BAB II TINJAUAN DATA DAN LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Umum
2.1.1. Tinjauan Mengenai Panti Jompo/ Panti Sosial Tresna Werdha Panti jompo adalah tempat dimana tempat berkumpulnya orang – orang lanjut usia yang baik secara sukarela ataupun diserahkan oleh pihak keluarga untuk diurus segala keperluannya, dimana tempat ini ada yang dikelola oleh pemerintah maupun pihak swasta. Dan ini sudah merupakan kewajiban Negara untuk menjaga dan memelihara setiap warga negaranya sebagaimana tercantum dalam UU No.12 Tahun 1996 (Direktorat Jenderal, Departemen Hukum dan HAM).
Pengertian jompo dahulu dapat diartikan sebagai orang tua yang tidak dapat menjalankan aktivitas lagi, sedangkan pada era globalisasi saat ini pengertian orang jompo tidak seperti dahulu lagi. Orang- orang jompo tidak lagi hanya tidur dan sakitsakitan, akan tetapi dapat menjalankan aktifitas seperti biasa. Maka istilah jompo ini digantikan dengan lanjut usia, dimana pemerintah akhirnya mengeluarkan undangundang tentang dibentuknya Panti Sosial Tresna werdha bagi orang- orang lanjut usia.
Lanjut usia di bagi menjadi dua kategori yaitu, lanjut usia potensial dan lanjut usia tidak potensial . lanjut usia potensial adalah lanjut usia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/ atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan/ atau jasa. Sedangkan lanjut usia tidak potensial adalah lanjut usia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
Panti Sosial Tresna Werdha merupakan tempat berlindungnya/ bernaungnya ( tempat tinggal ) para lansia/ manula yang pada umumnya berusia rata- rata diatas 60 tahun. Panti Sosial Tresna Werdha merupakan sebuah wadah dimana para lansia/
Perancangan Interior Panti Sosial Tresna Werdha
11
manula ini dapat berkumpul bersama teman- teman seusia dan melakukan berbagai aktivitas yang masih dapat mereka lakukan di usiannya. Berikut ini merupakan fungsi dan manfaat dari panti Sosial Tresna Werdha :
Menghilangkan kesan bahwa para lansia/ manula tidak dapat melakukan pekerjaan sehari- hari. Anggapan ini salah, karena para lansia/ manula masih dapat berkarya, dan hal tersebut dapat tersalurkan dengan program kegiatan yang biasanya terdapat pada panti- panti Sosial Tresna Werdha. Adanya perawatan dan perhatian yang ekstra terhadap kesehatan dan kesejahteraan hidup para lansia/ manula. Karena panti Sosial Tresna Werdha juga mempunyai pelayanan kesehatan bagi para lansia/ manula yang pada umumnya memiliki kesehatan yang tidak lagi prima. Mempertinggi derajat hidup para lansia/ manula, karena pada umumnya panti Sosial Tresna Werdha mempunyai program dimana para lansia/ manula dapat menghasilkan beberapa karya yang bisa dijual dan menghasilkan uang. Menghindarkan kebosanan dan perasaan tersingkir, dimana para lansia/ manula kadang merasa tersingkir dan bosan jika hanya berdiam diri di rumah. Dengan adanya panti Sosial Tresna Werdha, para lansia/ manula dapat berbagi cerita dengan teman- teman seusianya dan dapat berkarya.
2.1.2. Sejarah & Perkembangan Panti Jompo/ Panti Sasana Tresna Werdha Sejarah perkembangan panti Sosial Tresna Werdha berawal dari Panti Jompo yang merupakan upaya Pemerintah untuk mengayomi para Lansia (orang lanjut usia) yang hidup miskin dan terlantar. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 34 telah mengamanatkan, memperhatikan “Fakir Miskin dan Anak Terlantar”. Pendirian Panti Sosial didasarkan atas Undang-Undang RI no.4 Tahun 1965 tentang “Pemberian Bantuan Kehidupan bagi Orang-Orang Jompo”; Keputusan Mentri Sosial RI No.3/1/50/107/1979 tentang “Pemberian kehidupan bagi Orang-orang usia Lanjut”; Keputusan Mentri Sosial RI no.12/HUP/KEP/UU/1982 tentang “Pembentukan Panti
Perancangan Interior Panti Sosial Tresna Werdha
12
Sosial Tresna Werdha”. Undang-Undang RI No.6 tahun 1998, tentang “Kesejahteraan Lanjut Usia”.
2.1.3. Jenis Aktivitas Panti sosial tresna werdha Panti sosial tresna werdha pada umumnya memiliki program – program kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan semangat hidup para lansia. Program- program kegiatan ini biasanya berlangsung dari mulai bangun tidur hingga malam. Berikut ini merupakan beberapa kegiatan/ altivitas di panti sosial tresna werdha pada umumnya :
Acara olahraga pagi ( senam lansia)
Membuat prakarya
Makan bersama
Acara kegiatan rohani
Acara kunjungan
Pemeriksaan kesehatan lansia
2.1.4. Jenis Pengelompokan Ruang Panti sosial tresna werdha Pengelompokan ruang panti sosial tresna werdha didasarkan sesuai dengan kebutuhan dan juga aktifitas penghuninya. Ada beberapa Pengelompokan ruang pada panti sosial tresna werdha pada umumnya, yaitu :
Area penerimaan tamu (receptionist) Pada area ini biasanya untuk menyambut tamu yang datang, dan memberikan pelayanan informasi seputar panti sosial tresna werdha.
Ruang duduk (area lobby) Ruangan ini berfungsi sebagai ruang duduk dan juga tempat untuk para lansia/ manula menerima tamu (keluarga & kerabat).
Perancangan Interior Panti Sosial Tresna Werdha
13
Ruang makan bersama Ruang makan bersama merupakan area terluas yang pada umumnya terdapat pada panti. Ruang makan harus dapat mencakup hampir seluruh kapasitas penghuni panti, karena area ini berfungsi sebagai tempat bagi para lansia/ manula untuk berkumpul dan menikmati makanan bersam penghuni lainnya dan juga berinteraksi satu dengan yang lainnya.
Klinik/ ruang kesehatan Ruang kesehatan merupakan ruang dimana para lansia/ manula dapat melakukan pemeriksaan rutin tentang kesehatannya. Ruangan ini biasanya terdapat dokter dan suster yang menangani permasalahan para lansia/ manula.
