BAB II VALUE PROPOSITION
2.1 ANALISIS INDUSTRI (INDUSTRY ANALYSIS) 2.1.1 Industri kosmetik di Indonesia Jumlah populasi Indonesia yang mencapai 245 juta jiwa memiliki potensi pasar yang besar untuk produk-produk kecantikan. Menurut data dari lembaga riset pemasaran EuroMonitor International, nilai industry kosmetik Indonesia mencapai lebih dari USD 5 miliar dengan rata-rata pertumbuhan 12% per tahun. Meskipun terjadi krisis keuangan pada tahun 2009, namun industry kecantikan di Indonesia tidak terkena dampaknya. Bahkan Indonesia diprediksi menjadi Negara dengan potensi pertumbuhan terbesar di Industri kecantikan. (OKEZONE, 2013) Selain itu
Indonesia menempati urutan ke-16 sebagai negara dengan
perekonomian terbesar di dunia (McKinsey Global Institute, 2012). Persatuan
perusahaan
kosmetik
Indonesia
(Perkosmi)
memperkirakan bahwa penjualan kosmetik dapat tumbuh hingga mencapai 11,22 triliun rupiah, yang mana naik 15% dari tahun 2012. Sedangkan dari sisi ekspor, pertumbuhan industry kosmetik diperkirakan tumbuh 20% atau naik sebesar USD 406 juta. Apa saja yang menjadi penyebab naiknya volume penjualan kosmetik di Indonesia? Ketua umum perkosmi, Nuning S. Barwa menilai bahwa hal ini dikarenakan
13
14
meningkatnya permintaan dari pasar kelas menengah. Selain itu, pertumbuhan kosmetik ini juga didorong oleh tren penggunaan kosmetik oleh kaum pria. Pemerintah Indonesia pun juga tidak tinggal diam. Melihat kondisi yang sangat kondusif saat ini, pemerintah memberikan insentif lebih untuk mendorong perkembangan Industri kosmetik di Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing, khususnya dalam menghadapi persaingan dengan produk ekspor. Insentif yang diberikan pemerintah kepada pemain dengan memberikan pembebasan bea masuk atas impor mesin. Industry kosmetik dalam negeri juga menghadapi tantangan, khususnya dalam pasar premium, dimana brand-brand impor ini mengalami peningkatan sebesar 30% atau sebesar 500 miliar. Perkosmi juga memprediksikan peningkatan sebesar 30% menjadi 3,17 triliun pada tahun depan. Sejalan dengan tantangan yang dihadapi, peluang besar juga menanti di depan mata. Adanya pasar bebas ASEAN dan China (ACFTA) pada tahun 2015 ditambah factor kesamaan iklim, social budaya, daya beli, berpotensi membuat konsumen ASEAN memiliki preferensi yang sama dengan konsumen Indonesia. (kemenperim.go.id – Indonesia finance today) 2.1.2 Perkembangan pengguna internet di Indonesia Penggunaan teknologi informasi saat ini sangat berkembang dengan pesat. Menurut lembaga riset pasar e-marketer, populasi pengguna
15
internet i (nettter) tanah air a mencapaai 83,7 jutaa orang padaa tahun 20114. Angka A tersebut berhasill menempatkkan Indonesiia di peringkkat ke 6 dunnia dalam d jumlaah pengguna internet. Seementara itu untuk prroyeksi ke depannya, tepatnya t paada tahun t 2017,, e-marketer memperkiirakan jumllah penggunna internet di Indonesia I akkan bertambbah hingga mencapai m tottal 112 juta orang, dimaana akan a mengallahkan Jepanng yang beraada di peringgkat ke 5. Tabel 2.11: 25 negaraa terbesar berdasar pen ngguna internet
Melihhat pertumbbuhan penggguna internett di Indonesiia yang sanggat signifikan s seepanjang tahhun 2014 sam mpai 2018, bukan b mustaahil bila tahhun 2019 2 atau taahun 2020 Inndonesia dappat menggusur kedudukkan Brazil dari posisi p ke 4 setelah Cina, Amerika, dan d India. 2.1.3 Perkemban P ngan trend nge-mall n di Indonesia I Menuurut Yasraf Amir Piliaang, fenomena yang meenonjol dalaam Indonesia saaat ini, yangg menyertai kemajuan masyarakat m k ekkonomi adallah berkembang b gnya budaya konsumsi yang y ditandaai dengan beerkembangnnya
16
gaya hidup. Berbagai gaya hidup modern yang terlahir dari kegiatan konsumsi semakin beragam di daerah perkotaan. Sebut saja contohnya clubbing, nge-mall dan berolahraga di fitness center. Berkembangnya gaya hidup masyarakat perkotaan tersebut, menjadi pertanda bahwa kesejahteraan hidup masyarakat kota mengalami peningkatan. Yang mana peningkatan kegiatan konsumsi tersebut dipandang sebagai efek dari naiknya penghasilan dan taraf hidup masyarakat. Sudah menjadi kegiatan umum bahwa masyarakat Indonesia khususnya Jakarta memilih mal sebagai tempat untuk menghabiskan waktunya terutama di akhir pekan. Fungsi mal sebagai tempat belanja sangat cepat berganti menjadi one stop entertainment center dengan berbagai restoran, bioskop serta layanan lainnya. Berdasarkan artikel dari Kompas.com, 3 mall yang paling banyak dikunjungi masyarakat di kawasan ibu kota adalah Mall Kelapa Gading, Pondok Indah Mall serta Central Park Mall. Tercatat bahwa lebih dari 100.000 orang berkunjung ke mal mal tersebut saat weekday maupun weekend. Angka tersebut dapat melonjak berkali lipat apabila musim libur panjang tiba. Consumer Survey Indonesia (CSI) telah membuat sebuah penelitian dengan metode cluster selama sebulan lamanya. Jumlah respondent yang terlibat sebanyak 512 orang. Secara mengejutkan hasil penelitian tersebut menunjukan beberapa temuan menarik. Pertama, ratarata frekuensi kunjungan orang ke mal adalah 6,5 hari sekali dengan
17
variasi wanita tiap 6,1 hari sekali dan pria 7,1 hari sekali. Ini mengindikasikan wanita lebih senang pergi ke mal dan akhir pekan menjadi waktu yang pas. Temuan kedua mengenai durasi di dalam mal. Hasil riset menunjukkan rata-rata tiap orang menghabiskan 3,5 jam sekali kunjungan. Angka ini kalau dikonversikan ke satu tahun menghasilkan lama kunjungan 197 jam. Artinya, selama setahun orang mengisi hidupnya selama 197 jam di mal. Temuan berikutnya yang menarik adalah uang yang dibelanjakan. Dalam sekali kunjungan, orang menghabiskan rata-rata Rp 194.500. Ini berarti uang yang diraup mal di Jakarta dari saku seorang pengunjung adalah Rp 10.921.000 per tahun. Kalau angka ini dikalikan dengan jumlah pengunjung mal, akan menghasilkan ukuran pasar yang fantastis. (Oei, 2010) Dapat disimpulkan dari keterangan di atas bahwa mall di kota besar, khususnya Jakarta dapat menjadi pertimbangan untuk dijadikan channel usaha melihat fantastisnya perputaran uang yang terjadi serta prospeknya ternilai cukup baik untuk membuat sebuah brand dapat dikenali oleh masyarakat.
