BAB II TINJAUAN TEORI
A. Tinjauan Teori 1. Anemia pada kehamilan a. Pengertian anemia Anemia atau sering disebut kurang darah adalah keadaan di mana darah merah kurang dari normal, dan biasanya yang digunakan sebagai dasar adalah kadar Hemoglobin (Hb). WHO menetapkan kejadian anemia hamil berkisar antara 20% sampai 89% dengan menentukan Hb 11 gr% sebagai dasarnya. Anemia kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi. Anemia pada kehamilan merupakan masalah nasional mencerminkan nilai kesejahteraaan sosial ekonomi masyarakat, dan pengaruhnya sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin kurang dari 10,0 gram per 100 milimeter (10 gram/desiliter) (Varney, 2006, p. 623). Sebagian besar wanita hamil mengalami anemia yang tidak membahayakan. Tetapi, anemia akibat kelainan bawaan pada hemoglobin bisa mempersulit kehamilan. Kelainan tersebut meningkatkan risiko penyakit dan kematian pada
8
9
bayi baru lahir dan meningkatkan penyakit pada ibu (Maulana, 2008, p.113). Anemia yang paling lazim dialami ibu adalah anemia kekurangan zat besi. Ini tidak mengherankan sebab kekurangan protein menyebabkan berkurangnya pembentukan hemoglobin dan pembentukan sel darah merah. Sementara berkurangnya hemoglobin dalam darah menyebabkan hilang atau berkurangnya unsur zat besi dalam darah (Lamadhah, 2008, p.76). Proses kekurangan zat besi sampai menjadi anemia melalui beberapa tahap. Awalnya, terjadi penurunan simpanan cadangan zat besi. Bila belum juga dipenuhi dengan masukan zat besi, lamakelamaan timbul gejala anemia disertai penurunan Hb (Arief, 2008, p. 109). b. Etiologi Menurut Sudoyo (2006, p. 632) Anemia merupakan suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh bermacam penyebab. Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena : 1) Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang belakang 2) Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan) 3) Proses penghancuran erirosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis)
10
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi anemia pada ibu hamil: 1) Faktor Dasar a) Sosial ekonomi Menurut Istiarti (2000, p. 24) menyatakan bahwa perilaku seseorang dibidang kesehatan dipengaruhi oleh latar belakang sosial ekonomi. Sekitar 2/3 wanita hamil di negara maju yaitu hanya 14% b) Pengetahuan Pengetahuan
seseorang
biasanya
diperoleh
dari
pengalaman yang berasal dari berbagai sumber misalnya media masa, media elektronik, buku petunjuk kesehatan, media poster, kerabat dekat dan sebagainya (Istiarti, 2000, p. 24). Kebutuhan ibu hamil akan zat besi (Fe) meningkat 0,8 mg sehari pada trimester I dan meningkat tajam selama trimester III yaitu 6,3 mg sehari. Jumlah sebanyak itu tidak mungkin tercukupi hanya melalui makanan apalagi didukung dengan pengetahuan ibu hamil yang kurang terhadap peningkatan kebutuhan zat besi (Fe) selama hamil sehingga menyebabkan mudah terjadinya anemia defisiensi zat besi pada ibu hamil (Arisman, 2004, p, 26). Ibu hamil dengan pengetahuan tentang zat besi (Fe) yang rendah akan berperilaku kurang patuh dalam mengkonsumsi tablet zat besi (Fe) serta dalam pemilihan makanan sumber zat besi (Fe) juga rendah. Sebaliknya ibu hamil yang memiliki
11
pengetahuan tentang zat besi (Fe) yang baik, maka cenderung lebih banyak menggunakan pertimbangan rasional dan semakin patuh dalam mengkonsumsi tablet zat besi (Fe). c) Pendidikan Pendidikan adalah proses perubahan perilaku menuju kedewasaan dan penyempurnaan hidup. Biasanya seorang ibu khususnya
ibu
hamil
yang berpendidikan
tinggi
dapat
menyeimbangkan pola konsumsinya. Apabila pola konsumsinya sesuai maka asupan zat gizi yang diperoleh akan tercukupi, sehingga kemungkinan besar bisa terhindar dari masalah anemia. d) Budaya Faktor sosial budaya setempat juga berpengaruh pada terjadinya anemia. Pendistribusian makanan dalam keluarga yang tidak berdasarkan kebutuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan anggota keluarga, serta pantangan-pantangan yang harus diikuti oleh kelompok khusus misalnya ibu hamil, bayi, ibu nifas merupakan kebiasaan-kebiasaan adat-istiadat dan perilaku masyarakat yang menghambat terciptanya pola hidup sehat dimasyarakat.
