BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1
Penelitian Terdahulu Studi penelitian terdahulu sangat penting bagi bahan referensi yang sangat
membantu penulis dalam merumuskan asumsi dasar untuk pengembangan kajian. Tentunya studi terdahulu tersebut harus yang relevan baik dari konteks penelitian maupun metode penelitian yang digunakan. Dalam hal ini penulis menggunakan metode Semiotika sebagai acuan metode penelitian. Kajian dengan metode penelitian Semiotika pada perkembangannya menjadi perangkat teori yang digunakan untuk mengkaji kebudayaan manusia (Barthes:1957 dalam Benny H.Hoed 2011:5). Kebudayaan dilihat oleh Semiotika sebagai suatu sistem tanda yang berkaitan satu sama lain dengan cara memahami makna yang ada di dalamnya. 2.1.1
Muhamad Gibraltar, Interpretasi Pemirsa Terhadap Penanda dan Petanda, 2012. Secara umum tesis ini membahas dua hal, yaitu penggalian penanda dan
petanda yang pada kedua iklan Sari Serat Alami merk X, baik yang versi wasir dan versi Ulfa Dwiyanti. Tujuan penelitian ini adalah untuk menelaah interpretasi pemirsa tentang keduaiklan tersebut. Penelitian ini menggunakan Metode Semiotika Roland Barthes sebagai sebuah kerangka teoritis, dipadukan dengan pemikiran lainnya. Setelah itu pemikiran “Discursive Symbolism” akan berperan
8
http://digilib.mercubuana.ac.id/
sebagai jembatan antara tanda dan simbol, ditopang pemikiran interaksional simbolik Penelitian ini menggunakan paradigma interpretif. Hasil dari penelitian ini adalah terbentuknya empat macam konstruksi sosial pada iklan Sari Serat Alami Merk X Versi Wasir, kemudian muncul pula empat macam konstruksi sosial pada iklan Sari Serat Alami merk X versi Herbal. Berbagai macam konstruksi sosial tersebut akhirnya membentuk mitos bahwa Sari Serat Alami X mampu menggunakan serat alami dalam rangka menjaga kesehatan pencernaan. Namun, tidak seluruhnya konstruksi sosial tersebut diinterpretasikan pemirsa secara sama, dengan yang diinterpretasikan pembuat iklan. Demikian halnya dengan iklan Sari Serat Alami Merk X herbal Versi Ulfa Dwiyanti. Implikasi dari penelitian ini ialah penelitian ini mampu menunjukkan bahwa yang pemikiran Semiotika Roland Barthes dapat diangkat pada tataran teoritis, dan dipadukan dengan pemikiran-pemikiran lainnya tentang warna, nonverbal, kinesika, hingga gerak kamera. Juga menggunakan teknik analisis data dan menggabungkannya dengan kerangka pemikiran, menunjukkaan bahwa semakin kaburnya batasan antara metode penelitian dengan kerangka pemikiran. Rekomendasi dari penelitian ini mulai dan membuaat iklan yang simple namun mengandung informasi yang utuh, sampai meletakkan peringatan pada setiap produk suplemen makanan layaknya iklan rokok. Persamaan penelitian ini dengan penelitian penulis adalah tentang metode dan paradigma yang digunakan dalam penelitian yaitu metode Semiotika Rolland Barthes dan paradigma interpretif.
9
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Sedangkan perbedaan penulis dengan penelitian ini adalah mengenai objek penelitian yaitu mengkaji teks Iklan sedangkan penulis mengkaji teks motif pada media batik. 2.1.2
Panji Suryo Nugroho, Membongkar Mitos Musik pop Religi Dalam Mitologi Budaya massa Islam di Indonesia, 2008. Penelitian ini bertujuan mengkaji munculnya berbagai produk berlabel
“Islam” atau “religi” terutama pada bulan puasa. Mulai dari busana hingga film dan sinetron semuanya berlabel “religi” termasuk di dalamnya juga musik pop religi. Bagaimana label “religi” tersebut dibangun dalam komunikasi pemasaran seperti iklan dan desain kemasan produk pada band Ungu yang popularitasnya diakui di kancah musik Indonesia. Penelitian akan menggunakan analisis semiotika guna menangkap makna yang terdapat dalam tanda-tanda, kode-kode kultural, serta konteks kebudayaan dimana lahir produk seperti musik pop religi Ungu ini. Darinya diharapkan dapat ditangkap mitos tentang musik pop religi sebagai satu bentuk seni “Islam” dan bagaimana upaya membongkar mitos tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa musik pop religi melabeli dirinya dengan mitos seni Islam dengan pemanfaatan simbol-simbol yang sebelumnya telah diterima di masyarakat, suatu kode kultural, sebagai simbol-simbol Islam. Simbol-simbol yang nampak diantaranya adalah penggunaan metafora surga sebagai tempat yang tinggi dan terang, metafora siratal mustaqim, dan penggunaan baju koko yang telah dikonotasikan oleh umat sebagai baju “muslim”.
