PPh Badan
PEMAHAMAN PAJAK Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh badan atau orang pribadi yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Definisi BADAN Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha.
PT, CV, perseroan lainnya, BUMN/D dengan nama dan dalam bentuk apapun, Fa, Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Ormas, Orsospol, atau Organisasi yang sejenis, Lembaga, Bentuk usaha tetap dan Bentuk badan lainnya termasuk reksadana
PAJAK PENGHASILAN (PPh)
ADALAH
PAJAK YANG DIKENAKAN TERHADAP SUBJEK PAJAK ATAS PENGHASILAN YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEHNYA DALAM TAHUN PAJAK
TaxSys
SUBJEK PAJAK
a) ORANG PRIBADI b) WARISAN YG BLM TERBAGI
BADAN BENTUK USAHA TETAP (BUT)
Dipersamakan dengan Badan
SUBYEK PAJAK BADAN DALAM NEGERI:
Badan didirikan di Indonesia atau bertempat kedudukan di Indonesia
LUAR NEGERI
Badan yg tdk didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia MENJALANKAN USAHA/ KEGIATAN MELALUI BUT DI IND MENERIMA / MEMPEROLEH PENGHASILAN DARI INDONESIA TANPA MELALUI BUT
Bentuk Usaha Tetap
Bentuk usaha yang dipergunakan oleh Subjek Pajak OP LN dan SP Badan LN Untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan (pekerjaan bebas) di Indonesia
Bukan Subyek Pajak Badan BADAN PERWAKILAN NEGARA ASING;
ORGANISASI INTERNASIONAL; YANG DITETAPKAN OLEH MENKEU DGN SYARAT INDONESIA MENJADI ANGGOTANYA DAN TDK MENJALANKAN USAHA / KEGIATAN LAIN UNTUK MEMPEROLEH PENGHASILAN DARI INDONESIA SELAIN PEMBERIAN PINJAMAN KPD PEMERINTAH YG DANANYA BERASAL DARI IURAN PARA ANGGOTA
UNIT TERTENTU DARI BADAN PEMERINTAH dg syarat: Dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; Dibiayai dengan dana yang bersumber dari APBN atau APBD; Penerimaan lembaga tersebut dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Daerah; Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara
KEWAJIBAN PAJAK SUBJEKTIF Pasal 2A ayat (1),(2),(3),(4) dan (5)
SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI
ORANG PRIBADI MULAI :
SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI
SELAIN BUT
MULAI :
- SAAT DILAHIRKAN - SAAT BERADA ATAU BERNIAT TINGGAL DI INDONESIA
SAAT MENERIMA/MEMPEROLEH PENGHASILAN DARI INDONESIA
BERAKHIR : - SAAT MENINGGAL
SAAT TIDAK LAGI MENERIMA/MEMPEROLEH PENGHASILAN DARI INDONESIA
- MENINGGALKAN INDONESIA UNTUK SELAMANYA.
BADAN MULAI : SAAT
DIDIRIKAN/BERKEDUDUKAN DI INDONESIA
BERAKHIR : SAAT DIBUBARKAN ATAU TIDAK LAGI BERKEDUDUKAN DI INDONESIA.
WARISAN YG BELUM TERBAGI
BERAKHIR :
BUT
MULAI :
SAAT MELAKUKAN USAHA / KEGIATAN MELALUI BUT DI INDONESIA
BERAKHIR :
SAAT TDK LAGI MENJALANKAN USAHA/KEGIATAN MELALUI BUT DI INDONESIA.
MULAI :
SAAT TIMBULNYA WARISAN
BERAKHIR : SAAT WARISAN SELESAI DIBAGIKAN
KEWAJIBAN PAJAK
OBJEKTIF
PENGHASILAN (Ps. 4 Ayat 1) 1. Setiap tambahahan kemampuan ekonomis 2. Yang diterima atau diperoleh WP (cash basis / acrual
basis)
3. Baik yang Berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. (world wide income) 4. Yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan WP,
dengan nama & dalam bentuk apapun.
