BAB II TINJAUAN TEORI I. KONSEP FRAKTUR PROXIMAL CRURIS SINISTRA A.
Pengertian Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (Brunner & Suddarth, 2002), sedangkan menurut Suriadi (2001) Fraktur adalah putusnya kontinuitas tulang, tulang rawan epifisis atau tulang rawan sendi yang biasanya dengan melibatkan kerusakan vascular dan jaringan sekitarnya yang ditandai dengan nyeri, pembengkakan, dan tenderness (Suriadi, 2001).
B.
Klasifikasi 1. Fraktur komplit tidak komplit a. Fraktur komplit : garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang. b. Fraktur tidak komplit : garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang, seperti : -
Hairline fracture (patah retak rambut)
-
Buckle fracture atau Torus fracture (terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa dibawahnya, umumnya terjadi pada distal radius anak-anak)
-
Greenstick fracture (fraktur tangkai dahan muda, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang anak)
2. Bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma a. Garis patah melintang : trauma angulasi atau langsung b. Garis patah oblique : trauma angulasi c. Garis patah spiral : trauma rotasi d. Fraktur kompresi : trauma axial-fleksi pada tulang spongiosa e. Fraktur avulasi : trauma tarikan/traksi otot pada tulang, misalnya; fraktur patella
3. Jumlah garis patah a. Fraktur segmental : garis patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan. Bila dua garis patah disebut pula fraktur bifokal. b. Fraktur kominutif : garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan. c. Fraktur multiple : garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan tempatnya, misalnya; fraktur femur, fraktur cruris, dan fraktur tulang belakang. 4. Bergeser-tidak bergeser a. Fracture undisplaced (tidak bergeser) : garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser, periosteumnya masih utuh. b. Fracture displaced (bergeser) : terjadi pergeseran fragmenfragmen fraktur yang juga disebut dislokasi fragmen. -
Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan “overlapping”).
-
Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
-
Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauhi).
5. Tertutup-terbuka a. Fraktur terbuka : bila terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit. b. Fraktur tertutup : bilamana tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit.
C.
Etiologi Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu: 1.
Fraktur akibat peristiwa trauma Sebagian Fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran atau penarikan. Bila tekanan kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan Fraktu lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan Fraktu melintang dan
kerusakan pada kulit diatasnya. Penghancuran kemungkinan akan menyebabkan Fraktu komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas. 2.
Fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan pada tibia, fibula atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon tentara yang berjalan baris-berbaris dalam jarak jauh.
3.
Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang tersebut lunak (misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh.
4.
Kekerasan langsung Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
5.
Kekerasan tidak langsung Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
6.
Kekerasan akibat tarikan otot Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan. (Oswari E, 1993)
D. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi deformitas, pemendekan ekstermitas, krepitus, pembekakan lokal, dan perubahan warna. 1. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstermitas yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan ekstermitas normal. Ekstermitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada intergitas tulang tempat meleketnya otot. 3. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan di bawah tempat fraktur. Fregmen sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci) Saat ekstermitas di periksa dengan tangan. Teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gerakan antara fregmen satu dengan lainnya. 4. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera. Lewis (2006) menyampaikan manifestasi klinik fraktur adalah sebagai berikut: 1)
Nyeri Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.
2)
Bengkak/edama Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
3)
Memar/ekimosis Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
4)
Spame otot Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadu disekitar fraktur.
5)
Penurunan sensasi Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema.
6)
Mobilitas abnormal Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.
7)
Krepitasi Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang digerakkan.
8)
Defirmitas Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya
9)
Shock hipouolemik Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.
E. Patofisiologi Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang dapat disebabkan karena trauma atau suatu keadaan yang patologis. Klasifikasi fraktur banyak macamnya, tetapi yang terpenting adalah ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar (fraktur terbuka dan fraktur tertutup). Tulang yang rusak mengakibatkan rusaknya periosteum, pembuluh darah pada korteks dan sumsum tulang, serta jaringan lunak lainnya. Fraktur dimanifestasikan dengan adanya deformitas, bengkak pada area patah tulang, kemerahan dari perdarahan subkutan, spasme otot karena kontraksi otot involunter di dekat area patah tulang sehingga menimbulkan gangguan rasa nyaman (nyeri). Gangguan sensasi/baal karena kerusakan saraf atau tertekannya saraf oleh edema dapat menyebabkan kehilangan fungsi normal sehingga menimbulkan gangguan mobilitas fisik dan defisit perawatan diri.