12
2) Faktor tidak langsung a) Kunjungan Antenatal Care (ANC) Antenatal Care adalah pengawasan sebelum persalinan terutama
pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam
rahim. Kasus anemia defisiensi gizi umumnya selalu disertai dengan mal nutrisi infestasi parasit, semua ini berpangkal pada keengganan ibu untuk menjalani pengawasan antenatal. Dengan ANC keadaan anemia ibu akan lebih dini terdeteksi, sebab pada tahap awal anemia pada ibu hamil jarang sekali menimbulkan keluhan bermakna. Keluhan timbul setelah anemia sudah ke tahap yang lanjut. b) Paritas Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin yang mampu hidup diluar rahim. Paritas ≥3 merupakan faktor terjadinya anemia. Hal ini disebabkan karena terlalu sering hamil dapat menguras cadangan zat gizi tubuh ibu (Arisman, 2004, p. 150). c) Umur Ibu hamil pada usia terlalu muda (<20 tahun) tidak atau belum siap untuk memperhatikan lingkungan yang diperlukan untuk pertumbuhan janin. Disamping itu akan terjadi kompetisi makanan antar janin dan ibunya sendiri yang masih dalam pertumbuhan dan adanya pertumbuhan hormonal yang terjadi
13
selama kehamilan. Sedangkan ibu hamil diatas 30 tahun lebih cenderung mengalami anemia, hal ini disebabkan karena pengaruh turunnya cadangan zat besi dalam tubuh akibat masa fertilisasi. d) Dukungan Suami Dukungan suami adalah bentuk nyata dari kepedulian dan tanggung jawab suami dalam kehamilan istri. Semakin tinggi dukungan yang diberikan oleh suami pada ibu untuk mengkonsumsi tablet besi semakin tinggi pula keinginan ibu hamil untuk mengkonsumsi tablet besi. 3) Faktor Langsung a) Pola konsumsi tablet besi (Fe) Penyebab
anemia
gizi
besi
dikarenakan
kurang
masuknya unsur besi dalam makanan, karena gangguan reabsorbsi, gangguan penggunaan atau terlampau banyaknya besi keluar dari badan misalnya perdarahan. Sementara itu kebutuhan ibu hamil akan Fe meningkat untuk pembentukan plasenta dan sel darah merah sebesar 200-300%. Perkiraan besaran zat besi yang perlu ditimbun selama hamil ialah 1040 mg. Dari jumlah ini, 200 mg Fe tertahan oleh tubuh ketika melahirkan dan 840 mg sisanya hilang. Sebanyak 300 mg besi ditransfer ke janin, dengan rincian 50-75 mg untuk pembentukan plasenta, 450 mg untuk menambah jumlah sel darah merah, dan
14
200 mg lenyap ketika melahirkan. Jumlah sebanyak ini tidak mungkin tercukupi hanya dengan melalui diet. Karena itu, suplementasi zat besi perlu sekali diberlakukan, bahkan pada wanita yang bergizi baik (Arisman, 2004, p. 15). b) Penyakit Infeksi Penyakit infeksi seperti TBC, cacing usus dan malaria juga
penyebab
terjadinya
anemia
karena
menyebabkan
terjadinya peningkatan penghancuran sel darah merah dan terganggunya eritrosit c) Perdarahan Penyebab anemia besi juga dikarenakan terlampau banyaknya besi keluar dari badan misalnya perdarahan (Wiknjosastro, 2007, p. 451). d. Tanda dan gejala Walaupun tanpa gejala, anemia dapat menyebabkan tanda dan gejala berikut: 1). Letih, sering mengantuk 2). Pusing, lemah 3). Nyeri kepala 4). Luka pada lidah 5). Kulit pucat 6). Membran mukosa pucat (misal, konjungtiva) 7). Bantalan kuku pucat
15