KONSEP PENGHASILAN
Penghasilan yang BUKAN OBJEK PAJAK, pengertiannya terbatas yang diatur dalam pasal 4 ayat (3) UU PPh Penghasilan yang merupakan OBJEK PAJAK PPH FINAL, pengertiannya terbatas yang diatur dalam pasal 4 ayat (2) UU PPh, dan diatur dengan PP; Penghasilan yang merupakan OBJEK PAJAK (Pasal 4 ayat (1) UU PPh) yang dikenakan tarif umum atau tidak final, pengertiannya semua penghasilan selain 2 di atas
Sumber Penghasilan neto (sebagai obyek PPh) Dari Usaha pokok/Core Business, modal/Investasi dan penghasilan lainlain/other/extraordinary Setelah dikurangi Deductible Expenses Dari dalam dan luar negeri, kecuali rugi diluar negeri Selain yang bukan obyek PPh dan telah dikenakan PPh Final
OBJEK PAJAK NON FINAL (Ps. 4 Ayat 1) Laba usaha Royalti, Sewa dan penghasilan lain sehubungan penggunaan harta
Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta termasuk :
1. keuntungan krn pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sbg pengganti saham/penyertaan modal; 2. keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya krn pengalihan harta kpd pemegang saham, sekutu atau anggota; 3. keuntungan krn likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha; 4. keuntungan krn pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kec. yang diberikan kpd keluarga sedarah dlm garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yg ditetapkan oleh Menkeu, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yg bersangkutan 5. Karena Penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan.
OBJEK PAJAK PAJAK OBJEK Non (Ps. final 4 Ayat 1) NON FINAL
Dividen, dgn nama dan dlm bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kpd pemegang polis, dan pembagian SHU koperasi Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva (79/PMK.03/2008) Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala Hadiah dari pekerjaan/kegiatan dan penghargaan (PP 132 TH 2000) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak Keuntungan krn pembebasan utang, kecuali sampai dgn jumlah tertentu ditetapkan dgn PP (PP No.130 Tahun 2000) Keuntungan krn selisih kurs mata uang asing, Premi asuransi termasuk reasuransi iuran yg diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yg terdiri dari WP yg menjalankan usaha / pekerjaan bebas, Penghasilan dari usaha berbasis syariah (PP 25 Th 2009) Imbalan bunga berdasarkan UU KUP Surplus Bank Indonesia (PP 94 Th 2010) Tambahan kekayaan neto yg berasal dari penghasilan yg belum dikenakan pajak
OBJEK PAJAK PPh FINAL (Ps 4 Ayat 2) 1. PENGHASILAN DARI TRANSAKSI PENJUALAN SAHAM DI BURSA EFEK (0,1% dan 0,5%)
PP No. 14 TAHUN 1997
2. PENGHASILAN DARI HADIAH UNDIAN (25 % X BRUTO)
PP No. 132 TAHUN 2000
3. PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN (5 % X NILAI PENGALIHAN)
PP No. 71 TAHUN 2008
4. PENGHASILAN DARI BUNGA DEPOSITO DAN TABUNGAN SERTA DISKONTO SBI (20 % X BRUTO)
PP No. 131 TAHUN 2000
5. PENGHASILAN DARI PERSEWAAN TANAH DAN/ATAU BANGUNAN (10 % X BRUTO)
PP No. 5 TAHUN 2002
6. PENGHASILAN BERUPA OBLIGASI YG DIPERDAGANG KAN DI BURSA EFEK ( 20 %)
PP No. 6 TAHUN 2002
7. PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI DAN JASA KONSULTAN
PP No. 51 TAHUN 2008
OBJEK PAJAK PPh FINAL (Ps 4 Ayat 2)
8. DISKONTO SURAT PERBENDAHARAAN NEGARA
PP No. 27 TAHUN 2008
9. BUNGA SIMPANAN YG DIBAYARKAN O/ KOPERASI KEPADA ANGGOTANYA ORG PRIBADI
PP No. 15 TAHUN 2009
10. MODAL VENTURA
PP No. 4 TAHUN 1995
11. BUNGA OBLIGASI
PP No. 16 TAHUN 2009
12. DEVIDEN ORANG PRIBADI DALAM NEGERI
PP No. 19 TAHUN 2009
BUKAN OBYEK PAJAK (Ps 4 Ayat 3) 1. 2. 2.
