BAB II TINJAUAN TEORI
A. Memaafkan / Forgiveness 1.
Pengertian Memaafkan Memaafkan adalah pusat untuk membangun manusia yang sehat dan mungkin salah satu proses yang paling penting dalam pemulihan hubungan interpersonal setelah konflik (Toussaint dan Webb, 2005). Ketidaksempurnaan kemampuan manusia untuk berhubungan satu sama lain menimbulkan pelanggaran sering dan tanggapan afektif negatif, perilaku, dan kognitif konsekuensi dalam hubungan interpersonal. Tanggapan negatif ini dapat menyebabkan gangguan fungsi sosial. Memaafkan
melibatkan
pengurangan
respon
negatif
terhadap
pelanggaran. Ini tidak melibatkan mencari retribusi atau restitusi dan tidak memerlukan kerentanan lebih lanjut, melainkan memungkinkan akuntabilitas. Worthington (Gani, 2011) menyatakan bahwa memaafkan adalah mengurangi atau membatasi kebencian serta dendam yang mengarah kepada pembalasan. Secara sederhana bisa dikatakan bahwa memaafkan lebih dari sekedar membuang hal-hal negatif. memaafkan juga menggerakan seseorang untukmerasakan kabaikan dari pelaku. dengan kata lain, memaafkan tidak hanya mengenyahkan emosi negatif tetapi juga menggerakan anda ke perasaan positif.
9 Perilaku Memaafkan Pada Korban…, Intan Desy Warnaningrum, Fakultas Psikologi UMP, 2016
10
Philpot, 2006 (dalam Gani, 2011) menyatakan memaafkan sebagai proses (atau hasil dari proses) yang meliputi perubahan perasaan dan sikap terhadap pelaku. sejumlah peneliti memandangnya sebagai proses yang diniatkan dan disengaja, didorong oleh keputusan untuk memaafkan. hasil dari proses ini adalah menurunnya dorongan untuk mempertahankan perasaan tuntutan pelepasan emosi negatif kepada pelaku. Nashori (2007) mendefinisikan pemaafan atau memaafkan adalah menghapus luka atau bekas-bekas luka dalam hati. Pemaafan secara dewasa bukan berarti menghapus seluruh perasaan negative tetapi menjadi sebuah keseimbangan perasaan. Keinginan untuk berbuat positif tidak berarti menghapuskan perasaan negative yang pernah ada. Hal ini hanya dapat dicapai bila masing-masing individu mampu belajar menyadari bahwa setiap orang mempunyai kekurangan masing-masing. Kesadaran inilah yang lebih dibutuhkan daripada usaha membuat ilusi mengganti semua pengalaman negative menjadi hal yang positif. McCullough (2001) perilaku memaafkan dapat didefinisikan sebagai suatu tranformasi atau perubahan motivasi pada diri seseorang. Perubahan yang dialami oleh individu tersebut adalah adanya pengurangan motivasi pada diri seseorang untuk melakukan perlawanan, adanya pengurangan motivasi untuk mempertahankan permusuhan dengan orang lain, upaya untuk meningkatkan motivasi dalam meningkatkan konsiliasi dan berniat baik untuk memperbaiki hubungan walaupun ada tindakan dari partnernya yang dianggap memberikan kerugian bagi dirinya.
Perilaku Memaafkan Pada Korban…, Intan Desy Warnaningrum, Fakultas Psikologi UMP, 2016
11
Enright (1998) perilaku memaafkan adalah adanya tindakan sebagai upaya yang dilakukan seseorang untuk tidak membalas menyakiti orang lain atas apa yang telah dilakukannya, melainkan memberikan pengampunan. Perilaku memaafkan itu sendiri dapat dibedakan dari melupakan, membalas orang lain dengan setimpal dengan perbuatannya atau rekonsiliasi. McCullough, dkk (1997) menambahkan bahwa perilaku memaafkan adalah konsep dasar yang menghambat seseorang untuk tetap mempertahankan permusuhan maupun upaya balas dendam. Perilaku memaafkan pada akhirnya akan meningkatkan motivasi pada diri seseorang untuk melakukan perdamaian yang bersifat lebih konstruktif bagi pihak yang bertikai. Pemberian maaf menurut Enright dan Reed (Nashori, 2007), mengungkapkan adanya empat fase untuk pemberian maaf yaitu : a. Fase pengungkapan Yaitu ketika seseorang merasa memiliki perasaan negative yang ada dalam dirinya akibat dari kesalahan yang pernah dilakukannya. Sehingga
dari
kesalah
tersebut
seseorang
berusaha
untuk
mengungkapkan perasaan yang dialaminya b. Fase Keputusan Yaitu seseorang mulai berpikir rasional dan memikirkan kemungkinan untuk memaafkan. Pada fase ini seseorang mulai berpikir mengenai manfaat yang bisa diambil setelah melakukan proses pemaafan.