8). Tidak ada nafsu makan, mual dan muntah (Varney, 2006, p. 623). e. Pengaruh anemia dalam kehamilan Menurut Wiknjosastro (2007, p. 450) Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik seperti: 1). Abortus 2). Kelahiran prematur 3). Partus lama karena inersia uteri 4). Perdarahan postpartum karena inersia uteri 5). BBLR 6). Kemungkinan lahir dengan cacat bawaan f. Klasifikasi anemia menurut WHO 1) Bila tidak anemia >11 g/dl 2) Bila anemia ringan 9-10 g/dl 3) Bila anemia sedang 7-8 g/dl 4) Bila anemia berat <7 g/dl g. Pembagian anemia dalam kehamilan Menurut (Wiknjosastro, 2007, p. 451) anemia dalam kehamilan meliputi: 1) Anemia defisiensi besi Anemia dalam kehamilan yang paling sering dijumpai ialah anemia akibat kekurangan besi. Kekurangan ini dapat disebabkan karena kurang masuknya unsur besi dengan makanan,
16
karena gangguan resorpsi, gangguan penggunaan, atau karena terlampau banyaknya besi keluar dari badan, misalnya pada perdarahan. 2) Anemia megaloblastik Anemia megaloblastik dalam kehamilan disebabkan karena defisiensi asam folik, jarang sekali karena defisiensi vitamin B12. Berbeda di Eropa dan di Amerika Serikat frekuensi anemia megaloblastik dalam kehamilan cukup tinggi di Asia, seperti di India, Malaysia, dan di Indonesia. Hal itu erat hubungannya dengan defisiensi makanan. 3) Anemia hipoplastik Anemia pada wanita hamil yang disebabkan karena sumsum tulang kurang mampu membuat sel-sel darah baru, dinamakan anemia hipoplastik dalam kehamilan. 4) Anemia hemolitik Anemia hemolitik disebabkan karena penghancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat dari pembuatannya. Wanita dengan anemia hemolitik sukar menjadi hamil, apabila ia hamil, maka anemianya biasanya menjadi lebih berat. Sebaliknya mungkin pula bahwa kehamilan menyebabkan krisis hemolitik pada wanita yang sebelumnya tidak menderita anemia.
17
h. Penanggulangan Penanggulangan anemia terutama untuk wanita hamil, wanita pekerja, dan wanita telah menikah prahamil sudah dilakukan secara nasional dengan pemberian suplementasi pil zat besi. Ibu hamil sangat disarankan minum pil ini selama tiga bulan, yang harus diminum setiap hari. Penelitian menunjukkan, wanita hamil yang tidak minum pil zat besi mengalami penurunan cadangan besi cukup tajam sejak minggu ke 12 usia kehamilan (Arief, 2008, p.113). 2. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terhadap obyek terjadi melalui panca indera manusia, yakni: penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia di peroleh melalui mata dan telinga (Notoadmojo, 2003) dalam (Wawan dan Dewi M, 2010, p.11). Pengukuran pengetahuan dapat dilaksanakan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkat pengetahuan.
18
b. Tingkat Pengetahuan Tingkat pengetahuan dalam dominan kognitif terdiri dari 6 tingkatan, yaitu: 1).Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat memori yang telah diajarkan sebelumnya termasuk mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini adalah pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur orang tau terhadap apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatukan, dan sebagainya. 2). Memahami (comprehensi) Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar, orang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan dan menyebutkan. 3).Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menguraikan suatu materi yang telah dipelajari pada situasi/kondisi yang riil. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan rumus, hukum-hukum metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain.