F. Komplikasi 1.
Komplikasi Awal a.
Kerusakan Arteri Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b.
Kompartement Syndrom Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.
c.
Fat
Embolism
Syndrom Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam. d.
Infeksi System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e.
Avaskuler Nekrosis Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.
f.
Shock Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
2.
Komplikasi
Dalam
Waktu
Lama a.
Delayed Union Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karenn\a penurunan supai darah ke tulang.
b.
Nonunion Nonunion
merupakan
kegagalan
fraktur
berkkonsolidasi
dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang. c.
Malunion Malunion
merupakan
penyembuhan
tulang
ditandai
dengan
meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik. (Black, J.M, et al, 1993) G. Pemeriksaan Diagnostik a)
Pemeriksaan Radiologi Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan xray harus atas dasar indikasi
kegunaan pemeriksaan penunjang dan
hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada xray: •
Bayangan jaringan lunak.
•
Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga rotasi.
•
Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
•
Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti: •
Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
•
Myelografi:
menggambarkan
cabang-cabang
saraf
spinal
dan
pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma. •
Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
•
Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
b)
Pemeriksaan Laboratorium Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang. •
Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
•
Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
c)
Pemeriksaan lain-lain •
Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi. •
Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
•
Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
•
Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.
•
Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
•
MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur. (Ignatavicius, Donna D, 1995)
H. Penatalaksanaan Medis 1.
X.Ray
2.
Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
3.
Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
4.
CCT kalau banyak kerusakan otot.
Penatalaksanaan yang lain meliputi : 1. Reduksi adalah memperbaiki fragmen-fragmen fraktur pada posisi anatomik normal. Caranya : reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka. 2. Imobilisasi adalah mempertahankan reduksi di tempatnya sampai terjadi penyembuhan. Caranya : dengan alat-alat eksternal ( bebat, brace, case, pen dalam plester, fiksator eksternal, traksi, balutan), alat-alat internal ( nail, lempeng, sekrup, kawat, batang ). 3. Rehabilitasi adalah meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan normal pada bagian yang sakit. I. Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan 1. Faktor yang meningkatkan penyembuhan fraktur : a. Imobilisasi fragmen-fragmen tulang.
b. Kontak fragmen tulang maksimum. c. Suplai darah cukup. d. Nutrisi tepat. e. Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang. f. Hormon-hormon pertumbuhan, tiroid, kalsitonin, vitamin D, steroid anabolic. g. Potensial listrik yang melewati fraktur. 2. Faktor yang menghambat penyembuhan fraktur : a. Trauma lokal berlebihan. b. Kehilangan tilang. c. Imobilisasi tidak adekuat. d. Ruang/jaringan diantara fragmen tulang. e. Infeksi. f. Keganasan lokal. g. Penyakit tulang metabolik (mis. penyakit Paget). h. Tulang diradiasi (nekrosis radiasi). i. Nekrosis avaskuler. j. Fraktur intra-artikular (cairan sinovial yang mengandung fibrolisin, yang melisiskan bekuan awal dan memperlambat pembentukan bekuan). k. Usia (lansia sembuh lebih lama). l. Kortikosteroid (menghambat kecepatan perbaikan). II. Pengkajian A. Pengkajian Primary Survey 1.
Airways -
Sumbatan atau penumpukan secret
-
Wheezing atau krekles
2.
Breathing -
Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
-
RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
-
Ronchi, krekles
-
Ekspansi dada tidak penuh
-
Penggunaan otot bantu nafas
3.