Perilaku Memaafkan Pada Korban…, Intan Desy Warnaningrum, Fakultas Psikologi UMP, 2016
12
c. Fase tindakan Yaitu adanya tingkat pemukiran baru untuk secara aktif memberikan maaf kepada diri sendiri setelah mampu berpikir rasional dalam upaya memahami manfaat dari memaafkan dirinya. Kemudian mengambil tindakan yang nyata menuju perbaikan diri setelah melakukan kesalahan. d. Fase pendalaman Yaitu internalisasi kebermaknaan dari proses memaafkan, seseorang akan memahami bahwa dengan memaafkan, ia akan member manfaat bagi dirinya sendiri serta lingkungan. Dari beberapa definisi pemaafan diatas dapat disimpulkan bahwa pemaafan adalah kamauan atau kesediaan untuk meninggalkan kekeliruan masa lalu yang menyakitkan, serta berusaha melepaskan kepahitan dengan tujuan melepaskan perasaan negatif yang ada dalam diri eseorang melalui kemauan dan kemampuannya.
2.
Aspek-aspek Memaafkan Menurut Zechmeister & Romero (2002), aspek-aspek perilaku memaafkan, yaitu : a. Aspek kognitif Merupakan respon kognitif individu yang secara sadar dilakukan saat individu mampu menggantikan legitimasinya terhadap orang lain dan menggantikannya dengan respon yang mengarah pada
Perilaku Memaafkan Pada Korban…, Intan Desy Warnaningrum, Fakultas Psikologi UMP, 2016
13
konsiliasi. Perilaku memaafkan diberikan secara total dan tidak mengharapkan balasan. b. Aspek Afektif Merupakan respon emosi yang dimunculkan oleh seseorang dalam mengembangkan perilaku memaafkan. Respon emosi ini dalam bentuk empati atas hal yang dirasakan oleh individu tersebut. c. Aspek Perilaku Merupakan respon perilaku yang dimunculkan oleh individu untuk memberikan maaf kepada orang lain. Membicarakan jalan keluar atas permasalahan yang dihadapai yang memungkinkan timbulnya tindakan perilaku mamaafkan merupakan proses untuk mengembangkan perilaku memaafkan.
3.
Bentuk-bentuk Pemaafan (Forgiveness) Forgiveness atau pemberian maaf menurut Mauger dkk, (1992) ada dua macam pemaafan : a. Pemaafan diri Yaitu pemberian maaf pada diri sendiri yang berhubungan dengan adanya perasaan bersalah, penyesalan terhadap kesalahan yang dilakukan, serta pandangan negative terhadap diri sendiri. b. Pemaafan diri untuk orang lain Yaitu pemberian maaf kepada orang lain. pada proses pemberian maaf ini terkat pada orang lain yang telah membuat luka atau perasaan sakit hati pada seseorang.
Perilaku Memaafkan Pada Korban…, Intan Desy Warnaningrum, Fakultas Psikologi UMP, 2016
14
4.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Memaafkan Menurut McCullough, dkk. (1998), faktor penentu yang mempengaruhi munculnya perilaku memaafkan pada individu, yaitu: a. Social Cognitive Determinant Determinan sosial kognitif meliputi afektif empati terhadap orang lain yang difasilitasi oleh adanya penilaian tanggung jawab dan kemungkinan untuk menyalahkan orang lain maupun penilaian terhadap kesungguhan. Atribusi yang diberikan kepada orang lain merupakan salah satu faktor dari empati maupun perilaku memaafkan. Determinan lainnya adalah adanya pemikiran pribadi, image, dan afeksi yang terkait dengan perselisihan interpersonal yang dapat menyebabkan individu melakukan balas dendam maupun melakukan penolakan. b. Offense Related Determinant Determinan ini timbul apabila individu mempersepsi bahwa hal yang dirasakan oleh individu atas pertikaian yang terjadi memberikan penderitaan bagi dirinya, maka akan lebih sulit kemungkinan baginya untuk dapat memaafkan. c. Relational Determinant Faktor lain yang berpengaruh terhadap perilaku memaafkan adalah sejauhmana kedekatan yang dimiliki oleh seseorang terhadap pihak yang bertikai dengannya. Hal ini banyak dipengaruhi oleh
Perilaku Memaafkan Pada Korban…, Intan Desy Warnaningrum, Fakultas Psikologi UMP, 2016
15
keterkaitan antara perilaku memaafkan dengan motivasi untuk berhubungan interpersonal dengan orang lain. d. Personality Determinant Determinan
kepribadian
yang
berpengaruh
antara
lain
pemahaman seseorang akan konsep memaafkan, sikap seseorang terhadap upaya balas dendam, respon yang dimunculkan saat merasa marah, norma religiusitas sebagai alat untuk meredam perilaku yang mengarah pada pertikaian.