18
2.1.4 Analisa A 5 keekuatan Porrter
Gambar 2..1: The Fivee Force Thatt Shape Indu ustry Compeetition Modeel lima kekuuatan porterr adalah sebbuah keranggka kerja yaang digunakan d u untuk melakkukan analiisis industrii, pengembaangan strateegi bisnis, b sertaa mengetahuui dan memaahami letak kelemahan dan kekuattan pada p suatu bisnis. b Menuurut Porter, hakikat h perssaingan dari suatu indusstri dapat d dilihatt sebagai kom mbinasi atas 5 kekuatan,, yaitu: a. a Persainggan antar perusahaan p sejenis (Rivvalry) P Persaingan
konvensionnal
yang
terjadi
diimana
setiiap
perusahaaan berlombba untuk meerebut pangsa pasar perusahaan lain. Dalam hal h ini objekk yang diperrebutkan perrusahaan-perrusahaan tiddak lain adaalah para koonsumen. Perusahaan P y yang dapat memikat hati h konsumeen secara langsung l akkan memenaangkan perssaingan. Olleh sebab ituu berbagai cara c dilakukaan seperti, pemberian p faasilitas khusuus,
19
pembayaran sistim kredit, harga murah, hingga potongan harga tertentu. Mengenai persaingan pada industri kosmetik secara umum, tingkat persaingan memang sangat tinggi. Bahkan untuk kategori parfum, konsumen Indonesia cenderung memiliki keinginan untuk membeli brand negara barat (69%) dibandingkan dengan brand asli Indonesia (10%). Tabel 2.2: Purchase Intention for Perfumes, Western vs Domestic
Dalam kategori parfum wewangian natural untuk konsumen kelas menengah ke atas, pasar Indonesia dikuasai oleh kompetitorkompetitor kuat yang berasal dari luar negeri. Sebut saja contohnya adalah TheBodyshop, L’occitane, dan Yves Rocher. Kompetisi dengan brand global semacam mereka terlihat sulit, namun bukan berarti mustahil untuk dilakukan. Penulis masih optimis untuk menghadapi
persaingan
karena
terdapat
celah
yang
belum
20
diimplementasikan kompetitor yakni dengan menggunakan bahan dasar asli Indonesia seperti sereh dan bunga kenanga untuk pembuatan produknya. Sifat alami produk pun tetap dipertahankan dengan tidak menggunakan bahan kimia. Oleh karena itu, kami menentukan bahwa persaingan dari perusahaan sejenis adalah medium. b. Kemungkinan masuknya pemain baru (Barriers of entry) Para pendatang baru dalam sebuah industri membawa kapasitas yang baru, yakni keinginan untuk merebut pasar dan seringkali juga untuk merebut sumber-sumber penghasilan yang penting. Seriusnya ancaman masuknya pendatang baru (entry) bergantung pada kekuatan hambatan (barrier) yang ada dan reaksi dari para pesaing yang diperkirakan terjadi oleh pesaing baru tersebut. Jika garis hambatan terhadap masuknya pendatang baru itu tinggi, dan pendatang baru bisa memperkirakan munculnya feedback yang tajam dari para pesaing yang ada, jelas pendatang baru tersebut tidak melakukan sebuah ancaman yang serius. Dalam industri kosmetik, khususnya parfum, pemain baru akan relatif mudah untuk masuk atau bahkan menduplikasi produk ciptaan penulis. Pada dasarnya pembuatan parfum sendiri tidak membutuhkan modal yang berlimpah. Terlebih bahan baku yang dipakai adalah asli dari Indonesia, sehingga akan memudahkan bagi calon kompetitor lokal untuk menggunakan bahan baku sejenis.
21
Namun apabila kita berbicara mengenai parfum, maka yang pertama kali terlintas adalah aroma. Aroma yang tercipta ini terbentuk akibat formula tertentu yang dikreasikan masing masing perusahaan parfum sehingga sulit bagi mereka untuk saling meniru. Hal ini membuat tingkat diferensiasi produk sangat kuat. Maka dari itu penulis memberikan level medium untuk masuknya pendatang baru. c. Potensi pengembangan produk substitusi (Threat of Substitutes) Produk pengganti secara fungsional mempunyai manfaat yang sama dengan produk utama dan biasanya mempunyai sesuatu yang lebih rendah dari produk utama. Misalkan dari segi harga atau kualitasnya. Ancaman dari produk-produk pengganti yang dimaksud ini adalah seberapa mudah konsumen kita beralih ke produk pengganti. Dalam hal ini, potensi pengembangan produk substitusi ada dalam level high karena banyak sekali jenis kosmetik yang dapat digunakan untuk menggantikan sebuah parfum. Contohnya adalah body mist, cologne, deodorant dan lotion. Meski tidak persis sama namun semuanya bisa berperan untuk memberi wewangian pada tubuh. d. Kekuatan tawar menawar antara penjual dan pemasok (Supplier Power) Kekuatan tawar dari pihak pemasok dapat menggambarkan seberapa kuat posisi dari seorang penjual, seberapa besar pemasok memiliki peranan terhadap peningkatan harga pasokan.
22
Para pemasok akan lebih kuat apabila: ¾ Pemasukan dari pemasok tidak tergantung dari industri kita saja ¾ Produk dari pemasok memiliki nilai switching cost yang tinggi ¾ Menjadi bahan satu-satunya dalam sebuah industry ¾ Pemasok terorganisir dengan baik Segmen pasar ini menjadi kurang menarik apabila para pemasok memiliki kontrol yang tinggi terhadap pasokan dan harganya. Supaya tidak terjebak dalam situasi ini, maka kita harus memiliki banyak sumber pasokan , sehingga secara otomatis akan mengurangi ketergantungan terhadap satu pemasok saja. Dalam industri kosmetik, khususnya parfum, pihak pemasok memiliki kekuatan tawar low. Hal ini dikarenakan sudah banyak sekali pemasok yang menawarkan produk serupa, ditambah untuk kategori parfum dimana bahan pembuatannya sangat umum dijumpai. e. Kekuatan tawar menawar pembeli dan konsumen (Buyer Power) Seorang pembeli akan selalu berusaha untuk mendapatkan barang dengan kualitas yang baik dengan mengharapkan harga yang murah. Sikap dari pembeli ini akan menentukan bagi sebuah perusahaan. Misalnya, jika harga yang ditetapkan oleh sebuah perusahaan dinilai oleh pembeli terlalu tinggi (pembeli biasanya membandingkan harga dan kualitas barang sesuai asumsi mereka), maka besar kemungkinan pembeli tidak akan mau membeli barang tersebut.
