajak Masukan tersebut dapat dikreditkan sampai dengan tiga bulan dari masa yang seharusnya sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.
c.
Penyerahan BKP yang terutang dan tidak terutang pajak Perlakuan
Pajak
Masukan
oleh
PKP
yang
melakukan
penjualan/penyerahan BKP yang terutang PPN atau tidak terutang PPN dapat dibedakan menjadi : 1) Diketahui secara pasti Pengusaha Kena Pajak yang dalam suatu masa pajak melakukan penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak, maka Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah berkenaan dengan
22
penyerahan BKP atau JKP yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuan Pengusaha Kena Pajak. 2) Tidak dapat diketahui secara pasti Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan Barang Modal untuk kegiatan usaha yang menghasilkan BKP dan/atau JKP yang atas penyerahannya terutang PPN dan kegiatan lain yang tidak terutang PPN dan/atau dibebaskan dari pengenaan PPN dapat mengkreditkan Pajak Masukan atas perolehan barang modal tersebut, yang besarnya sebanding dengan persentase penggunaan barang modal yang digunakan utnuk kegiatan usaha yang menghasilkan BKP dan/atau JKP, yang atas penyerahannya terutang PPN. Pajak Masukan yang telah dikreditkan dari PKP yang melakukan penyerahan BKP yang terutang PPN dan tidak terutang PPN dapat berasal dari Pajak Masukan penggunaan barang modal dan Pajka Masukan penyerahan BKP.
7.
Pajak Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan Pengkreditan Pajak Masukan menurut UU No.42 Tahun 2009 pasal 9 ayat
(8), tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk : a.
Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
b.
Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha.
23
c.
Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan.
d.
Pemanfaatan Brarang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
e.
Dihapus.
f.
Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (5) atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak.
g.
Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan.
h.
Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak.
i.
Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan.
j.
Perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha Kena Pajak berproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2a).
8.
Dokumen yang Terkait dengan Pajak Pertambahan Nilai
a.
Faktur Pajak
24
Menurut Waluyo (2011:84), “faktur pajak adalah faktur yang dapat digunakan sebagai bukti pemungutan pajak sebagai sarana untuk mengkreditkan pajak masukan”. Menurut pasal 13 ayat 5 UU PPN dan PPnBM, faktur pajak harus memuat keterangan-keterangan tentang penyerahan BKP /JKP, anatara lain : 1) Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP/JKP. 2) Nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP. 3) Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga. 4) Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut. 5) Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut. 6) Kode, nomer seri, dan tanggal pembuatan faktur pajak. 7) Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak. Menurut PER-24/PJ/2012, faktur pajak harus dibuat paling lambat : 1) Saat penyerahan BKP dan/atau JKP. 2) Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP dan/atau sebelum penyerahan JKP. 3) Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan. 4) Saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada Bendahara Pemerintah sebagai Pemungut PPN.
25
Gambar 2.1. Faktur Pajak
Menurut UU PPN No.42 Tahun 2009 pasal 15 ayat 1, “Penyetoran PPN dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan”. Keterlambatan atas penyetoran PPN akan dikenakan denda sebesar 2% (dua persen) dari nilai yang terutang.
26
b.
Surat Setoran Pajak Surat Setoran Pajak (SSP) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan
untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantor Penerima Pembayaran. Dalam melakukan pembayaran PPN, WP mencantumkan jumlah yang akan dibayar dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), yang berisi : 1)
Identitas Wajib Pajak antara lain : NPWP, Nama WP, dan alamat WP.
2)
MAP / Kode Jenis Pajak, Kode Setoran dan Uraian Pembayaran.
3)
Masa dan Tahun Pajak.
4)
Jumlah pembayarn baik dalam angka maupun terbilang.
5)
Tempat dan waktu pembayaran.
6)
Tandatangan penyetor dan cap perusahaan.
27
Gambar 2.2. Surat Setoran Pajak (SSP)
c.
Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa) PPN SPT Masa PPN dan PPnBM merupakan sarana bagi PKP untuk melaporkan
jumlah PPN dan PPnBM yang sebenarnya terutang serta melaporkan tentang :
28
1) Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran. 2) Pembayaran atau pelunasan PPN terutang yang dilaksanakan sendiri atau dipungut pihak lain dalam satu masa pajak. 3) Pemungutan dan penyetoran PPnBM atas penyerahan BKP yang tergolong mewah. 4) Pemungutan dan penyetoran PPN dan PPnBM yang dilakukan oleh pemungut PPN dan PPnBM. Seiring dengan terbitnya PER-44/PJ/2010 stdd PER-11/PJ/2013 dan PER45/PJ/2010 stdd PER-10/PJ/2013 terjadi perubahan dalam melakukan pengisian SPT Masa PPN. Terhitung sejak 1 Januari 2011, melalui PER-44/PJ/2010 stdd PER-11/PJ/2013 dinyatakan bahwa formulir 1107 dan 1108 secara resmi tidak dipergunakan lagi. Sebagai SPT Masa PPN yang baru, yaitu formulir 1111. Sementara dalam PER-45/PJ/2010 stdd PER-10/PJ/2013, disebutkan bahwa PKP yang menggunakan pedoman pengkreditan Pajak Masukan akan menggunakan formulir 1111 DM. Jenis formulir pelaporan yang digunakan SPT Masa PPN adalah : a.
Formulir 1111 yaitu formulir yang digunakan oleh PKP yang menggunakan mekanisme Pajak Masukan dan Pajka Keluaran secara umum.
b.
Formulir 1111 DM yaitu formulir yang digunakan oleh PKP yang menggunakan Masukan.
pedoman
penghitungan
pengkreditan
(deemed)
Pajak
29
c.
Formulir 1107 PUT yang dipergunakan oleh pihak-pihak tertentu yang ditunjuk menjadi Pemungut PPN (WaPu PPN) untuk melaporkan PPN dan PPnBM yang dipungutnya saat bertransaksi dengan rekanan. Bentuk SPT beserta lampirannya bisa berupa formulir kertas (hard copy) atau
data elektrronik yang disampaikan dalam media elektronik atau melalui e-Filling. SPT PPN dapat disampaikan oleh PKP dengan cara : a.
Manual Penyampaian SPT dengan cara manual adalah penyampaian SPT yang induk SPT-nya disampaikan dalam bentuk formulir kertas (hard copy), sedangkan lampiran SPT disampaikan dalam bentuk hard copy atau dalam bentuk
media
elektronik.
Penyampaian
SPT
secara
manual
dapat
dilaksanakan melalui : 1) Langsung ke KPP tempat PKP dikukuhkan. 2) KP2KP setempat. 3) Melalui kantor pos secara tercatat. 4) Melalui perusahaan jasa ekspedisi. 5) Melalui perusahaan jasa kurir, ke KPP tempat PKP dikukuhkan atau KP2KP-nya. b.
Elektronik Penyampaian SPT PPN secara elektronik, yaitu melalui e-Filling, melalui Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP). Dalam hal SPT disampaikan dalam bentuk data elektronik. Pemungut PPN harus menggunakan e-SPT
30
yang telah disediakan oleh Dirjen Pajak dan induk SPT telah disampaikan dalam bentuk hard copy. SPT PPN merupakan SPT Masa, yang setiap masanya harus dilaporkan paling lambat akhir bulan berikutnya.
9.
Jurnal yang Terkait dengan Pajak Pertambahan Nilai pada PT XYZ Pada umumnya, pembayaran yang diterima oleh Perusahaan adalah satu
bulan setelah penagihan sehingga pencatatan oleh perusahaan pada saat penjulan BKP/JKP yaitu : (Dr)
Account Receivable
xxx
(Cr)
Sales Income
xxx
(Cr)
VAT-Out
xxx
Jika penerimaan pembayaran dari Bukan Pemungut Pajak : (Dr)
Bank/Cash
(Cr)
Account Receivable
xxx xxx
Perbedaan jurnal pelunasan piutang untuk transaksi ke Pemungut dan Bukan Pemungut di atas adalah jurnal pelunasan piutang dari Pemungut terdapat pendebetan akun Hutang PPN Keluaran. Hal ini dikarenakan, PPN Keluaran telah dipungut dan disetor oleh klien ke Kas Negara.
