BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Penelitian Terdahulu 2.1.1. Penelitian Intan R. Mutiaz, M.Ds Intan R. Mutiaz, M.Ds dalam tesis “Cara Wimba dan Tata Ungkap Bumper MTV : Sebuah Kajian Bahasa Rupa Media Rupa Rungu Dinamis”. Fokus penelitian yang pertama yaitu bahasa rupa yang digunakan MTV pada setiap bumpernya, ditinjau dari Cara Wimba dan Tata Ungkap. Kedua, mengetahui pemanfaatan Naturalis-Perspektif-Momen Opname dan Ruang-Waktu-Datar pada bumper MTV. Dan ketiga memahami bumper MTV dapat menjadi identitas dari MTV. Bumper MTV dianalisis dan diuraikan menjadi 2 bagian, yaitu: Pertama, ditinjau dari Cara Wimba bumper MTV tersebut dengan 5 Cara Wimba. Kedua, ditinjau dari Tata Ungkap bumper MTV dengan 4 Tata Ungkap. Penelitian menemukan bahwa bumper MTV merupakan sebuah komunikasi bahasa rupa multidimensi yang memiliki daya tarik yang universal dan hal ini merupakan fenomena yang unik dalam kajian komunikasi visual. Pemanfaatan dimensi ruang dan waktu menjadi sesuatu yang khas dalam bumper MTV. Kemudian, pada bumper MTV antara Naturalis-Perspektif-Momen Opname dan Ruang- Waktu-Datar dimanfaatkan dalam upaya mengekspresikan ide. Tidak terjadi pembatasan dalam pemakaiannya bumper MTV, yang ada adalah pencampuran keduanya dan saling melengkapi kekurangannya. Ke tiga, struktur pesan yang dipakai oleh MTV melalui bumper MTV adalah untuk menyampaikan sebuah identitas disusun berdasarkan sesuatu hal yang berada di luar lingkup MTV. Terkait dengan penelitian penulis, terdapat persamaan antara penelitian Cara Wimba Dan Tata Ungkap Bumper MTV : Sebuah Kajian Bahasa Rupa Media Rupa Rungu Dinamis dengan Komunikasi Visual pada Bumper Acara Televisi (Analisis Semiotika Peirce pada Acara “Sarah Sechan” di NET TV) yaitu objek 7
penelitian adalah bumper yang berfungsi sebagai identitas program dalam sebuah tayangan di televisi. Sedangkan perbedaan dari kedua penelitian ini adalah metode penelitian yang digunakan. Jika penelitian terdahulu menggunkakan metode cara wimba dan tata ungkap sedangkan metode yang digunakan peneliti saat ini adalah analisis semiotika Charles S. Peirce untuk menganalisis tanda-tanda visual yang terdapat dalam bumper. 2.1.2. Penelitian Heryyani Agustina, Farida Nurfalah, dan Popo Sutopo Penelitian berikutnya yaitu dari Heryyani Agustina, Farida Nurfalah, dan Popo Sutopo dalam penelitian “Makna Logo Sebagai Cerminan Citra Perusahaan (Studi Deskriptif Pada Logo Cirebon Televisi)”. Fokus penelitian adalah elemenelemen pembentuk logo Cirebon Televisi dalam mencerminkan citra perusahaan, mengetahui apa makna dari logo PT. Pelangi Raya Televisi Sebagai Cerminan Citra Perusahaan dalam rangka membentuk dan membangun citra Cirebon Televisi, dan mengetahui pemahaman masyarakat mengenai citra perusahaan Cirebon Televisi dilihat melalui logonya. Untuk mengkaji penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Hasil dari penelitian yang pertama adalah bahwa
elemen-elemen
pembentuk logo (simbol, bentuk, warna dan tipografi) mencerminkan citranya dengan kekhasan simbol mega mendung dan topeng kelana yang melekat pada masyarakat sebagai bagian dari seni dan budaya Cirebon. Kedua yaitu makna logo PT. Pelangi Rayga Televisi merupakan cerminan dari nilai-nilai strategis perusahaan yang ingin ditampilkan kepada masyarakat dan dimaknai masyarakat bahwa Cirebon Televisi merupakan Cerminan Media Budaya Daerah Cirebon yang mempunyai konten informasi dan hiburan daerah Cirebon. Dan yang ketiga adalah keberadaan logo Cirebon Televisi sebagai identitas perusahaan PT. Pelangi Raya Televisi mampu mewakili nilai-nilai strategis perusahaannya serta dapat menjadi instrument komunikasi perusahaan dalam membentuk dan membangun citra perusahaan.
8
Persamaan dari penelitian Makna Logo Sebagai Cerminan Citra Perusahaan (Studi Deskriptif Pada Logo Cirebon Televisi) dengan yang penulis teliti yang berjudul Komunikasi Visual pada Bumper Acara Televisi (Analisis Semiotika Peirce pada Acara “Sarah Sechan” di NET TV) adalah tujuan peneliti yang ingin dicapai yaitu meneliti objek dalam bentuk komunikasi visual sebagai bagian dari identitas. Dalam penelitian sebelumnya dikatakan bahwa sebuah logo menjadi cerminan citra (identitas) sebuah perusahaan sedangkan penelitian yang sedang peneliti tulis adalah sebuah bumper yang juga merupakan bentuk komunikasi visual sebagai identitas sebuah program televisi. Selain itu metode yang digunakan juga berbeda, penelitian sebelumnya menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif untuk memahami fenomena tentang apa yang di alami oleh subjek penelitian, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan metode analisis semiotika Charles S. Peirce untuk membaca tanda dalam teks media. 2.1.3. Penelitian Anwar Gani Mustakim Selanjutnya adalah penelitian dari Anwar Gani Mustakim (2012) dalam tesis Magister Sains dalam Ilmu Komunikasi UI dengan judul “Representasi Perempuan Dalam Kanji (Analisis Semiotika Terhadap Buku Kanji Pictographix)”. Fokus penelitian adalah perempuan direpresentasikan di dalam buku Kanji Pictographix dan bias-bias apa saja yang ditemukan. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis semiotika Barthes. Dari penelitian ini maka didapatkan hasil bahwa dengan menggunakan perspektif gender dan konsep kekerasan simbolik telah ditemukan bahwa representasi perempuan dalam buku tersebut banyak menampilkan bias-bias gender yang mengarah kepada diskriminasi berupa stereotipes dengan memproduksi nilai-nilai dominan. Penelitian Representasi Perempuan Dalam Kanji (Analisis Semiotika Terhadap Buku Kanji Pictographix) memiliki persamaan dengan penelitian Komunikasi Visual pada Bumper Acara Televisi (Analisis Semiotika Peirce pada Acara “Sarah Sechan” di NET TV) yaitu metode yang digunakan dalam menganalisis teks media yaitu semiotika namun yang berbeda adalah model
9
semiotika yang digunakan. Dalam penelitian sebelumnya menggunakan metode semiotika Roland Barthes karena sesuai dengan dengan tujuan peneliti yaitu ingin membongkar bias-bias dalam kanji sebagai aksara dan tanda bahasa, sedangkan metode yang penulis teliti menggunakan semiotika Peirce untuk membaca tandatanda visual yang terdapat dalam objek penelitian. Selain itu objek penelitian dari kedua penelitian ini juga berbeda, penelitian yang pertama meneliti representasi perempuan sedangkan penelitian objek penelitian pada penelitian yang ke dua adalah bumper program televisi. 2.1.4. Laode M. Insan Dan terakhir adalah penelitian dari Laode M. Insan dalam tesis berjudul “Representasi Etika dalam Iklan Televisi (Studi Analisis Semiotik Pierce Pada Iklan XL Versi Kera dan Kambing)”. Fokus penelitian yang pertama yaitu makna tanda dan lambang dari iklan televisis XL versi kera dan kambing ditinjau dari analisis semiotik Charles Sander Peirce. Kedua, representasi etika dalam iklan televisi XL versi kera dan kambing. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis semiotika Charles S. Peirce. Hasil dari penelitian yang pertama bahwa iklan XL versi kera dan kambing dapat menimbulkan pemaknaan berupa adanya indikiasi yang mengarah pada perendahan martabat secara seimbolik dan implisit terhadap etnik keturunan Tionghoa dan umat Muslim di Indonesia karena penggunaan hewan kera yan secara tidak langsung merupakan salah satu hewan yang dimitoskan dalam legenda budaya Tiongkok (Tionghoa) dan kambing adalah hewan yang dikenal oleh umat Islam sebagai bentuk representasi pengorbanan. Ke dua yaitu ditemukannya suatu represntasi etika yang tidak baik dalam iklan televisi XL ini, di antaranya berupa perendahan martabat manusia yaitu adanya cerita perkawinan anatara manusia dengan kera dan kambing. Penelitian yang penulis susun dengan judul Komunikasi Visual pada Bumper Acara Televisi (Analisis Semiotika Peirce pada Acara “Sarah Sechan” di NET TV) memiliki persamaan dengan penelitian Representasi Etika Dalam Iklan
10
Televisi (Studi Analisis Semiotik Peirce Pada Iklan XL Versi Kera dan Kambing), yaitu metode penlitian yang digunakan adalah semiotika Charles S. Peirce untuk membaca teks media. Perbedaan dari kedua peneitian tersebut adalah objek penelitian, penelitian terdahulu mengkaji representasi etika dalam sebuah iklan televisi sedangkan objek penelitian yang saat ini diteliti adalah bumper program televisi. Penulis tertarik meneliti bumper program talkshow “Sarah Sechan” dengan judul “Komunikasi Visual pada Bumper Acara Televisi (Analisis Semiotika Peirce pada Acara “Sarah Sechan” di NET TV)” karena dalam bumper terdapat tandatanda visual yang dapat diteleti seperti warna, tipografi, gambar, dan layout yang masing-masing elemen memiliki makna tersendiri dalam menggambarkan program “Sarah Sechan”. Sehingga bumper memberikan kontribusi pada pembangunan sebuah identitas program televisi yang nanti akan diapresiasi oleh penonton. Visualisasi bumper “Sarah Sechan” memiliki keunikan dari segi konsep yang digunakan. Desaigner yang merancang bumper tersebut menggunakan beberapa macam warna sebagai latar belakang gambar dan menampilkan beberapa ekspresi wajah Sarah Sechan (pembawa acara) serta penggunaan dua jenis font (huruf) untuk memvisualisasikan identitas program.