Ruang tidur lansia Area ini merupakan tempat dimana para lansia/ manula dapat beristirahat dengan tenang.
Kantor (administrasi) Kantor pada panti sosial tresna werdha ini berfungsi sebagai tempat untuk berbagai macam keperluan administrasi panti.
Ruang konsultasi Ruangan ini berfungsi sebagai tempat untuk lansia/ manula untuk melakukan konsultasi & sharing.
Ruang ibadah Ruang ibadah sangat berguna bagi para lansia/ manula untuk mendekatkan diri kepada Tuhan YME.
Ruang rekreasi Ruang rekreasi merupakan area dimana para lansia/ manula dapat melakukan segala sesuatu yang bersifat hiburan, seperti ; menonton TV, karaoke, membaca buku,dll.
Perancangan Interior Panti Sosial Tresna Werdha
14
Ruang Duka Ruang duka merupakan ruangan yang digunakan untuk menaruh jenazah para lansia, apabila lansia tersebut meninggal di Panti. Jenazah akan disemayamkan sementara, hingga ada keluarga dan kerabat yang mengambil jenazah.
2.2 Tinjaun Khusus 2.2.1. Tinjauan Data literature 2.2.1.1. Pengertian Manula Pengertian lanjut usia adalah masa tua disertai dengan adanya kemunduran-kemunduran kemampuan kerja panca indra, gangguan fungsi alat tubuh, perubahan-perubahan secara psikologis seperti kelemahan, keterlambatan berpikir serta kurangnya efisiensi mental dan perubahan-perubahan pada jaringan tubuh2. Lanjut usia atau manusia lanjut (Manula) adalah golongan penduduk yang mendapat perhatian atau pengelompokan tersendiri yaitu populasi berumur 60 tahun atau lebih (Contantinides, 1994). Menghilangkan secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Darmojo, 1999) . Yang dimaksud orang jompo dalam undang-undang ialah setiap orang yang berhubungan dengan lanjut usia, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi hidupnya sehari-hari, peraturan pelaksanaan dari undang-undang inilah yang perlu dilengkapkan dan dengan sendirinya rencana pembiayaannya. Undang-undang mengenai penyelenggaraan,
2
DepKes RI, 1998
Perancangan Interior Panti Sosial Tresna Werdha
15
pembinaan, pendanaan dan perlindungan golongan usia lanjut harus dibuat oleh pemerintah.
2.2.1.2. keadaan manula Pada umumnya para lansia / manula memiliki waktu senggang yang cukup banyak, sehingga banyak diantara mereka yang kadang merasa jenuh dan bosan. Para lansia/ manula pada umumnya lebih banyak melakukan kegiatankegiatan yang sederhana dan tidak banyak menguras energi, dikarenakan keterbatasan fisik mereka. Kegiatan- kegiatan mereka terkadang lebih cenderung ke arah spiritual yaitu mendekatkan diri kepada Tuhan YME.
Para lansia/ manula pada umumnya senang apabila dikunjungi oleh keluarga atau kerabat, hal tersebut dapat berpengaruh pada psikologi mental maupun fisik para lansia/ manula. Mereka senang dengan anak kecil, dan cenderung menganggap anak kecil tersebut sebagai cucu mereka. Para lansia/ manula ini juga senang jika diajak untuk berfoto, dan mereka sangat antusias di dalam melakukan kegiatan- kegiatan yang merupakan program dari panti seperti ; senam,dll. Para lansia/ manula juga sangat senang menikmati pemandangan yang indah dan tenang.
Untuk membantu para lansia mengatasi keterbatasan fisik yang ada, para lansia membutuhkan peralatan yang akan sangat membantu didalam melakukan aktivitas- aktivitas keseharian. Berikut ini merupakan beberapa peralatan bantu untuk orang lanjut usia ; Walker (kurungan jalan ) Kwadipot (tongkat kaki 4 ) Kursi roda Brandcard (tempat tidur dorong ) Tempat tidur yang dapat diatur ketinggiannya dan didorong.
Perancangan Interior Panti Sosial Tresna Werdha
16
2.2.1.3. Batasan Manula Sesorang pada umumnya memiliki batasan usia untuk dikatakan sebagai manusia usia lanjut/ jompo. Menurut undang- undang no. 4 tahun 1965 pasal 1, seseorang dapat dikatakan sebagai manusia usia lanjut/ jompo, jika ia pria/ wanita yang berumur 55 tahun ke atas.
Di Indonesia pada umumnya, seseorang dikatakan lansia / manula jika seseorang itu telah memasuki umur 55 tahun, dimana pada umur 55 tahun, orang sudah pensiun/ berhenti bekerja. Lain halnya dengan beberapa Negara maju lainya,mereka menganggap seseorang tergolong lansia / manula, jika seseorang tersebut telah memasuki usia 65 tahun.
Di Amerika Serikat, seseorang
tergolong lansia / manula jika telah berusia 77 tahun, pra-lansia antara umur 6976, dan dewasa madya pada umur dibawah 68 tahun. Menurut organisasi kesehatan dunia WHO, usia 60 tahun merupakan awal peralihan usia ke arah segmen penduduk tua.
Pada usia 50- 60 tahun, seseorang mulai dikatakan tua, keterbatasan fisik mulai terlihat pada usia- usia ini. Penuaan merupakan konsekuensi yang tidak dapat dihindarkan. Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memeperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita3.