3. 4. 5. 6.
Bantuan/sumbangan termasuk zakat - diterima oleh badan amil zakat yg disahkan oleh negara (PP 18 TH 2009) Harta hibahan, diterima 1 degre sedarah (604/KMK.04/1994) Dividen/bagian laba dari penyertaan modal pada badan usaha di Indonesia; yang diterima atau diperoleh PT, koperasi, BUMN/BUMD dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia yang memenuhi syarat berasal dari cadangan laba ditahan, bagi PT, BUMN/BUMD kepemilikannya paling rendah 25% dari modal disetor Harta termasuk setoran tunai sebagai pengganti saham atau penyertaan modal Iuran dan Penghasilan tertentu yang diterima dana pensiun Bagian laba anggota yang diterima perusahaan modal ventura dari badan pasangan usaha (SE-33/PJ/1995) Sisa lebih yg diterima/diperoleh badan/lembaga nirlaba yg bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau litbang yg ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau litbang dalam jangka waktu paling lama 4 tahun sejak diperolahnya sisa lebih tersebut (80/PMK.03/2010)
KONSEP BEBAN
Biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (sesuai Pasal 6 UU PPh) – deductible expense Biaya yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (nondeductible expense), sesuai pasal 9 UU PPh Biaya yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 21,22, 23, 26 dan 4 (2) Final maupun yang bukan. Pengeluaran dan biaya yang tidak dapat dikurangkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak menurut PP No. 94 Th 2010 Biaya kategori deductible & nondeductible lain berdasar peraturan pelaksanaan ketentuan Undang-undang Perpajakan lainnya.
Biaya yg dapat dikurangkan (DEDUCTIBLE EXPENSES) 1. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (yang merupakan obyek PPh non final) termasuk: Biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali PPh.
Biaya harus valid, reliable dan wajar
2. Penyusutan dan amortisasi (metode penyusutan harus sesuai dg pasal 11 & 11A)
Biaya yg dapat dikurangkan (DEDUCTIBLE EXPENSES) 3. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan 4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki untuk kegiatan/usaha perusahaan 5. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing 6. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional (76/PMK.03/2011) 7. Sumbangan fasilitas pendidikan 8. Sumbangan dalam rangka pembinaan olah raga
9. Biaya litbang perusahaan yang dilakukan di Indonesia 10. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan
Biaya yg dapat dikurangkan (DEDUCTIBLE EXPENSES) 11. Cadangan Piutang tak tertagih untuk:
cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang; cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial; cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan; cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan; cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri,
12. Sumbangan tertentu: lembaga GNOTA (SE33/PJ.421/1996, Bencana Tsunami Aceh (PMK604/2004) dan Gempa Jogya dan Jawa tengah
Biaya yg dapat dikurangkan (DEDUCTIBLE EXPENSES) 13. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan/jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan tertentu yaitu: Penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai; Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu; dan Yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan (83/PMK.03/2009) 14. Zakat atas Penghasilan (PP 60 Th 2010)
15. Biaya pulsa handphone dan perbaikannya sebesar 50% Non Deductible (KEP 220/PJ/2002) 16. Biaya pemeliharaan dan perbaikan rutin kendaraan sedan dan sejenisnya sebesar 50% Deductible (KEP 220/PJ/2002)
Biaya yg dapat dikurangkan (DEDUCTIBLE EXPENSES) 17. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat: (105/PMK03/2009) Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersil Wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang tak tertagih kepada Dirjen Pajak Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Instansi pemerintah yg mengurus Piutang Negara atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang antara kreditur dan debitur atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus atau adanya pengakuan dari debitur
BIAYA YG TIDAK DAPAT DIBEBANKAN
(NON DEDUCTIBLE EXPENSES)
1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apa pun 2. Biaya yang dibebankan/dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota 3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, dengan pengecualian ttt. (81/PMK03/2009)
4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan/jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan,
dengan pengecualian ttt. (83/PMK.03/2009)
Biaya yg Tidak Dapat Dibebankan 5. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan 6. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan (245/PMK03/2008) 7. Pajak penghasilan 8. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau CV yang modalnya tidak terbagi atas saham 9. Sanksi administrasi yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan
Biaya yg Tdk Dapat Dibebankan Pasal 10 (6) Selisih lebih penilaian harga pokok penjualan yang menggunakan metode LIFO (Last In First Out) Berbasis Pasal 11 Jumlah melebihi biaya penyusutan yang ditetapkan oleh undang-undang PPh
Biaya yg Tdk Dapat Dibebankan (NON DEDUCTIBLE EXPENSE) PP No 94 Tahun 2010
Pasal 10
Pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimasud pasal 9 ayat (8) huruf f dan g UU PPN sepanjang tidak dapat dibuktikan benar telah dibayar .