23
Kekuatan tawar menawar pihak pembeli adalah saat pembeli bisa mengontrol harga dari sebuah produk (menjadi lebih murah). Adapun pembeli memiliki kontrol yang besar saat: ¾ Banyaknya barang yang tersedia lebih besar dari jumlah pembeli yang ada ¾ Pembelian dalam skala besar ¾ Switching cost dari pembeli adalah rendah ¾ Pembeli sensitif terhadap harga Untuk industri kosmetik, khususnya parfum kekuatan tawar menawar pembeli dan konsumen ada dalam tahap high. Parfum sendiri memiliki kelas. Pembeli akan cenderung membeli parfum dengan kelas yang sama seperti kondisi perekonomiannya. Misalkan konsumen menengah ke bawah mayoritas membeli parfum sekelas FMCG atau memilih versi racikan. Namun untuk kelas menengah ke atas, mereka akan cenderung memilih branded perfume yang lebih mahal tapi cenderung terjamin mutunya. Maka dari itu meski segmentasi pembeli berada dalam area yang cukup luas, namun konsumen juga memiliki berbagai macam pilihan.
2.2 ANALISA KONSUMEN (CONSUMER ANALYSIS) Consume Analysis dapat diartikan sebagai bagian dari riset pemasaran yang berpusat pada informasi mengenai profil target market dan consumer behavior dengan tujuan mendirikan segmen pasar. (Businessdictionary.com)
24
2.2.1 Market Segmentation (Segmen Pasar) Market Segmentation membagi pasar menjadi grup berisikan konsumen yang homogen yang memiliki kebutuhan dan perilaku yang sama sehingga membutuhkan bauran pemasaran yang serupa. Semakin baik tersegmen, akan semakin mudah bagi sebuah perusahaan untuk menjalankan kegiatan pemasarannya yang memang cocok dengan segmen konsumen yang ditargetnya. (Keller, 2013) a. Segmentasi geografis Segmentasi geografis membagi pasar berdasarkan unit geografis seperti negara, kota, desa, dan wilayah (Kotler dan Keller, 2012) Secara geografis, pada mulanya Lalita akan memfokuskan kota Jakarta untuk penjualan, baru selanjutnya untuk pengembangan akan dibuka lebih banyak outlet di kota besar lainnya seperti Bandung dan Surabaya. b. Segmentasi demografis Segmentasi demografis membagi pasar berdasarkan variabel seperti umur, fase hidup, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, pendapatan, SES, agama, ras dan generasi. (Kotler dan Keller, 2012) Dari sisi demografis, Lalita menargetkan konsumen dengan ciri ciri sebagai berikut: ¾ Umur: 20-30 tahun. Pada usia tersebut, penampilan sudah menjadi hal yang penting dan harus diperhatikan.
25
¾ Gender: Wanita. Penulis lebih menargetkan konsumen perempuan karena wanita pada dasarnya lebih peka terhadap
produk
kosmetik
atau
perawatan
tubuh
dikarenakan memiliki keinginan selalu tampil cantik dan menarik. Wanita juga cenderung memiliki pendekatan personal akan sebuah produk daripada pria. ¾ SES (Social Economic Status): B-A. Target SES dari Solid Perfume
ini
adalah
mempertimbangkan mengadaptasi
gaya
A
dan
B
dimana
bahwa
segmen
ini
hidup
modern,
serta
penulis
cenderung memiliki
penghasilan yang cukup mendukung kemampuan untuk membeli (daya beli) yang kuat bagi sebuah produk fragrance. ¾ Pendidikan/Pekerjaan: Mahasiswi dan karyawan muda. Kami lebih menargetkan mahasiswi dan pekerja muda yang berada di kalangan yang produktif dengan alasan mereka cenderung padat akan aktivitas dan memiliki mobilitas yang tinggi sehingga membutuhkan daily use fragrance yang praktis untuk dapat menjaga agar tubuh mereka tetap harum meskipun sudah belajar/bekerja seharian. ¾ Generasi: millenial. Generasi ini memiliki pemahaman teknologi yang cukup baik dan up to date serta cukup aktif
26
dan
paham
cara
menggunakan
media
online
dan
mengakses internet sehingga lebih dapat dijangkau oleh Lalita yang mempunyai strategi sistim online dalam penjualan dan pemasaran produknya. c. Segmentasi psikografis Segmentasi psikografis membagi pasar berdasarkan ciri ciri psikologis/sifat, gaya hidup dan nilai. Orang yang berada dalam segmen demografis yang sama bisa jadi profil psikografisnya jauh berbeda. (Kotler dan Keller, 2012) Dengan menggunakan metode etnography, penulis mencoba merancang tipe psikografis konsumen untuk Lalita dengan ciri ciri sebagai berikut: ¾ Perfume Lover Orang-orang yang sangat menyukai parfum dimana mereka mempunyai anggapan bahwa aroma parfum yang mereka pakai diesesuaikan dengan setiap occasion yang ada. Biasanya mereka memiliki berbagai macam koleksi parfum dengan berbagai merek dan aroma. ¾ Sensitive Skin Woman Orang-orang yang lebih memilih untuk membeli produk kecantikan natural karena mereka menyadari atau mempunyai pengetahuan bahwa produk natural tidak
27
membahayakan kesehatan kulit mereka, apalagi yang memiliki kulit cenderung sensitif. ¾ Busiest Lady Ever Orang-orang yang mempunyai mobilitas tinggi dimana mereka membutuhkan parfum yang mudah dibawa dan praktis dipakai. Hal ini sesuai dengan proporsi nilai fleksibilitas yang ditawarkan solid perfume. ¾ Curious Alice Produk berjenis solid perfume sendiri belum terlalu terkenal di Indonesia. Oleh karena itu kami lebih menargetkan orang-orang yang mudah penasaran dan suka mencoba hal-hal yang baru. d. Segmentasi tingkah laku Segmentasi tingkah laku membagi pasar berdasarkan pengetahuan, perilaku, penggunaan maupun respon akan sebuah produk. (Kotler dan Keller, 2012) Lalita menggunakan dua variabel dari segmentasi ini yaitu: ¾ Occasion: Konsumen berkemungkinan untuk memilih sebuah parfum berdasarkan penyesuaian dengan suatu jenis acara, misalkan wangi yang glamor dan tahan lama untuk pesta di malam hari. Dalam hal ini Lalita yang memiliki aroma yang lembut dan personal lebih menargetkan
28
konsumen yang memerlukan fragrance untuk digunakan dalam daily basis. ¾ User status: Melihat bahwa solid perfume masih belum dikenal luas di Indonesia dan belum pernah menjadi sebuah euphoria, Lalita cenderung menargetkan first-time user dan potential user. Setelah tren solid perfume perlahan dikenal, barulah Lalita juga menjangkau regular user. 2.2.2 Consumption Pattern melalui Consumer Insights Dapat dikatakan bahwa kegiatan konsumsi menitik beratkan pada sebuah proses. (Arnould, Price dan Zinkhan, 2002) Proses yang terdiri dari kegiatan sebelum, saat dan setelah konsumsi dapat dikaitkan menjadi sebuah rangkaian consumption pattern. Salah satu cara untuk menggali data guna menentukan consumption pattern adalah dengan mencari consumer insights. Consumer insights dapat diartikan menjadi proses mencari tahu secara lebih mendalam dan holistik, tentang latar belakang perbuatan, pemikiran dan perilaku seorang konsumen yang berhubungan dengan produk dan komunikasi iklannya. Consumer insights merupakan kumpulan data bersifat kualitatif yang dapat dicari melalui metode ethnography. Ethnography mencari insights sampai ke akarnya, mencari tahu ‘why do people do what they do’, tidak hanya bersumber dari perkataan responden melainkan diperkaya pula dengan hasil pengamatan, baik itu dalam bentuk aktivitas maupun foto, gambar dan simbol yang berhubungan dengan responden serta produk yang digunakannya.