10
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Pembongkaran mitos tersebut dapat dilakukan dengan pembongkaran semiologis seperti gagasan Barthes dan teori dekonstruksi dari Derrida. Dari Barthes bermaksud menelanjangi mitos-mitos tersebut dengan memperlihatkan aspek kesejarahan sehingga tampak ketidakalamiahannya sedangkan Derrida bertujuan menunda relasi pasti antara penanda dengan petanda sehingga tidak menjadi berhala makna yang dipuja umat. Persamaan penelitian ini dengan penelitian penulis adalah tentang metode dan teori semiotika guna menangkap makna yang terdapat dalam tanda-tanda dengan kode-kode Semiotika Rolland Barthes. Sedangkan perbedaan penulis dengan penelitian ini adalah tentang kajian objek penelitian yaitu musik pop religi band Ungu sebagai teks kajian, sedangkan penulis mengkaji teks motif pada media batik. 2.1.3
Anna Sriastuti, Pemaknaan Mutiara Dalam Novel The Pearl Karya John, 2007. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan pemaknaan mutiara dalam
novel The Pearl. Sumber penelitian ini adalah novel The Pearl karya John Steinbeck yang diterbitkan tahun 1963. Pengumpulan data dilaksanakan dengan teknik kepustakaan. Penelitian ini menggunakan metode dan teori semiotika Semiotika Rolland Barthes untuk mengungkapkan pemaknaan mutiara dalam novel ini, dan teori strukturalisme untuk mengetahui struktur novel, dan teori sosiologi untuk menganalisis relasi mutiara dengan faktorfaktor sosial lain yang ditampilkan pengarang dalam novelnya. Penelitian ini menghasilkan hal-hal berikut :
11
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Pertama, berdasarkan analisis struktural dapat diungkapkan struktur naratif cerita, semacam plot yang berupa unit-unit cerita, yaitu kehidupan Kino dan keluarganya sebelum adanya mutiara, kehidupan Kino dan keluarganya setelah adanya mutiara dan kehidupan Kino dan Juana tanpa mutiara. Kedua, dari penokohan dapat diketahui bahwa ada dua tokoh penting yang mewakili dua kelas masyarakat, yaitu Kino, seorang Indian dan dokter, seorang kulit putih. Ketiga, dari analisis latar diketahui bahwa sebagian besar cerita terjadi di perkampungan rumah Kino dan kediaman dokter di kota dengan perbedaan keadaan sosial yang mencolok antara keduanya. Keempat, berdasarkan analisis semiotika, disimpulkan bahwa mutiara memang merupakan penanda utama novel, di mana seluruh rangkaian cerita yang bergulir, bersumber dari mutiara. Kelima, pemaknaan mutiara sebagai penanda utama dapat diperjelas dalam analisis sintagmatikparadigmatik yang didasarkan atas sebuah oposisi biner penjajah dan terjajah. Berdasarkan analisis sosiologi diketahui relasi mutiara dengan masalah-masalah sosial lain yang ingin ditampilkan pengarang dalam novel ini, yang disebabkan karena masalah ekonomi, intelektualitas, dan gaya hidup. Persamaan penelitian ini dengan penelitian penulis adalah tentang metode dan teori semiotika Rolland Barthes untuk
menangkap makna yang terdapat
dalam tanda-tanda. Sedangkan perbedaan penulis dengan penelitian ini adalah tentang kajian objek penelitian yaitu novel The Pearl karya John Steinbeck teks kajian, sedangkan penulis mengkaji teks motif pada media batik.
12
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.1.4
D.Nawang Wulan E.P.S., Mendengar Hati, Mengejar Mimpi dan Realitas Dunia: Interpretasi Simbol dalam Novel The Alchemist karya Paulo Coelho, 2010. Penelitian bertujuan untuk mengungkapkan makna dibalik simbol-simbol
yang terdapat dalam novel The Alchemist. Sumber data dari penelitian tesis ini adalah novel The Alchemist karya Paulo Coelho yang terbit pada tahun 1997. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik penelitian kepustakaan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Semiotika yang khusus untuk mengetahui simbol-simbol yang ada di dalam novel, dan metode tokoh dan penokohan untuk menganalisis tokoh-tokoh yang terlibat di dalam novel. Dalam Penelitian ini yang diteliti adalah, pertama relasi antara cerita Narcissus dalam prolog novel dan cerita Santiago sebagai cerita inti, kemudian yang kedua adalah menginterpretasikan 11 simbol-simbol utama yang terdapat di dalam novel tersebut yaitu, a shepherd, an Old Gypsy Woman, the King of Salem, Personal Legend, the Stone, the Sword, the Egyptian Pyramid, the Crystal Merchant, the Soul of the World, Fatima dan the Alchemist, ke-11 simbol tersebut merupakan simbol-simbol terpenting yang kerap muncul dalam novel, dan yang terakhir adalah menentukan amanat yang ingin disampaikan oleh novel tersebut. Dalam proses penceritaan novel The Alchemist, Paulo Coelho menggunakan konsep alkemi sebagai dasar untuk menyampaikan pikirannya. Hasil dari penelitian ini adalah terungkapnya relasi antara cerita Narcissus dalam prolog novel dan cerita Santiago, terungkapnya makna-makna dibalik ke-
13
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11 simbol-simbol utama tersebut, dan terakhir menemukan amanat dari novel The Alchemist. Persamaan penelitian ini dengan penelitian penulis adalah tentang metode dan teori semiotika Rolland Barthes guna menangkap makna yang terdapat dalam tanda-tanda yang ada di dalam objek penelitian. Sedangkan perbedaan penulis dengan penelitian ini adalah tentang kajian objek penelitian yaitu novel The Alchemist karya Paulo Coelho teks kajian, sedangkan penulis mengkaji teks motif pada media batik. 2.1.5
Ahmad Rudy Fardiyan, Nilai-nilai Objek Dalam Masyarakat Konsumen, 2012. Tesis ini bertujuan mengkaji nilai tanda BlackBerry yang merupakan
bagian dari komodifikasi yang muncul pada era masyarakat konsumen menggantikan nilai guna suatu objek konsumsi. Fenomena BlackBerry yang melanda masyarakat kita benar-benar menggambarkan fenomena konsumerisme. Penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan paradigma kritis yang menggunakan metode semiotika. Hasil penelitian menyarankan bahwa perlu dilakukan lebih banyak penelitian kritis terhadap objek-objek konsumsi, mengingat objek-objek ini merupakan artifak dari suatu peradaban sehingga pada objek-objek tersebut terdapat unsur-unsur ideologis dari sebuah wacana yang berkembang dalam peradaban dimana objek tersebut diproduksi, disitribusi dan dikonsumsi. Persamaan penelitian ini dengan penelitian penulis adalah tentang metode dan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu metode dan teori Semiotika Rolland Barthes serta kajian tentang fenomena komodifikasi dalam masyarakat..