11
Berikut di bawah ini tabel dari peneltian terdahulu yang membahas tentang bumper dan analisis semiotika. Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu No.
Peneliti dan Judul Penelitian
Fokus Penelitian
1.
Intan R. Mutiaz, M.Ds “Cara Wimba Dan Tata Ungkap Bumper MTV : Sebuah Kajian Bahasa Rupa Media Rupa Rungu Dinamis”
1. Bahasa rupa yang digunakan MTV pada setiap bumpernya, ditinjau dari Cara Wimba dan Tata Ungkap. 2. Mengetahui pemanfaatan Naturalis-PerspektifMomen Opname dan Ruang-Waktu-Datar pada bumper MTV. 3. Memahami bumper MTV dapat menjadi identitas dari MTV .
2.
Heryyani Agustina, Farida Nurfalah, dan Popo Sutopo
1. Elemen-elemen pembentuk logo Cirebon Televisi dalam mencerminkan citra
12
Metode Penelitian
Hasil Penelitian
Penelitian ini 1. Bumper MTV merupakan sebuah menggunakan metode komunikasi bahasa rupa kualitatif dengan multidimensi yang memiliki daya pendekatan deskriptif tarik yang universal dan hal ini dengan menganalisis dan merupakan fenomena yang unik menguraikan bumper dalam kajian komunikasi visual. menjadi dua bagian yaitu: 2. Pada bumper MTV antara Pertama, ditinjau dari Cara Naturalis-Perspektif-Momen Wimba bumper MTV Opname dan Ruang- Waktutersebut dengan 5 Cara Datar dimanfaatkan dalam upaya Wimba. Kedua, ditinjau mengekspresikan ide. dari Tata Ungkap bumper 3. Struktur pesan yang dipakai oleh MTV dengan 4 Tata MTV melalui bumper MTV Ungkap. adalah untuk menyampaikan sebuah identitas disusun berdasarkan sesuatu hal yang berada di luar lingkup MTV. Penelitian ini 1. Elemen-elemen pembentuk logo menggunakan metode (simbol, bentuk, warna dan kualitatif dengan tipografi) mencerminkan citranya pendekatan deskriptif dengan kekhasan simbol mega
3.
13
“Makna Logo Sebagai Cerminan Citra Perusahaan (Studi Deskriptif Pada Logo Cirebon Televisi)”
perusahaan, mengetahui apa makna dari logo PT. Pelangi Raya Televisi Sebagai Cerminan Citra Perusahaan dalam rangka membentuk dan membangun citra Cirebon Televisi. 2. Mengetahui pemahaman masyarakat mengenai citra perusahaan Cirebon Televisi dilihat melalui logonya.
Anwar Gani Mustakim “Representasi Perempuan Dalam Kanji ( Analisis
Perempuan direpresentasikan di dalam buku Kanji Pictographix dan bias-bias apa saja yang ditemukan
Metode kualitatif dengan metode analisis semiotika Roland Barthes yang bersifat naratif intepretif
mendung dan topeng kelana yang melekat pada masyarakat sebagai bagian dari seni dan budaya Cirebon. 2. Makna logo PT. Pelangi Raya Televisi merupakan cerminan dari nilai-nilai strategis perusahaan yang ingin ditampilkan kepada masyarakat dan dimaknai masyarakat bahwa Cirebon Televisi merupakan Cerminan Media Budaya Daerah Cirebon yang mempunyai konten informasi dan hiburan daerah Cirebon. 3. Keberadaan logo Cirebon Televisi sebagai identitas perusahaan PT. Pelangi Raya Televisi mampu mewakili nilainilai strategis perusahaannya serta dapat menjadi instrument komunikasi perusahaan dalam membentuk dan membangun citra perusahaan. Dengan menggunakan perspektif gender dan konsep kekerasan simbolik telah ditemukan bahwa representasi perempuan dalam buku
Semiotika Terhadap Buku Kanji Pictographix)”
4.
14
Laode M. Insan “Representasi Etika Dalam Iklan Televisi (Studi Analisis Semiotik Pierce Pada Iklan XL Versi Kera dan Kambing)”
1. Makna tanda dan lambang Metode kualitatif dengan dari iklan televisis XL menggunakan teknik versi kera dan kambing semitoika Peirce ditinjau dari analisis semiotik Charles Sander Pierce. 2. Representasi etika dalam iklan televisi XL versi kera dan kambing
tersebut banyak menampilkan biasbias gender yang mengarah kepada diskriminasi berupa stereotipes dengan memproduksi nilai-nilai dominan. 1. Iklan XL versi kera dan kambing dapat menimbulkan pemaknaan berupa adanya indikiasi yang mengarah pada perendahan martabat secara seimbolik dan implisit terhadap etnik keturunan Tionghoa dan umat Muslim di Indonesia karena penggunaan hewan kera yan secara tidak langsung merupakan salah satu hewan yang dimitoskan dalam legenda budaya Tiongkok (Tionghoa) dan kambing adalah hewan yang dikenal oleh umat Islam sebagai bentuk representasi pengorbanan. 2. Ditemukannya suatu represntasi etika yang tidak baik dalam iklan televisi XL ini, di antaranya berupa perendahan martabat manusia yaitu adanya cerita perkawinan anatara manusia dengan kera dan kambing.