Circulation -
Nadi lemah , tidak teratur
-
Takikardi
-
TD meningkat / menurun
-
Edema
-
Gelisah
-
Akral dingin
-
Kulit pucat, sianosis
-
Output urine menurun
B. Pengkajian Secondary Survey 1.
Aktifitas Gejala : -
Kelemahan
-
Kelelahan
-
Tidak dapat tidur
-
Pola hidup menetap
-
Jadwal olah raga tidak teratur
Tanda : -
Takikardi
-
Dispnea pada istirahat atau aaktifitas
2.
Sirkulasi . -
Edema Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum,krekles mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel
-
Warna Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir
3.
Integritas ego Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan , kerja , keluarga
Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku menyerang, focus pada diri sendiri, koma nyeri 4.
Eliminasi Tanda : normal, bunyi usus menurun.
5.
Makanan atau cairan Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan berat badan
6.
Hygiene Gejala atau tanda : lesulitan melakukan tugas perawatan
7.
Neurosensori Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat ) Tanda : perubahan mental, kelemahan
8.
Nyeri atau ketidaknyamanan Gejala :
Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral)
Lokasi
: Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat menyebar ke tangan, ranhang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher.
Kualitas : “Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat . Intensitas : Biasanya 10(pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami. Catatan
: Nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, diabetes mellitus , hipertensi, lansia
9.
Pernafasan:
Gejala : - dispnea tanpa atau dengan kerja - dispnea nocturnal - batuk dengan atau tanpa produksi sputum - riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis. Tanda : - peningkatan frekuensi pernafasan - nafas sesak / kuat - pucat, sianosis - bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum 10.
Interkasi social Gejala : - Stress - Kesulitan koping dengan stressor yang ada missal : penyakit, perawatan di RS Tanda : - Kesulitan istirahat dengan tenang - Respon terlalu emosi ( marah terus-menerus, takut ) - Menarik diri
J. Diagnosa Keperawatan & Fokus Intervensi Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada klien dengan fraktur antara lain : 1. Nyeri berhubungan dengan spasme otot dan kerusakan sekunder terhadap fraktur. Tujuan : Klien menyatakan nyeri hilang, menunjukkan penggunaan ketrampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik sesuai indikasi. Intervensi : a. Kaji lokasi, intensitas, dan tipe nyeri. Gunakan skala peringkat nyeri. b. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring sampai fraktur berkurang.
c. Pertahankan traksi yang diprogramkan dan alat-alat penyokong. d. Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena. e. Jelaskan prosedur sebelum memulai tindakan. f. Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif/aktif. g. Ajarkan teknik relaksasi, contoh : distraksi, stimulasi kutaneus. h. Berikan alternatif tindakan kenyamanan, misal : ubah posisi. i. Kolaburasi pemberian analgesik. 2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler. Tujuan
:
Klien mendapatkan mobilitas pada tingkat optimal,
mempertahankan posisi fungsional, menunjukkan teknik mampu melakukan aktivitas. Intervensi : a. Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cedera/pengobatan. b. Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik. c. Instruksikan klien untuk/bantu klien dalam rentang gerak pasif/aktif pada ektremitas yang sakit dan yang tidak sakit. d. Awasi tekanan darah dan perhatikan keluhan pusing. e. Ubah posisi secara periodic dan dorong untuk latihan napas dalam. f. Berikan diet tinggi protein, karbohidrat, vitamin, dan mineral. 3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan gerak sekunder terhadap fraktur. Tujuan : Klien dapat melakukan perawatan diri secara sederhana dan mandiri. Intervensi : a. Evaluasi kemampuan untuk berpartisipasi dalam setiap aktivitas perawatan. b. Tingkatkan harga diri dan penentuan diri selama aktivitas perawatan diri. c. Tingkatkan partisipasi optimal.