14
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Sedangkan perbedaan penulis dengan penelitian ini adalah mengenai objek penelitian yaitu mengkaji fenomena BlackBerry sedangkan penulis mengkaji fenomena perubahan nilai-nilai budaya teks motif Megamendung pada media batik. Untuk memudahkan rumusan asumsi dasar dalam mengembangkan kajian yang relevan dari konteks metode penelitian sebelumnya, maka dibawah ini disusun matrik tabel penelitian terdahulu, yaitu:
15
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Tabel. 2.1 Penelitian Terdahulu No 1
2
Nama Peneliti Muhamad Gibraltar. Universitas Indonesia Jakarta Tahun : 2012
Panji Suryo Nugroho. IAIN Walisongo Semarang Tahun : 2008
Judul Penelitian Interpretasi Pemirsa Terhadap Penanda dan Petanda (Analisis Semiotika Terhadap Iklan Sari Alami Merk X di Televisi Antara Tahun 2009-2011). Tesis : Bidang Studi Komunikasi Membongkar Mitos Musik pop Religi Dalam Mitologi Budaya massa Islam di Indonesia : Semiotika Sampul Album Pop
Tujuan Penelitian Untuk menelaah interpretasi pemirsa tentang iklan Sari Serat Alami merk X, baik yang versi wasir dan versi Ulfa Dwiyanti.
Metode Penelitian Semiotika. Teori : Semiotika Roland Barthes
Hasil Penelitian Mampu menunjukkan bahwa pemikiran Semiotika Roland Barthes dapat diangkat pada tataran teoritis, dan dipadukan dengan pemikiranpemikiran lainnya.
Mengkaji munculnya berbagai produk berlabel “Islam” atau “religi” terutama pada bulan puasa.
Semiotika. Teori : Semiotika Roland Barthes
Menunjukkan bahwa musik pop religi melabeli dirinya dengan mitos seni Islam dengan pemanfaatan simbol-simbol yang sebelumnya
Persamaan
Perbedaan
Kritik
Tentang metode dan paradigma yang digunakan dalam penelitian yaitu metode Semiotika Rolland Barthes dan paradigma interpretif.
Objek penelitian yaitu mengkaji teks Iklan sedangkan penulis mengkaji teks motif pada media batik.
Tidak dimunculkannya Mitos yang notabene sebagai bagian yang terpenting dalam penelitian Semiotika Roland Barthes
Persamaan penelitian ini dengan penelitian penulis adalah tentang metode dan teori semiotika
Tentang kajian objek penelitian yaitu musik pop religi band Ungu sebagai teks kajian, sedangkan penulis mengkaji teks
Sebagai Band Pop pemilihan objek Band Ungu kurang mewakili band yang bernuansa religi.
16
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Religi Ungu. Tesis : Bidang Studi Komunikasi
3
Anna Sriastuti. Universitas Diponegoro Semarang Tahun : 2007
Pemaknaan Mutiara Dalam Novel The Pearl Karya John Steinbeck : Sebuah Pendekatan Semiotika. Tesis : Bidang Studi Komunikasi
telah diterima di masyarakat, suatu kode kultural, sebagai simbol-simbol Islam. Mengungkap kan pemaknaan mutiara dalam novel The Pearl.
Semiotika Teori : Semiotika Roland Barthes
Pemaknaan mutiara sebagai penanda utama diperjelas dalam analisis sintagmatikparadigmatik yang didasarkan atas sebuah oposisi biner penjajah dan terjajah
motif pada media batik.
Tentang metode dan teori semiotika Rolland Barthes untuk menangkap makna yang terdapat dalam tandatanda.
Penelitian ini adalah tentang kajian objek penelitian yaitu novel The Pearl karya John Steinbeck teks kajian, sedang penulis mengkaji teks motif pada media batik.
