8
BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Pajak Daerah Pajak daerah yaitu kontribusi wajib pajak kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undangundang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi kemakmuran rakyat(Mardiasmo 2011:12). Pajak daerah dibagi menjadi dua bagian, yaitu: 1. Pajak Provinsi terdiri dari: a. Pajak Kendaraan Bermotor; b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; d. Pajak Air Permukaan; e. Pajak Rokok. 2. Pajak Kabupaten/Kota terdiri dari: a. Pajak Hotel; b. Pajak Restoran; c. Pajak Hiburan; d. Pajak Reklame; e. Pajak Penerangan Jalan; f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; g. Pajak Parkir;
9
h. Pajak Air Tanah; i. Pajak Sarang Burung Walet; j. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan; k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan bangunan. Dilihat dari penjelasan diatas, Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang awalnya adalah pajak negara namun kemudian menjadi pajak daerah yang penerimaannya merupakan pendapatan daerah yang antara lain dipergunakan untuk penyediaan fasilitas yang dinikmati oleh pemerintah daerah. Dapat ditegaskan bahwa Pajak Bumi dan Bangunan menjadi sumber penerimaan pajak yang cukup besar jumlahnya serta sangat menunjang proses pembangunan nasional yang dirancang oleh pemerintah, artinya pemerintah daerah harus senantiasa berupaya meningkatkan pembiayaan bagi daerahnya dengan menggali sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdapat didaerah, menurut pasal 157 UU No. 32 tahun 2004 terdiri dari: 1. Pendapatan Asli Daerah yang biasa disebut PAD yaitu: a. Hasil Pajak Daerah; b. Hasil Restribusi Daerah; c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan; d. Lain-lain Pad yang sah. 2. Dana Pertimbangan 3. Lain-lain Pendapatan daerah yang sah.
10
2.2 Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, bahwa yang menjadi objek
Pajak Bumi dan Bangunan adalah bumi atau
bangunan, yang dimaksud dengan bumi adalah permukaan bumi yang ada dibawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah, perairan, pendalaman, serta laut dwilayah Indonesia. Bangunan adalah Kontruksi teknik yang ditanam atau diletakan secara tetap pada tanah dan perairan untuk tempat tinggal, tempat usaha dan tempat yang diusahakan. Pajak Bumi dan Bangunan adalah kebendaan atas bumi atau bangunan terhadap subjek pajak orang pribadi atau badan secara nyata mempunyai hak dan memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memiliki, menguasai, dan atas memperoleh manfaat atas bangunan. 2.2.1 Asas Pajak Bumi dan Bangunan Pajak Bumi dan Bangunan memiliki asas yang terdiri dari : 1. Memberikan kemudahan dan kesederhanaan. 2. Adanya kepastian hukum. 3. Mudah dimengerti dan adil. 4. Menghindari pajak berganda.
11
2.2.2 Objek dan Subjek Pajak Bumi dan Bangunan a. Objek Pajak Bumi dan Bangunan Berdasarkan UU No. 12 tahun 1985 yang telah dirubah menjadi UU No. 28 Tahun 2009, yang menjadi objek pajak adalah bumi dan bangunan. Menurut UU No. 28 Tahun 2009 Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Termasuk dalam pengertian Bangunan adalah: a. Jalan lingkungan yang terletak dalam satu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya, yang merupakan satu kesatuan dalam kompleks Bangunan tersebut; b. Jalan tol; c. Kolam renang; d. Pagar mewah; e. Galangan kapal, dermaga; f. Tempat olahraga; g. Taman mewah; h. Tempat penampungn/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak dan; i. Menara Selain itu juga objek pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan menurut pasal 33 UU No. 12 tahun 1985 sebagaimana telah diubah
12
menjadi UU No. 12 Tahun 1994 dan kemudian dirubah menjadi UU No. 28 Tahun 2009 yaitu sebagai berikut: 1. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dan tidak mencari keuntungan, antara lain: a. Dibidang ibadah b. Dibidang kesehatan c. Dibidang pendidikan d. Dibidang sosial e. Dibidang kebudayaan nasional 2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu. 3. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah pengembalan yang disukai desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak 4. Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik. 5. Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh menteri keuangan. b. Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Subjek Pajak Bumi dan Bangunan adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai hak atas bumi dan bangunan sesuai dengan ketentuan undang-
13
undang yang berlaku. Pajak Bumi dan Bangunan yang dimaksud dengan subjek pajak adalah orang atau badab, yang: a. Mempunyai hak atas bumi dan/atau b. Memperoleh manfaat atas bumi dan/atau c. Memiliki dan menguasai bangunan dan/atau d. Memperoleh atas manfaat atas bangunan. Dapat ditegaskan bahwa, Subjek Pajak Bumi dan Bangunan adalah pemilik Bumi dan bangunan dalam penegrtian UU No. 28 Tahun 2009 dan objeknya adalah bangunan atau benda yang tidak bergerak. 2.2.3 Klasifikasi Bumi dan Bangunan Klasifikasi Bumi dan Banguna adalah Pengelompokan nilai jual Rata-rata atas permukaan bumi berupa tanah dan/atau bangunan yang digunakan sebagai pedoman untuk memudahkan perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang. Faktor-faktor yang menetukan klasifikasi objek pajak: 1. Bumi/Tanah a. Letak b. Peruntukan c. Pemanfaatan d. Kondisi Lingkungkungan dan lain-lain.