2.2. Kajian Teoritis 2.2.1. Komunikasi Visual Komunikasi adalah salah satu dari aktifitas manusia yang dikenali oleh semua orang namun sangat sedikit yang dapat mendefinisikannya secara memuaskan. Komunikasi memiliki variasi definisi yang tidak terhingga seperti; saling berbicara satu sama lain, televisi, penyebaran informasi, gaya rambut kita, kritik sastra, dan masih banyak lagi. Hal ini adalah salah satu dari permasalahan yang dihadapai dari para akademisi: dapatkah kita secara layak menerapkan istilah ‘sebuah subjek kajian ilmu’ terhadap sesuatu yang sangat beragam dan memiliki banyak sisi yang sebenarnya terjadi pada fenomena komunikasi manusia? Apakah ada harapan untuk menghubungkan kajian, contohnya; antara ekspresi wajah dengan kritik sastra? Apakah itu memang merupakan sebuah upaya untuk pengkajian yang perlu dilakukan (Fiske, 2012). Menurut Everett M. Rogers, komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka. Adapun menurut Harorl D. Lasswell (dalam Dedy Mulyana, 2005), komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan siapa, mengatakan apa, dengan saluran apa, kepada siapa? Dengan akibat apa atau hasil apa? (Who? Says what? In which channel? To whom? With what effect?). Kebutuhan akan ilmu komunikasi ini mulai tampak sejak tahun 1940-an pada waktu seorang sarjana bernama Carl I Hovland menampilkan definisinya mengenai ilmu komunikasi. Hovland mendefinisikan ilmu komunikasi sebagai sebuah sistem yang berusaha memformulasikan prinsip yang mana informasi ditransmisikan dan opini serta pendirian yang dibentuk, sedangkan prosesnya sendiri dari komunikasi itu menurut Hovland adalah sebuah proses yang mana individu atau komunikator mengirimkan rangsangan (biasanya simbol-simbol yang berupa kata) untuk mengubah perilaku individu lainnya (komunikan).
15
Komunikasi tentu punya tujuan, menurut R. Wayne pace, Brent D. Peterson dan M. Dallas Burnett (dalam effendy, 2009 : 32), Techniquest for Effective Communication, menyatakan bahwa tujuan sentral dari komunikasi terdiri atas: a) Untuk memperkokoh pengertian b) Untuk memunculkan suatu penerimaaan c) Untuk memotivasi tingkah laku Sejak awal sejarah terciptanya manusia di alam raya ini, komunikasi antar manusia adalah bagian yang paling penting dalam kehidupan. Selain kata-kata, unsur rupa sangat berperan dalam kegiatan berkomunikasi tersebut. Menurut AD Pirous, komunikasi visual yang dalam bentuk kehadirannya seringkali perlu ditunjang dengan suara-pada hakikatnya adalah suatu bahasa. Tugas utamanya membawakan pesan dari seseorang, lembaga, atau kelompok masyarakat tertentu kepada yang lain. Kemudian menurut Budiman Hakim dalam buku Lanturan Tapi Relevan, visual adalah syarat mutlak untuk memperkenalkan sebuah brand pada konsumen. Dan menurut Femi Olivia (Membantu Anak Punya Ingatan Super, 2007) visual merupakan salah satu cara mengorganisasikan pemikiran dan meningkatkan kemampuan berpikir dan komunikasi. Visualisasi adalah rekayasa dalam pembuatan gambar, diagram atau animasiuntuk penampilan suatu informasi. Secara umum, visualisasi dalam bentuk gambar baik yang bersifat abstrak maupun nyata telah dikenal sejak awal dari peradabanmanusia. Contoh dari hal ini meliputi lukisan di dinding-dinding gua dari manusia purba, bentuk huruf hieroglip Mesir, sistem geometri Yunani, dan teknik pelukisandari Leonardo da Vinci untuk tujuan rekayasa dan ilmiah, dll.Visual berhubungan erat dengan mata atau penglihatan. T. Suyanto (2005: 15-16), menyatakan bahwa komunikasi visual senantiasa berhubungan dengan penampilan rupa yang dapat diserap orang banyak dengan pikiran maupun perasaan. Rupa yang mengandung peran atau makna, karakter serta suasana yang mampu dipahami (diraba atau dirasakan) oleh khalyak umum atau terbatas. 16
Lebih lanjut menurut Michael Kroeger, Visual Communication (komunikasi visual) adalah latihan teori dan konsep-konsep melalui terma-terma visual dengan menggunakan warna, bentuk, garis dan penjajaran (juxtaposition). Ditambahkan Umar Hadi (1998), bahwa sebagai bahasa, komunikasi visual adalah ungkapan ide dan pesan dari perancang kepada masyarakat yang dituju melalui simbol-simbol berwujud gambar, warna, dan tulisan. Ia (komunikasi visual) akan komunikatif apabila bahasa yang digunakannya itu mudah oleh khalayak sasarannya. Ia juga akan berkesan apabila dalam penyajiannya tersebut terdapat suatu keunikan sehingga ia tampil secara istimewa, mudah dibedakan dengan yang lainnya. Dari beberapa pengertian di atas mengenai komunikasi dan visual, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi visual meruapakan ilmu komunikasi yang mempelajari konsep komunikasi dan ungkapan daya kreatif yang diaplikasikan dalam berbagai media komunikasi visual dengan mengolah elemen desain yang terdiri atas gambar (ilustrasi), huruf dan tipografi, warna, komposisi, dan lay out. Semua itu dilakukan guna menyampaikan pesan secara visual, audio, dan/atau audio visual kepada target sasaran (Tinaburko, 2009). Komunikasi visual sebagai suatu sistem pemenuhan kebutuhan manusia di bidang informasi visual melalui lambang-lambang kasat mata, dewasa ini mengalami perkembangan sangat pesat. Hampir di segala sektor kegiatan, lambanglambang, atau simbol-simbol visual hadir dalam bentuk gambar, sistem tanda, corporate identity, sampai berbagai display produk di pusat pertokoan dengan aneka daya tarik. Gambar merupakan salah satu wujud lambang atau bahasa visual yang di dalamnya terkandung struktur rupa seperti garis, warna, dan komposisi. Keberadaannya dikelompokkan dalam kategori bahasa komunikasi non verbal, ia dibedakan dengan bahasa verbal yang berwujud tulisan ataupun ucapan. Di dalam komunikasi visual banyak memanfaatkan daya dukung gambar sebagai lambang visual pesan, guna mengefektifkan komunikasi. Upaya mendayagunakan lambang-
17
lambang visual berangkat dari premis bahwa bahasa visual memiliki karakteristik yang bersifat khas bahkan sangat istimewa untuk menimbulkan efek tertentu pada pengamatnya. Hal demikian ada kalanya sulit dicapai bila diungkapkan dengan bahasa verbal. Umar Hadi menunjukkan potensi istimewa bahasa visual, antara lain yang pertama, bahasa visual mempunyai kesempatan untuk lebih cepat dan langsung dimengerti daripada bahasa verbal, tulisan, lisan, atau suara. Kedua, bahasa visual dapat lebih permanen daripada bahasa suara yang bergerak dalam waktu serta lebih mudah dipisahkan dari keadaan kompleksitasnya. Ketiga, bahasa visual mempunyai kesempatan amat kuat nilai simbolisnya. Banyak orang enggan mengubah namanya ke dalam ejaan baru karena tulisan lebih dianggap sebagai simbol visual pribadinya, bukan sebagai sistem visualisasi bunyi.