5.
Proses Memaafkan Lewis B. Smedes (1984) dalam bukunya Forgive and Forget: Healing The Hurts We Don‘t Deserve membagi empat tahap pemberian maaf. Pertama adalah menerima rasa sakit hati. Sakit hati yang dibiarkan berarti merasakan sakit tanpa mengobatinya sehingga lambat laun akan mengrogoti kebahagian dan kententraman. Oleh karena itu, meredakan dan memadamkan kebencian terhadap seseorang yang menyakiti bila dibalut, apalagi ditambah dengan obat, ibaratnya memberi antibiotik untuk mematikan sumber sakit. Kedua yaitu meredakan kebencian. Kebencian adalah respon alami seseorang terhadap sakit hati yang mendalam dan kebencian yang memerlukan penyembuhan. Kebencian sangat berbahaya kalau dibiarkan berjalan terus. Tidak ada kebaikan apapun yang datang dari kebencian yang dimiliki seseorang. Kebencian sesumgguhnya melukai si pembenci
Perilaku Memaafkan Pada Korban…, Intan Desy Warnaningrum, Fakultas Psikologi UMP, 2016
16
sendiri melebihi orang yang dibenci. Kebencian tidak bisa mengubah apapun menjadi lebih baik bahkan kebencian akan membuat banyak hal menjadi lebih buruk. Dengan berusaha memahami alasan orang lain menyakiti atau mencari dalih baginya atau instropeksi sehingga ia dapat menerima perlakuan yang menyakitkan maka akan berkurang atau hilanglah kebencian itu. Ketiga adalah upaya penyembuhan diri sendiri. Seseorang tidak mudah melepaskan kesalahan yang dilakukan orang lain. Akan lebih mudah dengan jalan melepaskan orang itu dari kesalahannya dalam ingatannya. Kalau ia bisa melepaskan kesalahan dalam ingatan berarti ia memperbudak diri sendiri dengan masa lalu yang menyakitkan hati. Kalau ia tidak bisa membebaskan orang lain dari kesalahannya dan melihat mereka sebagai orang yang kekurangan sebagaimana adanya berarti membalikan masa depannya dengan melepaskan orang lain dari masa lalu mereka. Memaafkan adalah pelepasan yang jujur walaupun hal itu dilakukan di dalam hati. Pemberi maaf sejati tidak berpura-pura bahwa mereka tidak menderita dan tidak berpura-pura bahwa orang yang bersalah
tidak
begitu
penting.
Asumsinya,
memaafkan
adalah
melepaskan orang yang serta berdamai dengan diri sendiri dan orang lain. Keempat yaitu Saling memaafkan. Bagi dua orang yang bermusuhan memerlukan ketulusan untuk saling memaafkan. Pihak yang menyakiti harus tulus menyatakan kepada pihak yang disakiti dengan tidak akan menyakiti hati lagi. Pihak yang disakiti perlu percaya bahwa pihak yang meminta maaf menepati janji yang dibuat. Mereka juga harus
Perilaku Memaafkan Pada Korban…, Intan Desy Warnaningrum, Fakultas Psikologi UMP, 2016
17
berjanji untuk berjalan bersama di masa yang akan datang dan saling membutuhkan satu sama lain. Proses memaafkan adalah proses yang berjalan perlahan dan memerlukan waktu (Smedes, 1984). Semakin parah rasa sakit hati semakin lama pula waktu yang diperlukan untuk memaafkan. Kadangkadang seseorang melakukannya dengan perlahan-lahan sehingga melewati garis batas tanpa menyadari bahwa dia sudah melewatinya. Proses juga dapat terjadi ketika pihak yang disakiti mencoba mengerti kenapa hal itu terjadi bersama-sama dengan upaya meredakan kemarahan.