14
2. Bangunan a. Bahan Bangunan b. Rekayasa c. Letak d. Kondisi Lingkungan dan lain-lain. 2.2.4 Dasar Hukum Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Adapun dasar hukum pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan adalah: 1. UU No. 12 Tahun 1985 tentang PBB sebagaimana diubah dengan UU No. 12 Tahun 1994 dan telah diubah dengan UU No. 28 Tahun 2009 mengenai pajak daerah dan restribusi daerah kemudian diubah lagi menjadi UU No. 28 Tahun 2009. 2. Keputusan Menteri Keuangan No. 201/ KMK.04/2002 tentang besarnya NJOPTKP sebagai dasar perhitungan PBB. 3. Peraturan pemerintah No. 25 tahun 2002 tenteng penetapan besarnya nilai jual kena pajak untuk perhitungan PPB. 4. Keputusan Menteri Keuangan No. 52/KMK.03/2002 tentang perubahan atas keputusa Menteri Keuangan No. 82/KMK.04/2000 tentang pembagian hasil penerimaan PBB antara pemerintah pusat dan daerah. 5. Keputusan Menteri Keuangan No. 1002/KMK.04/1985 tentang tata cara pendaftaran objek PBB.
15
6. Keputusan Menteri Keuangan No. 1006/KMK.04/1985 tentang tata cara penagihan PBB dan penunjukan pejabat yang bewenang mengeluarkan surat paksa. 7. Keputusan
Menteri
Keuangan
No.
1007/KMK.04/1985
tentang
perlimpahan wewenang penagihan PBB kepada gubernur kepala daerah tingkat I dan/atau bupati/walikota madya kepala daerah tingkat II. 8. Keputusan Menteri Keuangan No. 532/KMK.04/1998 tentang penentuan klasifikasi dan besarnya NJOP sebagai dasar pengenaan PBB. 2.2.5 Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Menurut (Mardiasmo 2011;312) dasar pengenaan pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Nilai Jual Objek Pajak ialah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual-beli yang terjadi secara wajar, dan bila mana tidak terdapat taransaksi jual-beli, Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Objek Pajak pengganti. Besarnya NJOP ditentukan berdasarkan klasifikasi: a. Objek Pajak Sektor Pedesaan dan Perkotaan; b. Objek Pajak Sektor Perkebunan; c. Objek Pajak Sektor Kehutanan atas Hak Pengusahaan Hutan, Hak Pengusahaan Hasil Hutan, Izin Pemanfaatan Kayu serta Izin sah lainnya selain Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri;
16
d. Objek Pajak Sektor Kehutananm atas Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri; e. Objek Pajak Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi; f. Objek Pajak Sektor Pertambangan Energi Panas Bumi; g. Objek Pajak Sektor Pertambangan Non Migas selain pertambangan energi panas bumi dan galian C h. Objek Pajak Sektor Pertambangan Non Migas Galian C i. Objek Pajak Sektor pertambangan yang dikelola berdasarkan Kontrak Karya atau Kontrak Kerjasama; j. Objek Pajak Usaha bidang perikanan laut; k. Objek Pajak Usaha bidang perikanan laut; l. Objek Pajak Usaha bersifat khusus. Menurut (Mardiasmo 2011;318) dasar perhitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). Maka telah ditetapkan besarnya persentase untuk menentukan besarnya NJKP, yaitu: 1. Sebesar 40% dari NJOP untuk: a. Objek Pajak Perkebunan; b. Objek Pajak Kehutanan; c. Objek Pajak Lainnya, yang wajib pajaknya perorangan dengan NJOP atas bumi dan bangunan sama atau lebih besar dari Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 2. Sebesar 20% dari NJOP untuk: a. Objek Pajak Pertambangan;
17
b. Obyek
Pajak
Lainnya
yang
NJOP-nya
kurang
dari
Rp.1000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 2.2.6 Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) Menurut (Mardiasmo 2011;315) selain terdapat NJOP, terdapat pula Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) yang ditetapkan untuk setiap daerah Kabupaten/Kota setinggi-tingginya Rp. 12.000.000,00 untuk setiap wajib pajak. Apabila seorang wajib pajak mempunyai beberapa objek pajak, yang diberikan NJOPTKP hanya salah satu Obyek Pajak yang nilainya terbesar, sedangkan objek pajak lainnya tetap dikenakan secara penuh tanpa dikurangi NJOPTKP. Kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keungan menetapkan besarnya NJOPTKP dengan mempertimbangkan pendapat Gubernur/Bupati/Walikota(Pemerintah Daerah) setempat. 2.2.7 Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Tarif pajak adalah tarif yang menghitung besarnya pajak terutang (pajak yang harus dibayar). Besarnya pajak dapat dinyatakan dalam persentase. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah sebesar 0,3 %, dan besarnya pajak terutang dihitung dengan cara sebagai berikut: Pajak Bumi dan Bangunan = Tarif Pajak x NJKP = 0,3% x (Persentase NJKP x (NJOP-NOJPTKP))