29
(Maulana, 2009) Dalam hal ini penulis mengadaptasi tiga jenis teknik ethnography yakni non-participatory observation, contextual in-depth interview dan netnography. Non-participatory observation merupakan sebuah pengamatan pasif dimana pada dasarnya hanya memperhatikan dan mencatat apa yang terjadi di hadapannya. Oleh karena itu bisa dibilang tidak ada interaksi langsung antara responden dengan sang etnografer. Tujuannya adalah mencari the telling moment, yaitu hal hal mendasar yang menjelaskan aspek keseharian produk di lingkungan naturalnya. Untuk menjalankan metode ini penulis mengamati perilaku konsumen sewaktu mereka memilih dan membeli sebuah parfum di departement store dan toko pesaing. Contextual in-depth interview adalah sebuah wawancara dimana pertanyaan yang diajukan bersifat sangat terbuka dan dilakukan pada setting aslinya yaitu pada saat responden sedang berada di dalam kesehariannya. (Maulana, 2009) Dengan teknik tersebut penulis berhasil mewawancarai beberapa pelajar, mahasiswi dan karyawan muda dalam aktivitas mereka di kampus dan mall. Netnografi yang dilakukan dengan bantuan pemanfaatan internet dan teknologi merupakan metode terakhir yang dipakai oleh menulis mengingat betapa praktisnya untuk menjangkau para konsumen di jaman ini lewat perangkat digital. Metode yang dipopulerkan oleh Robert Kozinets di tahun
1997 tersebut memungkinkan penulis untuk
30
mengambil informasi secara cepat melalui online observational dari catatan-catatan diskusi di e-forum kecantikan dan online chatting via LINE dan media sosial lainnya. Berdasarkan hasil penelitian, penulis mencoba membuat tabel consumption pattern untuk produk parfum pada umumnya dengan melibatkan dua jenis status pengguna, yaitu konsumen yang memiliki interest akan produk produk kosmetik (makeup, fragrance, body care dsb) dalam intensitas heavy dan light. Tabel 2.3: Consumption Pattern akan fragrance
31
2.2.3 Consumer Behavior (Perilaku Konsumen) Perilaku konsumen dapat didefinisikan sebagai studi mengenai individu, grup maupun organisasi dan proses mengenai bagaimana mereka memilih, menyimpan, menggunakan dan membuang sebuah produk atau jasa untuk memuaskan kebutuhan mereka sekaligus dampak perilaku mereka tersebut terhadap orang lain dan lingkungannya. (Hawkins dan Mothersbaugh, 2010) Penulis melakukan pembelajaran tersebut setelah melihat fakta bahwa penting sekali untuk mengerti perilaku konsumsi dalam generasi millenial (generasi yang menjadi target konsumen Lalita, lihat 4.3.1 Segmen Pasar) karena mereka sedang berada di waktu krusial dalam membuat identitas diri dan grup. Mereka adalah subyek terbaik untuk keperluan eksplorasi mengenai hubungan antara identitas dengan konsumsi simbolik. (Wattanasuwan dan Elliot (1999) dirujuk oleh Willis (1990) a. Perilaku Dan Preferensi Konsumen Akan Parfum/Fragrance Saat ini parfum sudah menjadi bagian dan komoditas harian bagi banyak wanita. Fungsi parfum dalam memberikan aroma dan kesegaran dapat menunjang penampilan para perempuan dalam kegiatannya sehari hari. Biasanya seorang perempuan akan mulai memakai parfum begitu menginjak usia remaja. Pada umumnya parfum dipakai apabila seorang wanita hendak berpergian, hendak berjumpa dengan banyak orang atau hadir di acara cara penting (meeting dengan client, pergi ke pesta pernikahan, dsb) dan sehabis
32
berolahraga. Ada yang lebih suka mengaplikasikan langsung ke badan namun ada juga yang lebih suka menyemprotkannya ke pakaian. Dalam pembelian parfum, mereka cenderung menjadi brand switcher yang tidak loyal terhadap suatu brand fragrance tertentu. Faktor utama yang mendasari orang membeli sebuah parfum adalah apabila mereka menyukai aromanya, baru kemudian faktor lainnya seperti brand atau design kemasan. Secara umum, dengan bantuan hierarki buatan psikolog Abraham Maslow, fragrance merupakan jenis produk personal grooming berada di level 3 piramida yaitu produk yang mendukung akan kebutuhan yang lebih bersifat membuat relationship dengan manusia yang lain. (setelah sebelumnya di level 1 dan 2 adalah kebutuhan fisikologi dan keamanan yang lebih bersifat individual) (Hawkins dan Mothersbaugh, 2010)
Motivasi seseorang untuk
memakai parfum adalah untuk merefleksikan keinginan akan cinta, persahabatan dan kondisi diterimanya seseorang dalam sebuah grup. Diyakini bahwa bau yang harum secara tidak sadar akan membuat seseorang merasa percaya diri dan dapat diterima dalam sebuah pergaulan.
33
mbar 2.2: Maslow’s M Hiierarchy of Needs N Gam M Menurut sebbuah riset yaang dilakukaan oleh Marttell pada tahhun 2008, konsumen k p pada umum mnya memiliiki dua ataau lebih jennis parfum, untuk mem menuhi kebuttuhan merekka yang berbbeda. Misalnnya untuk mencocokan m dengan dailly mood, denngan pakaiaan atau bahkkan dengan acara yang akan a merekaa hadiri. H ini mennyebabkan shelf-life Hal s darri sebuah aroma a menjaadi pendek, bersamaan dengan penningkatan tajam akan lauunching arom ma aroma baru. b Konsuumen menjaddi semakin gencar dalaam permintaaan jenis vaariasi. Sebaggian peneliti berkata bahhwa akibat dari d pergantiian akan kebutuhan k d dan perminttaan konsuumen berlanngsung ceppat, pembuaat parfum didorong unttuk terus meluncurkan m varian wanngi
34
baru hanya dalam waktu yang relatif singkat untuk dapat bertahan di pasar fragrance. b. Perilaku Dan Preferensi Konsumen Akan Solid Perfume Dalam penggunaannya, peran solid perfume lebih dianggap sebagai parfum penunjang maupun parfum darurat. Mereka cenderung menggunakannya di sela sela aktivitas dan biasanya mengusapkannya langsung ke leher atau pergelangan tangan. Dikarenakan keberadaan solid perfume masih sangat minim di Indonesia, penulis mencoba melakukan penelitian dengan metode survey. Sebanyak 50 orang wanita dari segmen pasar Lalita terlibat menjadi
responden.