2.2.2. Bumper Pada mulanya bumper hanyalah berupa selingan dalam durasi pendek untuk membedakan jeda antar program televisi. Teknik yang digunakan adalah animasi atau live shot (shot langsung) dengan menggunakan kamera. Menurut Melanie Goux (2003:153), bumper is short clips of animation which are broadcast at the end of program segment, but before commercial, or at the beginning of program segment, but afetr a commercial. These element effectively create a bumper between programs and commercial spots. Bumper menjadi salah satu bagian dari identitas visual yang nampak dalam program televisi dan digunakan pada saat on air sebagai pengisi jeda antar program acara. Akan tetapi bumper saat ini sering digunakan untuk memasuki atau keluar dari sebuah slot iklan, bumper ini biasa disebut bumper in dan bumper out. Peranan bumper ini sangat penting untuk memandu penonton sebagai benang merah atau pengikat dari perpindahan stasiun televisi yang disebabkan adanya filpping, yaitu perpindahan channel dari satu stasiun televisi ke satsiun televisi lainnya
18
menggunakan remote televisi, sehingga penonton tidak kehilangan orientasi ada waktu menonton. Pada program televisi, bumper juga digunakan sebagai identitas program, sehingga memberikan kontribusi pada pembangunan sebuah identitas program yang nantinya akan diapresiasi oleh penonton. Bumper juga dapat mempengaruhi sensasi persepsi manusia dan juga mampu mempersuasi penonton sama halnya dengan kekuatan iklan televisi. Konsep stasiun televisi tidak lepas mempunyai pola program yang hampir sama dengan radio, dimana menampilkan susunan lagu. Hanya perbedaan dari segi visual saja yang membedakan secara mendasar. Untuk membedakan antar lagu atau iklan dengan lagu maka dibutuhkan pembatas (jeda) agar pendengar dapat mengetahui perbatasan atau akhir dari sebuah lagu atau iklan, dan juga untuk mengingatkan stasiun televisi atau radio yang sedang didengarkan atau dilihat. Pemunculan bumper dilakukan secara berulang dan periodik sehingga menjadi sebuah reminder bagi image program televisi. Pada umumnya bumper ini hanya muncul dalam hitungan detik antara 3-10 detik. Istilah bumper ini sangat relatif dalam penggunaannya, karena dibeberapa boardcast seperti radio,istilahnya lebih dikenal smash. Animasi berasal dari bahasa Yunani “anima” yang berarti memberi kehidupan, sedangkan digital bisa diartikan komputer atau alat elektronik canggih. Jadi, animasi digital bisa diartikan “memberikan sifat-sifat pada benda agar berkesan hidup dengan menggunakan komputer dan alat-alat canggih lainnya”. Tugas seorang animator adalah memberikan “ilusi” bahwa benda-benda yang dianimasikannya adalah benda yang hidup. Cara “menghidupkan” benda-benda yang semula “mati” atau tidak bergerak tersebut dengan cara menggerakannya satu per satu atau frame by frame (Madcoms, 2006 :1). Animasi merupakan sebuah nyawa dalam pengaplikasian bumper. Dalam sebuah acara program televisi, bumper yang menarik, akan membuat para pemirsa semakin ingin tahu bagaimana isi acara tersebut. Sehingga membuat rasa penasaran yang semakin kuat, dan menanamkan pesan secara efektif dan efisien. Intinya
19
sebuah animasi bumper haruslah menarik dan mengandung ciri khas acara televisi tersebut agar selalu diingat oleh para pemirsanya. Komposisi warna sebuah animasi bumper harus disesuaikan dengan karakter acara televisi tersebut. Komposisi warna yang indah dan sesuai dengan karakter acara televisi yang ditawarkan akan lebih cepat menjadi fokus perhatian. Meninjau dari beberapa definisi yang telah ada sebelumnya dapat disimpulkan bahwa bumper adalah animasi pembuka dalam suatu program acara televisi yang merupakan animasi pendek menggambarkan identitas sebuah acara atau instansi. Dengan adanya bumper tersebut acara atau instansi tersebut akan mudah dipahami oleh pemirsa tanpa perlu penjelasan panjang lebar. 2.2.2.1. Unsur Visual Bumper Bumper biasanya menampilkan kesan dan pesan terhadap acara yang sedang berlangsung, tipografi, warna, efek-efek yang digunakan, maupun objekobjek visual, sampai musik (backsound) yang mendukung atau menghidupkan suasana dikomposisikan dengan baik yang memiliki fungsi sebagai pengaplikasian identitas diri program acara tersebut. Berikut ini adalah unsur-unsur dari sebuah bumper : 1. Warna Warna sebagai salah satu unsur visual yang menjadi identitas yang dapat terlihat bila sebuah bumper tayang. Menurut Russel dan Verill (1986) beberapa fungsi warna adalah: a. Untuk Identifikasi. b. Untuk menarik perhatian, warna terang atau cerah akan memantulkan cahaya lebih jauh dibanding dengan warna gelap, sehingga warna terang lebih cepat menarik perhatian walaupun pada jarak penglihatan yang jauh. c. Untuk menciptakan suatu citra, warna disesuaikan untuk mencerminkan atau menggambarkan identitas acara. d. Untuk memperindah. e. Untuk menciptakan keterbacaan yang maksimum, biasanya digunakan warna kontras untuk sesuatu yang ingin ditonjolkan.
20
f. Untuk membangkitkan minat dalam mode, warna dapat mencerminkan trend yang sedang berlangsung. 2. Tipografi Pengertian tipografi yang di kutip dari Manuale Typographicum yaitu seni memilih dan menata huruf dengan mengatur penyebarannya pada ruang-ruang yang tersedia, untuk menciptakan kesan khusus, sehingga dapat menolong dalam kenyamanan membaca.Huruf merupakan elemen dasar dari tipografi yang digunakan dalam berkomunikasi. Huruf sebagai sebuah bentuk dapat diolah atau ditata menjadi lebih indah atau didesain sedemikian rupa sesuai dengan nilai estetika dan fungsinya dengan membuat berbagai macam ekspresi (Artini Kusmiati R,1999:38). 3. Visual Effect Efek merupakan satu bentuk manipulasi data untuk memberikan hasil yang lebih memuaskan atau lebih mengesankan (itulah yang kiranya ditangkap oleh pengindraan). Contoh jenis pengubahan data, misalnya sebuah obyek yang dibuat lebih terang, dibuat lebih tajam warnanya, dan masih banyak lagi lainnya (Arisasangka Inung K, 2004:69). Sebuah bumper dapat menjadi lebih sempurna dari kenyataannya. Menggunakan pemikiran yang kreatif dan menerapkan nilai estetika yang tepat, kita dapat menciptakan karya animasi yang dramatis dengan menggunakan efek-efek (special effects) (Heru Effendy, 2002:34). 4. Ruang atau Space (background) Ruang terjadi karena adanya presepsi mengenai kedalaman sehingga terasa jauh dan dekat, tinggi dan rendah, tampak melalui indra penglihatan. Ruang kedalaman memang tidak terlihat, tetapi bisa menjadi nyata, dengan keberadaan benda-benda serta permukaan yang membatasi dan menegaskannya (Artini Kusmiati R, 1999:8).
21
5. Objek (gambar, ilustrasi, foto, clip art/seni klip) & Subject matter Untuk menampilkan objek (hal, perkara, benda atau model yang menjadi pokok utama, yang diperhatikan atau menjadi titik pusat perhatian) perlu adanya pemikiran yang serius. Objek dapat menjadi simbol. Simbol terdiri dari perumpamaan metafora dan alegori, untuk itu petunjuk merancang simbol yaitu menciptakan visual sederhana, menampilkan informasi atau mengekspresikan makna, menciptakan sebuah tanda yang berbeda, menciptakan desain yang mudah dikenali dengan cepat, dan mendesain sebuah simbol yang sesuai dengan ide atau sesuatu yang disajikan (Suyanto M, 2005 :174). 2.2.2.2. Identitas Visual pada Bumper Aplikasi dari keterampilan seni dan komunikasi untuk kebutuhan bisnis dan industri (yang biasa disebut seni komersial) meliputi penciptaan identitas visual untuk desain informasi, dan secara visual menyempurnakan pesan dalam publikasi. Pengertian identitas visual dari sudut pandang seorang desainer identitas merupakan sesutau yang dibentuk, didesain, direkayasa, atau singkatnya dikontruksi (dan direkontruksi) (Idham B. Setiadi, 2004:24). Pengertian Identitas visual mencangkup jangkauan yang lebih luas, yaitu menunjukkan kepada khalayak ramai tentang ciri khas, kepribadian, kejayaan, kepercayaan, serta kualitas suatu produk atau jasa dari suatu perusahaan. Dalam sebuah bumper acara, identitas visual atau gambaran terpadu mengenai karakteristiknya dapat terlihat pada unsur-unsur visual yang dibangun pada bumper acara tersebut.
2.2.3. Isyarat Wajah Studi tentang isyarat wajah sebagai ekspresi emosi khusus memiliki riwayat yang panjang. Salah satu ilmuwan yang paling terkenal menguji hal ini adalah Charles Darwin. Darwin mencoba menemukan apakah isyarat wajah yang berhubungan dengan emosi tertentu bersifat universal. Metode yang digunakannya 22
adalah meminta subjek untuk mengidentifikasi emosi khusus yang tampak dari foto-foto wajah orang. Dalam buku The Expression of the Emotion in Man and Animals (1872) dalam Komunikasi Kinesik : Isyarat Wajah (Facial Sign), Darwin menyajikan beberapa kesimpulan dan pemikiran tentang perilaku ekspresif. Menurut Darwin, sebagian besar dari tindakan ekspresif manusia, seperti halnya binatang, merupakan perilaku yang bersifat instinktif, bukan hasil belajar. Sebagai contoh, “Kita mungkin melihat anak-anak berusia 2 atau 3 tahun, bahkan yang dilahirkan tunanetra, wajahnya memerah bila merasa malu”.