18
2.2.8 Tata Cara Membayar dan Penagihan Pajak Menurut (Mardiasmo 2011;324) tata cara pembayaran dan penagihan pajak bumi dan bangunan adalah sebagai berikut: a. Pajak yang terutang berdasarkan SPPT harus dilunasi selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh wajib pajak. b. Pajak yang terutang berdasarkan SKP harus dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya SKP oleh wajib pajak. c. Pajak yang terutang yang pada saat tempo pembayaran tidak dibayar atau kurang dibayar, dikenakan denda administrasi sebesar 2% (dua persen) sebulan, yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hasil pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. Menurut ketentuan ini, pajak yang terutang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak atau kurang bayar, dikenakan denda administrasi 2% (dua persen) setiap bulan dari jumlah yang tidak atau kurag dibayar tersebut untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dan bagian dihitung penuh 1 (satu) bulan. Menurut (Mardiasmo 2011;312) Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan data objek menerut ketentuan undang-undang Pajak Bumi dan Bangunan. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak terutang kepada wajib pajak. Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan SPPT (Surat Pemberitahuan
19
Pajak Terutang) berdasarkan SPOP (Surat Pemberitahuan Objek Pajak) wajib pajak. 2.3 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Soemaham idjaja, pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesehjateraan umum (Purwono:2010;6). Menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaya dalam disertasinya yang berjudul “ pajak berdasarkan gotong-royong (dalam buku bohari 2012;24) menyatakan “ Pajak ialah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesehjateraan umum. Selain itu menurut P.J.A Andriani (dalam buku bohari 2012;23) menyatakan “ pajak iauran kepada negara yang dapat dipaksakan yang terhutang oleh wajib pajak pembayarannya menurut peraturan dan tidak dapat prestasi yang dapat ditunjuk gunanya untuk membiayai pengeluaran umum yang berhubungan dengan tugas pemerintah. 2.3.1 Fungsi Pajak Pajak memiliki peranan yang sangat penting sebagai alat kebijakan pemerintah dalam menyelenggarakan politiknya dalam segala bidang. Khusunya dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan
20
negara yang berfungsi untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan penjabaran diatas maka fungsi pajak itu sendiri ialah: a. Fungsi Penerimaan (Budgeter) Dimana pajak berfunsi sebagai sumber dana yang diperuntukan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. b. Fungsi Mengatur Pajak berfungsi sebagai alat atau instrumen untuk mengatur, bahwa pajak sebagai alat bagi pemerintah untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan atau tujuan lain yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat banyak. Dalam fungsinya yang mengatur adakalanya pemungutan pajak dengan tarif tnggi atau sama sekali dengan tarif nol. 2.3.2 Landasan Filosofi Yang Mendukung Pemungutan Pajak Negara berhak memungut pajak, karena tugas negara pada prisipnya bertujuan dan berusaha menciptakan kesehjateraan bagi rakyatnya. Untuk mencapai dan menciptakan masyarakat sejahtera, dibutukan biya-biaya yang cukup besar. Demi berhasilnya tujuan, negara mencari pembiayaan dengan cara menarik pajak. Dari uraian diatas, maka disimpulkan bahwa landasan filosofi pemungutan pajak didasarkan atas pendekatan “ Benefit Approach” atau pendekatan manfaat.