Hasil
survey tersebut digunakan untuk
menganalisa proses pengambilan keputusan untuk membeli solid perfume. Ditinjau berdasarkan pendekatan AIDA, hasilnya adalah sebagai berikut: ¾ Awareness: Pada tahap ini konsumen “tahu dan sadar” akan adanya produk tersebut. Hasil kuisioner menunjukan bahwa 30 wanita familiar (60%) dan 20 wanita tidak familiar (40%) akan solid perfume. Alasan konsumen belum familiar dengan solid perfume adalah karena parfum yang umumnya mereka gunakan dan banyak beredar di pasaran adalah dalam bentuk cair. Dari 30 wanita tersebut, 17 wanita (57%) mengetahui dari digital media (website, socmed, blog), 8 wanita (27%) mengetahui dari keluarga atau teman yang pernah memakai, 4 wanita (13%)
35
mengetahui dari melihat langsung di toko untuk yang pertama kalinya, dan hanya 1 wanita (3%) yang mengetahui dari printed media (majalah, brosur).
Apakah anda familiar (pernah melihat/mendengar tentang solid perfume?
40%
Ya Tidak
60%
Darimana anda mengetahui tentang solid perfume? Digital media (web, blog, socmed)
13%
Printed media (majalah, brosur) 27%
3%
57%
Keluarga/teman Lihat langsung di toko
Gambar 2.3: Hasil survey tentang kefamiliaran responden dengan produk solid perfume ¾ Interest: Selanjutnya pada tahap ini konsumen dinilai apakah memiliki ketertarikan akan produk solid perfume. Dari 30 wanita yang familiar dengan solid perfume, ada 17 wanita (57%) yang
36
pernah menggunakan solid perfume. Berdasarkan pendapat dari hasil wawancara kami dengan Tia, seorang pengusaha beauty products, dikatakan dalam pengalamannya ia melihat bahwa rasa ketertarikan yang didorong oleh rasa penasaran konsumen untuk mencoba produk solid perfume sangat tinggi. Hal ini menunjukan bahwa konsumen muda di Indonesia cukup terbuka akan inovasi baru.
Apakah anda pernah menggunakan solid perfume?
33%
Ya 57%
Tidak
Gambar 2.4: Hasil survey tentang ketertarikan responden dengan produk solid perfume ¾ Desire: Setelah memiliki ketertarikan, pada tahap ini konsumen akan memiliki keinginan untuk mendapatkan produk tersebut. Proses pemilihan biasanya tidak akan memakan waktu yang lama, secara spontan akan didasari apakah mereka menyukai aroma yang ditawarkan serta didukung dengan tampilan lewat kemasan yang dipakai.
37
Urutan dari 1 (paling penting) sampai 6 (paling tidak penting) faktor yang perlu ada dari sebuah solid perfume o
Aman untuk kulit
o Aromanya sesuai selera o Mudah didapat o Design dan packaging yang menarik o Brand sudah terkenal o Harga terjangkau Hal tersebut didukung oleh insight dari depth interview seorang responden sebagai berikut: “Kulit gue sensitif... jadi agak pilih pilih kalau buat produk kosmetik” –Natasha (21), mahasiswi ¾ Action: Tahap terakhir ini merupakan tahap dimana konsumen memutuskan untuk membeli produk tersebut. Proses ini juga memakan waktu yang relatif singkat, hanya berupa pertimbangan harga dengan cara mencocokan apakah value yang didapat sesuai dengan biaya yang mereka keluarkan. Selain
menganalisa
proses
pengambilan
keputusan
dalam
pembelian solid perfume, penulis juga ingin melihat preferensi konsumen akan produk ini. Berikut adalah preferensi untuk sebuah solid perfume yang ideal di mata penggunanya:
38
Tabel 2.4: Preferensi ideal sebuah solid perfume
Di bawah ini adalah contoh insight yang mendasari hasil tersebut: “Gue ga suka kalau teksturnya tuh sticky yang berasa gitu... kayaknya aneh aja lengket lengket trus lo mesti usapin ke kulit” –Helen (20), mahasiswi “Yang gue kadang suka sesalin dari solid perfume tuh wanginya ga gitu kecium sama orang. Padahal kalau gue cium pergelangan tangan gw wanginya sih kecium... mungkin emang cuma buat individual pleasure aja kali ya, hahaha” –Siska (27), akuntan
2.3 VALUE PROPOSITION AND VALUE GENERATION 2.3.1 Manfaat utama Seperti yang kita ketahui bersama, manfaat utama dari parfum adalah untuk menunjang penampilan dan menambah rasa percaya diri dari penggunanya. Namun kenyataannya, hal tersebut tidak berhenti sampai di sana saja. Menurut psikolog dan pengamat gaya hidup, Tara Adhisti, penggunaan parfum juga bermanfaat untuk meningkatkan kinerja otak dan menimbulkan energi positif.