d. Beri dorongan untuk mengekspresikan perasaan tentang kurang perawatan diri. e. Libatkan keluarga/orang dekat dalam membantu klien melakukan perawatan diri. 4. Aktual/resiko tinggi kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan fraktur. Tujuan
:
Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang,
mencapai
penyembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan lesi terjadi. Intervensi : a. Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan, perubahan warna kelabu, memutih. b. Massage kulit dan penonjolan tulang, pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan. c. Ubah posisi dengan sering (4 jam sekali). d. Amati kemungkinan adanya tekanan pada bagian luka khususnya pada pinggir atau bawah bebat. e. Anjurkan klien untuk menggerakkan bagian anggota tubuh lain yang tidak sakit. 5. Aktual/resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit, trauma jaringan. Tujuan : Klien akan menunjukkan penyembuhan luka sesuai waktu dengan bukti luka tidak terdapat pus. Intervensi : a. Observasi keadaan umum luka. b. Pantau penyembuhan luka dengan memperhatikan hal berikut : bukti luka tidak terdapat pus. c. Kaji tonus otot, refleks tendon dalam dan kemampuan berbicara. d. Selidiki nyeri tiba-tiba / keterbatasan gerakan dengan edema lokal / eritema ekstremitas cedera. e. Lakukan perawatan luka aseptik dan antiseptik.
f. Lakukan prosedur isolasi. g. Tutup luka dengan kasa steril.
6. Ansietas berhubungan dengan gangguan status kesehatan/krisis situasi. Tujuan : Klien tidak rewel, terlihat tenang dan relaks, ikut serta dalam aktivitas. Intervensi : a. Pantau tingkat ansietas klien. b. Berikan penekanan penjelasan dokter mengenai pengobatan dan tujuannya, klarifikasi kesalahan konsep. c. Berikan dan luangkan waktu untuk mengungkapkan perasaan. d. Ajarkan dan bantu dalam teknik penatalaksanaan stress. e. Kaji perilaku koping yang ada dan anjurkan penggunaan perilaku yang telah berhasil digunakan untuk mengatasi pengalaman yang lalu. f. Berikan dorongan untuk berinteraksi dengan orang terdekat, teman serta saudara. g. Jelaskan semua prosedur dan pengobatan, libatkan klien dalam perencanaa, berikan pilihan, berikan dorongan untuk membuat keputusan yang aman. 7. Resiko
tinggi
perubahan
penatalaksanaan
pemeliharaan
rumah
berhubungan dengan defisit pengetahuan tentang tindakan perawatan diri saat pulang, kurang sistem pendukung yang adekuat. Tujuan : Klien mampu : a. Mengungkapkan pengertian, prognosis, pengobatan, & program rehabilitasi. b. Memperagakan kemampuan untuk merawat alat bantu imobilisasi. c. Mengekspresikan pengetahuan tentang gejala, potensial komplikasi. Intervensi : a. Tekankan pentingnya rencana rehabilitasi aktivitas, istirahat, dan latihan.
b. Berikan dan tinjau ulang instruksi diet pengenai tipe dan jumlah, perlunya menghindari penambahan berat badan bila mungkin. c. Diskusikan tentang obat-obatan : nama, tujuan, jadwal, dosis, dan efek samping. d. Diskusikan tanda dan gejala untuk dilaporkan pada dokter : nyeri hebat, perubahan suhu badan, warna, atau sensasi pada ekstremitas, bau yang menyengat atau drainase dari luka. e. Jelaskan tentang gips, bebat, slang sesuai indikasi. f. Berikan dorongan untuk melakukan kunjungan tundak lanjut pada dokter.
DAFTAR PUSTAKA Arjatmmo Tjokronegoro, dkk. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi Ketiga. Jakarta: EGC. Hudak & Gallo. 1997. Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC. John A. Boswick. 1988. Perawatan Gawat Darurat (Emergency Care). Jakarta: EGC Purwadianto & Budi Sampurna. 2000. Kedaruratan Medik. Jakarta Barat: Binarupa Aksara. Smeltzer & Brenda. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 Vol.2. Jakarta: EGC. Long, B.C. Essential of medical – surgical nursing : A nursing process approach. Alih bahasa : Yayasan IAPK. Bandung: IAPK Padjajaran; 1996 (Buku asli diterbitkan tahun 1989) Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth’s textbook of medical– surgical nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000 (Buku asli diterbitkan tahun 1996) Reeves, C.J., Roux, G., Lockhart, R. Medical – surgical nursing. Alih bahasa : Setyono, J. Jakarta: Salemba Medika; 2001 (Buku asli diterbitkan tahun 1999)
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS DAN EMERGENCY PADA NY. M DENGAN CLOSED FRAKTUR PROXIMAL CRURIS SINISTRA DI RUANG BEDAH MINOR IGD RSUD Dr. MOEWARDI 1.