19
4). Analisis (Analysis) Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek kedalam
komponen-komponen,
tetapi
masih
dalam
struktur
organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5).Sintetis (synthesis) Sintesis adalah menunjukkan pada kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian ke dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk mengukur formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada. 6). Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penelitian terhadap suatu materi atau obyek. Baik penelitian yang berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri maupun menggunakan kriteria yang telah ada. Pengetahuan akan mempengaruhi tindakan, apabila pengetahuan baik diharapkan tindakan yang dilakukan akan sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki. c. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan Dalam proses seseorang mengetahui akan dipengaruhi oleh beberapa hal atau faktor, menurut Sukmadinata (2003) dalam (Wawan dan Dewi M, 2010, p. 17) faktor yang mempengaruhi digolongkan menjadi dua yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi
20
jasmani dan rohani, sedangkan eksternal meliputi pendidikan, paparan media massa, hubungan sosial dan pengalaman yaitu dijelaskan sebagai berikut: 1)
Pendidikan Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam pemberian respon terhadap sesuatu yang datangnya dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang dan akan berpikir sejauh mana keuntungan yang akan mereka dapatkan.
2)
Paparan media massa Melalui berbagai media, baik cetak maupun elektronik berbagai informasi dapat diterima oleh masyarakat sehingga seseorang yang lebih sering terpapar media massa (TV, radio, majalah, dan lainlain) akan memperoleh informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan orang yang tidak pernah terpapar informasi media massa.
3)
Ekonomi Dalam memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan sekunder, keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih tercukupi bila dibandingkan
keluarga dengan status ekonomi
rendah. Hal ini akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan akan informasi pendidikan yang termasuk ke dalam kebutuhan sekunder.
21
4)
Hubungan sosial Manusia adalah makhluk sosial dimana didalam kehidupan saling berinteraksi satu dengan yang lainnya. Individu yang dapat berinteraksi lebih banyak dan baik, maka akan lebih besar ia terpapar informasi.
5)
Pengalaman Pengetahuan
dapat
diperoleh
dari
pengalaman
baik
dari
pengalaman pribadi maupun dari pengalaman orang lain. Pengalaman ini merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran suatu pengetahuan. d. Kriteria tingkat pengetahuan Menurut Arikunto (2006, p. 344) pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu: 1)
Baik
: Hasil presentase >75%
2)
Cukup
: Hasil presentase 60%-75%
3)
Kurang
: Hasil presentase <60%
3. Ibu hamil Trimester III Adalah wanita yang sedang mengandung janin didalam rahim dan usia kehamilan 28-40 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir wanita tersebut. Masa kehamilan terutama trimester III merupakan masa kritis dimana kebutuhan akan zat gizi meningkat. Jika zat besi dalam darah
22