Proses menua bukan merupakan suatu penyakit, melainkan suatu masa atau tahap hidup manusia, yaitu; bayi, kanak-kanak, dewasa, tua, dan lanjut usia. Akan tetapi proses menua dapat menyebabkan berkurangnya daya tahan tubuh dalam nenghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh. Proses menua sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai usia dewasa. Misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf, dan jaringan lain sehingga tubuh mati sedikit demi sedikit. 3
Constantindes, 1994
Perancangan Interior Panti Sosial Tresna Werdha
17
2.2.1.4. Pengelompokan Usia Lanjut Ada beberapa pengelompkan usia lanjut. Berikut ini merupakan beberapa pendapat mengenai batasan umur lansia :
A) Menurut Organisasi Kesehatan Dunia Lanjut usia meliputi: Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun. Lanjut usia (elderly) = antara 60 dan 74 tahun Lanjut usia tua (old) = antara 75 dan 90 tahun Usia sangat tua (very old) = diatas 90 tahun B) Menurut Prof. Dr. Ny. Sumiati Ahmad Mohhammad Ia membagi periodisasi biologis perkembangan manusia sebagai berikut: 0-1 tahun = masa bayi 1-6 tahun = masa prasekolah 6-10 tahun = masa sekolah 10-20 tahun = masa pubertas 40-65 tahun = masa setengah umur (prasenium) 65 tahun keatas = masa lanjut usia ( senium) C) Menurut Dra. Ny. Jos Masdani (psikolog UI) Lanut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu : Fase iuventus, antara 25 sampai 40 tahun Fase vertilitas, antara 40 sampai 50 tahun Fase prasenium, antara 55 sampai 65 tahun Fase senium, 65 tahun hingga tutup usia
Perancangan Interior Panti Sosial Tresna Werdha
18
D) Menurut Prof. Dr. Koesmanto Setyonegoro Pengelompokan lanjut usia sebagai berikut; Usia dewasa muda (elderly adulhood), 18 atau 29-25 tahun. Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas, 25-60 tahun atau 65 tahun Lanjut usia (geriatric age) lebih dari 65 tahun atau 70 tahun o
70-75 tahun (yaoung old)
o
75-80 tahun (old)
o
Lebih dari 80 (very old)
E) Menurut UU No. 4 Tahun 1965 Dalam pasal 1 dinyatakan sebagai berikut: seorang dapat dikatakan sebagai jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain. (sekarang tidak relevan lagi) F) Menurut UU No. 13/ Th. 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia yang berbunyi sebagai berikut; BAB 1 Pasal 1 Ayat 2 yang berbunyi: Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun keatas. G) Menurut Birren and Jenner (1997), yang membedakan usia menjadi tiga; Usia biologis; Yang menunjuk kepada jangka waktu seseorang sejak lahirnya berada dalam keadaan hidup dan mati Usia psikologis Yang menunjuk pada kemampuan seseorang untuk mengadakan penyesuaianpenyesuaian kepada situasi yang dihadapinya.
Perancangan Interior Panti Sosial Tresna Werdha
19
Usia sosial Yang menunjuk kepada peran-peran yang diharapkan atau diberikan masyarakat kepada seseorang sehubungan dengan usianya.
2.2.1.5. Keadaan Manula Ciri dan keadaan individu A.
Ciri usia lanjut
Manusia memiliki sifat yang tidak statis. Manusia banyak mengalami perbuahan sifat seiring dengan perkembangan sejak dari awal hingga memasuki masa kedewasaan. Pada usia yang mulai menua, manusia cenderung mengalami perubahan besar secara fisik maupun mental/ psikologi. Pada umumnya orang usia lanjut banyak mengalami keunduran emosional, sehingga orang usia lanjut sering bersikap kekanak- kanakan dan sulit menerima suatu perubahan besar/ radikal.
B.
Kedaan individu
Manusia banyak mengalami masalah dalam hal kejiwaan, masalah kegiatan yang dialami biasanya berhubungan erat dengan masa- masa sebelumnya. Dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa manula/ lansia tidak dapat dipisahkan hidupnya dari masa- masa sebelumnya. Hal ini menyebabkan mereka mengalami gangguan- gangguan, seperti :
Sifat kanak- kanak sering muncul pada diri orang tua/ lansia, seperti minta diperhatikan lebih, dan dilayani lebih, juga tidak mau mengalah. Memiliki rasa bangga/ lebih berpengalaman dari pada yang lebih muda, sehingga cenderung menggurui karena merasa lebih tua dan berpengalaman. Merasa rendah diri/ tersisih karena jarang diperhatikan oleh anak- anak maupun cucu, sehingga mereka sering merasa sendu, putus asa, tawar hati, dll. Perancangan Interior Panti Sosial Tresna Werdha
20
Ingin memiliki teman yang seusia untuk berbagi cerita, yang sepenanggungan, yang cocok dan mengerti dunia mereka. Kondisi tubuh yang mulai menurun, sehinggga mudah terserang penyakit. Para lansia/ manula pada umumnya mengalami kepikunan, hal ini berdampak pada hal/ tingkah- tingkah aneh yang sering dialami para manula/ lansia, seperti suka marah, suka menangis, dll.
Hal- hal tersebut yang membuat banyak kemunduran yang umumnya dialami oleh para manula/ lansia, disamping itu para manula/ lansia juga mengalami sensitivitas emosional sehingga sering terjadi masalah-masalah. Berikut ini merupakan beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa lansia. Faktor-faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat menikmati hari tua mereka dengan bahagia.
Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut :
1) Penurunan Kondisi Fisik Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda ( multiple pathology ), misalnya tenaga berkurang, enerji menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain.
Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun sosial, sehingga harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang
Perancangan Interior Panti Sosial Tresna Werdha
21
bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang.
2) Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti : Gangguan jantung, gangguan smetabolisme, misal diabetes millitus, vaginitis, baru selesai operasi : misalnya prostatektomi, kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang, penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer. Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain : Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya. Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya. Pasangan hidup telah meninggal. Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dsb. 3) Perubahan Aspek Psikososial Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif ) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia.
Perancangan Interior Panti Sosial Tresna Werdha
22
Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia sebagai berikut : Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua. Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya. Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya. Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjadi moratmarit. Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya. 4) Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada poin tiga di atas.
Perancangan Interior Panti Sosial Tresna Werdha
23
Bagaimana menyiasati pensiun agar tidak merupakan beban mental setelah lansia? Jawabannya sangat tergantung pada sikap mental individu dalam menghadapi masa pensiun. Dalam kenyataan ada menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang merasa senang memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-olah acuh terhadap pensiun (pasrah).
Masing-masing sikap tersebut sebenarnya punya dampak bagi masing-masing individu, baik positif maupun negatif. Dampak positif lebih menenteramkan diri lansia dan dampak negatif akan mengganggu kesejahteraan hidup lansia. Agar pensiun lebih berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan pensiun yang benar-benar diisi dengan kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan diri, bukan hanya diberi waktu untuk masuk kerja atau tidak dengan memperoleh gaji penuh.
Persiapan tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi dan terarah bagi masing-masing orang yang akan pensiun. Jika perlu dilakukan assessment untuk menentukan arah minatnya agar tetap memiliki kegiatan yang jelas dan positif. Untuk merencanakan kegiatan setelah pensiun dan memasuki masa lansia dapat dilakukan pelatihan yang sifatnya memantapkan arah minatnya masing-masing. Misalnya cara berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri yang sangat banyak jenis dan macamnya.