Kajiannya terlalu linguistik
17
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4
D.Nawang Wulan E.P.S. Universitas Diponegoro Semarang Tahun : 2010
5
Ahmad Rudy Fardiyan. Universitas Indonesia Jakarta Tahun : 2012
Mendengar Hati, Mengejar Mimpi dan Realitas Dunia : Interpretasi Simbol dalam Novel The Alchemist karya Paulo Coelho. Tesis : Bidang Studi Komunikasi Nilai-nilai Objek Dalam Masyarakat Konsumen ( Analisis Semiotika Barthes terhadap BlackBerry). Tesis : Bidang Studi Komunikasi
Mengungkap kan makna dibalik simbolsimbol yang terdapat dalam novel The Alchemist.
Semiotika Teori : Semiotika Roland Barthes
Terungkapnya relasi antara cerita Narcissus dalam prolog novel dan cerita Santiago,dan terungkapnya makna-makna dibalik ke- 11 simbol-simbol utama tersebut.
Tentang penggunaan metode dan teori semiotika Rolland Barthes
Tentang kajian objek penelitian yaitu novel The Alchemist karya Paulo Coelho teks kajian, sedangkan penulis mengkaji teks motif pada media batik.
Metode dalam menganalisis tokoh-tokoh yang terlibat di dalam novel terlalu linguistik.
Mengkaji nilai tanda BlackBerry yang merupakan bagian dari komodifikasi yang muncul pada era masyarakat konsumen menggantika n nilai guna suatu objek konsumsi.
Semiotika Teori : Semiotika Roland Barthes
Terdapat unsur-unsur ideologis dari sebuah wacana yang berkembang dalam peradaban dimana objek tersebut diproduksi, disitribusi dan dikonsumsi.
Tentang metode dan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu metode dan teori Semiotika Rolland Barthes pada media batik.
Mengenai objek kajian yaitu fenomena BlackBerry sedangkan penulis mengkaji fenomena perubahan nilai-nilai budaya teks motif Megamendug pada media batik.
Objek penelitian yang membahas artifak tentang fenomena teknologi gadget sangat mudah tergerus perkembangan zaman dan gampang usang, karena kemajuann teknologi sangat cepat.
18
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Nilai kebaruan dari penelitian yang dilakukan penulis dibandingkan dengan penelitian sebelumnya adalah fokus analisis penelitian pada komunikasi artifaktual yaitu objek artefak budaya lokal yang menjadi identitas nasional dalam konteks objek motif batik yaitu motif Megamendung yang melekat pada media batik. Motif dalam hal ini sebagai media primer dalam proses berkomunikasi, sedangkan batik sebagai sarana media sekunder. Menurut Onong Uchjana Effendy dalam bukunya yang berjudul Ilmu Komunikasi teori dan praktek, menyatakan bahwa proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap yaitu, secara primer dan secara sekunder.
2.2
Semiotika dalam Komunikasi
Semiotika berasal dari kata Yunani: semeon, yang bererti tanda. Dalam Pandangan Piliang, penjelajahan semiotika sebagai metode kajian kedalam pelbagai cabang keilmuan ini dimungkinkan karena ada kecenderungan untuk memandang pelbagai wacana sosial sebagai fenomena bahasa. Dengan kata lain, bahasa dijadikan model dalam pelbagai wacana sosial. Berdasarkan pandangan semiotika, bila seluruh prktek sosial dapat dianggap sebagai fenomena bahasa, maka semuanya dapat juga dipandang sebagai tanda. Hal ini dimungkinkan karena luasnya pengertian tanda itu sendiri. (Piliang,1998:262) Semiotika menurut Berger memiliki dua tokoh, yakni Ferdinand de Saussure (1857-1913) dan Charles Sander Peirce (1839-1914). Kedua tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak mengenal satu sama lain. Saussure di Eropa dan Peirce di Amerika Serikat. Latar belakang
19
http://digilib.mercubuana.ac.id/
keilmuan Saussure adalah linguistic, sedangkan Peirce filsafat. Saussure menyebut ilmu yang dikembangkannya semiologi (Semiology). Semiologi menurut Saussure seperti dikutip Hidayat, didasarkan pada anggapan bahwa selama perbuatan dan tingkah laku manusia membawa makna atau selama berfungsi sebagai tanda, dibelakangnya harus ada system pembedaan dan konvensi yang memungkinkan makna itu. Dimana ada tanda, di sana ada system (Hidayat,1998:26). Semiologi menegaskan bahwa manusia tidak berkomunikasi secara langsung, seperti lewat sarana telepati, komunikasi manusia melibatkan sesuatu untuk
merepresentasikan
atau
(setidaknya)
menyajikan
sesuatu
dengan
menggunakan tanda. (Malcolm Barnard. 1996:116). Menurut John Fiske (1990: 60) semiologi memiliki tiga bidang studi utama: 1. Tanda itu sendiri. Hal ini terdiri atas studi tentang berbagai tanda yang berbeda, cara tanda-tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan makna, dan cara tanda-tanda itu terkait dengan manusia yang menggunakanya. Tanda adalah konstruksi manusia dan hanya bisa dipahami dalam artian menausia yang menggunakannya. 2. Kode atau sistem yang mengorganisasikannya tanda. Studi ini mencakup cara berbagai kode dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu masyarakat atau budaya atau untuk mengeksploitas saluran komunikasi yang tersedia untuk mentransmisikannya.