kurang maka kadar hemoglobin akan menurun yang mengakibatkan gangguan dan pertumbuhan janin. Beberapa penelitian menyatakan bahwa kadar Hb ibu hamil trimester akhir dan tingginya angka anemia pada trimester III dapat mempengaruhi berat badan lahir. Kebutuhan zat besi ibu hamil meningkat pada kehamilan trimester II dan III. Pada masa tersebut kebutuhan zat besi tidak dapat diandalkan dari menu harian saja. Walaupun menu hariannya mengandung zat besi yang cukup, ibu hamil tetap perlu tambahan tablet besi atau vitamin yang mengandung zat besi. Zat besi bukan hanya penting untuk memelihara kehamilan. Ibu hamil yang kekurangan zat besi dapat menimbulkan perdarahan setelah melahirkan, bahkan infeksi, kematian janin intra uteri, cacat bawaan dan abortus. Pada trimester III, metabolisme basal tetap naik terus. Pada masa ini umumnya nafsu makan baik sekali, dan wanita hamil selalu terasa lapar. Pemeriksaan kenaikan berat badan perlu dilakukan dengan teliti, jangan sampai ibu terlalu gemuk, untuk menghindari kesulitan melahirkan kelak. Pada saat ini pula, kandungan sudah besar sekali sehingga menyebabkan lambung sedikit terdesak. Makanan yang porsinya terlalu besar menimbulkan rasa tidak enak. Karena itu dalam masa ini porsi makan sebaiknya kecil saja, namun sering, untuk mencegah kekurangan unsur-unsur gizi. Pada trimester ini, ibu memerlukan ketenangan dan dukungan dari suami, keluarga dan bidan (Hani, 2010, p. 69)
23
4. Zat besi a. Pengertian Zat
besi
adalah
zat
penting
untuk
pembentukan
dan
mempertahankan kesehatan sel darah merah, sehingga bisa menjamin sirkulasi oksigen dan zat-zat gizi yang sangat dibutuhkan ibu hamil. Kebutuhan tubuh akan zat besi selama hamil ini terutama harus terpenuhi pada trimester kedua dan ketiga kehamilan (Musbikin, 2008, p. 112). b. Kebutuhan zat besi pada ibu hamil Sebagian besar wanita dalam usia siap hamil mempunyai kadar zat besi yang rendah. Itu sebabnya cadangan zat besi (hemoglobin) selalu diukur selama kehamilan. Jika ditemukan ibu hamil dengan kadar zat besi rendah, dia dikatakan menderita anemia. Untuk mengatasinya dokter/bidan yang memeriksa akan memberikan tambahan zat besi agar tidak kekurangan zat besi, ada baiknya mengkonsumsi makanan yang kaya akan zat besi (Maulana, 2008, p.158). Bahan-bahan makanan yang kaya akan zat besi seperti daging berwarna merah, hati, ikan, telur, sayuran berdaun hijau, kacang-kacangan, tempe, roti dan serealia (Musbikin, 2008, p. 113). Meningkatnya volume darah berarti bahwa kandungan ekstra besi dibutuhkan untuk membuat hemoglobin guna memperbanyak jumlah sel darah merah. Semakin banyak hemoglobin dalam darah, semakin banyak oksigen yang dapat dialirkan ke berbagai jaringan,
24
termasuk plasenta. Kandungan besi dalam tubuh juga akan diserap oleh janin untuk cadangan karena setelah kelahiran bayi hanya mendapat sedikit besi dari ASI (Stoppard, 2007, p.170). Sehubungan dengan hal itu, melalui makanan yang dikonsumsi, ibu hamil memenuhi kebutuhan tubuhnya akan zat besi, yaitu sekitar 15 mg sehari (Musbikin, 2008, p.113). Zat besi diperlukan untuk memproduksi sel darah merah yang berkualitas baik. Inilah sebabnya wanita hamil secara tradisional diberi tablet ekstra besi untuk mempertahankan persediaan zat ini (Tiran, 2007, p.150). Pemberian zat besi dimulai setelah rasa mual dan muntah hilang, satu tablet sehari selama minimal 90 hari. Tiap tablet mengandung FeSO4 320 mg (zat besi 60 mg dan asam folat 500 mg) (Saifuddin, 2006, p. 91). c. Pemberian tablet besi Pemberian zat besi dimulai setelah rasa mual dan muntah hilang yaitu memasuki usia kehamilan 16 mg, dikonsumsi satu tablet sehari minimal 90 hari. Tiap tablet mengandung FeSO4 320 mg (zat besi 60 mg dan asam folat 500 mg) (Saifuddin, 2006, p. 91). d. Fungsi zat besi untuk ibu hamil Selain berfungsi untuk mendorong perkembangan janin, zat besi juga penting untuk pembentukan dan mempertahankan sel darah merah, sehingga bisa menjamin sirkulasi oksigen dan zat-zat gizi yang sangat dibutuhkan ibu hamil (Musbikin, 2008, p.112).