2.2.4. Semiotika Semiotika adalah ilmu tentang tanda atau gambar atau simbol bahasa rupa yang bisa memiliki banyak makna. Suatu gambar bisa memiliki makna tertentu bagi sekelompok orang tertentu, namun bisa juga tidak berarti apa-apa bagi kelompok yang lain. Tradisi semiotika terdiri atas sekumpulan teori tentang bagaimana tandatanda merepresentasikan benda, ide, keadaan, situasi, perasaan, dan kondisi di luar tanda-tanda itu sendiri. Penyelidikan tanda-tanda tidak hanya memberikan cara untuk melihat komunikasi, melainkan memiliki pengaruh yang kuat pada hampir semua perspektif yang sekarang diterapkan pada teori komunikasi. Terdapat banyak teori komunikasi yang berangkat dari pembahasan seputar simbol. Keberadaan simbol menjadi penting dalam menjelaskan fenomena komunikasi. Semiotika dapat dibagi menajdi 3 area kajian, yaitu : 1) Semantik berbicara tentang bagaimana tanda-tanda berhubungan dengan yang ditunjuknya atau apa yang ditunjukkan oleh tanda-tanda. Contoh pertanyaan yang lebih halus adalah “Arti-arti apa saja yang dibawa oleh tanda ke dalam pikiran seseorang dalam suatu situasi?” 2) Sintaktik atau kajian hubungan di antara tanda-tanda. Tanda-tanda sebetulnya tidak pernah berdiri sendiri. Hampir semuanya selalu menjadi bagian dari sistem tanda atau kelompok tanda yang lebih besar yang diatur dalam cara-cara tertentu.
23
3) Pragmatik, memperlihatkan bagaimana tanda-tanda membuat perbedaan dalam kehidupan manusia atau penggunaan praktis serta berbagai akibat dan pengaruh tanda pada kehidupan sosial. Kita harus memiliki pemahaman bersama bukan hanya pada kata-kata, tetapi juga pada struktur bahasa, masyarakat, dan budaya agar komunikasi dapat mengambil perannya. Secara etimologis istilah semiotika berasal dari bahasa Yunani “semeion” yang berarti ’tanda’(Sudjiman dan van Zoest, 1996: vii) atau seme, yang berarti ”penafsir tanda” (Cobley dan Jansz, 1999: 4) (dalam Sobur, .2004: 16). Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah basis dari seluruh komunikasi (Littlejohn, 1996:64, dalam Sobur, 2006:16). Charles Sanders Peirce (Littlejohn, 1996:4, dalam Sobur, 2006:16) mendefinisikan semiosis sebagai “a relationship among a sign, an object, and meaning” (sesuatu hubungan diantara tanda, objek, dan makna). Semiotika kemudian didefinisikan sebagai studi tentang tanda dan cara tanda-tanda itu bekerja. Adapun nama lain dari semiotika adalah semiologi. Jadi sesunguhnya kedua istilah ini mengandung pengertian yang persis sama, walaupun penggunaan salah satu dari kedua istilah tersebut biasanya menunjukkan pemikiran pemakainya; mereka yang bergabung dengan Peirce menggunakan kata semiotika, dan mereka yang bergabung dengan Saussure menggunakan kata semiologi. Namun yang terakhir, jika dibandingkan dengan yang pertama, kian jarang dipakai (van Zoest, 1993: 2). Tommy Christomy, 2001: 7 dalam Sobur, 2004: 12) menyebutkan adanya kecenderungan, istilah semiotika lebih populer daripada istilah semiologi sehingga para penganut Saussure pun sering menggunakannya. Pokok perhatian semiotika adalah tanda. Tanda itu sendiri adalah sebagai sesuatu yang memiliki ciri khusus yang penting. Pertama, tanda harus dapat diamati, dalam arti tanda itu dapat ditangkap. Kedua, tanda harus menunjuk pada sesuatu yang lain. Artinya bisa menggantikan, mewakili dan menyajikan.
24
Semiotika sebagai salah satu kajian media massa telah menjadi pendekatan penting dalam teori media sejak akhir tahun 1960-an, sebagai hasil pengembangan Roland Barthes. Menurut Roland Barthes, semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah seperangkat yang dipakai dalam rangka upaya berusaha mencapai jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Ia pun membedakan dua pengertian (signification) dari semiotika yaitu denotasi dan konotasi. Denotasi adalah level deskriptif dan harafiah makna yang disepakati seluruh anggota budaya. Pada level konotasi, makna dihasilkan oleh hubungan antara signifier dan budaya secara luas yang mencakup kepercayaan-kepercayaan, tingkah laku, kerangka kerja dan ideology dari sebuah formasi sosial. Semiologi, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memakai hal-hal (things), memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda. (Sobur, 2003:15). Semiotika Barthes merupakan pengembangan dari semiotika Saussure dengan menyelidiki hubungan antara tanda (signifier) dan petanda (signified) pada sebuah tanda (sign). Hubungan penanda dan petanda bukanlah kesamaan tapi ekuivalen. Bukannya yang kemudian membawa pada yang lain tetapi hubunganlah yang menyatukan keduanya (Kurniawan, 2001:22). Saussure sangat tertarik pada relasi signifier dengan signified dan satu tanda dengan tanda-tanda yang lain. Minat Saussure pada relasi signifier dengan signified telah berkembang menjadi perhatian utama di dalam tradisi semiotika Eropa. Saussure sendiri memusatkan perhatiannya untuk megartikulasikan teori linguistik dan membuatnya semata-mata mendalami bidang studi yang mungkin dia sebut semiologi. Saussure membagi tanda terdiri atas signifier dan signified. Signifier (penanda) adalah bunyi atau coretan bermakna, sedangkan signified adalah gambar mental atau konsep sesuatu dari Signifier (penanda). Hubungan antara keberadaan fisik tanda atau konsep mental tanda tersebut dinamakan signification. Dengan kata lain signification ada upaya memberi makna
25
terhadap dunia (fiske, 2004:66). Semiotika, sebagaimana dijelaskan oleh Fedinand de saussure adalah “ilmu yang mempelajari peran tanda (sign) sebagai bagian dari kehidupan sosial”. Semiotika adalah ilmu yang mempelajari struktur, jenis, tipologi, serta relasirelasi tanda dalam penggunaan ya di dalam masyarakat.Oleh sebab itu, semiotika mempelajari relasi diantara komponen-komponen tersebut dengan masyarakat penggunanya. Peirce (dalam Zoest 1978: 1) mengatakan semiotik adalah cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi pengunaan tanda. Sementara Preminger (dalam Pradopo, 2003: 119) berpendapat semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda.Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial/ masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda, semiotik itu mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, dan konvensi-konvensi yang memungkikan tandatanda tersebut mempunyai arti. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa semiotika adalah ilmu untuk mengetahui tentang sistem tanda, kovensi-konvensi yang ada dalam sastra dan makna yang tekandung di dalamnya. 2.2.4.1. Teori Tanda dari Peirce Tanda adalah perangkat yang dipakai dalam upaya mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia, dan bersama-sama manusia. Suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya sendiri, untuk menghasilkan makna, dan makna (meaning) ialah hubungan antara suatu objek atau ide dan suatu tanda (Littlejohn, dalam Sobur 2004:64). Definisi tanda Peirce adalah : A sign, or representamen, is something which stands to somebody for something in some respect or capacity. It addressed somebody, that is, creates in the mind of that person an equivalent sign which perhaps a more developed sign. That sign which it creates I call interpretant of the first sign.