20
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Ini pada gilirannya bergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk keberadaan dan bentuknya sendiri. Karena itu, menurut Fiske, semiologi memfokuskan perhatiannya terutama teks. Berbeda dengan model-model proses linier yang tidak banyak memeberi perhatian pada teks. Disamping itu semiologi, penerima atau pembaca, dipandang memainkan peran yang lebih aktif, karena itu pembacaan sebuah tanda dalam semiologi sangat ditentukan oleh pengalaman kultural pembacanya. Pembaca (penonton) membantu menciptakan makna teks dengan membawa pengalaman, sikap dan emosinya terhadap teks tersebut. Saussure mengartikan tanda sebagai kombinasi dari sebuah konsep dan citra-bunyi (sound-image), sebuah kombinasi yang tidak bisa dipisahkan. Saussure menyebut hubungan ini dengan signifier (penanda) yang terdiri dari aspek citra-bunyi (semacam kata atau representasi visual) dan signified (petanda) gambaran mental atau konsep dimana citra-bunyi itu disandarkan (dan signified (petanda). Hubungan diantara signifier dan signified bersifat arbitrer, tidak termotivasi dan tidak alamiah. Tidak ada logika yangmenghubungkan antara sebuah kata dan konsep atau signifier dan signified. (Berger, 1998:6; Alex sobur, 2002). Kedua unsur ini seperti kedua sisi mata uang. Kita tidak dapat memisahkan antara penanda dan petanda dari tanda itu sendiri. Penanda atau petanda membentuk
tanda.
Hubungan
antara signifer
dan
signified dinamakan
signification. Dengan kata lain, signification adalah upaya dalam memberi makna terhadap dunia (John Fiske, 1990:44).
21
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Hubungan antara signifier dan signified bersifat arbitrer (mana suka) dan hanya berdasar pada konvensi, kesepakatanatau pengaturan dari pemakai kultur tersebut. Karena bersifat arbitrer, makna penanda harus dipelajari. Didalamnya terdapat struktur atau kode yang untuk membantu menafsirkan makna. Dalam pandangan Saussure, makna tanda sangat dipengaruhi olhe hubungannya dengan tanda-tanda yang lainnya (John Fiske, 1990). Semiologi biasanya bekerja dalam analisis teks, meskipun semiologi memiliki jangakauan yang lebih luas daripada sekedar analisis teks. Perlu dicatat disini, bahwa sebuah ‘teks’ hanya dapat eksis melalui sebuah media, verbal dan non-verbal, atau gabungan dari keduanya, meskipun terjadi bias logosentik dalam pembedaan ini. Istilah ‘teks’ biasanya merujuk kepada sebuah pesan yang terekam melalui berbagai cara (seperti tulisan, rekaman audio ataupun video) yang secara fisik tergantung pada pengirim atau penerimanya. Sebuah teks adalah sekumpulan tanda (seperti kata, citra, suara ataupun gestur) yang dikonstruksi (atau dinterpretasi) melalui konvensi yang dihubungkan dengan sebuah genre dan dalam sebuah media komunikasi tertentu. Analisis semiologi biasanya diterapkan pada citra atau teks visual. Metode ini melibatkan pernyataan dalam kata-kata tentang bagaimana citra bekerja, dengan mengaitkan mereka pada struktur ideologis yang mengorganisasi makna. Semiologi telah diaplikasikan pada kajian fotografi, iklan, perbelanjaan maupun fashion. (Jone Stokes, 2003:78). Sedangkan Peirce menyebut ilmu semiotika (semiotics). Bagi Peirce yang ahli filsafat dan logika. Penalaran manusia senantiasa dilakukan lewat tanda.
22
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Dalam pikirannya logika sama dengan semiotika. Dan semiotika dapat diterapkan pada
segala
macam
tanda.
(Berger,2000:11-12).
Dalam
perkembangan
selanjutnya, istilah semoitika lebih popular dari semiologi. Konsep dasar semiotika yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada Roland Barthes yang berangkat dari pendapat Ferdinand de Saussure. Terkait dengan itu, Barthes seperti dikutip Irianta dan Ibrahim (2005:118-119) mengemukakan teorinya tentang makna konotatif. Ia berpendapat bahwa konotasi dipakai untuk menjelaskan salah satu dari tiga cara kerja tanda dalam tatanan pertandaan kedua. Konotasi menggambarkan interaksi yang berlangsung tatkala tanda bertemu dengan perasaan atau emosi penggunanya dan nilai-nilai kulturalnya. Ini terjadi tatkala makna bergerak menuju subjektif atau setidaknya intersubjektif. Semuanya berlangsung ketika interpretant dipengaruhi sama banyaknya oleh penafsir dan objek atau tanda. Bagi Barthes faktor penting dalam konotasi adalah penanda dalam tatanan pertama. Penanda tatanan pertama merupakan tanda konotasi. Maka setiap teks merupakan pertemuan antara signifier (lapisan ungkapan) dan signified (lapisan makna).