25
e. Efek samping Salah satu efek samping dalam mengkonsumsi zat besi adalah timbulnya sembelit, sebaiknya makan buah-buahan/makanan lain yang mengandung serat, serta minum sedikitnya delapan gelas cairan dalam sehari (Musbikin, 2008, p.114). Saat meminum suplemen zat besi, kadang timbul mual, nyeri lambung, konstipasi, maupun diare sebagai efek sampingnya. Keluhankeluhan tersebut biasanya ringan. Untuk mengatasinya, mulailah dengan setengah dosis yang dianjurkan (Soebroto, 2009, p. 35). Dalam mengkonsumsi zat besi sebaiknya pada malam hari sebelum
tidur,
biasakan
pula
menambahkan
substansi
yang
memudahkan penyerapan zat besi seperti vitamin C, air jeruk, daging ayam, dan ikan. Sebaliknya, substansi penghambat penyerapan zat besi seperti teh dan kopi patut dihindari (Arief, 2008, p.113) 5. Dukungan Suami a. Pengertian Dukungan Suami Dukungan adalah sesuatu yang membantu, mendukung. Suami adalah pria yang menjadi pasangan hidup resmi seorang wanita (istri). Dukungan suami adalah bentuk nyata dari kepedulian dan tanggung jawab suami dalam kehamilan istri. Tanggung jawab tersebut berupa mengawasi, memelihara dan melindungi istrinya serta menjaga bayi yang dikandungnya.
26
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan suami Menurut
Bobak
(2004,
p.
134)
faktor-faktor
yang
mempengaruhi dukungan suami terhadap kehamilan istrinya, yaitu : 1) Pengetahuan tentang kehamilan Dengan banyak membaca buku dan tulisan mengenai kehamilan, hal-hal yang tidak jelas dan membingungkan dapat teratasi dan makin mudah bagi suami untuk turut merasakan yang diderita istri. Pengetahuan ini juga akan membuat proses kehamilan menjadi lebih menarik bagi suami. Rendahnya
partisipasi
suami
dalam
kehamilan
ibu
dikarenakan kurang mendapat informasi yang berkaitan dengan masalah kehamilan. 2) Pengalaman Pengalaman
seorang suami
dari
orang lain
dalam
menghadapi kehamilan dan persalinan akan berpengaruh positif terhadap dukungan yang diberikan kepada istrinya. Seorang suami dari ibu primigravida belum dapat secara langsung berperan sebagai ayah yang ideal, karena kehamilan ini merupakan sesuatu yang baru yang belum pernah dihadapi. 3) Status perkawinan Pasangan dengan status perkawinan yang tidak sah akan berkurang dukungan terhadap pasangannya, dibanding dengan pasangan yang status perkawinan yang sah.