21
Pendekatan ini membenarkan suatu negara melakukan pemungutan pajak sebagai pungutan yang dapat dipaksakan. Di dalam literatur Ilmu Keuangan Negara, dapat ditemukan teori-teori yang memberikan dasar pembenaran atau landasan filosofi dari wewenang negara untuk memungut pajak dengan cara yang dapat dipaksakan. Teori-teori tersebut antara lain: a. Teori Asuransi Berdasarkan teori ini, negara dalam melaksanakan tugasnya harus mencangkup pula tugas perlindungan terhadap jiwa dana harta benda perseorangan. b. Teori kepentingan Menurut teori ini pajak mempunyai hubungan dengan kepentingan individual yang diperoleh dari pekerjaan negara. c. Teori Kewajiban Pajak Mutlak Menurut teori ini, bahwa tanpa negara maka individu tidak mungkin akan bisa hidup bebas berusaha dalam negara. d. Teori Gaya Beli Menurut teori ini, penyelenggaraan kepentingan masyarakat yang dapat dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak dan bukan kepentingan individu, maupun bukan kepentingan negara. e. Teori Gaya Pikul Teori ini mengajarkan: bahwa pemungut pajak harus sesuai dengan kekuatan membayar dari si wajib pajak. Tekanan semua pihak
22
pajak harus sesuai dengan gaya pikul si wajib pajak dengan memperhatikan besarnya penghasilan dan kekayaan, dan juga pengeluaran wajib pajak tersebut. 2.3.3 Asas-asas Pemungutan Pajak Asas-asas principle ialah sesuatu yang daapt kita jadikan sebagai alas, sebagai dasar, sebagai tumpuan untuk menjelaskan suatu suatu permasalahan yang ada. Lazimnya suatu pemungutan pajak yang harus dilandasi dengan asas-asas yang merupakan ukuran untuk menentukan adil tidaknya suatu pemungutan pajak. Dengan tujuan dan asas-asas yang masih diperlukan dengan pemahaman atas perlakuan pajak tertentu. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Adam Smith dlam bukunya wealth of nation (waluyo 2011;13) mengemukakan 4 (empat) asaspemungutan pajak yang lazim dikenal dengan “four connons taxation” atau sering disebut dengan “the four maxims” dengan uraian sebagai berikut: a) Equality (Asas Persamaan). Dimana asas ini lebih menekankan bahwa pada warga negara atau wajib pajak tiap negara seharusnya memberikan sumbangan kepada negara, sebanding dengan kemampuan mereka terima dibawah perlindungan negara. Dalam asas equality tidak diperbolehkan suatu negara mengadakaan diskriminasi diantara wajib pajak. b) Certainty (Asas Kepastian). Asas ini menekankan bahwa wajib pajak, harus jelas dan pasti mengenai waktu, jumlah, dan cara pembayaran pajak.
23
Dalam asas ini kepastian hukum sangat dipentingkan terutama mengenai subjek dan objek pajak. c) Conveniency of payment (Asas Menyenangkan). Kapan wajib pajak itu harus membayar pajak sebainya sesuai dengan saat-saat yang tidak menyulitkan wajib pajak. d) Low Cost Of Collection (Asas Efisiensi). Asas ini menekankan bahwa biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak bagi wajib pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula dengan beban yang ditanggung oleh wajib pajak. 2.3.4 Cara Pemungutan Pajak Cara pemungutan pajak dilakukan berdasarkan 3 (tiga) stelsel, adalah 1. Stelsel nyata (riil stelsel) Dimana pengenaan pajak berdasarkan pada objek (penghasilan) yag nyata, pemungutan baru dapat dilaksanakan pada akhir tahun pajak, yakini setelah penghasilan yang sesungguhnya sudah diketahui. 2. Stelsel anggapan (fictive stelsel) Dimana pengenaan pajak berdasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang.