Lewat unsur verbal dan visual (nonverbal), diperoleh dua tingkatan
makna, yakni makna denotative yang didapat pada semiosis tingkat pertama dan makna konotatif yang didapat dari semiosis tingkat berikutnya. Pendekatan semiotic terletak pada tingkat kedua atau pada tingkat signified, makna pesan dapat dipahami secara utuh (Barthes,1998:172-173). Pendekatan ini menekankan pada tanda-tanda yang disertai maksud (signal) serta berpijak dari pandangan berbasis pada tanda-tanda yang tanpa
23
http://digilib.mercubuana.ac.id/
maksud (symptom). Sebuah teks mempunyai tanda yang ber-signal dan bersymptom, dan dalam memaknai tanda kita harus mengamati ikon, indeks, symbol, dank ode yang menurut Barthes adalah cara mengangkat kembali fragmenfragmen kutipan (Zoest, 1993:39-42). Tanda-tanda tersebut menyampaikan suatu informasi sehingga bersifat komunikatif. Ia mampu menggantikan sesuatu yang lain yang dapat dipikirkan atau dibayangkan. Cabang ilmu ini semula berkembang dalam bidang bahasa,kemudian berkembang pula dalam bidang ilmu lainnya (Komunikasi). Tanda dalam kehidupan manusia dapat berupa tanda gerak atau isyarat, seperti lambaian tangan yang berarti memanggil atau anggukan kepala yang diterjemahkan setuju. Kita hidup dan bermain dalam tanda bunyi, seperti tiupan peluit, terompet, gendering, suara manusia atau dering telepon. Juga tanda tulisan, diantaranya huruf dan angka. Bisa juga tanda gambar berbentuk rambu lalu lintas, dan masih banyak ragamnya (Noth,1995:44). Kode menurut Piliang (1998:17) adalah cara pengkombinasian tanda yag disepakati secara sosial untuk memungkinkan satu pesan disampaikan dari seseorang ke orang lainnya. Sedangkan kode dalam terminologi sosiolinguistik adalah variasi tutur yang memiliki bentuk khas, serta makna yang khas pula (Poedjosoedarmo, 1986:27). Dalam praktek bahasa, sebuah pesan diatur melalui seperangkap konvensi atau kode. Umberto Eco menyebut kode sebagai aturan yang menjadikan tanda sebagai suatu tampilan yang konkret dalam system komunikasi (Eco, 1979:9).
24
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Fungsi teks-teks yang menunjukkan pada sesuatu (mengacu pada sesuatu) dilaksanakan berkat sejumlah kaidah, Janji dan kaidah-kaidah alami yang merupakan dasar dan alasan mengapa tanda-tanda itu menunjukkan isinya. Tanda –tanda ini menurut Jakobson merupakan sebuah system yang dinamakan kode (Hartoko, 1992:92). Kode pertama yang berlaku pada teks-teks ialah kode bahasa yang digunakan untuk mengutarakan teks yang bersangkutan. Kode bahasa itu dicantumkan dalam kamus dan tata bahasa. Selain itu teks-teks tersusun menurut kode-kode lain yang disebut kode sekunder, karena bahannya adalah sebuah system lambing primer , yaitu bahasa. Sedangkan struktur cerita , prinsip-prinsip drama, bentuk-bentuk argumentasi, system metric, semua itu merupakan kodekode sekunder yang digunakan dalam teks-teks untuk mengalihkan arti. Proses produksi dan pemanfaatan tanda oleh seseorang dalam interaksinya dengan manusia lain dijelaskan Umberto Eco sebagai tahapan-tahapan berikut: (1) tahap recognition, yaitu tahap di mana seseorang mengidentifikasikan atau mengamati objek suatu kejadian sebagai suatu ekspresi dari pernyataan atau keberadaan suatu lambang, (2) tahap ostension, pada tahap ini seseorang menggunakan suatu objek untuk mewakili suatu pernyataan, (3) tahap replica, berupa penggunaan tanda-tanda lainnya yang melambangkan sesuatu, (4) tahap invention yaitu menemukan cara baru untuk mengorganisasikan stimuli-stimuli menjadi sebuah lambang.
25
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.3.
Semiotika Roland Barthes Barthes lahir di Chevourg pada tahun 1915 dan meninggal di Paris pada
tahun 1980. Ia belajar sastra Perancis dan bahasa-bahasa klasik di Universitas Paris, dan setelah lulus mengajar bahasa Perancis di Universitas Rumania dan Mesir, kemudian bergabung dalam Pusat Riset Ilmiah Nasional, mendalami bidang sosiologi serta leksikologi. Selain itu Barthes juga mengajar sosiologi tanda, simbol dan representasi kolektif di Perancis. Roland Barthes sangat dikenal luas sebagai penulis yang menggunakan analisis semiotik dan pengembang pemikiran pendahulunya yaitu seorang bapak semiologi atau semiotik Ferdinand de Saussure. Tulisan-tulisannya dipublikasikan dalam sebuah majalah di Perancis pada awal pertengahan abad silam memuat berbagai pesan, yang kemudian pesan-pesan itu disebutnya sebagai mitos. Ada beberapa tingkatan relasi yang digambarkan oleh Roland Barthes yaitu denotasi, konotasi dan mitos: a.
Denotasi, merupakan makna yang tercipta dari hubungan tanda dengan realitas eksternal atau sebagai arti tertulis dari sebuah tanda. Bisa juga dikatakan bahwa makna denotasi merupakan makna yang paling nyata dari sebuah tanda.
b.
Konotasi, merupakan proses pemaknaan dari proses signifikasi tahap kedua dimana proses ini terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi pembaca beserta nilai-nilai kebudayaannya, lebih lanjut makna konotasi bersifat sangat subjektif atau paling tidak intersubjektif dimana
26
http://digilib.mercubuana.ac.id/
perasaan dan emosi sangat mempengaruhi penafsiran pembaca terhadap tanda-tanda yang dilihatnya. c.