26
The sign stands for something, its objectit stands for that object not in all respects, but in reference to a sort of idea. Suatu tanda atau representamen adalah sesuatu yang bagi seseorang mewakili sesuatu yang lain dalam kaitan atau kapasitas tertentu. Tanda mengarah kepada seseorang yakni, menciptakan penafsiran dalam pikiran orang lain, suatu tanda lain yang setara atau suatu tanda yang lebih berkembang. Tanda yang tercipta itu disebut interpretant dari tanda yang pertama. Suatu tanda yang pertama mewakili suatu objek. Tanda yang pertama mewakili objeknya tidak dalam sembarang kaitan tetapi dalam kaitan dengan suatu gagasan tertentu. Ada tiga komponen dalam tanda Peirce, yaitu representament (sign), interpretant, dan object. Karena itu definisi tanda Peirce dikenal sebagai tradic bersisi tiga. Berikut gambar segitiga tanda Peirce
Gambar 2.1 Elemen-elemen Makna dari Peirce (John Fiske, Cultural and Communication Studie, 2011:63) Sesuatu dapat disebut representament jika memenuhi dua syarat yaitu, pertama bisa dipersepsi, baik dengan panca indera maupun dengan pikiran atau perasaan dan ke dua berfungsi sebagai tanda. Jadi representament bisa apa saja asalkan berfungsi sebagai tanda yang dapat mewakili sesuatu yang lain. Object adalah komponen yang diwakili tanda, objek merupakan sesuatu yang lain. Komponen bisa berupa materi yang tertangkap pancaindra, bisa juga bersifat mental
27
atau imajiner. Interpretant artinya berupa istilah lain yang oleh Peirce disebut significance, signification, dan interpretatio. Charles Sanders Peirce mengembangkan filsafat pragmatis melalui kajian semiotik. Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi disebut ground. Konsekuensinya tanda selalu terdapat dalam hubungan triadic, yakni ground, object dan interpretant . Atas dasar hubungan ini, Peirce membuat hubungan klasifikasi tanda. Tanda yang dikaitkan dengan ground dibagi menjadi qualisign, sinsign, dan legisign. Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda. Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda. Sedangkan legisign adalah norma yang dikandung oleh tanda. Peirce membedakan tiga konsep dasar semiotik, yaitu sintaksis semiotik, semantik semiotik dan pragmatik semiotik. Sintaksi semiotik mempelajari hubungan antartanda. Hubungan ini tidak terbatas pada sistem yang sama, contoh teks dalam gambar wacana iklan merupakan dua sistim tanda yang berlainan, akan tetapi keduanya saling bekerja sama dalam membentuk keutuhan wacana iklan. Semantik semiotik mempelajari hubungan antara tanda, objek, dan interpretannya. Ketiganya membentuk hubungan dalam melakukan proses semiotik. Konsep semiotik ini akan digunakan untuk melihat hubungan-hubungan tanda dalam iklan yang mendukung keutuhan wacana. Pragmatik semiotik mempelajari hubungan antara tanda dan pemakai tanda. Berdasarkan objek, Peirce membagi tanda atas ikon, indeks, dan simbol. Ikon adalah tanda yang berhubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Dengan kata lain, ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan, misalnya foto. Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab-akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan, misalnya asap sebagai tanda adanya api. Tanda seperti itu adalah tanda konvensional yang biasa disebut simbol. Jadi simbol adalah tanda yang
28
menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya. Hubungan diantaranya bersifat arbitrer, hubungan berdasarkan konvensi masyarakat. Berdasarkan interpretant, tanda dibagi atas rheme, dicentsign, dan argument. Rheme adalah tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan pilihan. Dicentsign adalah tanda sesuai dengan kenyataan. Sedangkan argument adalah yang langsung memberikan alasan tentang sesuatu. Peirce (dalam Sukada, 1987: 35) menawarkan tiga kelompok tanda berdasarkan jenis hubungan antara item pembaca makna, dengan item yang ditunjukkannya : 1. Ikon, adalah tanda yang menggunakan kesamaan, atau ciri-ciri bersama, dengan apa yang dimaksudkannya. Misalanya, kesamaan antara sebuah peta dengan wilayah geografis yang digambarkannya. 2. Indeks, adalah suatu tanda yang mempunyai kaitan kausal dengan apa yang diwakilinya. Misalnya asap merupakan suatu tanda adanya api, dan arah angin menunjukkan suatu tanda cuaca. 3. Simbol, adalah hubungan antara item penanda dengan item yang ditandainnya, yang tidak bersifat alamiah, melainkan merupakan kesepakatan masyarakat semata-mata. Misalnya, gerakan tangan yang bergetar dan lampu merah berarti ”berhenti” pada dasarnya contoh utama jenis ini adalah kata-kata yang menunjukkan suatu bahasa. Peirce (dalam Zoest, 1996) juga membagi tanda atas tiga bagian menurut sifat penghubungan tanda dan denotatum, yaitu: 1. Ikon adalah tanda yang ada sedemikian rupa sebagai kemungkinan tanpa tergantung pada adanya sebuah denotatum, tetapi dapat dikaitkan dengan atas dasar suatu persamaan yang secara potensial dimilikinya. Definisi mengimplikasikan bahwa segala sesuatu merupakan ikon, karena semua yang ada dalam kenyataan dapat dikaitkan dengan suatu yang lain. 2. Indeks adalah tanda yang dalam hal corak tandanya tergantung dari adanya sebuah denotatum, dalam hal ini, hubungan antara tanda dan denotatum adalah bersebelahan. Kita katakan, tidak ada asap tanpa api. Memang asap dapat dianggap sebagai tanda untuk api dan dalam hal ini ia merupakan indeks. 3. Simbol adalah tanda yang hubungan antara tanda dan denotatumnya ditentukan oleh suatu peraturan yang berlaku umum. Bila seseorang menanyakan sesuatu pada saya dan saya menggerakkan kepala dari atas kebawah, si penanya akan 29
mengangguk bahwa saya mengiyakan pertanyaannya. Ia menghubungkan mengangguk dengan denotatum yang dapat kita sebut ”iya” atau membenarkan. Selanjutnya Peirce (dalam Sobur : 41) berdasarkan objeknya membagi tanda dalam ikon, indeks, dan simbol. 1. Ikon adalah tanda yang hubungan antara tanda dengan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain, ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan misalnya, potret, dan peta. 2. Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Contoh yang palin jelas ialah asap sebagai tanda adanya api. 3. Simbol tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya. Hubungan ini bersifat arbitrer atau semena berdasarkan konvensi masyarakat. Misalnya, berbagai gerakan (anggota) badan menandakan maksudmaksud tertentu seperti mengacungkan ibu jari kearah seorang anak yang berprestasi dalam belajar merupakan simbol bahwa ia sangat bagus dan pintar dari anak lainnya.
2.3. Kerangka Pemikiran Dalam sebuah program televisi dibutuhkan sebuah visualisasi yang dapat menggambarkan identitas program tersebut, begitu pun dengan talkshow “Sarah Secahan”. Bentuk visualisasi tersebut dapat berupa Opening Break Bumper (OBB) atau yang lebih sering dikenal dengan bumper, lalu bumper in atau bumper out, dan tempates. Kemunculan unsur visualisasi dalam sebuah program televisi memiliki durasi yang singkat namun sebuah komunikasi visual dapat menjadi informasi bagi pemirsa mengenai jenis dan karakteristik serta mencitrakan konsep atau memvisualisasikan identitas program tersebut pada saat perancangan visual muncul. Penelitian ini fokus pada bumper “Sarah Sechan” dalam membentuk visualisasi progam. Karena bumper menjadi salah satu bagian dari identitas visual yang nampak dalam program televisi dan digunakan pada saat on air sebagai pengisi jeda antar program acara. Dalam bumper terdapat tanda-tanda visual yang 30
dapat diteleti seperti warna, tipografi, gambar, dan layout yang masing-masing elemen memiliki makna tersendiri dalam menggambarkan sebuah program. Sehingga bumper memberikan kontribusi pada pembangunan sebuah identitas program televisi yang nanti akan diapresiasi oleh penonton. Akan tetapi bumper saat ini sering digunakan untuk memasuki atau keluar dari sebuah slot iklan, bumper ini biasa disebut bumper in dan bumper out. Bumper juga dapat mempengaruhi sensasi persepsi manusia dan juga mampu mempersuasi penonton sama halnya dengan kekuatan iklan televisi. Pemunculan bumper dilakukan secara berulang dan periodik sehingga menjadi sebuah reminder bagi image program televisi. Visualisasi bumper “Sarah Sechan” memiliki keunikan dari segi konsep yang digunakan. Desaigner yang merancang bumper tersebut menggunakan beberapa macam warna sebagai latar belakang gambar dan menampilkan beberapa ekspresi wajah Sarah Sechan (pembawa acara) serta penggunaan dua jenis font (huruf) untuk memvisualisasikan identitas program. Untuk membaca makna dalam bumper tersebut, maka digunakan analisis semiotika Charles S.Peirce sebagai metode penelitian karena dapat membaca teks media termasuk bumper. Metode semiotika digunakan sebagai pendekatan untuk menganalisis teks media dengan asumsi bahwa media itu dikomunikasikan melalui tanda-tanda. Teks media yang tersusun tidak membawa makna pesan tunggal. Teks media biasanya mempunyai ideologi idominan yang tercipta melalui tanda tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa teks media mempunyai kepentingan-kepentingan tertentu. Analisis semiotika Pierce menawarkan tiga kelompok tanda berdasarkan jenis hubungan antara item pembaca makna, dengan item yang ditunjukkannya yaitu ikon, simbol, dan indeks.