39
Adapun nilai yang penulis tawarkan kepada konsumen adalah sebagai berikut: a. Originalitas Produk dibuat dengan menggunakan bahan-bahan alami dengan mutu terbaik. Bahan yang dipakai oleh produk ini didapat langsung dari negeri kita sendiri, untuk menonjolkan wewangian alami khas indonesia. Selain itu dengan menggunakan bahan asli Indonesia, penulis melihat adanya kecocokan dengan kultur masyarakat Indonesia yang merupakan pangsa pasar penulis. Hal ini diharapkan untuk menciptakan sebuah emotional benefit dimana aroma bernuansa lokal yang dipakai akan merangsang seorang individu untuk mengingat jati dirinya sebagai wanita dari Indonesia. Selain alami, bahan dasar yang digunakan juga sangat terjamin kualitasnya. Produk dibuat tidak menggunakan bahan-bahan yang berbahaya untuk kulit seperti parabens,alkohol, dan bahan kimia lainnya. Hal ini membuat produk menjadi aman dan dapat dipakai oleh siapa saja termasuk yang memiliki kulit sensitif. Dan yang terpenting produk ini tidak bersifat karsinogen walaupun dipakai dalam jangka panjang. Dikutip dari situs Dewan Atsiri Indonesia (2010), minyak atsiri atau yang lebih dikenal dengan nama essential oil ini merupakan bahan baku yang biasanya digunakan dalam berbagai industri seperti industri parfume., kosmetik, essence, industri farmasi, dan flavoring
40
agent. Minyak atsiri dapat digunakan sebagai zat pengikat bau (fixative) dalam perfume, misalnya minyak nilam, minyak akar wangi, dan minyak cendana. Berikut adalah beberapa daftar minyak atsiri yang digunakan untuk industri parfum dan berkembang di Indonesia. Tabel 2.5: Daftar minyak atsiri yang berkembang di Indonesia
b. Fleksibilitas Nilai yang ditawarkan ini didasari dari keluhan umum konsumen mengenai sisi kepraktisan yang dialami dari produk yang biasanya mereka pakai. Berbeda dengan liquid perfume dimana banyak konsumen merasa kesulitan untuk membawanya sewaktu berpergian (mudah pecah, dapat bocor dan tumpah), solid perfume membuktikan dapat menjadi sebuah solusi. Hal ini dikarenakan dengan wujud kecil dan padat, solid perfume dapat memberikan
41
sensasi modern dan dinamis untuk tampil cantik tanpa harus khawatir dengan hal-hal tersebut. Oleh sebab itu penulis telah mengadakan survey dan deep interview. Dari deep interview tersebut didapati bahwa 7 dari 10 wanita yang membawa parfum mengeluhkan masalah kepraktisannya. Adapun komentar mereka sebagai berikut: ¾ “suka repot ya kalo bawa parfum, guwe takut tumpah sih, soalnya pernah kejadian begitu. Akhirnya tas guwe jadi wangi-wangian berjalan” – Hellen (19), Mahasiswi ¾ “ga pernah sih kalo ngalamin tumpah. Cuma ya asli guwe harus hati-hati waktu bawa tasnya, takut kesenggol.” – Jesslyn (27), Karyawan ¾ “Ya kalau mau dibilang repot ya emang repot. tapi daripada ga bawa parfum? Yahh emang kodratnya cewe ya buat rempong hahaha” – Dinda (23), Karyawan ¾ “ga masalah sih buat guwe, biasa tinggal masukin ke pouch bareng make up, terus tinggal cemplungin ke tas deh.” – Putri (26), Designer grafis c. Kustomisasi Pelanggan memiliki kesempatan untuk melakukan kreasi melalui kustomisasi solid perfume yang merupakan produk utama bisnis ini. Dengan berbagai pilihan yang tersedia, pelanggan bebas memilih sendiri tipe (balm, stick, pendant), fragrant (sweet, fresh,
42
elegant, calm), dan motif design kemasan yang diinginkan. Kustomisasi hanya dapat dilakukan melalui pembelian online, mengingat proses pembuatannya akan membutuhkan waktu. Berdasar hasil survey yang penulis lakukan terhadap 85 orang respondent, didapati bahwa 60% responden tertarik dengan produk yang kami tawarkan, dimana produk yang penulis buat ini menawarkan kustomisasi packaging dan bahan pembuatan. Berikut lampiran data yang penulis dapatkan:
Apakah Anda Tertarik dengan Produk Kami? Ya
28%
Biasa Saja 60% 12%
Tidak
Gambar 2.5: Hasil survey tentang ketertarikan responden dengan produk solid perfume
Gambar 2.6: Respon responden mengenai Solid Perfume
43
Dirangkum dari hasil survey beserta alasannya, penulis merasa point yang terkuat adalah pada bagian kustomisasi. Kustomisasi yang ditawarkan tidak dapat ditiru oleh para kompetitor mengingat mereka membuat produk solid perfume secara mass-produced. Hal tersebut yang mendasari mengapa target konsumen akan membeli produk ini dibandingkan pesaing. d. Ramah Lingkungan Dewasa ini, penulis menyadari bahwa semakin banyak limbah industri yang berpengaruh buruk bagi lingkungan sekitar. Kondisi lingkungan yang buruk dapat mempengaruhi ekosistem bagi tumbuhan, hewan dan juga manusia sendiri. Dengan tingginya kesadaran akan lingkungan di kalangan masyarakat membuat “ramah lingkungan” menjadi sebuah trend di Indonesia. Hasil studi yang berjudul Environmental Friendly Product Buying Behavior oleh Oliandes Sondakh (2013) menemukan bahwa konsumen yang mempunyai pengetahuan dan kesadaran tinggi akan lingkungan akan berpartisipasi aktif dalam upaya pelestarian lingkungan apabila terdapat kerusakan-kerusakan yang disebabkan oleh suatu perusahaan. Menurut Krauer (1990), perusahaan sebaiknya memasukkan aktivitas lingkungan sebagai bagian dari strategi keseluruhan perusahaannya. Oleh sebab itu langkah “ramah lingkungan” yang penulis ambil dalam bisnis solid perfume ini adalah dengan menghindari penggunaan mesin dimana proses pembuatannya
44
dilakukan secara handmade. Selain itu penggunaan kemasan (packaging) yang digunakan merupakan bahan-bahan yang dapat didaur ulang. Hal ini dilakukan oleh penulis dalam upaya untuk mengurangi pencemaran lingkungan. Penulis juga memastikan bahwa kemasan yang digunakan adalah bahan yang ramah lingkungan. Bahkan mungkin, kemasan tersebut dapat didaur ulang atau dimanfaatkan kembali menjadi sebuah produk baru. 2.3.2 Point of Different (POD) Point of different adalah segala atribut yang diasosiasikan dengan kuat oleh konsumen terhadap suatu brand dari sebuah perusahaan, dimana konsumen percaya bahwa ada sesuatu hal yang mereka tidak temukan dari brand-brand lain. Oleh sebab itu point of different harus bersifat favorit, unik, dan kuat Seperti
yang
dijelaskan
sebelumnya
pada
bagian
value
proposition, nilai yang penulis tawarkan adalah originalitas, fleksibilitas, kustomisasi, dan ramah lingkungan. Keempat hal tersebut yang menjadikan produk ini berbeda dari produk kompetitor seperti Body Shop, L’occitane, Yves Rocher yang secara keseluruhan memberikan sensasi penggunaan solid perfume yang hampir sama antara satu dengan yang lainnya.. 2.3.3 Point of Parity (POP) Point of parity adalah asosiasi terhadap merk yang tidak bersifat penting atau bahkan unik, namun sama-sama dimiliki oleh kompetitor-
45
kompetitor sebuah produk. Point of parity biasanya tidak menjadi alas an seorang konsumen dalam pemilihan sebuah merk, namun dengan tidak adanya point of parity dapat menjadikan alasan yang kuat untuk menurunkan nilai sebuah merk. Pada umumnya, kategor-kategori point of parity ini dapat berubah sesuai dengan kemajuan teknologi, peraturan pemerintah, atau bahkan trend dari konsumen. Dalam produk solid perfume yang dibuat oleh penulis, penulis juga mengandalkan bahan alami. Selain itu, dari segi wujud solid parfum yang penulis tawarkan juga berbentuk balm seperti pada umumnya, hanya saja strategi pengemasannya berbeda.
46
22.4 TEORII BISNIS MODEL CANVAS (BUSINE ESS MODE EL CANVA AS THEOR RY)
Gam mbar 2.7: The T Nine Bu uilding Blockks of Busineess Model Canvas Ca Bisnis model canvas adaalah suatu template t maanajemen sttrategis unttuk mengem mbangkan dan d mendokkumentasikaan model bisnis b yangg ada denggan menjelaaskan propossisi nilai peruusahaan, infr frastruktur, pelanggan p daan keuangan.. Mo odel ini meenggunakan pendekatann kanvas, dimana d moddel bisnis ini ditampilkan dalam 1 lembar kaanvas yang berisi b 9 elem men penting dalam sebuuah bisnis. Elemen-elem E men penting tersebut antaara lain: 2.4.1 Costumer C Seegment Penetapan segm mentasi haruus dilakukann oleh peruusahaan dalaam menjalankan m n roda bisnnisnya. Penempatan seegmentasi inni yang akkan
47
menentukan komponen-komponen lain dalam model bisnis. Menurut Osterwalder & Pigneur (2010), segmentasi pelanggan mempunyai beberapa tipe, yaitu: a. Mass market Model bisnis yang difokuskan untuk pasar dalam skala besar, dan model ini tidak membedakan segmentasi pelanggan. Baik proposisi nilai, hubungan pelanggan dan distribusi terfokus pada sekelompok besar pelanggan dengan masalah dan kebutuhan yang hampir sama. b. Niche market Model bisnis yang difokuskan untuk pasar dan segmen pelanggan tertentu. Baik proposisi nilai, hubungan pelanggan, dan distribusi disesuaikan dengan target pasar tertentu. c. Segmented Model bisnis yang membedakan segmen pasar menurut kebutuhan dan maslaah yang berbeda-beda. d. Diversified Model bisnis yang melayani 2 segmen pelanggan yang tidak berhubungn dengan masalah dan kebutuhan yang berbeda. e. Multi-sided platforms Model bisnis yang melayani 2 segmen pelanggan dengan masalah dan kebutuhan yang sama.
48
2.4.2 Value Proposition Sebagaimana telah dijelaskan oleh Osterwalder & Pigneur (2010, p 22), value proposition adalah Manfaat yang ditawarkan oleh sebuah perusahaan untuk segmen pasar mereka. Value proposition inilah alasan yang membuat pelanggan beralih dari sebuah perusahaan ke perusahaan yang lain. Setiap proposisi nilai berisi tentang gabungan produk dan/ atau jasa tertentu yang melayani kebutuhan pelanggan spesifik. Value proposition merupakan suatu gabungan dari manfaat-manfaat yang ditawarkan perusahaan kepada pelanggan. Menurut (Osterwalder & Pigneur) value ini dapat diklasifikasikan menjadi: a. Sifat baru Beberapa proposisi nilai memenuhi berbagai kebutuhan pelanggan yang belum pernah mereka terima sebelumnya. b. Kinerja Meningkatkan kinerja produk atau layanan merupakan cara yang paling umum untuk menciptakan value. Hal ini termasuk dengan proses delivery dalam semua bisnis. c. Penyesuaian Menyesuaikan produk atau jasa untuk memenuhi kebutuhan spesifik pelanggan individu atau segmen pelanggan juga menciptakan nilai. Ketersediaan teknologi saat ini juga memungkinkan untuk
49
menyesuaikan produk dan jasa sambil tetap meraih keunggulan dalam skala ekonomi. d. Menyelesaikan pekerjaan Value
dapat
diciptakan
karena
membantu
pelanggan
menyelesaikan pekerjaannya. e. Desain Sebuah desain itu penting tetapi sulit untuk diukur. Sebuah produk terlihat menonjol karena desainnya yang superior. f. Merk dan Status Pelanggan dapat menemukan value dalam tindakan yang sederhana karena memasang atau menggunakan sebuah merk tertentu. g. Harga Penawaran value yang sama dengan harga yang lebih murah sering dilakukan untuk memuaskan segmen pelanggan yang sensitif terhadap harga. Tetapi dengan penurunan harga tersebut akan memberi sebuah akibat pada bisnis modelnya. h. Pengurangan biaya Membantu pelanggan mengurangi biaya adalah cara penting untuk menciptakan sebuah value. i. Pengurangan resiko
50
Pelanggan menghargai pengurangan resiko ketika membeli sebuah barang atau jasa, dimana hal itu juga menciptakan sebuah value untuk pelanggan. j. Kemampuan dalam mengakses Menyediakan produk atau jasa bagi pelanggan yang sebelumnya sulit mengakses produk atau jasa tersebut. k. Kenyamanan dan kegunaan Menjadikan segala sesuatu lebih nyaman dan lebih mudah untuk digunakan. 2.4.3 Channels Menurut Osterwalder & Pigneur (2010, p 26) channel pada building
blocks
menggambarkan
mengkomunikasikan
dan
bagaimana
menjangkau
sebuah
konsumen
perusahaan
segemen
untuk
memberitahukan value yang perusahaan tawarkan. Channel tersebut adalah sebuah touch point pelanggan yang sangat berperan dalam setiap kejadian yang mereka alami. Fase ini akan menjelaskan lewat apa saja seorang konsumen dapat dijangkau. Osterwalder & Pigneur mengklasifikasi bahwa ada 2 tipe channel owned atau partner channel dan direct atau indirect channel. Untuk owned channel bisa direct dan indirect selama masih dimiliki oleh perusahaan itu sendiri. Sedangkan untuk partner channel hanya bisa menggunakan metode indirect bila menggandeng pihak ketiga.
51
Setiap channel di atas dapat meliputi satu atau semua channel phases. Masing-masing channel phases tersebut antara lain: a. Awareness Meningkatkan kesadaran konsumen tentang produk atau jasa dari sebuah perusahaan. b. Evaluation Membantu konsumen untuk mengevaluasi value proposition dari perusahaan. c. Purchase Memperbolehkan konsumen untuk membeli produk atau jasa dari perusahaan. d. Delivery Meneruskan value proposition perusahaan kepada konsumen. e. After sales Menyediakan layanan pelanggan setelah transaksi pembelian. 2.4.4 Costumer Relationship Menurut Osterwalder & Pigneur, 2010, p 28 blok bangunan hubungan pelanggan (customer relationship) yang menggambarkan berbagai jenis hubungan yang dibangun oleh sebuah perusahaan dengan segmen pelanggannya dengan tujuan untuk menjaga hubungan baik dengan customer dan dapat juga untuk meningkatkan penjualan.