Mitos, terjadi pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek ten tang realitas atau gejala alam, selain itu juga merupakan produk dari kelas sosial yang memiliki suatu dominas· masyarakat (Sobur, 2001:128). Barthes membahas mitos lebih serius dan menuangkannya pada bukunya
yang diterbitkan oleh Noondy Press tahun 1972 berjudul Mythologies di bagian Myth Today. Dalam konteks mitologi lama, mitos bertalian dengan sejarah dan bentukan masyarakat pada masanya, tetapi Barthes memandangnya sebagai bentuk pesan atau tuturan yang harus diyakini kebenarannya walau tidak dapat dibuktikan. Bagi Barthes, tuturan mitologis bukan saja berbentuk tuturan oral melainkan dapat pula berbentuk tulisan, fotografi, film, laporan ilmiah, olah raga, pertunjukan, bahkan iklan dan lukisan. Di tangan Barthes semiotik digunakan secara luas dalam banyak bidang sebagai alat untuk berfikir kritis. Etimologi Menurut Berthes dalam Sobur (2006:63), “Sosok Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis
yang giat
mempraktikan model linguistik dan semiologi Saussure”. Barthes berpendapat bahwa bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu.
27
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Mitos menurut Barthes (2010:295) menyatakan bahwa mitos bukanlah pembicaraan atau wicara sembarangan,bahasa membutuhkan kondisi-kondisi khusus untuk menjadi mitos. Mitos adalah suatu sistem komunikasi, sebuah pesan. Hal ini memungkinkan kita untuk memahami bahwa mitos tidak mungkin merupakan suatu objek, konsep, atau gagasan. Mitos merupakan mode petanda ( a mode of signification ), suatu bentuk ( a form). Kemudian kita mesti menerapkan kepada bentuk ini batas-batas hisyoris, kondisi-kondisi penggunaan, dan memperkenalkankembali masyarakat ke dalamnya namun pertama-tama kita harus mendeskripsikannya sebagai suatu bentuk. Barthes dalam Berger (2010:65), menyatakan mekanisme suatu mitos adalah cara penggambaran biasa yang terikat pada objek dan penerapannya sehingga makna-makna ideologisnya menjadi tampak alami untuk dapat diterima dengan akal sehat. Jika demikian maka akan ada dua sistem makna, yaitu makna denotatif dan makna konotatif. Menurut Budian dalam Sobur (2009:71), dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai mitos, dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu. Di dalam mitos juga terdapat pola tiga dimensi penanda, petanda dan tanda, namun sebagai suatu sistem unik, mitos dibangun olenh suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya atau, dengan kata lain, mitos adalah juga suatu sistem pemaknaan tataran kedua. Di dalam mitos pula sebuah petanda dapat memiliki beberapa penanda.
28
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Menurut Barthes, mitos dan ideologi bekerja dengan cara mengalamiahkan penafsiran-penafsiran yang sebenarnya bersifat kontigen (sementara,tidak tetap) dan secara historis bersifat spesifik. Artinya, mitos membuat pandanagan dunia tertentu seolah-olah menjadi tidak mungkin ditentang karena memang itulah yang alami atau memang itulah takdir tuhan. “mitos bertugas untuk memberikan pembenaran alamiah pada suatu itensi histories, dan memebuat kesementaraan seolah-olah abadi.” (Barthes.1972:1955) Ideologi adalah sesuatu yang abstrak, sementara mitologi (kesatuan mitosmitos yang koheren) menyajikan inkarnasi makna-makna yang mempunyai wadah dalam ideologi. Mitos adalah uraian naratif atau penuturan tentang sesuatu yang suci, yaitu kejadian-kejadian yang luar biasa, di luar mengatasi pengalaman manusia sehari-hari. Penuturan itu umumnya diwujudkan dalam dongengdongeng atau legenda tentang dunia supranatural.
1.Signifier
2.Signified
(penanda)
(petanda)
3.denotatif sign (tanda denotatif) 4.CONNOTATIVE SIGNIFIER 5.CONNOTATIVE SIGNIFIED (PENANDA KONOTATIF) (PETANDA KONOTATIF) 6.CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)
Gambar 2.1. Mitos Roland Barthes Sumber: Paul Cobley & Litza Jansz.1999 dalam Sobur (2006:69)
29
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Dari peta Barthes diatas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain, hal tersebut merupakan unsur material: hanya jika mengenal tanda “singa”, barulah muncul konotasi harga diri, kegarangan, dan keberanian menjadi mungkin (Cobley dan Jansz dalam Sobur). Pada peta tanda Roland Barthes tersebut diatas dapat diuraikan secara lebih sederhana bahwa munculnya sebuah makna denotasi tidak terlepas dari adanya sebuah penanda dan juga petanda. Namun tanda denotasi juga dapat membuat persepsi kepada sebuah penanda konotasi. Tetapi jika dapat mengenal adanya bentuk seperti “bunga mawar” . maka persepsi petanda konotasi yang akan muncul dari bunga mawar adalah
cinta, romantis, dan kelembutan. Itu karena
sudah adanya kesepakatan pada sebagian masyarakat tertntu. Teori tentang kode di dalam semiotik dimunculkan Roland Barthes dalam buku S/Z megelompokkan kode-kode tersebut menjadi lima kisi-kisis kode (five major code),yakni kode hermeneutik, kode semantik, kode simbolik, kode narasi, dan kode cultural atau kode kebudayaan (Barthes, 1974:106). Uraian kode-kode tersebut dijelaskan Pradopo (1991:80-81), lima kode yang ditinjaunya tersebut adalah : a. Kode hermeneutik, yakni artikulasi pelbagai cara pertanyaan, tekateki,respon,enigma,penagguhan jawaban, akhirnya menuju pada jawaban. kode teka-teki berkisar pada harapan pembaca
untuk mendapatkan “kebenaran” bagi
pertanyaan yang muncul dalam teks. Kode hermeneutik berhubungan dengan teka-teki yang timbul dalam sebuah wacana. Siapakah mereka? Apa yang terjadi?