B. Bullying 1.
Pengertian Bullying Bullying adalah sebuah situasi dimana terjadinya penyalahgunaan kekuasaan atau kekuatan yang dilakukan oleh seseorangatau sekelompok. Sedangkan dalam istilah bahasa Inggris Bullying berasal dari kata (bully) yang artinya banteng yang suka menyeruduk. Pihak pelaku bullying biasanya disebut bully (Amini, 2008). Bullying menurut Olweus (1931) sebagai suatu perilaku agresif yang diniatkan untuk menjahati atau membuat individu merasa kesusahan, terjadi berulang kali dari waktu ke waktu dan berlangsung dalam suatu hubungan yang tidak terdapat keseimbangan, kekuasaan atau kekuatan didalamnya.
Perilaku Memaafkan Pada Korban…, Intan Desy Warnaningrum, Fakultas Psikologi UMP, 2016
18
Smith,
Schneider,
Smith
dan
Ananiadov
(2004)
juga
mendeskripsikan bullying sebagai masalah psikososial yang kompleks dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor tersebut disebabkan adanya pengulangan dan ketidakseimbangan kekuatan antara pelaku dan korban. Pelaku bullying lebih memiliki kekuasaan yang superior secara fisik maupun psikologis. Selanjutnya Riauskina, dkk (dalam Wiyani, 2012) mengatakan bahwa bullying sebagai perilaku agresif yang dilakukan secara berulang-ulang oleh seseorang atau sekelompok siswa yang memiliki kekuasaan terhadap siswa-siswi lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang lain. Dari beberapa definisi bullying diatas dapat disimpulkan bahwa bullying adalah suatu perilaku agresif yang bersifat negatif pada seseorang atau sekelompok orang yang dilakukan secara berulang-ulang dan dengan sengaja untuk menyakiti orang lain baik secara fisik ataupun mental karena adanya penyalahgunaan ketidakseimbangan kekuatan.
2.
Aspek-Aspek Bullying Menurut Yayasan SEJIWA (2008) aspek-aspek perilaku bullying meliputi: a. Bullying fisik Bullying ini adalah jenis bullying yang kasat mata. Siapa pun dapat melihatnya karena terjadi sentuhan fisik antara pelaku bullying dan korbannya. Contoh-contoh bullying fisik antara lain: menampar, menimpuk,
menginjak
kaki,
menjegal,
meludahi,
memalak,
Perilaku Memaafkan Pada Korban…, Intan Desy Warnaningrum, Fakultas Psikologi UMP, 2016
19
melempar dengan barang, menghukum dengan berlari keliling lapangan, menghukum dengan cara push-up dan menolak (Sejiwa, 2008). b. Bullying non fisik atau verbal Yayasan SEJIWA(2008) mengungkapkan bahwa bullying verbal merupakan jenis bullying yang juga dapat terdeteksi karena dapat tertangkap indera pendengaran. Contoh-contoh bullying verbal antara
lain:
memaki,
menghina,
menjuluki,
meneriaki,
mempermalukan di depan umum, menuduh, menyoraki, menebar gossip, memfitnah dan menolak. Hal senada juga diungkapkan oleh Wolke dkk (Woods & Wolke, 2004) bahwa bullying non fisik atau verbal meliputi memanggil dengan nama panggilan yang jelek, menghina dan mengancam. c. Bullying mental / psikologis Bullying ini merupakan jenis bullying yang paling berbahaya karena tidak tertangkap mata atau telinga jika tidak cukup awas mendeteksinya. Praktek bullying ini terjadi diam-diam dan di luar radar pemantauan. Adapun contoh-contoh bullying mental/psikologis antara lain: memandang sinis, memandang penuh ancaman, mendiamkan, mengucilkan, meneror lewat pesan pendek telepon genggam atau e-mail, memandang yang merendahkan, memelototi, dan mencibir.
Perilaku Memaafkan Pada Korban…, Intan Desy Warnaningrum, Fakultas Psikologi UMP, 2016
20
3.