Model pelatihan hendaknya bersifat praktis dan langsung terlihat hasilnya sehingga menumbuhkan keyakinan pada lansia bahwa disamping pekerjaan yang selama ini ditekuninya, masih ada alternatif lain yang cukup menjanjikan dalam menghadapi masa tua, sehingga lansia tidak membayangkan bahwa setelah pensiun mereka menjadi tidak berguna, menganggur, penghasilan berkurang dan sebagainya.
5) Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada Perancangan Interior Panti Sosial Tresna Werdha
24
lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kdang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.
Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang memiliki keluarga masih sangat beruntung karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu memelihara dengan penuh kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali menjadi terlantar
2.2.1.6. Kebutuhan Manula Para lansia/ manula pada umumnya banyak memiliki keterbatasan fisik di usianya yang semakin rentan. Para lansia/ manula juga semakin rentan terhadap berbagai macam penyakit. Untuk menjaga agar kondisi para lansia tetap prima, panti sosial tresna werdha harus dapat memenuhi segala kebutuhan lansia/ manula. Kebutuhan para lansia/ manula antara lain ; kebutuhan akan makanan yang bergizi seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin, perumahan yang sehat dan kondisi lingkungan yang tentram dan aman. Para lansia/ manula juga memiliki kebutuhan untuk bersosialisasi, berinteraksi dengan orang- orang yang berada disekelilingnya, maupun dengan yang seusia untuk berbagi cerita.
Perancangan Interior Panti Sosial Tresna Werdha
25
Menurut pendapat Maslow dalam Koswara (1991) yang menyatakan bahwa kebutuhan manusia meliputi : 1. Kebutuhan fisik (physiological needs) adalah kebutuhan fisik atau biologis seperti pangan, sandang, papan, seks dan sebagainya. 2. Kebutuhan ketentraman (safety needs) adalah kebutuhan akan rasa keamanan dan ketentraman, baik lahiriah maupun batiniah seperti kebutuhan akan jaminan hari tua, kebebasan, kemandirian dan sebagainya. 3. Kebutuhan sosial (social needs) adalah kebutuhan untuk bermasyarakat atau berkomunikasi dengan manusia lain melalui paguyuban, organisasi profesi, kesenian, olah raga, kesamaan hobby dan sebagainya. 4. Kebutuhan harga diri (esteem needs) adalah kebutuhan akan harga diri untuk diakui akan keberadaannya. 5. Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs) adalah kebutuhan untuk mengungkapkan kemampuan fisik, rohani maupun daya pikir berdasar pengalamannya masing-masing, bersemangat untuk hidup, dan berperan dalam kehidupan.
2.3 Tinjaun Mengenai Gaya dan Tema 2.3.1. Tinjauan Mengenai gaya 2.3.1.1. Definisi Gaya/ style Pengertian gaya secara umum adalah ragam cara rupa, bentuk dan sebagainya yang khusus mengenai tulisan, karangan, pemakaian bahasa, bangunan rumah dan sebagainya. Dalam perancangan ini penulis mengambil gaya colonial.
Perancangan Interior Panti Sosial Tresna Werdha
26
2.3.1.2. Pengertian Kolonial Bangunan kolonial adalah bangunan bercorak arsitektur kolonial yang dimanfaatkan untuk kegiatan fungsional di zaman kolonial (Radjiman, 1997:4).
2.3.1.3. Sejarah Perkembangan Kolonial Helen Jessup dalam Handinoto (1996: 129-130) membagi sejarah perkembangan arsitektur kolonial Belanda di Indonesia dari abad ke 16 sampai tahun 1940-an menjadi empat bagian, yaitu: 1. Abad 16 sampai tahun 1800-an Pada waktu ini Indonesia masih disebut sebagai Nederland Indische (Hindia Belanda) di bawah kekuasaan perusahaan dagang Belanda yang bernama VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie). Selama periode ini arsitektur kolonial Belanda kehilangan orientasinya pada bangunan tradisional di Belanda serta tidak mempunyai suatu orientasi bentuk yang jelas. Yang lebih buruk lagi, bangunan-bangunan tersebut tidak diusahakan untuk beradaptasi dengan iklim dan lingkungan setempat. 2. Tahun 1800-an sampai tahun 1902 Ketika itu, pemerintah Belanda mengambil alih Hindia Belanda dari perusahaan dagang VOC. Setelah pemerintahan Inggris yang singkat pada tahun 1811-1815. Hindia Belanda kemudian sepenuhnya dikuasai oleh Belanda. Indonesia waktu itu diperintah dengan tujuan untuk memperkuat kedudukan ekonomi negeri Belanda. Oleh sebab itu, Belanda pada abad ke-19 harus memperkuat statusnya sebagai kaum kolonialis dengan membangun gedung-gedung yang berkesan grandeur (megah). Bangunan gedung dengan gaya megah ini dipinjam dari gaya arsitektur neo-klasik yang sebenarnya berlainan dengan gaya arsitektur nasional Belanda waktu itu.