Pajak masukan berkenaan dengan pengeluaran yang tidak dapat dikurangkan dalam menentukan besarnya penghasilan kena pajak sebagaimana pasal 9 (1) UU PPh
Biaya yg Tdk Dapat Dibebankan PP No 94 Tahun 2010
Pasal 13 Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan:
Yang bukan objek pajak Yang pengenaan pajaknya bersifat final Yang dikenakan pajak berdasarkan deemed profit atau norma penghitungan penghasilan neto dan norma khusus
PPh yang ditanggung oleh pemberi penghasilan, kecuali: PPh pasal 26, tetapi tidak termasuk dividen, sepanjang PPh tsb ditambahkan dalam penghitungan dasar untuk pemotongan pajak
Contoh: PPh pasal 26: 20% x 100/80 x Fee (boleh dibiayakan)
Biaya yg Tdk Dapat Dibebankan PP No 94 Tahun 2010
Pasal 4
Kerugian dari harta atau utang yang tidak dimiliki dan tidak dipergunakan dalam usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, danmemelihara penghasilan yang merupakan objek pajak
Contoh: Perusahan mempunyai vila di puncak
Dijual = Rugi, tidak dapat dibiayakan Dijual = untung, menjadi objek pajak
Pasal 5
Nilai sisa buku harta yang dialihkan kepada pegawainya
Biaya yg Tdk Dapat Dibebankan SE Dirjen Pajak No 20/PJ.42/1994
Bunga pinjaman selama masa konstruksi yang tidak dikapitalisir menjadi komponen harga pokok atau harga perolehan aset.
Contoh : pembangunan gedung
Kep. Dirjen Pajak No 220/PJ/2002
50% dari biaya pemakaian telepon seluler yang meliputi beban penyusutan, biaya berlangganan/pengisian ulang pulsa perbaikan 50% dari biaya pemakaian kendaraan sedan, yang meliputi beban penyusutan dan biaya pemeliharaan / perbaikan rutin
Biaya yg Tdk Dapat Dibebankan SE Dirjen Pajak No 27/PJ.42/1986
Biaya entertainment/jamuan dan sejenisnya sepanjang tidak ada hubungannya dengan kegiatan usaha WP dan tidak dibuatkan daftar nominatif dan dilampirkan pada SPT tahunan PPh
SE Dirjen Pajak No 46/PJ.4/1995
Bunga pinjaman seluruhnya, apabila rata-rata pinjaman sama besar atau lebih kecil dibandingkan rata-rata deposito / tabungan Bunga pinjaman sebagian, apabila rata-rata pinjaman lebih besar dibandingkan rata-rata deposito
PENYUSUTAN & AMORTISASI
PENYUSUTAN (Pasal 11 UU PPh)
Adalah mekanisme pembebanan atas pengeluaran yg masa manfaatnya lebih dari 1 (satu) th yg berkaitan dengan aktiva tetap berwujud. Contoh Pengeluaran yang dapat disusutkan secara fiskal adalah pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, dan perubahan harta berwujud. Penentuan harga perolehan disamping nilai pembelian dimasukkan juga biaya-biaya perolehan : bea impor, Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan, setiap biaya yang dapat diatribusikan secara langsung sampai aktiva siap digunakan, termasuk : Initial delivery, installation cost, biaya persiapan tempat, biaya profesional (arsitek, insinyur dsb), sedang potongan harga/rabat mengurangi harga perolehan.