Faktor-faktor penyebab perilaku bullying Bullying dapat terjadi karena kesalahpahaman yang melibatkan prasangka antar pihak yang berinteraksi. Bullying bukanlah merupakan suatu tindakan yang kebetulan terjadi, melainkan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Oleh sebab itu, Egan dan Todorov (2009) menyebutkan bahwa perilaku bullying sebagai konflik interpersonal yang paling umum terjadi. Menurut Wahyuni (2011) faktor yang mempengaruhi individu melakukan bullying yaitu : a.
Faktor keluarga Faktor interaksi dalam keluarga berperan penting dalam perkembangan psikososial anak yakni dengan pola asuh yang diterapkan oleh orang tua terhadap anak, dan ketika anak mencapai usia remaja maka anak akan memiliki persepsi sendiri terhadap pola asuh orangtuanya tersebut (Wahyuni, 2011). Dominasi yang diberikan orang tua terhadap anaknya memungkinkan anak akan memodelkan perilaku tersebut terhadap teman-teman mereka. Dengan kata lain, pola asuh orang tua yang otoriter memberikan pengaruh besar bagi anak melakukan perilaku bullying (Rigby, 1994).
b.
Karakteristik internal individu Karakter individu melakukan perilaku bullying seperti dendam atau iri hati akibat dari pengalaman di masa lalu, kemudian adanya semangat ingin menguasai korban dengan kekuatan fisik dan daya
Perilaku Memaafkan Pada Korban…, Intan Desy Warnaningrum, Fakultas Psikologi UMP, 2016
21
tarik seksual dan untuk meningkatkan popularitas pelaku di kalangan teman sepermainan (peergroup)-nya (Astuti, 2008). Sejalan dengan pernyataan diatas, penelitian Wong (dalam Shinta, 2011), yaitu 38% responden (bullies) menyatakan mereka melakukan bullying karena mereka ingin membalas dendam setelah menjadi korban bullying. c.
Faktor sekolah Abdul Rahman (dalam Wiyani, 2012) mengatakan bahwa kekerasan/bullying
dalam
pendidikan
muncul
akibat
adanya
pelanggaran yang disertai dengan hukuman, terutama hukuman fisik. Sekolah menampilkan sistem dan kebijakan pendidikan yang buruk memiliki kecenderungan untuk berbuat kejahatan secara halus dan terselubung seperti penghinaan dan pengucilan. Astuti (2008) menambahkan beberapa asumsi terjadinya bullying antara lain disebabkan beberapa faktor sebagai berikut: 1.
Perbedaan ekonomi, agama, jender, etnisitas/rasisme.
2.
Tradisi senioritas.
3.
Senioritas Senioritas merupakan salah satu perilaku bullying yang bersifat laten. Senioritas yang setiap tahunnya terjadi menjadi budaya/tradisi di setiap sekolah. Senioritas dilanjutkan untuk hiburan, penyaluran dendam, iri hati atau mencari popularitas, korban
melanjutkan
tradisi
tersebut
untuk
menunjukkan
kekuasaan.
Perilaku Memaafkan Pada Korban…, Intan Desy Warnaningrum, Fakultas Psikologi UMP, 2016
22
4.
4.
Keluarga yang tidak rukun.
5.
Situasi sekolah yang tidak harmonis atau diskriminatif.
6.
Persepsi nilai yang salah atas perilaku korban.
Korban Bullying Korban bullying menurut Coloroso (2007) adalah pihak yang tidak mampu membela atau mempertahankan dirinya karena lemah secara fisik atau mental ketika mendapatkan perlakuan agresif dan manipulatif secara berulang-ulang. Remaja dapat terlibat langsung dalam perilaku bullying sebagai pelaku maupun korban. Selanjutnya, Hall (dalam Yusuf, 2004) mengemukakan bahwa pengalaman sosial seperti bullying selama remaja dapat mengarahkannya untuk menginternalisasikan sifat-sifat yang diwariskan oleh generasi sebelumnya. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) mendefinisikan istilah korban sebagai orang, binatang yang menjadi menderita (mati) akibat suatu kejadian, perbuatan jahat.Jadi korban dapat diartikan sebagai orang yang menjadi menderita akibat suatu kejadian, perbuata jahat. Karakteristik korban bullying dibedakn menjadi lima, antara lain (Mellor, 2007) a. Karakteristik akademis Secara akademis, koban terlihat lebih tidak cerdas dari orang yang tidak menjadi korban atau sebaliknya.