Perancangan Interior Panti Sosial Tresna Werdha
27
3. Tahun 1902-1920-an Antara tahun 1902 kaum liberal di negeri Belanda mendesak apa yang dinamakan politik etis untuk diterapkan di tanah jajahan. Sejak itu, pemukiman orang Belanda tumbuh dengan cepat. Dengan adanya suasana tersebut, maka “indische architectuur” menjadi terdesak dan hilang. Sebagai gantinya, muncul standar arsitektur yang berorientasi ke Belanda. Pada 20 tahun pertama inilah terlihat gaya arsitektur modern yang berorientasi ke negeri Belanda. 4. Tahun 1920 sampai tahun 1940-an Pada tahun ini muncul gerakan pembaruan dalam arsitektur, baik nasional maupun internasional di Belanda yang kemudian memengaruhi arsitektur kolonial di Indonesia. Hanya saja arsitektur baru tersebut kadang-kadang diikuti secara langsung, tetapi kadang-kadang juga muncul gaya yang disebut sebagai ekletisisme (gaya campuran). Pada masa tersebut muncul arsitek Belanda yang memandang perlu untuk memberi ciri khas pada arsitektur Hindia Belanda. Mereka ini menggunakan kebudayaan arsitektur tradisional Indonesia sebagai sumber pengembangannya. Hampir serupa dengan Helen Jessup, Handinoto (1996: 130-131) membagi periodisasi arsitektur kolonial di Surabaya ke dalam tiga periode, yaitu: 1) perkembangan arsitektur antara tahun 1870-1900; 2) perkembangan arsitektur sesudah tahun 1900; dan 3) perkembangan arsitektur setelah tahun 1920. Perkembangan arsitektur kolonial Belanda tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Perkembangan Arsitektur Antara Tahun 1870-1900 Akibat kehidupan di Jawa yang berbeda dengan cara hidup masyarakat Belanda di negeri Belanda maka di Hindia Belanda (Indonesia) kemudian terbentuk gaya arsitektur tersendiri. Gaya tersebut sebenarnya dipelopori oleh Gubernur
Perancangan Interior Panti Sosial Tresna Werdha
28
Jenderal HW. Daendels yang datang ke Hindia Belanda (1808-1811). Daendels adalah seorang mantan jenderal angkatan darat Napoleon, sehingga gaya arsitektur yang didirikan Daendels memiliki ciri khas gaya Perancis, terlepas dari kebudayaan induknya, yakni Belanda. Gaya arsitektur Hindia Belanda abad ke-19 yang dipopulerkan Daendels tersebut kemudian dikenal dengan sebutan The Empire Style. Gaya ini oleh Handinoto juga dapat disebut sebagai The Dutch Colonial. Gaya arsitektur The Empire Style adalah suatu gaya arsitektur neo-klasik yang melanda Eropa (terutama Prancis, bukan Belanda) yang diterjemahkan secara bebas. Hasilnya berbentuk gaya Hindia Belanda (Indonesia) yang bergaya kolonial, yang disesuaikan dengan lingkungan lokal dengan iklim dan tersedianya material pada waktu itu (Akihary dalam Handinoto, 1996: 132). Ciri-cirinya antara lain: denah yang simetris, satu lantai dan ditutup dengan atap perisai. Karakteristik lain dari gaya ini diantaranya: terbuka, terdapat pilar di serambi depan dan belakang, terdapat serambi tengah yang menuju ke ruang tidur dan kamar-kamar lain. Ciri khas dari gaya arsitektur ini yaitu adanya barisan pilar atau kolom (bergaya Yunani) yang menjulang ke atas serta terdapat gevel dan mahkota di atas serambi depan dan belakang. Serambi belakang seringkali digunakan sebagai ruang makan dan pada bagian belakangnya dihubungkan dengan daerah servis (Handinoto, 1996: 132133). 2) Perkembangan Arsitektur Sesudah Tahun 1900 Handinoto (1996: 163) menyebutkan bahwa, bentuk arsitektur kolonial Belanda di Indonesia sesudah tahun 1900 merupakan bentuk yang spesifik. Bentuk tersebut merupakan hasil kompromi dari arsitektur modern yang berkembang di Belanda pada waktu yang bersamaan dengan penyesuaian iklim tropis basah Indonesia. Ada juga beberapa bangunan arsitektur kolonial Belanda yang mengambil elemen-elemen tradisional setempat yang kemudian diterapkan ke dalam bentuk arsitekturnya. Hasil keseluruhan dari arsitektur kolonial Belanda di Indonesia tersebut adalah suatu bentuk khas yang berlainan dengan arsitektur modern yang ada di Belanda sendiri. Perancangan Interior Panti Sosial Tresna Werdha
29
3) Perkembangan Arsitektur Setelah Tahun 1920 Akihary (dalam Handinoto, 1996: 237-238) menggunakan istilah gaya bangunan sesudah tahun 1920-an dengan nama Niuwe Bouwen yang merupakan penganut dari aliran International Style. Seperti halnya arsitektur barat lain yang diimpor, maka penerapannya disini selalu disesuaikan dengan iklim serta tingkat teknologi setempat. Wujud umum dari dari penampilan arsitektur Niuwe Bouwen ini menurut formalnya berwarna putih, atap datar, menggunakan gevel horizontal dan volume bangunan yang berbentuk kubus. Gaya ini (Niuwe Bouwen/ New Building) adalah sebuah istilah untuk beberapa arsitektur internasional dan perencanaan inovasi radikal dari periode 1915 hingga sekitar tahun 1960. Gaya ini dianggap sebagai pelopor dari International Style. Istilah “Nieuwe Bouwen” ini diciptakan pada tahun dua puluhan dan digunakan untuk arsitektur modern pada periode ini di Jerman, Belanda dan Perancis. Arsitek Nieuwe Bouwen nasional dan regional menolak tradisi dan pamer dan penampilan. Dia ingin yang baru, bersih, berdasarkan bahasa desain sederhana, dan tanpa hiasan. Karakteristik Nieuwe Bouwen meliputi: a) Transparansi, ruang, cahaya dan udara. Hal ini dicapai melalui penggunaan bahan-bahan modern dan metode konstruksi. b) Simetris dan pengulangan yaitu keseimbangan antara bagian-bagian yang tidak setara. c) Penggunaan warna bukan sebagai hiasan namun sebagai sarana ekspresi. Peralihan dari abad 19 ke abad 20 di Hindia Belanda dipenuhi oleh banyak perubahan dalam masyarakatnya. Modernisasi dengan penemuan baru dalam bidang teknologi dan perubahan sosial akibat dari kebijakan politik pemerintah kolonial waktu itu juga mengakibatkan perubahan bentuk dan gaya dalam bidang arsitektur. Perubahan gaya arsitektur pada jaman transisi atau peralihan (antara th. 1890 sampai 1915), dari gaya arsitektur “Indische Empire” (abad 18 dan 19) menuju arsitektur “Kolonial Modern” (setelah th. 1915) sering terlupakan. Mungkin karena waktunya relatif singkat (1890-1915), maka sering dilupakan orang.
Perancangan Interior Panti Sosial Tresna Werdha
30
Perkembangan Arsitektur Kolonial Sebelum tahun 1900, arsitektur kolonial Belanda di Indonesia punya mutu yang sangat rendah sekali. Hal ini disebabkan karena tidak adanya arsitek profesional yang berpendidikan akademis berpraktek di Indonesia sebelum th. 1900. Arsitek P.A.J. Moojen yang mendarat di Hindia Belanda pada th. 1903. Gaya arsitektur kolonial sebelum tahun 1900 di Hindia Belanda waktu itu sering disebut sebagai “Empire Style” (gaya imperial), yang dipopulerkan oleh Daendels. pada akhir abad ke 19. Gaya Empire Style yang berasal dari Perancis tersebut di Hindia Belanda diterjemahkan secara bebas, dan terbentuklah gaya Hindia Belanda yang bercitra kolonial yang disesuaikan dengan lingkungan lokal dan iklim serta tersedianya material setempat.