HARTA YG DAPAT DISUSUTKAN
Harta yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang masa manfaatnya lebih dari satu tahun, kecuali tanah. Aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dibangun lebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun
HARTA YG TDK DAPAT DISUSUTKAN
Tanah, termasuk HGB, HGU, Hak Pakai untuk pertama kalinya. Kecuali nilainya berkurang dalam pemakaian. Sama dengan akuntansi. Harta berwujud yang menurut akuntansi dapat disusutkan, tetapi menurut PPh tidak dapat disusutkan adalah ; 1. Aktiva yang merupakan natura dan kenikmatan bagi pegawai (rumah dinas), kecuali: Hand Phone dan Sedan (dinas) bisa disusutkan dengan pengakuan 50% dari Harga Perolehannya Kendaraan u/ antar jemput pegawai 2. Aktiva yang masih status SGU (leasing) dengan Hak Opsi 3. Harta yang dimiliki WP yang tidak digunakan untuk 3 M penghasilan obyek PPh. Apabila dijual laba (rugi) dihitung berdasarkan harga jual dikurangi harga perolehan : - laba merupakan obyek pajak - rugi, tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.
Tabel Penyusutan Fiskal .
KEL. HARTA BERWUJUD
MASA MANFAAT
TARIF PENYUSUTAN GARIS LURUS
THN THN THN THN
25 12,5 6,25 5
SALDO MENURUN
1. BUKAN BANGUNAN - KELOMPOK - KELOMPOK - KELOMPOK - KELOMPOK
1 2 3 4
4 8 16 20
% % % %
2. BANGUNAN PERMANEN TDK PERMANEN
20 THN 10 THN
5 10
% %
50 % 25 % 12,5 % 10 %
Langkah-langkah Menghitung Penyusutan Fiskal
Tentukan Masa manfaat aktiva (kelompok aktiva) dengan menggunakan Peraturan Menteri Keuangan No. 96/PMK.03/2009 Tarif penyusutan dan masa manfaat masing-masing aktiva diketahui. Hitung biaya penyusutan tahun tersebut = Tarif x Dasar Penyusutan Dasar penyusutan adalah sebagai berikut, untuk metode garis lurus adalah Harga Perolehan, sedang Untuk Saldo Menurun adalah NSBF Akhir Tahun Sebelumnya.
Langkah-langkah Menghitung Penyusutan Fiskal 2
Penyusutan menurut fiskal tidak mengenal nilai residu. Penyusutan aktiva diperinci per individu dan untuk peralatan yang kecil-kecil (Small Tools) boleh digabungkan. Saat dimulai penyusutan adalah bulan diperoleh atau terjadi pengeluaran atau bulan selesainya aktiva dibuat/dibangun. Tetapi dengan seijin Direktorat Jendral Pajak boleh menyusutkan pada saat aktiva tersebut sudah memperoleh penghasilan atau digunakan.
AMORTISASI Pasal 11A ayat (1)
METODE GARIS LURUS
METODE SALDO MENURUN
PADA AKHIR MASA MANFAAT DIAMORTISASI SEKALIGUS (CLOSED ENDED)
Tabel Amortisasi Fiskal .