52
Osterwalder & Pigneur membagi hubungan dengan konsumen menjadi beberapa kategori berbeda sesuai dengan segmentasi setiap konsumen, yaitu: a. Bantuan personal (personal assistance) Hubungan ini didasarkan pada interaksi antar manusia. Dimana pelanggan dapat berkomunikasi dengan petugas pelayanan pelanggan untuk mendapatkan bantuan selama proses penjualan atau setelah selesai dalam proses pembelian. Komunikasi ini dapat dilakukan melalui call center, email, atau saluran lainnya. b. Bantuan personal yang khusus (dedicated personal assistance) Petugas menugaskan petugas pelayanan pelanggan yang khusus ditujukan untuk setiap client secara personal. Hubungan ini adalah hubungan yang paling intim dan biasanya dikembangkan dalam jangka waktu yang panjang. c. Swalayan (self service) Untuk tahap ini perusahaan tidak melakukan hubungan langsung dengan pelanggan, tetapi dengan cara menyediakan semua sarana yang diperlukan oleh pelanggan agar dapat membantu dirinya sendiri. d. Layanan otomatis (automated services) Hubungan jenis ini memadukan bentuk layanan mandiri dengan layanan yang lebih canggih, dengan proses otomatis. e. Komunitas (Communities)
53
Perusahaan
memanfaatkan
komunitas
pengguna
agar
lebih terlibat dengan pelanggan dan dapat memfasilitasi hubungan antar anggota komunitas dimana memungkinkan pengguna bertukar pengetahuan dan saling membantu dalam memecahkan suatu masalah. Komunitas juga dapat membantu perusahaan untuk lebih memahami konsumennya. f. Kokreasi (Co-creation) Perubahan hubungan lama antara konsumen – vendor untuk menciptakan sebuah nilai. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membuat konsumen lebih terlibat dalam testimony di sebuah media social. 2.4.5 Revenue Stream Pada blok arus pendapatan (revenue stream) ini menggambarkan uang yang dihasilkan perusahaan dari masing-masing segmen pelanggan (biaya harus mengurangi pendapatan untuk menghasilkan pemasukan). Ada 2 tipe arus pendapatan dalam bisnis model: a. Transaction revenues - Berasal dari pembayaran satu customer b. Recurring revenues - Kompensasi yang diterima setelah pekerjaan telah diselesaikan Lebih jauh, Osterwalder & Pigneur menjelaskan bahwa arus pendapatan dapat berasal dari: penjualan aset, biaya penggunaan, biaya berlangganan, pinjaman dan penjualan lisensi.
54
2.4.6 Key Resources Sumber daya utama (key resources) menggambarkan aset-aset yang paling penting, yang diperlukan agar sebuah model bisnis dapat berfungsi. Dengan adanya sumber daya ini memungkinkan sebuah perusahaan untuk menciptakan dan menawarkan proposisi nilai (value proposition), menjangkau pasar, mempertahankan hubungan dengan segmen pelanggan, dan memperoleh pendapatan. Menurut Osterwalder & Pigneur (p. 36), sumber daya utama dibagi menjadi 4 kategori, yaitu: a. Fisik Kategori ini meliputi bentuk aset fisik seperti fasilitas pabrik, banguna, kendaraan, mesin. b. Intelektual Sumber daya intelektual seperti merk, pengetahuan yang dilindungi, paten dan hak cipta merupakan komponen-komponen yang semakin penting dalam model bisnis yang kuat. Sumber daya intelektual ini sangat sulit untuk dikembangkan, tetapi jika berhasil untuk dikembangkan akan memberikan suatu nilai yang sangat berarti. c. Manusia Setiap perusahaan memang memerlukan sumber daya manusia, tetapi yang dimaksud disini adalah orang-orang yang menonjol
dalam
bidangnya
masing-masing
dimana
keahlian
55
merekalah yang menjadi komoditinya. Misalnya dalam industri kreatif, sumber daya manusia merupakan bagian yang sangat penting. d. Finansial Beberapa model bisnis membutuhkan sumber daya finansial atau jaminan finansial, seperti uang tunai, kredit, bahkan saham. 2.4.7 Key Activities Key activities adalah tindakan-tindakan paling penting yang diambil oleh perusahaan agar dapat beroperasi dengan sukses. Sama seperti sumber daya utama (key resources), aktivitas-aktivitas kunci (key activities) ini juga diperlukan untuk menciptakan dan memberikan proposisi nilai (value proposition), menjangkau pasar, mempertahankan hubungan yang baik dengan pelanggan, dan memperoleh pendapatan. Aktivitas-aktivitas kunci juga berbeda-beda, tergantung dari model bisnisnya. Adapun aktivitas-aktivitas kunci tersebut dibagi menjadi 3 kategori, yaitu: a. Produksi Aktivitas ini terkait dengan perancangan, pembuatan, dan penyampaian produk dalam jumlah besar dan/atau dalam kualitas unggul. Aktivitas produksi ini biasanya banyak dilakukan oleh perusahaan pabrikan. b. Pemecahan masalah Aktivitas-aktivitas kunci ini berhubungan dengan pemberian solusi untuk pelanggan individu. Model bisnis organisasi ini
56
membutuhkan aktivitas-aktivitas lain seperti manajemen pengetahuan dan pelatihan berkelanjutan. c. Platform/jaringan Model bisnis yang dirancang dengan platform seagai sumber daya utamanya. Sebagai contoh adalah ebay atau amazon. 2.4.8 Key Partnership Seperti yang dijelaskan oleh Thomson, Arthur, & III (2010, p 166), kemitraan (partnership) adalah perjanjian tertulis antara dua atau lebih perusahaan yang bekerja sama untuk mengembangkan dan menjaga posisi bisnis mereka. 2.4.9 Cost Structure Struktur
biaya
yang
menggambarkan
semua
biaya
yang
dikeluarkan untuk mengoperasikan model bisnis tersebut. Blok bangunan ini menjelaskan biaya terpenting yang muncul ketika mengoperasikan model bisnis tertentu. Struktur biaya dibagi menjadi beberapa segment (Osterwalder & Pigneur, 2010, P. 41), yaitu: a. Biaya tetap (fixed cost) Pengeluaran yang tetap sama, walaupun jumlah barang atau jasa yang dihasilkan berbeda-beda. b. Biaya variabel (Variabel cost) Biaya yang bervariasi, tergantung dari banyaknya jumlah barang atau jasa yang diproduksi atau dihasilkan.
57
c. Skala ekonomi (economies of scale) Keuntungan yang dapat dinikmati sebuah perusahaan akibat dari bertambah besarnya perusahaan tersebut. Misalnya: sebuah perusahaan dapat membeli bahan baku dengan harga lebih murah karena perusahaannya telah berkembang dan dapat membeli bahan baku langsung dalam jumlah yang banyak. d. Lingkup ekonomi (economies of scoop) Keuntungan yang dapat dinikmati sebuah perusahaan akibat dari bertambah besarnya lingkup operasional dari perusahaan tersebut. Misalnya: aktivitas pemasaran dan distribusi yang sama dapat mendukung beberapa produk sekaligus.