27
4) Status sosial ekonomi Suami yang mempunyai status sosial ekonomi yang baik akan lebih mampu berperan dalam memberikan dukungan pada istrinya. c. Aspek Dukungan Suami Dukungan
suami
sebagai
transaksi
interpersonal
yang
melibatkan satu atau lebih aspek-aspek, berikut ini: 1) Dukungan Informasi Bantuan informasi dengan membantu individu untuk menemukan alternatif yang tepat bagi penyelesaian masalah. Informasi dibutuhkan oleh ibu hamil primigravida mengingat apa yang sedang mereka jalani adalah hal yang baru dalam hidupnya. Dukungan informasi dapat berupa saran, nasehat dan petunjuk dari orang lain, sehingga individu dapat mengatasi dan memecahkan masalahnya. Disamping itu, dukungan informasi yang diberikan suami dapat berupa informasi tentang kehamilan. Suami
dapat
memberikan
bahan
bacaan
seperti
buku,
majalah/tabloid tentang kehamilan (Musbikin, 2008, p. 44). 2) Dukungan Emosional Dukungan emosional yaitu sejauh mana individu merasa orang disekitarnya memberi perhatian, mendorong, serta membantu memecahkan masalah yang dihadapi individu (Bobak, 2004, p. 134). Perhatian secara emosional yang berupa kehangatan,
28
kepedulian dan empati yang diberikan oleh orang lain dapat meyakinkan ibu hamil bahwa dirinya diperhatikan orang lain. Perhatian emosional dapat membuat ibu hamil merasa yakin bahwa dirinya tidak seorang diri melewati masa kehamilan 3) Dukungan Penilaian Dukungan penilaian berupa penilaian yang positif dari suami bahwa perubahan pada ibu hamil, baik secara fisik maupun psikis adalah hal wajar dan membutuhkan perhatian (Dagun, 2005, p. 25). Penilaian berisikan penghargaan positif, dorongan maju atau persetujuan terhadap gagasan/perasaan ibu hamil. Dukungan penilaian berupa pemberian umpan balik dan penguat yang dapat digunakan oleh individu yang bersangkutan sebagai sarana evaluasi diri dan dorongan untuk maju. Menghargai usaha yang telah dilakukan individu dalam menjaga kehamilannya dan memberikan kritik yang bersifat membangun. 4) Dukungan Instrumental Bantuan instrumental merupakan bantuan nyata yang berupa dukungan materi seperti pelayanan, barang-barang dan finansial. Menurut Musbikin (2008, p. 44) dukungan suami dapat berupa dukungan finansial dan menemani saat pergi memeriksakan kehamilannya serta membantu pekerjaan rumah tangga.
29
Bentuk dukungan ini berupa pemeriksaan kesehatan secara rutin bagi ibu dan janin serta mengurangi atau menghindari perasaan cemas dan stres. d. Manfaat Dukungan Suami Manfaat dukungan suami yaitu: 1) Meningkatkan kesejahteraan psikologis dan penyesuaian diri serta mengurangi stres dan kecemasan selama kehamilan. 2) Meningkatkan dan memelihara kesehatan fisik selama kehamilan. e. Fungsi Dukungan Suami Fungsi dukungan suami, yaitu: 1) Dukungan informasi, jika ibu hamil tidak dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi maka dukungan informasi dilakukan dengan memberi nasehat, saran dan petunjuk-petunjuk tentang pemecahan masalah yang tiba-tiba muncul (Bobak, 2004, p. 134) 2) Dukungan emosional diberikan dengan memberikan dorongan atau motivasi yang berupa perhatian dan sikap yang berarti bagi ibu hamil sehingga dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi. 3) Dukungan penilaian, berupa dukungan harga diri yang memiliki manfaat memberikan keyakinan kepada ibu hamil. 4) Dukungan instrumental, berupa dukungan nyata yang bersifat material yang bertujuan untuk meringankan beban ibu hamil.
30
B. Kerangka teori
Faktor Dasar: Sosial Ekonomi Pengetahuan Pendidikan Budaya
Faktor Tidak Langsung: Kunjungan Antenatal Care (ANC) Paritas Umur Dukungan Suami
Anemia pada ibu hamil
Faktor Langsung : Pola Konsumsi Zat Besi Penyebab Infeksi Perdarahan
Keterangan : : yang diteliti ----------
: yang tidak diteliti
Gambar 2.1 : Kerangka Teori Sumber : Istiarti 2000, dan Arisman 2004
31
C. Kerangka Konsep Variabel bebas
Pengetahuan trimester
ibu III
Variabel terikat
hamil tentang
konsumsi zat besi Kejadian anemia
Dukungan
suami
tentang
konsumsi zat besi
Variabel pengganggu − Pendidikan * − Kunjungan ANC * − Paritas * − Umur * − Pola kunsumsi zat besi − Penyebab infeksi − Perdarahan * Keterangan : * : Dilakukan pengukuran
Gambar 2.2 : Kerangka Konsep
32
D. Hipotesis Ha : Ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu hamil trimester III tentang konsumsi zat besi dan dukungan suami dengan kejadian anemia