PENGKAJIAN Pengkajian dilakukan pada hari Senin, 13 Desember 2010 pada pukul 15:00 WIB di ruang IGD bedah minor RSUD Dr. Moewardi Surakarta A. IDENTITAS 1. Klien Nama
:
Ny. M
No rekam medis
:
01041862
Usia
:
50 tahun
Jenis kelamin
:
Perempuan
Alamat
:
Karangturi Sukoharjo RT 01/02 Surakarta
Status perkawinan :
Kawin
Agama
:
Islam
Suku
:
Jawa/Indonesia
Pendidikan
:
SMA
Pekerjaan
:
Ibu rumah tangga
Tgl masuk
:
13 Desember 2010
2. Penanggung Jawab Nama
: Tn. Y
Umur
: 55 th
Jenis kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Karangturi Sukoharjo RT 01/02 Surakarta
Agama
: Islam
Status
: Suami
Pekerjaan
: Swasta
B. KELUHAN UTAMA Nyeri dibagian lutut kiri C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Keluarga klien mengatakan, ± 5 jam saat pasien naik sepedah motor ke pasar, saat berhenti dilampu merah. Klien ditabrak mobil dari sampingnya. Kemudian klien terpentar ke aspal. Setelah jatuh klien merasakan nyeri pada bagian lutut kiri dan tidak bisa dibuat berjalan. Kemudian penolong membawanya ke puskesmas. Karena di puskesmas kurang adanya sarana dan tidak bisa menangani kemudian klien dirujuk ke RS Moewardi Surakarta. pembidaian. Dari hasil pengkajian didapatkan lecet pada bagian tangan dan kaki kanan, bengkak dilutut kiri, adanya deformitas, adanya nyeri, dan lemah. D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU Klien belum pernah dirawat di RS sebelumnya dan belum pernah dioperasi. Jika klien sakit,klien hanya memeriksakan penyakitnya ke puskesmas. Klien juga tidak pernah mengalami kecelakaan sebelumnya. Klien juga tidak pernah mempunyai riwayat penyakit jantung, hipertensi, DM, serta penyakit infeksi dan penyakit menular lainnya. E. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA 1. Penyakit Keluarga mengatakan bahwa ibu klien pernah mengalami kecelakaan bermotordan kemudian meninggal. Keluarga tidak mempunyai riwayat penyakit keturunan seperti DM, hipertensi. Keluargajuga tidak mempunyai penyakit menular seperti HIV/AIDS dan hepatitis.
2. Genogram a. Genogram keluarga
Keterangan : : Laki-laki : Perempuan ----- : Tinggal Serumah : Klien X
: Meninggal
F. Pengkajian Emergency 1.
Primary survey a. Airway Klien tampak sianosis pada kuku dan bibir, tidak terdapat retraksi sela iga, tidak terjadi penurunan kesadaran, ada sumbatan jalan napas berupa secret, suara napas snoring, tidak terjai henti napas, terdapat hembusan hawa ekspirasi dari lubang hidung dan mulut dengan perbandingan 1:1, terdapat getaran dileher ketika klien bernapas. b. Breathing
Terjadi takipnue, RR : 28x/mnt, terdapat sianosis pada kuku dan kulit, terdapat jejas didada, klien tampak sesak, teraba hawa ekspirasi dan tidak terdapat krepitas. c. Circulation Akral dingin, bibir dan kuku klien tampak pucat, mukosa bibir kering, terdapat bengkak pada bagian lutut, HR: 84x/mnt, TD : 110/80 mmHg, CRT 3dtk, d. Disability Kes: Composmentis, GCS: E4V5M6 Ku: lemah, reflek pupil isokor. e. Exposure S: 36,5 c, terdapat lecet pada bagian kaki kanan, terdapat jejas di dada. 2.
Secondary survey a. Tingkat kesadaran : Composmentis b. Penampilan
: Lemas, pucat.
c. Tanda – tanda vital - TD
: 110/80 mmHg
- Suhu
: 36,4° C
- RR
: 28 x/menit
- Nadi
: 84 x/menit
d. Pemeriksaan fisik -
Kepala Bentuk mesochepal, terdapat lesi pada dahi, rambut lurus, warna
hitam,
dan
tidak
terdapat
uban,
rambut
terdistribusimerata, terdapat nyeri tekan pada bagian dahi. -
Mata Tidak tampak sembab, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor, gerakan bola mata antara kanan kiri sama, medan penglihatan baik, klien bisa melihat dengan jarak ≤ 6 m.
-
Hidung Bentuk simetris, terdapat secret dihidung, pernapasan cuping hidung (-), tidak terdapat sinusitis
-
Telinga Fungsi pendengaran baik yang diuji dengan menggunakan arloji, bentuk simetris, tidak ada serumen, tidak terdapat nyeri tekan pada tulang mastoid, idak aa luka pada daun telinga
-
Mulut Bibir kering dan pucat, tidak terdapat secret
-
Leher Bentuk simetris, tidak ada pembesaran kelenjar limpa dan tiroid
-
Paru-paru : I : Pengembangan dada simetris, gerakan dada sama P : Taktil fremitus tidak sama antara kanan dan kiri, lebih redup sebelah kiri P : Terdapat suara hipersonor A : Ronchi pada paru kiri
-
Jantung : I : Ictus cordis tidak tampak Pa : Ictus cordis teraba di ICS V midclavicula sinistra Pe : Redup A : BJ S1 & S2 murni tidak ada suara tambahan
-
Abdomen : I : Perut datar, tidak ada distensi abdomen A : Bising usus (+), 15 x/mnt P : Timpani P : Tidak ada pembesaran hati dan limpa
-
Genitalia : Daerah genitalia bersih, tidak terdapat keputihan.
-
Ekstremitas
Superior : Terdapasang infuse pada tangan kanan RL 20 tts/mnt, kekuatan otot 5/5 Inferior : Terdapat pembengkakan pada kaki kiri, kekuatan otot kanan 5,kiri 0, akral dingin, CRT 3 detik,tampak pucat 3.
Tersier Survey a. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan Hematologi
tanggal 13 Desember 2010
Hasil
Nilai normal
13,2 gr/dl
12-16 gr/dl
Hemoglobin
36,2 %
38-47 %
Hematokrit
4,1 Iu u/L
4,2-5,4 Iu u/L
Eritrosit
16,3 10 u/L
4,5-11 10 u/L
Leukosit
220 10 u/L
150-440 10 u/L
Kimian klinik
120 mg/Dl
70-110 mg/dl
GDS
A
Gol. Darah
18,4 dtk
10-15 dtk
PT
36,5 dtk
22-40 dtk
Trombosit
PTT b. Program Terapi 1. Terapi O2 nasal 3 l/mnt 2. Infuse RL 20 tpm 3. Ketorolax 30 mg c. Hasil Rontgen Rontgen Radiologi tanggal 13 Desember 2011 Kesan : Fraktur Cruris sinistra Fraktur tulang tibia dan fibula sinistra 1/3 tengah
Dengan angulasi ringan Terpasang plat 8, hole 1 buah dan screw 8 buah Tampak posisi tulang baik
II.ANALISA DATA
No
Hari/tgl
Dx.
Data focus
Masalah
Etiologi
Kep 1
Senin,
I
13/12/2010
Ds :
Perubahan
-
jam 15 :15
perfusi Pembengkakan
Kien mengatakan kakinya membengkak jaringan perifer dan sulit digerakkan
WIB
-
Klien mengatakan nyeri setiap digerakkan
Do: -
TTV TD : 110/80 mmHg N : 84x/mnt T : 36,5 ° c RR : 28x/mnt
-
Terdapat sianosis pada bagian kulit dan kuku
-
Ku : Lemah
-
Mukosa bibir tampak pucat dan kering
-
Terdapat pembengkakan pada bagian lutut kiri
2
Senin, 13/12/2010
II
Ds :
Adanya rasa nyeri Gangguan
-
jam 15 :15 WIB
Adanya deformitas
Klien mengatakan nyeri pada bagian lutut nyaman : nyeri kiri
-
Klien mengatakan nyeri menjalar hingga seluruh kaki
P : Nyeri timbul disebabkan jatuh dari motor Q : Nyeri terasa seperti di iris-iris R : Nyeri dirasakan diarea lutut kiri, hingga menjalar ke seluruh kaki
rasa Deformitas tulang
fragmen
III.DIAGNOSA KEPERAWATAN 1.
Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan pembengkakan
2.
Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan deformitas fragmen tulang
3.
Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan pergeseran fragmen tulang
IV. INTERVENSI No 1
Hari/tanggal
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Senin
keperawatan Gangguan perfusi
Setelah
13 – 12 -
jaringan berhubungan
tindakan keperawatan
2010
dengan
selama 1 x 8 jam
pembengkakan.
diharapkan
dilakukan 1.
Rasionalisasi Pantau
TTV
kondisi klien 2. Untuk megetahui fungsi
perfusi 2.
Kaji
jaringan tidak terjadi
perubahan penglihatan, dan
gangguan dengan KH:
gerakan bola mata
-
TTV normal Dgn TD 120/80
1. Untuk mengetahui
3.
penghelihatan 3. Untuk mengetahui tingkat kesadaran dan
Pantau dan catat status neurologi
perkembangan klien. 4. Untuk mengetahui kondisi klien
mmHg, nadi 60- 4. 100 x/menit, RR 16-24x/menit.
Observas i adanya aktivitas kejang
5.
Kolabora si pemberian cairan sesuai indikasi
6.
5. Pemenuhan kebutuhan cairan 6. Untuk membuka jalan nafas 7. Pemenuhan kebutuhan
Tinggika n kepala 15 – 45 drajat serta
oksigen ke perfusi jaringan serebral.
pertahankan kepala dan leher posisi tengah 7.
Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
2
Senin
Gangguan rasa
Setelah
13 – 12 -
nyaman nyeri b.d
tindakan keperawatan
posisi yang nyaman pada
nyeri yang lebih berat
2010
deformitas fragmen
selama 1 x 8 jam
pasien
dan menjaga posisi
tulang
diharapkan klien tidak
fraktur supaya tidak
mengeluh
terseger lebih buruk
dengan KH:
dilakukan 1.
nyeri
Atur
1. Menghindarkan rasa
2. Menghindari pergeseran
-
Klien tidak 2. merasa nyeri
-
untuk tidak banyak
Menunjukk Skala
fraktur 3.
3. Memastikan daderah fraktur tidak berubah dan
Fiksasi
berukang menjadi
dengan pemasangan spalk
3
pada daerah fraktur 4.
daderah fraktur yang memperburuk keadaan
menggerakkan pada daerah
an kondisi rileks -
Anjurkan
menjaga imobilitas 4. Mengetahui perubahan keadaan klien
Kaji kualitas dan stsatus nyeri yang dirasakan klien
3
Senin
Gangguan mobilitas
Setelah
13 – 12 -
fisik b.d kerusakan
tindakan keperawatan
2010
mobilitas fisik
selama 1 x 8 jam 2. diharapkan mampu
dilakukan 1.
K aji tingkat kemampuan klien
klien beratifitas
A memberikan latihan gerak
terlalu lama
KH:
selanjutnya pada klien 3.
Melatih gerak dan menghindari imobilitas yang
pasik dan aktif untuk terapi
Bergerak
selanjutnya
njurkan keluarga untuk
secara normal dengan -
Menentukan intervensi
Untuk menghindarkan klien U
yang bergerak terlalu berat
aktif -
Kekuatan otot
ntuk sementara anjurkan
dan menghindari resiko
keluarga untuk membantu
cedera yang lebih berat
pemenuhan ADL 5 5
5 0
V. IMPLEMENTASI No 1
Hari/tanggal
Diagnosa keperawatan
Implementasi
Senin
Gangguan perfusi
13 – 12 -
jaringan berhubungan
O: TD ; 110/80 mmhg, RR 28 x/menit,
2010
dengan pembengkakan
nadi:98x/menit
1.
Memantau TTV
2.
mengkaji perubahan penglihatan, dan gerakan bola mata
3.
Memantau dan catat
Respon S:
S: klien mengatakan masih bisa melihat jarak kurang lebih 6 meter. O: gerakan bola mata kanan kiri sama.
status neurologi S: 4.
Mengobservasi adanya aktivitas kejang
O: kuku dan wajah sianosis
S: klien mengatakan lebih baik O: cairan masuk 5.
Kolaborasi
S: Klen mengatakan lebih nyaman
pemberian cairan sesuai indikasi 6.
Tinggikan kepala 15 – 45 drajat serta pertahankan kepala dan leher posisi tengah
7.
O: Klien terlihat nyaman. S: Klien mengatakan sesak berkurang O:Oksigen masuk dengan kanul nasal 3 liter.
Memberikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
2
Senin
Gangguan rasa
13 – 12 -
nyaman nyeri b.d
2010
deformitas fragmen
posisi yang nyaman pada pasien ( kaki
tulang
pada bagian fraktur direntangkan dan
1.
Mengatur O: Imobilisasi lebih terjaga dank klien
pada posisi sejajar )
tampak mengurangi mobilitas O: Klien melakukan instruksi untuk tidak
2.
Menganj urkan untuk tidak banyak
menggerakkan kaki pada bagian yang fraktur
menggerakkan pada daerah fraktur O: Klien tampak memegangi lutut kiri
3.
Mengfiks
P : Nyeri timbul disebabkan jatuh dari
asi dengan pemasangan spalk pada
motor
daerah fraktur
Q : Nyeri terasa seperti di iris-iris R : Nyeri dirasakan diarea lutut kiri,
4.
Mengkaji
hingga menjalar ke seluruh kaki
kualitas dan status nyeri yang dirasakan
S : Skala nyeri 8
klien
T : Nyeri timbul terus menerus setelah kecelakaan S: Klien merasa nyeri lebih baik dan berkurang O: Skala 5
5.
Memberi kan obat anti nyeri seperti ketorolak
3
Senin
Gangguan mobilitas
1. Mengkaji tingkat kemampuan klien
S:
13 – 12 -
fisik b.d kerusakan
Klien mengatakan untuk sullit
2010
mobilitas fisik
melakukan gerak terutama pada derah
2. Menganjurkan keluarga untuk memberikan latihan gerak pasik dan
fraktur S:
aktif untuk terapi selanjutnya pada
Keluarga mengerti tentang cara melatih
klien
gerak pada klien dan terapi yang harus dilakukan
3. Untuk sementara anjurkan keluarga untuk membantu pemenuhan ADL
S: Keluarga mampu melakukan pemenuhan ADL pada klien.
VI. EVALUASI No Hari/tanggal 1 Senin 13-12-2010
Diagnosa keperawatan Gangguan perfusi
Evaluasi S:
jaringan berhubungan
-
dengan pembengkakan
Klien mengatakan lemasnya berkurang
O: -
sianosis berkurang, nadi 82x/menit
-
TD 110/80 mmHg
A: Masalah tertasi sebagian P: Lanjutkan intervensi (mengkaji TTV dan memberikan O2) 2
Senin
Gangguan rasa nyaman
13-12-2010
nyeri b.d deformitas
S: -
fragmen tulang
Klien mengatakan nyerinya belum berkurang
O: -
Klien tampak gelisah, meringis, skala 7
A : Masalah belum teratasi P : Lanjutkan intervensi -
Mengatur posisi klien yang nyaman
-
Memastikan klien tidak banyak gerak
-
Memberikan anti nyeri
3
Senin
Gangguan mobilitas
13-12-2010
fisik b.d kerusakan
S: -
mobilitas fisik
Klien mengatakan belum bisa menggerakkan kakinya yang fraktur
O: -
KU lemah
-
Kekuatan otot 5 5
5 0
A : Masalah belum teratasi P : Lanjutkan intervensi -
Mengatur posisi klien yang nyaman
-
Menghindarkan pergerakan yang berlebih