KEL. HARTA Tdk BERWUJUD
- KELOMPOK - KELOMPOK - KELOMPOK - KELOMPOK
1 2 3 4
4 8 16 20
MASA MANFAAT
TARIF AMORTISASI GARIS LURUS
THN THN THN THN
25 12,5 6,25 5
% % % %
SALDO MENURUN
50 % 25 % 12,5 % 10 %
MASA MANFAAT DAN TARIF AMORTISASI TERTENTU
1. BIAYA PENDIRIAN 2. BIAYA PERLUASAN MODAL
PENGELUARAN UNTUK MEMPEROLEH HAK PENAMBANGAN MIGAS
1. HAK PENAMBANGAN SELAIN MIGAS 2. HAK PENGUSAHAAN HUTAN 3. HAK PENGUSAHAAN SUMBER DAN HASIL ALAM LAINNYA PENGELUARAN SEBELUM OPERASI KOMERSIL YANG MASA MANFAAT > 1 TAHUN
TARIF BERDASARKAN KELOMPOK HARTA ATAU DIBEBANKAN SEKALIGUS PADA TAHUN TERJADINYA PENGELUARAN METODE SATUAN PRODUKSI
METODE SATUAN PRODUKSI SETINGGI-TINGGINYA 20 % SETAHUN
TARIF BERDASARKAN KELOMPOK HARTA
CONTOH #1: PENGELUARAN UNTUK MEMPEROLEH : - HAK PENAMBANGAN SELAIN MINYAK DAN GAS BUMI - HAK PENGUSAHAAN HUTAN ATAU HASIL ALAM LAINNYA - HAK PENGUSAHAAN HASIL LAUT CONTOH : • PENGELUARAN UNTUK HAK PENGUSAHAAN HUTAN Rp 500.000.000,00. • POTENSI HAK PENGUSAHAAN HUTAN 10.000.000 TON KAYU • JIKA DALAM SATU THN PAJAK JML PRODUKSI 3.000.000 TON KAYU YG BERARTI 30 % DARI POTENSI YG ADA, • AMORTISASI YG DIPERKENANKAN UTK DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO PD TAHUN TSB SEBESAR 20 % (JUMLAH MAKSIMUM) DARI PENGELUARAN ATAU Rp 100.000.000,00
Menghitung PPh Badan PPh terutang = Tarif Pasal 17 ayat (1) x PKP Tahun 2009 sebesar 28% X PKP
Tahun 2010 sebesar 25% X PKP Perseroan Terbuka (min. 40% saham di Bursa Efek) tarifnya 5% lebih rendah PP 81 Th 2007
PPh terutang Pasal 31E ayat (1) Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,- mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00
SE 66/PJ/2010 PEREDARAN BRUTO penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha sebelum dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, meliputi : 1. Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat final 2. Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan tidak bersifat final; dan 3. Penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak
CONTOH PENERAPAN TARIF PPh BAGI WAJIB PAJAK BADAN DN Pasal 31E ayat (1)
Peredaran bruto PT X dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp30.000.000.000,dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp3.000.000.000,-. Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang: 1. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas (Rp 4.800.000.000,- : Rp 30.000.000.000,-) x Rp 3.000.000.000,- = Rp 480.000.000,2. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas : Rp 3.000.000.000,- – Rp 480.000.000,- = Rp 2.520.000.000,Pajak Penghasilan yang terutang: ‐ (50% x 28%) x Rp 480.000.000,- = Rp 67.200.000,‐ 28% x Rp 2.520.000.000,- = Rp 705.600.000,Jumlah Pajak Penghasilan yang terutang Rp 772.800.000,-
Menghitung PKP bagi Badan +/+ Penghasilan Neto Fiskal -/- Kompensasi Rugi
Apa bedanya dengan PKP untuk Orang Pribadi?