31
Pembelian BKP atau JKP dilakukan dengan waktu pembayaran adalah paling lambat akhir bulan transaksi, sehingga pencatatan yang dilakukan oleh PT. XYZ pada saat pembelian BKP/JKP adalah : (Dr)
Inventory
xxx
(Dr)
VAT-In
xxx
(Cr)
Account Payable
xxx
Sedangkan pencatatan yang dilakukan saat pembayaran : (Dr)
Account Payable
(Cr)
Cash/bank
xxx xxx
10. Hasil Penelitian Terdahulu Hasil penelitian terdahulu yang dapat dijadikan sebagai referensi dalam penelitian ini, yaitu :
32
Tabel 2.2.
Nama Peneliti Kalalo
Tahun 2009
Tema
Hasil Penelitian
Analisis penerapan
Penerapan akuntansi pada
akuntansi terhadap Pajak
perusahaan tersebut sudah
Pertambahan Nilai pada
sesuai dengan undang –
Pengusaha Kena Pajak
undang perpajakan, dimana tarif yang dikenakan atas penyerahan barang kena pajak adalah 10% dari harga jual produk.
Israelka
2009
Analisis atas penerapan
Setiap transaksi yang
PPN pada PT. Kaltimex
terjadi pada perusahaan
Lestari Makmur
menggunakan perhitungan dengan dasar kredit method dimana ada perbedaan antara PPN masukan dan PPN keluaran.
Anggita D.P
Mayfrina 2012
Analisis Penerapan Pajak Dalam setiap Masa Pajak Pertambahan Nilai pada tidak
dilakukan
33
PT. APCO
penyesuaian terhadap nilai PPN Keluaran dan PPN Masukan yang dikreditkan maupun
PPN
Masukan
yang dibiayakan karena setiap Perusahaan
bulannya mengalami
Kurang Bayar. Andre H Pakpahan
2009
Sumber : Dari Beberapa Jurnal
Penerapan
Akuntansi PT Enam Enam Group Medan belum menerapkan Pajak Pertambahan Nilai Akuntansi Pajak (PPN) pada PT. Enam Pertambahan Nilai nya berdasarkan SAK. Enam Group Medan Terutangnya PPN pada PT Enam Enam hanya pada saat faktur diterbitkan saja. Jadi meskipun barang sudah diserahkan namun faktur belum diterbitkan, maka PPN -nya belum terutang. Menurut SAK, terutangnya PPN yaitu pada saat penyerahan BKP walaupun faktur pajak belum dibuat dan belum diterima pembayarannya
34
B. Kerangka Pemikiran
PT XYZ dalam melakukan penjualan atas perdagangan bijih plastik dan bahan kimia melakukan persetujuan sebelumnya dengan calon customer. Terjadinya persetujuan tersebut menimbulkan kewajiban PPN. Perdagangan atas barang tersebut termasuk ke dalam penyerahan yang terutang PPN, namun atas objeknya dapat berbeda dapat berupa BKP, BKP tidak berwujud ataupun JKP tergantung dari mekanisme penyerahan dan pembayaran yang terjadi anatara penjual dan pembeli. Dengan berbedanya objek tersebut maka menimbulkan konsekuensi berbedanya saat terutang beserta dengan kewajiban administrasinya seperti saat pembuatan faktur pajak. Gambar 2.3. Model Konseptual PENJUALAN
PURCHASE ORDER
PEMBELIAN
BKP
BKP TIDAK BERWUJUD
KEWAJIBAN ADMINISTRASI
FAKTUR PAJAK
JKP