Setelah tahun 1900 banyak arsitek Belanda yang berpendidikan akademis mulai berdatangan ke Hindia Belanda. Mereka ini mendapatkan suatu gaya arsitektur yang cukup asing baginya, karena gaya arsitektur “Empire Style” yang berkembang di Perancis memang tidak mendapat sambutan di Belanda pada jamannya. Jadi gaya Empire Style tersebut seolah-lah seperti pohon tanpa akar. Sebab di Hindia Belanda sendiri kelihatan asing bagi setting setempat dimana ia berpijak. Gaya ini juga tidak mengikuti “main stream “ arsitektur Belanda pada waktu itu. Tidak heran kalau kemudian timbul banyak kecaman yang dilontarkan oleh arsitek-arsitek Belanda yang datang sesudah tahun 1900 atas gaya Empire Style ini.
Arsitek Kolonial generasi pertama di Indonesia
ini kebanyakan
menerapkan gaya bangunan arsitektur Belanda pada waktu itu dengan sedikit mencoba beradabtasi dengan iklim tropis di Indonesia. Ciri-cirinya antara lain dengan menggunakan banyak gevel pada tampak depannya (seperti juga gaya arsitektur vernacular Belanda yang terdapat ditepi sungai), penggunaan “tower” pada pintu masuk atau ditempat strategis lainnya (kebanyakan terdapat di Belanda yang diambil dari menara-menara gereja Cavinist disana), serta detail elemen arsitektur yang diambil dari Belanda. Gaya arsitektur di Indonesia
Perancangan Interior Panti Sosial Tresna Werdha
31
tampaknya mengalami perubahan sesudah perang dunia pertama , pada tahun 1914, dengan datangnya para arsitek muda generasi kedua.
Banyak bangunan di Indonesia yang mengadopsi gaya ini, salah satunya adalah lawang sewu. Bangunan “lawang sewu” di Semarang tersebut terkenal sebagai arsitektur kolonial yang dirancang sesuai dengan iklim setempat . Orientasi dari bangunan tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga sebagian besar dari gedungnya tidak menghadap ke arah Timur-Barat secara langsung. Terhadap tampiasnya air hujan dan sinar matahari langsung, gedung tersebut mengantisipasinya dengan adanya gallery keliling sepanjang bangunan. Gallery keliling bangunan tersebut harus diberi atap, yang ditumpu oleh suatu konstruksi susunan bata yang berbentuk lengkung, sehingga tampak depan dari bangnan tersebut secara keseluruhan akibat dari banyaknya lengkung depan, kemudian dijuluki sebagai gedung “lawang sewu”. Terhadap ventilasi dan pencahayaan alami di dalam ruang dipecahkan dengan cara yang disebut sebagai “double gevel” ( kelihatan sebagai atap susun), yang sekarang sudah umum dipakai.
2.3.1.4. Periode Perkembangan Gaya Kolonial Berikut ini merupakan perkembangan arsitektur kolonial Belanda dari abad 17 sampai dengan pertengahan abad 20 :
Perancangan Interior Panti Sosial Tresna Werdha
32
Gambar 2.1. Perkembangan Arsitektur kolonial belanda
2.3.1.5. Ciri Gaya Kolonial Arsitektur Kolonial abad ke-19 (1850-1900) Arsitektur kolonial dalam kurun waktu ini dikenal sebagai gaya Indische Empire Style. Gaya ini mengadopsi dari gaya arsitektur Prancis, Empire Style, yang disesuaikan dengan lingkungan, iklim serta tersedianya material pada saat itu. Karakteristik arsitektur Indische Empire Style: Denah simetri penuh; Tembok tebal; Langit-langit tinggi; Terdapat central room yang berhubungan langsung dengan beranda depan dan belakang; Kamar tidur disebelah kanan-kiri central room; dan
Perancangan Interior Panti Sosial Tresna Werdha
33
Dapur, kamar mandi, gudang dan fasilitas servis diletakkan di bagian belakang, terpisah dari rumah induk. 2.3.1.6. Ciri Desain Mebel Kolonial Mebel masa kolonial garis besarnya dibagi dalam dua kelompok periode perkembangan gaya, yaitu periode awal era Vereegnide Oost Indische Compagnie (VOC), sekitar abad ke-17 hingga abad ke-19; dan periode modern awal tahun 1900-an, ketika era modernisasi muncul di Eropa.
Berikut ini merupakan ciri- ciri desain mebel colonial yang digunakan awal abad ke-17 hingga permulaan abad ke-18 :
Banyak menggunakan kayu ebony (Diospyros ebenum, Diospyros celebica) yang berwarna hitam, juga kayu kalamander (Diospyros quaesita), amboina (Pterocarpus indicus), sonokeling (Dalbergia latifolia), satin (Chloroxylon swietenia), dan jati (Tectona grandis). bentuk dan gayanya mebel banyak dipengaruhi Eropa. Sementara ragam hiasannya, seperti ukiran, sampai abad ke-18 tampaknya masih banyak dipengaruhi India. Kursi Moluccan, misalnya, kursi yang terbuat dari kayu ebony dengan ciri khas ukiran pilin (twisted) banyak ditemukan di Maluku. pada masa ini juga berkembang mebel dengan ukiran bunga, daun, dan binatang. Konon, gaya ukiran itu dipengaruhi tradisi tukang kayu Pantai Koromandel, India. Ukiran mebel semacam ini disebut low-relief bila ukirannya berbentuk bunga dan daun berukuran kecil. Sebaliknya, ukiran daun dan bunga yang besar bentuknya disebut half-relief.
2.3.2. Tinjauan Mengenai Tema
2.3.2.1. Latar Belakang Tema Tema dalam perancangan adalah rumusan pemikiran pelaksanaan satu kegiatan
yang
dijadikan
pegangan
Perancangan Interior Panti Sosial Tresna Werdha
pokok
dalam
menjabarkan
suatu
34
perancangan. Sebuah tema dalam sebuah perancangan sangatlah penting, perancangan sendiri merupakan suatu prosedur metodologis yang teruji serta mengungkapkannya lewat tata cara komunikasi dua dimensi dan model tiga dimensi.