31
Konsep visual identitas program
Bumper program talkshow
Identitas visual program talkshow
Analisis Semiotika Charles S. Peirce ikon, indeks, simbol
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
32
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Objek Penelitian Pengertian objek penelitian yang dikemukakan oleh Husein Umar (2007:303), menyatakan bahwa objek penelitian adalah sebagai berikut, “Objek penelitian menjelaskan tentang apa atau siapa yang menjadi objek penelitian dilakukan.Bisa juga ditambahkan hal-hal lain jika dianggap perlu”. Sedangkan Pengertian objek penelitian yang dikemukakan oleh Nur Indriantoro dan Bambang Supomo (2007:56), menyatakan bahwa objek penelitian adalah sebagai berikut, “Objek penelitian adalah karakteristik tertentu yang mempunyai nilai, skor atau ukuran yang berbeda untuk unit atau individu yang berbeda atau merupakan konsep yang diberi lebih dari satu nilai”. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa objek penelitian merupakan sasaran ilmiah dengan tujuan dan kegunaan tertentu untuk mendapatkan data tertentu. Objek dalam penelitian ini adalah visualisasi program dalam bumper program televisi "Sarah Sechan". Peneliti akan melakukan analisis semiotik terhadap bumper tersebut dan melihat tanda serta makna yang terkandung dalam setiap tanda-tanda visual.
3.2. Paradigma Penelitian Denzin & Lincoln (1994:105) mendefinisikan paradigma sebagai: “Basic belief system or worldview that guides the investigator, not only in choices of method but in ontologically and epistomologically fundamental ways.” Pengertian tersebut mengandung makna paradigma adalah sistem keyakinan dasar atau cara memandang dunia yang membimbing peneliti tidak hanya dalam memilih metoda tetapi juga cara-cara fundamental yang bersifat ontologis dan epistomologis. Secara
33
singkat, Denzin & Lincoln (1994:107) mendefinisikan “Paradigm as Basic Belief Systems
Based
on
Ontological,
Epistomological,
and
Methodological
Assumptions.”Paradigma merupakan sistem keyakinan dasar berdasarkan asumsi ontologis, epistomologis, dan metodologi. Denzin & Lincoln (1994:107) menyatakan, “A paradigm may be viewed as a set of basic beliefs (or metaphysics) that deals with ultimates or first principle.” Suatu paradigma dapat dipandang sebagai seperangkat kepercayaan dasar (atau yang berada di balik fisik yaitu metafisik) yang bersifat pokok atau prinsip utama. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma adalah ideology dan praktik suatu komunitas ilmuan yang menganut suatu pandangan yang sama atas realitas, memiliki seperangkat kriteria yang sama untuk menilai aktivitas penelitian dan menggunakan metode serupa.(Anderson) dalam (Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Komunikasi, 2003) Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan yaitu kualitatif dengan paradigma konstruktivis. Karena konstruktivis ialah paradigma di mana kebenaran suatu realitas sosial dilihat sebagai hasil konstruksi sosial, dan kebenaran suatu realitas sosial bersifat relatif. Sehingga paradigma kualitatif konstruktivis ini digunakan peneliti untuk melihat sebuah realitas dari sebuah bumper program televisi yang merupakan hasil konstruksi manusia (designer). Karena realitasrealitas yang ada dalam bentuk konstruksi mental yang bersifat ganda, didasarkan secara sosial dan pengalaman, lokal dan khusus bentuk dan isinya, tergantung pada mereka yang mengemukakannya. Guba (1990:25) menyatakan, “But philosophers of science now uniformly believe that facts are facts only within some theoretical framework (Hesse, 1980). Thus the basis for discovering “how things really are” and “really work” is lost. “Reality” exist only in the context of mental framework (construct) for thinking about it.” Kutipan tersebut mempunyai arti ahli-ahli filsafat ilmu pengetahuan percaya bahwa fakta hanya berada dalam kerangka kerja teori (Hesse, 1980). Basis untuk
34
menemukan “sesuatu benar-benar ada” dan “benar-benar bekerja” adalah tidak ada. Realitas hanya ada dalam konteks suatu kerangka kerja mental (konstruk) untuk berpikir tentang realitas tersebut.Ini berarti realitas itu ada sebagai hasil konstruksi dari kemampuan berpikir seseorang.
3.3. Metode Penelitian Pengertian metode penelitian menurut Sugiyono (2008:4), menyatakan bahwa metode penelitian adalah sebagai berikut : “Metode Penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan, dan dikembangkan suatu pengetahuan sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah”. Dalam sebuah penelitian, seorang peneliti perlu menetapkan metode penelitian yang akan dipakai agar mempermudah lanhkah-langkah penelitian sehingga masalah dapat diselesaikan. Metode yang dipilih berhubungan erat dengan prosedur, alat, serta desain penelitian yang digunakan.” (Mohammad Nazir, 2003:44) Dalam penelitian ilmiah dikenal dua jenis penelitian yaitu penelitian dengan pendekatan kuantitatif atau penelitian kuantitatif dan penelitian dengan pendekatan kualitatif atau penelitian kualitatif. Poerwandari (1998:17) menyatakan penelitian kualitatif dilakukan untuk mengembangkan pemahaman. Penelitian kualitatif membantu mengerti dan menginterpretasi apa yang ada di balik peristiwa, latar belakang pemikiran manusia yang terlibat di dalamnya, serta bagaimana manusia meletakkan makna pada peristiwa yang terjadi. Pengembangan hukum umum tidak menjadi tujuan penelitian, upaya-upaya mengendalikan atau meramalkan juga tidak menjadi aspek penting. Aspek subjektif manusia menjadi hal penting. Dalam penelitian ini tipe penelitian adalah kualitatif karena penelitian kualitatif merupakan penelitian yang digunakan untuk menyelidiki, menemukan, menggambarkan, dan menjelaskan kualitas atau keistimewaan dari pengaruh sosial yang tidak dapat dijelaskan, diukur atau digambarkan melalui pendekatan kuantitaif (Saryono, 2010: 1).