Perilaku Memaafkan Pada Korban…, Intan Desy Warnaningrum, Fakultas Psikologi UMP, 2016
23
b. Karektir Sosial Secara social, korban terlihat lebih memiliki hubungan yang erat dengan orang tua mereka.Sebaliknya pembully memiliki keluarga yang memiliki masalah dengan keuangan dan kehidupan social mereka, struktur keluara yang tidak bagus, dan memiliki lingkungan yang tidak peduli, hal ini menyebabkan pembully jauh dari orang tua mereka. c. Karakter mental Secara mental atau perasaan, korban melihat diri mereka sendiri sebagai orang yang bodoh dan tidak berharga.Kepercayaan diri mereka rendah, dan tingkat kecemasan social mereka tinggi.Tandatanda seperti kecemasan, deperesi, dan tekanan jiwa sering terdapat dalam korban. d. Karakter Fisik Secara
fisik,
korban
adalah
orang
yang
lemah,
dan
pembullymengambil kesempatan tersebut.Pembully juga menarget orang yang punya kelemahan fisik tertentu.Pembully sering menarget korban yang cacat, kelebihan berat badan, secara umum tidak menarik secara fisik.Korban laki-laki lebih sering mendapat siksaan secara langsung, misalnya bullying fisik.Dibandingkan korban laki-laki, korban perempuan lebih sering mendapat siksaan secara tidak langsung, misalnya melalui kata-kata atau bullying verbal.
Perilaku Memaafkan Pada Korban…, Intan Desy Warnaningrum, Fakultas Psikologi UMP, 2016
24
e. Karakter antar perorangan Secara antar perorangan, walaupun korban sangat menginginkan penerimaan secara social, mereka jarang sekali untuk memulai kegiatan-kegiatan yang menjerumus kearah social. Anak korban bullying kurang diperhatikan oleh Pembina, karena korban tidak bersikap aktif dalam sebuah aktivitas Selanjutnya untuk membalas dendam korban akan menjadi pelaku bullying agar ingin dipuja kelompok dan menarik perhatian orang lain. Adapun ciri-ciri pelaku bullying antara lain: a.
Hidup berkelompok dan menguasai kehidupan sosial siswa disekolah
b.
Menempatkan diri di tempat tertentu di sekolah
c.
Merupakan tokoh populer di sekolah
d.
Gerak-geriknya seringkali dapat ditandai: sering berjalan di depan, sengajamenabrak, berkata kasar, menyepelekan dan melecehkan.
C. Kerangka Berpikir Bullying mengakibatkan
yang korban
merupakan
suatu
konflik
menjadi
terisolasi
dari
interpersonal kehidupan
yang
sosialnya
membutuhkan kepribadian pemaaf sebagai tindakan untuk menghapus stressor dalam dirinya (Egan & Todorov, 2009). Kepribadian pemaaf melibatkan emosi positif untuk menghilangkan rasa sakit akibat perilaku bullying. Sejalan dengan penelitian Lazarus (dalam Egan & Todorov, 2009) strategi untuk menanggulangi masalah dengan menggunakan emosi lebih unggul dibandingkan dengan tindakan langsung seperti balas dendam.
Perilaku Memaafkan Pada Korban…, Intan Desy Warnaningrum, Fakultas Psikologi UMP, 2016
25
Proses pemaafan berakar dari dalam diri individu dan tidak membutuhkan orang lain sehingga korban dapat mengatur emosi dalam diriya (Egan & Todorov, 2009). Untuk menguji hubungan antara pemaafan dan perilaku bullying, Egan (2009) melakukan sebuah penelitian yang menghasilkan suatu kesimpulan bahwa seseorang yang memiliki tingkat pemaafan yang tinggi akan mengalami rasa sakit emosional yang rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemaafan dapat digunakan sebagai sandaran bagi individu akibat perilaku bullying. Penelitian lain menyebutkan bahwa pemaafan merupakan suatu senjata yang paling kuat untuk mengakhiri siklus kekerasan (Ahmed and Braithwaite, 2006). Siswa SMP Korban Bullying
Bullying Fisik : 1. Dipukul 2. Ditendang 3. Didorong
1. 2. 3. 4.
Proses Memaafkan Menerima sakit hati Meredakan kebencian penyembuhan diri sendiri Damai
Memaafkan
Gambar 1.1 kerangka berpikir
Perilaku Memaafkan Pada Korban…, Intan Desy Warnaningrum, Fakultas Psikologi UMP, 2016