24
3. Stelsel campuran Pada awal tahun besar pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. 2.3.5 Sistem Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2011 : 7) sistem pemungutan pajak dibagi menjadi tiga bagian, anatara lain: 1) Official Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-ciri Official Assessment System: a. Wewenang untuk menetukan besarnya pajak terutang pada fiskus. b. Wajib pajak bersifat pasif. c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. 2) Self Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak terutang. Ciri-ciri Self Assessment System : a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri.
25
b. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri wajib pajak terutang. c. Fiskus tidak ikt campur dan hanya mengawasi. 3) With Holding Sistem Adalah sistem pemungutan pajak yang memeberikan wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus maupun wajib pajak yang bersangkutan) guna menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-ciri With Holding System : Wewenangnya menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak. 2.3.6 Akibat-akibat Ekonomi Dalam Pemungutan Pajak Akibat-akibat pemungutan pajak dapat pula menimbulkan berbagai reaksi atau tantangan secara langsung dapat menimbulkan akibat yang sangat mendalam Reaksi-reaksi tersebut seperti: a. Wajib pajak dapat mencoba menghindarkan diri dari kewajiban membayar pajak, baik secara legal, yaitu dengan melarikan diri dari kewajiban membayar pajak maupun secara tak legal,yaitu dengan menghindarinya dengan melawan hukum. b. Wajib pajak dapat mencoba mengkompesasikan beban pajaknya dengan berusaha mencapai pendapatan yang lebih banyak melalui usaha memperbesar kegiatan produksi, dalam hal ini terjadilah kompensasi perpajakan secara positif.
26
c. Sebaliknya
dapat
pula
terjadi
dimana
wajib
pajak
mencoba
mengkompensasikan beban pajaknya dengan mengurangi kegiatan perekonomian. 2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan 1. Motivasi Motivasi berasal dari bahasa Latin yang berbunyi “MOVERE” yang berarti dorongan atau menggerakan. Pentingnya motivasi karena motivasi adalah hal yang menyebabakan, menyalurkan, dan mendukung perilaku manusia. Malayu (2003:95) mendefenisikan motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, seperti efektif dan terintegrasi dengan segala upaya untuk mencapai kepuasan. Pengertian motivasi adalah pemberian atau penimbulan motif atau dapat pula diartikan sebagai hal atau keadaaan menjadi motif. Jadi motivasi adalah sesutu yang memberi semangat atau dorongan kerja (Sutrisno, 2009:117). 2. Pendapatan Beberapa pengertian tentang pendapatan, diantaranya seperti yang dijelaskan dibawah ini: Menurut Donal E. Kieso & Jerry J. Weygant yang diterjemahkan oleh Herrman Wibowo dalam buku Akuntansi Intermediate(2010), Pendapatan adalah arus masuk aktiva dan atau penyelesaian kewajiban dari penyebaran atau produsi
27
barang, pemberian jasa, dan aktivitas pencarian laba lainnya yang merupakan operasi yang utama atau besar yang berkesinambungan selam satu periode. Menurut Liang (1989:194) dalam Karim (2002:4) memberikan pengertian mengenai income atau pendapatan/penghasilan yaitu seluruh pendapatan seseorang baik berupa uang atau pun barang yang diperoleh untuk suatu jangka tertentu. Sedangkan menurut SAK No. 23 mengenai defenisi Pendapatan, pendapatan adalah suatu arus masuk aset atau penyelesaian kewajiban dari penyebaran atau produksi barang, pemberian jasa, dan aktivitas pencarian laba, lainnya yang merupakan operasi yang utama atau besar yang berkesinambungan selama satu periode. 3. Pelayanan Jasa Pelayanan adalah suatu proses kepada orang lain dengan cara tertentu memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal agar terciptanya kepuasan dan keberhasilan (Boediono : 2003). Sedangkan jasa adalah aktivitas, manfaat dan kepuasan yang ditawarkan untuk dijual, misalnya jasa pengacara, bengkel dll (Tjiptono :2003). Jasa atau pelayanan adalah suatu kegiatan ekonomi yang outputnya bukan produk dikonsumsi bersamaan dengan waktu produksi dan memberi nilai tambah seperti kenikmatan, hiburan, santai, dan sehat bersifat tidak berwujud (Alma : 2002).