35
3.4. Unit Analisis Data Menurut Hamidi (2005: 75-76) menyatakan bahwa unit analisis adalah satuan yang diteliti yang bisa berupa individu, kelompok, benda atau suatu latar peristiwa sosial seperti misalnya aktivitas individu atau kelompok sebagai subjek. Unit analisis data dari penelitian ini adalah tanda-tanda visual yang terdapat pada bumper program televisi "Sarah Sechan", seperti warna. Pemilihan warna yang tepat merupakan proses yang sangat penting dalam mendesain identitas visual. Untuk itu dibutuhkan riset yang mendalam mengenai beberapa bidang, antara lain psikologi, budaya, dan komunikasi. teks, gambar, dan layout. Selanjutnya adalah tipografi atau huruf. Huruf menjadi sesuatu yang memiliki makna ganda, huruf dapat menjadi sesuatu yang dapat dilihat (bentuk atau rupa huruf) dan dapat menjadi sesuatu yang dapat dibaca (kata/kalimat). Selain itu huruf memiliki makna yang tersurat (pesan atau gagasan) dan makna yang tersirat (kesan). Selain itu pengaruh perkembangan teknologi digital yang sangat pesat pada masa kini membuat makna tipografi semakin meluas. Menurut Rustan (2001:16) tipografi dimaknai sebagai “segala disiplin yang berkenaan dengan huruf”. Tanda visual lainnya adalah gambar atau objek yang merupakan komunikasi ringkas, berupa tanda yang dapat mengungkapkan suatu makna dengan mudah dan cepat. Seperti bentuk dasar kotak yang memiliki arti stabil, diam, kokoh, teguh, rasional, keunggulan teknis, formal, sempurna, dapat diandalkan, kejujuran, integritas. (Rustan, 2009). Kemudian tata ruang atau lay out serta teknik pengambilan gambar yang berkaitan dengan semiotika. Tabel 3.1 Teknik pengambilan gambar Signifier (Shot)
Definition
Signified (Meaning)
Close Up
Face only
Intimacy
36
Medium Shot
Most of body
Personal relationship
Long Shot
Setting and characters
Context,
csope,
public
distance Full Shot
Full body of person
Social relationship
(Sumber : Berger, A. A. (1998). Media Analysis Techniques (2nd Ed). Thousand Oaks, CA : Sage Publication)
Tabel 3.2 Teknik pengambilan gambar dan sudut pandang Penanda (Signifier)
Menandakan (Signified)
Pengambilan Gambar Big Close-up
Emosi, dramatik, peristiwa penting
Close Up
Intimitas, kedekatan
Medium Shot
Hubungan personal yang intens dengan
Long Shot
subyek Konteks, perbedaan publik
Sudut Pandang (Angle) High
Dominasi, otoritas, kekuasaan
Eye level
Kesamaan derajat, kesejajaran
Low
Obyek
dominasi,
dikuasai,
kekurangan
otoritas
(Selby, K & Cowdery, R (1995). How to Study Televisison. London MacMillan)
3.5. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data adalah hal yang sangat penting dalam penelitian karena tujuan dari penelitian adalah untuk memperoleh data.Menurut Sugiyono
37
(2005: 63) terdapat beberapa teknik pengumpulan data yaitu observasi, wawancara, dokumentasi. Dalam membuat suatu penelitian ilmiah maka data merupakan hal yang sangatlah penting karena data ini yang nantinya akan membantu penulis dalam menganalisis sebuah kasus, sehingga dapat dicocokkan apakah kasus tersebut terjadi sesuai dengan data-data yang ada ataukah tidak. Menurut Blaxter, et. al. (2001:229), data itu dapat terdiri dari tanggapan-tanggapan terhadap sebuah kuesioner ataupun transkripsi-transkipsi wawancara, catatan-catatan atau rekamanrekaman observasi serta dokumen dan data juga bisa terdiri dari yang bersifat numerik ataupun kata-kata. Selain metode pengumpulan data, sumber dari data yang diperoleh juga sangatlah patut untuk diketahui. Menurut Silalahi (2006:265), sumber data ini terbagi menjadi dua yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber primer ini adalah suatu objek ataupun dokumen asli yang berupa material mentah dari pelaku utamanya yang disebut sebagai first-hand information. Data-data yang dikumpulkan di sumber primer ini berasal dari situasi langsung yang aktual ketika suatu peristiwa itu terjadi (Silalahi, 2006:266). Sumber data primer itu sendiri bisa berasal dari individu, kelompok fokus ataupun satu kelompok responden. Data primer ini memiliki kelebihan serta kekurangan, dimana kelebihannya adalah data yang didapatkan ini akan sesuai dengan tujuan penelitian dari peneliti dan dikumpulkan dengan prosedur-prosedur yang ditetapkan serta dikontrol oleh peneliti. Sementara kekurangannya adalah pengumpulan data secara primer ini biasanya akan menghabiskan banyak biaya serta waktu sehingga menjadi tidak efisien (Silalahi, 2006:266). Sumber data yang kedua adalah sumber data sekunder dimana ini berarti data yang dikumpulkan ini berasal dari tangan kedua atau sumber-sumber lain yang telah tersedia sebelum penelitian dilakukan (Silalahi, 2006:266). Menggunakan data primer memang terlihat sangatlah baik dan begitu akurat dalam penelitian, namun, jika hanya menggunakan data primer maka data tersebut 38
belum tentu secara valid dapat digunakan untuk membuat solusi terhadap suatu masalah sehingga disini data sekunder juga perlu untuk dikumpulkan dan dianalisis bersama dengan data primer (Silalahi, 2006:268). Data primer dalam penelitian ini yaitu persepsi peneliti, dalam hal ini peneliti akan memberikan pemikiran dalam memahami tanda-tanda visual yang terdapat dalam bumper dengan analisis semiotik. Sedangkan data sekunder dalam penelitian adalah persepsi dari perancang bumper program televisi “Sarah Sechan”, persepsi ini dibutuhkan untuk menambah jawaban dari penelitian.Selain itu juga dasar-dasar teori dan penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian digunakan peneliti untuk mendukung analisis penelitian.
3.6. Teknik Analisis Data Analisis data pada hakekatnya adalah pemberitahuan peneliti kepada pembaca tentang apa yang hendak dilakukan terhadap data yang telah dikumpulkan, sebagai cara yang nantinya bisa memudahkan peneliti dalam memberi penjelasan dan mencari interpretasi dari responden atau menarik kesimpulan. Menurut Hamidi (2005: 78-79), menyatakan bahwa analisa data dalam penelitian dengan kualitatif pada prinsipnya berproses secara induksiinterpretasikonseptualisasi. Dengan demikian laporan lapangan yang detail (induksi) dapat berupa data yang lebih mudah dipahami, dicarikan makna sehingga ditemukan pikiran apa yang tersembunyi di balik cerita mereka (interpretasi) dan akhirnya dapat diciptakan suatu konsep (konseptualisasi). Untuk menjawab pertanyaan dalam penelitian ini digunakan teknik analisis semiotika Charles. S. Peirce. Semiotika dapat meneliti berbagai teks. Teks disini adalah pengertian dalam arti luas. Teks tidak hanya dibatasi pada aspek tulisan atau linguistik saja. Semiotik dapat meneliti teks dimana tanda – tanda terkodefikasi dalam sebuah sistem. Dengan demikian semiotik dapat meneliti bermacam – macam teks, seperti berita, iklan, drama dan sebagainya.
39
Untuk mendapat kemudahan dalam pemahaman seseorang dalam mempelajari sebuah media, maka metode semiotika digunakan sebagai pendekatan untuk menganalisis teks media dengan asumsi bahwa media itu dikomunikasikan melalui tanda-tanda. Teks media yang tersusun tidak membawa makna pesan tunggal. Teks media biasanya mempunyai ideologi idominan yang tercipta melalui tanda tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa teks media mempunyai kepentingankepentingan tertentu. Peneliti tertarik menggunakan semiotika Pierce karena memang analisis yang digunakan tentang esensi tanda mengarah pada pembuktian bahwa setiap tanda ditentukan oleh obyeknya. Pertama dengan mengikuti sebuah obyek, ketika kita menyebut tanda sebuah ikon. Kedua, menjadi kenyataan dan keberadaannya berkaitan dengan obyek individual, ketika kita menyebut tanda sebuah indeks. Ketiga, kurang lebih perkiraan yang pasti bahwa hal itu dinterpretasikan sebagai obyek denotatif sebagai akibat dari suatu kebiasaan ketika kita menyebut tanda sebuah simbol (Sobur, 2006:35). Ikon, indeks, simbol merupakan perangkat hubungan antara dasar (bentuk), objek (referent), dan konsep (intepretant atau reference). Bentuk biasanya menimbulkan persepsi dan setelah dihubungkan dengan objek akan menimbulkan intepretant. Proses ini merupakan proses kognitif dan terjadi dalam memahami pesan dalam bumper (Tinaburko, 2009).
40