KOMPENSASI RUGI Yang dimaksud dengan Kompensasi Rugi adalah: KERUGIAN FISKAL SUATU TAHUN PAJAK DAPAT DIKOMPENSASIKAN DENGAN PENGHASILAN MULAI TAHUN PAJAK BERIKUTNYA BERTURUT-TURUT SAMPAI DENGAN 5 (LIMA) TAHUN Kecuali Penanaman Modal pada Bidang Usaha / Daerah Tertentu paling lama 10 tahun
Contoh Kompensasi Rugi: Dalam tahun 2000 PT. X menderita Rugi Fiskal sebesar Rp 1,2 Milyar. Dalam 5 tahun berikutnya laba (rugi) fiskal PT. X sbb : 2001 : Rp 200.000.000 2004 : Rp 100.000.000 2002 : (Rp 300.000.000) 2005 : Rp 800.000.000 2003 : N I H I L 2006 : Rp 500.000.000
Kompensasi kerugian dilakukan sbb : Rugi fiskal Thn 2000 Laba fiskal Thn 2001 Sisa rugi fiskal Thn 2000 Rugi fiskal Thn 2002 Sisa rugi fiskal Thn 2000 Laba fiskal Thn 2003 Sisa rugi fiskal Thn 2000 Laba fiskal Thn 2004 Sisa rugi fiskal Thn 2000 Laba fiskal Thn 2005 Sisa rugi fiskal Thn 2000
(Rp 1.200.000.000,00) Rp 200.000.000,00(+) (Rp 1.000.000.000,00) (Rp 300.000.000,00) (Rp 1.000.000.000,00) N I H I L (+) (Rp 1.000.000.000,00) Rp 100.000.000,00(+) (Rp 900.000.000,00) Rp 800.000.000,00 (Rp 100.000.000,00) TIDAK BISA DIKOMPENSASIKAN DENGAN LABA FISKAL THN 2006
Rugi fiskal Thn 2002 Laba fiskal Thn 2006 Laba Kena Pajak Thn 2006
(Rp 300.000.000,00) Rp 500.000.000,00 (+) Rp 200.000.000,00
Kewajiban Pembukuan
Didasarkan pada itikad baik atau pada “adat kebiasaan pedagang yang baik” dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya Dilakukan secara taat asas dengan stetsel kas atau stetsel akrual. Perubahan terhadap metode pembukuan dan/atau tahun pajak harus atas persetujuan Dirjen Pajak Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah dan disusun dalam bahasa Indonesia atau bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan
Proses Pembukuan: Laporan Keuangan
Lapkeu Fiskal
Rekonsiliasi Fiskal
Berdasar PSAK
Berdasar UU Pajak dan peraturan
Neraca, L/R, Arus Kas, Ekuitas, dll
Laba /Penghasilan Neto Fiskal
PENENTUAN PENGHASILAN NETTO USAHA ATAU PEKERJAAN BEBAS
PEMBUKUAN
Peredaran Bruto Biaya Fiskal (Ps.6) Pengh Netto
: xxx : (xxx) : xxx
PENCATATAN
Peredaran Bruto
: xxx Dikali
Norma Pengh Netto Pengh Netto
: xx% : xxx
WP OP dengan omzet < Rp.1,8 M (S.D 2008) WP OP dengan omzet < Rp.4,8 M (sejak 2009)
REKONSILIASI FISKAL Rekonsiliasi (koreksi) fiskal adalah proses penyesuaian atas laporan keuangan komersial (laba komersial) yang berbeda secara prisip atau metode dengan ketentuan fiskal untuk menyajikan dan/atau menghasilkan penghasilan neto / laba yang sesuai dengan ketentuan pajak.
BEDA PERMANEN (PERMANENT DIFFERENT) 1.
Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan sedangkan menurut ketentuan PPh bukan penghasilan, atau sebaliknya. (deviden diterima o/ badan dgn penyertaan) 2. Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut ketentuan PPh telah dikenakan PPh yang bersifat final. (ph bunga deposito, jasa konstruksi, ph sewa) 3. Menurut akuntansi komersial merupakan beban sedangkan menurut ketentuan PPh tidak dapat dibebankan dan sebaliknya misalnya:
Biaya-biaya 3M penghasilan yang bukan obyek pajak atau pengenaan pajaknya bersifat final. Penggantian/imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan. Sanksi perpajakan berupa bunga, denda, dan kenaikan. Biaya-biaya yang tidak memenuhi syarat-syarat (daftar nominatif biaya entertainment, daftar nominatif atas peghapusan piutang).
BEDA WAKTU (TIME DIFFERENT)
· · · ·
Perbedaan metode yang digunakan antara akuntansi komersial dengan ketentuan fiskal, misalnya ; Metode penyusutan (garis lurus & saldo menurun) Metode penilaian persediaan (Rate & FIFO, LIFO) Penyisihan piutang tak tertagih Rugi-laba selisih kurs
Rekonsiliasi Fiskal (format 1) No
Uraian
1
Penjualan
2
HPP
3
Laba Bruto
4
Biaya Umum Adm
5
Biaya Penjualan
6
Laba Operasi
7
Pend (Biaya) Luar Usaha
8
Laba Bersih
R/L Koreksi Komersial Positif
Koreksi Negatif
R/L Fiskal
Rekonsiliasi Fiskal (format 2)
1
Laba Bersih Komersial
2
Koreksi-koreksi
xxx Positif
Negatif
xxx
xxx
.......................... ..........................
Jumlah koreksi 3
Laba Bersih Fiskal
xxx
KREDIT PAJAK BAGI WP BADAN DALAM NEGERI DAN BUT
PASAL 22
PEMUNGUTAN PPh DARI KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG LAIN
PASAL 23
PEMOTONGAN PPh DARI DIVIDEN,BUNGA,ROYALTI,SEWA, HADIAH DAN PENGHARGAAN, DAN IMBALAN LAIN
PASAL 24
PAJAK YG DIBAYAR ATAU TERUTANG ATAS PENGHASILAN DARI LUAR NEGERI YANG BOLEH DIKREDITKAN
PASAL 25
PEMBAYARAN YG DILAKUKAN OLEH WAJIB PAJAK SENDIRI
PASAL 26 AYAT (5)
PEMOTONGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN SP LN YG MENJADI SP DN (TDK BERSIFAT FINAL)
TIDAK BOLEH DIKREDITKAN
SANKSI ADMINISTRASI BERUPA BUNGA, DENDA DAN KENAIKAN SERTA SANKSI PIDANA BERUPA DENDA
Kredit PPh Pasal 24 164/KMK.03/2002
PPh DI LUAR NEGERI ATAS PENGHASILAN DARI LUAR NEGERI BOLEH DIKREDITKAN DENGAN PPh YANG TERUTANG DLM THN PAJAK YANG SAMA SEBESAR YANG TERKECIL ANTARA: PAJAK PENGHASILAN YANG DIBAYAR/TERUTANG DI LUAR NEGERI
Jumlah Penghasilan Dari LN Penghasilan Kena Pajak
X
Total PPh terutang
Total PPh Terutang
KPLN DIHITUNG PER NEGARA ASAL PENGHASILAN
PPh Pasal 25 KEP 537/PJ/2000 255/PMK.03/2008
LIHAT KETENTUAN PPh PASAL 25 u/ ORANG PRIBADI UNTUK WP BARU BERDASAR PPh ATAS PENGHASILAN NETO SEBULAN YANG DISETAHUNKAN UNTUK WP BANK DAN SGU DENGAN HAK OPSI BERDASARKAN LAPORAN TRIWULAN UNTUK BUMN-BUMD BERDASARKAN RKAB
PPh Pasal 25 Besarnya PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh adalah sama dengan besarnya angsuran PPh untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu. Apabila terdapat kompensasi rugi, maka penghasilan neto sebagai dasar Perhit. PPh Pasal 25 Tahun Pajak berikutnya dihitung atas dasar pengh. neto dengan memperhitungkan sisa rugi yang belum dikompensasi. Apabila terdapat penghasilan tidak teratur dalam Tahun Pajak ybs, maka angsuran bulanan PPh Pasal 25 dihitung berdasarkan penghasilan neto seluruhnya dikurangi dengan penghasilan tidak teratur. Apabila dalam tahun berjalan diterbitkan SKP untuk tahun pajak yang lalu, maka PPh Pasal 25 dihitung berdasarkan surat ketetapan pajak tersebut, & berlaku mulai bulan berikutnya setelah diterbitkannya SKP.
Apabila terjadiperubahan keadaan usaha/kegiatan wajib pajak (penurunan atau peningkatan usaha).
Suport by: Kantor Konsultan Pajak TRI AGUNG TOFIQ, BKP@2013