28
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan merupakan salah satu faktor yang merangsang wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan, apabila wajib pajak mempunyai dasar atau pengalaman dalam membayar pajak dengan pelayanan yang baik, mudah dan aman, maka tingkat partisipasi dapat dipertahankan. 2.5 Identifikasi Variabel dan Pengembangan Hipotesis Penelitian Berdasarkan latar belakang permasalahan dan tujuan penelitian serta dihubungkan dengan teori-teori yang relevan, maka penulis mengemukakan hipotesis sebagai berikut: 1. Motivasi Motivasi berasal dari bahasa Latin yang berbunyi “MOVERE” yang berarti dorongan atau menggerakan. Pentingnya motivasi karena motivasi adalah hal yang menyebabakan, menyalurkan, dan mendukung perilaku manusia. Malayu (2003:95) mendefenisikan motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, seperti efektif dan terintegrasi dengan segala upaya untuk mencapai kepuasan. Pengertian motivasi adalah pemberian atau penimbulan motif atau dapat pula diartikan sebagai hal atau keadaaan menjadi motif. Jadi motivasi adalah sesutu yang memberi semangat atau dorongan kerja (Sutrisno, 2009:117).
29
Berdasarkan penjabaran diatas, maka diajukan hipotesis kedua sebagai berikut: H1 : Motivasi berpengaruh signifikan terhadap kesadaran wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan. 2. Pendapatan Liang (1989:194) dalam Karim (2002:4) memberikan pengertian mengenai income atau pendapatan/penghasilan yaitu seluruh pendapatan seseorang baik berupa uang atau pun barang yang diperoleh untuk suatu jangka tertentu.Pendapatan sebagai nilai balas jasa yang diterima seseorang atas kegiatan faktor-faktor yang dimiliki atau dihasilkan. Pendapatan (penerimaan) merupkan sumber dana untuk pengeluaran. Pengeluaran pertama digunakan untuk konsumsi, sisanya ditabung atau investasi. Jika pendapatan wajib pajak rendah, maka sebagian besar pendapatan digunakan untuk konsumsi. Sejalan dengan penelitian ini, maka bisa saja wajib pajak yang berpendapatan rendah tingkat kesadaran membayar PBB masih rendah, karena banyak dari pendapatan mereka digunakan untuk konsumsi seharihari, sehingga tidak bisa menabung untuk membayar PBB. Sedangkan wajib pajak yang berpendapatan tinggi tingkat kesadaran tinggi dalam membayar PBB karena mereka mampu menabung dan menyisikan untuk keperluan lain termasuk membayar PBB. Namun demikian tidak semua teoritis dengan praktik dilapangan.
30
Berdasarkan penjabaran diatas, maka diajukan hipotesis kedua sebagai berikut: H2 : Pendapatan berpengaruh signifikan terhadap kesadaran wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan. 3. Pelayanan Jasa Pelayanan adalah suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan interpersonal agar tercipta kepuasan dan keberhasilan (Boediono : 2003). Pelayanan yang berkualitas harus memberikan 4K, yaitu Keamanan, Kenyamanan, Kelancaran dan Kepastian Hukum. Kualitias pelayanan dapat diukur dengan kemampuan memberikan pelayanan yang memuaskan, dapat memberikan pelayanan dengan sikap yang dapat dipercaya yang dimiliki oleh aparat pajak. Disamping itu juga, kemudahan dalam menjalin komunikasi yang baik, memenuhi kebutuhan wajib pajak, tersedianya fasilitas fisik yang memadai dan pegawai yang cakap dalam tugasnya (Ni Luh, 2006). Berdasarkan pejabaran diatas, maka diajukan Hipotesis Ketiga sebagai berikut: H3 : Pelayanan jasa berpengaruh terhadap kesadaran wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan.