30
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Halangan apakah yang muncul? Bagaimana tujuannya? jawaban yang satu menunda yang lain. b. Kode semantik, yakni kode yang mengandung konotasi pada level penanda. Misalnya konotasi femininitas dan maskulinitas. Atau dengan kata lain, Barthes kemudian membangun sistem kedua yang disebut dengan konotatif, yang didalam Mytologies-nya secara tegas ia bedakan dari denotatif atau sistem tataran pertama. Kemudian barthes menciptakan peta tentang bagaimana tanda bekerja (Cobley & Janzs, 1999). c.
Kode simbolik, yakni kode yang berkaitan dengan psikoanalisis
,antithesis, kemenduaan,pertentangan dua unsure, atau skizofrenia. d. Kode narasi atau kode proairetik, yakni kode yang mengandung cerita, urutan narasi atau antinarasi. e. Kode kebudayaan atau cultural, yaitu suara-suara yang bersifat kolektif anonym,bawah sadar, mitos, kebijaksanaaan, pengetahuan, sejarah, moral, psikologi, sastra, seni dan legenda.
Gambar 2.2. Dua Tatanan Pertandaan Roland Barthes Sumber: John Fiske (2004:118-121)
31
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Menurut Fiske (2004:118-121), tatanan pertandaan pertama adalah landasan kerja Saussure. Tatanan ini menggambarkan relasi antara penanda dan petanda di dalam tanda, dan antara tanda dengan referenya dalam realitas eksternal. Barthes menyebutkan tatanan ini sebagai denotasi. Hal ini mengacu pada anggapan umum, makna jelaslah tentang tanda. Dalam tatanan kedua, konotasi dipakai untuk menjelaskan salah satu dari tiga cara kerja tanda dalam tatanan pertandaan. Konotasi menggambarkan interaksi yang berlangsung tatkala tanda bertemu dengan perasaan atau emosi penggunanya dan nilai-nilai kultural.Bagi Barthes faktor penting dalam konotasi adalah penanda dalam tatanan pertama. Penanda tatanan pertama merupakan tanda konotasi. Cara kedua dari tiga cara Barthes mengenai bekerjanya tanda dalam tatanan kedua adalah melalui mitos. Barthes menggunakan mitos sebagai seorang yang percaya dalam artiannya yang orisinal. Mitos adalah cerita yang digunakan suatu kebudayaan untuk menjelaskan atau memahami beberapa aspek dari realitas atau alam. Bila konotasi merupakan pemaknaan tatanan kedua darai penanda, maka mitos merupakan pemaknaan kedua petanda.
2.4
Kerangka Pemikiran Permasalahan yang akan dikaji yaitu tanda serta makna yang terdapat
dalam motif batik Megamendung yang melekat pada media batik tradisional maupun yang sudah terkomodifikasi nilai-nilai budayanya.
32
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Tahap untuk menganalisis motif batik Megamendung pada media batik yaitu, yang pertama adalah tahap awal peneliti menentukan objek penelitian, yaitu motif Megamendung. Lalu dilakukan pemahaman terhadap motif batik tersebut sehingga dapat menemukan batik dengan nilai-nilai tradisinal maupun yang sudah terkomodifikasi. Dalam proses pemahaman tersebut, ditemukan perbedaan visual antara motif batik Megamendung tradisional dengan motif batik Megamendung yang sudah terkomodifikasi. Tahap kedua, adalah menentukan permasalahan– permasalahan yang akan diteliti. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah adanya penanda dan petanda yang terdapat antara motif batik Megamendung tradisional dengan motif batik Megamendung yang sudah terkomodifikasi. Tahap ketiga adalah menentukan teori dan pendekatan yang akan digunakan untuk menganalisis permasalahan tersebut. Dalam penelitian ini digunakan teori utama yaitu semiotika Roland Barthes. Unsur penanda dan petanda yang terdapat dalam motif batik Megamendung dipisahkan terlebih dahulu sampai kemudian ditemukan mitos yang terkandung didalamnya berdasarkan unsur-unsur dan pendekatan semiotika Roland Barthes. Tahap menyimpulkan berdasarkan dari uraian semiotika Roland Barthes dari analisis terhadap motif batik Megamendung tradisional maupun motif batik Megamendung yang sudah terkomodifikasi.
33
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Diagram 2.1. Kerangka Pemikiran
19
http://digilib.mercubuana.ac.id/