Pada era globalisasi ini manusia cenderung menggunakan cara yang instan dan tidak alami pada berbagai aspek kehidupannya. Segala sesuatu yang tradisional dan bersumber pada alam sudah luput dari perhatian, dan sangat langka pada jaman sekarang ini.Untuk itu sebuah tema dalam perancangan suatu bangunan haruslah diperhatikan secra serius karena hal ini menyangkut manusia dan lingkungan sekitarnya.
Tema yang dipilih didalam perancangan Panti Sosial Tresna Werdha ini adalah natural/ alam. Perancangan desain interior diorientasikan dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan alam, di mulai dari pemilihan bahan materialnya hingga kepada konsep desain ruang. Tema natural/ alam mencoba menghadirkan kesan alam dan natural yang asri pada sebuah tatanan interior, sehingga tercipta kesejukan dan kenyamanan yang sudah sangat langka terdapat pada lingkungan era globalisasi ini yang kebanyakan bertema modern dan minimalis.
2.3.2.2. Pengertian Natural/ alam Natural merupakan bentuk filosofi yang berkiblat pada gaya yang menyatu dengan alam. natural banyak dituangkan melalui pengunaan material atau tekstur yang berasal dari alam seperti contohnya kayu rotan dsb.
2.3.2.3. Penerapan Warna Didalam penerapan warnanya, tema natural/ alami biasa menggunakan warna- warna yang tidak terlalu mencolok dan terang. Warna- warna natural lebih cenderung ke arah warna yang serasi dengan alam, seperti hijau, coklat, Perancangan Interior Panti Sosial Tresna Werdha
35
krem, biru laut. Warna- warna ini berorientasi ke arah alam, sehingga penerapannya pada ruang interior akan membawa ketenangan dan kedamaian.
Berikut ini merupakan karakteristik warna- warna natural : hijau Warna hijau adalah warna yang langsung diasosiasikan dengan warna alam. Hijau nya pepohonan di pegunungan, warna sawah yang membentang. Warna ini dapat menjadi acuan untuk membangkitkan suasana relaksasi. Dalam lingkaran warna, hijau berada di tengah-tengah antara warna hangat dan warna dingin, yaitu merah, biru dan kuning. Sebagai contoh apabila didalam ruangan terdapat tanaman hijau akan terasa nuansa kesegaran ruangan tersebut melewati tanaman hijau tersebut.
Coklat Warna simbolisasi dari kehangatan warna tanah dan kayu. Karakter warna ini sangat berpengaruh terutama dalam pembangunan rumah, karena unsur psikologis dari warna ini maka orang memilih warna ini untuk menjadi bagian penting dari unsur-unsur warna rumah mereka seperti tembok, atau penerapannya dalam ruangan lewat tekstur permukaan kayu sehingga ada unsur kehangatan didalamnya.
Biru Warna ini memancarkan kesan dingin dan dalam. Warna yang mewakili warna langit dan laut ini sangat kental dalam pikiran alam sadar kita, manusia. Warna biru juga mengasosiasikan pikiran kita pada warna santai dan karena itulah warna biru adalah warna yang digunakan untuk hal-hal yang sehubungan dengan ketenangan bahkan ketenangan nuansa sehingga identik untuk berhenti dan beristirahat sejenak.
Perancangan Interior Panti Sosial Tresna Werdha
36
kuning Warna ini adalah salah satu warna primer sekaligus warna kehidupan, karena kuning adalah warna matahari yang menerangi bumi setiap harinya dalam kehidupan kita. Kuning dapat membangkitkan suasana gembira dan menyenangkan. Warna kuning adalah warna yang positif dan melambangkan kejujuran.
2.4. Teori Gabungan Fisik Ruang 2.4.1. Pola Sirkulasi Interior Pola sirkulasi merupakan hal yang penting untuk diperhatikan didalam mendesain sebuah ruangan, karena hal tersebut dapat berpengaruh pada sistem aktivitas yang terjadi pada ruangan tersebut. Sistem sirkulasi yang baik adalah dimana sistem tersebut dapat mengakses penghuni ke ruang aktivitas, tanpa berlikaliku, khususnya untuk para lansia/ manula, dimana mereka harus
mendapat
pola
sirkulasi ruang yang baik dan fungsional, untuk meminimalisir kesalahan- kesalahan, seperti jika para lansia/ manula salah masuk ruang, dikarenakan
mereka
telah
mengalami kemunduran fisik atau mengalami kepikunan. Berikut ini merupakan beberapa jenis pola sirkulasi ruang :
a) Sequential circulation Sequential circulation yaitu sirkulasi yang terbentuk berdasarkan ruang yang telah dilalui.
b) Randon circulation Randon circulation yaitu sirkulasi dimana pengguna dapat memilih jalannya sendiri dari bentuk ruang tanpa adanya batasan dinding pemisah ruang.
c) Ring circulation Ring circulation yaitu sirkulasi yang memiliki dua alternative, ini lebih aman karena memiliki dua rute jalan keluar.
Perancangan Interior Panti Sosial Tresna Werdha
37
d) Radial circulation Radial circulation yaitu sirkulasi dimana pengguna tidak diarahkan ke tempat tertentu melainkan bebas mengakses ruang sesuai keinginan mereka.
e) Linear bercabang Linear bercabang sirkulasi yang bebas sesuai dengan fungsi ruangan itu sendiri.
2.4.2. Pemilihan Furniture Didalam perancangan sebuah desain interior sebuah ruangan, salah satu hal yang harus diperhatikan adalah pemilihan furniture. Pemilihan furniture harus diperhatikan karena berkaitan erat dengan sirkulasi ruang, besaran arean hingga kepada aktivitas penghuni.
Pemilihan furniture haruslah ergonomis dan terbuat dari material- material yang baik sehingga dapat menunjang sifat ergonomis tersebut yang dapat memberikan kenyamanan bagi si pemakai. Pemilihan furniture juga dapat mempengaruhi style/ gaya dan tema di dalam ruangan tersebut, dimana furniture dapat menjadi satu pengikat kesatuan antara elemen interior dengan suasana ruang. Berikut ini merupakan bahanbahan/ material yang pada umumnya digunakan pada sebuah furniture : Kayu Kayu memiliki kesan hangat dan lunak, merupakan pilihan utama didalam membuat furniture pada umumnya. Beberapa jenis kayu membutuhkan perawatan khusus. Batu alam Batu alam seperti granit, marmer memiliki kesan padat dan keras, biaya pun mahal, serta perawatan/ maintenance yang cukup sulit. Aluminium Keuntungan dari alumunium adalah ringan dan memiliki variasi warna yang cukup banyak ( tergantung finishing cat ), dan juga perawatannya mudah. Perancangan Interior Panti Sosial Tresna Werdha
38
Stainless steel Stainless steel memiliki kesan futuristic dan dingin. Memiliki bobot yang ringan dan juga tahan lama. Kaca Mudah pecah/ rapuh, cocok di aplikasikan dengan material lain, seperti kayu, stainless steel, dll.
2.4.3. Elemen Interior Ruang- ruang interior di dalam bangunan dibentuk oleh elemen- elemen yang bersifat arsitektur dari struktur dan pembentuk ruangnya, yaitu, kolom, dinding, lantai dan atap. Elemen- elemen tersebut meberikan bentuk pada bangunan, dan memisahkannya dari luar dan membentuk pola tatanan interior.
Berikut ini merupakan elemen- elemen interior : Lantai Lantai adalah bidang ruang interior yang datar dan mempunyai dasar yang rata. Sebagai bidang dasar yang menyangga seluruh aktivitas kegiatan dan perabot, lantai harus terstruktur sehingga mampu memikul beban tersebut dengan aman, dan permukaan harus cukup kuat untuk menahan penggunaan yang terusmenerus.
Lantai memilik karakteristik yang berbeda- beda tergantung dari pemilihan bahan materialnya, permukaan lantai yang keras akan memantulkan gelombang suara, sedangkan material yang lunak seperti karpet, dll akan meredam suarasuara yang merambat melalui udara dan membentur permukaan tersebut.
Berikut ini merupakan material- material penutup lantai : Keramik Keramik memiliki pilihan warna yang banyak, natural, dan cocok untuk penutup lantai utama. Perancangan Interior Panti Sosial Tresna Werdha
39
Parket Parket memberi kesan hangat dan mempunyai pola alamiah. Marmer Marmer membeli kesan mengkilap dan memiliki penampilan yang menarik, dan memberi kesan mahal. Granit Granit memiliki sifat yang keras dan memiliki penampilan yang menarik. Karpet Karpet memiliki sifat meredam suara, tahan lama, dan memiliki pilihan warna yang banyak. Vinil Vinil memiliki permukaann yang bertekstur. Vinil tersedia dengan pilihan warna yang banyak. Perawatannya cukup mudah. Cara pemasangannya mudah hanya dengan di lem. Teraso Teraso terbuat dari biji keramik yang diolah dengan semen. Harganya mahal namun tahan lama.
Dinding Dinding merupakan elemen arsitektur yang penting untuk setiap bangunan, dinding berfungsi sebagai struktur, dan member proteksi dan privasi dari ruang yang telah dibentuknya.
Dinding merupakan elemen interior yang dapat mempengaruhi/ membentuk suasana ruang interior. Untuk membagi ruangan pada sebuah bangunan digunakan tiga macam dinding yaitu:
1) Dinding permanent - Dinding yang memiliki struktur atau kolom. 2) Partisi yang berdiri dari lantai sampai plafon. - Berfungsi untuk membagi area servis dan area privat Perancangan Interior Panti Sosial Tresna Werdha
40
- Untuk membentuk ruang privat. 3) Partisi freestanding - Berfungsi untuk membagi dan memisahkan dua ruang tanpa membatasi view (pandangan) pengunjung. - Mudah dipindahkan.
Plafon Elemen interior yang terakhir adalah plafon. Plafon merupakan elemen yang menjadi naungan dalam desain interior dimana menyediakan lindungan fisik maupun psikologis untuk semua yang ada dibawahnya.
Ketinggian plafon berpengaruh besar pada skala ruang, plafon yang tinggi cenderung memberi kesan luas, dan juga memberi sirkulasi udara yang banyak, Menurut penggunaan material, plafon dibagi menjadi tiga jenis yaitu: - Accountical ceiling: berfungsi sebagai isolator suara dan mengurangi tingkat kebisingan suara. - Luminous ceiling: berfungsi untuk memendarkan cahaya dan memberi efek cahaya khusus pada ruangan. - Baffle ceiling: berfungsi untuk meredam suara dan memberikan suasana tertentu pada ruangan sehingga rumah cenderung sejuk. Sedangkan plafon yang rendah, dapat memberi kesan sempit pada ruang dan menciptakan suasana intim dan ramah.
2.5. Study Tata Ruang
Penataan ruang merupakan suatu keharusan didalam sebuah ruangan. Penataannya harus di sesuaikan dengan fungsi serta memenuhi persyaratan kesehatan. untuk penataan ruang diperlukan organisasi ruang yang baik. Ada beberapa jenis organisasi ruang yang penentuannya tergantung pada tuntutan program bangunan,
Perancangan Interior Panti Sosial Tresna Werdha
41
pengelompokan fungsi ruang, hirarki ruang, kebutuhan pencapaian, pencahayaan dan arah pandang dengan memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut ini : Organisasi ruang terpusat Sebuah ruang besar dan dominan sebagai pusat ruang disekitarnya. Ruangan sekitar mempunyai bentuk, ukuran dan fungsi yang sama. Ruang sekitar berada satu dengan yang lainnya, baik bentuk, ukuran maupun fungsinya. Organisasi ruang linier Merupakan deretan ruang-ruang. Masing-masing dihubungkan dengan ruang yang sifatnya memanjang. Masing-masing ruang berhubungan secara langsung. Ruang mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda, tetapi yang berfungsi penting diletakan pada deretan ruang. Organisasi ruang radikal Kombinasi dari organisasi yang terpusat dan linear. Organisasi terpusat mengarah kedalam sedangkan organisasi radikal mengarah keluar. Lengan radikal dapat berbeda antara satu dengan yang lainnya, tergantung pada kebutuhan dan fungsi ruang. Organisasi ruang secara mengelompok Organisasi ini merupakan pengulangan bentuk fungsi yang sama, tetapi komposisi dari ruang-ruang yang berbeda ukuran, bentuk dan fungsi. Organisasi ruang secara grid Terdiri dari beberapa ruang yang posisi ruangnya tersusun dengan pola grid
Perancangan Interior Panti Sosial Tresna Werdha
42
Organisasi ruang membentuk hubungan antar ruang dari seluruh fungsi posisi dan sirkulasi. Penggunaan ruang yang disusun secara grid banyak kita jumpai pada interior ruang perkantoran yang terdiri dari banyak divisi-divisi atau bagian-bagian untuk karyawan yang menduduki jabatan.
Perancangan Interior Panti Sosial Tresna Werdha
43