31
4. Pengaruh Faktor Motivasi, Pendapatan dan Pelayanan Jasa terhadap kesadaran wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan. motivasi adalah pemberian atau penimbulan motif atau dapat pula diartikan sebagai hal atau keadaaan menjadi motif. Jadi motivasi adalah sesutu yang memberi semangat atau dorongan kerja. Pendapatan (penghasilan) mempengaruhi dan membedakan pola sikap dan perilaku seseorang. Keadaan masyarakat yang mayoritasnya pendapatan menengah kebawah, banyak membuat masyarakat tidak sanggup untuk membayar pajak. Pelayanan jasa merupakan salah satu faktor rangsangan bagi wajib pajak dalam disiplin membayar pajak, apabila dalam pelayanan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan tersebut buruk, susah, lama, dan berbelit-belit, maka wajib pajak enggan dalam membayar pajak. H4 : Motivasi, Pendapatan dan Pelayanan Jasa berpengaruh terhadap kesadaran wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan. 2.6 Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu Peneliti
Judul Penelitian
Hasil Penelitian
Muhammad.ash Faktor – Faktor Yang Bahwa variabel sikap wajib Siddiq (2011)
Mempengaruhi
Wajib pajak, tingkat pendapatan
32
Pajak Dalam Pembayaran kepala Pajak
Bumi
Bangunan
(PBB)
Tangerang Selatan
keluarga
dan
dan persepsi wajib pajak tentang di tentang
pelaksanan
denda
saksi
berpengaruh
signifikan
terhadap
kesadaran
wajib
pajak
dalam pembayaran pbb. Variabel
motifasi
wajib
pajak dan pendidikan wajib pajak
tidak
berpengaruh
signifikan kesadaran
terhadap wajib
pajak
dalam pembayaran pbb. Yulianawati
Faktor-faktor
(2011)
mempengaruhi kemauan kualitas layanan signifikan membayar pajak
yang Kesadaran membayar pajak,
berpengaruh terhadap membayar Pengetahuan,
positif kemauan pajak. pemahaman
peraturan perpajakan dan persepsi sfektifitas sistem perpajakan berpengaruh
tidak terhadap
33
kemauan membayar pajak. Susi (2012)
Susana Faktor-faktor
yang Pendidikan dan Pendapatan
mempengaruhi partisipasi berpengaruh
signifikan
masyarakat
partisipasi
dalam tehadap
membayar pajak bumi masyarakat dan
bangunan
kecamatan tengah
dalam
di membayar pajak bumi dan
kuantan bangunan.
sedangakan
kabupaten kesadaran, pelayanan jasa,
kuantan singingi
dan
sanksi
tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap
partisipasi
masyarakat
dalam
membayar pajka bumi dan bangunan.
2.7 Pajak Dalam Pandangan Islam Pajak dalam pandangan Islam dapat dikenakan kepada wajib pajak, pajak ditarik atas dasar pengenaan terhadap subjek pajak. Seorang pemimpin dapat mewajibkan kepada rakyatnya untuk membayar pajak karena
mempunyai
kewenangan
untuk
menarik
pajak
menurut
Gusfahmi(2007). Alasan kaum muslimin menunaikan pajak yang ditetapkan negara, disamping penunaian kewajiban zakat, antara lain solidaritas dan tolong menolong. Sesama kaum muslim dan sesama umat
34
manusia dalam kebaiakan dan taqwa merupakan kewajiban yang terpenuhi. Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah:195
Artinya: Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (Qs. Al-baqarah:195 Maka sah sah-sah saja adanya dua kewajiban bagi kaum muslim (terutama kaum muslim di indonesia), yaitu kewajiban dalam menunaikan zakat dan pajak sekaligus. 2.8 Model Penelitian Untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dan varibel dependen yang digunakan dalam penelitian ini, dapat dilihat dalam penelitian berikut ini.
35
Gambar 2. 2 Model Penelitian Motivasi (x1)
Pendapatan (x2)
Kesadaran Membayar Pajak
Pelayanan Jasa (x3)
Variabel Independen
Variabel Dependen
2.9 Hipotesis Penelitian Berdasarkan penjelasan diatas dapat ditentukan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut: H1 :
Diduga motivasi mempengaruhi kesadaran wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan.
H2 :
Diduga pendapatan mempengaruhi kesadaran wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bngunan.
H3 :
Diduga pelayanan jasa mempengaruhi kesadaran wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan.
H4 :
Diduga motivasi, pendapatan, pelayanan jasa mempengaruhi kesadaran wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan